Oleh:
Frida Berlian Puspitasari
NIM 2102027
TEKNIK PEMBUATAN KAIN TENUN
Oleh:
Frida Berlian Puspitasari
NIM 2102027
TEKNIK PEMBUATAN KAIN TENUN
II
LEMBAR PENGESAHAN
I
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia – Nya sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan laporan
praktik industri yang merupakan salah satu syarat dalam memenuhi tugas pada semester 1
& 2.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan. Penulis harap kritik dan saran yang bisa membangun untuk
kesempurnaan laporan praktik industri ini.
Atas terselesainya laporan ini, penulis sampaikan terima kasih yang setulus –
tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi.
Rasa terima kasih ini penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Ahmad Wimbo, S.E, M.M, selaku Direktur Akademi Komunitas
Industri Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta dan selaku dosen pembimbing
akademi.
2. Bapak Iwan Setiawan Lukminto, selaku Presiden Direktur PT Sri Rejeki
Isman Tbk.
3. Bapak Wawan Ardi Subakdo, S.T., M.T., selaku Pembantu Direktur
Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Prosuk Tekstil Surakarta.
4. Bapak Bagus Bambang Wibowo, M.B.A. selaku kepala seksi HR Learning
& Development PT Sri Rejeki Isman Tbk.
5. Bapak Adhy Prastyo Eko P, S.T.P., M.T., selaku ketua program studi
Teknik Pembuatan Kain Tenun.
6. Bapak Topan Ramadhan selaku pembimbing di industri.
7. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan.
8. Pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan
satupersatu.
Penulis menyadari bahwa laporan praktik kerja industri ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan saran untuk laporan ini,
sehingga laporan praktik kerja industri ini dapat bermanfaat. Terimakasih.
II
Sukoharjo, 20 Februari
2022
Frida Berlian P
2102027
II
Daftar Isi
I
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Office utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk.............................................................3
Gambar 2.2 Logo Perusahaan...............................................................................................3
Gambar 3.1 Humy Tester.....................................................................................................18
Gambar 3.2Alat Uji Classimate Quantum...........................................................................19
Gambar 3.3 Uster Tester 4..................................................................................................21
Gambar 3.4 Reeling Machine..............................................................................................24
Gambar 3.5 Random sampling............................................................................................25
Gambar 3.6 Random sampling dari mesin winding............................................................25
Gambar 3.7 Benang digulung di wrap reeling....................................................................26
Gambar 3.8 Electric Balance...............................................................................................26
Gambar 3.9 Format Laporan..............................................................................................26
Gambar 3.10 contoh sample pita potong.............................................................................28
Gambar 3.11 sample uji pita potong...................................................................................28
Gambar 3.12 sample uji pita tiras.......................................................................................29
Gambar 3.13 sample uji cekau............................................................................................30
Gambar 3.14 Clamp 3 inch.................................................................................................31
Gambar 3.15 Clamp 6 inch..................................................................................................32
Gambar 3.16 Ukuran contoh uji cara elmendorf................................................................33
Gambar 3.17 Pengambilan contoh uji pada kain sample....................................................33
Gambar 3.18 Contoh uji cara elmendorf.............................................................................33
Gambar 3.19 Posisi contoh uji cara elmendorf...................................................................34
Gambar 3.20 Ukuran contoh uji cara lidah........................................................................34
Gambar 3.21 Pengambilan contoh uji cara lidah...............................................................35
Gambar 3.22 Sample uji cara lidah.....................................................................................35
Gambar 3.23 Posisi alat uji cara lidah...............................................................................35
Gambar 3.24 Ukuran contoh uji cara wings rib..................................................................36
Gambar 3.25 Pengambilan contoh uji cara wings rib.........................................................36
Gambar 3.26 Sample uji cara wings rib..............................................................................36
Gambar 3.27 Posisi alat uji cara wings rib.........................................................................37
Gambar 3.28 Ukuran contoh uji cara trapezoidal..............................................................37
Gambar 3.29 Sample uji cara trapezoidal...........................................................................37
Gambar 3.30 Posisi alat uji cara trapezoidal.....................................................................38
Gambar 3.31 Pengambilan contoh uji cara seam strength.................................................38
Gambar 3.32 Posisi alat uji cara seam strength.................................................................39
Gambar 3.33 Jangka sorong................................................................................................39
Gambar 3.34 Laporan Fabric Analisis................................................................................49
V
Daftar Tabel
Table 1.1 waktu dan durasi praktik.......................................................................................2
Table 3.1 Standart pengujian TPI........................................................................................10
Table 3.2 Alat dan bahan pengujian TPI.............................................................................11
Table 3.3 Bagian-bagian mesin "Ele Twist"........................................................................11
Table 3.4 Standart Moisture Content...................................................................................18
Table 3.5 Standart Classimate Benang................................................................................19
V
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Praktik Industri
Latar belakang pelaksanaan praktik kerja industri oleh mahasiswa dari
Akademi Komunitas Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta atau yang dapat disebut
dengan AK-Tekstil Surakarta ialah kewajiban mahasiswa untuk memenuhi tugas
dalam setiap semester dan sebagai ajang penambahan wawasan dan pengetahuan
dalam industri. Dalam praktik kerja industri ini mahasiswa dituntut untuk
mempraktikkan hasil pembelajaran selama berada di AK-Tekstil.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil merupakan salah satu industri yang
diprioritaskan untuk dikembangkan karena memiliki peran yang strategis dalam
perekonomian nasional, yaitu sebagai penyumbang devisa negara, menyerap tenaga
kerja dalam jumlah cukup besar, dan sebagai industri yang diandalkan untuk
memenuhi kebutuhan sandang nasional. Salah satu faktor pendukung kemajuan
industri Tekstil dan Produk Tekstil yaitu, adanya sumber daya manusia yang
kompeten, terampil serta memiliki daya pikir yang baik dan kreatif. Untuk memenuhi
sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan kerja sama antara lembaga
pendidikan selaku pencipta sumber daya manusia terampil dengan pihak industri
selaku pengguna tenaga terampil. Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah
dengan diadakannya praktik kerja industri. Dengan adanya praktik kerja industri ini
diharapkan mahasiswa lebih siap untuk memasuki dunia kerja.
Kampus Ak-Tekstil Solo memiliki model pendidikan yang diterapkan dengan
sistem ganda (dual system) maka pembelajaran dilakukan di kampus sebanyak 50%
dan di industri sebanyak 50%. Mata kuliah praktik diselenggarakan di workshop dan di
industri. Maka praktik industri ini adalah salah satu bentuk perwujudan dari sistem
ganda tersebut sehingga mahasiswa dapat mempelajari praktik yang dilakukan di
kampus dan secara langsung menerapkan sekaligus mencocokan antara materi yang
diperoleh dari kampus dan pada industri. Maka dari praktik industri ini diharapkan
mahasiswa dapat lebih mengerti dan lebih siap untuk nantinya ditempatkan bekerja
pada industri tersebut.
1
1.2 Waktu Dan Durasi Praktik Industri
Durasi dan waktu pelaksanaan dimulai dari 14 Februari 2022 – 8 Juli 2022 dan
pembagian jadwal yang disajikan dalam tabel berikut :
2
Bab II
Bagian Umum Perusahaan
2.1 Sejarah Dan Perkembangan Perusahaan
PT. Sri Rejeki Isman Tbk (SRITEX) merupakan suatu badan usaha berbadan hukum
yang bergerak dalam bidang industri tekstil yang meliputi proses pemintalan
(spinning), pertenunan (weaving), pencelupan (dyeing), penyempurnaan (printing),
pengecapan (finishing), dan garmen, sampai pemasaran. Produk dari PT Sri Rejeki
Isman Tbk ini di ekspor ke luar negeri dan untuk kebutuhan pasar dalam negeri.
Adapun perkembangan PT Sri Rejeki Isman Tbk Sukoharjo adalah sebagai berikut :
Pada tahun 1966
PT Sri Rejeki Isman, Tbk ( Sritex atau perseroan) berawal dari sebuah perusahaan
perdagangan tradisional yang menjual produk tekstil bernama “Sri Redjeki” yang
berada di pasar klewer, solo yang didirikan oleh H.M.Lukminto.
3
perusahaan industri sebagai sumber pasokan.Dengan semakin mantap dan
berkembang luasnya pasaran produk tersebut, maka secara bertahap UD. Sri
Rejeki memperluas kegiatan perdagangan dengan bertindak sebagai produsen,
dimana investasi permesinan dilakukan secara bertahap pula. Dimana investasi
permesinan yang diperlukan berlokasi di Jalan Baturono no. 81 A, Solo.
5
3. Kita terikat sebagai keluarga besar Sritex yang mengutamakan persatuan dan
kesatuan.
Tridharma
1. Melu handarbeni (ikut merasa memiliki).
2. Melu hangrungkebi (ikut bertanggung jawab).
3. Mulat sariro hangrosowani (mawas diri)
MISI :
Untuk memberikan produk paling inovatif sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
konsumen
6
3. Melakukan tindakan yang mengarah kepada efektifitas dan efisiensi penggunaan
serta perlindungan terhadap sumber daya alam dan energi.
4. Menanggapi keluhan terhadap isu interna dan eksternal lingkungan secara efektif
untuk meningkatkan kepuasan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
5. Melakukan program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia dalam menjalankan Sistem Manajemen Lingkungan.
6. Mengelola setiap aspek dan dampak lingkungan yang dihasilkan dari kegiatan
produksi dan jasa termasuk dampak masyarakat sekitar pabrik serta pencegahan
pencemaraan.
7. Melakukan perbaikan Sistem Manajemen Lingkungan secara berkesinambungan.
7
2.8 Lokasi Perusahaan
a. Office and Production Center terletak di Jl. KH. Samanhudi 88 Jetis, Sukoharjo
Solo, Jawa Tengah
b. Marketing Office terletak di Jl Slempretan 117 Surabaya, Jawa Timur dan di Jl
KH Wahid Hasyim 147
c. Representative Office terletak di The Energy Building 20th, SCBD Lot 11A Jl
Jend. Sudirman Kav. S2-S3
8
Bab III
Pelaksanaan Praktik Industri
9
Standart pengujian Twist Per Inch (TPI) :
Table 3.1 Standart pengujian TPI
NO NE/COUNT STD TPI RANGE TPI
1 10S 11.38 10.98 – 11.78
2 12S 12.45 12.01 – 12.89
3 16S 14.40 13.90 – 14.90
4 18S 15.30 14.76 – 15.84
5 20S 16.10 15.54 – 16.66
6 24S 17.10 16.50 – 17.70
7 25S 16.60 16.10 – 17.10
8 25S 17.10 16.50 – 17.70
9 25S 17.60 16.98 – 18.22
10 25S 17.90 17.27 – 18.53
11 26S 18.40 17.76 – 19.04
12 28S 18.70 18.05 – 19.35
13 30S 17.90 17.27 – 18.53
14 30S 18.40 17.76 – 19.04
15 30S 19.30 18.53 – 19.87
16 30S 19.90 19.20 – 20.60
17 30S 18.80 18.14 – 19.46
18 32S 19.80 19.11 – 20.49
19 34S 20.40 19.69 – 21.11
20 36S 21.00 20.26 – 21.74
21 40S 22.50 21.71 – 23.29
22 45S 23.45 22.63 – 24.27
23 50S 24.75 23.88 – 25.62
24 60S 27.40 26.44 – 28.36
25 60S 28.20 27.21 – 29.19
26 60S 29.10 28.08 – 30.12
27 60S 29.50 28.47 – 30.53
28 60S 31.10 30.01 – 32.19
29 60S 32.90 31.75 – 34.05
10
B. Alat dan Bahan
Table 3.2 Alat dan bahan pengujian TPI
Nama bagian Gambar
Benang
Gunting -
Beban -
11
Penjepit Ada 2 penjepit -
pada alat uji,
penjepit sebelah
kanan berfungsi
untuk memberi
tegangan pada
benang dan
penjepit sebelah
kiri berfungsi
untuk menahan
Monitor Berfungsi untuk
mengetahui
besar TPI
12
Pasang sample dan lilitkan benang tarik sampai monitor
muncul “Ready press start” lalu tekan “start”
Hasil pengujian pengecekan TPI benang direkam dalam
format Daily Check TPI
Untuk standart TPI benang Rayon 30s di spinning
menggunakan standart : 19.30 (18.80-19.80)
Prinsip PengujianKetidakrataan:
- Benang atau sliver dilewatkan melalui dua kapasitor. Ketika benang
atau sliver tersebut melalui kapasitor, perubahan nilai kapasitansi
secara relatif berubah terhadap massa/berat dari material
- Variasi massa per unit panjang tersebut dinyatakan sebagai U%
13
B. Alat dan Bahan
Nama Gambar
Benang -
Mesin UT5
14
D. Instruksi kerja
A. Hasil produksi yang ditest U% nya :
a. Sliver : dari mesin carding, combing, drawing
b. Roving : dari mesin roving
c. Benang : dari mesin ring spinning, winding, dan TFO
B. Pengambilan Sample :
a. Sliver : 2.5 (menit) x 25 meter/menit (speed)
b. Roving : 2.5 (menit) x 25 meter/menit (speed)
c. Benang : 2.5 (menit) x 400 meter/menit (speed)
2.5(menit) x 800 meter/menit (speed)
C. Jadwal Pengujian dibuat sesuai dengan kebutuhan kualitas dan
keadaan mesin-mesin produksi
D. Pengujian menggunakan instrument Uster Tester 5 (UT5) untuk
mengetahui :
a. Un-evenness (U%)
b. CV% dan U%
c. Data maximal dan minimal dari U%
d. Thin (-30%,-40% dan -50%)
e. Thick (+35%, +50%)
f. Neps (+140%, +200%, +280%)
g. Hairiness (H)
h. CV% dari Hairiness
i. Data max. dan min. dari Hairiness
j. USPO7 (Uster Statistic) dari hasil pengujian U
%, Imperfection dan Hairiness
E. Cara Pengujian menggunakan Uster Tester 5 (UT5) :
a. Start mesin melalui CPU dengan menekan tombol ON
b. Cop/Cones dipasang pada creel (kapasitas 24 creel)
c. Ujung benang dimasukkan pada penghantar benang (yarn
guide) menggunakan bantuan pengait, dilanjutkan ke
penghantar 2 dan penghantar 3
d. Benang dimasukkan ke penjepit benang ujung benang
dirapikan dan dipotong
e. Jika yang di tesroving atau sliver, menggunakan penghantar
khusus yang sudah disediakan kemudian roving atau sliver
15
dilewatkan roll slot khusus yang disediakan untuk roving
atau sliver
16
H. Memilih menu Report untuk memilih display yang ditampilkan pada
monitor computer dan setting print out data yang diinginkan
I. Menyimpan data dan program kerja yang dimasukkan pada
computer, sehingga masing-masing data akan mempunyai sample
ID
J. Memilih menu switches to tes job control display (F3), start job
K. Memilih menu report (f4) untuk mengetahui data sample yang
sedang diuji
L. Bila pengujian selesai, instrument akan melakukan konfirmasi
bahwa pengujian telah selesai
M. Memilih tanda centang untuk menerima konfirmasi tersebut secara
otomatis Print Out data keluar
N. Mematikan mesin dengan cara memilih menu display, system
control, stop the system (F11) dan tekan tombol OFF pada CPU
O. Hasil pengujian ketidakrataan (U%) direkam pada format daily
quality report (preparatory) dan format daily yarn quality report
E. Kendala yang dihadapi selama proses pengujian
Tidak ada kendala dalam menguji ketidakrataan benang, karena
benang yang diuji sudah sesuai standart.
17
B. Alat Uji
Humy Tester
C. Instruksi Kerja
1. RUANG LINGKUP
Kegiatan inspeksi dan Pengujian pada proses pengujian Moisture
Content
2. TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Supervisor Quality Control bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pengujian Moisture Content (MC%), sesuai persyaratan yang ditetapkan
3. INSTRUKSI KERJA
a. Pelaksanaan pengecheckan Moisture Content % menggunakan
alat Moisture Tester (Humy Tester II 1850 LAB)
b. Bahan baku rayon yang baru datang di check 100% sampling
c. Bahan baku dari mixing di check setiap pasang material random
sampling
d. Pengecheckan cone yang ada di area packing dan banzen di
check minimal 2× seminggu 20 cone per Ne benang
Table 3. 4 Standart Moisture Content
Moisture Content % Standart
(Range)
Serat/benang rayon 9-15%
18
3.1.4 Classimate Benang
A. Teori Dasar
classimate benang adalah salah satu tahapan pegujian yang ada di
departemen spinning. Saat benang menjalani proses rewinding
(pengelosan) benang diambil dari beberapa mesin untuk diuji.
Classimate benang ini bertujuan untuk melihat kotiran pada benang
lebih detail dan melihat cacat yang ada pada benang.
Standart Classimate Benang :
Table 3.5 Standart Classimate Benang
Nama cacat Standart
Small slub 250
Medium slub 5
Big slub 0
Short Thick 255
Long Thick 0
Short Thin 50
Long Thin 0
Total cuts 5
Total faults Total from : short thick, long thick,
short thin, long thin
B. Alat Uji
Classimate Quantum
19
C. Instruksi Kerja
1. RUANG LINGKUP
Kegiatan Instruksi Kerja Pada Pengecheckan Classimate Benang
2. TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Supervisor Quality Control bertanggung jawab dalam pelaksanaan
Instruksi Kerja Pengecheckan Classimate Benang, sesuai
persyaratan yang ditetapkan
3. INSTRUKSI KERJA
A. Persiapan benang yang akan ditest
a. Hidupkan power/tombol hijau disamping mesin di bawah
monitor
b. Posisi cones/cops berdiri atau sejajar dengan sensor
c. Masukkan benang dalam posisi yang benar kedalam lappet
trus uster quantum, sensor, dan digulung ke dalam cones
d. Setelat itu tekan tombol start untuk memulai pengcheckan
e. Setelah sampai 100km mesin stop secara otomatis dan lampu
doff (warna merah) menyala
f. Setelah itu lanjutkan pengecheckan berikutnya sesuai instruksi
diatas tanpa menekan tombol reset (warna reset)
g. Jika lampu menyala warna merah kedip-kedip berarti tombol
reset (warna merah) ditekan agak lama (5-10 detik) sampai
lampu menyala hijau dan pengecheckan bisa dilanjutkan
B. Setelah selesai pengecheckan, computer classimate dimatikan
(shut down) dan mesin PS dimatikan dengan menekan tombol
merah disamping mesin dibawah monitor
C. Operator mesin classimate PS bertanggung jawab atas kebersihan
dan kerapihan ruangan classimate
20
Mulur adalah pertambahan panjang contoh uji selama pengujian
kekuatan tarik, dinyatakan dalam persen (%)
B. Alat Uji
Uster Tester 4
21
benang atau
menambang
hardness
Penjepit benang Menjepit benang
Sensor otomatis Mendeteksi benang
yang putus, maka
mesin akan
berganti mengambil
benang lain
D. Instruksi Kerja
A. Pengujian menggunakan instrument uster tensorapid 4 untuk
mengetahui :
a. Kekuatan benang per helai (single yarn strength) dalam
satuan berat (gram)
b. CV % (Coefficient of Variation) dari single yarn strength
c. Kemuluran benang (Elongation %)
d. RKM benang (Breaking Length in Km)
e. Uster Statistik (USPO7)
B. Pengujian dilaksanakan menurut jadwal sesuai kebutuhan
kualitas dan keadaan mesin.
C. Cara pengujian :
a. Menyalakan perangkat computer dengan menekan
tombol ON pada CPU
b. Memasang cops/cones yang akan diuji (jumlah creel ; 20)
c. Memasukkan ujung benang pada penghantar benang
dengan bantuan pengait, kemudian masukkan pada
penjepit 1 dan 2, ujung benang dirapikan dan dipotong
dengan gunting.
D. Pengoperasian pada computer :
a. Pilih menu Job Control Display (F2)
b. Pilih menu Create and edit a new job
c. Pilih menu Characteristic data, masukkan data-data yang
meliputi :
Style : Cops/Cones
Article : Jenis sample yang ditest
22
Macth No : Nomor mesin sample yang di
test
Material class : Pilih jenis material yang di
test
Nom. Count : masukkan nominal count
sample yang di test
Nom. Twist : Masukkan nominal TPI
sample yang ditest
Uster Statistics : Masukkan jenis sample dan
material sample
Fiber 1, Fiber 2 untuk material campuran
Operator : Nama operator
Comment : Keterangan lain yang diperlukan dari
sample
d. Pilih menu UTR4, masukkan data program kerja yang
dikehendaki meliputi :
Sub sample : jumlah sample
Within : jumlah test yang dilakukan
Testing speed : 500 m/min
Pretensial Force : 0.5 cN/tex
Tes Length : 500mm
Clamp pressure :
30% Absorber pressure
:
50%
Clamp type : yarn clamps/horizontal
Test mode : simple tensile test
Plausibility Stop : Off
Automatic : on
e. Memilih menu report untuk memilih display yang tampil
pada monitor computer dan setting print out data yang
diinginkan
f. Menyimpan data dan program yang telah dimasukkan ke
computer, sehingga masing-masing data mempunyai
sample ID
g. Tutup menu job editor
23
h. Start job yang telah disimpan
24
i. Memilih menu report untuk mengetahui data benang yang
sedang diuji
j. Bila pengujian telah selesai, print out data akan keluar
secara otomatis dan mesin akan melakukan konfirmasi
bahwa pengujian telah berhasil dilakukan
k. Pilih tanda centang untuk menerima konfirmasi tersebut
E. Mematikan mesin dengan cara memilih menu control,
kemudian shut down, tekan tombol off pada CPU
25
a. Alat
1) Reeling machine (mesin kincir penggulung)
2) Rak tempat cops dan cones
3) Timbangan elektrik
4) Gunting
5) ATK
6) Kalkulator
b. Peralatan
1) Cones Benang
2) Format laporan
3. Instruksi Kerja
26
Gambar 3. 7 Benang digulung di wrap reeling
27
3.2 PENGUJIAN DAN EVALUASI KAIN DEPARTEMEN FINISHING 5
INSTRUKSI KERJA:
a. Cara pengujian :
1. Potong sample sesuai dengan ukuran dari masing-masing metode. 4-5
sample arah lusi, 4-5 sample arah pakan
2. Untuk strip method ukuran panjang sample 30cm dan lebar 5cm
setelah di tiras.
28
Gambar 3.10 contoh sample pita potong
3. Potong sample sesuai dengan ukuran yang telah dibuat, tiras hingga
lebar sample berukuran 5cm.
29
14. Tunggu sample hingga putus, setelah itu hasil uji akan muncul pada
computer.
30
9. Pilih metode pengujian pada computer sesuai dengan metode yang
sedang diuji, lalu tekan next hingga muncul diagram dan tabel untuk
hasil uji
10. Tekan reset pada computer
11. Pasang sample pada clamp yang berukurn 3 inch
12. Jepit sample pada clamp dengan menginjak pegas “CLOSE”
13. Secara otomatis alat uji akan menarik sample
14. Tunggu sample hingga putus, setelah itu hasil uji akan muncul pada
computer.
C. ASTM D 5034-95
(CEKAU) ALAT :
- Gunting
- Penggaris
- Bolpoin
- Jarum
BAHAN :
- Kain
INSTRUKSI KERJA:
a. Cara pengujian :
1. Potong sample sesuai dengan ukuran dari masing-masing metode. 4-5
sample arah lusi, 4-5 sample arah pakan
2. Potong sample sesuai dengan ukuran yang telah dibuat, ukuran
contoh adalah 4 inchi 9 inchi dengan jarak jepit 75cm dan speed
300mm/menit
31
6. Display Strain muncul angka 8 ; lampu hijau dan merah menyala.
Angka turun dari 8,7,6,5,4,3,2,1 pada display sampai menjadi titik
merah baru alat boleh digunakan.
7. Atur jarak jepit pada alat uji sejauh 75cm dengan menekan tombol
down pada alat uji
8. Pilih metode pengujian pada computer sesuai dengan metode yang
sedang diuji, lalu tekan next hingga muncul diagram dan tabel untuk
hasil uji
9. Tekan reset pada computer
10. Pasang sample pada clamp yang berukurn 1 inch
11. Jepit sample pada clamp dengan menginjak pegas “CLOSE”
12. Secara otomatis alat uji akan menarik sample
13. Tunggu sample hingga putus, setelah itu hasil uji akan muncul pada
computer.
32
b. Clamp 6” untuk tearing 4
Pengambilan sample:
Metoda pengujian
33
1. Cara Elemendorf
Dengan jarak jepit yang digunakan adalah 10 cm, menggunakan
standar ISO 13934-1.
34
Posisi di alat uji
35
Pengambilan contoh uji pada kain sample:
36
3. Cara Rib Wings
Dengan jarak jepit yang digunakan adalah 10 cm, menggunakan
standar ISO 13937-2.
Ukuran contoh uji
37
Posisi di alat uji
4. Cara Trapezoidal
Dengan jarak jepit yang digunakan adalah 10 cm, menggunakan
standar ISO 13937-3.
Contoh
uji
38
Pemasangan contoh uji di alat uji
39
Posisi contoh uji di alat uji
40
3.3 DESAIN TEKSTIL DEPARTMENT R&D WEAVING 3
A. Teori dasar
Parameter kain tenun :
1) Tetal lusi dan tetal pakan
2) Nomor benang lusi dan benang pakan
3) Anyaman
4) Contraction
5) Berat Kain
6) Ketebalan
7) Daya tutup kain (cover)
8) Lebar Kain dan Panjang Kain
Cara penilaian parameter Desain kain tenun :
1) Tetal Lusi dan Tetal Pakan
a. Tetal Lusi
Jumlah benang lusi per satuan panjang, misalnya jumlah
benang lusi per cm atau jumlah benang lusi per inch. Tetal
lusi ini ditentukan oleh nomor sisir tenun.
b. Tetal Pakan
Jumlah benang pakan per satuan panjang, missal jumlah
helai pakan per cm atau jumlah helai pakan per inch. Tetal
pakan ditentukan oleh kecepatan penggulungan kain.
2) Nomor Benang
Sulitnya untuk menentukan ukuran diameter benang dengan
cara mengukur langsung dan lebih umum untuk menentukan
halus atau kasarnya benang ditentukan dengan pembanding
berat per panjang atau sebaliknya.
Benang Rangkap
2. Penomoran
langsung Denier =
150 + 150
Tentukan nilai dari benang rangkap ? 150 + 150
= 300 Denier
Blending Benang
Blending adalah pencampuran 2 jenis benang yang
berbeda menjadi 1 benang.
Contoh : 30 TC (75 / 25)
Presentase Kandungan Benang
Untuk menghitung kandungan presentase benang, bisa
menggunakan larutan H2SO4 (melarutkan cotton).
Contoh :
Benang nomor 30 TC (10 helai, @10 cm) dengan
berat 0,024 gr, dilarutkan kedalam larutan H2SO4.
Setelah kering, kemudian benang ditimbang dan
hasilnya 0,018 gr.
3) Anyaman
anyaman kain atau desain kain ditentukan pada saat benang-
benang lusi dianyamkan dengan benang-benang pakan.
Prakteknya, kebanyakan anyaman kain dianyam sedemikian
rupa sehingga pola anyaman terkecilberulang keseluruhan area
kain. Pola anyaman terkecil disebut repeat atau rapot anyaman.
4) Berat Kain
Berat kain dinyatakan dalam gram per meter persegi
(g/m²) atau gram per meter sesuai ukuran lebar (g/m)
Sulit untuk membandingkan kain jika ukuran lebarnya
berbeda. Oleh karena itu, berat per meter adalah
metode yang rasional untuk membaningkan berat kain.
Berat kain dibagi emnjai empat golongan berdasarkan
berat per meter perseginya yaitu :
a. KAIN BERAT (>200 G/M²)
Kain denim
Kain kanvas
dll
b. KAIN SETENGAH EBRAT (141-220 G/M²)
Kain celana
Dll
42
c. KAIN SEDANG (61-140 G/M²)
Kemeja
Blacu
Mori
dll
d. KAIN RINGAN (≤ 60 G/M²)
Kain-kain transparan
Kain kasa
Dll
43
B. Flow proses produksi weaving
Flow proses perencanaan dari buyer/order
Buyer/Order
Marketing
Kontruksi baru
PPIC
SO
Proses Material
Penjelasan:
44
weaving menurunkan WO kepada departemen weaving. PPIC weaving
meminta material request benang kepada PPIC spinning, lalu PPIC
spinning menurunkan WO kepada departemen spinning.
C. FABRIC ANALISIS
Kontruksi finish :
90×74
𝑅 = 30RY×30RY × 150cm
Kontruksi grey :
82×72
𝑅 = 30RY×30RY × 165cm
𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠i 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑘𝑎i𝑛 𝑐𝑚 𝑘𝑒 i𝑛𝑐ℎ = 165𝑐𝑚 : 2,54
= 64,9 inch
Anyaman : Plain
Qty order : 500 meter
Konversi finish ke grey
a. Lebar kain
150cm + 10%
= 165cm
b. Density lusi
T. Lusi × L
𝐷𝑒𝑛𝑠i𝑡𝑦 𝐿𝑢𝑠i =
Lebar setelah
90 × 150
𝐷𝑒𝑛𝑠i𝑡𝑦 𝐿𝑢𝑠i =
165
𝐷𝑒𝑛𝑠i𝑡𝑦 𝐿𝑢𝑠i = 82 helai
c. Density pakan
𝐷𝑒𝑛𝑠i𝑡𝑦 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = Density Pakan − 2
𝐷𝑒𝑛𝑠i𝑡𝑦 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = 74 − 2
𝐷𝑒𝑛𝑠i𝑡𝑦 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = 72
d. Cover Factor (CF)
Density Lusi Density Pakan
𝐶𝐹 = +
√Ne Lusi × 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎
√Ne Pakan
82 72
𝐶𝐹 = + × 100%
√30 √30
𝐶𝐹 = (15 + 13) × 100%
𝐶𝐹 = 28%
45
e. Fabric Cover (FC)
Tetal lusi
𝐿𝑢𝑠i =
26,2√Ne
Tetal pakan
𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 =
26,2√Ne
𝐹𝑎𝑏𝑟i𝑐 𝐶𝑜𝑣𝑒𝑟 = ((Lusi + Pakan) − (Lusi × Pakan)) × 100%
Perhitungan :
82
𝐿𝑢𝑠i =
26,2√30
= 0,57
72
𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 =
26,2√30
= 0,50
𝐹𝑎𝑏𝑟i𝑐 𝐶𝑜𝑣𝑒𝑟 = ((0,57 + 0,50) − (0,57 × 0,50)) × 100%
= (1,07 + 0,285) × 100%
= 78,5%
𝑁𝐵 : 𝑎𝑝𝑎𝑏i𝑙𝑎 ℎ𝑎𝑠i𝑙 𝑙𝑒𝑏iℎ 𝑑𝑎𝑟i 90% 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑘𝑎i𝑛 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑙i𝑡 𝑑i𝑡𝑒𝑛𝑢𝑚
46
Ø : 0,0069 × 2
Ø : 0,0138 inch
a. Shringkage Lusi
X → 10/2 × (Ø lusi + Ø pakan) × ( Density lusi + Density
Pakan)
→ 5 × 0,0138 × 154
→ 10,62
Nomor sisir
Penentuan nomor sisir :
Spun = tetal lusi – 4
Spandex = tetal lusi – 6
Filament = tetal lusi
Perhitungan :
82 – 4 = 78/2
Reed space
532
𝑅𝑒𝑒𝑑 𝑠𝑝𝑎𝑐𝑒 = ( 2 ) × 2
2
78
5322
𝑅𝑒𝑒𝑑 𝑠𝑝𝑎𝑐𝑒 (𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛) = ( )×2
2
78
= 68” → 172,7cm
47
Penentuan Lubang pinggiran
0,39 × sisir
𝑃i𝑛𝑔𝑔i𝑟𝑎𝑛 =
2
0,39 × 78
𝑃i𝑛𝑔𝑔i𝑟𝑎𝑛 =
2
= 15 𝑎𝑡𝑎𝑢 16 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑘i𝑟i 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛
Jumlah pinggiran
Jumlah total pinggiran (berdiri sendiri) :
a. Kanan = 16 × 3 helai
= 48 helai
b. Kiri = 16 × 3 helai
=48 helai
Total jumlah pinggiran = 96 helai
Penentuan Berat Kain
a. GSM (gr/m²)
GSM Lusi
tetal lusi × 39,37"
𝐿𝑢𝑠i = × 𝑠ℎ𝑟i𝑛𝑔𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑙𝑢𝑠i
1,693 × Ne Lusi
82 × 39,37"
= × 1,093
1,693 × 30
3,228
= × 1,093
50,79
= 69,46 gr/m²
GSM Pakan
tetal pakan × 39,37"
𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 = × 𝑠ℎ𝑟i𝑛𝑔𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛
1,693 × Ne pakan
72 × 39,37"
= 1,693 × 30 × 1,075
2835
= × 1,075
=50,79
60 gr/m²
GSM GREY
69,46 + 60 = 129,46 gr/m²
b. Linier Meter
Linier Lusi
TE × 453,6
𝐿𝑢𝑠i = × 𝑠ℎ𝑟i𝑛𝑔𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑙𝑢𝑠i
768 × Ne
48
5418 × 453,6
= × 1,093
768 × 30
2.457.604
= × 1,093
=23.040
116,5 gr/m
Linier Pakan
Lebar kain " × tetal pakan × 453,6
=
768 × Ne
× 𝑠ℎ𝑟i𝑛𝑔𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛
64,96" × 72 × 453,6
= × 1,075
768 × 30
2.121.542
= × 1,075
=23.040
98,9 gr/m
LINIER GREY
116,5 + 98,9 = 215,4 gr/m²
GSM Finish
GSM Lusi
tetal lusi × 39,37"
𝐿𝑢𝑠i = × 𝑠ℎ𝑟i𝑛𝑔𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑙𝑢𝑠i
1,693 × Ne Lusi
82 × 39,37"
= × 1,093
1,693 × 30
3,228
= × 1,093
50,79
= 69,46 gr/m²
GSM Pakan
tetal pakan ×
39,37" × 𝑠ℎ𝑟i𝑛𝑔𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 =
1,693 × Ne pakan
72 × 39,37"
= × 1,075
1,693 × 30
2835
= × 1,075
50,79
= 60 gr/m²
GSM FINISH
69,46 + 60 = 129,46 gr/m²
49
1 tarikan = 1 order kerja
50
Kebutuhan Benang
TE ×453,6
a. 𝐿𝑢𝑠i = × 𝑆ℎ𝑟i𝑛𝑔𝑘𝑎𝑔𝑒 × 𝑤𝑎𝑠𝑡𝑒
Ne ×768
5418 × 453,6
= × 1,093
30 × 768
2.457.604,8
= × 1,093
23.040
= 116,51 × 600
= 69.906 gr
LK" ×tetalpakan×453,6
b. 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = Ne ×768 × 𝑆ℎ𝑟i𝑛𝑔𝑘𝑎𝑔𝑒 × 𝑤𝑎𝑠𝑡𝑒
= 98,9 × 2%
= 100,879 (kebutuhan benang per meter)
= 100,879 × 500 meter
= 50.435 gr (kebutuhan benang per 500 meter)
= 50,4 kg : 1,89 kg = 26,6 atau 27 Full Cones
= 27 full cones × 1,89 kg
= 51 kg / 0,28 bale
51
3.4 DIRECT WARPING WEAVING 6 SUKOHARJOTEX
A. Teori dasar
Dalam proses pertenunan warping merupakan salah satu rangkaian
dalam proses pertenunan. Sebelum benang pakan dan benang lusi
ditenun maka langkah awal adalah mempersiapkan bahan baku
terlebih dahulu kemudian bahan baku tersebut diproses agar siap
untuk dilakukan proses pertenunan.
Warping (penghanian) adalah proses menggulung atau memindahkan
benang dari cones yang ditempatkan pada creel ke beam warping.
Tujuan dari proses warping ini adalah untuk mensejajarkan benang
dan menyamakan tegangan benang.
B. Layout Mesin
Department weaving 6 di Sukoharjotex ini memiliki 3 mesin warping
dengan 3 creel yaitu 2H creel dan 1V creel.
52
C. Alat dan bahan
ALAT FUNGSI Gambar
GUNTING Digunakan untuk -
menggunting benang
saat beam warping
sudah penuh.
TROLLY Digunakan untuk tempat -
keranjang yang berisi
benang yang akan
diletakkan dalam creel.
Trolly ini mempermudah
operator ketika
membawa benang
dalam jumlah banyak.
RAFIA Digunakan untuk
memisah benang
dengan ujung benang
53
Bahan :
- Benang
D. Bagian
mesin
a. Headstock
Bagian mesin Fungsi Gambar
Solenoid valve Solenoid valve
berfungsi untuk
mengatur atau
mengendalikan angina
54
Press Beam Press beam berfungsi
untuk mengatur
hardness benang pada
beam warping
55
Spindle Spindle berfungsi untuk
memutar beam
warping
56
Beam Warping Beam warping
berfungsi untuk
menggulung benang
b. Creel
Bagian Fungsi Gambar
Nedlee Cone Tempat meletakkan
cones
57
Tension Bar Untuk memberi
tegangan pada benang
saat mesin berhenti
58
E. Instruksi kerja
1. Ruang Lingkup
Kegiatan operator warping
2. Tanggung Jawab dan Wewenang
kepala seksi persiapan bertanggung jawab dalam melaksanakan
kegiatan instruksi kerja proses warping
3. Instruksi Kerja
3.1 Persiapan
3.1.1 Menyiapkan benang dengan jenis, nomor dan jumlah
yang sesuai dengan order. Kemudian benang diangkat
dengan kereta dan dipasang pada creel warping
sebelah dalam. Setelah terpasang creel dibalik dan
benang dipasang pada tension disk (posisi benang
senter/lurus) sehingga baloning yang dibentuk baik dan
semua benang harus masuk ke ring tension.
3.1.2 Menarik benang ke depan melalui beberapa pengatur
benang sampai ke sisir. Dalam hal ini posisi benang
satu sama lainnya tidak boleh silang, kemudian benang
disisir.
3.1.3 Menghidupkan kompresor, kemudian tekan tombol
power arus warping masuk, setelah itu beam warping
kosong dipasang pada spindle beam, kemudian posisi
beam diatur agar posisinya benar-benar di tengah press
beam
3.1.4 Benang ditarik kemudian diikatkan ke beam warping,
setelah siap mesin dijalankan. Setelah itu beam diputar
dengan tangandulu, sebelum dijalankan putar counter
dahulu sesuai dengan panjang yang ditentukan
kemudian posisi counter di nolkan kembali selanjutnya
putar (setting) tombol kearah press drum baru kemudian
mesin dijalankan.
3.2 Pelaksanaan mesin saat dijalankan
3.2.1 Menjalankan mesin dengan cara menekan tombol mesin
jalan. Jika terjadi putus benang cari benang yang putus
kemudian disambung, ujunng benang bekas sambungan
59
dipotong. Sebelum dan saat menjalankan mesin benang
harus dalam keadaan tegang.
3.2.2 Jika panjang benang yang dikehendaki sudah terpenuhi
mesin akan berhenti sendiri. Kemudian benang
digunting dan ujung benang disisipkan setelah itu
menulis kartu produksi sesuai dengan format kartu
warping.
3.2.3 Menurunkan beam warping yang sudah terisi benang
4. Dokumen Terkait
4.1 Format kartu Warping
60
F. Parameter warping
Nama Fungsi Alat
Hardness Bertujuan untuk
check kekerasan
benang pada
beam warping
Hardness Tester
Tension Bertujuan untuk
mengecek
tegangan benang
Tension meter
61
3.5 SIZING WEAVING 2
A. Teori Dasar
Dalam proses pertenunan sizing merupakan proses yang sangat penting juga.
Pada prses sizing benang lusi dilapisi oleh kanji agar benang-benang lusi kuat dan
tahan gesek, karena setelah proses sizing benang lusi akan dicucuk dan di tenun
yang mana akan terjadi gesekan lebih banyak. Jika benang lusi tidak melalui
proses penganjian maka benang lusi akan sering putus saat proses pertenunan,
hal tersebut menyebabkan proses pada loom tidak effisien dan kualitas kain
kurang sempurna karena terdapat cacat kain akibat sering terjadi putus lusi.
Department weaving 2 ini memiliki 4 mesin sizing antara lain :
a. Sizing I mesin sizing baba sanyo
b. Sizing II mesin sizing A SGA 360
c. Sizing III mesin sizing TAYA
d. Sizing IV mesin sizing TAYA
62
Bahan
Bahan Gambar
Benang pada beam warping
C. BAGIAN MESIN
a. Beam stand
Beam stand merupakan bagian dari mesin sizing yang berfungsi untuk
meletakkan beam warping yang akan di sizing
Bagian – bagian beam stand :
Nama item Fungsi Gambar
Rem Pneumatik Menarik rem
63
Beam Adjust Sebagai dudukan beam
warping
b. Size box
Size box merupakan bagian dari mesin sizing yang berfungsi sebagai
tempat untuk melapisi benang lusi dengan larutan kanji.
Bagian – bagian size box :
Nama item Fungsi Gambar
Roll penghantar Menghantarkan benang
Squezing roll
64
a. Depan Untuk meratakan jajaran
benang dan menentukan
besar kecilnya SPU.
c. Silinder dryer
Cylinder dryer merupakan bagian dari mesin sizing yang berfungsi sebagai
tempat untuk pengeringan benang setelah dilapisi dengan larutan kanji.
Cylinder dryer dibagi menjadi dua bagian yaitu pree drying dan drying.
65
Pre drying merupakan bagian sebelum pengeringan. Di bagian ini lapisan
silinder yang digunakan yaitu lapisan teflonyang berfungsi untuk
mengeringkan benang basah dengan lapisan anti lengket. Kondisi benang
setelah melalui proses pre drying yaitu dalam kondissi setengah basah.
Drying merupakan proses pengeringan sempurna. Di bagian ini lapisan
silinder yang digunakan yaitu stainless yang berfungsi untuk
menyempurnakan pengeringan benang.
Bagian-bagian cylinder dryer :
Nama item Fungsi Gambar
Silinder Mengeringkan benang
66
Blower Menyedot uap yang tidak -
dipakai untuk dibuang
d. Headstock
Head stock merupakan bagian dari mesin sizing yang berfungsi untuk
tempat penggulungan jajaran benang yang sudah terkanji.
Bagian-bagian head stock:
Nama item Fungsi Gambar
Sisir ekspansi Meratakan gulungan
selebar beam
67
Regulator kompresor Mengatur besar kecilnya
tekanan angin..
68
lambatnya putaran
motor.
e. PARAMETER SIZING
Alat Fungsi standart Gambar
Hardness tester Hardness Tester
Hardness berfungsi untuk
menentukan nilai
kekerasan pada
beam yang telah
selesai di sizing.
Standart hardness
yaitu 65-70
Tension meter
Tension berfungsi untuk
mengukur
ketegangan pada
benang yang akan di
sizing ataupun yang
telah selesai proses
Tension Meter
sizing.
Standart tension
yaitu 3-16
Rekraktometer Rayon: 2-3%
Refraksi berfungsi untuk Katun: 5-8%
TR, TC: 4-6%
mengetahui kadar
air atau zat yang
terdapat pada
larutan kanji.
Sttandart
refraktometer pada Refraktometer
umumnya adalah 2,
sedangkan jika
refraktometer
menunjukkan angka
69
0 berarti larutan
tersebut adalah air.
Viscocup berfungsi Rayon: 4-5 detik
Viscositas untuk mengukur Katun: 7-8 detik
TR: 5,5 detik
kekentalan larutan TC: 6 detik
kanji dalam satuan
waktu.
Viscocup
Draff Untuk mengetahui
mulur benang
1%
setelah benang
melwati proses
penganjian
Penggaris
Suhu larutan kanji Mengetahui suhu Rayon: 70-
dalam bak kanji TR:
Termometer stik
70
f. RESEP KANJI
NO SN STARCH
90 88 98 AIR TARGET TARGET
LARUTAN VISCOSITAS
JADI
Air -
71
INSTRUKSI KERJA MASAK LARUTAN KANJI
1. RUANG LINGKUP
Kegiatan operator pemasakan obat
2. TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Kepala seksi persiapan bertanggung jawab dalam
melaksanakan kegiatan instruksi kerja proses pemaksakan obat
3. INSTRUKSI KERJA
a. PERSIAPAN
i. Meminta material obat, sesuai dengan kode produksi sesuai
dengan kode produksi sesuai format pemakaian material
ii. Memastikan tangki mixer, tangki HPC dalam keadaan bersih
iii. Memastikan tombol-tombol dan alat pengukur panas
(temperature) berjalan/berfungsi sebagaimana mestinya
iv. Setelah semuanya siap, proses pemasakan segera di mulai
b. PEMASAKAN OBAT
i. membuat larutan obat pada tempat yang telah tersedia,
dengan memasukkan material yang telah ditentukan sesuai
resepnya
ii. membuat obat sesuai dengan jenis benang yang akan
diproses
iii. lama proses pemasakan disesuaikan dengan ketentuan yang
telah ditetapkan
iv. setelah larutan obat jadi, pindahkan larutan ke bak sizing
untuk segera digunakan proses sizing
72
Kepala Seksi Produksi Persiapan bertanggung jawab dalam
melaksanakan kegiatan Instruksi Kerja Operator Mesin Sizing
HONG HUA
3. INSTRUKSI KERJA
3.1 Menghidupkan mesin
3.1.1 Menarik ke atas tuas breaker pada panel utama.
3.1.2 Layar monitor akan hidup muncul menu utama.
3.1.3 Menekan tombol emergensi stop kemudian tekan
tombol stop, pastikan pada layar, angka CURRENT
(A) muncul.
3.1.4 Mesin siap dijalankan.
73
TOMBOL(B sizing roller) : F. predrying down : B. size box : open
F. size box :
open
4. DOKUMEN TERKAIT
74
3.6 REACHING SUKOHARJO TEX
Pencucukan adalah proses memasukkan benang lusi pada dropper, gun dan
sisir tenun. Mencucuk dengan tangan adalah metode terbaik untuk
mempertahankan kualitas kain yang akan dihasilkan.
A. Alat dan Bahan
Alat
Alat Fungsi Gambar
Reaching hook Sebagai alat untuk
mencucuk benang dari
dropper ke gun sesuai
dengan ketentuan
cucukan
Denting hook Sebagai alat untuk
menyisir benang atau
memasukkan benang ke
sisir tenun dengan jumlah
helai sesuai kontruksi
75
Bahan
Bahan Gambar
Beam loom
76
Gun Untuk pembuka
mulut lusi
C. Instruksi Kerja
1. Ruang Lingkup
Kegiatan Proses Reaching
2. Tanggung Jawab dan Wewenang
Kepala seksi persiapan bertanggung jawab dan melaksanakan kegiatan
intruksi kerja proses reaching
3. Instruksi Kerja
3.1 Persiapan operator sebelum melakukan reaching
3.1.1 Memperhatikan Beam, Dropper, Gun dan Sisir terhadap :
- Kebersihannya
- Kondisinya (tidak rantas / tidak rusak)
- Jumlah dan spesifikasinya sesuai konstruksi
yang ditentukan
3.1.2 Mempersiapkan peralatan untuk reaching :
77
3.1.3 Mengambil beam hasil proses sizing dan menempatkannya pada
frame reaching
3.1.4 Merapikan benang, ujung benang dijepit dengan penjepit frame
reaching (pembuatan set)
3.1.5 Meletakkan gun, dropper, dan sisir diletakkan pada rangka mesin
reaching, sesuai dengan produk yang telah ditentukan
78
b. Format Laporan Inspeksi dan Pengujian Proses Reaching
79
3.7 PIRN WINDING
A. Teori Dasar
Pemaletan adalah proses mengubah bentuk gulungan dari cones ke dalam
bentuk bobbin palet untuk dipakai pada proses pertenunan sebagai benang
pakan pada mesin shuttle. Tujuan dari proses pemaletan adalah untuk
menggulung benang dari bentuk untaian, bentuk kerucut, bentuk silinder,
atau bentuk lainnya menjadi bentuk bobbin pakan atau palet (pirn).
80
Traverse Untuk meratakan
gulungan benang.
81
Cutter Untuk memotong
benang
i
Motor utama Untuk
menggerakkan
spindle dan ratchet
wheel.
82
Habasit Sebagai
penghubung motor
utama dengan
spindle.
Poros Pengatur
eksentrik rangkaian proses
change atau
pergantian palet.
83
Ratchet wheel Untuk
menggerakkan
traverse
C. Instruksi Kerja
a. Memperhatikan jenis benang dengan menggunakan jenis atau warna
bobbin yang dipergunakan.
84
D. Contoh cacat pada hasil gulungan pirn winding
Gambar Keterangan
Gulungan kurang penuh (kanan, kiri).
85
Gulungan tidak rata.
Akibat: tidak bisa masuk teropong,
benang ngelokor.
Sebab: palet mengganjal bagian
yang mengatur gerakan traverse.
Benang ngekor.
Akibat: benang sering putus.
Sebab: cutter tidak berfungsi atau
cutter memotong benang tidak tepat
waktu change.
86
3.8 TYING (SUKOHARJOTEX)
A. Teori Dasar
Tying merupakan proses penyambungan benang lusi yang lama
pada mesin tenun ke beam yang baru. Yang dimaksud benang lama
yaitu benang yang berada di mesin loom yang masih tercucuk pada
sisir, gun, dan dropper dengan kondisi utuh dan rapi. Sedangkan
benang baru adalah benang yang berasal dari sizing yang akan
disambung. Tujuan tying yaitu untuk mempercepat penggantian
benang lama dengan benang baru di loom dan membantu cucukan
reaching untuk memenuhi dalam menghasilkan beam yang ada di
loom. Salah satu factor yang menentukan baik buruknya hasil tying
yaitu sheet atau hamparan benang.
Tujuan tying:
Untuk mempercepat penggantian benang lama dengan benang baru
di loom dan membantu cucukan reaching untuk memenuhi dalam
menghasilkan beam yang ada di loom. Salah satu faktor yang
menentukan baik buruknya hasil tying yaitu sheet atau hamparan
benang.
Syarat sheet yang baik:
1) Tegangan benang rata
2) Posisi benang sejajar satu sama lain
3) Individu benang benar-benar terpisah satu sama lain.
4) Posisi sheet tegak lurus terhadap clamping bar, meja frame
membentuk sudut siku-siku.
87
B. Alat dan Peralatan
Nama Bagian Gambar
Kunci pas -
kunci L 10
Kuas -
Pinset
Sikat nilon
Sikat Baja
Tying head
88
Tying frame
89
D. Instruksi Kerja
2.1 Proses sebelum penyambungan (tying)
2.1.1 Memperhatikan mesin yang akan digunakan untuk proses tying
sesuai dengan nomer benang yang akan telah ditentukan.
2.1.2 Memperhatikan kondisi dan kelayakan dropper, gun dan sisir.
2.1.3 Memperhaikan kebersihan mesin tenun.
2.1.4 Mengambil beam hasil sizing sesuai dengan SN yang akan
ditenun.
2.1.5 Meja/frame Tying disiapkan dibelakang mesin tenun.
2.1.6 Ujung benang baru dari beam sizing ditarik dan disisir pada rak
tying bagian bawah, kemudian sisa benang di mesin tenun ditarik
dan disisir pada rak tying bagian atas.
2.1.7 Meletakkan mesin tying pada meja frame tying.
2.2 Proses penyambungan (tying)
2.2.1 Untuk mulai tekan tombol ON, secara otomatis mesin akan
melakukan penyambungan.
2.2.2 Setelah selesai tekan tombol OFF, secara otomatis mesin akan
berhenti.
2.2.3 Menyiapkan benang sambungan dari beam yang baru dan
diberikan warna (bila perlu).
2.3 Proses setelah penyambungan
2.3.1 Benang yang putus karena tarikan segera disambung.
2.3.2 Memasang dan setting cleam beam, temple cup dan benang
lusi ditegangkan.
2.3.3 Menjalankan mesin perlahan-lahan sampai mendapatkan
anyaman.
2.3.4 Memperhatikan hasil anyaman dan kelurusan benang lusi,
apabila sudah baik dan benar mesin tenun boleh dijalankan
sesuai instruksi kerja mesin tenun.
2.3.5 Kegiatan tying ini direkam dalam format kartu produksi dan
format laporan harian proses tying.
90
2) Beam finish dipotong sisakan ±150 cm dari dropper kemudian
diikat di atas.
3) Beam baru dipasang, ujung benang baru di klem (jepit) aluminium,
kemudian ditarik ke atas frame sampai posisi papper tape di
depan clamper bar baru di klem.
4) Setelah benang rata kemudian di klem di meja frame.
5) Benang disisir sampai rata lurus baru di klem.
6) Benang disisir lagi sampai tiga kali.
7) Benang disikat baja untuk memisahkan apabila terdapat benang
lengket.
8) Klem dilepas sheet sudah selesai.
b. Sheet atas
1) Benang lama yang sudah dipotong ditarik dibagi 6-8 bagian untuk
mempermudah penyikatan dan apabila ada yang putus benang
disambung.
2) Ujung benang diklem dengan posisi benang tegang kemudian
disisir sampai rata dan lurus.
3) Benang dijepit pakai handle baik depan maupun belakang.
4) Benang disikat baja.
5) Sheet atas selesai, jumlah benang pinggiran dihitung sesuai SN.
Apabila terdapat gun atau dropper yang hilang maka benang
diputus sesuai jumlah benang yang hilang.
91
1. Feeler tidak diatur dengan benar: sesuaikan dengan metode
knotting leasing atau tidak-leasing .
2. Jarum terlalu kecil: pasang jarum yang lebih besar.
3. Jarum tidak diatur dengan benar: selector needle harus tepat
mengenai benang dan dapat ditangkap.
4. Selector needle menjadi longgar saat mesin dipakai: kencangkan
kembali milled screw.
5. Selector needle terlalu tinggi: atur kembali needle stop.
d. Benang tidak diambil dengan benar
1. Selector needle terlalu kecil
2. Tension benang terlalu kuat
3. Tension selector needle terlalu lemah
4. Ujung selector needle sudah tumpul
e. Benang single (diikat satu)
1. Tipper tidak berputar: baud macet, longgarkan dan bersihkan
2. Tipper aus: ganti tipper dan baudnya
3. Gerakan “central device” terhambat/tidak lancar: pastikan
gerakannya lancar, kuatkan atau ganti draw spring.
4. Perbedaan tension antara benang atas dan benang bawah terlalu
besar: atur tension pada frame hingga tension sama.
5. Benang tertarik oleh tangan, mesin tenun atau lainnya.
f. Ikatan double saat menyambung dengan metoda tanpa leasing
1. Selector needle terlau besar: pilih selector needle yang lebih kecil.
2. Mesin terlalu masuk/maju kelapisan benang: setel feeler sehingga
jarak antara benang pertama dan double end separator harus
selalu antara 2-3 mm.
3. Tension jarum terlalu besar: kendorkan tension dari spring jarum,
saat knotting dengan metode sheet-to sheet : tanpa leasing, jaga
agar spring tension selonggar mungkin.
4. Tension benang terlalu longgar: kencangkan tension spindle pada
frame.
5. Pusher pada posisi yang salah: tarik presser keluar ke arah depan
(benang).
6. Double end stripper pada posisi yang salah: tekan double end
separator ke dalam.
7. Benang menempel/lengket: sikat benang dengan sikat baja.
92
g. Ikatan double saat menyambung dengan metode leasing
1. Tension benang terlalu lemah: kuatkan tension benang pada
frame.
2. Ada benang yang longgar: saat persiapan yakinkan agar tidak ada
benang yang longgar.
3. Selector needle terlau besar: gunakan jarum yang lebih kecil jadi
mesin akan berhenti dengan baik jika terjadi kesalahan pada
benang silang atau benang yang putus. Jarum yang lebih kecil
sangat disarankan terutama untuk benang yang di twist dan
benang sintetis.
4. Lease brush sikat terlalu jauh turun atau tidak dipotong dengan
baik: potong lease brush dengan bentuk “V” dan set pada posisi
agar benang selalu pada alur thread separator.
5. Tension selector needle terlalu tinggi: kendorkan spring tension
dengan memutar baud tension spring. Set spring tension menjadi
kendor hingga jarum memilih ujung dengan sempurna tanpa
tergelincir.
6. Pusher pada posisi yang salah: tarik pusher ke luar ke arah
depan.
7. Double end stripper pada posisi yang salah: tekan double end
stripper ke dalam.
h. Ikatan lepas
1. Clamp benang tersumbat debu/kotoran: pada setiap mulai knotting
khususnya pada yarn yang berbulu yakinkan bahwa angle plate
dan clamping jaws bersih dari kotoran
2. Clamping pair terlalu longgar, jadi ujung benang bergetar:
kencangkan clamping pair jaws dengan memutar tension screw
bagian atas dan tekanan clamp bertambah jika diputar ke kanan.
3. Ujung-ujung bergerak tak beraturan/bergetar walau tension yang
benar telah diset pada clamping jaws: baik angle plate atau
lamping pair harus diganti, jika menunjukkan bekas alur potongan
pada permukaan karena pemakaian.
4. Ujung-ujung benang meninggalkan clamping terlalu cepat/dini,
sehingga knotter needle tidak dapat menggenggam ujung-ujung
untuk disimpul: atur panjang potongan dari cutter disesuaikan
dengan jenis material yang akan disimpul.
93
5. Benang tebal membutuhkan potongan yang lebih panjang
daripada benang tipis.
6. Cutter memotong ujung terlalu pendek.
94
3.9 TEKNOLOGI PERTENUNAN (SHUTTLE SUKOHARJOTEX)
1. Shedding motion
a. Bagian-bagian
1. Sirkulasi disc
2. Wire rupe
3. Heald frame
(kamran)
95
4. Ramiron
5. Treadle lever
6. Plan tappet
7. Treadle bowl
8. Engkol
96
c) Kamran (heald frame) harus rata dan sejajar.
2) Crossing time
Pada waktu engkol/crank shaft back center (titik mati belakang):
a) -10 mm.
b) Jarak benang bagian atas dengan luar teopong atau shuttle
minimal 3 mm.
c) Jarak benang bagian bawah dengan shuttle race 1-2 mm, kanan
kiri harus sama.
d) Jarak reed cap dengan kamran depan 1,5 - 2 cm
e) Jarak kamran depan dengan belakang 2-3 cm.
2. Picking motion
a. Bagian-bagian picking
2. Picking plate
3. Picking nose
97
4. Picking bowl
98
5. Bracket side lever
6. Buffer ban
7. Bumper stick
8. Picker
9. Protector disc
99
b. Settingan picking motion
1) Picking time
a) Posisi engkol/crank botton center (titik mati bawah) kedepan.
b) Picking bowl menempel picking nose (bowl tidak boleh berputar
saat menempel).
c) sama)
2) Picking stroke
3. Beating motion
a. Settingan beating motion
1) Pastikan bosh connecting rod tidak kocak.
2) Sisir tidak boleh kocak, check bracket dan atur kekerasan semua bolt
pada side wing for stop rod.
3) Posisi engkol front center (titik mati depan), setting jarak antara duck
mm.
4) Kekuatan spring sisir diatur tidak boleh terlalu keras/lemah dan sisir
harus bisa membuka bila terjai nabrak atau gebrak sehingga tidak
ambrol (putus lusi) yang parah.
5) Pada saat posisi picking time HS (jarak sisir ke breas beam 220 mm),
bent slider bowl harus menempel pada bent slider, atur kekerasan
spring tidak boleh keras dan telalu lemah.
6) -
5 mm.
4. Take up motion
a. Settingan take up motion
10
5. Let off motion
a. Settingan let off motion
1) Posisi engkol/crank front center (titik mati depan), shuttle
di handle side, semua beban dinetralkan (dalam posisi
nol).
2) Atur posisi bracket (bearing) menempel dengan easing cam (baut
kontra di atas, jarak SJ52 deng -5 mm.
3) Posisi engkol crank top center (titik mati atas)
4) Setting bracket SJ18 tegak lurus.
5) cm.
6)
(dari frame atas).
7) Posisi engkol/crank back center (titik mati belakang).
8) mm.
6. Change
a. Bagian-bagian change
1. Thrase plate
2. Box back
3. Box top
10
4. Shuttle swell
6. Weft filler
7. Transmiting shaft
10
10. Bracket out side
10
17. Wood control
b. Penyetelan change
1. Setting bagian HS
a) Setting posisi thrase plate dengan shuttle race, jarak dari ujung
thrase plate dengan ujung shuttle race bagian dalam sebesar 0,2
mm.
b) Setting box back dengan sudut
c) Setting box top, bagian depan 3 mm, belakang 1,6 mm.
10
d) Cek ketinggian lade dengan gauge 67 cm.
e) Posisi cam weft hammer, baut kontra lurus ke bawah, ukur arak breas
beam ke sisir 280 mm.
f) Setting weft filler dengan cara sebagai berikut:
1) Shuttle berada di HS
2) Engkol berada diposisi titik mati depan.
3) Setting cross spindle dengan cross spindle hook dengan jarak 0,8
mm.
4) Setting posisi filler masuk ke dalam palet, tepat di tengah lubang
dengan jarak 1 dropper.
g) Setting sudut transmiting shaft
2. Setting bagian CS
a) Sek thrase plate tidak boleh kasar dan harus center dengan shuttle race.
b) Cek ketinggian lade dengan gauge 67 cm.
c) Setting bracket frontongue, bracket inside, dan bracket outside dengan
terhadap thrase plate 1,6 mm.
d) Setting bracket for box top avard dengan ketinggian terhadap shuttle 3
mm.
e) Cek front snap guard dengan keadaan ringan dan tidak boleh kasar.
f) Cek magazine leg, tegak lurus dengan shuttle magazine.
g) Posisi safety bolt (N44) harus pas dengan knocking bill (N6Y)
h) Cek posisi pushing slider masuk 0,4 mm.
i) Pasang wood control, tinggi dan jarak 2 shuttle 2 mm.
j) Pasang box top.
k) Cek fly back dan bottom wire.
l) Cek kondisi cutter dan brush change.
10
3.10 TEKNOLOGI PERTENUNAN (SHUTTLESS SK2)
Proses pertenunan merupakan proses persilangan antara benang pakan dengan benang
lusi. Mesin AJL yaitu mesin tenun yang proses penyisipan benang pakannya menggunakan
udara. Proses pertenunan terdiri dari lima gerakan pokok, yaitu:
1. Sheding motion
Sheding motion atau pembukaan mulut lusi merupakan gerakan yang pembentukan
mulut lusi (gerakan naik turunnya kamran secara bergantian) untuk disisipi benang
pakan.
a. Bagian-bagian sheding motion:
No Nama item Fungsi Gambar
1. CAM Untuk mengatur atau
membentuk anyaman
10
3. Long crank Penghubung antara
short crank dengan
hook komponen.
10
c. Baut Mengunci hook
komponen dan nyetel
tinggi kamran.
10
h. Klem kamran Membatasi gerakan
kamran agar tidak
bergerak maju atau
mundur.
10
7) Klem kamran atas dan bawah harus terpasang dan tidak gesekan dengan kamran.
2. Weft insertion motion
Weft insertion motion merupakan gerakan penyisipan benang pakan dalam proses
pertenunan sehingga benang lusi dengan benang pakan saling menyilang membentuk
anyaman.
a. Bagian-bagian weft insertion motion :
No Nama item Fungsi Gambar
1. Creel pakan Tempat meletakkan
benang pakan.
11
4. Auxilionary/cutting Menghantarkan/
nozzle meneruskan benang
pakan setelah
dilontarkan oleh pin
accumulator.
5. Main nozzle Meluncurkan
benang pakan
pertama kali setelah
benang dilontarkan
oleh pin
accumulator ke
dalam sisir profil.
6. Sub nozzle Menghantarkan
benang pakan
secara estafet dari
sub nozzle satu ke
sub nozzle lainnya
sehingga benang
pakan akan sampai
ke ujung lebar kain.
7. Sisir profil Alur jalannya
benang agar
benang sampai
pada ujung kain
dengan sempurna
saat diberi tekanan
angin.
8. Cutter Memotong benang
pakan
a. Kanan Memotong sisa
pakan di ujung kain
sebelah kanan
supaya benang
terpisah dari benang
11
ketkot.
b. Kiri Memotong benang
di bagian kiri kain
saat benang sudah
dirapatkan oleh sisir.
9. Filler Mendeteksi
peluncuran benang
pakan yang tidak
sempurna.
a. H1 Untuk mendeteksi
benang pakan yang
tidak sampai ke filler
H1 supaya mesin
otomatis berhenti.
b. H2 Untuk mendeteksi
benang pakan yang
melewati filler H2
atau saat terjadi
pakan blandang
maka mesin akan
berhenti.
11
7) Pinggiran harus rapat tidak pecah dengan setting cross time leno kanan 0 dan
leno kiri 290 - 300.
3. Beating motion
Beating motion merupakan proses merapatkan benang pakan yang baru diluncurkan
pada benang pakan sebelumnya yang telah menganyam benang lusi
a. Bagian-bagian beating motion
No Nama item Fungsi Gambar
1. Sisir Merapatkan benang
pakan setelah
diluncurkan.
11
3. Easing roll Memberikan tension
pada benang lusi.
4. Take up motion
Take up motion yaitu menggulung kain sedikir demi sedikit sesuai dengan anyaman
yang telah terjadi.
a. Bagian-bagian take up motion
No Nama item Fungsi Gambar
1. Ring temple Agar pinggiran tidak
mudah ambrol dan
gulungann kain tidak
mengerucut.
11
Tanda-tanda lampu mesin AJL
Warna Fungsi
Merah manual stop / hand stop
/ otomatis tangan
b. Leno putus
11
SOP menjalankan mesin AJL
Putus pakan ( lampu merah biru)
).
- Tekan tombol start + tombol kunci untuk menjalankan mesin (start mesin).
mesin
kembali
11
25 X 1 mm. Rapier ini bisa dibuat dari baja/plastik untuk memperlancar
gerakan rapier dipasang rusuk penuntun (rick bed guide) di sepanjang lide.
Kekurangannya adalah sedikit lebih rumit dibanding rapier batang kaku,
sedangkan kelebihannya yaitu ruangan yang diperlukan pada mesin ini tidak
begitu luas karena bilah rapier dapat disimpan pada setengah lingkaran
disisi mesin yang digulung pada suatu roda gigi.
2. Berdasarkan jumlah rapiernya:
a. Rapier tunggal (single rapier)
Mesin ini sama dengan rapier batang kaku.
b. Rapier ganda (double rapier)
Mesin ini menggunakan penyisipan pakan rapier dengan dua sisi, dimana
setiap batang rapier kerjanya bergantian sebagai penyuap dan pengambil
benang pakan.
11
Tanda Lampu
Lampu Fungsi
Merah Putus lusi
Hijau Putus pakan
Kuning Benang pakan habis
Putih Trouble elektrik
Fungsi Tombol
Tombol Fungsi
Kuning Slow motion
Biru Single pick
Hijau Start
Merah Stop
11
- Tucking click harus dititup (tidak boleh lupa / kain akan
cacat) Kamran diratakan
- Kemudian memutar let of 1x kearah kanan 1x putaran
- Mesin siap jalan / start (cek hasil, permukaan cacat atau tidak
- Rapat renganggan
- Pakan loncat
- Double pick
- Pakan masuk
12
3.11 PENYETELAN BEAM
Penyetelan beam adalah proses penyambungan benang lusi pada beam baru dari
mesin sizing. Penyetelan beam biasanya dilakukan ketika ada perubahan proses
produksi pada suatu mesin tenun. Tidak hanya perubahan proses produksi, tetapi
juga bisa dilaksanakan ketika suatu mesin tenun mengalami kerusakan pada gun
(gun rantas).
Tujuan penyetelan beam yaitu untuk penyambungan beam lusi dari beam lama
dengan beam baru yang bertujuan meningkatkan hasil produksi. Dalam proses
penyetelan beam lusi sendiri, bukan hanya proses penyetelan beam saja, namun
juga ada beberapa hal yang harus disetting ketika proses penyambungan antara
lain:
1) Setting dropper rod
2) Setting kamran
3) Setting sisir tenun
A. Alat dan Bahan
1. Kereta beam kecil
2. Kunci L 1 set
3. Kunci pas
4. Gunting
5. Besi penyangga
6. Tali
7. Kunci T
8. Nilon brush
B. Instruksi Kerja
2.1 Persiapan pemasangan beam
2.1.1 Pastikan mesin dalam keadaan bersih, setting sesuai ketentuan
serta memberi pelumas pada bagian-bagian yang ditetapkan.
2.1.2 Mengambil beam hasil reaching dengan menggunakan kereta
beam ke mesin tenun yang telah ditetapkan.
2.2 Operasional pemasangan beam
2.2.1 Menyiapkan beam.
2.2.2 Pasang beam pada bracketnya.
2.2.3 Tarik sisir, kamran dan pasang pada posisinya.
12
2.2.4 Tarik benang lusi dan uraikan dengan jari tangan selebar telapak
tangan 8 cm agar sejajar dan lurus dimulai dari kanan ke kiri.
2.2.5 Setelah tegangan benang standar/kesejajaran benang sama
kemudian setiap ikatan ditarik dan disambung dengan pancingan
(berupa kain/benang).
2.3 Pemasangan dropper
2.3.1 Pasang creel dropper pelan-pelan ke dalam lubang dropper box.
2.3.2 Pasang separator (hindari pemasangan silang dropper satu
dengan dropper lainnya).
2.3.3 Kencangkan baut-baut clamp rail dropper dan atau pasang
otomatis dropper.
2.3.4 Setting temple set dan pick wheel.
2.4 Trial (coba jalan)
2.4.1 Memasang pick wheel sesuai konstruksi yang telah ditentukan.
2.4.2 Start slow motion sampai mendapat anyaman dari pasang benang
leno bila perlu.
2.4.3 Memperbaiki sisa-sisa benang yang lolos dari putus benang.
2.5 Jalan (start)
2.5.1 Jalankan mesin sampai hasil kain bisa digulung pada roll,
selanjutnya memasang roll kain.
2.5.2 Kegiatan pemasangan beam direkam dalam format laporan
pemasangan beam.
C. Masalah yang sering terjadi
1) Benang ambrol
2) Spare part kurang lengkap
3) Benang lusi saling menyilang.
12
Bab IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengalaman setelah melaksanakan Praktik Kerja Industri dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran secara teori yang diperoleh di kampus dapat lebih
terserap kepada mahasiswa setelah melaksanakan praktik kerja industri. Hal ini
dikarenakan mahasiswaa dapat mengaplikasikan langsung teori yang telah didapat
ketika melaksanakan praktik kerja industri sehingga mahasiswa dapat merasakan
langsung pengalaman nyata di dunia industri.
4.2 Saran
Untuk pelaksanaan Praktik Kerja Industri adapun saran yang dapat disampaikan
antara lain:
1. Pembimbingan Praktik Kerja Industri agar lebih ditingkatkan supaya mahasiswa
ketika nantinya terjun di dunia industri sudah lebih kompeten.
2. Kepada para mahasiswa agar lebih mempersiapkan diri dengan menguasai materi
yang akan diterapkan dalam industri.
Demikian saran yang dapat disampaikan semoga dapat menjadi masukan yang
positif untuk kedepannya.
12