Berdasarkan hadits-hadits serta data historis yang telah dibahas, kita dapat merumuskan
jawaban terhadap masalah pokok kita: di manakah miqat makani jemaah haji Indonesia?
Pertama, jika kita berkesempatan untuk mampu berada di Dzulhulaifah, Juhfah, Qarnulmanazil
atau Yalamlam, tempat-tempat itulah miqat makani kita sesuai dengan hadits. Kedua, jika kita
tidak mampu datang ke salah satu dari empat tempat tersebut (sebab paspor coklat jemaah
haji Indonesia hanya berlaku untuk Makkah-Madinah-Jeddah), tempat mana saja boleh kita
jadikan sebagai miqat makani, asalkan lokasinya di luar Tanah Haram dan menyediakan
fasilitas untuk persiapan berihram.
Bagi jemaah haji Gelombang Kedua yang langsung ke Makkah, miqat makani mereka yang
paling ideal sampai saat ini adalah Bandar Udara Raja Abdul Aziz, yang populer dengan
singkatan KAA Airport (King Abdul Aziz Airport)
MATERI 3
Jemaah haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan dan perlindungan dalam menjalankan
ibadah haji, yang meliputi :
a. Pembinaan manasik haji dan / atau materi lainnya, baik di tanah air, di perjalanan maupun di
Arab Saudi.
b. Pelayanan akomodasi, konsumsi, transportasi dan pelayanan kesehatan yang memadai, baik
di tanah air, selama di perjalanan maupun di Arab Saudi.
c. Perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia.
d. Penggunaan paspor haji dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan ibadah
haji, dan
e. Pemberian kenyamanan transportasi dan pemondokan selama di tanah air, di Arab Saudi
dan saat kepulangan ke tanah air.
2. Kewajiban Pemerintah
Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan dengan
menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan
kesehatan, keamanan dan hal-hal lain yang diperlukan oleh jemaah haji.
C. Pengorganisasian
Penyelengaraan Ibadah Haji (PIH) meliputi unsur kebijakan, pelaksanaan dan pengawasan.
Kebijakan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan
menjadi tanggung jawab pemerintah. Dan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
tersebut, menteri mengkoordinasikannya dan/atau bekerja sama dengan masyarakat,
departemen / instansi terkait, dan pemerintah kerajaan Arab Saudi. Setelah itu, yang
melaksanakan PIH ini adalah pemerintah dengan masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan PIH
ini pemerintah membentuk satuan kerja dibawah menteri yang kemudian akan diawasi oleh
KPIH.
Penyelenggaraan ibadah haji dikoordinasi oleh :
a. Menteri di tingkat pusat
b. Gubernur di tingkat provinsi
c. Bupati / wali kota di tingkat kabupaten / kota, dan
d. Kepala perwakilan Republik Indonesia untuk kerajaan Arab Saudi.
1. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
Menteri membentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji di tingkat pusat, di daerah yang
memiliki embarkasi, dan di Arab Saudi. Dalam rangka penyelenggaraan Ibadah Haji, Menteri
menunjuk petugas yang menyertai Jemaah Haji, yang terdiri atas :
a) Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI)
b) Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TIPHI), dan
c) Tim Kesehatan Haji Indonesia.
Selain itu, Gubernur atau Bupati / Wali Kota juga berhak mengangkat petugas yang menyertai
jemaah haji, yang terdiri atas :
a) Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD), dan
b) Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD).
Adapun biaya operasional Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan petugas operasional pusat
dan daerah dibebankan pada APBN dan APBD, bukan dari BPIH.
2. Komisi Pengawas Haji Indonesia
KPHI terdiri atas 9 (sembilan) orang anggota, yaitu unsur masyarakat 6 (enam) orang dan unsur
pemerintah 3 (tiga) orang. 6 unsur masyarakat ini terdiri atas unsur Majelis Ulama Indonesia,
organisasi masyarakat Islam, dan tokoh masyarakat Islam. Sedangkan unsur Pemerintah dapat
ditunjuk dari departemen / instansi yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Ibadah Haji.