Anda di halaman 1dari 12

PROLOG

Kalian tahu kisah cinderella? Putri yang kehilangan sebelah sepatu kacanya saat pesta dansa,
dan sang pangeran tampan datang memasangkan sepatu kaca itu kepada sang putri. Dan
mereka menikah lalu hidup bahagia.
Tapi dalam cerita Amora berbeda, ia harus kehilangan sebelah sepatu converse hitamnya,
karena sebelah sepatunya tertukar dengan sepatu milik orang lain. Sepatu yang ukurannya lebih
besar dari ukuran sepatu miliknya itu, entah kepunyaan siapa. Yang jelas, Amora merasa kesal
karena sepatu yang baru saja ia beli dengan uang tabungannya harus hilang dipakai orang lain.
Lihat? Bahkan sebelah sepatu yang ukurannya jauh lebih besar dari miliknya terlihat sangat
butut. Orang gila mana yang memakai sepatunya yang jelas jelas sangat jauh berbeda dengan
ukuran sepatu yang kini tengah berada di dalam genggaman tangannya.
“Sial! Siapa yang berani tukar sepatu gue sama sepatu butut kegedean ini.” Teriakan Amora
menggelengar di koridor sekolah.
Amora tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang tertuju kepadanya, Amora hanya ingin
sebelah sepatu baru miliknya kembali. Amora tidak terima sepatunya ditukar seperti ini.
Sepanjang perjalanan di koridor sekolah, Amora mengeluarkan sumpah serapah tiada henti.
Amora bahkan tidak peduli dengan pandangan aneh yang dilemparkan siswa/i lain kepadanya.
Bagaimana Amora tidak menjadi pusat perhatian, cewek XI IPA 7 itu dengan cuek berjalan hanya
dengan sebelah sepatu, sementara sebelah sepatu lainnya ia genggam di sebelah tangannya.
Di cerita Cinderella yang kehilangan sebelah sepatu kaca, si pemilik sepatu merasa sedih dan di
akhiri dengan bahagia di istana raja. Berbeda jauh dengan Amora yang merasa marah dan kini
harus mendekam di ruang BK.
Pasca teriakannya di koridor sekolah, Amora memukul seorang cowok yang sudah mengambil
dan memakai sebelah sepatunya, padahal sudah jelas jika sepatunya tidak muat disebelah kaki
cowok itu. Bagaimana Amora bisa tahu? Jelas, karena Amora menandai sepatunya dengan tinta
berwarna merah di ujung sepatu.
Dan yang paling membuat Amora murka, cowok sialan itu memakai sepatunya dengan cara
belakang sepatunya di injak seperti memakai sendal. Karena tidak senang, Amora langsung
mendaratkan beberapa pukulan ke wajah cowok yang ternyata adalah si Ketua Osis, Adam
Wijaya.
Bab 1. Ruang BK

Amora menunduk sembari meremas tangannya yang sudah berkeringat. Jujur, Amora benar
benar menyesal sudah memukul wajah Adam sampai terlihat membiru seperti itu. Jelas saja
wajah cowok itu membiru, karena Amora memukulinya dengan sebelah sepatu yang sedari tadi
ia genggam di sebelah tangannya.
Di dalam hatinya Amora masih kesal karena belakang sebelah sepatu barunya harus layu karena
ulah di Ketua Osis.
Adam meringis beberapa kali saat Bu Dian mengompres wajahnya. Amora sendiri ikut mendesis
melihat raut kesakitan yang terlihat jelas di wajah si Ketua Osis. Tiba tiba saja Adam
memandang Amora dengan tatapan tajam, Amora gelagapan dibuatnya.
“Apa yang kamu lakukan Amora? Kenapa kamu memukul Adam?” tanya Bu Dian tidak percaya
dengan apa yang baru saja ia lakukan.
Bu Dian sendiri memang seorang guru BK. Namun ia menjadi wali kelas XI IPA 7 yang terkenal
dengan kelas buangan. Karena isi di dalam kelas itu adalah orang orang yang mendapat
rangking paling bawah dijurusannya.
Bu Dian mendapat tugas menjadi wali kelas XI IPA 7 sendiri karena terkenal dengan ketegasan
dan kegalakannya. Semua murid sangat takut dengan sosok wanita bertubuh mungil namun
tenaganya kuat bukan main. Wajar saja, karena Bu Dian salah satu anggota pencak silat dulunya.
Pernah Bu Dian menggebrak papan tulis hingga jebol karena anak didiknya tidak
memperhatikan apa yang sedang ia jelaskan. Karena itulah Bu Dian ditugaskan menjadi wali XI
IPA 7 yang menurut guru lain memang tandingannya. Karena murid di kelas itu terkenal dengan
murid nakal dan amburadul.
Bu Dian masih tidak percaya dengan apa yang sudah Amora lakukan, pasalnya Amora murid
yang tidak pernah memiliki catatan merah di BK meski dia masuk ke dalam kelas yang di cap
jelek di jurusannya. Kali ini Amora harus berhadapan dengan sang ketua Osis.
Amora menunduk, sebenarnya ia juga bingung. Amora hanya refleks memukul Adam, karena
Adam sudah membuat sepatu barunya terluka dan tidak kaku seperti baru lagi. Padahal Amora
sangat berhati-hati agar sepatunya tidak rusak atau ter nodai.
"Maafkan saya Bu." hanya itu yang dapat Amora katakan. Ia menundukkan kepalanya, tidak
berani menatap mata tajam Bu Dian. Apalagi menatap Adam yang juga memandanginya begitu
menusuk, jika tatapan Adam bisa mengeluarkan pedang, mungkin Amora sudah terbelah dua.
"Ibu minta penjelasan kamu dulu." pinta Bu Dian penuh tuntutan.
Amora mendongkak memandang wajah serius Bu Dian, lalu ia kembali menoleh, memandang
Adam yang tengah memijat wajahnya yang membiru.
"Sebenarnya saya refleks memukul dia Bu." Amora membuka dialognya.
"Alasannya?"
Amora kembali mencuri pandangan ke arah Adam yang juga tengah memandangnya dengan
kesal. Aura dingin yang menguar dari tubuh Adam membuat nyali Amora menjadi ciut.
"Alasannya, karena....dia udah nyuri sepatu saya Bu." Amora menunduk begitu dalam, ia tidak
berani memandang keduanya.
"Nyuri?" ulang Bu Dian.
"Sepatu?" Adam ikut mengulang jawaban Amora.
Amora mengangguki pertanyaan keduanya.
"Iya Bu, waktu saya keluar dari ruang komputer tadi, tiba-tiba aja sepatu saya beda sebelah.
Karena kesel sepatu yang baru aja saya beli tiga hari lalu itu ketukar sama sepatu butut ke
gedean ini, saya nekat nyari meski harus bolos pelajaran." jawab Amora jujur. Sebelah sepatu
yang sedari tadi berada di pangkuannya kini berpindah tempat ke atas meja.
Bu Dian hanya bisa terdiam mendengar penjelasan yang lolos dari mulut Amora. Adam sendiri
tidak bisa berkata-kata, bukan hanya malu, Adam juga marah karena sepatu miliknya di katakan
butut oleh Amora meski pada kenyataannya memang seperti itu. Tapi, sepatu itu barang
berharga yang di miliki Adam.
Jujur, Adam sendiri menyadari jika dia salah memakai I sepatu saat keluar dari lab bahasa inggris
yang ternyata bersebelahan dengan lab komputer.
Adam tidak memperhatikan sepatu siapa yang sedang ia pakai. Saat di perjalanan Adam
menyadari bahwa sebelah sepatunya terlalu sempit, karena sudah terlambat, ia tetap
melanjutkan perjalanannya menuju ruang Osis untuk melakukan rapat.
Baru saja Adam menyelesaikan rapatnya yang cukup alot, karena tiap anggota beradu argumen.
Dengan langkah lesu Adam keluar dari ruang Osis, tiba-tiba saja seorang cewek berteriak dan
langsung memukulnya hingga babak belur seperti ini. Adam harus mengingat jika ini
pengalaman pertamanya di pukul oleh orang lain, terlebih lagi dia cewek.
Bu Dian yang mati-matian mencerna ucapan Amora kebingungan, ia tahu jika Amora murid yang
tidak pernah berbohong. Tapi bagaimana mungkin seorang Adam Wijaya yang notben ketua
Osis dan sangat disiplin itu mencuri sepatu seorang siswi sekolahnya sendiri. Adam adalah anak
pemilik yayasan sekolah ini.
Meski hidupnya di kelilingi dengan harta dan kekuasaan, tapi Adam tetap menjadi anak yang
baik, cerdas dan mandiri. Bukankah terdengar aneh jika putra tunggal penerus seluruh harta
Wijaya itu mencuri sepatu.
"Bagaimana mungkin kamu bisa mengambil sepatu siswi lain Adam," tanya Bu Dian heran.
"Ini tidak seperti apa yang ibu pikirkan, saya memang menyadari kesalahan saya salah memakai
sebelah sepatu milik orang lain, saya benar-benar tidak sengaja memakainya. Karena tadi saya
sedang buru-buru untuk melakukan rapat Osis. Saya pun berniat mengembalikan sepatu itu jika
rapat sudah usai. Tapi, tiba-tiba saja dia menyerang saya." ujar Adam menunjuk ke arah Amora
dengan wajah dingin.
Bu Dian mulai mengerti dan kembali menoleh ke arah Amora yang juga tengah mengerjap
bingung.
"Kamu dengar Amora? Tidak mungkin bukan jika Adam mencuri sepatu kamu? Meskipun ada
seseorang yang ingin mencuri, tidak mungkin dia hanya mengambil sebelah sepatu. Belajarlah
untuk berpikir positif, akibat kelakuan kamu itu bisa saja kamu kena skors!" jelas Bu Dian, Amora
hanya bisa mengangguk paham.
Bu Dian membuang napas beratnya "Baiklah, sekarang kalian boleh kembali."
Amora mengangguk mengerti dan mengambil sebelah sepatu miliknya untuk segera di pakai,
sementara Adam sendiri sudah melengos keluar tanpa menoleh ke arah Amora.
**
Amora membuang napas beratnya beberapa kali, setelah insiden pemukulan si ketua Osis
dengan sepatu siang tadi, tiba-tiba saja dirinya menjadi pusat perhatian di sekolah.
Amora tidak peduli dengan pandangan yang ia dapatkan dari murid lain, hatinya masih kesal,
sebelah sepatunya tidak sekaku dulu. Padahal Amora benar-benar sayang dan menjaga
sepatunya.
Ingin sekali Amora membela diri di hadapan Bu Dian, ia ingin mengatakan alasan kenapa ia bisa
memukul si ketua Osis. Tapi, mungkin alasan itu terlalu konyol, Amora sadar jika dirinya terlalu
berlebihan hanya karena sepatu. Yang terpenting sekarang Amora bebas dari seorang Adam
Wijaya. Amora tidak ingin bermasalah dengan si ketua Osis, bermimpi saja Amora enggan.
"Widih Mor, lo sekarang jadi trending topik di sekolah." ujar Kenan, teman sekelas yang
menurutnya paling absurd. Cowok ini selalu saja membuat onar disekolahnya, entah itu
menggoda guru-guru muda, atau iseng menarik rambut siswi yang menurut Kenan imut.
"Iya Mor, lo jadi idola di sekolah sekarang." lanjut Caca, teman kelas yang hobi sekali berdandan.
"Gue gak nyangka, cewek pendiam kaya lo bisa langsung terkenal dalam sehari." ini Diki, si kutu
buku yang hobi sekali membaca. Entah bagaimana si rank 1 di kelasnya ini bisa menyasar di
kelas pembuangan.
"Gue gak nyangka, cewek pendiam kaya lo bisa langsung terkenal dalam sehari." ini Diki, si kutu
buku yang hobi sekali membaca. Entah bagaimana si rank 1 di kelasnya ini bisa menyasar di
kelas pembuangan.
"Jelas aja Amora langsung terkenal, sensasinya aja mukul si ketua Osis berdarah dingin itu."
Dinda berujar, cewek manis yang cerewet. Dan jangan lupa bahwa dia adalah seorang k-popers.
"Tapi, bukannya itu berita yang bagus?" tanya Eka, cewek judes yang jago sekali berkelahi.
Semua mata menatap Eka yang tengah menaikkan satu alisnya penuh kemenangan. Mereka
mengangguk dan tersenyum bangga, kecuali Amora yang masih baper mengingat sepatunya.
Ingat, murid kelas XI IPA7 sangat menganggap si ketua Osis dan antek-anteknya itu adalah
musuh. Karena murid disiplin seperti mereka itu sangat memuakan, tidak ada murid yang tidak
pernah masuk ruang BK di kelasnya selain Amora dan Diki. Kini cewek yang memiliki image baik
di kelasnya itu bisa merasakan rasanya masuk BK. Dan mereka bangga dengan itu, hanya tinggal
bagaimana cara membuat Diki si kutu buku ikut masuk BK, agar kelas mereka mendapatkan
Rekor Muri.
Kelas yang semula ricuh itu tiba-tiba saja mendadak hening. Dodi, babu yang selalu menjadi
suruhan kelasnya tiba-tiba saja datang dengan wajah berkeringat.
"Ada apaan?" tanya Eka heran, mereka sendiri hanya bisa memandang wajah ketakutan Dodi
dengan bingung.
"A...ada...."
"Amora Oliva, mohon untuk meluangkan waktu sebentar." ujar seorang cewek berkacamata
yang tengah berdiri di ambang pintu.
Semua mata langsung menoleh ke arah sumber suara. Terlihat beberapa murid yang
menggunakan pakaian rapi di sana. Dan yang berbicara itu adalah Keyla Anatasya, sekretaris
Osis yang terkenal dengan cuek dan galak.
Amora yang merasa namanya di panggil hanya bisa mematung di tempatnya. Mereka adalah
antek-antek Osis. Alias kaki tangan Adam Wijaya.
“hidup gue bakal berubah mulai sekarang."
Bab 2. Kartu

Dua kelompok yang berbeda kelas itu tengah memandang satu sama lain dengan pandangan
dingin juga meremehkan. Setelah nama Amora Oliva di sebut oleh sang sekretaris Osis tadi,
Amora tidak langsung keluar dan mengikuti perintah Keyla. Tentu saja, teman kelasnya tidak
terima jika Amora di panggil dan di bawa menghadap sang ketua Osis.
Keyla sendiri sudah menjelaskan meski dengan nada jutek yang menusuk seperti yang di
simpulkan oleh kebanyakan orang, bahwa Amora Olivia di panggil sang ketua Osis untuk segera
menghadapinya sekarang juga.
Mereka bukan murid teladan dan hanya menurut saat antek-antek Osis itu menyuruhnya.
Mereka segerombolan murid XI IPA7, mereka tidak akan pernah patuh dengan perintah OSIS!
Dan mereka sudah kebal tanpa merasa sakit hati saat antek-antek Osis itu menghina mereka
sebagai murid amburadul di sekolah ini.
"Siapa lo yang berani nyuruh-nyuruh temen gue? Temen gue sibuk! Jadi, bukannya udah jelas
kalo temen gue gak punya waktu buat ngurusin urusan gak penting kalian?" Eka berdiri paling
depan sembari berdecak pinggang. Cewek bertubuh bongsor itu adalah temeng jika teman
sekelasnya mendapat masalah.
"Kalo bicara itu yang sopan! Lo lagi sekolahkan? Emang mulut lo gak pernah di sekolahin?" dia
Rini, asisten Keyla. Ke mana saja Keyla pergi pasti di sampingnya akan ada wanita berambut
pendek itu.
Eka berdecih "Heh, lo gak lihat kita lagi di sekolah? Mulut kita itu di cipta in buat ngomong
bukan buat belajar ngomong, lo kira kita bayi?"
"Cih! Pantes pada bego." ketus Ardi, ketua kedisiplinan sekolah.
Kenan tidak terima mendengar hinaan dari Ardi "Bego? Mulutmu harimaumu bung, ngatain kita
bego. Sendirinya ngomong gak ada sopan-santunnya." timpalnya.
Ika tersenyum sinis "Sopan? Buat apa kami sopan sama murid bermasalah seperti kalian? Gak
sudi!"
Kenan geram, cowok itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. Tapi Dinda lebih dulu maju dan
berdiri di depan Ika.
"Murid bermasalah," Dinda tersenyum remeh "Senggaknya kami lebih baik dari pada murid
pintar dan disiplin seperti kalian yang cuma modal topeng buat terlihat baik." lanjut Dinda
menatap Ika tajam.
Ardi terkekeh geli mendengar jawaban Dinda "Kalian lebih baik? Topeng? Kalian bercanda?
Kalian lupa, kalian cuma murid buangan yang gak diakui keberadaannya di sekolah ini? Masih
ngelak ngatain kami pake topeng? Kalo kalian sih, emang pantes! Sana pake topeng, terus joget
di pinggir jalan." antek-antek Osis itu tertawa bersamaan, hanya Keyla yang masih diam
memasang ekspresi datarnya.
Kenan sudah kesal, begitu juga dengan yang lainnya. Bahkan Eka sudah siap melayangkan
tinjunya jika saja tidak di tahan oleh Diki. Amora sendiri hanya bisa menunduk, jujur ia merasa
sakit hati saat teman-temannya di hina seperti ini, apalagi itu semua karena ulah Amora sendiri.
Eka melangkah dan berdiri di hadapan Ardi. Matanya menatap penuh rasa benci namun Eka
mencoba menahannya. Kepalan tangannya begitu erat hingga kuku-kukunya terlihat memutih.
"Berjoget di pinggir jalan? Bukannya, itu hobi lo yang suka joget dan keluar masuk klub malam?"
Eka memiringkan kepalanya, cewek itu mengeluarkan seringaian mengerikan.
Suasana mendadak jadi hening, Keyla yang sedari tadi tidak tertarik dengan pertengkaran tidak
penting itu refleks menoleh ke arah Ardi yang menegang di tempatnya.
"Kaget? Gak usah jaim, gue udah tahu kok, lo sering bawa cewek mabuk buat di ajak cek-in di
hotel."
Wajah Ardi semakin memucat ketika Eka mengatakan itu, semua pandangan mengarah kepada
Ardi. Begitu juga dengan Keyla yang berjalan mendekati Ardi.
"Apa yang dia katain tadi, bener?" Keyla bertanya tidak percaya.
Ardi tergagap, tapi cowok itu mencoba mengontrol tubuhnya yang kaku agar terlihat baik-baik
saja.
"Lo percaya sama omongan sampah kaya mereka? Key, gak mungkin gue gitu! Lo semua percaya
sama gue kan? Mereka cuma mau putar balikkin fakta kita, biar mereka bisa menang lawan
kita." Ardi tersenyum menantang ke arah Eka yang masih mencoba menahan kesabarannya.
Ika dan Rini mengangguk percaya, mereka yakin Ardi tidak akan melakukan itu. Posisinya saja
sebagai ketua kedisiplinan sekolah, bukankah terdengar aneh jika sang ketua sendiri tidak
disiplin.
Keyla sendiri tidak semudah itu percaya dengan omongan keduanya. Tidak dengan Ardi dan juga
Eka. Keyla tipe orang yang harus mendapatkan bukti secara detail.
"Ada bukti apa kamu mengatakan Ardi seperti itu?"
Eka tersenyum sinis, bukti? Tentu saja Eka memiliki bukti. Eka tahu sifat antek-antek Osis yang
tidak akan mudah percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut orang lain ketika salah satu
dari mereka di jelek-jelekkan, apalagi percaya kepada murid buangan seperti mereka.
Tentu saja Eka tidak akan menuduh seseorang tanpa bukti bukan? Tiba-tiba saja sebuah ide gila
melintas di kepalanya.
"Gue bakal kasih buktinya sama lo. Tapi, dengan satu syarat." Eka tersenyum miring.
Semua yang ada di sana hanya bisa diam, mereka tidak tahu ide apa yang akan keluar dari mulut
Eka. Satu hal yang mereka tahu tentang cewek bongsor itu, keinginan Eka itu benar-benar gila.
Dan mereka tahu jika Eka benar-benar memiliki bukti kuat jika menginginkan sebuah
persyaratan.
"Kamu mengancam saya? Saya tidak peduli dengan apa yang kamu ucapkan! Saya jelas bisa
menebak, jika omongan yang kamu keluarkan hanya sebuah kebohongan." bahasa formal Keyla
keluar saat dirinya menunjukkan jika ia sedang tidak sedang bercanda.
Rini tersenyum sinis "Kalian pikir kami bakal percaya sama tipuan murahan itu? Menjijikkan."
Eka tersenyum sebelum akhirnya terkekeh geli "Itu terserah kalian aja sih! Yang jelas, jangan
sampai pamor kalian sebagai antek-antek Osis yang disiplin harus hancur hanya dengan sebuah
video yang sudah tersebar di dunia maya."
Ardi menegang, Keyla sendiri hanya diam saja mendengar ucapan Eka. Begitu juga dengan Ika
dan Rini yang merasa malas, namun penasaran dengan bukti apa yang cewek bongsor itu punya.
Keyla menatap Eka, mencari tahu apa cewek itu sedang membohongi mereka. Tapi yang Keyla
dapat justru ekspresi vang menantang.
Keyla menatap Eka, mencari tahu apa cewek itu sedang membohongi mereka. Tapi yang Keyla
dapat justru ekspresi yang menantang. Dan Keyla bisa menyimpulkan bahwa Eka sedang tidak
berbohong.
"Baik! Perlihatkan apa yang kamu punya." pinta Keyla.
Eka mengangguk mengerti, ia merogoh sebuah ponsel pintar di saku rok abu-abunya. Menekan
beberapa kali layar ponsel, setelah itu Eka membalikkan ponselnya ke arah empat anak Osis
yang masih berdiri di depannya.
Dan detik itu juga semua mata membelalak tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka
lihat. Di sana terlihat dengan jelas, Ardi tengah mabuk lalu bercumbu dengan seorang gadis
yang mereka kenal. Dia adalah Sasa, bendahara Osis.
Ardi mematung, telak! kartu As Ardi sudah terbuka sekarang. Rahasianya sudah terbongkar oleh
cewek bongsor di depannya. Sebentar lagi Ardi akan mendapatkan masalah besar. Dan itu
semua karena cewek raksasa, Eka.
"Sudah puas?" Eka kembali menarik ponselnya, dengan cepat memasukkannya ke dalam saku
rok.
Anak Osis itu terdiam, mereka benar-benar tidak menyangka dengan apa yang baru saja mereka
lihat. Lebih tepatnya dengan sosok bendahara Osis yang terkenal pendiam dan juga baik hati
seperti Sasa.
Juga bain hati seperti sasa.
"Setuju sama persyaratan gue? Atau, video ini gue sebar?" ancam Eka memberikan dua pilihan
yang sulit untuk mereka.
Mereka sendiri tidak bisa melakukan apa-apa sekarang. Jika video itu tersebar, hancurlah sudah
pamor Osis yang terkenal disiplin dan taat di sekolah ini. Dengan napas panjang, Keyla
memejamkan matanya yang tertutup oleh kaca minus berwarna perak.
"Oke, apa mau kamu?"
Eka menyeringai dan menoleh ke arah teman-temannya yang penasaran dengan arti seringai di
bibir cewek bongsor itu. Eka mendekatkan tubuhnya ke arah Keyla, lalu membisikan sesuatu
yang berhasil membuat mata sipit Keyla bersaing dengan kacamatanya.
"Kamu gila." teriak Keyla membuat semua orang terkejut.

Bab 3. Persyaratan
ADAM memandang Ardi dengan tatapan dingin. Saat istirahat kedua ia mengutus Keyla untuk
memangil cewek idiot yang memukulnya hanya karena sebelah sepatu, tadi pagi. Adam ingin
memberi sebuah pelajaran kepada cewek bar bar yang menghuni kelas pembuangan itu.
Adam tidak bisa menerima begitu saja kelakuan Amora yang berhasil membuat wajahnya
membiru. Baru kali ini ada cewek yang berani memukulnya dan itu adalah cewek idiot, Amora
Olivia.
Dan yang membuat Adam semakin kesal adalah, laporan yang baru saja Keyla beri tahu kepada
Adam. Mereka tidak berhasil membawa cewek idiot itu kemari, tapi mereka membawa sebuah
persyaratan dari antek antek kelas pembuangan yang Adam sendiri tidak pernah
membayangkan persyaratan gila itu.
Adam sendiri sudah tahu siapa Ardi, ketua kedisiplinan yang ternyata adalah seorang bad boy
jika Ardi sering keluar masuk bar dan bermain dengan cewek di umurnya yang baru saja
menginjak remaja. Adam tidak pernah mempermasalahkan itu, asalkan yang di lakukan Ardi
tidak merusak nama Osis dan sekolahnya.
Tapi sekarang, bobrok Ardi sudah terbongkar oleh salah satu murid yang ternyata adalah anak
pembuangan. Kenapa kelas XI IPA 7 selalu mencari masalah kepasa anggota Osis.
“Lo bodoh Ardi? Lo disini sebagai ketua kedisiplinan. Kenapa lo bisa kecolongan dilihat anak
sekolah keluar masuk bar, hah?” Juna membentak Ardi yang kini berdiri dihadapannya. Juna
sendiri adalah wakil Osis.
Juna sudah rahu kedok Ardi seperti apa, hanya Juna dan Adam yang tahu siapa sosok ketua
kedisiplinan itu. Juna dan Adam sendiri sering pergi ke bar, tapi hanya saat saat tertentu saja.
Tidak sesering Ardi yang tidak pernah absen untuk pergi setiap malam.
“Sorry, gue bener bener gak tahu kalo ada orang yang lihat gue di sana.” Ardi membuang napas
beratnya.
“Gak tau lo bilang? Gue udh kasih peringatan sama lo buat tetep waspada. Lo pikir Cuma murid
sekolah ini yang keluar malam? Liat apa yang sekarang lo buat? Osis dalam masalah. Dan itu
karena lo.” Bentak Juna menahan emosi yang sudah memuncak.
Adam tidak heran kepada Juna begitu marah kepada Ardi. Juna masuk Osis atas paksaan dirinya
yang ternyata juga tidak berniat menjadi Ketua. Karena satu alasan mengapa Adam bisa berada
di posisi melelahkan ini, dan menyeret Juna juga Ardi mengikuti langkahnya.
Yang membuat Juna marah adalah Sasa, Sasa si bendahara Osis yang bercumbu di dalam vidio
itu adalah mantan kekasih Juna. Adam tidak heran dengan apa yang di lakukan Sasa, karen
acewek bertopeng itu juga sering sekali menggodanya. Hanya saja Juna tidak peduli, Juna sudah
di butakan oleh pesona licik Sasa.
“Biasa aja lo Jun, gue bilang gue gak sengaja. Lo kira keburukan siapa yang mau terbongkar?”
Ardi tidak terima dengan bentakan Juna.
Juna menarik kerah baju Ardi “Lo masih berani jawab?”
Juna tersenyum sinis “Kenapa lo semarah ini? Setahu gue, lo gak pernah peduli sama urusan
Osis meski lo seorang wakil. Apa ini semua karena, Sasa?” Ardi sengaja menekan nama Sasa di
akhir kalimatnya.
“Kenapa lo bawa bawa Sasa?”
“Kenapa? bukannya udah jelas kalo lo masih cinta sama dia?”
Juna hanya diam mendengar ucapan Ardi. Ya, Juna memang masih sangat mencintai Sasa.
Bahkan Juna melakukan apa pun demi Sasa meski Sasa sudah menyakiti hatinya. Dan Sasalah
alasan Juna untuk tetap berada disini.
“Ayolah Jun, sorry. Bukan gue tikung lo, tapi Sasa sendiri yang rayu gue di bar. Sebagai cowok,
gak mungkin kan, gue tolak cewek secantik Sasa?” Ardi tersenyum sinis, menantang Juna.
“Lo!”
Amarah Juna sudah sampai di ubun ubunnya. Dengan cepat Juna meninju wajah Ardi hingga
cowok berambut cepak itu tersungkur di atas lantai.
“Juna, tahan emosi lo. Ini sekolah.” Adam yang masih duduk tenang di kursinya mencoba
memperingati.
“Sialan.” Teriak Juna langsung keluar dari ruang Osis dan membanting pintu dengan keras.
“Lo gak apa Ar?”
Ardi mengangkat bahunya “Cuma robek sedikit.” Ardi mengusap darah yang keluar dari sudut
bibirnya.
“Obatin luka lo sana.” Perintah Adam.
Ardi mengangguk, sesekali ia meringis menahan sakit yang baru saja Ardi dapatkan dari Juna.
“Dam.” Panggil Ardi yang kini sudah berada di ambang pintu.
“hm.”
“sorry.”
Adam hanya mengangguk mengerti, meskipun Adam marah karena kelakuan Ardi yang akhirnya
harus berimbas kepada Osis. Bukan, tapi dirinya. Karena yang Adam dengar dari Keyla, salah
satu antek Amora menyuruhnya untuk mengungkapkan cinta kepada salah satu cewek XI IPA 7
di kantin saat jam istirahat pertama. Jika tidak, video itu akan segera mereka sebarkan.
“Sialan.” Adam menggebrak mejanya dengan kuat.
**
Kelas XI IPA 7 sedang berunding di kelas mereka, lebih tepatnya gank Amora dkk. Bel pulang
sekolah sudah terdengar 5 menit yang lalu, mereka sengaja tidak pulang karena ingin
mendengar rahasia Eka yang tadi membisikan sesuatu kepada Keyla, hingga membuat sekretaris
Osis itu menjerit tidak percaya.
“Apa yang lo bisikkin sama si kacamata itu Ka?” tanya Kenan ingin tahu.
“Iya, sampe matanya saingan sama bingkai yang dia pake.” Seru Caca.
“Itu kacamata Ca, bukan bingkai.” Celetuk Dika.
“Gak usah iri gitu dong Dik, gue tahu lo juga pake bingkai.” Caca menjawab ucapan Diki dengan
santai.
Diki mendesah pasrah “Terserah lo aja deh Ca.”
Ya, lebih baik Diki pasrah dengan ucapan Caca. Karena jika Diki meneruskannya, Caca tidak akan
berhenti berbicara sampai yang ia katakan benar.
“Cie, kalian kepo.” Eka terbahak kencang membuat semua temannya mendesis kesal.
“Ayo dong Ka, jangan bikin kita kesel ah.” Dinda protes.
“Tahu nih!”
Eka menghentikan tawanya saat mendengar protes dari teman temannya. Sepertinya mereka
benar benar penasaran. Karena baru pertama kalinya mereka kompak hadir saat Eka menyuruh
mereka semua berkumpul.
Kenan, cowok absurd yang tidak pernah betah tinggal lama dikelas itu sekarang sedang duduk
manis di mejanya. Padahal, cowok itu akan langsung berlari ketika bel berbunyi dan langsung
pergi ke game center.

Anda mungkin juga menyukai