Protap Pendakian Fix Jan 2021
Protap Pendakian Fix Jan 2021
btn.ciremai tn_g_ciremai
KATA PENGANTAR
Puncak Ciremai (3078 mdpl) menjadi titik tertinggi di tanah Jawa bagian Barat
dan menjadi bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Selain itu
saat ini merupakan incaran para pendaki gunung nusantara dan mancanegara.
Seiring dengan akses mudahnya ke berbagai tempat terpencil yang memiliki
potensi wisata, ekonomi masyarakat yang semakin membaik, semakin
mudahnya memperoleh peralatan pendakian gunung serta antusiasme
konservasi di kalangan kaum muda.
Prosedur Tetap Pendakian Gunung Ciremai ini merupakan salah satu upaya
menuju hal tersebut. Selain itu, ini merupakan pedoman bagi seluruh pihak
yang berkepentingan dalam pengelolaan pendakian Gunung Ciremai. Standar
ini tentu saja akan terus mendapat masukan untuk perbaikan seiring
perkembangan teknik pendakian gunung yang berlaku di Indonesia.
Kuswandono, S.Hut, MP
NIP. 196908091998031004
ii
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ......................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................I - 1
B. Maksud dan Tujuan ............................................................................................... I - 1
C. Ruang Lingkup ........................................................................................................ I - 2
D. Dasar Hukum ........................................................................................................... I - 2
E. Pengertian .................................................................................................................... I - 4
BAB II. ARAHAN TEKNIS
A. Perlindungan Keanekaragaman Hayati.......................................................... II - 1
B. Perlindungan Nilai Budaya.................................................................................. II - 1
C. Keamanan, Ketertiban, Keselamatan, Kenyamanan serta
Pengalaman Edukasi Konservasi...................................................... II - 1
BAB III. PROSEDUR PENDAKIAN
A. Jenis Pendakian ...................................................................................................... III - 1
B. Pusat Informasi dan Cinderamata .................................................................... III - 7
BAB IV. PENYEDIAAN JASA WISATA ALAM
A. Pramuwisata ............................................................................................................ IV - 1
B. Perjalanan Wisata dan informasi wisata ......................................................... IV - 2
BAB V. KESIAPSIAGAAN DAN SAR
A. Tingkatan Keadaan Darurat ( Emergency Phases) .............................. V - 1
B. Tahap Penyelenggaraan Operasi SAR ( SAR Stages) .......................... V - 2
C. Kelembagaan SAR .............................................................................. V - 3
iii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Struktur Kelembagaan SAR ...................................................... V - 7
Gambar 2. Mekanisme Penanganan Sampah ....................................................... VI - 1
iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan Kawasan Pelestarian Alam
yang mengemban fungsi perlindungan dan pengamanan kawasan, pengawetan
keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara berkelanjutan. Kegiatan pemanfaatan
kawasan salah satunya adalah wisata alam. Agar pemanfaatan wisata alam sesuai kaidah
pengelolaan TNGC, maka aktivitas wisata alam perlu dikelola dengan optimal demi
pelayanan prima bagi pengunjung dengan tetap menjaga fungsi kawasan.
Pendakian gunung merupakan kegiatan yang beresiko tinggi. Mulai dari kecelakaan ringan
hingga kecelakaan berat berakibat kematian. Kecelakaan terjadi antara lain karena pendaki
tidak mematuhi peraturan, perlengkapan dan logistik tidak memadai, serta tidak memiliki
kemampuan dan pengalaman mendaki gunung.
Masyarakat diberikan akses mengelola pendakian gunung Ciremai melalui Izin Usaha
Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA). Terobosan itu telah memberikan dampak positif
terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Namun tidak sedikit berdampak negatif.
Misalnya berupa sampah, erosi, vandalisme, pencemaran sumber air, gangguan sumber
daya alam hayati serta situs purbakala.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka perlu disusun Prosedur Tetap pendakian
gunung Ciremai. Dengan adanya pengaturan pendakian, diharapkan aktivitas pendakian
dapat berjalan sesuai dengan ketentuan. Sehingga keamanan, keselamatan, kenyamanan,
pelibatan masyarakat serta fungsi taman nasional dapat optimal.
D. Dasar Hukum
Dasar hukum penyusunan dan penerapan Prosedur Tetap Pendakian Gunung Ciremai
adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan;
3. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
4. Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan;
5. Undang-undang Nomor 9 tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam;
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK
/SEKJEN/KUM.1/3/2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam;
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.43/MENLHK/
SEKJEN/KUM.1/6/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam;
11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2014 tanggal 4 Juni 2014 tentang
Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2014 tanggal 4 Juni 2014 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Kegiatan Tertentu Pengenaan Tarif Rp. 0,00 (Nol Rupiah) di
KSA, KPA, Taman Buru dan Hutan Alam;
I-2
13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/ MenLHK-II/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.7/MenLHK
/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman
Nasional;
15. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.80/MENLHK
/SETJEN/KKL.1/9/2016 tentang Standar Peralatan Pencarian, Pertolongan dan Evakuasi
Korban Bencana dan Kecelakaan di Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan;
16. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 3684/Menhut-
VII/KUH/2014 tanggal 8 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai seluas ± 14.841,3 (empat belas ribu delapan ratus empat puluh satu
koma tiga) hektar yang terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa
Barat;
17. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam nomor 7 tahun
2011 tentang Tata Cara Masuk Kawasan Suaka alam, Kawasan Pelestarian Alam dan
Taman Buru;
18. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor
SK.133/IV-SET/2014 tanggal 17 Juni 2014 tentang Penetapan Rayon di Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Taman Buru Dalam Rangka Pengenaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak;
19. Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan Nomor P.
3/SETJEN/ROKUM/KKL.1/6/2017 Tentang Petunjuk pelaksanaan pencarian,
pertolongan dan Evakuasi Korban Bencana dan Kecelakaan di Lingkungan
Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan;
20. Surat Edaran Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Nomor
SE.3/PJLHK/PJLWA/KSA-3/12/2018 tanggal 19 Desember 2018 tentang Integrasi Sistem
Virtual Account Bank Pada Booking Online Bagi Kegiatan Pendakian;
21. SNI (Standar Nasional Indonesia) Nomor 8748:2019 tentang Pengelolaan Pendakian
Gunung.
I-3
E. Pengertian
1. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
2. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata alam dan rekreasi;
3. Balai TNGC adalah unit pelaksana teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang diberikan amanat untuk mengelola kawasan TNGC;
4. SDA (Sumber Daya Alam) hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari
sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang
bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem;
5. Wisata Alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan
dan keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya,
dan taman wisata alam;
6. Pendakian Gunung adalah olahraga, profesi dan rekreasi wisata alam bertujuan untuk
menggapai tempat-tempat tertinggi untuk menikmati keindahan alam;
7. Jalur pendakian adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk aktivitas mendaki,
biasanya ditandai dari bagian jalan yang dibersihkan dan diperkeras serta dipelihara;
8. Pendaki adalah pengunjung yang melakukan pendakian di jalur resmi dan telah
memenuhi persyaratan pendakian dan memiliki tiket masuk kawasan TNGC;
9. Pendaki nusantara adalah pengunjung berkewarganegaraan Indonesia (WNI) yang
melakukan pendakian di TNGC. Identitas kewarganegaraan dibuktikan dengan
menunjukkan KTP atau SIM;
10. Pendaki mancanegara adalah pengunjung berkewarganegaraan Asing (WNA) yang
melakukan pendakian di TNGC. Identitas kewarganegaraan dibuktikan dengan
menunjukkan paspor (KITAS bukan merupakan bukti kewarganegaraan);
11. Pendakian adalah aktivitas mendaki gunung melalui pintu resmi pendakian TNGC,
terdiri dari:
I-4
a. Pendakian umum adalah pendakian selama 2 hari 1 malam (2D1N) melalui sistem
online dan sesuai kuota yang tersedia;
b. Pendakian khusus adalah pendakian diluar pendakian umum dengan mengajukan
Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi (SIMAKSI) ke kantor Balai TNGC.
12. Kuota pendaki adalah jumlah pendaki maksimal harian yang diizinkan untuk
melakukan pendakian di setiap pintu masuk resmi, diberlakukan pada pendakian
umum;
13. Pendakian non kuota adalah pendakian yang tidak termasuk dalam kuota, dimasukkan
dalam kategori pendakian khusus;
14. Izin Usaha Penyedia Jasa Wisata Alam yang selanjutnya disebut IUPJWA adalah izin
usaha yang diberikan untuk penyediaan jasa wisata alam pada kegiatan pariwisata
alam berupa jasa informasi pariwisata alam, jasa pramuwisata, jasa transportasi, jasa
perjalanan wisata, jasa penyedia cinderamata dan jasa penyedia makanan dan
minuman;
15. IUPJWA Pramuwisata adalah orang/ badan usaha/ koperasi yang memiliki izin usaha
penyediaan jasa wisata alam (IUPJWA) berupa penyedia jasa pramuwisata dari Balai
TNGC;
16. IUPJWA Perjalanan Wisata adalah orang/ badan usaha/ koperasi yang memiliki izin
usaha jasa perjalanan wisata dari Balai TNGC;
17. IUPJWA Informasi Wisata adalah orang/ badan usaha/ koperasi yang memiliki izin
usaha jasa informasi wisata dari Balai TNGC;
18. Guide adalah orang yang melakukan kegiatan pemanduan terhadap pendaki dan
memiliki kartu izin dari Kepala Balai TNGC;
19. Porter adalah orang yang membantu membawa barang dan menyiapkan kebutuhan
pendaki dalam melakukan pendakian di TNGC dan memiliki kartu izin dari Kepala Balai
TNGC;
20. Base Camp (BC) adalah pintu masuk jalur pendakian yang menjadi tempat awal calon
pendaki verifikasi pendaftaran booking online dan menjalani tahapan mekanisme
booking online;
21. Transit Shelter (TS) adalah lokasi pada jalur pendakian yang menjadi tempat istirahat
bagi pendaki;
22. Transit Camp (TC) adalah lokasi pada jalur pendakian yang menjadi tempat bermalam
dengan berkemah bagi pendaki;
I-5
23. Nomor kapling adalah nomor posisi tempat bermalam atau berkemah bagi pendaki di
Transit Camp (TC);
24. Kemah adalah meletakkan, membangun tenda atau struktur berbentuk tenda
dipergunakan untuk berteduh atau menginap;
25. Pintu masuk pendakian adalah pintu resmi yang telah ditetapkan oleh pengelola
kawasan;
26. Kantor pengelola adalah sarana yang berfungsi sebagai fasilitas kegiatan pengelolaan
pendakian;
27. Paket jasa Pendakian adalah harga tiket masuk untuk melakukan pendakian di TNGC
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
28. Booking Online adalah proses pemesanan tiket masuk kawasan TNGC secara online
melalui website TNGC;
29. Booking Code adalah bukti pembayaran tiket masuk kawasan yang didalamnya
terdapat booking code disampaikan melalui aplikasi dan email yang terdaftar;
30. Safety Talk merupakan arahan yang diberikan petugas terkait etika pendakian
seharusnya untuk menciptakan pendakian yang aman, tertib dan nyaman;
31. Pemeriksaan kesehatan adalah mendeteksi sedini mungkin adanya penyakit-penyakit
(bila ada), baik yang sudah dirasakan (sudah memperlihatkan gejala-gejala) maupun
yang belum, biasanya mencakup pemeriksaan mata, mulut, darah, air seni, tinja, foto
rontgen dan Electronic Cardio Graph (ECG), minimum pemeriksaan fisik, darah dan
rontgen;
32. Boarding in adalah proses verifikasi terakhir di Basecamp dalam tahapan pendakian
booking online TNGC setelah safety talk, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan
perlengkapan;
33. Boarding out adalah proses verifikasi terakhir di Base camp pada saat pendaki telah
melaksanakan pendakian;
34. SAR Mission Coordinator (SMC) adalah pejabat struktural yang merupakan
penanggung jawab operasi SAR hingga dapat memberikan pertolongan atau hingga
operasi terpaksa ditutup. SMC memiliki wewenang penuh untuk menggunakan
seluruh fasilitas yang ada, mengadakan tambahan fasilitas, dan menerima atau
menolak saran yang diberikan padanya. SMC ini memiliki tugas mulai dari
mengumpulkan informasi selengkapnya, mengolah informasi/data dan mengkoordinir
usaha pencarian. Posisi atau lokasi SMC bisa berubah, menyesuaikan lokasi terdekat
I-6
dengan lokasi pencarian. Untuk membantu tugas SMC kadang diperlukan
penanggung jawab yang berbeda di lapangan;
35. On Scene Commander (OSC) adalah pejabat/staf yang ditugaskan oleh SMC untuk
mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelenggaraan operasi SAR dalam suatu
wilayah pencarian tertentu;
36. Search and Rescue Unit (SRU) merupakan unsur SAR adalah potensi SAR yang sudah
terbina dan/atau siap untuk digunakan dalam kegiatan penyelenggaraan operasi SAR;
37. Data check list sampah adalah daftar barang bawaan pendaki yang berpotensi
menghasilkan sampah;
38. Sertifikat Pendakian adalah surat keterangan tertulis atau tercetak yang dikeluarkan
oleh Balai TNGC sebagai apresiasi pendaki yang bertanggung jawab terhadap sampah
yang berisi nama, tanggal pendakian, jalur pendakian, kode booking dan QR Code;
39. Penutupan Pendakian adalah kebijakan menutup semua bentuk aktivitas pendakian
gunung Ciremai yang ditetapkan oleh Kepala Balai TNGC;
40. Pemulihan/ Recovery ekosistem adalah upaya perbaikan ekosistem dari kondisi rusak
ke kondisi awal/ baik secara alami maupun dengan campur tangan manusia;
41. Vandalisme adalah salah satu tindakan perusakan fasilitas wisata alam, mencoret-
coret/ melukai pohon, batu, dan lain-lain;
42. Pengelolaan sampah adalah upaya yang dilaksanakan oleh pengelola pendakian terkait
kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, daur ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
I-7
II. ARAHAN TEKNIS
TNGC merupakan taman nasional yang memiliki keunikan berupa gunung Ciremai. Puncak
Ciremai adalah titik tertinggi Jawa bagian barat dengan ketinggian 3.078 mdpl. Kegiatan
pendakian gunung Ciremai melintasi jalur habitat berbagai jenis flora dan fauna penting bagi
keseimbangan ekosistem TNGC. Flora dan fauna tersebut sangat sensitif terhadap perilaku
pendaki. Oleh karenanya kegiatan pendakian di TNGC harus memperhatikan aspek-aspek
sebagai berikut:
II - 2
III. PROSEDUR PENDAKIAN
Jenis Pendakian
Pendakian Gunung Ciremai dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu Pendakian Umum dan
Pendakian Khusus.
A.1.a. Kuota
Jumlah pendaki pendakian di TNGC ditetapkan dengan kuota maksimal yaitu
sebanyak 1.555 orang/hari. Sebanyak ±10% dari kuota tersebut digunakan
untuk kepentingan kedinasan dan penyelamatan. Sedangkan 90% (1.400
orang/hari) kuota yang berlaku bagi pendakian umum berdasarkan jalur
pendakian adalah sebagai berikut:
Kuota dihitung berdasarkan Daya Dukung dan Daya Tampung (DD/DT) jalur
yang dikombinasikan dengan kapasitas Transit Camp (TC). Masing-masing TC,
telah disediakan kapling cadangan untuk kepentingan kedinasan dan
penyelamatan.
II - 1
berperan sebagai penanggung jawab kelengkapan administrasi dan
keselamatan anggotanya;
3. Booking online dapat dilakukan 6 (enam) bulan sebelum tanggal
pelaksanaan pendakian dan paling lambat 1 (satu) hari sebelumnya
apabila kuota masih tersedia;
4. Booking dilakukan dengan mengisi formulir yang bisa diakses dari situs
Balai TNGC (www.tngciremai.com) pada menu pendakian gunung atau
melalui link https://bit.ly/BookingPendakianGunungCiremai dengan mengikuti
alur pendaftaran booking online yaitu:
a. Pemilihan tanggal dan jalur pendakian yang diinginkan, apabila kuota
masih tersedia maka pemilihan tersebut dapat diakses. Kemudian
dilanjutkan dengan memilih jenis tenda yang digunakan. Tenda yang
diperkenankan dibawa dalam pendakian umum yakni tenda besar
berkapasitas 6 (enam) orang dan tenda kecil berkapasitas 4 orang;
b. Pengisian data diri pada wisatawan nusantara dan mancanegara
meliputi nama, jenis kelamin, alamat, nomor kartu identitas (KTP/ SIM/
Pasport), no telepon, alamat email, nama dan no telepon keluarga.
c. Mengisi daftar barang bawaan:
Wajib dibawa (misalnya: jaket, Sleeping Bag, alat masak);
Potensi barang bawaan yang menimbulkan sampah.
d. Melakukan pemesanan dan pembayaran PNBP melalui transfer
Nomor Rekening Bendahara Penerimaan PNBP Balai TNGC;
e. Setelah pembayaran berhasil dan diverifikasi oleh admin, maka akan
diberikan kode booking.
5. Kode booking menjadi bukti registrasi pada saat masuk jalur pendakian;
6. Pendaftaran pendakian melalui booking online tidak dapat dibatalkan.
Hari Kerja
1. Pendaki Nusantara
PNBP sebesar Rp15.000,- yang terdiri dari:
III - 4
Tiket masuk Rp5.000,-
Treking Rp5.000,-*
Berkemah Rp5.000,-*
2. Pendaki Mancanegara
PNBP sebesar Rp160.000,- yang terdiri dari:
Tiket masuk Rp150.000,-
Treking Rp5.000,- *
Berkemah Rp5.000,-*
Hari Libur*
1. Pendaki Nusantara
PNBP Rp17.500,- yang terdiri dari:
Tiket masuk Rp7.500,-
Treking Rp5.000,-
Berkemah Rp5.000,-
2. Pendaki Mancanegara
PNBP Rp235.000,- yang terdiri dari:
Tiket masuk Rp225.000,-
Berkemah Rp5.000,-
Treking Rp5.000,-
* Diterapkan pada tahap pengelolaan pendakian selanjutnya
III - 5
5. Pemeriksaan barang dan atau Re-Packing dilaksanakan oleh petugas
taman nasional dan atau pengelola pendakian sesuai dengan daftar
barang bawaan pada saat melakukan pendaftaran online. Data
barang bawaan (makanan dan minuman) akan menjadi acuan
pengelola pendakian dalam pemeriksaan sampah pada saat turun;
6. Calon pendaki mendapatkan informasi umum mengenai jalur pendakian
dan potensi sumber daya alam gunung Ciremai di pusat informasi dan
cinderamata;
7. Waktu pelaksanaan pendakian dimulai pukul 07.00 s.d 11.00 WIB.
Pemberangkatan tim sesuai dengan Transit Camp (TC) yang dipilih saat
booking. Setelah pukul 11.00 WIB DILARANG melakukan kegiatan
pendakian;
8. Pendaki yang akan menggunakan/ mengoperasikan peralatan
dokumentasi berupa drone, WAJIB mengurus Surat Izin Masuk Kawasan
Konservasi (SIMAKSI) di kantor Balai TNGC sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2014;
9. Penutupan jalur pendakian Gunung Ciremai insidentil akan dilakukan dan
ditetapkan oleh Kepala Balai TNGC serta diumumkan melalui website dan
atau media lainnya. Pendakian akan ditutup dengan kepentingan
pemulihan ekosistem, kebakaran hutan, longsor, badai, angin ribut dan
bencana alam lainnya ataupun kegiatan SAR untuk melindungi pendaki
dari bahaya kecelakaan.
III - 6
Pengecekan tekanan darah menggunakan alat sphygmomanometer
yang dipasangkan pada lengan atas kanan atau kiri calon pendaki.
Tekanan normal 100/60 s.d 120/80 mmhg;
Calon pendaki yang telah hadir di Base Camp akan diarahkan ke Pusat
Informasi dan Cinderamata dengan durasi 5 menit dengan menunjukkan
lembar verifikasi telah melewati mekanisme lapor pendakian. Petugas taman
nasional dan atau pengelola pendakian akan memverifikasi dengan tanda
checklist apabila calon pendaki sudah melewati tahapan sesuai dengan
III - 7
ketentuan.
A.1.i Boarding In
Setelah melewati tahapan di atas, verifikasi terakhir adalah boarding in. Calon
pendaki menyerahkan lembar verifikasi untuk dikirim pengelola pendakian
pada database online pendakian bahwa yang bersangkutan dapat melakukan
pendakian. Data yang dikirim yaitu nama, asal sesuai identitas, jalur, transit
camp serta hari dan tanggal pendakian.
Calon pendaki yang telah memiliki kode booking akan discan dan
mendapatkan gelang identitas serta WAJIB menandatangi Surat Pernyataan
Bertanggung Jawab Mutlak terhadap keamanan dan ketertiban pendakian.
III - 8
Durasi kegiatan selama 5 menit.
III - 9
IV. PENYEDIAAN JASA WISATA ALAM
A. Pramuwisata
Pengelolaan jalur pendakian gunung Ciremai bermitra dengan masyarakat. Akses ini
difasilitasi dengan Ijin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) Pramuwisata di Jalur
Pendakian Linggajati, Linggasana, Palutungan dan Apuy. Berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Balai TNGC, pemegang ijin berkewajiban:
1. Membayar iuran usaha penyediaan jasa wisata alam berupa Jasa Pramuwisata sebesar
Rp100.000,- perizin dan pungutan hasil usaha penyediaan jasa wisata alam sebesar
Rp50.000,- perbulan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Tarif Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Kementerian Kehutanan;
2. Bertanggung jawab atas kebenaran informasi yang disampaikan;
3. Menyampaikan kepada pengunjung untuk membawa kembali sampah yang dibawa di
jalur pendakian;
4. Melaporkan kondisi jalur pendakian kepada petugas taman nasional apabila
ditemukan ancaman/ bahaya terhadap pendaki;
5. Menyediakan pemandu (ranger) pendakian gunung Ciremai;
6. Menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan jalur pendakian;
7. Menggunakan pakaian/ atribut lokal setempat/ seragam;
8. Menyampaikan laporan bulanan;
9. Tidak memberikan sesuatu dalam bentuk apapun kepada petugas/ pegawai Balai
TNGC sebagai bentuk integritas dan tanggung jawab abdi Negara;
10. Melaksanakan semua peraturan yang berlaku dan arahan dari Balai TNGC.
Selain menjadi pramuwisata, pemegang ijin juga berperan menjadi porter apabila
diperlukan. Adapun kewajiban porter adalah sebagai berikut:
1. Melakukan registrasi porter dengan menunjukkan kartu anggota Porter;
2. Bertanggungjawab terhadap barang bawaan dan kebersihan tempat yang digunakan;
3. Mengikuti petunjuk dan arahan Petugas Balai TNGC.
IV - 1
B. Perjalanan Wisata dan informasi wisata
Dalam mekanisme pendakian booking online, TNGC bermitra dengan badan usaha
Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Edelweis melalui IUPJWA Perjalanan Wisata
dalam memberikan informasi wisata dan menyusun paket wisata pendakian. Sebagai
pemegang IUPJWA Perjalanan wisata berkewajiban:
1. Membayar iuran usaha penyediaan jasa wisata alam berupa jasa perjalanan wisata
sebesar Rp200.000,- perizin dan pungutan hasil usaha penyediaan jasa wisata alam
sebesar Rp50.000,- perbulan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014
tentang Tarif Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Kementerian
Kehutanan;
2. Melakukan pengamanan, pemeliharaan dan kebersihan jalur pendakian untuk
kenyamanan dan keselamatan pengunjung;
3. Menyediakan paket wisata pendakian;
4. Melaporkan kondisi jalur pendakian kepada pengelola apabila ditemukan ancaman/
bahaya terhadap pengunjung;
5. Menggunakan pakaian/ atribut lokal setempat/ seragam;
6. Menyampaikan laporan bulanan sampai dengan batas izin berakhir kepada pemberi
IUPJWA sesuai dengan format;
7. Tidak memberikan sesuatu dalam bentuk apapun kepada petugas/ pegawai Balai
Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai bentuk integritas dan tanggung jawab abdi
Negara.
Selain itu, KPRI Edelweis juga memiliki izin informasi wisata yang bekerjasama dengan
masyarakat pemegang izin pramuwisata untuk menyiapkan informasi mengenai potensi
Sumber Daya Alam dan kegiatan pendakian di jalur pendakian. Pengelola jalur pendakian
yang berizin berhak untuk memberikan informasi yang telah tersedia kepada pendaki.
IV - 2
V. KESIAPSIAGAAN DAN SAR
Pendakian merupakan olahraga minat khusus beresiko tinggi. Untuk meminimalisir terjadinya
kecelakaan yang diakibatkan kelalaian atau kejadian bencana alam maka ditetapkan
operasional penyelamatan atau SAR dengan mempertimbangkan kondisi jalur pendakian yaitu:
1. Personil yang bertanggung jawab;
2. Jalur dan sarana evakuasi;
Dalam penyelenggaraan operasi SAR, ada 5 (lima) komponen SAR yang merupakan bagian dari
sistem SAR. Komponen tersebut harus dibangun kemampuannya, agar pelayanan jasa SAR
dapat dilakukan dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain:
1. Organisasi (SAR Organization) merupakan struktur organisasi SAR yang meliputi aspek
pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup
penugasan dan tanggung jawab penanganan musibah;
2. Komunikasi (Communication) sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya
musibah, fungsi komando dan pengendalian operasi dan koordinasi selama operasi SAR;
3. Fasilitas (SAR Facilities) adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta fasilitas
pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi/misi SAR;
4. Pertolongan Darurat (Emergency Cares), adalah penyediaan peralatan atau fasilitas
perawatan darurat yang bersifat sementara ditempat kejadian, sampai ketempat
penampungan atau tersedianya fasilitas yang memadai;
5. Dokumentasi (Documentation) berupa pendataan laporan, analisa serta data kemampuan
operasi SAR guna kepentingan misi SAR yang akan datang.
A. Tingkatan Keadaan Darurat ( Emergency Phases)
Tingkatan keadaan darurat dalam penyelenggaraan SAR adalah sebagai berikut:
1. Uncertainty Phase (Incerfa) adalah suatu keadaan darurat yang ditunjukkan dengan
adanya keraguan mengenai keselamatan jiwa seorang karena diketahui kemungkinan
mereka dalam menghadapi kesulitan;
2. Alert Phase (Alerfa) adalah suatu keadaan darurat yang ditunjukkan dengan adanya
kekhawatiran mengenai keselamatan jiwa seseorang karena adanya informasi yang
jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan yang serius yang mengarah pada
kesengsaraan (distress);
3. Distress Phase (Detresfa) adalah suatu keadaan darurat yang ditunjukkan bila bantuan
yang cepat sudah dibutuhkan oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah
V-1
terjadi ancaman serius atau keadaan darurat bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR
informasi musibah biasa ditunjukkan tingkat keadaan darurat dan dapat langsung
pada tingkat Detresfa yang banyak terjadi.
4. Tahap operasi (operation stage) Detection Mode/ Tracking Mode and Evacuation Mode
yaitu seperti dilakukan operasi pencarian dan pertolongan serta penyelamatan korban
secara fisik. Tahap operasi meliputi:
a. Mengadakan briefing kepada SRU;
b. Mengirim/ memberangkatkan fasilitas SAR;
c. Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian;
d. Melakukan penggantian/ penjadwalan SRU di lokasi kejadian;
e. Mengikuti jejak atau tanda-tanda yang ditinggalkan survivor (Tracking Mode);
f. Menolong/ menyelamatkan dan mengevakuasi korban ( Evacuation Mode). Dalam
hal ini berupa perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkannya dan
membawa korban yang cedera kepada perawatan yang memuaskan (evakuasi);
5. Tahap pengakhiran (conclusion stage) merupakan tahap akhir operasi SAR. Tahap ini
meliputi penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim SAR
untuk menghadapi musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi
hasil kegiatan, mengadaan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan jenasah
korban/ survivor kepada yang berhak serta mengembalikan SRU pada instansi induk
masing-masing dan pada kelompok masyarakat.
V-2
C. Kelembagaan SAR
Setiap Satuan Kerja Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat
membentuk dan menetapkan organisasi pelaksana pencarian, pertolongan dan evakuasi
(Search and Rescue/SAR) korban bencana dan kecelakaan sebagaimana bagan 1 peraturan
ini.
Kelembagaan satuan kerja dalam pelaksanaan kegiatan pencarian, pertolongan dan
evakuasi korban bencana dan kecelakaan meliputi SMC, OSC, SRU dan staf SMC dengan
tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:
1. SAR Mission Coordinator (SMC) adalah pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Balai dan
bertanggung jawab untuk melaksanakan pengkoordinasian dan pengendalian
pelaksanaan operasi SAR. Tugas SMC adalah sebgai berikut:
a. Mengkoordinasikan SRU dalam penyelenggaraan operasi SAR;
b. Mengendalikan SRU dalam penyelenggaraan operasi SAR;
c. Mengumpulkan dan mengevaluasi data bencana dan kecelakaan;
d. Mengumpulkan informasi tentang kondisi lingkungan di wilayah bencana dan
kecelakaan;
e. Menunjuk staf SMC dan OSC;
f. Menentukan SRU yang digunakan;
g. Melakukan komunikasi dengan SRU yang berada di wilayah pencarian untuk
melaksanakan SAR;
h. Menentukan wilayah pencarian, pola pencarian dan jalur pencarian;
i. Melaksanakan rencana aksi SAR;
j. Menyampaikan laporan awal, laporan harian dan laporan akhir penyelenggaraan
operasi SAR kepada Kepala Balai;
k. Melaksanakan briefing dan debriefing kepada SRU yang terlibat dalam
penyelenggaraan operasi SAR;
l. Melaksanakan perubahan rencana penyelenggaraan operasi SAR jika diperlukan;
m. Mengkoordinasikan penyediaan dukungan logistik SRU dan korban dalam
penyelenggaraan operasi SAR;
n. Membuat rekaman berita dan kronologis penyelenggaraan operasi SAR;
o. Mengembalikan SRU ke instansi dan organisasi masing-masing;
p. Membuat laporan kronologis penyelenggaraan operasi SAR;
V-3
q. Memberikan keterangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan tentang
penyelenggaraan operasi SAR.
Staf SMC ditunjuk oleh dan bertanggung jawab kepada SMC, meliputi:
1. Staf Operasi
Staf Operasi merupakan petugas taman nasional yang berpengalaman dalam
penyelenggaraan operasi SAR. Tugas staf operasi adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan, menganalisa seluruh data teknis yang berkaitan dengan
bencana dan kecelakaan yang ditangani;
b. Menyiapkan perencanaan SAR untuk pelaksanaan operasi SAR;
c. Menggambarkan (plotting) wilayah pencarian;
d. Memberikan saran kepada SMC dalam aspek perkiraan lokasi bencana dan
kecelakaan;
e. Menyiapkan dan menginventarisasi keperluan SDM dan peralatan SAR;
f. Menyiapkan bahan evaluasi penanganan secara berkala/ periodik untuk
kebutuhan briefing;
g. Menyelengarakan briefing sesuai kebutuhan SMC;
h. Memberikan saran-saran yang konstruktif kepada SMC;
i. Bekerjasama secara aktif dengan staf SMC lainnya;
j. Melaksanakan kegiatan lainnya berdasarkan arahan SMC;
k. Menyiapkan bahan-bahan untuk pembuatan laporan akhir.
2. Staf Intelijen
Staf Intelijen merupakan petugas taman nasional yang berpengalaman dalam
pengumpulan dan analisis data untuk proses perencanaan dalam pelaksanaan
operasi SAR. Tugas staf intelejen adalah sebagai berikut:
a. Mencari, menggali dan mengumpulkan data bencana dan kecelakaan
guna mendukung pelaksanaan operasi dan kegiatan kehumasan;
b. Secara terus-menerus menggali atau memperbarui data/ informasi
bencana dan kecelakaan;
c. Mengolah data untuk bahan perencanaan SAR;
d. Memberikan saran kepada SMC sesuai dengan perkembangan informasi
yang didapat;
e. Bekerjasama secara aktif dengan staf SMC lainnya;
f. Melakukan inventarisasi dan verifikasi dari semua;
V-4
g. Informasi yang diperoleh oleh SMC;
h. Menyiapkan bahan-bahan untuk laporan akhir pelaksanaan operasi SAR
dan bertanggung jawab kepada SMC.
3. Staf Komunikasi
Staf Komunikasi merupakan petugas taman nasional yang berpengalaman
dalam penggunaan dan penguasaan alat komunikasi dan elektronika dalam
kegiatan SAR. Tugas staf komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan jaringan komunikasi operasi SAR;
b. Menerima, mencatat semua berita/ informasi yang masuk atau keluar
yang berkaitan dengan bencana dan kecelakaan ke dalam buku jurnal;
c. Membuka dan mengisi pada file bencana dan kecelakaan yang sesuai
dengan kebutuhan;
d. Meneliti kebenaran berita yang masuk;
e. Membantu SMC dapat berkomunikasi dengan seluruh unsur-unsur SAR
yang dikerahkan dalam operasi SAR;
f. Meneruskan berita kepada SMC;
g. Bekerja sama secara aktif dengan staf SMC lainnya;
h. Menyiapkan bahan-bahan untuk laporan akhir pelaksanaan operasi SAR
dan bertanggung jawab kepada SMC.
V-5
g. Meneruskan berita kepada SMC;
h. Bekerjasama secara aktif dengan staf SMC yang lainnya;
i. Menyiapkan bahan-bahan untuk laporan akhir pelaksanaan operasi SAR
dan bertanggung jawab kepada SMC.
5. Staf Humas
Staf Humas merupakan petugas taman nasional yang berpengalaman
kehumasan dalam kegiatan SAR. Tugas staf humas adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan kegiatan kehumasan SAR dalam bentuk pencatatan,
pengumpulan, penyimpanan dokumentasi penyelenggaraan operasi SAR
baik berupa audio, gambar maupun video;
b. menyediakan bahan-bahan yang diperlukan SMC dalam menyampaikan
berita/ informasi kepada media/ pers;
c. Seizin dan sepengetahuan SMC, dapat memberikan informasi/ berita
kepada media/ pers;
d. menyiapkan dukungan peralatan dan perlengkapan dokumentasi bagi
petugas lapangan;
e. memberikan saran kepada SMC yang berhubungan dengan aspek berita
dan informasi;
f. bekerjasama secara aktif dengan staf SMC yang lainnya;
g. menyiapkan bahan-bahan dokumentasi untuk laporan akhir pelaksanaan
operasi SAR dan bertanggung jawab kepada SMC.
2. On Scene Commander (OSC) adalah pejabat/staf yang ditugaskan oleh SMC untuk
mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelenggaraan operasi SAR dalam suatu
wilayah pencarian tertentu. Tugas OSC adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan operasi SAR dibawah koordinasi dari SMC;
b. Melaksanakan koordinasi, pengendalian dan pemantauan pergerakan SRU di
wilayah pencarian;
c. Menyarankan kepada SMC untuk merubah rencana operasi SAR berdasarkan
situasi dan kondisi di wilayah;
d. Memberikan informasi di wilayah pencarian sesuai dengan kebutuhan SMC dan
SRU;
e. Mengkoordinasikan segala sesuatu yang terkait dengan keselamatan dan
keamanan bagi SRU yang terlibat dalam operasi SAR;
V-6
f. Menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan SMC sebagai laporan.
3. Search and Rescue Unit (SRU) merupakan unsur SAR adalah potensi SAR yang sudah
terbina dan atau siap untuk digunakan dalam kegiatan penyelenggaraan operasi SAR.
Tugsd SRU adalah sebagai berikut:
a. Merespon secepat mungkin untuk memberikan bantuan SAR;
b. Berangkat ke lokasi bencana dan kecelakaan sesuai dengan perintah SMC;
c. Melakukan persiapan perorangan dan persiapan beregu sesuai kebutuhan;
d. Melaksanakan briefing sebelum ke lokasi;
e. Mencatat data/ informasi yang diberikan oleh SMC;
f. Melaksanakan kegiatan di lapangan sesuai rencana;
g. Melaporkan situasi dan kondisi lokasi bencana dan kecelakaan secara periodik;
h. Memberi pertolongan kepada korban yang ditemukan;
i. Menjaga keselamatan tim dan korban;
j. Menyiapkan bahan-bahan untuk laporan SMC.
SMC
OSC
OPERASI INTELIJEN KOMUNIKASI ADM HUMAS
LOGISTIK
SRU
Dalam kondisi darurat, mitra lain juga dapat bergabung dengan pengelola pendakian
untuk melakukan kegiatan SAR. Mitra lain tersebut didaftar melalui pengisian formulir yang
disediakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak pihak/ elemen yang
tergabung dalam kegiatan kesiapsiagaan dan SAR. Adapun kriteria/ persyaratan mitra yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Berkoordinasi dan komunikasi dengan TIM SAR Balai TNGC;
2. Memiliki kesiapan, kemampuan serta sesuai kebutuhan dalam upaya penyelamatan.
V-7
VI. PENGELOLAAN SAMPAH
Pendaki yang telah memenuhi syarat untuk mendaki (ditandai dengan pemberian gelang
identitas), diwajibkan membawa tas sampah yang telah disiapkan pengelola pendakian.
Sampah yang dibawa turun pendaki akan dikelola oleh mitra pengelola berkoordinasi dengan
Dinas Lingkungan Hidup setempat.
Sampah hasil kegiatan pendakian diserahkan kepada pengelola pendakian di pintu keluar saat
turun. Kemudian sampah tersebut akan dipilah berdasarkan organik dan non organik. Untuk
sampah non organik akan dibagi kembali menjadi sampah yang dapat didaur ulang/
digunakan/ mengurangi seperti botol dan kaleng dan sampah yang tidak dapat didaur ulang/
digunakan/ mengurangi seperti sampah plastik. Sedangkan sampah organik akan diolah
menjadi pupuk dan dimasukkan pada lubang biopori yang berdekatan dengan lahan pertanian
masyarakat.
PILAH SAMPAH
RECYCLE/REUSE/
REDUCE
SAMPAH NON
ORGANIK
BUANG KE TPA
VI - 1
VII. ATURAN DAN SANKSI
A. Aturan
Calon pendaki harus menaati peraturan pendakian gunung Ciremai sebagai berikut:
1. Setiap pendaki harus menggunakan perlengkapan/ personal use yang memenuhi standar
pendakian. Pendaki wajib membawa perlengkapan pribadi dan regu.
Pribadi
a. Ransel/ Carrier + cover bag;
b. Kantong tidur (sleeping bag);
c. Plastik paking untuk pakaian/ barang barang lainnya;
d. Tumbler;
e. Jas hujan/raincoat;
f. Kupluk/ balaclava;
g. Matras;
h. Sepatu gunung (sesuai medan dan aktivitas);
i. Kaus kaki;
j. Topi lapangan/ topi rimba;
k. Senter/ lampu kepala (headlamp);
l. Jaket/ pakaian hangat/ sejenisnya;
m. Pakaian lapangan;
n. Pakaian ganti min 2 stel;
o. Sarung tangan;
p. Ikat pinggang lapangan;
q. Makan dan minuman berkemasan ramah lingkungan;
r. Obat-obatan sesuai kebutuhan pribadi;
s. Membawa air mineral minimal 5 liter tiap orang yang dimasukkan dalam
jerigen/tempat minum;
t. Perlengkapan makan (piring, cangkir dan piring);
u. Perlengkapan ibadah;
v. Pematik api (gas/ korek api biasa).
Regu
a. Tenda;
b. Tali temali (tali kur/ webbing/ sejenisnya);
c. Alat masak lapangan;
d. Kompor lapangan (menggunakan gas/ spiritus/ parafin dalam pembakaran, tidak
diperkenankan menggunakan bahan bakar kayu;
e. Medical box (P3K);
f. Pluit;
g. Pisau untuk memotong serbaguna (pisau lipat/ sejenisnya);
h. GPS/ Kompas;
i. Peta Topografi (sesuai kebutuhan);
VII - 1
j. Handy Talky (sesuai kebutuhan);
2. Apabila pendaki tidak dibawa perlengkapan sesuai tersebut di atas, maka pendaki dapat
membeli/ sewa di stokis/ warung perlengkapan dan peralatan pendakian. Misalnya
menyediakan tempat makan/ botol minum untuk mengganti kemasan makanan dan
minuman yang berplastik;
3. Makanan dan minuman yang dibawa bukan dalam kemasan sterofoam, kaca dan kaleng;
4. Batas lama pendakian umum yang diizinkan di TNGC maksimal adalah 2 (dua) hari dan 1
(satu) malam (2D1N). Apabila melebihi batas waktu yang ditentukan, maka calon pendaki
harus mengurus izin SIMAKSI ke kantor Balai dan masuk kategori pendakian khusus.
5. Apabila pendaki tidak memiliki SIMAKSI dan melangggar batas waktu pendakian umum
maka akan dikenakan sanksi;
6. Pendaki hanya diperbolehkan membawa smartphone dan kamera untuk kepentingan
pribadi. Apabila hasil dokumentasi digunakan untuk kepentingan komersil maka dikenakan
PNBP sesuai dengan PP No. 12 tahun 2014;
7. Ditetapkan mekanisme penutupan jalur pendakian Gunung Ciremai berdasarkan surat
keputusan Kepala Balai TNGC yang diumumkan melalui website dan atau media lainnya.
Pendakian akan ditutup dengan kepentingan pemulihan ekosistem, kebakaran hutan,
longsor, badai, angin rebut dan bencana alam lainnya ataupun kegiatan SAR untuk
melindungi pendaki dari bahaya kecelakaan;
8. Pendaki harus tetap berjalan pada jalur dan batas aman pendakian yang telah ditentukan
dan dilarang melewati jalur yang sudah ditentukan;
9. Tempat mendirikan tenda hanya di lokasi yang telah ditentukan ( transit camp) sesuai
dengan pemesanan pada saat melakukan pendaftaran online;
10. Pendaki yang turun harus melapor dan membawa kembali sampah untuk diperiksa oleh
petugas;
11. Pendaki dilarang:
a. Membuang kotoran sembarangan. Kotoran dibuang minimal 100 m dari sumber air,
dengan cara menggali tanah sedalam minimal 20 cm, kemudian ditutup kembali
dengan tanah bersamaan dengan tissue kering yang telah digunakan;
b. Dilarang membawa tissue basah selama melakukan aktivitas pendakian;
c. Meninggalkan sampah non organik dan sisa makanan di dalam kawasan;
d. Mengambil, memetik, memotong tumbuhan dan atau bagian-bagiannya serta benda-
benda lainnya dan atau membawa ke tempat lain;
e. Menangkap, melukai dan atau membunuh satwa yang ada dalam kawasan;
VII - 2
f. Membawa biji/bibit benih tumbuhan serta satwa ke dan dari dalam kawasan;
g. Melakukan perbuatan asusila;
h. Membawa obat-obatan terlarang (daftar golongan G), narkoba dan minuman keras;
i. Membawa bahan peledak dan senjata tajam serta membawa alat-alat yang lazim
digunakan untuk berburu seperti senjata api, senapan angin, panah, ketapel, tombak,
jerat lem atau kurungan, alat pancing dan lain-lain;
j. Membuat api unggun, api unggun hanya boleh dibuat oleh petugas taman nasional/
pengelola pendakian untuk kebutuhan tertentu;
k. Membawa bahan detergen dan bahan pencemaran lainnya yang membahayakan bagi
lingkungan sekitar;
l. Melakukan vandalisme, membawa berbagai jenis cat, termasuk cat semprot dan jenis
pewarna lainnya, serta alat tulis seperti spidol;
m. Membawa segala jenis alat musik;
n. Membuat kegaduhan dalam bentuk apapun termasuk menyalakan alat musik portable;
o. Bersepeda/menggunakan kendaraan bermotor di sepanjang jalur pendakian kecuali
untuk kepentingan SAR yang sifatnya darurat dan sudah teregistrasi, kegiatan SAR
yang menggunakan kendaraan bermotor harus sepengetahuan petugas;
p. Membuat jalur baru dan atau jalan pintas;
q. Merusak sarana dan prasarana pengelolaan pendakian, termasuk vandalisme.
r. Membawa kembang api dan petasan
s. Menggunakan/ mengoperasikan drone. Drone digunakan hanya untuk kepentingan
komersil/ liputan dan perlu mengajukan SIMAKSI liputan di kantor balai TNGC sama
seperti pendakian khusus;
VII - 3
B. Sanksi
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap larangan-larangan
sebagaimana poin 1 sampai dengan 8 akan dikenakan sanksi sesuai perundang-undangan yang
berlaku pada:
a. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
b. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan;
c. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
d. Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
e. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. P.7/IV-Set/2011
tentang Tata Cara Masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru;
f. Dan peraturan perundangan terkait lainnya.
Adapun sanksi dapat diberikan kepada pendaki maupun pemegang IUPJWA. Untuk pendaki,
kategori pelanggaran dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan berat. Sanksi yang berlaku
akan disesuaikan dengan kriteria pelanggaran.
Sanksi:
a. Diambil dan disita selama pendaki melakukan pendakian dan akan disumbangkan untuk
kegiatan sosial;
b. Penanaman pohon sebanyak 20 pohon/orang.
VII - 4
Sanksi:
a. Diambil dan disita selama pendaki melakukan pendakian dan akan disumbangkan untuk
kegiatan sosial;
b. Pembinaan internal Satgas Polisi Kehutanan;
c. Blacklist melakukan kegiatan pendakian gunung Ciremai selama 2 tahun;
d. Penanaman pohon sebanyak 50 pohon/orang.
Sanksi:
a. Diambil dan disita selama pendaki melakukan pendakian dan akan disumbangkan untuk
kegiatan sosial;
b. Mengembalikan tumbuhan/satwa ke tempat semula;
c. Pembinaan internal Satgas Polisi Kehutanan atau eksternal Kepolisian RI;
d. Blacklist melakukan kegiatan pendakian gunung Ciremai selama 5 tahun;
e. Penanaman pohon sebanyak 100 pohon/orang.
VII - 5
Untuk pemegang IUPJWA yang melanggar ketentuan, akan dikenakan sanksi pencabutan
IUPJWA dan blacklist dalam pengajuan IUPJWA lingkup Balai TN Gunung Ciremai.
C. Ketentuan Lain-lain
Ketentuan lain yang terkait pendakian gunung Ciremai adalah sebagai berikut:
Pendaki nusantara disarankan untuk menggunakan jasa pramuwisata yang telah terdaftar
dan memiliki izin serta berasal dari masyarakat setempat;
Kegiatan pendakian yang bertujuan kedinasan baik dilakukan oleh Pemerintah pusat
maupun daerah, telah disediakan 2 (dua) kapling pada transit camp masing-masing jalur
pendakian. Yang bersangkutan wajib menunjukkan surat tugas/ rekomendasi.
VII - 6
VIII. PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN
VIII - 1
B. Pelayanan Pintu Keluar
Pelayanan pintu keluar dilakukan oleh masyarakat pengelola jalur pendakian. Pelayanan
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pelayanan kepada pendaki, pemandu dan porter yang turun setelah
melakukan pendakian dari pukul 07.00 s.d 18.00 WIB, meliputi:
a. Memeriksa check list sampah yang dibawa pendaki;
b. Mengecek sampah bawaan pendaki yang disesuaikan dengan check list sampah
yang dibawa oleh pendaki;
c. Memberikan pelayanan di luar jam pelayanan bagi pendaki dengan kondisi khusus
setelah melakukan konfirmasi kepada petugas;
d. Memantau pendaki yang telah selesai melakukan pendakian;
e. Menerima laporan dari pendaki seperti laporan apabila ada kejadian-kejadian yang
dianggap perlu untuk diketahui dan ditindaklanjuti oleh petugas taman nasional;
f. Melakukan penagihan pembayaran kepada pendaki yang mengalami kelebihan
hari pendakian.
VIII - 2
IX. PENUTUP
Demikian prosedur tetap ini disusun, agar dapat dipedomani dalam kegiatan pendakian
gunung Ciremai.
Lampiran 1. Skema Mekanisme Pendakian Umum gunung Ciremai
PENDAFTARAN
CALON PENDAKI KODE BOOKING
ONLINE
REGISTRASI PINTU
PEMERIKSAAN MASUK JALUR
SAFETY TALK KESEHATAN PENDAKIAN
prima
lengkap
CEK BARANG/ PUSAT
tidak RE-PACKING BOARDING
INFORMASI DAN
prima
CINDERAMATA
tidak
lengkap
PEMBERIAN
TIDAK MELENGKAPI DI WARUNG GELANG IDENTITAS
DIREKOMENDASI PERBEKALAN/ PENYEWAAN DAN MENDAKI
NAIK ALAT PENDAKIAN
TREKING
CEK SETELAH SELESAI DAN
PERLENGKAPAN MENDAKI, LAPOR BERKEMAH
AKHIR DAN SAMPAH PETUGAS PADA SESUAI TC
PINTU KELUAR
Lampiran 2. Formulir Daftar Barang Bawaan Pendakian Umum gunung Ciremai
Nama :
Kode Booking :
Transit Camp :
Alamat :
Telepon/HP :
Pintu masuk/Tanggal :
Pintu keluar/Tanggal :
CATATAN :
1. Form ini diisi dan diperbanyak (rangkap dua) oleh setiap pendaki yang kemudian diperiksa oleh petugas dan
ditandatangi oleh petugas dan pendaki. Satu rangkap ditinggal di pintu masuk dan satu rangkap lainnya
sebagai bahan bantu pemeriksaan petugas di pintu keluar;
2. Jika sampah bawaan tidak dibawa kembali, yang bersangkutan dan atau organisasi ybs akan di blacklist dan
tidak boleh melakukan pendakian lagi;
3. Pendaki diwajibkan membawa trash bag/kantong sampah masing-masing selain kantong sampah dari
pengelola jalur pendakian
4. Yang bersangkutan menandatangani lembar ini sebagai pernyataan kesanggupan terhadap kesepakatan
yang dibuat.