Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Abstrak
Kota Palopo di Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu kota yang tergabung dalam Jaringan
Kota Pusaka Indonesia (JKPI) dalam P3KP (Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka)
bertujuan untuk mempertahankan aset pusaka. Aset pusaka Kota Palopo tidak terlepas dari sejarah
dan kejayaan Kerajaan Luwu pada masa lalu. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi ragam pusaka
dan merumuskan strategi pelestarian Kota Pusaka Palopo. Metode yang digunakan adalah deskriptif
dan ekslporatif dengan kajian sejarah, budaya dan kebijakan. Data dikumpulkan dengan survei
lapangan, studi literatur dan wawancara. Hasil penelitian diperoleh struktur Kota Palopo
dikembangkan berdasarkan kearifan lokal marowa’ terintegrasi dengan Istana Datu Luwu, Masjid
Jami’, Alun-alun dan kawasan permukiman adat. Kota Pusaka Palopo memiliki tiga ragam pusaka,
yaitu pusaka alam, pusaka ragawi, dan pusaka non-ragawi. Perda RTRW Kota Palopo telah
mengarahkan pelestarian Kota Pusaka sebagai Kawasan Strategis Kota. Strategi yang dilakukan
dalam pelesetarian kota pusaka dilakukan dengan manajemen konservasi yang mengintegrasikan
aset pusaka dengan penataan ruang.
kerjasama dalam Jaringan Kota Pusaka terkait. Metode analisis data menggunakan
Indonesia (JKPI) terdapat 47 kab/kota yang analisis kualitatif yang dilakukan saling menjalin
ditetapkan sebagai anggota Kota Pusaka. dengan proses pengumpulan data. Tujuan
Sejumlah anggota JKPI tersebut akan mendapat pertama dan kedua dianalisis secara deskriptif-
perhatian besar dengan upaya strategis melalui kualitatif sedangkan tujuan kedua dianalisis
pendekatan entitas sosio-spasial kota untuk dengan menggunakan teknik analisis SWOT
membantu penataan ruang kota berbasis untuk memperoleh strategi pelestarian Kota
pengelolaan keragaman pusaka. Pusaka Palopo.
d.
Gambar 2 dan 3. Masjid Jami dan Istana Datu Luwu
e.
Sedangkan bangunan cagar budaya yang
tersebar di wilayah Kota Palopo umumnya
merupakan bangunan pemerintah dan telah
Gambar 6 dan 7. Tari Paduppa dan Camilan Bagea
ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya
berdasarkan Undang-undang nomor 11 Ebbe et.al (1999) menginterpretasikan bahwa
tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dari hasil elemen kota seperti pola jalan, gaya arsitektur
pengamatan di lapangan maka dapat dan aktivitas dapat menciptakan spirit of place
diidentifikasi bangunan cagar budaya di Kota serta identitas untuk orang yang tinggal di
Palopo sebagai berikut: dalamnya. Menurut Pendlebury (2009) bahwa
elemen kota tersebut merupakan signifikansi tempat penyelenggaraan pesta rakyat atau
kultural dari kawasan pusaka yang terkait kegiatan kerajaan lainnya, selanjutnya marowa
dengan memori serta asosiasi warga kotanya. juga memiliki makna bahwa terjalinnya
Dari struktur ruang Kota Pusaka Polopo terlihat kebersamaan dalam beribadah, hal ini ditandai
inti kota berada di sekitar Masjid Jami’ dan dengan keberadaan Masjid Jami’ Palopo yang
Istana Datu Luwu, hal ini menandakan bahwa tidak jauh dari alun-alun dan Istana Datu Luwu
Kerajaan Luwu berbasis kerajaan Islam. Masjid sekaligus Masjid Jami’ merupakan possi’ tana,
Jami’ Palopo dan Istana Luwu dihubungkan yaitu inti/pusat kerajaan Luwu sedangkan Istana
dengan jalan utama dengan akses yang cepat. Luwu sebagai ware’ atau pusat pemerintahan.
Masjid Jami Palopo didirikan oleh Raja Luwu
yang bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Sejak kedatangan Belanda pada tahun 1905
Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe yang awalnya sempat ditentang oleh pihak
pada tahun 1604 M. Perpaduan empat gaya kerajaan, pada akhirnya Kota Pusaka Palopo
arsitektur berbeda yaitu Bugis, Jawa, Hindu dan mengalami transformasi, khususnya pada
Timur Tengah menjadikan Masjid Jami Tua keragaman arsitekturnya. Belanda membangun
Palopo berdiri megah dan memiliki nilai sarana dan prasarana untuk memenuhi
arsitektur yang khas. keperluan pemerintah penjajah di wilayah
kerajaan Luwu, antara lain perkantoran, rumah
Istana Datu Luwu didirikan pada tahun 1922- sakit, benteng dan rumah pejabat. Bangunan
1924 oleh seorang arsitek Belanda bernama bersejarah tersebut telah ditetapkan oleh
Obsenter Noble pada masa penjajahan Belanda Pemkot Palopo sebagai bangunan cagar budaya.
di Luwu dengan bangunan bergaya Eropa. Dari pemantauan di lapangan menunjukkan
Awalnya Istana Datu Luwu merupakan rumah sejumlah bangunan cagar budaya dimanfaatkan
panggung dengan arsitektur lokal khas Bugis, sebagai sarana perkantoran yang dikelola oleh
yang dijadikan kediaman datu atau raja dan pemerintah.
para kerabatnya, tetapi kemudian Belanda
menghancurkan bangunan tersebut dan Berdasarkan ragam pusaka baik alam, maupun
menggantikannya dengan membangun istana ragawi dan non-ragawi yang terdapat di Kota
dengan desain yang berbeda. Kawasan Istana Palopo menjadi unsur utama pembentuk kota
Datu Luwu menjadi pusat pemerintahan atau pusaka, maka dapat dinilai sebagai keunggulan
dikenal sebagai Ware di Kerajaan Luwu. nilai nasional Kota Polopo, dimana pertama,
Sedangkan permukiman tradisional tersebar di mampu menunjukkan evolusi panjang
beberapa wilayah, antara lain kawasan kesejarahan tumbuh kembang kota yang terlihat
permukiman tradisional di Kelurahan dari peninggalan berbentuk struktur kota
Mungkajang, Kelurahan Latuppa dan Kelurahan (kawasan ware’), bentang alam, wajah jalan,
Petta. Umumnya permukiman tradisional ini monumen, arsitektur, teknologi serta seni
ditandai dengan bangunan rumah panggung budaya yang istimewa. Kedua menampilkan dan
khas Bugis dan merupakan permukiman menjadi contoh ciri khas lokal maupun
komunitas adat Luwu yang hingga saat ini tetap percampuran antar budaya daerah/bangsa,
dipertahankan. dilihat bahwa kekayaan arsitektur bangunan di
Kota Palopo menampilkan perpaduan arsitektur
Konsep utama tata ruang Kota Pusaka Palopo Bugis, Jawa, Islam, dan Eropa yang menyatu
diindentikkan dengan filosofi pembangunan kota dengan harmonisasi yang kuat. Ketiga Kota
yang berbasis kearifan lokal setempat yaitu Palopo memiliki peran sebagai wadah
filosofi marowa’ atau ramai dalam artian bahwa perkembangan peradaban, tradisi, gerakan
perancangan kota harus mampu menciptakan perjuangan bangsa, atau kejadian yang
kebersamaan. Konsep marowa ini memiliki istimewa bagi negara. Dalam kilasan sejarah
makna sebagai penghubung antara datu/raja Datu Kerajaan Luwu Andi Patiware atau Andi
dengan rakyat, yang ditandai dengan adanya Djemma memegang peran penting dalam upaya
alun-alun sekitar Istana Datu Luwu sebagai kemerdekaan Indonesia lewat perannya
direncanakan. Kedua, mempertahankan dan bagian dari peradaban Kerajaan Luwu pada
memelihara pola bangunan kuno baik di masa lalu. Kekayaan pusaka yang menjadi daya
Kawasan Masjid Jami’ maupun bangunan- tarik merupakan bentuk harmonisasi tradisi dan
bangunan cagar budaya yang tersebar, agar arsitektur Bugis, Jawa, Islam dan Eropa. Secara
keindahan dan arsitektur kawasan tetap normatif dalam implementasi Kota Pusaka
terjaga. Ketiga, penentuan fungsi urban Palopo, didukung dengan beberapa peraturan
heritage menjadi multi fungsi untuk menjaga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan
vitalitas kawasan, terutama bangunan cagar Perda nomor 9 tahun 2012 tentang RTRW Kota
budaya yang dimanfaatkan sebagai gedung Palopo yang mengarahkan pelestarian kota
perkantoran. Keempat, mengharmonisasikan pusaka. Sebagai hasil kajian, dapat dirumuskan
arsitektur tradisional untuk pembangunan strategi pelestraian Kota Pusaka Palopo, yaitu
gedung baru. dengan proses manajemen konservasi dengan
langkah strategis yang meliputi pemberdayaan
b. Strategi partisipasi masyarakat, meliputi: urban heritage, pemberdayaan masyarakat,
pertama, melibatkan masyarakat dalam aspek ekonomi dan aspek sosial budaya.
pemeliharaan dan revitalisasi Kota Pusaka Program P3KP di Kota Palopo kedepan harus
Palopo. Kedua, meningkatkan kesadaran dan memberikan gaung positif atau multiplier effect
rasa kepemilikan (sense of belonging) yang baik untuk masyarakat setempat dan
masyarakat terhadap ragam aset Kota sebagai cikal bakal World City Heritage di
Pusaka Palopo. Indonesia.