Anda di halaman 1dari 4

Pemakaian Majas Eufemisme Dalam Kehidupan Sehari

Sehari Guna Mengurangi Bahasa Yang Kurang Sopan

Nama: Nisrina Salwa Aulia

Kelas : XI MIPA 1

SMA PLUS PERMATA INSANI ISLAMIC SCHOOL


Perum Villa Permata Blok G1, Sindangsari, Pasar Kemis
TANGERANG - BANTEN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak lama, masalah Majas telah banyak dibicarakan para pakar, baik dari
bidang linguistik maupun sastra, namun tampaknya belum ada kejelasan tentang
hal ini. Penelitian ini merupakan suatu usaha untuk menjelaskan pembentukan
majas dari sudut pandang semantik. Dalam tulisan ini tidak dibahas semua majas,
karena terlalu banyak yang perlu diteliti.

Majas sering dianggap sebagai sinonim dari gaya bahasa, namun sebenarnya
majas termasuk dalam gaya bahasa. Sebelum masuk pada pembahasan tentang
majas, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian tentang gaya bahasa. Gaya
bahasa mempunyai cakupan yang sangat luas. Dalam tulisan ini pengertian gaya
bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang
tertentu, untuk tujuan tertentu.

Sebenarnya, apakah fungsi penggunaan gaya bahasa? Pertama-tama, bila


dilihat dari fungsi bahasa, penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi
puitik (Jakobson dalam Vanoye, 1971: halaman 59) yaitu menjadikan pesan lebih
berbobot. Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan penerima
yang menjadi sasaran) dapat menarik perhatian penerima. Sebaliknya, bila
penggunaannya tidak tepat, maka penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka,
bahkan mengganggu pembaca. Misalnya apabila dalam novel remaja masa kini
terdapat banyak gaya bahasa dari masa sebelum kemerdekaan, maka pesan tidak
sampai dan novel remaja itu tidak akan disukai pembacanya. Pemakaian gaya
bahasa juga dapat menghidupkan apa yang dikemukakan dalam teks, karena gaya
bahasa dapat mengemukakan gagasan yang penuh makna dengan singkat.

Dalam tulisan ini, kata majas dipakai sesuai dengan apa yang dimaksud dengan
trope (Perancis/Inggris) yaitu kata atau ungkapan yang digunakan dengan makna
atau kesan yang berbeda dari makna yang biasa digunakan. Berbagai usaha untuk
menjelaskan majas telah dilakukan, namun tetap belum memadai. Masih banyak
penjelasan yang perlu dilakukan, baik secara linguistik, maupun dari aspek
komunikasinya. Penelitian kecil ini merupakan suatu upaya pemahaman beberapa
majas melalui proses pembentukannya. Menurut Kerbrat-Orecchioni (1986: hal.
94), semua jenis makna yang mengandung implisit dalam konteks tertentu dapat
membentuk kehadiran majas. Menurut pendapatnya, majas hanya suatu kasus
khusus dari fungsi implisit.

Dalam majas, bentuk yang implisit bersifat denotatif dan bentuk yang
menggantikannya bersifat konotatif. Di sini tidak akan dikemukakan semua jenis
majas, karena hal itu akan luas sekali, melainkan hanya akan ditampilkan
beberapa macam majas yang sering digunakan. Majas dapat diklasifikasikan
dalam beberapa kategori. Berikut adalah klasifikasi majas :

1. Majas pertautan,
2. Majas pertentangan,
3. Majas perbandingan.

Masing-masing jenis majas ini, terdiri dari beberapa subjenis majas. Yang
pertama adalah Majas pertautan. Majas pertautan adalah kata kata kias yang
bertautan dengan gagasan atau ingatan. Contoh majas pertautan diantaranya majas
metonomia, sinekdoke, alusio, elipsis, dan inversi. Yang kedua adalah majas
pertentangan. Majas pertentangan adalah majas yang cara melukiskan hal apapun
dengan memepertentangkan antara hal yang satu dengan hal yang lainnya. Yang
termasuk kedalam jenis majas ini antara lain majas hiperbola, litotes, oksimoron,
paronomasia, ironi, paralipsis, dan lainnya. Dan yang ketiga adalah majas
perbandingan. Majas perbandingan adalah majas yang issinya membandingkan
suatu objek dengan objek lainnya. Majas yang termasuk majas perbandingan
diantarannya majas simile, metafora, alegori, personifikasi, antitesis, eufumisme,
dan lainnya.

Salah satu jenis majas perbandingan adalah majas eufumisme. Tulisan ini
memberikan gambaran analisis dan bentuk eufemisme dalam berita utama Surat
Kabar Sinar Indonesia Baru (SIB). Eufemisme merupakan suatu ungkapan dengan
konotasi penghalusan makna. penggunaan eufemisme yang terdapat dalam
pemberitaan kerap mengaburkan realita yang ada. Hal ini berdampak bagi
pembaca yang sulit membedakan kebenaran yang ada sehingga menimbulkan
berbagai perspektif atas suatu fenomena. Penelitian dalam media ini
menggunakan metode
analisis data dengan menggunakan teori dari Keith Allan and Kate Burridge. Dari
hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ada tujuh bentuk eufemime yang terdapat
dalam surat kabar SIB, diantaranya: (1) ekspresi figuratif, (2) flipansi, (3)
sirkumlokusi, (4) singkatan, (5) satu kata untuk menggantikan kata lain, (6)
hiperbola, (7) metafora

Hal yang melatarbelakangi penggunaan eufemisme itu sendiri adalah


menghindari penggunaan kata-kata yang dapat menimbulkan kepanikan atau
ketakutan, tidak menyinggung, menghina, atau merendahkan seseorang,
mengurangi atau tidak menyinggung hal-hal yang menyakitkan atau tragedy,
menggantikan kata-kata yang dilarang, tabu, vulgar atau bercitra negatif,
merahasiakan sesuatu, menghormati atau menghargai orang lain, dan menyindir
atau mengkritik. Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai
Pemakaian Majas Eufumisme dalam kehidupan sehari hari guna
mengurangi bahasa yang kurang sopan.

Anda mungkin juga menyukai