Disusun oleh :
Mariyana Fitria Nurmalisa (2001105021)
Kelas 2A
3. Homonim
Homonim adalah kata yang memiliki lafal dan ejaan yang sama namun artinya berbeda
satu sama lain.
Contoh :
1. Bulan itu terlihat bulat penuh malam ini.
2. Semua karyawan mendapatkan gaji setiap bulan.
Kata bulan pada kedua kalimat tersebut memiliki arti yang berbeda walaupun ejaan dan
lafalnya sama.
4. Homofon
Homofon adalah kata yang memiliki ejaan dan makna yang berbeda, namun lafal sama.
Contoh :
1. Anton menabung uangnya di Bank secara rutin.
2. Bang Anton bekerja di perusahaan pembiayaan.
Kata “Bank” dan “Bang” pada kalimat di atas memiliki lafal yang sama, namun ejaan dan
maknanya berbeda.
5. Homograf
Homograf adalah kata yang memiliki lafal dan arti yang berbeda, namun ejaannya sama.
Contoh :
1. Makanan favorit wanita itu adalah tahu goreng.
2. Wanita itu tidak tahu kalau hari ini libur.
Kata “Tahu” pada kalimat di atas ejaannya sama, tapi memiliki arti yang berbeda.
6. Polisemi
Polisemi adalah kata yang memiliki lebih dari satu arti.
Contoh :
1. Para nasabah yang menabung di Bank akan mendapat bunga setiap bulan
2. Andini adalah salah satu bunga desa yang paling cantik
Kata “Bunga” pada kalimat di atas memiliki arti yang berbeda walaupun menggunakan
kata yang sama.
7. Hipernim dan Hiponim
Hipernim adalah kata yang dapat mewakili banyak kata lainnya. Sedangkan hiponim
adalah kata yang dapat terwakili oleh kata hipernim.
Contoh :
1. Di kebun binatang itu terdapat banyak binatang liar, misalnya gajah, singa, buaya, rusa,
kuda, dan lain-lain.
Pada kalimat di atas, binatang liar merupakan hipernim. Sedangkan kata hiponim gajah,
singa, buaya, rusa, kuda, dan lain-lain.
2. Persyaratan Dalam Ketepatan Diksi
Menurut Gorys Keraf, ada beberapa syarat dalam ketepatan diksi, diantaranya:
1. Penggunaan kata konotasi dan denotasi secara cermat.
2. Penggunaan kata sinonim atau hampir sama maknanya secara cermat.
3. Dapat membedakan kata-kata yang memiliki ejaan yang mirip.
4. Penggunaan kata kerja pada kata depan harus secara idiomatis.
5. Harus dapat membedakan kata khusus dan umum dalam tulisan atau pidato agar ketepatan
diksi terjamin
6. Memperhatikan pemilihan kata yang tepat secara berkelanjutan dalam suatu tulisan
ataupun pidato.
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran dan perasaan batin yang hidup
melalui bahasa yang khas dalam bertutur untuk memperoleh efek-efek tertentu sehingga
apa yang dinyatakan menjadi jelas dan mendapat arti yang pas.
Adapun jenis-jenis gaya bahasa sekitar 60 buah gaya bahasa yang termasuk ke dalam
empat kelompok berikut:
1. Gaya bahasa perbandingan
2. Gaya bahasa pertentangan
3. Gaya bahasa pertautan,
4. Gaya bahasa perulangan
Sesi penambahan dari kelompok lain
1. Kelompok 1 oleh Aliffia Salfa Nabila
Agar menghasilkan cerita yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan. Pengarang harus
memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna, sesuai
dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai
dengan situasi dan nilai rasa pembaca.
2. Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut
menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.
3. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasasrkan pendapat sendiri, jika
pemahaman belum dapat dipastikan, pemakaian kata harus menemukan makna yang tepat
dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus
modern berarti terbaru atau mutakhir, canggih berarti banyak cakap, suka menggangu,
banyak mengetahui, bergaya intelektual.
4. Menggunakan kata-kata idomatik berdasarkan susunan ( pasangan ) yang benar,
misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
5. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya : issu ( berasal dari
issue berarti publikasi, kesudahan, perkara ) isu ( dalam bahasa Indonesia berarti kabar
yang tidak jelas asal-usulnya, kabarangin, desas-desus ).
6. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim ( pria dan laki-laki, saya dan aku, serta
buku dan kitab ), berhomofoni ( misalnya: bang dan bank ) dan berhomografi( misalnya:
apel buah, apel upacara, buku ruas, buku kitab ). Selain ketepatan pilihan kata itu,
pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna,
suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung.
7. Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukan penggunakannya
dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat (baku),
hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku).
8. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat, misalnya:
kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan), pelacur (kasar), tunasusila.
9. Menggunakan kata berpasangan (idiomatuik), dan berlawanan makna dengan cermat,
misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar), bukan hanya melainkan juga (benar),
bukan hanya tetapi juga (salah), tidak hanya tetapi juga (benar).
10. Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan
merangkak, merah darah; merah hati.
2. Kelompok 3 oleh Raden Aaisyah Logistica
Pemakaian diksi diharapkan mampu membantu pembaca dalam memahami suatu
karya. Menurut Sudjiman (1993:22), efek yang dapat ditimbulkan dari pemilihan kata,
rangkai kata, dan pasangan kata adalah menonjolkan bagan tertentu atau foregrounding.
Menonjolkan foregrounding adalah memberikan penekanan atau perhatian dalam suatu
karya.
3. Kelompok 4 oleh Fiqratudzakia
Gaya bahasa yang terkandung dalam sebuah wancana dibagi menjadi tiga jenis yaitu
1. Gaya sederhana
Gaya bahasa sederhana digunakan untuk memberikan perintah, pelajaran,
perkuliahan, dan sejenisnya. Dengan menggunakan gaya bahsa ini, pembicara
menyampaikan fakta dan bukti untuk meyakinkan pada pendengar. Gaya ini tidak
menggunakan emosi, karena akan mengurasi nilai sebuah fakta dan bukti yang
disampaikan oleh pembicara.
2. Gaya mulia dan bertenaga
Gaya mulia dan bertenaga adalah gaya yang diungkapkan pembicara dengan penuh
vitalitas dan energi untuk menggerakkan sesuatu. Akan tetapi, untuk menggerakkan
emosi pendengar, pembaca juga menggunakan nada keagungan dan mulia.
3. Gaya menengah
Gaya menengah digunakan pembicara untuk menimbulkan suasana senang dan
damai. Nada yang digunakan bersifat lemah lembut, penuh kasih sayang, dan
mengandung humor yang sehat. Gaya ini biasanya digunakan pada acara pesta,
pertemuan tak resmi dan sejenisnya.
4. Kelompok 5 oleh Andika Rahadianto
Dalam pemilihan ketetapan kata ada dua yaaa denotatif dan konotatif
1. Denotatif adalah makna wajar yang sesuai dengan apa adanya.
Contohnya : makan bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah dan
ditelan.
2. Konotatif adalah makna yang timbul sebagai akibat dari sikap
Contohnya : kamar kecil yaitu jamban/toilet
5. Kelompok 6 oleh Nia Ayumi
Gaya bahasa secara umum adalah pengaturan kata-kata dan kalimat-kalimat oleh
penulis atau pembicara dalam mengekspresikan ide, gagasan, dan pengalamannya untuk
meyakinkan atau mempengaruhi pembaca atau pendengar. Majas digunakan untuk
mendapatkan suasana dalam sebuah kalimat agar semakin hidup, mudahnya bisa kita
pahami bahwa majas itu bisa menjadi ungkapan yang bisa menghidupkan suatu kalimat,
majas melakukan penyimpangan makna dari suatu kata yang biasa digunakan.
6. Kelompok 7 oleh Flowrita Maylinda Sari
CIRI CIRI GAYA BAHASA
Gaya bahasa mempunyai beberapa ciri-ciri diantaranya :
1. Menggunakan bahasa indah yang mempercantik susunan kalimat,
2. Mempunyai efek tertentu yang menciptakan kesan imajinatif bagi penyimak atau
pendengarnya, baik secara lisan maupun tertulis,
3. Melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain,
4. Berupa kata-kata kiasan yang menyatakan perbandingan untuk meningkatkan kesan dan
pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca.