Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

PERCOBAAN 5
KIMIA LINGKUNGAN
Disusun Oleh :

Nama : Rahayu Siti Fatimah Rohmawati

NPM : 10060318112

Shift / Kelompok : D/3

Tanggal Praktikum : 10 Desember 2018

Tanggal Laporan : 26 Desember 2018

Nama Asisten : Sopia Nabila Tazkiyatunnisa,S.Farm.

LAPORAN FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2018 M / 1440 H
PERCOBAAN 5

KIMIA LINGKUNGAN

I. Tujuan Percobaan

1. Menentukan kepolaran suatu polimer

2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi struktur polimer alami

3. Mengetahui faktor faktor yang menyebabkan denaturasi protein melalui reaksi


asam

4. Pembuatan sabun berdasarkan reaksi saponifikasi

5. Mengetahui pengaruh suhu terhadap polimer sintetis

II. Prinsip Percobaan

1. Reaksi kelarutan berdasarkan perbedaan kepolaran

2. Perubahan struktur polimer alami karena pengaruh dari luar

3. Denaturasi adalah pemecahan struktur normal asam nukleat karena perubahan


suhu dan plt

4. Reaksi antara asam lemak dan basa kuat

5. Reaksi antara eksoterm dan endoterm

III. Teori Dasar

Polimer atau kadang-kadang disebut sebagai makromolekul, adalah molekul besar


yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana. Kesatuan-
kesatuan berulang itu setara dengan monomer, yaitu bahan dasar pembuat polimer (tabel
1). Akibatnya molekul-molekul polimer umumnya mempunyai massa molekul yang sangat
besar. Sebagai contoh, polimer poli (feniletena) mempunyai harga rata-rata massa molekul
mendekati 300.000. Hal ini yang menyebabkan polimer tinggi memperlihatkan sifat sangat
berbeda dari polimer bermassa molekul rendah, sekalipun susunan kedua jenis polimer itu
sama (Malcom steven, 2004).

Polimer dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu polimer alami dan polimer sintesis.
Polimer alami atau dikenal dengan biopolimer dihasilkan dari sumber daya alam yang
dapat diperbaraui,dapat diuraikan dan tidak menghasilkan racun misalnya protein dan
karbohidrat. Karbohidrat merupakan polimer tersusun atas asam amino. Asam amino
mengandung gugus –NH2 dan –COOH . Keberadaan 2 (dua) gugus ini mempengaruhi sifat
asam amino dan protein yang bersangkutan.Sejumlah uji dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi sifat asam amino. Adapaun polimer lainya sebagai berikut : amilum
dalam beras, jagung dan kentang (dari glukosa.) , selulosa (dari monomer-monomer
glukosa) , dalam kayu, protein terdapat dalam daging(dari monomer-monomer asam
amino) , dan karet alam diperoleh dari getah atau lateks pohon karet (dari monomer-
monomer 2-metil-1,3-butadiena/isoprena). Sedangkan polimer sintetis lebih biasa dikenali
sebagai plastik yang merupakan buatan / hasilan dari industi pabrik. Polimer ini dapat
berupa polimer organik dan polimer anorganik. Polietelin merupakan salah satu contoh
polimer yang tersusun atas CH2=CH2. Polimer ini merupakan polimer organic karena
tersusun atas rangka molekular yang tersusun atas atom karbon dengan jumlah yang sangat
banyak. Contoh lain adalah nilon ,dakron dan polivinilklorida. Polimer organic
umumnyamenjadi getas pada suhu rendah dan rusak pada suhu tinggi , mudah terbakar
mengalami swelling dalam pelarut organik . Polimer anorganik misalnya polimer yang
tersusun atas rantai silicon – oksigen dengan gugus organik yang terikat pada kerangka di
setiap atom silicon ( Eko nopianto, 2010). Polimer jenis ini memiliki sifat yang berbeda
dengan polimer organik pada umumnya.

Terdapat 2 (dua ) jenis polimerisasi :

1. Polimerisasi adisi : polimer yang terbentuk melalui reaksi adisi dari berbagai monomer
Yang termasuk ke dalam polimer adisi adalah polistirena (karet ban), polietena (plastik),
poliisoprena (karet alam), politetraflouroetena (teflon),PVC,dan poliprepilena (plastik).
2. Polimerisasi kondensasi: polimer yang terbentuk karena monomer-monomer saling
berikatan dengan melepaskan molekul kecil.

Contoh: pembentukan plastik stirofoam tersusun dari dua monomer berbeda yaitu urea dan
metanal. Dua molekul metanal bergabung dengan satu molekul urea menjadi suatu molekul
disebut dimer. Dimer-dimer ini selanjutnya berpolimerisasi. Yang termasuk ke dalam
polimer kondensasi adalah bakelit, poliuretan, poliamida, (melamin), poliester (nilon),
teteron, dan protein.

Perbedaan antara polimerisasi adisi dan kondensasi adalah bahwa pada polimerisasi
kondensasi terjadi pelepasan molekul kecil seperti H2O dan NH3, sedangkan pada
polimerisasi adisi tidak terjadi pelepasan molekul (Rino safrizal, 2010).

Elektron yang mengelilingi inti atom bermuatan negatif dan proton yang terdapat
dalam inti atom bermuatan positif, mengingat muatan yang berlawanan akan saling tarik
menarik, maka dua atom yang berdekatan satu sama lainnya akan membentuk ikatan.
Atom – atom unsur mempunyai kecenderungan ingin stabil seperti gas mulia terdekat yang
memiliki 2 elektron ataupun 8 elektron pada kulit terluar. Untuk mencapai kestabilan itulah
maka unsur – unsur di alam saling mengadakan ikatan yang disebut ikatan kimia. Atom
satu berikatan dengan atom lain membentuk molekul unsur maupun molekul senyawa.
Suatu ikatan dapat terbentuk apabila setelah berikatan, atom – atom menjadi lebih stabil
dari sebelumnya, yakni kestabilan dalam susunan elektronnya. Susunan elektron akan
stabil apabila kult terluar terisi elektron dengan jumlah 2 atau 8, seperti gas mulia.

Seperti yang diketahui hakikat ikatan kovalen, yaitu ikatan yang terbentuk karena
menggunakan pasangan elektron bersama. Namun demikian, kedudukan pasangan elektron
milik bersama itu tidak selalu simetris terhadap kedua atom yang berikatan. Pasangan
elektron akan lebih dekat ke arah atom yang mempunyai keelektronegatifan lebih besar.
Hal ini mengakibatkan polarisasi atau pengutuban ikatan.

Dalam molekul H2 kedudukan pasangan elektron ikatan sudah pasti simetris


terhadap kedua atom H. Dalam molekul H2 tersebut, muatan negatif (elektron) tersebar
secara homogen. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen nonpolar. Sedangkan pada HCl,
pasangan elektron ikatan tertarik lebih dekat ke atom Cl, karena Cl mempunyai daya tarik
elektron lebih besar daripada H. Akibatnya, pada HCl terjadi polarisasi, dimana atom Cl
lebih negatif dari atom H. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen polar.

Molekul Polar dan Non-polar

Kepolaran molekul ditentukan oleh jenis ikata kovalen dan bentuk molekulnya . Suatu
molekul akan bersifat polar jika memenuhi syarat sebagai berikut :

a. molekul dwiatom yang berbeda jenis sehingga membentuk kutub (dipol) karena
adanya perbedaan keelektronegatifan antar kedua atom.

b. molekul poliatom yang mempunyai bentuk atom yang tidak simetris ,sehingga pusat
muatan positif tidak berimpit dengan pusat muatan yang negatif.

Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi perubahan atau modifikasi
terhadap konformasi protein, lebih tepatnya terjadi pada struktur tersier maupun kuartener
dari protein. Pada struktur tersier protein misalnya, terdapat empat jenis interaksi pada
rantai samping seperti ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida, interaksi non
polar pada bagian non hidrofobik. Adapun penyebab dari denaturasi protein bisa berbagai
macam, antara lain panas, alkohol, asam-basa, maupun logam berat.

Ciri-ciri suatu protein yang mengalami denaturasi bisa dilihat dari berbagai hal. Salah
satunya adalah dari perubahan struktur fisiknya, protein yang terdenaturasi biasanya
mengalami pembukaan lipatan pada bagian-bagian tertentu. Selain itu, protein yang
terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul yang bagian hidrofobik akan
mengalami perubahan posisi dari dalam ke luar, begitupun sebaliknya. Hal ini akan
membuat perubahan kelarutan.Selain itu, masing-masing penyebab denaturasi protein juga
mengakibatkan ciri denaturasi yang spesifik. Panas, misalnya. Panas dapat mengacaukan
ikatan hidrogen dari protein namun tidak akan mengganggu ikatan kovalennya. Hal ini
dikarenakan dengan meningkatnya suhu akan membuat energi kinetik molekul bertambah.
Bertambahnya energi kinetik molekul akan mengacaukan ikatan-ikatan hidrogen. Dengan
naiknya suhu, akan membuat perubahan entalpi sistem naik. Selain itu bentuk protein yang
terdenaturasi dan tidak teratur juga sebagai tanda bahwa entropi bertambah. Entropi sendiri
merupakan derajat ketidakteraturan, semakin tidak teratur maka entropi akan bertambah.
Pemanasan juga dapat mengakibatkan kemampuan protein untuk mengikat air menurun
dan menyebabkan terjadinya koagulasi.Selain oleh panas, asam dan basa juga dapat
membuat protein terdenaturasi. Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk
struktur zwitter ion. Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif
dan muatan negatif pada protein adalah sama. Pada saat itulah, protein dapat terdenaturasi
yang ditandai dengan membentuk gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Pada saat ini
entalpi pelarutannya akan menjadi tinggi, karena jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
melarutkan sejumlah protein akan bertambah. Mekanismenya adalah penambahan asam
dan basa dapat mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein. Ion positif dan
negatif pada garam dapat berganti pasangan dengan ion positif dan negatif dari asam
ataupun basa sehingga jembatan garam pada protein yang merupakan salah satu jenis
interaksi pada protein, menjadi kacau dan protein dapat dikatakan terdenaturasi.Bentuk
protein terdenaturasi yang mengendap ini juga dapat diakibatkan oleh pengaruh logam-
logam berat. Dengan adanya logam-logam berat itu akan terbentuk kompleks garam
protein-logam. Kompleks inilah yang membuat protein akan sulit untuk larut. Dan sama
dengan ketika protein terdenaturasi akibat asam dan basa, entalpi pelarutannya akan naik.
Protein bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan di atas titik isoelektrik akan
diendapkan oleh ion positif atau logam lebih mudah. Sebaliknya, protein bermuatan positif
dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik membutuhkan ion-ion negatif. Contoh ion-ion
positif yang dapat mengendapkan protein misalnya Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+,
dan Pb2+. Dan contoh ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein misalnya ion
salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat. Namun selain membentuk
kompleks garam protein-logam yang sukar larut, logam berat dapat menarik sulfur pada
protein sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam protein dan menyebabkan protein
terdenaturasi pula.

Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat
disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan ikatan
disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom hidrogen.
Selain ikatan disulfida, ikatan lain yang apabila terganggu dapat menyebabkan denaturasi
protein adalah ikatan hidrogen. Dengan adanya alkohol dapat merusak ikatan hidrogen
antar rantai samping dalam struktur tersier suatu protein.Selain itu, alkohol juga dapat
mendenaturasi protein. Alkohol seperti kita ketahui umumnya terdapat kadar 70% dan
95%. Alkohol 70% bisa masuk ke dinding sel dan dapat mendenaturasi protein di dalam
sel. Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan mencegah
alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Sehingga yang digunakan sebagai
disinfektan adalah alkohol 70%. Alkohol mendenaturasi protein dengan memutuskan
ikatan hidrogen intramolekul pada rantai samping protein. Ikatan hidrogen yang baru dapat
terbentuk antara alkohol dan rantai samping protein tersebut.Kehadiran logam-logam berat,
asam-basa tertentu, alkohol dan bahan-bahan lain yang dapat memicu terjadinya denaturasi
(atau dapat disebut sebagai bahan denaturan) dapat mengganggu kestabilan protein yang
pada umumnya berada pada keadaan folded. Keberadaan denaturan yang mengikat pada
protein folded tersebut dapat menaikkan entropi dari rantai protein sehingga terjadi reaksi
dari bentuk folded menjadi unfolded. Namun sebenarnya perubahan dari keadaan folded
menjadi unfolded tidak sepenuhnya diakibatkan keberadaan denaturan. Pada kondisi-
kondisi ekstrim tertentu yang tidak bisa ditoleransi oleh protein, maka protein juga akan
mengubah dirinya dari keadaan folded ke keadaan unfolded. Keadaan seperti ini berjalan
reversibel dengan sangat lambat.Pada keadaan protein terlipat atau folded, bagian yang
hidrofilik akan berada di luar sedangkan bagian yang hidrofobik akan berada di bagian
dalam. Hal ini memungkinkan protein dapat larut dalam pelarut polar seperti air. Namun
saat protein terdenaturasi, terjadi pembalikan posisi menjadi bagian hidrofobik yang berada
di luar. Pada saat inilah protein tidak bisa larut dalam air dan berada pada kondisi energi
yang tinggi karena air akan berusaha melarutkan bagian yang hidrofobik tersebut padahal
karena perbedaan kepolaran air dan bagian hidrofobik itu tidak akan larut. Oleh karena itu
protein terdenaturasi akan berusaha segera kembali ke keadaan stabil atau energi rendah
kembali. Apabila struktur protein tersebut terlalu kompleks, salah satu jalan untuk
membuat kondisi energinya menjadi rendah kembali adalah dengan menggumpalkan
dirinya. Dengan konformasi tergumpal, maka seluruh bagian hidrofobik dari protein tidak
akan berinteraksi lagi dengan air yang terus berusaha melarutkannya, sehingga dapat
dikatakan konformasi seperti ini lebih stabil.Dalam pandangan klasik mengenai dua
kondisi pelipatan protein, sebuah protein dikatakan berada dalam kondisi kesetimbangan
dinamis antara suatu kondisi terlipat (folded state) yang kompak dengan energi dan entropi
rendah serta suatu kondisi entropi tinggi yang secara struktural ditandai dengan konformasi
tidak teratur berenergi tinggi yang dikenal juga sebagai kondisi tidak terlipat (unfolded
state) Kemudian seperti telah dibahas sebelumnya bahwa proses perubahan dari folded ke
unfolded berjalan reversibel namun sangat lambat berarti memungkinkan terjadi proses
renaturasi. Proses renaturasi atau pengembalian struktur dari struktur protein terdenaturasi
menjadi struktur protein awal bisa saja terjadi. Namun, perlu diingat apabila struktur
protein awal terlalu kompleks, maka proses renaturasi atau refolding tersebut akan
berlangsung sangat lambat dan sulit. Contohnya seperti pada protein yang terdapat pada
telur. Apabila protein tersebut telah terdenaturasi, maka akan sulit untuk mengembalikan
ke kondisi naturalnya.

Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa kuat (misalnya
NaOH). Sabun terutama mengandung c12 dan c16 selain itu juga mengandung asam
karboksilat.Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol. Kedua istilah ini
berarti “trimester (dari)gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan suatu minyak bersifa
sebarang: pada temperature kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair.
Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupalemak, sedangkan gliserda dalam
tumbuhan cenderung berupa minyak; karena itu biasa terdengarungkapan lemak hewani
(lemak babi, lemak sapi) dan minyak nabati (minyak jagung, minyak
bungamatahari).Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak,
yang disebut asamlemak, umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tak
bercabang. Lemak dan minyakseringkali diberi nama sebagai derivate asam-asam lemak
ini. Misalnya, tristearat dari gliserol diberinama tristearin, dan tripalmitat dari gliserol,
disebut tripalmitin. Minyak dan lemak dapat juga diberinama dengan cara yang biasa
dipakai untuk penamaan suatu ester: sebagai contoh, gliseril tristearatdan gliseril
tripalmitat. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam
merupakantrigliserida campuran- artinya, ketiga bagian asam lemak dan gliserida tidaklah
sama.Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau dapat pula
mengandungikatan-ikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar paling merata dalam alam,
yaitu asam oleat,mengandung satu ikatan rangkap. Asam-asam lemak dengan lebih dari
satu ikatan rangkap adalah tidak lazim, terutama dalam minyak nabati; minyak-minyak ini
disebut poliunsaturat (polyunsaturated) (Fessenden, 1982). Reaksi penyabunan
(saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah reaksi trigliserida denganalkali (NaOH
atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin.

Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk


utama dangliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki
nilai jual. Sabundengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki sruktur
sabun yang lebih keras.

Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi
partikel yang lebihkecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Pada proses saponifikasi
trigliserida dengan suatu alkali,kedua reaktan tidak mudah tercampur. Reaksi saponifikasi
dapat mengkatalis dengan sendirinya padakondisi tertentu dimana pembentukan produk
sabun mempengaruhi proses emulsikedua reaktantersebut, menyebabkan suatupercepatan
pada kecepatan reaksi.Detergen merupakan penyempurnaan dari sabun dan kelebihannya
adalah bisa mengatasi airsadah dan larutan asam, serta harganya lebih murah. Detergen
sering disebut dengan istilah detergensintesis yaitu detergen yang dibuat berasal dari
bahan-bahan sintesis (Luis,S. 1994). Ketidakuntungan sabun muncul bila digunakan dalam
air sadah, yang mengandung kation-kationlogam tertentu, seperti Ca, Mg, Fe, kation-kation
tersebut menyebabkan garam-garam natrium ataukalium dari asam karboksilat yang
semula larut menjadi garam-garam karboksilat yang tidak larut (Sastrohamidjojo, 2005).
Sabun memiliki sifat sebagai berikut:

Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi, sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air.Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.b.

Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak
terjadipada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam Mg atau
Camengendap dalam air. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan
proses kimi koloid, sabun (garamnatrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci
kotoran yang bersifat polar maupunnonpolar. Molekul sabun memiliki rantai hydrogen
CH₃(CH₂)₁₆ yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut
dalam zat organic. Sedangkan COONa⁺ sebagai kepala yang bertindak sebagai hidrofilik
(suka air) (Bailey,AE. 1950).

IV. Alat dan Bahan

Alat yang dibutuhkan dalam percobaan ini adalah styrofoom, tabung reaksi, gelas
kimia plasti, kertas lakmus, gelas cup styrofoom, cawan penguap, kertas saring, batang
pengaduk, pembakar lilin/spirtus, kawat kasa, pipet tetes, corong gelas.

Bahan yang dbutuhkan dalam percobaan ini adalah alkohol, aseton, etil asetat,
metil/etil keton, putih telur, lem bening, borkas, larutan CaSO4, larutan NaOH, larutan
timbal asetat, larutan HNO3 pekat, minyak kelapa, etanol, aquadest, larutan NaCl jenuh,
larutan CaCl2, dan detergen.

V. Prosedur Percobaan

Pada percobaan 1, disiapkan styrofoam, kemudian styrofoam dipotong berbentuk


persegi dengan panjang sisi sebesar 0,5 cm, styrofoam yang telah dipotong, dimasukkan
kedalam 4 tabung reaksi yang berbeda, kedalam tabung A dimasukkan alkohol
kedalamnya, kedalam tabung B dimasukkan aseton kedalamnya, kedalam tabung C
dimasukkan etil asetat kedalamnya, kedalam tabung D dimasukkan metil etil keton
kedalamnya, lalu diamati perubahan yang terjadi pada masing-masing tabung reaksi dan
ditentukan kesimpulannya.

Pada percobaan 2, disiapkan sebuah gelas kimia plastik, lalu dituangkan kedalamnya
lem bening secukupnya, lalu dituangkan lagi kedalamnya 5 ml larutan boraks, campuran
tersebut kemudian didiamkan beberapa saat dan diamati campuran lem bening dan larutan
boraks tersebut.

Pada percobaan 3, disiapkan 5 buah tabung reaksi ; A, B, C, D, dan E,lalu


dimasukkan kedalam tabungnya masing-masing 2 ml larutan putih telur, pada tabung A,
ditambahkan 1 ml CuSO4 dan 5 tetes NaOH 6 M kemudian tabung A digoyangkan, pada
tabung B, ditambahkan 10 tetes HgCl2, pada tabung C, ditambahkan 5 tetes timbal asetat
dan 1 ml NaOH 6 M, pada tabung D, ditambahkan 1 ml HNO3 pekat, kemudian tabung D
dipanaskan, pada tabung E, ditambahkan 1 ml NaOH 6 M, kemudian tabung E dipanaskan,
diletakkan kertas lakmus basah di bagian ujung tabung reaksi, amati perubahan yang
terjadi atau ciumlah uap yang dihasilkan.

Pada percobaan 4, dalam pembuatan larutan sabun disiapkan sebuah cawan


penguapan, lalu dimasukkan kedalamnya 5 ml NaOH, 5 ml minyak kelapa, dan 5 ml
etanol, lalu cawan tersebut kemudian dipanaskan seelama proses pemanasan, campuran
yang terdapat di cawan tersebut diaduk, setelah campurannya agak mengental,
ditambahkan sejumlah air kedalam campuran tersebut setelah dingin, setelah dingin,
kedalam campuran tersebut ditambahkan 50 ml NaCl jenuh, kemudian campuran tersebut
disaring, sabun yang diperoleh, dicuci dengan 3 x 10 ml air, sabun tersebut kemudian
dilarutkan dalam 30 ml aquades hingga menghasilkan larutan sabun. Pada pengujian
larutan sabun, detergen (digantikan dengan sunlight) dan air kran, disiapkan 3 buah tabung
reaksi ; A, B, dan C, pada tabung A, dimasukkan 10 ml larutan sabun, pada tabung B,
dimasukkan 10 ml larutan detergen (digantikan dengan sunlight), pada tabung C,
dimasukkan 10 ml air kran dan kedalam masing-masing tabung, dimasukkan 1 ml larutan
CaCl2, lalu diamati masing-masing tabung dan ditentukan kesimpulannya.

Pada percobaan 5, disiapkan sebuah gelas cup styrofoam, lalu kedalam gelas cup
tersebut dimasukkan air ¾ gelas, styrofoam itu kemudian dibakar dengan menggunakan
pembakar spiritus dan diletakkan di atas kawat kasa, diamati perubahan yang terjadi pada
styrofoam tersebut dan dilakukan percobaan tersebut sekali lagi, tetapi menggunakan
styrofoam kosong ditentukan kesimpulannya.

VI. Pengamatan dan Perhitungan


Pada percobaan pertama, pada tabung A, styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang berisilarutan alkohol. Setelah diamati, styrofoam tersebut masih sama seperti semula
tidak ada perubahan. Pada tabung B, styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
berisi larutan aseton. Setelah diamati, styrofoam tersebut masih sama seperti semula tidak
terjadi perubahan. Pada tabung C, styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
berisi larutan etil asetat, setelah diamati Styrofoam tersebut mencair. Pada tabung D,
styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berusu larutan metil etil keton, setelah
diamati styrofoam tersebut sama mencair.

Pada percobaan kedua, setelah lem bening ditambahkan dengan larutan boraks dalam
sebuah gelas kimia, tekstur lem tersebut menjadi padat, kenyal, mengental, dan
menggumpal seperti lilin. Lem tersebut menjadi berwarna white (255), dan tidakmenyatu
(heterogen) dengan larutan boraks.

Pada percobaan ketiga, pada tabung A, putih telur yang telah dimasukkan kedalam
tabung tersebut dan ditambahkan CuSO4 menjadi berwarna lightblue (207). Tetapi, setelah
dimasukkan NaOH 6 M kedalamnya, warnanya berubah menjadi indigo (50). Warna
tersebut tidak menyatu dan menggumpal. Pada tabung B, setelah ditambahkan HgCl2
kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur, campurannya menjadi menggumpal,
kental, dan berwarna cornsilk (247). Pada tabung C, setelah ditambahkan timbal asetat dan
NaOH 6 M kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur,terjadi dua lapisan warna pada
campuran tersebut, yaitu maroon (62) dan black (0).Tetapi, pada lapisan warna maroon
(62), terdapat gumpalan. Pada tabung D, setelah ditambahkan HNO3 pekat kedalam tabung
tersebut yang berisi putih telur,campurannya tidak homogen (terpisah). HNO3 ada buih,
berbusa dan larutannya naik ke atas (setelah pemanasan) berwarna yellow (246). Pada
tabung E, setelah ditambahkan NaOH 6 M kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur,
setelah dipanaskan jadi berwarna gold (218) setelah ditempatkan ketas lakmus merah
menjadi biru dengan pH 10.
Pada percobaan keempat, ada pembuatan larutan sabun cawan penguapan yang berisi
NaOH (berwarna bening), minyak kelapa(berwarna kuning), dan etanol (berwarna bening)
menghasilkan campuran yang tidak homogen. Ketika dipanaskan, cawan penguapannya
harus terus diaduk. Hasil dari pemanasan tersebut berupa padatan sabun yang berwarna
white (225). Setelah ditambahkan air dan didinginkan, sabunnya menjadi gumpalan-
gumpalan putih. Setelah dicuci dengan air 3x10 ml, sabunnya tetap menggumpal dan
berwarna putih. Pada penguji larutan sabun, detergen (digantikan sunlight), dan air kran,
pada tabung A, ditambahkan larutan sabun dan CaCl2, terdapat endapan berwarna white
(255). Pada tabung B, ditambahkan sunlight dan CaCl2, terdapat endapan berwarna white
(255). Pada tabung C, ditambahkan air kran dan CaCl2,tidak terjadi perubahan.
Pada percobaan kelima, styrofoam yang kosong (tidak berisi air), ketika dipanaskan
tekstur dari styrofoam tersebut menipis dan dalam waktu 4 detik bolong. Sedangkan
styrofoam yang berisi air menipis dalam waktu 25 detik. Proses penipisan dan
pembolongan styrofoam yang tanpa air, lebih cepat dari pada yang berisi air, karena
panasnya ke air dulu jadi air sebagai perantara panas.

VII. Pembahasan

Dalam praktikum kimia lingkungan yang terdiri dari 5 (lima) percobaan. Pada
percobaan pertama yaitu reaksi antara styrofoam berbentuk persegi dengan ukuran 0,5 cm
dengan alkohol , aseton , etil asetat , dan metal etil keton yang dilakukan dalam tabung
reaksi . pada reaksi styrofoam dengan alkohol dalam tabung reaksi tidak menyebabkan
styrofoam menghilang dan warna pada tabung reaksi terlihat bening tidak terjadi
perubahan. Kemudian pada reaksi styrofoam dengan aseton tidak menyebabkan. Lalu pada
percobaan reaksi styrofoam dengan etil asetat terdapat gelembung pada tabung reaksi
warna menjadi bening atau tak berwarna dan styrofoam tidak menghilang . Sedangkan
pada reaksi styrofoam dengan metal etil keton menyebabkan styrofoam pada tabung reaksi
menghilang dengan cepat dan warna menjadi bening atau tak berwarna. Pada percobaan ini
dikarenakan pengaruh sifat polar dan non polar pada pelarut. Dimulai pada urutan
kepolaraan paling tinggi maka urutannya alkohol , etil asetat , aseton dan metal etil keton.
Alkohol bersifat polar , metal etil keton bersifat non polar sedangkan etil asetat dan aseton
bersifat semi polar.Hal ini berhubungan dengan ada dan hilangnya styrofoam pada reaksi
diatas yang sesuai dengan kaidah like dissolve like yaitu senyawa polar hanya bisa larut
pada pelarut polar sedangkan senyawa nonpolar hanya bisa larut pada pelarut nonpolar.
Dikarenakan styrofoam yang bersifat non polar maka akan cepat larut pada metal etil keton
dan sukar larut pada alkohol. Styrofoam terbuat dari polistirena yang merupakan polimer
sintesis yang tersusun atas monomer stirena merupakan hidrokarbon cair yang dibuat
secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat
termoplastik padat, dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi. Stirena tergolong senyawa
aromatik. Pada percobaan kedua reaksi antara lem bening dengan 5 mL asam boraks 4%
terjadi pengentalan dan kenyal pada lem bening. Hal ini disebabkan karena adanya
senyawa natium tetraborat (Na2B4O7.10H2O) yang merupakan campuran garam mineral
dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Karena pada asam borkas senyawa aktif yang dapat
membentuk ikatan yang sangat kuat yaitu ikatan glikosidik dan ikatan kovalen. Dampak
dari boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan
menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh secara kumulatif. Seringnya
mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan
ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya
urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan
darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian.Pada percobaan ketiga adalah
reaksi putih telur yang tersusun atas protein dan terdiri oleh asam amino. Reaksi yang
pertama adalah 2 mL putih telur dengan CuSO2 terjadi perubahaan warna menjadi warna
lightblue (207) ketika ditambahkan 5 (lima) tetes NaOH 6M sebagian berubah menjadi
warna indigo (50) dan warna memisah dan tidak dapat menyatu dan terdapat endapan.
Reaksi kedua yaitu 2 mL putih telur ditambahkan 10 (sepuluh) tetes merkuri II klorida
HgCl2 terjadi perubahan warna menjadi warna cornsilk (247) dan terdapat endapan. Pada
reaksi ketiga yaitu reaksi 2 mL putih telur ditambahkan 5 (lima) tetes larutan timbal
dengan 1 mL NaOH 6M terjadi peubahan warna menjadi warna cornsilk (247) dan terdapat
endapan namun lama – kelamaan warna berubah menjadi atasnya warna maroon (62) dan
atasnya black (0) dan memadat dengan sendirinya. Sedangkan pada reaksi keempat yaitu 2
mL putih telur ditambahkan 1mL HNO3 Asam nitrat pekat dan kemudian dipanaskan
terjadi gelembung – gelembung, berbuih, berbusa dan larutannya naik ke atas setelah
dipanaskan larutan naik ke atas lalu kembali ke bawah berwarna yellow (246) pada tabung
reaksi dan telur menjadi matang dan terakhir reaksi kelima yaitu reaksi antara 2 mL putih
telur dengan 1 mL NaOH 6M dan diatas tabung ditempatkan kertas lakmus basah
kemudian dipanaskan terjadi pemadatan pada tabung dan perubahan pada kertas lakmus
yang asalnya berwarna merah menjadi warna biru. Pada reaksi diatas terjadi endapan pada
tiap reaksi dikarenakan terjadinya protein yang tersusun atas asam amino yang memiliki
ikatan peptida mengalami proses denaturasi. Faktor – faktor denaturasi adalah panas dapat
mengacaukan ikatan hidrogen dari protein namun tidak akan mengganggu ikatan
kovalennya. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu akan membuat energi kinetik
molekul bertambah. Bertambahnya energi kinetik molekul akan mengacaukan ikatan-
ikatan hidrogen. Dengan naiknya suhu, akan membuat perubahan entalpi sistem naik.
Selain itu bentuk protein yang terdenaturasi dan tidak teratur juga sebagai tanda bahwa
entropi bertambah. Entropi sendiri merupakan derajat ketidakteraturan, semakin tidak
teratur maka entropi akan bertambah. Pemanasan juga dapat mengakibatkan kemampuan
protein untuk mengikat air menurun dan menyebabkan terjadinya koagulasi. Selain oleh
panas, asam dan basa juga dapat membuat protein terdenaturasi. Seperti telah diketahui
bahwa protein dapat membentuk struktur zwitter ion. Protein juga memiliki titik isoelektrik
dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein adalah sama. Pada saat
itulah, protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan membentuk gumpalan dan
larutannya menjadi keruh. Pada saat ini entalpi pelarutannya akan menjadi tinggi, karena
jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan sejumlah protein akan bertambah.
Mekanismenya adalah penambahan asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam
yang terdapat pada protein. Ion positif dan negatif pada garam dapat berganti pasangan
dengan ion positif dan negatif dari asam ataupun basa sehingga jembatan garam pada
protein yang merupakan salah satu jenis interaksi pada protein, menjadi kacau dan protein
dapat dikatakan terdenaturasi.Bentuk protein terdenaturasi yang mengendap ini juga dapat
diakibatkan oleh pengaruh logam-logam berat. Dengan adanya logam-logam berat itu akan
terbentuk kompleks garam protein-logam. Kompleks inilah yang membuat protein akan
sulit untuk larut. Dan sama dengan ketika protein terdenaturasi akibat asam dan basa,
entalpi pelarutannya akan naik. Protein bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan
di atas titik isoelektrik akan diendapkan oleh ion positif atau logam lebih mudah.
Sebaliknya, protein bermuatan positif dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik
membutuhkan ion-ion negatif. Contoh ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein
misalnya Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, dan Pb2+. Dan contoh ion-ion negatif
yang dapat mengendapkan protein misalnya ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan
sulfosalisilat. Namun selain membentuk kompleks garam protein-logam yang sukar larut,
logam berat dapat menarik sulfur pada protein sehingga mengganggu ikatan disulfida
dalam protein dan menyebabkan protein terdenaturasi pula.

Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat disebabkan
oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan ikatan disulfida putus dan
dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom hidrogen. Pada percobaan
keempat setelah pembuatan sabun yang dibuat dari 5 mL NaOH , 5 mL minyak kelapa dan
5 mL etanol yang kemudian dipanaskan dan didapat padatan sabun. Lalu disaring endapan
sabun dicuci menggunakan aqua dest sebanyak 3x10 mL tujuan pencucian agar dapa
memisahkan pelarut etanol yang tadi bereaksi. Pada percobaan kali ini disiapkan 3 (tiga)
buah tabung reaksi yang diberi label A ,B dan C pada tabung A dibuat larutan sabun dari
sabun yang telah dibuat tadi sebanyak 10 mL , tabung B dibuat larutan detergen sebanyak
10 mL dan tabung C diisi air kran kemudian tabung dikocok sampai menghasilkan busa
dan diperoleh tabung A dan B berbusa sedangkan tabung C tidak berbusa. Lalu
ditambahkan 1 mL CaCl2 kedalam tiap tabung dalam hal ini fungsi CaCl2 sebagai
pengujia suatu kesadahan pada air. Kemudian pada tabung A yang berbusa setelah
ditambah CaCl2 endapan berwarna white (255) sedangkan pada tabung B endapan
berwarna white (255) dan pada tabung C tidak terjadi apa – apa. Pada percobaan kelima
yaitu styrofoam yang dibakar menggunakan pembakar spirtus. Styrofoam kosong yang
dibakar lebih cepat dibandingkan dengan styrofoam yang disi dengan air dan dibakar.

VIII. Kesimpulan

Tingkat kepolaran pelarut mempengaruhi pelarutan Styrofoam di lihat dari hasil


Styrofoam lebih cepat larut dari metil etil keton,etil asetat,aseton.Pemisahan ikatan
glikoisda dan ikatan kovalen pada karbohidrat,terjadi pemecahan ikatan reprida yang di
pengaruhi panas,asam,basa dan logam berat.

IX. Daftar Pustaka


Bailey, A. E. (1950). industrial oil and fat product, interscholatic publishing, inc. new york.

Fessenden, R. (1982). Kimia organik . Jakarta: erlangga.

Luis, S. (1994). Soap and detergens a theoretical and pratical review. AOCS press: New York.

Nopianto, E. (2010). Polimer alami.

Safrizal, R. (2007). Polimer.

Sastrohamidjojo, H. (2001). Kimia dasar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Stevens, M. P. (2004). Kimia Polimer. Jakarta: Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai