Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

PENGUKURAN KINERJA

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON


Jl. Pemuda No. 32 Telp. (0231) 206558 Cirebon 45132
Website : http://www.unswagati-crb.ac.id
Email : unswagati@unswagati-crb.ac.id
Tahun Akademik 2013-2014

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

...............................................

Mengetahui,
Dosen Akuntansi Sektor Publik

Tri Neliana, S.E.,M.Si.,Ak

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 1


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan buku laporan Akuntansi Sektor Publik ini dengan baik. Dan kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berada di kampus.

Khususnya kepada Ibu Tri Neliana, S.E.,M.Si.,Ak sebagai dosen mata kuliah
Akuntansi Sektor Publik yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menjelaskan materi berjudul Laporan Keuangan Sektor Publik.

Tidak lupa juga, kami mengucapkan terima kasih kepada ketua jurusan
Akuntansi Ibu Rawi, S.E., M.Si.Akt, serta rekan-rekan yang telah membantu dalam
penulisan laporan ini.

Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama mengikuti


kegiatan belajar mengajar di kampus dengan berbagai masukan dan saran dari
semua pihak yang terkait, serta pengalaman yang semakin berkembang di
lingkungan pendidikan maupun di lingkungan kampus.

Tujuan laporan ini disusun adalah mahasiswa mampu mencari alternatif


pemecahan masalah akuntansi sektor publik lebih luas dan mendalam, melatih
mahasiswa dalam berpikir aktif, aspiratif dan secara kritis.

Kami sebagai penyusun memohon maaf apabila dalam penyusunan buku


laporan ini terdapat kesalahan. Kami juga menyadari bahwa laporan ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami membuka saran dan kritiknya dari
berbagai pihak demi sempurnanya laporan ini. Kami sangat menghargai saran dan
kritik yang dapat membangun dalam penyusunan buku laporan untuk selanjutnya
yang lebih baik.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat berguna di
kemudian hari. Atas perhatian dan masukannya kami ucapkan terima kasih.
Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua dan selalu dalam
lindungan-Nya.

Cirebon, 15 November 2013

PENYUSUN

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 2


DAFTAR ISI
Hal
Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing………………………………………….. 1
Kata Pengantar.............................................................................................................. 2
Daftar isi........................................................................................................................ 3

A. Pengukuran Tentang Pengukuran Kinerja……….……………………….. 4


B. Value for Money………………………………….……………………... 6
a. Ekonomi………………………………….………………………....... 6
b. Efisiensi………………………………………….…………………… 7
c. Efektivitas……………………………..……………………………… 8
C. Pelaporan Kinerja……………………………………….………………….. 10
D. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah…….………………….. 12

Daftar Pustaka……...………………………………………………….……………… 19

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 3


A. PENGERTIAN TENTANG PENGUKURAN KINERJA

Keberhasilan sebuah organisasi sektor publik tidak dapat diukur semata-mata dari
perspektif keuangan. Surplus atau defisit dalam laporan keuangan tidak dapat menjadi
tolak ukur keberhailan. Karena sifat dasarnya yang tidak mencari profit, keberhasilan
sebuah organisasi sektor publik juga harus diukur dari kinerjanya. Hal ini juga konsisten
dengan pendekatan anggaran kinerja yang digunakan. Sebuah anggaran yang dibuat tidak
hanya berisi angka, tetapi juga berisi target kinerja kualitatif. Karena itu, aspek
pertanggungjawabannya tentu tidak cukup hanya berupa laporan keuangan, tetapi juga
harus dilengkapi dengan laporan kinerja.

Dalam proses penganggaran dan evaluasinya, organisasi sektor publik, khususnya


pemerintah, selalu berfokus pada pengukuran input (mens measure) bukan pengukuran
outcome (ands measure). Pengukuran demikian hanya berfokus pada penjelasan
aktivitas-aktivitas organisasi, tetapi tidak menjelaskan dampak program-program
pembangunan terhadap masyarakat.

Pemerintah perlu mengukur input, misalnya banyaknya anggaran yang


dibelanjakan dan apa yang telah dilakukan. Namun demikian, apabila pengukuran
kinerja hanya berfokus pada input dan output (anggaran dan realiasi)-bukan outcome,
manfaat, dan dampak terhadap masyarakat maka organisasi sektor publik tidak akan
mampu melihat keberadaannya sendiri bahwa ia ada untuk melayani masyarakat.

Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja,


yaitu unuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan.
Pengukuran kinerja di organisasi sektor publik bukanlah hal mudah. Salah satunya
disebabkan tidak adanya sebuah teknik atau cara yang baku untuk melakukannya.
Diskusi dan wacana tentang hal ini berkembang setidaknya dalam tiga hal. Pertama, apa
yang diukur. Kedua, bagaimana mengukurnya. Ketiga, bagaimana melaporkannya.

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses sistematis untuk menilai apakah


program atau kegiatan yang telah direncanakan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana
tersebut, dan yang lebih penting adalah apakah telah mencapai keberhasilan yang telah
ditargetkan pada saat perencanaan. Pengukuran kinerja dimulai dengan proses penetapan
indikator kinerja yang memberikan informasi sedemikian rupa sehingga memungkinkan
unit kerja sektor publik untuk memonitor kinerjanya dalam menghasilan output dan
outcome terhadap masyarakat. Pengukuran kinerja bermanfaat untuk membantu para
pengambil keputusan dalam memonitor dan memperbaiki kinerja dan berfokus pada
tujuan organisasi dalam rangka memenuhi tuntutan akuntabilitas publik.

Pengukuran kinerja adalah instrumen yang digunakan untuk menilai hasil akhir
pelaksanaan kegiatan terhadap target dan tujuan kegiatan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pengukuran kinerja terdiri dari aktivitas pendokumentasian proses
pelaksanaan yang terdiri atas proses dan aktivitas yang dilakukan untuk mengubah input
(sumber daya yang digunakan selama kegiatan) menjadi output (barang atau jasa yang
dihasilkan dari sebuah kegiatan). Pengukuran kinerja dilanjutkan dengan penilaian
keluaran yang dilakukan dengan membandingkan perubahan ekonomi atau perubahan
sosial dari pelaksanaan sebuah kegiatan atau kebijakan terhadap tujuan/kebijakan yang
telah ditetapkan. Selanjutnya, diakhiri dengan penyusunan laporan pertanggungjawaban
kinerja dalam rangka memenuhi akuntabilitas publik. Hasil kerja organisasi sektor publik
harus dilaporkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban kinerja. Pembuatan laporan
tersebut merupakan manifestasi dilakukannya akuntabilitas kinerja.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 4


Secara umum, pengukuran kinerja menunjukan hasil dari implementasi sebuah
kegiatan atau kebijakan, tetapi pengukuran kinerja tidak menganalisis alasan hal ini
dapat terjadi atau mengidentifikasi perubahan yang perlu dikakukan terhadap tujuan dari
kegiatan atau kebijakan.

Berikut tujuan penilain kinerja di sektor publik (Mahmudi, 2007).


1. Mengakui tingkat ketercapaian tujuan organiasi
Pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik digunakan untuk mengetahui
ketercapaian tujuan organisasi. Penilaian kinerja berfungsi sebagai tonggak
(milestone) yang menunjukan tingkat ketercapaian tujuan dan juga menunjukkan
apakah organisasi berjalan sesuai arah menyimpang dari tujuan yang ditetapkan.
Jika terjadi penyimpangan dari arah yang semestinya, pimpinan dapat melakukan
tindakan koreksi dan perbaikan dengan cepat.
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
Pengukuran kinerja merupakan pendekatan sistematik dan terintegrasi untuk
memperbaiki kinerja organisasi dalam rangka mencapai tujuan strategik
organisasi serta mewujudkan visi dan misinya. Sistem pengukuran kinerja
bertujuan memperbaiki hasil dari usaha yang dilakukan oleh pegawai dengan
mengaitkannya terhadap tujuan organisasi.
3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya
Pengukuran kinerja dilakukan sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan
kinerja di masa mendatang. Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam jangka
panjang bertujuan membentuk budaya berprestasi (achievement culture) di dalam
organisasi. Budaya kinerja atau budaya berprestasi dapat diciptakan apabila
sistem pengukuran kinerja mampu menciptakan atmosfir organisasi sehingga
setiap orang dalam organisasi dituntut untuk berprestasi. Untuk menciptakan
atmosfer itu, diperlukan perbaikan kinerja secara terus-menerus. Saat ini, kinerja
harus lebih baik dari kinerja sebelumnya, dan kinerja mendatang harus lebih baik
daripada sekarang.
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
pemberian penghargaan (reward) dan hukuman (punishment)
Pengukuran kinerja bertujuan memberikan dasar sistematik bagi manajer untuk
memberikan reward (misalnya: kenaikan gaji, tunjangan, dan promosi) atau
punishment (misalnya: pemutusan kinerja, penundaan promosi, dan teguran).
Sistem manajemen kinerja modern diperlukan untuk mendukung sistem
gaji berdasarkan kinerja(performance based pay) atau disebut juga pembayaran
yang berorientasi hasil (result oriented pay). Untuk mengimplementasikan sistem
penggajian berbasis kinerja/hasil, organisasi sektor publik harus memiliki sistem
manajemen kinerja yang modern, efektif, dan valid. Organisasi yang berkinerja
tinggi berusaha menciptakan sistem reward, insentif, dan gaji yang memiliki
hubunga yang jelas dengan knowledge, skill, dan kontribusi individu terhadap
kinerja organisasi.
5. Memotivasi pegawai
Pengukuran kinerja bertujuan meningkatkan motivasi pegawai. Dengan
pengukuran kinerja yang dihubungkan dengan manajemen kompensasi, pegawai
yang berkinerja tinggi akan memperoleh reward, reward tersebut memberikan
motivasi pegawai untuk berkinerja lebih tinggi dengan harapan kinerja yang
tinggi akan memperoleh kompensasi yang tinggi.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 5


Hal itu hanya akan berjalan dengan baik apabila organisasi menggunakan
manajemen kompensasi berbasis kinerja.
Pengukuran kinerja juga mendorong manajer untuk memahami proses
memotivasi, cara individu membuat pilihan tindakan berdasarkan pada
preferensi, reward, dan prestasi kerjanya.
6. Menciptakan akuntabilitas publik
Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat untuk mendorong terciptanya
akuntabilitas publik. Pengukuran kinerja menunjukan seberapa besar kinerja
manajerial dicapai, seberapa bagus kinerja finansial organisasi, dan kinerja
lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja tersebut harus diukur
dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja. Pelaporan informasi kinerja tesebut
sangat penting, baik bagi pihak internal maupun eksternal. Bagi pihak internal,
manajer membutuhkan laporan kinerja dari stafnya untuk meningkatkan
akuntabiltas manajerial dan akuntabilitas kinerja. Bagi pihak eksternal, informasi
kinerja tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi, menilai tingkat
transparansi dan akuntabilitas publik.

B. VALUE FOR MONEY

Apa yang diukur dalam proses pengukuran kinerja? Salah satu pendekatan untuk
menjawab pertanyaan itu adalah sebuah konsep yang dikenal dengan value for money,
yaitu indikator yang memberikan informasi kepada kita apakah anggaran (dana) yang
dibelanjakan menghasilkan suatu nilai tertentu bagi masyarakatnya. Dalam konsep ini,
indikator yang dimaksud adalah ekonomi, efisien, dan efektif.

Ekonomi
Konsep ekonomi sangat terkait dengan konsep biaya untuk memperoleh unit input.
Ekonomi berarti sumber daya input hendaknya diperoleh dengan harga lebih rendah
(spending lessi), yaitu harga yang mendekati harga pasar.

Untuk memahami aspek ekonomi dengan lebih baik, diperlukan pemahaman


tentang input itu sendiri. Input adalah semua jenis sumber daya masukan yang digunakan
dalam suatu proses tertentu untuk menghasilkan output. Input tersebut dapat berupa
tenaga kerja (tenaga, keahlian, dan keterampilan), serta aset-aset seperti gedung,
peralatan, dan sebagainya. Input dibagi menjadi 2, yaitu input primer dan input sekunder.
Input primer adalah kas, sedangkan input sekunder adalah bahan baku, orang,
inprastruktur, dan masukan lainya yang digunakan proses menghasilkan output. Kalau
sebuah organisasi hanya memiliki output primer, maka input primer tersebut harus
diubah menjadi input sekunder. Sebagai contoh, untuk bisa melakukan proses belajar
mengajar, suatu universitas membutuhkan input berupa dosen, infrastruktur seperti ruang
kuliah, papan tulis, mesin pendingin ruangan, bangku, dan sebagainya, bukan uang kas
secara langsung. Kas tersebut diperlukan untuk membeli sumber daya input sekunder
untuk diolah menjadi output tertentu.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 6


Indikator ekonomi merupakan indikator penggunaan input. Dalam konteks dua
jenis input tersebut, keekonomian dapat dianalisis dengan membandingkan input
sekunder pada input jumlah input primer yang dibutuhkan. Misalnya, untuk
melaksanakan sebuah kegiatan penyuluhan, dibutuhkan input 3 ruang kelas (input
sekunder). Untuk dapat menyewanya, dibutuhkan dana Rp30 juta (input primer).
Perbandingan input sekunder pada kualitas tertentu dengan input primer yang
dikeluarkan akan menghasilkan kesimpulan keekonomiannya.

Bagaimana dengan konsep ekonomi untuk memperoleh staf atau tenaga kerja?
Konsep ekonomi dalam membeli staf atau tenaga kerja berarti organisasi hendaknya
memperoleh staf yang memiliki kompetensi, keahlian, keterampilan, dan motivasi yang
tinggi sesuai dengan yang diharapkan organisasi dengan tingkat biaya atau harga yang
paling murah. Konsep ekonomi untuk memperoleh staf menimbulkan banyak
argumentasi yang berbeda. Tenaga kerja yang murah merupakan alat untuk memperoleh,
mempertahankan, dan mengamankan staf dengan biaya lebih rendah yang mungkin bisa
dilakukan, dan tidak sebatas permasalahan gaji.

Efisiensi
Efisiensi adalah hubungan antara barang dan jasa (output) yang dihasilkan sebuah
kegiatan/aktivitas dengan sumber daya (input) yang digunakan. Suatu organisasi,
program, atau kegiatan dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan output tertentu
dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input tertentu mampu menghasilkan
output sebesar-besarnya (spending well). Efisiensi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Output
Efisiensi =
Input

Organisasi sektor publik dinilai semakin efisien apabila rasio efisiensi cenderung
di atas satu. Semakin besar rasio, maka semakin tinggi tingkat efisiensinya. Efisiensi
harus dibandingkan dengan angka acuan tertentu, seperti efisiensi periode sebelumnya
atau efesiensi di organisasi sektor publik lainnya. Secara absolut, rasio ini tidak
menunjukan posisi keuangan dan kinerja organisasi sektor publik. Sebagai contoh, ada
berbagai program di dua unit kerja yang dapat dibandingkan dengan tingkat efisiensinya.
Apabila hasil rasionya lebih besar di bandingkan dengan hasil rasio program yang sama
di unit kerja lain, maka program tersebut dapat dikatakan lebih efisien. Oleh karena itu,
efisiensi dapat ditingkatkan dengan empat cara, yaitu:
1. Menaikan output untuk input yang sama.
2. Menaikan output lebih besar dari pada proporsi peningkatan output.
3. Menurunkan input untuk output yang sama.
4. Menurunkan input lebih besar dari pada proporsi penurunan output.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 7


Efektivitas
Efektivitas menunjukan kesuksesan atau kegagalan dalam mencapai tujuan
sebuah kegiatan/kebijakan di mana ukuran efektivitas merupakan refleksi output.
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi
output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau
kegiatan. Jika ekonomi berfokus pada input dan efisiensi pada output atau proses, maka
efektivits berfokus pada outcome (hasil). Suatu organisasi, program, atau kegiatan dinilai
efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan yang diharapkan atau
dikatakan spending wisely.
Karena output yang dihasilkan organisasi sektor publik lebih banyak bersifat
output tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah dikuantifikasi, pengukuran
evektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas
tersebut karena pencapaian hasil (outcome) sering tidak bisa diketahui dalam jangka
pendek, tetapi dalam jangka panjang setelah program berakhir. Jadi ukuran efektivitas
biasanya dinyatakan cara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja (judgment). Outcome
juga sering kali dipengaruhi oleh hal-hal d luar kendali pemerintah, misalnya target
jumlah panen padi di musim tertentu. Meskipun berbagai output yang mendukung hal
tersebut telah dihasilkan, faktor cuaca terkadang lebih menentukan.

Bedasarkan uraian ketiga, indikator kinerja organisasi sektor publik dapat


disimpulkan sebagai berikut:
1. Efesiensi terkait dengan input dan output.
2. Efektivitas terkait dengan output dan.
3. Ekonomi terkait dengan input.

Indikator ekonomi sering kali digunakan sebagai indikator satu-satunya walaupun


pelaksana dalam organisasi sektor publik sering tidak puas. Misalnya kepala dinas
pendidikan mengalokasikan bantuan pendidikan berdasarkan jumlah meja di sekolah.
Jumlah meja bukan ukuran terbaik karena berbagai fasilitas tambahan dan utama masih
diperlukan selain meja. Dampak dari kebijakan akibat minimalisasi biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah ke sekolah tersebut adalah tidak tercapainya tujuan
pendidikan sekolah.

Terkait dengan penilaian kinerja organisasi sektor publik, ketiga indikator kinerja
tersebut dapat digunakan secara bersama. Misalnya kegiatan pengadaan kendaraan dinas
atau operasional di satuan kerja A, satuan kerja B, dan satuan kerja C. Pengadaan
kendaraan terdiri atas dua unit mobil di satuan kerja A, tiga unit mobil di satuan kerja B,
dan satu unit mobil di satuan kerja C. Output diukur dari jumlah kendaraan yang dibeli
(asumsi: spesifikasi dan merek mobil sama), sedangkan input diukur dari besarnya biaya
pembelian mobil tersebut. Berikut ini laporan bagian pembukuan.
1. Satuan kerja A, pengadaan dua unit mobil:
Output – 2 unit mobil
Input Rp200.000.000 (biaya yang dikeluarkan untuk membeli ke 2 mobil)
2. Satuan kerja B, pengadaan tiga unit mobil:
Output – 3 unit mobil
Input Rp270.000.000
3. Satuan kerja C, pengadaan satu unit mobil:
Output – 1 unit mobil
Input Rp120.000.000
PENGUKURAN KINERJA Hlm. 8
Satuan kerja apakah yang paling efisien? Berdasarkan kondisi di atas, rasio
efesiensi pengadaan kendaraan disatuan kerja A adalah 2/200 juta, satuan kerja B adalah
3/270 juta, dan satuan kerja C adalah 1/120 juta. Berdasarkan rasio efesiensi, pengadaan
kendaraan dinas/operasional disatuan kerja B merupakan kegiatan yang paling efisien.
Rasio efisiensi disatuan kerja B bernilai paling besar jika dibandingkan dengan satuan
kerja lainnya (3/270 juta>2/200 juta>1/120 juta).

Pengukuran output atas kegiatan pengadaan mobil di satuan kerja tersebut


seharusnya “tersedianya kendaraan untuk mendukung kegiatan operasional di setiap
satuan kerja.” Walaupun setiap satuan kerja telah memiiki mobil dinas tersebut, kegiatan
pengadaan tersebut dinilai efektif jika mobil tersebut dapat digunakan dalam kegiatan
operasional sehari-hari untuk menunjang aktivitas operasional satuan kerja ketika
dibutuhkan.

Dari segi ekonomis, hal yang perlu diperhatikan apakah pengadaan kendaraan
dinas atau operasional tersebut telah sesuai atau justru melebihi nilai anggaran yang telah
ditetapkan. Penggunaan tiga ukuran penilaian kinerja, yaitu ekonomi, efisiensi, dan
efektifitas seharusnya dapat menyeimbangkan belanja dan program yang dikembangkan.

Value for money merupakan sebuah rangkaian indikator yang unsur-unsurnya


merupakan satu kesatuan dari input, output, dan outcome. Kegagalan organisasi sektor
pubik untuk mendapatkan input pada harga yang semestinya menyebabkan tidak
terpenuhinya indikator ekonomi. Selanjutnya, input yang terlalu mahal akan
mengakibatkan inefisiensi yang pada akhirnya akan mengarah pada tidak efektifnya
pencapaian program cara keseluruhan.

Figur 8.1

Value For Money


(3E)

Input primer INPUT OUTPUT OUTCOME


(Rp) (Masukan) (Keluaran) (Hasil)

EKONOMI EFISIENSI EFEKTIVITAS


(SPENDING (SPENDING (SPENDING WISELY)
LESS) WELL)

Untuk mendapatkan perspektif yang benar tentang value for money, diperlukan
pengukuran yang tepat dengan cara terbaik. Permasalahan terutama muncul ketika kita
mencoba melakukan pengukuran terhadap output dan outcome.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 9


Khusus untuk pengukuran outcome, dibutuhkan beberapa stategi khusus berikut
mengingat beberapa karakteristik khas sebuat outcome.
1. Outcome tercapai dalam jangka menengah, tidak secara langsung setelah sebuah
kegiatan dilaksanakan.
2. Outcome sering kali tercapai dengan adanya faktor di luar kendali organisasi
sektor pubik.
3. Beberapa outcome bersifat kualitatif.

C. PELAPORAN KINERJA

Informasi tentang kinerja menjadi informasi penting yang dibutuhkan di setiap


fase perjalanan organisasi sektor pubik dalam mencapai visi dan misinya. Dalam aspek
perencanaan, informasi tentang kinerja memberikan gambaran penting dan fundamental
tentang kondisi saat ini yang menjadi basis perencanaan. Sebuah program pemberantasan
buta huruf misalnya, membutuhkan data pencapaian tingkat buta huruf yang ada. Tanpa
informasi itu pemerintah akan mengalami kehancuran dalam menetapkan target
keberhasilan dan menghitung jumlah sumber daya yang dibutuhkan.

Informasi tentang kinerja juga dibutuhkan pada saat pelaksanaan kegiatan.


Seperti layaknya indikator dan rambu pada saat berkendara, informasi kinerja berguna
bagi organisasi untuk mengetahui posisi dan keberadaanya sehingga dapat mengatur
strategi dan terobosan yang diperlukan.

Informasi tentang kinerja dalam bentuk laporan pertanggungjawaban menjadi


informasi yang paling krusial untuk kepentingan evaluasi. Tanpa laporan kinerja dalam
proses pertanggungjawaban, siklus penganggaran berbasis kinerja menjadi tidak lengkap.
Anggaran kinerja merencanakan uang dan kinerja. Karena itu, penggunaan uang dan
pencapaian kinerja yang bersangkutan harus dipertanggungjawabkan pada akhir periode
penganggaran. Proses audit pun seharusnya menjadi satu kesatuan antara audit laporan
keuangan dan audit kinerja.

Penjelasan diatas menunjukkan keberadaan informasi kinerja yang dibutuhkan


pada berbagai fase pengelolaan organisasi sektor pubik seperti ditunjukkan pada bagian
berikut.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 10


Terdapat dua mekanisme pelaporan kinerja: pertama, pelaporan secara ad hoc,
dan kedua, pelaporan reguler. Pelaporan kinerja secara ad hoc dilakukan atas area
tertentu secara mendalam pada waktu yang tidak ditentukan sebelumnya sesuai
kebutuhan. Pelaporan regular dijadwalkan secara rutin, misalnya tahunan. Kedua
mekanisme ini saling melengkapi. Pelaporan ad hoc biasanya dilakukan sebagai respons
adanya kebutuhan yang muncul dari pelaksanaan pelaporan regular.

Kemudian, pertanyaan berikutnya muncul terkait dengan desain dan bentuk


laporan kinerja itu sendiri. Sebagai sebuah media yang menyampaikan informasi tentang
kinerja, informasi dalam laporan kinerja setidaknya memuat informasi berikut:
1. informasi tentang realisasi input,
2. analisis ekonomi,
3. informasi tentang realisasi ouput,
4. analisis efisiensi,
5. informasi tentang capaian outcome,
6. analisis efektivitas.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 11


Informasi tentang realisasi input disajikan berdasarkan data realisasi anggaran
berdasarkan catatan akuntansi atau sumber keuangan lainnya. Informasi ini diikuti
dengan analisis keekonomian yang akan menghasilkan kesimpulan keekonomian sebuah
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan.

Informasi tentang realisasi output disajikan berdasarkan laporan pelaksanaan


kegiatan, baik data tentang penyelenggaraan kegiatan maupun data kuantitatifnya.
Informasi ini diikuti oleh analisis efisiensi dengan menghubungkan dengan informasi
input yang sebelumnya telah diolah untuk menghasilkan sebuah kesimpulan apakah
sebuah kegiatan atau aktivitas tersebut telah dilaksanakan secara efisien.

Dengan demikian, informasi tentang input, analisis ekonomi, informasi output,


dan analisis efisiensi membahas kinerja pada level kegiatan. Berbeda ketika kita
membicarakan tentang outcome dan analisis efektivitas. Pada bagian sebelumnya, kita
memahami bahwa outcome merupakan sebuah kondisi capaian atas berfungsinya
o u t p u t - o u t p u t dari satu atau beberapa kegiatan. Dengan demikian, informasi tentang
outcome dan analisis efektivitas mengacu pada kumpulan beberapa kegiatan.

Untuk melakukan analisis efektivitas, data outcome diolah dan disaiikan pada
beberapa cara tertentu. Salah satunya adalah melakukan perbandingan. Data aktual dapat
dibandingkan dengan data tahun sebelumnya, target yang ditetapkan, atau dengan
organisasi lain.

Analisis efektivitas juga sangat bergantung pada kemampuan organisasi


mengumpulkan data dan informasi tentang outcome. Berikut beberapa metode yang
dikenal dalam proses pengumpulan data tentang outcome.
1. Mengambil data dari organisasi sendiri. Pada kasus pemerintah, dapat digunakan
data dari BPS atau dari satuan kerja lain yang terkait. Ini merupakan cara paling
mudah dan murah.
2. Menggunakan jasa observer yang terlatih. Pada beberapa kasus tertentu, cara ini
menghasilkan data outcome yang akurat meskipun menuntut pembiayaan yang lebih
mahal.
3. Melakukan survei kepada pengguna jasa (pelanggan/masyarakat). Selain
mengumpulkan data, metode ini juga merupakan alat komunikasi organisasi sektor
publik kepada para pemangku kepentingan.

D. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

Untuk mendorong proses pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja secara lebih
sistematis, pemerintah Indonesia mempunyai sebuah pedoman penyusunan laporan
kinerja yang disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

Setiap instansi pemerintah wajib menyiapkan, menyusun, dan menyampaikan


laporan kinerja secara tertulis, periodik, dan melembaga. Pelaporan kinerja ini
dimaksudkan untuk mengomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah dalam suatu
tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran instansi
pemerintah. Instansi pemerintah yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan
serta menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya.
Kemudian, pelaporan kinerja oleh instansi pemerintah ini dituangkan dalam dokumen
LAKIP. LAKIP dapat dikategorikan sebagai laporan rutin karena paling tidak disusun
dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali.
PENGUKURAN KINERJA Hlm. 12
Penanggung jawab penyusunan LAKIP adalah pejabat yang secara fungsional
bertanggung jawab melakukan dukungan administratif di instansi masing-masing.
Sebagaimana tersebut dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999, pimpinan instansi dapat
menentukan tim kerja yang bertugas membantu penanggung jawab LAKIP di instansinya
masing-masing dengan mengacu pada pedoman ini. Apabila dipandang perlu, tim kerja
dan penanggung jawab LAKIP dimaksud dapat berkonsultasi dengan Lembaga
Administrasi Negara (LAN) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP). Konsultasi dimaksud memberitahukan terlebih dahulu secara lisan maupun
tertulis.

Penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip-prinsip pelaporan pada umumnya,


yaitu laporan harus disusun secara jujur, objektif, akurat dan transparan. Di samping itu,
perlu pula diperhatikan hal-hal berikut.
1. Prinsip lingkup pertanggungjawaban. Hal-hal yang dilaporkan harus proporsional
dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab masing-masing serta memuat
kegagalan dan keberhasilan.
2. Prinsip prioritas. Hal-hal yang dilaporkan adalah hal-hal penting dan relevan bagi
pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk
upaya- upaya tindak lanjutnya.
3. Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar daripada biaya
penyusunannya, dan laporan harus bermanfaat bagi peningkatan pencapaian kinerja.

Dalam hubungan itu, beberapa ciri laporan yang baik perlu diperhatikan, seperti
relevan, tepat waktu, dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat)
dalam bentuk yang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antarbagian), berdaya
banding tinggi (reliable), berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan mengikuti
standar laporan yang ditetapkan.

Agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan keunikan setiap
instansi pemerintah. Format LAKIP ini dimaksudkan untuk mengurangi perbedaan isi
dan cara penyajian yang dimuat dalam LAKIP sehingga memudahkan pembandingan
ataupun evaluasi akuntabilitas yang harus dilakukan.

LAKIP menyajikan uraian tentang kinerja instansi pemerintah dalam arti


keberhasilan dan kegagalan pencapaian sasaran serta tujuan instansi pemerintah. Di
samping itu, aspek keuangan yang secara langsung mengaitkan hubungan antara
anggaran negara yang dibelanjakan dengan hasil atau manfaat yang diperoleh perlu
dimasukkan dalam LAKIP. Format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
minimal terdiri atas hal-hal berikut.

IKHTISAR EKSEKUTIF
Bagian ini menyajikan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis
serta sejauh apa instansi pemerintah mencapai tujuan dan sasaran utama tersebut, serta
kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya. Bagian ini menyebutkan pula
langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut dan langkah
antisipatif untuk menanggulangi kendala yang mungkin akan terjadi pada tahun
mendatang;

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 13


I. PENDAHULUAN
Bagian ini menjelaskan hal-hal umum tentang instansi dan uraian singkat mandat yang
dibebankan kepada instansi (gambaran umum tupoksi).

II. RENCANA STRATEGIS


Bab ini menyajikan gambaran singkat mengenai rencana strategis dan rencana kinerja.
Bagian awal pada bab ini menyajikan gambaran singkat tentang sasaran yang ingin
diraih instansi pada tahun yang bersangkutan serta bagaimana kaitannya dengan
capaian visi dan misi instansi.

III. AKUNTABILITAS KINERJA


Bagian ini menyajikan uraian hasil pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis
akuntabilitas kinerja, termasuk di dalamnya menguraikan keberhasilan dan kegagalan,
hambatan kendala, permasalahan yang dihadapi, serta langkah-langkah antisipatif yang
akan diambil secara sistematis.

Selain itu, akuntabilitas keuangan juga dilaporkan dengan menyajikan alokasi dan
realisasi anggaran bagi pelaksanaan tupoksi atau tugas-tugas lainnya, termasuk analisis
tentang capaian indikator kinerja efisiensi.

IV. PENUTUP
Penutup mengemukakan tinjauan secara umum tentang keberhasilan dan kegagalan,
permasalahan dan kendala utama yang berkaitan dengan kinerja instansi yang
bersangkutan, serta strategi pemecahan masalah yang akan dilaksanakan di tahun
mendatang.

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Setiap bentuk penjelasan lebih lanjut, perhitungan-perhitungan gambar, dan aspek
pendukung, seperti SDM, sarana prasarana, metode, serta aspek lain dan data yang
relevan hendaknya tidak diuraikan dalam badan teks laporan, tetapi dimuat dalam
lampiran. Keputusan-keputusan atau peraturan-peraturan dan perundang-undangan
tertentu yang merupakan kebijakan yang ditetapkan dalam rangka pencapaian visi, misi,
tujuan, dan sasaran perlu dilampirkan. Jika jumlah lampiran cukup banyak, hendaknya
dibuat daftar lampiran, daftar gambar, dan daftar tabel secukupnya.

Penyusunan LAKIP harus dilandasi dengan pengertian dan kesadaran bahwa


laporan akan dapat bermanfaat bagi terwujudnya kepemerintahan yang baik,
pemerintahan yang bersih, dan produktivitas di lingkungan instansi pemerintah.
Mengingat LAKIP merupakan media pertanggungjawaban dan menjadi bahan evaluasi
untuk menilai kinerja instansi pemerintah, LAKIP harus dibuat secara tertulis dan
disampaikan secara periodik. LAKIP tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 14


LAKIP disampaikan melalui mekanisme pelaporan yang melibatkan pihak yang
berwenang membuat dan menerima LAKIP, serta pengguna LAKIP. Instansi yang harus
dan berwenang membuat LAKIP adalah Kementerian, Departemen, Lembaga Pemerintah
Non-Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Markas Besar TNI (meliputi:
Markas Besar TNI Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut), Kepolisian
Republik Indonesia, Kantor Perwakilan Pemerintah RI di Luar Negeri, Kejaksaan Agung,
Perangkat Pemerintahan Provinsi, Perangkat Pemerintahan Kabupaten/Kota, dan
lembaga/badan lainnya yang dibiayai dari anggaran negara.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 15


PENGUKURAN KINERJA Hlm. 16
PENGUKURAN KINERJA Hlm. 17
Berikut ini mekanisme LAKIP.
1. Setiap pemimpin departemen/LPND, pemerintah daerah, satuan kerja, atau unit
kerja di dalamnya wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang
dan berkala untuk disampaikan kepada atasannya.
2. LAKIP tahunan dari setiap departemen/LPND, setiap menteri/pemimpin LPND
menyampaikan kepada presiden dan wakil presiden dengan tembusan kepada
menteri yang bertanggung jawab di bidang Pemberdayagunaan Aparatur Negara
(PAN) serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
3. LAKIP tahunan dari setiap pemerintah provinsi disampaikan kepada presiden/wakil
presiden dengan tembusan kepada menteri dalam negeri, menteri yang bertanggung
jawab di bidang PAN, dan kepala BPKP.
3. LAKIP tahunan pemerintah kabupaten/kota disampaikan kepada presiden/wakil
presiden dengan tembusan kepada menteri dalam negeri, gubernur/kepala
pemerintah daerah provinsi, dan kepala perwakilan BPKP.
4. Kepala BPKP melakukan evaluasi terhadap LAKIP dan melaporkan hasilnya
kepada presiden melalui menteri yang bertanggung jawab di bidang PAN dan
salinannya kepada kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN).
5. Kepala LAN melakukan kajian dan penilaian terhadap perkembangan pelaksanaan
sistem akuntabilitas dan kinerjanya, serta melaporkannya kepada presiden melalui
menteri yang bertanggung jawab di bidang PAN.

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 18


DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2003. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Baswir, Revrison. 1999. Akuntansi Pemerintah di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Belkaoui, Ahmed. 1985. Accounting Theory. Edisi Kedua. Harcourt Brace Jovanovich
Publishing Co.

Coombs, H.M. dan D.E. Jenkins. 2002. Public Sector Financial Management. Edisi
Ketiga. Thomson Learning.

Ghozali, Achmad dan Anies Basalamah. 2002. Keuangan Negara. Badan Diklat STAN.

Ikatan Akuntan Indonesi. 2004. Standar Akuntansi Indonesia. Jakarta: IAI.

International Federation of Accountants. 2007. International Public Sector Accounting


Standard (IPSAS).

Jones, Rowan dan Maurice Pendlebury. 2000. Public Sector Accounting. Edisi Kelima.
Prentice Hall.

Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. 1999. Yogyakarta: BPFE: UGM.

Nordiawan, Deddi, Iswahyudi Sondi Putra, dan Maulidah Rahmawati. 2007. Akuntansi
Pemerintah. Jakarta: Salemba Empat.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Keuangan Informasi daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

www.fasb.org

www.gasb.org

PENGUKURAN KINERJA Hlm. 19

Anda mungkin juga menyukai