Anda di halaman 1dari 9

Persamaan Differensial Parsial

5.1 Pendahuluan
Persamaan differensial parsial adalah persamaan yang melibatkan satu atau
lebih turunan parsial suatu fungsi multivariabel. Solusi dari suatu persa-
maan differensial parsial adalah bentuk fungsi yang memenuhi persamaan
differensial parsial tersebut. Yang disebut orde dari suatu persamaan diffe-
rensial parsial adalah turunan paling tinggi yang muncul dalam persamaan
∂u ∂ 2 u
differensial parsial tersebut. Sebagai contoh, persamaan − 2 = 0 ada-
∂t ∂x
lah persamaan differensial parsial orde 2 yang salah satu bentuk solusinya
∂ 2u ∂ 2u
adalah u = e−t sin x. Contoh lain misalnya adalah + = 0 yang me-
∂x2 ∂y 2
rupakan persamaan differensial parsial orde 2 dengan salah satu solusi yang
berbentuk u = x2 − y 2 . Banyak persoalan dalam bidang fisika diformulasikan
dalam bentuk persamaan differensial parsial.
Bentuk umum persamaan differensial parsial orde 2 dengan dua variabel
bebas (x dan y) adalah

∂ 2 φ(x, y) ∂ 2 φ(x, y) ∂φ(x, y) ∂φ(x, y)


A(x, y) + B(x, y) + C(x, y) + D(x, y)
∂x2 ∂y 2 ∂x ∂y
2 2
∂ φ(x, y) ∂ φ(x, y)
+ E(x, y) + F (x, y) + G(x, y)φ(x, y) = H(x, y)
∂x∂y ∂y∂x
(5.1)

Pada BAB ini difokuskan pada cara untuk menyelesaikan persamaan di-
fferensial parsial yang sering dijumpai dalam persoalan fisis, yaitu persamaan
Laplace, persamaan difusi, persamaan gelombang. Bentuk-bentuk persama-
an differensial parsial yang sering muncul dalam persoalan fisika (dengan
contoh perumusan dalam sistem koordinat kartesian), misalnya
∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u
∇2 u = + + =0 (pers. Laplace)
∂x2 ∂y 2 ∂z 2
∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u
∇2 u = + 2 + 2 = f (x, y, z) (pers. Poisson)
∂x2 ∂y ∂z
(5.2)
∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u ∂u
∇2 u = + 2 + 2 = α2 (pers. difusi)
∂x2 ∂y ∂z ∂t
∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u
∇2 u = + 2 + 2 = β2 2 (pers. gelombang)
∂x2 ∂y ∂z ∂t
Salah satu cara sederhana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
persamaan differensial parsial adalah menggunakan integrasi langsung. Ca-
ra ini serupa dengan cara penyelesaian persamaan differensial biasa dengan
menggunakan metode integrasi. Contoh metode ini misalnya diuraikan ber-
ikut ini.

Contoh
∂ 2 u(x, y)
Carilah solusi persamaan differensial parsial = x2 y dengan syarat
∂x∂y
batas yang dinyatakan dengan u(x, y = 0) = x2 dan u(x = 1, y) = cos y.

Persamaan differensial parsial tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk


� �
∂ ∂u
= x2 y
∂x ∂y
Selanjutnya dengan mengintegralkan terhadap x, maka akan dapat dinyatak-
an �
∂u 1
= x2 y dx = x3 y + f (y)
∂y 3
f (y) muncul sebagai konstanta integrasi terhadap x. Kemudian bila fungsi
tersebut di atas diintegralkan kembali terhadap y maka akan diperoleh

1 3 2 1
u(x, y) = x y + f (y) dy + g(x) = x3 y 2 + F (y) + g(x)
6 6

dengan F (y) = f (y) dy dan g(x) muncul sebagai konstanta integrasi.
Kemudian dengan menggunakan syarat batas yang diberikan, yaitu u(x, y =
0) = x2 , maka dapat dinyatakan
u(x, y = 0) = x2 = F (0) + g(x) =⇒ g(x) = x2 − F (0)
x3 y 2
Hal ini berarti u(x, y) = + F (y) + x2 − F (0). Kemudian bila ditinjau
6
syarat batas kedua, yaitu u(x = 1, y) = cos y dan digunakan pada bentuk
u(x, y) tersebut, maka diperoleh
y2 y2
u(x = 1, y) = cos y = + F (y) + 1 − F (0) =⇒ F (y) = cos y − − 1 + F (0)
6 6
Sehingga solusi persamaan differensial parsial tersebut akan diperoleh dalam
bentuk
x3 y 2
u(x, y) = + F (y) + x2 − F (0)
6 � �
x3 y 2 y2
= + cos y − − 1 + F (0) + x2 − F (0) (5.3)
6 6
x3 y 2 y2
= + x2 − − 1 + cos y
6 6

5.2 Persamaan Laplace


Persamaan Laplace merupakan persamaan differensial parsial yang berben-
tuk
∇2 u = 0 (5.4)
Dengan ∇2 merupakan operator differensial parsial yang dinamakan laplaci-
an dan u adalah suatu fungsi medan skalar. Bentuk laplacian dalam suatu
sistem koordinat berbeda dengan bentuk laplacian dalam sistem koordinat
yang lain. Dalam sistem koordinat kartesian, bentuk operator laplacian ada-
lah
∂2 ∂2 ∂2
∇2 = + + (5.5)
∂x2 ∂y 2 ∂z 2
sehingga persamaan laplace dalam sistem koordinat kartesian adalah
∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u
∇2 u = + + =0 (5.6)
∂x2 ∂y 2 ∂z 2
Persamaan Laplace sering muncul untuk persoalan potensial gravitasi, po-
tensial listrik, temperatur untuk kondisi tidak adanya sumber.

Persamaan Laplace satu dimensi


Contoh sederhana persoalan yang dirumuskan dalam persamaan Laplace mi-
salnya adalah kasus temperatur untuk keadaan tunak (keadaan tidak bergan-
tung waktu) dengan syarat batas tertentu. Misalnya terdapat suatu batang
logam yang panjangnya L, salah satu ujungnya (misalnya ujung kiri) dijaga
agar bertemperatur tetap sebesar 0o C, sedangkan ujung lainnya (yaitu ujung
kanan) temperaturnya dijaga agar tetap pada temperatur 100o C. Distribu-
si temperatur pada seluruh bagian batang diperoleh dengan menyelesaikan
persamaan laplace sebagai berikut.

Misalkan ujung kiri batang berada di titik pusat koordinat sedangkan ujung
kanan batang berada di x = L, ini berarti batang logam tersebut berada di
sepanjang sumbu x. Karena kasus ini adalah kasus satu dimensi (temperatur
pada batang hanya bergantung pada satu variabel yaitu jarak dari salah satu
ujung, dalam hal ini variabel x), maka persamaan Laplace untuk kasus satu
dimensi dinyatakan dalam bentuk

d2 T
=0 (5.7)
dx2
Dalam hal ini T adalah fungsi temperatur pada batang, secara lengkap perlu
diingat bahwa T adalah fungsi dari jarak terhadap ujung batang artinya
T = T (x). Persamaan differensial tersebut relatif mudah diselesaikan dengan
menggunakan cara integrasi. Dapat diperoleh bahwa
dT
=A (5.8)
dx
dengan A adalah suatu konstanta. Pengintegralan sekali lagi persamaan
differensial tersebut di atas akan memberikan

T = Ax + B (5.9)

dengan B juga adalah suatu konstanta. Fungsi T tersebut adalah solusi


umum persamaan differensial (persamaan Laplace satu dimensi) di atas. Per-
lu diperhatikan bahwa karena persamaan laplace adalah persamaan differen-
sial orde dua, maka solusi umumnya mempunyai dua konstanta sebagaimana
fungsi T tersebut. Untuk memperoleh bentuk spesifik solusi persoalan yang
ditinjau, maka perlu didapatkan nilai dari konstanta A dan B tersebut. Ke-
dua konstanta ini dapat diperoleh nilainya dengan memperhatikan syarat
batas yang diberikan (syarat batas untuk kasus ini dikenal sebagai syarat
batas Dirichlet, yaitu syarat yang diberikan dalam bentuk nilai fungsi di
batas) yaitu bahwa T (x = 0) = 0 yang menyatakan temperatur ujung ki-
ri batang dan T (x = L) = 100 yang menyatakan temperatur ujung kanan
batang. Dengan menggunakan syarat pertama, maka akan diperoleh

T (x = 0) = A(0) + B = 0
yang memberikan B = 0. Selanjutnya dari syarat kedua dan dengan meng-
gunakan nilai B yang telah diperoleh
100
T (x = L) = A(L) + 0 = 100 =⇒ A=
L
Dengan demikian bentuk fungsi T (x) yang diperoleh adalah

100
T (x) = Ax + B = x (5.10)
L
Setelah bentuk fungsi T (x) diketahui, berarti temperatur di bagian manapun
dari batang dapat diketahui.

Persamaan Laplace dua dimensi: metode pemisahan variabel


Contoh sederhana untuk kasus ini adalah persoalan temperatur pada sebuah
lempeng (permukaan). Misalnya terdapat permukaan segiempat yang terda-
pat di bidang xy (gambar 5.1). Salah satu sisi permukaan terletak di sumbu
x dengan panjang L, sisi lainnya berada di sepanjang sumbu y dengan pan-
jang yang sangat besar (ini berarti salah satu sisi lempeng segiempat berada
di y = ∞). Misalnya sisi yang berada di sumbu x mempunyai temperatur
100o C, sedangkan ketiga sisi lainnya mempunyai temperatur 0o C. Distribusi

y 

0 L x

Gambar 5.1: Ilustrasi lempeng satu dimensi dengan lebar L.

temperatur pada permukaan lempeng yang dinyatakan dengan T (x, y) dapat


diperoleh dengan menyelesaikan persamaan laplace dua dimensi dalam sis-
tem koordinat kartesian yang dinyatakan dalam bentuk:

∂ 2 T (x, y) ∂ 2 T (x, y)
∇2 T (x, y) = + =0 (5.11)
∂x2 ∂y 2
Untuk menyelesaikannya, digunakan metode pemisahan variabel (separation
of variables). Dalam metode pemisahan variabel, dimisalkan bahwa fungsi
T (x, y) adalah perkalian dua buah fungsi yang masing-masing hanya mem-
punyai satu variabel, sehingga dapat dinyatakan

T (x, y) = X(x)Y (y) (5.12)

dengan X(x) adalah suatu fungsi yang hanya mempunyai variabel x sedangk-
an Y (y) adalah fungsi yang hanya mempunyai variabel y. Bila bentuk fungsi
T = XY tersebut dimasukkan ke dalam persamaan laplace dua dimensi ter-
sebut di atas maka akan diperoleh

d2 X d2 Y
Y + X =0 (5.13)
dx2 dy 2
1 1
Selanjutnya bila persamaan tersebut dikalikan dengan = maka akan
T XY
menjadi
1 d2 X 1 d2 Y
+ =0 (5.14)
X dx2 Y dy 2
Perhatikan bahwa suku pertama adalah fungsi yang variabelnya hanya x se-
mentara suku kedua adalah fungsi yang variabelnya hanya y. Karena jumlah
kedua suku tersebut sama dengan nol, maka berarti kedua suku tersebut ha-
ruslah berupa suatu konstanta yang bila dijumlahkan hasilnya sama dengan
nol. Misalnya dinyatakan

1 d2 X 1 d2 Y
= − = konstanta ≡ −k 2 dengan k ≥ 0 (5.15)
X dx2 Y dy 2

Dengan demikian berarti diperoleh dua buah persamaan differensial biasa


yaitu
d2 X 2 d2 Y
2
= −k X dan 2
= k2Y (5.16)
dx dy
Persamaan differensial biasa tersebut mudah dicari solusinya (lihat kembali
pembahasan pada BAB sebelumnya tentang persamaan differensial biasa),
yaitu solusi untuk fungsi X(x) adalah berupa fungsi harmonik:

X(x) = A cos kx + B sin kx (5.17)

sedangkan bentuk solusi untuk Y (y) adalah

Y (y) = Ceky + De−ky (5.18)


Keempat konstanta tersebut yaitu A, B, C dan D dapat ditentukan dengan
memperhatikan syarat batas yang diberikan. Syarat batas yang diberikan
adalah berkaitan dengan nilai temperatur pada sisi-sisi lempeng segiempat
tersebut. Syarat batas tersebut dapat dituliskan sebagai T (x, y = 0) =
100 yang menyatakan temperatur pada sisi lempeng yang terletak di sumbu
x; T (x = 0, y) = 0 yang menyatakan temperatur pada sisi lempeng yang
terletak di sumbu y; T (x = L, y) = 0 yang menyatakan temperatur pada
sisi lempeng yang sejajar dengan sumbu y; dan T (x, y = ∞) = 0 yang
menyatakan temperatur pada sisi keempat yang sejajar dengan sumbu x.
Tinjau bentuk solusi dalam variabel y, yaitu Y (y) = Ceky + De−ky dan
salah satu syarat batas yaitu syarat batas keempat yang dinyatakan dengan
T (x, y = ∞) = 0. Syarat batas tersebut menggambarkan bahwa untuk ber-
apapun nilai x asalkan y = ∞, maka fungsi T (x, y) haruslah memberikan
hasil sama dengan nol. Hal ini memberikan bahwa yang harus sama dengan
nol adalah fungsi yang mempunyai variabel y, yaitu fungsi Y (y). Agar fungsi
Y (y) memberikan hasil sama dengan nol untuk nilai y = ∞, maka konstanta
C haruslah bernilai sama dengan nol. Dengan demikian dari syarat batas
tersebut dapat diperoleh bahwa C = 0, maka bentuk fungsi Y (y) yang me-
menuhi syarat batas yang diberikan adalah

Y (y) = De−ky (5.19)

Selanjutnya tinjau bentuk solusi dalam variabel x, yaitu X(x) = A cos kx +


B sin kx dan syarat batas kedua yaitu T (x = 0, y) = 0. Dari syarat batas
ini terlihat bahwa untuk berapapun nilai y asalkan x = 0, maka haruslah
T (x, y) = 0 yang berarti fungsi X(x) harus memberikan nilai nol. Agar
fungsi X(x) memberikan hasil sama dengan nol untuk x = 0, maka konstanta
A haruslah sama dengan nol. Dengan demikian dari syarat batas kedua ini,
diperoleh bahwa bentuk fungsi X(x) yang dapat digunakan adalah

X(x) = B sin kx (5.20)

Berikutnya tinjau syarat batas ketiga yang dinyatakan dengan T (x = L, y) =


0. Karena syarat ini berlaku untuk berapapun nilai y, maka agar T = 0 yang
harus sama dengan nol adalah fungsi X(x). Karena telah diperoleh bahwa
bentuk fungsi X(x) adalah X(x) = B sin kx, maka dengan memasukkan
syarat batas ketiga ini akan diperoleh

X(x = L) = B sin kL = 0

yang memberikan suatu kondisi untuk konstanta k, yaitu



sin kL = 0 → kL = nπ → k = dengan n = 0, 1, 2, . . . (5.21)
L
Dengan demikian bentuk solusi dari fungsi temperatur pada lempeng terse-
but adalah
nπ nπ
T (x, y) = X(x)Y (y) = Ce− L y sin x (5.22)
L
Kemudian bila ditinjau syarat batas pertama yang dinyatakan dengan T (x, y =
0) = 100, maka bila syarat ini diterapkan pada fungsi T (x, y) akan diperoleh


T (x, y = 0) = C sin x = 100
L

Kondisi tersebut tidak akan terpenuhi bila konstanta C bernilai tunggal, seba-
gai gantinya kondisi tersebut dapat dipenuhi jika fungsi T (x, y) direpresenta-
sikan dalam bentuk deret (lihat kembali pembahasan tentang deret Fourier).
Dalam hal ini fungsi temperatur T (x, y) dinyatakan kembali dalam bentuk


� nπ nπ
T (x, y) = Cn e− L y sin x (5.23)
n=1
L

Jadi penerapan syarat batas pertama pada fungsi T (x, y) akan memberikan


� nπ
T (x, y = 0) = Cn sin x = 100 (5.24)
n=1
L

Konstanta Cn dapat diperoleh dengan memanfaatkan sifat ortogonalitas fung-


si harmonik sinus dan cosinus (lihat kembali pembahasan tentang deret Fo-
urier).

Bila persamaan 5.24 dikalikan dengan fungsi sin x kemudian diinte-
L
gralkan dalam interval [0, L], maka akan diperoleh

�L ∞ � L
mπ � nπ mπ
sin x Cn sin xdx = 100 sin xdx
L n=1 L L
0 0
�L
L mπ
Cm = 100 sin xdx
2 L
0
�L
2 mπ
=⇒ Cm = 100 sin xdx
L L
0
Dengan demikian koefisien Cn dapat dihitung sebagai berikut
�L
2 nπ 200
Cn = 100 sin xdx = [1 − cos nπ]
L L nπ
0
 400 , untuk n ganjil
= nπ
0, untuk n genap

Sehingga bentuk fungsi temperatur pada lempeng dinyatakan dengan



� nπ nπ
T (x, y) = Cn e− L y sin x
n=1
L
� �
400 −πy/L πx 1 −3πy/L 3πx 1 −5πy/L 5πx
= e sin + e sin + e sin + ...
π L 3 L 5 L
Gambar distribusi temperatur dari kasus tersebut (misalkan diambil nilai
L = 1) ditunjukkan dalam gambar 5.2.

Gambar 5.2: Distribusi temperatur lempeng satu dimensi dengan lebar L =


1, gambar dibuat dengan nilai y ≤ 1.

Anda mungkin juga menyukai