Anda di halaman 1dari 33

A.

Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah kepada

nabi Muhammad SAW, sekaligus sebagai mukjizat yang terbesar diantara mukjizat-

mukjizat yang lain. Al-Qur‟an sebagai kitab terakhir untuk menjadi petunjuk seluruh

umat manusia sampai akhir zaman, bukan cuman diperuntukkan bagi anggota

masyarakat Arab yang merupakan tempat kitab ini diturunkan. Dalam Al-Qur‟an

terkandung nilai-nilai yang luhur yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia

dalam berhubungan dengan tuhan maupun hubungan manusia dengan sesama

manusia serta hubungan manusia dengan alam dan sekitarnya.

Al-Qur‟an juga merupakan sumber utama ajaran Islam dan menjadi petunjuk

jalan umat Islam untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan di dunia dan akhirat.

Seperti yang telah dijelaskan dalam firman Allah surah An-Naml ayat 77 :

‫َو ِا َّن ٗه ى َو ُه ًد ى َّن َو ْح َو ٌةى ِا ِّل ْح ُه ْح ِا ِا ْح َوى‬

Artinya: “Dan sesungguhnya Al-Qur‟an itu benar-benar menjadi petunjuk dan


rahmat bagi orang-orang yang beriman.” 1

Allah mewahyukan Al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad SAW sebagai kitab

yang paling sempurna dibandingkan dengan kitab-kitab lain yang ditutrunkan kepada

Nabi dan Rasul sebelumnya. Dengan turunnya Al-Qur‟an, maka sempurnalah nikmat

dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya, sehingga akan

memancarkan sinar kemuliaan keseluruh penjuru dunia. Al-Qur‟an sangatlah penting

bagi seluruh umat Islam di dunia ini karena Al-Qur‟an merupakan wahyu Allah yang

banyak memberikan hikmah dan manfaat bagi yang mempelajarinya. Oleh karena itu,

umat Islam memiliki tanggung jawab untuk melestarikan Al-Qur‟an dengan

mempelajari, meyakini, dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung didalam Al-

Qur‟an akan selalu terjaga sampai hari kiamat, karena Allah SWT yang akan
1
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta: Maghfiroh Pustaka 2014 , hlm 384

1
melestarikannya secara langsung, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hijr ayat

9:

‫ِا َّناى َو ْح ُه ى َوى َّن ْح َواى ِالِّل ْح َو ى َو ِا َّناى َو ٗه ى َو ٰح ِا ُه ْح َوى‬

Artinya: “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur‟an, dan


sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya” 2

Menghafal adalah suatu metode yang digunakan untuk mengingat kembali

sesuatu yang pernah dibaca secara benar seperti apa adanya. Metode tersebut banyak

digunakan dalam usaha untuk menghafal Al-Qur‟an dan Hadits. Banyak orang yang

menghafal Al-Qur‟an adalah salah satu cara untuk menjaga kemurnian Al-Qur‟an dari

generasi ke generasi. Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lewat

perantara malaikat jibril yang membutuhkan waktu sekitar 23 tahun, sehingga jelas

bahwa nabi juga menggunakan metode hafalan dalam menjaga Al-Qur‟an dan cara

seperti itu juga dilakukan oleh para sahabat, tabi‟in, dan generasi selanjutnya sampai

sekarang.3

Penghafal Al-Qur‟an memiliki sikap tanggung jawab besar terutama menjaga

hafalan Al-Qur‟an-Nya agar tidak hilang, selain itu penghafal Al-Qur‟an tidak hanya

fokus menjaga hafalannya, namun penghafal Al-Qur‟an harus memiliki akhlak yang

qur‟ani yaitu dengan mengamalkan apa yang sudah dijelaskan didalam Al-Qur‟an.

Terkait menghafal Al-Qur‟an ini bahwa pada lembaga-lembaga formal sering

dilaksanakan seperti halnya di Pondok Pesantren Modern Al-Amanah, Pondok

Pesantren Modern Al-Amanah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam,

sekaligus sebagai wadah pembinaan bagi santriwan/santriwati usia tingkat SMP

hingga Aliyah. Hasil yang bisa dilihat dari pembelajaran tahfidz Al-Qur‟an di Pondok

Pesantren Modern Al-Amanah yakni santriwan yang hampir setiap ada perlombaan

2
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta: Maghfiroh Pustaka 2014 , hlm 262
3
Zuhairini dan Ghofir (2004:76)

2
selalu mewakili pondoknya dalam mengikuti ajang Musabaqoh Hifdzil Qur‟an. Santri

yang mengikuti perlombaan Musabaqoh Hifdzil qur‟an pernah memenangkan

kejuaraan : Juara satu lomba tafsir Al-Qur‟an 25 Juz Tingkat Kabupaten, Juara 1

lomba “Telling Story” Tingkat Provinsi, Juara 1 Lomba Tilawah Al-Qur‟an, Juara 3

lomba Syarhil Qur‟an Tingkat Kabupaten, Juara 2 Lomba Tilawah Al-Qur‟an Tingkat

Kabupaten. Juara 2 lomba pidato Bahasa Arab.

Pondok Pesanten Modern Al-Amanah merupakan lembaga pendidikan yang

mendidik para santrinya untuk mampu menghafal ayat-ayat Al-Qur‟an. Santri yang

berada di Pondok Pesantren Modern Al-Amanah memiliki hafalan Al-Qur‟an yang

berbeda-beda diantaranya ada yang hafal juz 1-5, juz 6-10 . sehingga untuk

menyelesaikan hafalan dari 1-30 juz setiap santri membutuhkan waktu yang berbeda-

beda, ada yang cepat ada pula yang lambat. Agar hafalannya tetap berjalan maka

diperlukan strategi dalam rangka memudahkan santri untuk menghafal Al-Qur‟an.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai strategi menghafal Al-Qur‟an yang dilakukan oleh

santri dengan mengangkat judul “Strategi Menghafal Al-Qur’an (Studi Living Al-

Qur’an Di Pondok Pesantren Modern Al-Amanah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penerapan strategi Menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Modern

Al-Amanah?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam strategi Menghafal Al-Qur‟an di

Pondok Pesantren Modern Al-Amanah?

3
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan strategi Menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren

Modern Al-Amanah.

2. untuk mendiskripsikan korelasi program living qur‟an dengan santri pondok

pesantren al-amanah junwangi

Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam Menghafal Al-Qur‟an di

Pondok Pesantren Modern Al-Amanah.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang strategi

program Ste dalam mewujudkan santri penghafal Al-Qur‟an di Ponpes Modern

Al-Amanah.

2. Sebagai bahan informasi bagi santri-santri lainnya tentang strategi yang tepat

dalam Menghafal Al-Qur‟an.

3. Menjadi bahan studi ilmiah untuk penelitian lebih lanjut.

4. Menambah khazanah perpustakaan IAI Al-Khoziny serta mengetahui secara

efisien tentang strategi menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Modern Al-

Amanah yang telah diterapkan sehingga menjadi lebih baik dimasa mendatang.

5. Menambah pengetahuan bagi yang membaca penelitian ini dan dapat diajarkan

atau diterapkan kepada santri-santrinya.

6. Menambah pengetahuan bagi individu lainnya yang tidak menempuh pendidikan

formal dalam strategi menghafal Al-Qur‟an.

E. Telaah Pustaka

4
Dijelaskan dalam penelitian ini terdapat beberapa karya tulis yang terkait

dengan penelitian, diantarnya adalah Skripsi yang ditulis oleh Anisa Ida Khusniyah

berjudul Menghafal Al-Qur‟an dengan Metode Muraja‟ah Studi Kasus di Rumah

Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo Tulungagung. Hasil skripsi tersebut berisi tentang

proses menghafal Al-Qur‟an studi kasus di Rumah Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo

Tulungagung, yaitu dengan menggunakan sistem One Day One Ayah (satu hari satu

ayat), dan lagu tartil. Penerapan Metode Muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an Studi

Kasus di Rumah Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo Tulungagung yaitu dengan ditunjang

beberapa kegiatan muraja‟ah hafalan antara lain adalah setoran hafalan baru kepada

guru, muraja‟ah hafalan lama yang disemakkan teman dengan berhadapan dua orang

dua orang, muraja‟ah hafalan lama kepada guru dan ujian mengulang hafalan.4

Skripsi yang ditulis oleh Mutiyowati yang berjudul implementasi Metode ILHAM

dalam Mempermudah Menghafal Al-Qur‟an di pondok pesantren

Assalafiah Babakan Ciwaringin Cirebon. Skripsi ini berisi tentang penerapan metode

ILHAM metode menghafal yang saling bersaman menghafal dan dipandu oleh

pengasuh atau ustadznya.5

Skripsi yang ditulis oleh Rony Prasetyawan yang berjudul Metode Menghafal

Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Al-Wafa Palangkaraya. Skripsi ini berisi tentang

metode yang digunakan oleh para santri adalah dengan metode Tahsin (memperindah

serta memperbagus bacaan), metode Tahfidz (menghafalkan ayat demi ayat), metode

Takrir (mengulang-ulang hafalan). Faktor pendukung agar para santri bisa menghafal

4
Anisa Ida Khusniyah, “Menghafal Al-Qur‟an dengan Metode Muroja‟ah Studi Kasus di Rumah Tahfidz Al-
Ikhlas Karangrejo Tulungangung”. (Skripsi, IAIN Tulungangung, 2014)
5
Mutiyowati, “Implementasi Metode ILHAM dalam Mempermudah Menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren
Assalafiah Babkan Ciwaringin Cirebon” ( Skripsi, STAIMA Cirebon,2016)

5
adalah selalu memberikan semangat dorongan kepada santri serta membimbing dalam

dalam proses menghafal Al-Qur‟an6

Skripsi yang ditulis oleh Ni‟mah Khoiriyah yang berjudul Metode Menghafal

Al-Qur‟an Studi Komparasi Pondok Pesantren Sabilul Huda Banyubiru dan Pondok

Pesantren Nazzalal Furqon Salatiga. Skripsi ini berisi tentang metode yang digunakan

di PP. Sabilul Huda adalah dengan tidak menerapkan metode khusus, metode

memperbanyak membaca Al-Qur‟an sebelum menghafal, metode wahdah, metode

takrir, metode semaan sesama tahfidz, deresan wajib 1 hari 3 juz, dan metode yang

digunakan di PP. Nazzalal Furqon adalah dengan menggunakan metode wahdah,

metode takrir, metode semaan sesama tahfidz, metode muroja‟ah secara kelompok,

metode deresan wajib seperempat juz.7

Skripsi yang ditulis oleh Sholikhah yang berjudul Proses Pembelajaran

Tahfidz Al-Qur‟an dengan metode Dzikroni Di Pondok Pesantren AdhDhuha Genta

Bakti Sukoharjo. Skripsi ini berisi tentang proses pembelajaran tahfidz dilaksanakan

melalui 3 fase yaitu: 1. Persiapan Pengajaran yang berupa menyiapkan sarana dan

prasarana, mengkondisikan siswa dan muroja‟ah secara bersama-sama, 2. Kegiatan

proses pembelajaran dengan menggunakan 3 langkah yaitu: pertama, apersepsi

dengan muroja‟ah yaitu ustadz bersama siswa mengulang hafalan yang lalu. Kedua,

talaqi materi hafalan baru yaitu guru memberikan hafalan baru dengan cara

memberikan contoh membacanya dengan menggunakan nada Dzikroni, kemudian

siswa menirukan secara bersama-sama. Ketiga kegiatan akhir dengan setoran hafalan

6
Rony Prasetyawan, “Metode menghafal Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Al-Wafa Palangkaraya” (Skripsi,
IAIN Palangkaraya,2016)
7
Ni‟mah Khoiriyah, “Metode menghafal Al-Qur‟an : Studi Komparasi Pondok Pesantren Sabilul Huda
banyubiru dan Pondok Pesantren Nazzalal Furqon Salati” ( Skripsi:IAIN Salatiga,2016)

6
baru yatu setelah siswa menghafal dengan bimbingan ustadz. 3. Kegiatan Evaluasi

yaitu evaluasi mingguan, bulanan, pertengahan semester, dan evaluasi semester 8

Skripsi yang ditulis oleh Subandi yang berjudul Efektifitas Metode Ar raihan

Dalam Pembelajaran Tahfidz Di Kelas VIII SMP IT Ar raihan Bandar Lampung

Penelitian Eksperimen Untuk Memperbaiki Kualitas Hafalan Al-Qur‟an Kelas VIII di

SMP IT Ar Raihan Bandar Lampung. Skripsi ini berisi tentang keefektifan metode

menghafal Al-Qur‟an di SMP IT Ar Raihan. Tingkat keberhasilan mengalahkan

beberapa metode yang digunakan karena dari 100% tingkat keberhasilannya adalah

97%.9

Skripsi yang tulis oleh Ahmad Iqbal yang berjudul Penggunaan Metode

Master Dalam Menghafal Al-Qur‟an Di Yayasan Askar Kauny. Skripsi ini berisi

tentang cara mengahal Al-Qur‟an dengan metode master yaitu metode yang

menggerakkan tangan atau badan mereka ketika menghafal Al-Qur‟an kemudian

menggabungkan antara fungsi otak kiri-yakni kegiatan menghafal Al-Qur‟an-dengan

fungsi otak kanan-yakni gerakan badan10

Skripsi yang ditulis oleh Panca Budiman yang berjudul Upaya Meningkatkan

Kemampuan Menghafal Siswa Melalui metode Kitabah Pada Materi Al-Bayyinah

Mata Pelajaran Al-Qur‟an Hadits Kelas V di MIS Al-Hidayah Desa Muka Paya

Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Skripsi ini berisi tentang

8
Sholikhah, “Proses Pembelajaran Tahfidz Al-Qur‟an Dengan Metode Dzikron Di Pondok Pesnatren Adh-
Dhuhaa Gentan baki Sukoharjo” (Skripsi : IAIN Surakarta, 2017)
9
Subandi, “Efektifitas Pembelajaran Tahfidz Al-Qur‟an Dengan Ar-Raihan Dalam Pembelajaran tahfidz di
Kelas VII SMP IT Ar-Raihan Bandar Lampung: Penelitian Eksperimen Untuk memperbaiki Kualitas Hafalan
Al-Qur‟an Kelas VII SMP IT Ar-Raihan Bandar Lampung” (SkripsiUIN Raden Intan, 2019)
10
Ahmad Iqbal “Penggunaan Metode Master Dalam menghafal A-Qur‟an di yayasan Askar kauny”
(Skripsi:UIN Syarif Hidayatullah, 2018)

7
menghafal surah Al-Bayyinah dengan metode Kitabah dalam pelajaran Al-Qur‟an

Hadits yang mengalami peningkatan secara signifikan.11

Skripsi yang tulis oleh Rizqi Widyasari yang berjudul Pembelajaran Tahfidzul

Qur‟an Dengan Metode Talaqqi Pada Santri Kelas I‟Dadi Di Kuttab Tahfidzul Qur‟an

Al-Husanayain Surakarta Tahun Pelajaran 2018/2019. Skripsi ini berisi tentang

pelaksanan pembelajaran tahfidz dengan metode talaqqi dilakukan dengan tiga tahap.

Pertama, persiapan pembelajaran seperti menyiapkan materi, menyediakan sarana

prasarana, mengkondisikan santri,dan membimbing santri untuk berdoa sebelum

belajar. Kedua, setoran hafalan harian. Ketita evaluasi harian dan akhir semester. 12

Skripsi yang tulis oleh Iis Sa‟idatul Ulfah yang berjudul Resepsi Terhadap

Ragam Metode Tahfidz Al-Qur‟an Studi Living Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren

Assalafie Dan Assalafiat Babakan Ciwaringin Cirebon. Skripsi ini berisi tentang

menghafal Al-Qur‟an dengan dengan berbagai ragam metode yaitu metoe ILHAM

dan metode klasik13

Skripsi yang ditulis oleh Risa Fitriyani yang berjudul Living Qur‟an Di

Pesantren Studi Tentang Tradisi Pengijazahan Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Al-

Ta‟awun Buntet Pesantren Cirebon. Skirpsi ini berisi tentang pengijazahan Al-Qur‟an

adalah proses pemberian sanad yang beruntut hingga sampai kepada Rasulullah

Saw.14

11
Panca Budiman, “Upaya meningkatkan Kemampuan menghafal Siswa Melalui Metode Kitabah Pada Matari
Surah Al-Banyyinah Mata Pelajaran Al-Qur‟an Hadist Kelas V di Mts Al-Hidayah Desa Muka Paya Kecamatan
Hinai Kabupaten Langkat Sumatrea Utara” (Skripsi:UIN Sumatrea Utara)
12
Rizqy Widyasari, “Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Dengan Metode Talaqqi pada santri kelas I‟dadi Di Kutub
Tahfidzul Qur‟an Al-husnayain tahun Pelajaran 2018/2019” (Skripsi:IAIN Surakarta, 2018)
13
Iis Sa‟idatul ulfah, “Resepsi Terhadap ragam Metode Tahfidz Al-qur‟an: Studi Living Al-qur‟an Di Pondok
Pesantren Asslafie Dan Asslafiat Babakan Ciwaringin Cirebon”
14
Risa Firtiyani,” Living Qur‟an Di Pesantren (Studi Tentang Tradisi Pengijazahan Al-Qur‟an Di Pondok
Pesantren Al-Ta‟awun Buntet Pesantren Cirebon)” (Skripsi: IAIN Cirebon, 2018)

8
Skripsi yang ditulis oleh Nur‟Aeni yang berjudul Tradisi Riyadhoh Arbain

Bagi Penghafal Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz 1 Gedongan

Ender Pangenan Cirebon. Skripsi ini berisi tentang Riyadhoh bagi santri yang telah

berhasil menghatamkan Al-Qur‟an secara bil ghoib 30 juz yang diharuskan berpuasa

selama 40 hari berturut-turut disertai dengan membaca Al-Qur‟an 30 juz setiap

harinya15

Tesis yang di tulis oleh Wahyu Eko Hariyanti yang berjudul Metode

Menghafal Al-Qur‟an Pada Anak Usia Dini Studi Kasus di TKIT Yaa Bunayya dan

RA Darussalam Yogyakarta. Hasil tesis tersebut berisi tentang keunggulan dua

lembaga pendidikan tersebut yaitu dengan menargetkan anak yang lulus TK B sudah

mampu untuk menghafal juz 30. Metode menghafal AlQur‟an yang digunakan di

TKIT Yaa Bunayya adalah: klasikal, privat murotal. Untuk meningkatkan hasil yang

ingin dicapai. Sedangkan metode menghafal Al-Qur‟an yang digunakan di RA

Darussalam adalah Muroja‟ah, Sima‟i dan menggunakan media audio visual untuk

meningkatkan hasil hafalan peserta didik. Dengan program di TKTI Yaa Bunayya

dalam waktu 9 bulan hafalan anak sudah mencapai 36 surat (juz 30 kecuali QS Al

Mutaffifin). Dari metode yang diterapkan di RA Darussalam anak-anak sudah mampu

menghafal surat melebihi target. 16

Tesis yang di tulis oleh Dr. H. Suwito, M.Ag. yang berjudul Sistem Menghafal

Cepat Al-Qur‟an 40 Hari Untuk 30 Juz” Studi di Ma‟had Tahfidz Al-Qur‟an di

Dawuhan Purbalingga. Hasil tesis tersebut berisi tentang sistem pembelajaran

menghafal Al-Qur‟an secara cepat di Ma‟had Tahfidz AlQur‟an 40 hari untuk khatam

30 Juz di Dawuhan Purbalingga didasari oleh konsep (filosofi) sistem pembelajaran

15
Nur‟aeni,” Tradisi Riyadoh Arba‟in Bagi Penghafal Al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz I
Gedongan Ender Pangenan Cirebon: Perspektif Fenomenologi” (Skripsi: IAIN Cirebon, 2018)
16
Wahyu Eko Hariyanti,” Metode Menghafal Al-Qur‟an Pada Anak Usia Dini: Studi Kasus di TKIT Yaa
Bunayya dan RA Darussalam Yogyakarta” (Tesis: UIN Sunan Kalijaga)

9
yang dianut dan dikembangkan karena keprihatian di zaman sekarang ini makin

sedikit orang yang hafal Al-Qur‟an. Sistem perekrutan santri dilakukan dengan ketat

melalui tes baca Al-Qur‟an dan hafalan singkat. Dalam pencapaian target program

dilakukan dengan muraja‟ah dan setoran.17

Tesis yang ditulis oleh M. Syafiuddin Shobirin yang berjudul Menghafal Al-

Qur‟an Dengan Metode Hanfida Studi Kasus Metode Hafalan Al-Qur‟an Di Pondok

Pesantren La Raiba Jombang. Hasil tesis tersebut berisi tentang metode menghafal Al-

Qur‟an dengan cepat yang berbasis otak dengan mengaplikasikan lima langkah yaitu,

sistem cerita, sisitem lokasi, sistem pengganti, sistem angka, dan sistem kalimat 18

Tesis yang ditulis oleh M. Nur Cahyono yang berjudul Implementasi Metode

Menghafal Al-Qur‟an Dalam Mewujudkan Kualitas Hafalan AlQur‟an Study

Komparasi di Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur‟an Shohihuddin Surabaya dan

Pondok Pesantren Modern Al-Azhar Gresik. Hasil tesis ini berisi tentang metode

menghafal Al-Qur‟an di pondok pesantren Tahfidz Al-Qur‟an Shohihuddin adalah

dengan memadukan dua metode yang saling melengkapi secara bersamaan, santri

tidak merasa tertekan karena tidak ada tarjet waktu kapan santri harus menyelesaikan

hafalan Al-Qur‟an 30 juz. Sedangkan di pondok pesantren modern Al-Azhar ada 4

aspek pesiapan sebelum menghafal Al-Qur‟an dan santripun di tarjet waktu dalam 40

hari harus selesai hafalan 30 juz19

Penelitian diatas ada persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti dari segi judul yaitu menghafal Al-Qur‟an bagi santri, akan tetapi terdapat

perbedaan yang signifikan dengan penelitian sebelumnya. Yang mana dapat dilihat

17
M. Syafiuddin Shobirin, “ Menghafal Al-Qur‟an Dengan Metode Hanifida: Studi Kasus Metode Hafalan Al-
Qur‟an di Pondok Pesantren La Raiba Jombang” (Tesis: UIN Sunan AmpelSurabaya,2015)
18
Ibid Hlm 3
19
M. Nur Cahyono, “ Implementasi Metode Menghafal Al-Qur‟an Dalam Mewujudkan Kualitas Hafalan Al-
Qur‟an: Study Komparasi di Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur‟an Shohihuddin Surabaya dan Pondok
Pesantren Modern Al-Azhar Gresik” (Tesis: UIN Sunan AmpelSurabaya,2017)

10
dari penjelasannya lebih memfokuskan dalam hal segi Metode. Sedangkan penelitian

ini lebih menekankan pada strategi menghafal Al-Qur‟an.

F. Kerangka Teori

1. Living Qur’an

Istilah Living Qur‟an dalam kajian Islam di Indonesia seringkali diartikan dengan

“Al-Qur‟an yang hidup”. Kata “Living” sendiri diambil dari bahasa Inggris yang

dapat memiliki arti ganda. Arti pertama yaitu “yang hidup” dan arti yang kedua

adalah “menghidupkan”, atau yang dalam bahasa Arab biasanya disebut dengan

istilah al-hayy Qur‟an berarti dapat diterjemahkan dengan Al-Qur‟an al-hayy dan juga

dapat pula dialihbahasakan menjadi ihya Al-Qur‟an. Secara etismologis kata living

merupakan terma yang berasal dari bahasa inggris “Live” yang dapat berarti hidup,

aktif, dan yang hidup. Living Qur‟an adalah studi tentang Al-Qur‟an, tetapi tidak

bertumpu pada eksistensi tekstualnya, melainkan studi tentang fenomena social yang

lahir terkait dengan kehadiran Al-Qur‟an dalam wilayah geografi tertentu dan

mungkin masa tertentu pula.20

Sebagai kajian yang berangkat dari fenomena sosial, maka pendekatan sosiologi

dan fenomenologi dapat ditawarkan dalam metode Living Qur‟an meskipun demikian,

bukan berarti hanya pendekatan sosiologi dan fenomenologi yang bisa menjadi pisau

analisis dalam penelitian living Qur‟an ini, tetapi pendekatan-pendekatan ilmiah

lainnya juga bisa diterapkan dalam penelitian ini, seperti antropologi, psikologi, dan

beberapa pendekatan ilmiah lainnya.

20
Dr. Ahmad Ubaydah Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an hadis, (Tangerang:Maktabah darus-Sunah,2019)hlm 20

11
2. Teori Strategi

Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan dalam pengertian secara

sempit dan pengertian secara luas. Dalam pengertian sempit bahwa istilah strategi itu

sama dengan pengertian metode yaitu sama-sama merupakan cara dalam rangka

pencapaian tujuan. Dalam pengertian luas sebagaimana dikemukakan Newman dan

Logan (Abin Syamsudin Maknun, 2003) mengemukakan em pat unsur strategi dari

setiap usaha, yaitu:

1) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil dan sasaran

(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera

masyarakat yang memerlukannya.

2) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama yang paling efektif untuk

mencapai sasaran.

3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (step) yang akan ditempuh

sejak titik awal sampai dengan sasaran.

4) Mempertimbangkan dan menetapkan tolak ukur dan patokan ukuran untuk

mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha. Jika diterapkan dalam konteks

pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

5) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran adalah perubahan

profil perilaku dan pribadi peserta didik.

6) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang

paling efektif.

12
7) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan

teknik pembelajaran.

8) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria

dan ukuran baku keberhasilan.21

Sementara itu, Kemp (wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi

pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan

siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Mengutip

pemikiran dari J. Q David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa strategi

pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya

masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam

suatu pelaksanaan pembelajaran.22

3. Metode Tahfidz

. Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu metodhos, yang berarti jalan

sampai.23 Menghafal merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengingat

kembali sesuatu yang pernah dibaca secara benar. Sedangkan dalam bahasa Arab,

menghafal artinya menjaga, memelihara dan menghafalkan.

Dalam lingkungan pesantren tahfidz terdapat istilah metode atau cara untuk

mempermudah menghafal diantaranya adalah:

1. Talaqqi. Proses mendengarkan, yang mana guru membaca ayat Al-Qur‟an

kemudian diikuti oleh murid, metode ini dilakukan berulang-ulang sampai

anak hafal.

21
Junaidah, “Strategi Pembelajaran Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Pendidikan Islam 6 (Mei 2015): hlm 121
22
Wina Senjaya. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008)
23
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm . 20

13
2. Tikra (Mengulang-ulang) Adalah santri harus mengulang-ulang hafalan

Al-Qur‟an sampai benar-benar hafal. Penentuan waktu dan teknik

menghafal dilakukan sendiri oleh santri. Pembimbing hanya sebagai

pendamping untuk menyetorkan hafalan tanpa ikut terlibat dalam

prosesnya.

3. Ilham . singkatan (Akronim) dari beberapa aktifitas yang ditunjang oleh

beberapa kecerdasan yang dioptimalkan dalam proses meghafal Al-

Qur‟an. Adapun aktifitasnya berupa integrated (menghubungkan tujuh

jenis kecerdasan), listening (keterampilan mendengar), hand (gerakan jari-

jari tangan), Attention (saling memperhatikan), dan matching (saling

mencocokkan).24

4. Nyetor. Istilah ini digunakan dalam rangka mengajukan setoran baru ayat-

ayat yang akan dihafal. Caranya, para santri menulis jumlah ayat atau

lembaran yang akan dihafalkan pada alat khusus, bisa berupa blangko atau

alat lainnya, yang telah pojok sesuai yang dikehendaki santri.

5. Mudarosah. Saling mendengarkan hafalan (bil Ghaib) atau bacaan (Bin-

Nadzar) antara sesama santri dalam kelompok juz pada satu majelis. Cara

ini dapat dilakukan secara bergantian per ayat atau beberapa ayat sesuai

yang telah disepakati oleh ustadz/ustadzah.

6. Sima‟an. Saling memperdengarkan hafalan (Bil-Ghoib) atau bacaan (Bin-

Nadzar) secara berpasangan (Satu menghafal atau membaca, satu

menyimak) dengan cara bergantian dalam kelompok juz.

7. Takraran (Takrir). Menyetorkan atau memperdengarkan materi hafalan

ayat-ayat sesuai dengan yang tercantum dalam Ngeloh/Saba/Setoran

24
Lukman Hakim dan Ali Khosim, Metode Ilham: Menghafal AL-Qur’an serasa bermain Game, (Bandung:
Humaniora,2016),p.62

14
dihadapan ustadz/ustadzah dalam rangka men-tahqiq atau memantapkan

hafalan dan sebagai syarat dapat mengajukan setoran hafalan yang baru.

Takraran biasanya dilakukan tidak hanya pada hafalan ayat-ayat yang

tercantum dalam satu setoran, akan tetapi juga dilakukan pada beberapa

setroan sebelumnya.

8. Musyafahah. Proses memperagakan hafalan ayat Al-Qur‟an secara

langsung didepan guru. Proses ini lebih dititik beratkan pada hal-hal yang

terkait dengan ilmu tajwid, seperti makhorijul huruf. Antara talaqqi dan

musyafahah sebenarnya sama dan dilakukan secara bersamaan dalam

rangka men tahqiq kan hafalan santri kepada gurunya.

9. Bin-Nadzar. Membaca Al-Qur‟an dengan melihat teks, proses ini

dilakukan dalam rangka mempermudah proses menghafal Al-Qur‟an dan

biasanya dilakukan bagi santri pemula. Kelancaran dan kebaikan

membacanya sebagai syarat dalam memasuki proses tahfidz.

10. Bil-Ghoib. Penguasaan seseorang dalam menghafal ayat-ayat Al-Qur‟an

tanpa melihat teks mushaf.

G. Definisi Operasional

1. Pengertian Strategi

Strategi adalah sebagai garis besar haluan dalam rangka mencapai sasaran

yang telah ditentukan.

2. Menghafal Al-Qur‟an

Menghafal adalah memasukkan hafalan kedalam ingatan dan telah dapat

mengucapkan dengan ingatan tanpa mellihat. Sedangkan Al-Qur‟an adalah firman

Allah SWT yang berisi serangkaian ajaran yang diturunkan dari sumber

15
keagungan dan maqam kebesaran kepada Rasulullah SAW untuk menunjukkan

kepada manusia jalan kebahagiaan.

3. Santri

Santri adalah sebutan bagi peserta didik yang belajar di Pondok Pesantren. Dia

adalah calon pemimpin yang akan menggantikan tugas ulma untuk berdakwah dan

membina umat.

4. Pondok Pesantren Modern Al-Amanah

Sebuah pondok yang terletak di desa junwangi kecamatan krian, Sidoarjo.

Pesantren ini terkenal akan penggunaan bahasanya atau bilingual yaitu Bahasa

arab dan Bahasa inggris dan juga terdapat program Sanggar Tahfidz enterpreuner

yaitu program bagi santri yang ingin menghafal al-qur'an sambil belajar

entrepreuner atau berbagai bisnis di era modern dan terdapat juga Sanggar Kutub

At-turos, dimana sanggar tersebut di khususkan bagi santri yang ingin mendalami

makna berbagai kitab kuning (salaf) dan cara membacanya dengan baik dan benar.

H. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian terhadap pembahsan yang telah diuraikan diatas,

penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan kualitatif.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu dengan membuat gambaran

factual dan akurat mengenai strategi menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren

Modern Al-Amanah Sidoarjo. Penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian

kepustakaan (Library research), yaitu mengkaji berbagai sumber ilmu-ilmu Al-Qur‟an ,

16
hadits dan yang berkaitan dengan objek penelitian. Kehadiran peneliti dengan

mengunjungi lokasi dan melihat aktivitas para santri penghafal Al-Qur‟an secara

langsung untuk mememperoleh data dan berbagai informasi. Lokasi penelitian ini

bertempat di pondok Pesantren Modern Al-Amanah yang terletak di desa Kwangen

Junwangi Sidoarjo.

2. Sumber data

Sumber yang diambil adalah primer dan sekunder.

a. Primer, yaitu melakukan observasi langsung ke lokasi yaitu Pondok Pesantren

Modern Al-Amanah Junwangi-Sidoarjo-Jawa Timur dan dengan melakukan

wawancara dengan para informan kyai, direktur tahfidz , ustadz-ustadzah dan

santri yang bersangkutan.

b. Sekunder, yaitu menyediakan data dokumentasi, arsip-arsip, buku-buku, dan

artikel yang berkaitan dengan penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Observasi

Observasi merupakan salah satu metode utama dalam penelitian sosial

keagamaan terutama sekali penelitian naturalistik (kualitatif). Ia merupakan

metode pengumpulan data yang paling alamiyah dan paling banyak digunakan

tidak hanya dalam dunia keilmiahan tetapi juga dalam berbagai aktivitas

kehidupan.25

25
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadist , hlm 57

17
b. Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar

informan dan ide melalui Tanya jawab. Ciri utama dari wawancara adalah

bertatap muka antara peneliti dengan narasumber untuk mendapatkan sumber-

sumber data atau informasi yang di butuhkan oleh peneliti. Wawancara: sebagai

cara pengumpulan data yang cukup efektif dan efisien bagi peneliti dan kualitas

sumbernya termasuk dalam data primer.26

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu teknik

pengumpulan data yang didapatkan bisa berbentuk tulisan atau gambar. Metode

ini digunakan untuk memperluas pengamatan dan wawasan dalam pengumpulan

dari pondok tersebut.

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca maka digunakan sistematika dalam lima bab

yang masing-masing bab terdiri dari sub bab.

Bab I merupakan bab Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka,kerangka teori

dan metode penelitian.

Bab II berisi tentang : Kajian Teori : Definisi Living Qur‟an, Sejarah Living

Qur‟an, kajian Living Qur‟an. : Pengertian pendekatan fenomenologi ,

Bab III Metode penelitian yang berisi : Pendekatan dan jenis penelitian,

tempat dan waktu penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data,

26
Ibid hlm 59

18
prosedur pengumpulan data, teknis analisis data, pengecekan keabsahan temuan, dan

tahap-tahap penelitian.

Bab IV Hasil penelitian terdiri dari : Hasil penelitian (Deskripsi subyek

penelitian, paparan data, temuan penelitian) , pembahasan, dan interprestasi

Bab V Berisikan kesimpulan dan saran-saran

19
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Living Qur’an

1. Definisi Living Quran Dilihat Dari Segi Bahasa dan Istilah

Ditinjau dari segi bahasa Living Quran adalah gabungan dari dua kata yang

berbeda, yaitu Living yang berarti hidup dan Quran yang berarti kitab suci umat

islam, secara sederhana istilah Living Quran bisa diartikan dengan teks Alquran yang

hidup di masyarakat.

M. Mansyur memahami Living Quran sebagai kajian atau penelitian ilmiah

tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran Alquran atau keberadaan

Alquran disebuah komunitas Islam tertentu 27 . Adapun yang dimaksud dengan teks

Alquran yang hidup adalah pergumulan teks dalam ranah realitas yang mendapat

respon dari masyarakat dari hasil pemahaman dan penafsiran. Termasuk dalam

pengertian “respon masyarakat” adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan hasil

penafsiran tertentu, resepsi sosial terhadap Alquran dapat ditemui dalam kehidupan

sehari-hari khususnya dalam tradisi yang bersifat keagamaan.

Living Quran juga dapat diartikan sebagai fenomena yang hidup dimasyarakat

muslim terkait dengan Alquran ini sebagai objek studinya. Oleh karena itu kajian

tentang Living Quran dapat diartikan sebagai kajian tentang berbagai peristiwa sosial

terkait dengan kehadiran Alquran atau keberadaan Alquran dikomunitas tertentu

khususnya kegiatan sosial yang bersifat keagamaan, dan bagaimana sekelompok

masyarakat tersebut memahami, merespon dan memfungsikan kehadiran Alquran

dikehidupan sehari-hari.

27
Sahiron Samsudin, Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis, (Yogyakarta:Th Press, 2007), hlm 8

20
2. Sejarah Living Qur‟an

Praktik memperlakukan Alquran sehingga bermakna dalam kehidupan praksis

umat pada dasarnya sudah terjadi ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, menurut

laporan riwayat Nabi pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah lewat surat

alfatihah atau menolak sihir dengan surat al- Mu‟awwizatain. Kalaulah praktek

semacam ini sudah ada pada zaman Nabi maka hal ini berarti Alquran diperlakukan

sebagai pemangku fungsi diluar kapasitasnya sebagai teks. 28 Quran adalah

pengalaman Alquran dalam kehidupan umat sehari-hari.29

Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw antara lain dinamai

Al-Kitab dan Alquran (bacaan yang sempurna) walaupun penerima dan masyarakat

pertama yang ditemuinya tidak mengenal baca tulis ini semua dimaksudkan agar

mereka dan generasi berikutnya membacanya. Fungsi utama Al Kitab adalah

memberikan petunjuk hal ini tidak dapat terlaksana tanpa membaca dan

memahaminya.30

Interaksi antara komunitas muslim dengan kitab sucinya Alquran dalam

lintasan sejarah Islam selalu mengalami perkembangan yang dinamis. Bagi umat

islam bukan saja sebagai kitab suci yang menjadi pedoman hidup, akan tetapi juga

sebagai penyembuh bagi penyakit, penerang dan sekaligus kabar gembira. Oleh

karena itu mereka berusaha untuk berinteraksi dangan Alquran dengan cara

mengekspresikan melalui lisan, tulisan maupun perbuatan baik berupa pemikiran

pengalaman emosional maupun spritual31. Living quran sebenarnya bermula dari

28
Samsudin, Metodologi Living Quran, hlm 4
29
Ahmad Atabik, “ The Living Quran: Potret Budaya Tahfiz Alqura di Nusantara,” Stain Kudus: Jurnal
Penelitian, Vol. 8, No. 1 (Februari, 2014), hlm 168
30
M. Quraish Shihab, Lentera Al-Quran: Kisah dan HikmahKehidupan (Bandung: Mizan, 2008), hlm 23
31
Atabik,The Living Quran: Potret Budaya Tahfiz Alquran di Nusantara, Vol. 8, hlm 162

21
fenomena Quran in Eferyday life yakni makna dan fungsi Alquran yang riil dipahami

dan dialami masyarakat muslim.32

Living Qur‟an sejak masa awal Islam, yakni pada masa Rasulullah SAW pada

hakikatnya sudah terjadi adanya praktek memperlakukan Al-Qur‟an, suratsurat atau

ayat-ayat tertentu di dalam Al-Qur‟an untuk kehidupan praksis umat. Seperti hadits

yang diriwayatkan dari „Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammd SAW pernah

membaca suratAl-Mu‟awwizatain, yaitu suratAl-Falaq dan Al-Nās ketika beliau

sedang sakit sebelum wafatnya.

‫ فلما ثقل تى‬, ‫ ان النبً صلى هلال علىه وسلم نٌنفث على نفسه فً المرض الذي مت فٌه با لمعوذات‬:‫عن عاءشة رضً هلال عنها‬

‫سحىب هى س ى ب ت‬ ‫ثىع ىب ى‬

“Dari „Aisyah Radhiallahu „anha: “ Bahwasanya Nabi SAW. Dahulu ketika beliau

sakit yang membawa kepada wafatnya, membaca Al-Mu‟awwiżāt (surat Al-Falaq dan

Al-Nās) kemudian beliau meludahi disertai dengan tiupan pada kedua telapak

tangannya, kemudian diusapkan ke wajah dan badannya.

Riwayat lain juga disebutkan, bahwa sahabat Nabi pernah mengobati

seseorang yang tersengat hewan berbisa dengan membaca Al-Fatihah.33

‫ى‬.‫ى ض ب ى يى عكمىس اى ض كى بيىص يىه الىع ى س م‬ ‫ى قس‬,‫ى" ق ى صبتم‬:‫ى اي يكا ا ق ؟ث قال‬:‫فقال‬

‫ي ى بخا ي‬ ‫هل ى ظى‬

“ Rasulullah bersabda, “tahukah kamu bahwa itu (surat Al-Fatihah) adalah ruqyah?

lalu Rasulullah menambahkan “kalian sudah benar. Bagikanlah (upah) dan

berikanlah bagianku.

32
Samsudin, Metodologi Living Quran, hlm 5
33
6Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhil Al-Qur’an (Beirut: Darusy-Syuruq, 2003), hlm 125

22
Keterangan riwayat Hadits di atas, menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW dan

para sahabat pernah melakukan praktek ruqyah, yakni mengobati dirinya sendiri dan

juga orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu di dalam

Al-Qur‟an. Sejak awal masa Islam, dimana Nabi Muhammad SAW masih hadir

ditengah-tengah umat Islam dengan Al-Qur‟an tidak terbatas pemahaman teks semata,

tetapi sudah menyentuh aspek yang sama sekali di luar teks.

Praktek yang dilakukakan Nabi Muhammad SAW dengan membaca suratAl-

Mu‟awwiżatain untuk mengobati sakitnya merupakan sudah di luar teks. Karena

secara semantik antara makna teks dengan penyakit yang diderita oleh Nabi

Muhammad SAW sama sekali tidak berkaitan. Seperti halnya juga dengan praktek

yang dilakukan oleh sahabat Nabi yang membacakan suratAlFātihah untuk

mengobati orang yang terkena sengatan Kalajengking. Rangkain suratAl-Fātihah

secara makna sama sekali tidak ada kaitannya dengan sengatan Kalajengking.

Berdasarkan beberapa interaksi umat Islam masa awal, dapat dipahami jika

kemudian berkembang pemahaman dimasyarakat tentang fadilah atau khasiat serta

keutamaan surat-surat tertentu atau ayat-ayat tertentu di dalam AlQur‟an sebagai

obat dalam arti yang sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik .

Selain beberapa fungsi tersebut, Al-Qur‟an juga tidak jarang dianggap

bermanfaat dari bentuk fisiknya, yaitu ayat Al-Qur‟an yang dituliskan dalam kertas

atau benda-benda tertentu atau biasa yang disebut rajah, jimat, isimatau sebagainya,

yang dipercaya sebagai penyembuh, keselamatan atau pengasihan, atau ada juga yang

memahami Al-Qur‟an sebagai fungsi yang sama seperti menjadi solusi atas persoalan

psikologi yakni sebagai motivasi, atau soal persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat

untuk memudahkan datangnya rezeki.

23
Setiap muslim berkeyakinan bahwa manakala dirinya berinteraksi dengan

Alquran maka hidupnya akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat untuk

mendapatkan petunjuk Alquran, muslim berupaya untuk membacanya dan

mengamalkannya meskipun membacanya saja sudah dianggap ibadah. Pembacaan

Alquran menghasilkan pemahaman yang beragam sesuai kemampuan masing-masing

dan pemahaman tersebut melahirkan prilaku yang beragam pula, sebagai tafsir

Alquran dalam prilaku kehidupan baik dari dataran teologis, filosofis, psikologis,

maupun kultural.

3. Kajian Living Qur‟an

Kajian di bidang Living Qur‟an memberikan kontribusi yang signifikan bagi

pengembangan wilayah objek kajian Al-Qur‟an. Jika selama ini ada kesan bahwa

tafsir dipahami harus berupa teks kitab atau buku yang ditulis oleh seseorang, maka

makna tafsir sebenarnya bisa diperluas. Tafsir bisa berupa respons atau praktik

perilaku suatu masyarakat. Yang diinspirasi oleh kehadiran Al-Qur‟an dalam bahasa

Al-Qur‟an hal ini disebut dengan tilawah, yakni pembacaan yang berorientasi kepada

pengalaman (Action) yang berbeda dengan qira‟ah (pembacaan yang berorientasi

pada pemahaman atau understanding)34.

Bagi mahasiwa jurusan tafsir sendiri, kajian living qur‟an merupakan ranah

baru yang belum banyak disentuh . Maka kajian ini dapat memperluas objek

penelitian mahasiswa jurusan tafsir. Sehingga tidak ada alasan bagi mahasiswa untuk

mengatakan “wah saya kehabisan judul atau tema penelitian”.

Di sisi lain adalah bahwa kajian living qur‟an juga dapat dimanfaatkan untuuk

kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka lebih maksimal

dalam mengapresiasi Al-Qur‟an. Sebagai contoh, apabila di masyarakat terdapat

34
Sahiron Samsudin, Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis, (Yogyakarta:Th Press, 2007), hlm 69

24
fenomena menjadikan ayat-ayat Al-Qur‟an “Hanya” sebagai “Jimat” atau “Jampi-

jampi” untuk kepentingan supranatural, sementara mereka sebenarnya kurang

memahami apa pesan-pesan dari kandungan Al-Qur‟an, maka kita dapat mengajak

dan menyadarkan bahwa Al-Qur‟an diturunkan fungsi utamanya adalah untuk

hidayah. Dengan begitu, maka cara berpikitr klenik, dapat sedikit demi sedikit dapat

ditarik kepada cara berpikir akademik, berupa kajian tafsir misalnya. Lebih dari itu,

masyarakat yang tadinya hanya mengapresiasi Al-Qur‟an sebagai jimat, bisa

disadarkan agar Al-Qur‟an dijadikan sebagai “ideologi transformatif” untuk kemajuan

peradaban. Menjadikan Al-Qur‟an “hanya” sebagai rajah-rajah atau tamimah dapat

dipandang merendahkan fungsi Al-Qur‟an, meski sebagian ulama ada yang

membolehkannya 35. Alsannya, karena pengertian Al-Qur‟an sebagai Syifa‟

(obat/penawar) bisa untuk jasad dan ruhani sekaligus.

Arti penting kajian Living Qur‟an berikutnya adalah memberi paradigma baru

bagi pengembangan kajian Qur‟an kontemporer, sehingga studi Qur‟an tidak hanya

berkutat pada wilayah kajian teks. pada wilayah Living Qur‟an ini kajian tafsir akan

lebih bnayak mengapresiasi respons dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran Al-

Qur‟an, sehingga tafsir tidak lagi hanya bersifat elitis, melainkan emansipatoris yang

mengajak parstisipasi masyarakat. Pendekatan fenomenologi dan analisis ilmu-ilmu

humaniora tentunya menjadi sangat penting dalam hal ini.

4. Langkah-Langkah Penelitian Living Qur‟an

Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana proses dan prosedur yang

mesti dilakukan seorang peneliti ketika ia hendak melakukan penelitian fenomena

Living Qur‟an, jika kita sepakat bahwa fenomena Living Qur‟an merupakan

35
Lihat Yusuf Al-Qadrawi, fatwa-fatwa kontemporer (terj) As‟ad yasin (Jakarta : Gema Insani Press 2001) hlm
262

25
fenomena sosial, maka model metode penelitian yang dipakai adalah model penelitian

soisal.

Metode penelitian pada dasaranya adalah bagaimana seorang peneliti

mengungkapkan sejumlah cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional dan

terarah tentang pekerjaan sebelum, ketika dan sesudah mengumpulkan dara, sehingga

diharapkan mampu menjawab secara ilmiah perumusan masalah (problem akademik).

Dalam hal ini, metode penelitian kualitatif lebih tepat digunakan dalam kajian

living Qur‟an ini. Untuk itu, maka langkah-langkah serta prosedur yang ditempuh

dalam penelitian ini merujuk pada langkah langkah serta prosedur penelitian

kualitatif sebagai berikut:36

a. Lokasi , mengemukakan lokasi penelitian pertama menyebutkan tempat,

misalnya desa komunitas atau kelompok tertentu. Kedua, yang lebih

penting adalah mengemukakan alasan adanya fenomena Living Qur‟an.

Mislanya “ Strategi Menghafal Al-Qur‟an dengan metode jet tempur” atau

“ Ayat Al-Qur‟an sebagai Jimat” dsb. Yang terakhir, adanya keunikan atau

kekhasan lokasi itu yang tidak dimiliki oleh lokasi yang lain sehubungan

dengan permasalahan yang hendak diteliti.

b. Pendekatan dan perspektif, Dalam penelitian kualitatif peneliti

hendaknya mengemukakan bahwa data yang dikumpulkan berupa

deskripsi, uraian detail. Penelitian kualitatif memiliki ciri khas penyajian

data menggunakan perspektif emic, yaitu data didapatkan dalam bentuk

deskripsi menurut bahasa, cara pandang subjek penelitian. Sebagai contoh,

kalau kita meneliti fenomena pembacaan Al-Qur‟an sebagai kekuatan

magis, maka data yang dikumpulkan diupayakan untuk dideskripsikan

36
Sahiron Samsudin, Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis, (Yogyakarta:Th Press, 2007), hlm 71

26
berdasarkan ungkapan bahasa, cara berpikir. Pandangan subjek penelitian,

sehingga mengungkapkan apa yang menjadi pertimbangan dibalik

tindakan menjadikan Al-Qur‟an sebagai kekuatan magis (Supranatural).

Deskripsi, informasinya atau sajian datanya harus menghindari adanya

evaluasi dan interprestasi dari peneliti. Jika terdapat evaluasi atau

interprestasi itupun harus berasal dari subjek penelitian.

B. Macam Paradigma Dalam Living Qur’an

1. Paradigma Akulturasi

Akulturasi adalah sebuah proses yang terjadoi ketika suatu kebudayaan

bertemu dengan kebudayaan yang lain, dan kemudian mengambil sejumlah unsur-

unsur budaya baru tersebut serta mengubahnya sedemikian rupa sehingga unsur-unsur

budaya baru tersebut terlihat seperti unsur budayanya sendiri. Dengan sudut pandang

akulturasi ini seorang peneliti fenomena Living Qur‟an akan mencoba mengetahui

mislanya prpses dan hasil interaksi anatara ajaran-ajaran yang ada dalam Al-Qur‟an

dengan sistem kepercayaan atau budaya lokal suatu masyarakat. Peneliti akan

berupaya mengetahui unsur-unsur mana dari budaya lokal yang mempengaruhi pola

interprestasi atau pemahaman terhadap Al-Qur‟an sebagai firman-firman Allah SWT

dalam bahasa arab, yang artinya tidak dimengerti sepenuhnya oleh masyarakat

pendukung budaya tersebut, dan bagaimana ajaran-ajaran dalam Al-Qur‟an kemudian

mengubah unsur-unsur tertentu dalam budaya lokal.

Proses akulturasi ini bisa berjalan dengan lancar dan mulus, bisa juga tidak

dalam hal ini peneliti juga dapat memperhatikan individu-individu mana yang

menyebarkan unsur yang lain. Tafsir mereka mengenai budaya lokal, pemanfaatan

mereka atas unsur-unsur budaya lokal untuk penyebaran Al-Qur‟an, bahkan juga

27
konflik-konflik yang harus mereka hadapi dalam proses penyebaran tersebut. Juga

dapat diteliti, perubahan-perubahan apa yang dilakukan terhadap unsur-unsur yang

ada dalam Al-Qur‟an sehingga unsur-unsur tersebut lantas terlihat sebagai bagian dari

budaya lokal, dan apa reaksi orang terhadap perubahan-perubahan tersebut.

2. Paradigma Fungsional

Paradigma fungsional digunakan ketika seorang peneliti bermaksud

mengetahui fungsi-fungsi dari suatu gejala sosial budaya. Fungsi ini bisa merupakan

fungsi sosial atau fungsi kultural gejala tersebut, seperti misalnya pola-pola perilaku

yang muncul dari pemaknaan-pemaknaan tertentu terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an.

Misalnya saja pemaknaan terhadap surat-surat dan ayat-ayat tertentu, yang kemudian

melahirkan pola-pola perilaku tertentu dengan fungsi sosio-kultural tertentu pula.

Ketika peneliti tertarik pada fungsi budaya dari Qur‟anisasi kehidupan masyarakat,

dia akan mengarahakan perhatiannya pada fungsi Qur‟anisasi tersebut pada tataran

pandangan hidup, nilai-nilai, norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Jika

dia tertarik pada fungsi sosial fenomena tersebut, dia akan mengarahkan perhatiannya

pada fungsi-fungsi Qu‟anisasi terhadap interaksi, relasi dan jaringan sosial, serta

pengelompokan dan pelapisan sosial yang ada disitu.

Peneliti juga dapat mencoba mengungkapkan fungsi-fungsi sosio-kultural dari

Al-Qur‟an itu sendiri, yang mungkin sangat berbeda dengan fungsi Al-Qur‟an dalam

konteks aktivitas belajar-mengajar disebuah perguruan tinggi seperti UIN Kalijaga

misalnya. Dalam hal ini ayat-ayat yang diyakini memiliki khasiat tertentu biasanya

akan mendapat perlakuan berbeda dengan ayat-ayat yang lain. Ayat-ayat ini mungkin

tidak akan dihafal, tetapi ditulis pada secarik kain putih dengan minyak misik atau

za‟faran, atau ditulis disebuah piring, kemudian disiram dengan air dan diminum.

28
Fungsi ayat-ayat tertentu dari Al-Qur‟an disini sudah berbeda dengan fungsi ayat

tersebut menurut pandangan mahasiswa perguruan tinggi islam.

3. Paradigma Struktural

Tujuan utama seorang peneliti yang menggunakan pendekatan struktural

adalah mengungkapkan struktur yang ada dibalik gejala-gejala sosial-budaya yang

dipelajari atau membangun sebuah model yang juga merupakan struktur yang akan

dapat membuat peneliti memahami dan menjelaskan gejal-gejala yang dipelajari.

Dengan menggunakan paradigma ini seorang peneliti akan mencoba memahami

gejala pemaknaan Al-Qur‟an lewat model-model struktural tertentu.

Lewat kacamata struktural seorang peneliti dimungkinkan untuk memandang

berbagai fenomena pemaknaan Al-Qur‟an sebagai serangkaian transformasi dari suatu

struktur tertentu. Disini Al-Qur‟an sebagai kitab akan dipandang sebagai salah satu

perwujudan lain (seperti misalnya ritual, mitos) dari struktur tertentu yang lebih

abstrak, yang lebih dalam, yang seolah-olah ada “dibalik” Al-Qur‟an sebagai sebuah

kitab disini lantas terlihat sebagai transformasi dari Al-Qur‟an yang dipraktekkan

dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini pada akhirnya peneliti harus dapat

menampilkan sebuah model tertentu dan memperlihatkan transformasi-transformasi

yang terjadi. Penelitian dapat dimulai dari aspek budaya yang mana saja. Bisa dari

aspek ritual, bisa dari aspek pemaknaan, bisa dari aspek Al-Qur‟annya, bisa pula dari

aspek budaya materialnya.

4. Paradigma Hermeneutik (Interpretative)

Yang dimaksud dengan paradigma hermeneutik disini berebda dengan

hermeneutik dalam kajian teks, karena teks disini bukan lagi sesuatu yang tertulis

29
tetapi gejala sosial-budaya itu sendiri. Dalam artian tertentu gejala sosial-budaya

memang dapat dikatakan sebagai teks, sebab gejala ini terbangun dari sejumlah

simbol-simbol, seperti juga halnya sebuah teks. sebagai sebuah teks maka gejala

sosial-budaya tersebut kemudian harus „dibaca‟ ditafsir. Oleh karena gejala sosial-

budaya tidak sama persis dengan „teks‟ maka mau tidak mau diperlukan metode yang

lain untuk membacanya, untuk menafsirkannya. Disinilah terletak perbedaan antara

hermeneutik dalm kajian teks dengan hermeneutik dalam kajian sosial-budaya.

Berbagai macam wujud pemaknaan Al-Qur‟an dengan berbagai simbol lain

yang mengelilinginya merupakan teks-teks sosial-budaya yang dapat dibaca oleh

mereka yang tertarik untuk meneliti Living Qur‟an. Dari baru yang berasal dari

peneliti mengenai „pemaknaan-pemaknaan‟ Al-Qur‟an yang ada dalam berbagai

kebudayaan, serta berbagai ritual yang menyertainya. Dalam hal ini, tafsir yang

diberikan oleh peneliti tidak harus sama dengan tafsir masyarakat yang diteliti.

Bahkan, memang harus berbeda, karena peneliti memiliki data kebudayaan yang lebih

banyak daripada warga masyarakat itu sendiri secara individyual. Hal ini

memungkinkannya memberi tafsir yang berbeda atas berbagai macam fenomena

Living Qur‟an yang ditemuinya ditempat penelitian.

5. Paradigma Fenomenologi

Penelitian Living Qur‟an yang berangkat dari fenomena sosial yang ada dalam

masyarakat, maka diperlukan pendekatan ilmu lain untuk menyelesaikan penelitian

tersebut. Pendekatan yang bisa di gunakan adalah pendekatan fenomenologi. Namun,

bukan berarti hanya pendekatan itu saja yang bisa digunakan dalam penelitian, ada

beberapa pendekatan yang bisa digunakan seperti pendekatan sosiologi, antropologi,

psikologi, dan beberapa pendekatan ilmiah lainnya.

30
Pendekatan fenomenologi pada umumnya ditandai dengan tiga ciri, yaitu

apache, einfuhlung, dan eidetic vision. Epoche yaitu peneliti berusaha untuk

memahami kenyataan yang dihadapinya. Einfuhlung yaitu pemberian perhatian penuh

penghargaan besar terhadap realitas sosial yang diteliti. Eidetic Vision yaitu mengacu

pada fenomenologi baik berupa kondisi sosial masyarakat.37

Edmund Husserl mendifinisikan fenomenologi sebagai studi yang lekat

dengan kesadaran. Dengan struktur kesadaran tersebut memungkinkan kesadaran-

kesadaran tersebut menunjuk obyek diluar dirinya. Studi ini diperlukan reduksi

fenomenologis artinya membutuhkan refleksi tentang isi, pikiran, dan

mengenyampingkan segala hal.38

Suwardi Endawarsa dalam bukunya dalam bukunya berpendapat bahwa

fenomenologi merupakan usaha untuk memahami budaya melalui pemilik budaya

atau pelaku budaya. Selain itu disebutkan bahwa pendukung kebenaran ilmiah adalah

fenomena, serta kebenaran ilmiah berlandaskan sejumlah kenyataan, yaitu kenyataan,

yaitu kenyataan empirik sensual, kenyatan empirik logik, kenyataan empiriketik,

kenyataan empirik transeden.39

Dalam jurnalnya Heddy menjelaskan penelitian dengan menggunakan

paradigma fenomenologi, maka yang berusaha di singkap adalah kesadaran mengenai

fenomena yang ada, menunjukkan bagaimana kesadaran mereka terhadap perilaku

yang telah dilakukan. Dalam sudut pandang fenomenologi ini penulis tidak menilai

benar atau salahnya pemahaman, namun yang menjadi hal penting adalah apa yang

dipahami oleh pelaku tertentu.40

37
Wardi Bakhtiar, Sosiologi Klasik (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), hlm 51
38
Ibid, Sosiologi Klasik, hlm 143
39
Suardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press, 2006)
hlm 15
40
Heddy Shri Ahisma-Putra, “Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologiuntuk Memahami Agama”
Jurnal Walisongo, Vol 20, No.1 (2012), hlm 256

31
Berdasarkan apa yang diutarakan diatas, penulis menggunakan pendekatan

fenomenologi, pendekatan fenomenilogi di dalam sebuah penelitian berusaha

memahami arti dari sebuah peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang

berada dalam peristiwa tersebut.41 Dalam rangka menggali pendekatan fenomenologi

sosiologi dalam strategi menghafal Al-Qur‟an. Untuk Subjek penelitian ini adalah

Santri Ponpes Modern Al-Amanah Junwangi kelas 10 Aliyah (angkatan 2022) yang

mana mereka mengambil program tahfidz . dipilih kelas ini karena mereka diawal

menghafal Al-Qur‟an diwajibkan mengikuti Qur‟anic Camp . kegiatan ini biasa

dilaksanakan di luar kota selama 3 hari 2 malam . isi dari kegiatan tersebut adalah

santri diajak untuk lebih leluasa mengekspresikan kemampuan menghafal serta

berbaur dengan alam. Surat yang dihafalkan pun tertentu .seperti halnya surat

Waqi‟ah , Yasin, As-Sajdah, dan lain sebaginya. Dalam hal ini santri menggunakan

metode Takraran (Takrir) yang mana santri harus mengulang-ulang hafalan Al-Qur‟an

sampai benar-benar hafal. Lalu menyetorkan hafalan kepada pembimbing. Selain itu,

santri juga diberikan materi Tahsin Al-Qur‟an yakni Metode pembenaran atau

pembenahan bacaan santri yang dilakukan oleh ustadz tahfidz.

41
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian (Bandung: Remaja Rosdakarya,210) hlm 17

32
`

33

Anda mungkin juga menyukai