KATA PENGANTAR
Salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) adalah akses terhadap air minum yang aman dan
terjangkau bagi masyarakat (Target 6.1). Sesuai dengan komitmen Indonesia untuk mendukung SDGs,
maka penyediaan air minum yang aman bagi masyarakat merupakan prioritas yang harus ditetapkan dan
dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-
2024, ditetapkan prioritas pembangunan infrastruktur layanan dasar, yaitu pembangunan SPAM
perpipaan dengan air yang aman dengan target sebanyak 15% jaringan perpipaan di tahun 2024.
Disebutkan pula dalam RPJMN 2020-2024 tersebut bahwa arah kebijakan dan strategi di bidang
infrastruktur pelayanan dasar untuk menyediakan air minum yang aman ini adalah meningkatkan
kapasitas penyelenggara air minum melalui penerapan rencana pengamanan air minum (RPAM).
RPAM menurut World Health Organization (WHO), merupakan cara yang efektif untuk menyediakan air
minum yang secara kualitas aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan konsumen, melalui pendekatan
analisis dan manajemen risiko sejak dari pengambilan di sumber, melalui proses pengolahan sampai
dengan keran konsumen (WHO, 2004). Untuk memudahkan penerapan RPAM di Indonesia, Pedoman
RPAM ini disusun sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara SPAM jaringan perpipaan dalam
menerapkan RPAM agar dapat menyediakan air yang secara kualitas aman dan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi konsumen.
Proses penyusunan dan pelaksanaan RPAM terdiri dari 5 (lima) komponen besar yang dibagi ke dalam 11
(sebelas) modul untuk SPAM jaringan perpipaan kabupaten/kota dan regional (WHO, 2009) dan 6 (enam)
tahapan untuk SPAM jaringan perpipaan kelompok masyarakat (WHO, 2012). Setiap modul dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu; (1) Penjelasan, (2) Langkah, dan (3) Pembelajaran dari Lapangan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kedudukan Kuantitas dan Kontinuitas untuk Pemenuhan Air Minum Aman dalam RPAM .. 5
Gambar 2. Kerangka Air Minum ........................................................................................................................ 6
Gambar 3. Perbandingan Langkah RPAM untuk SPAM Jaringan Perpipaan Kabupaten/Kota, Jaringan
Perpipaan Regional dan Kelompok Masyarakat .......................................................................... 7
Gambar 4. Diagram Proses RPAM untuk SPAM Jaringan Perpipaan Kabupaten/Kota dan Jaringan
Perpipaan Regional.......................................................................................................................... 9
Gambar 5. Diagram Siklus RPAM untuk SPAM Jaringan Perpipaan Kabupaten/Kota dan Regional ....... 10
Gambar 6. Diagram Proses RPAM untuk SPAM Jaringan Perpipaan Kelompok Masyarakat .................. 11
Gambar 7. Langkah Kegiatan Modul 1 ........................................................................................................... 18
Gambar 8. Tiga Langkah Pembentukan Tim RPAM ...................................................................................... 19
Gambar 9. Langkah Kegiatan Modul 2 ........................................................................................................... 22
Gambar 10. Langkah Kegiatan Membuat Gambar SPAM Saat ini ................................................................. 22
Gambar 11. Proses Dasar SPAM ....................................................................................................................... 23
Gambar 12. Contoh Gambar Skematik Sumber Mata Air .............................................................................. 24
Gambar 13. Contoh Gambar Skematik Sumber Air Permukaan ................................................................... 24
Gambar 14. Contoh Gambar Skematik Sumber Air Tanah ............................................................................ 24
Gambar 15. Langkah Kegiatan Modul 3 ........................................................................................................... 28
Gambar 16. Tiga Langkah Proses Penilaian Risiko .......................................................................................... 29
Gambar 17. Langkah Kegiatan Modul 4 ........................................................................................................... 35
Gambar 18. Langkah Kegiatan Modul 5 ........................................................................................................... 39
Gambar 19. Langkah Kegiatan Modul 6 ........................................................................................................... 42
Gambar 20. Segitiga Verifikasi ........................................................................................................................... 47
Gambar 21. Langkah Kegiatan Modul 7 ........................................................................................................... 48
Gambar 22. Langkah Kegiatan Modul 8 ........................................................................................................... 52
Gambar 23. Langkah Kegiatan Modul 9 ........................................................................................................... 56
Gambar 24. Langkah Kegiatan Modul 10 ......................................................................................................... 59
DAFTAR ISTILAH
Air baku: air baku untuk air minum yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah
dan mata air yang kualitasnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 Lampiran 6 tentang Penyelenggaraan Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Air minum: air minum rumah tangga yang melalui atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum sesuai dengan Permenkes
Nomor 492 Tahun 2010 (PP Nomor 122 Tahun 2015 pasal 1 ayat 2).
Air minum aman: air yang memenuhi standar kualitas air minum dari parameter fisik,
kimia, biologi yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun
2010.
Audit: suatu evaluasi dan verifikasi RPAM untuk menjamin bahwa RPAM sudah
dirancang secara tepat, dilaksanakan dengan benar, dan efektif (WHO, 2016).
Bahaya atau kontaminan: suatu agen biologi, fisik, atau kimia di dalam, atau kondisi
air yang berpotensi mengakibatkan efek kesehatan yang merugikan (WHO, 2016).
Batas kritis: batas angka yang dapat diukur atau kondisi yang dapat dipantau dimana
jika kurang dari batas ini keamanan air tidak bisa dijamin (WHO, 2019).
Gambar Skematik: suatu gambar skema SPAM mulai dari titik penangkapan air baku
sampai dengan sambungan pelanggan (WHO, 2019)
Hampir terjadi: suatu situasi yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya sebuah
insiden, jika tidak ada suatu tindakan atau tindakan pengendalian apa pun yang
dilakukan atau keadaan tertentu apapun yang ada (WHO, 2016).
Insiden: suatu peristiwa yang tidak biasa, yang dapat berdampak serius terhadap
kualitas air, dan memerlukan suatu respons yang signifikan (WHO, 2016).
Kejadian bahaya: suatu proses dimana suatu bahaya atau kontaminan memasuki
suplai air minum (WHO, 2016).
Kejadian darurat: kejadian darurat, atau yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya
(WHO, 2016).
Pengkajian: suatu proses untuk mengevaluasi apakah RPAM selalu dalam kondisi
terkini; dan tetap sesuai dengan kebutuhan penyelenggara SPAM dan para pemangku
kepentingan (WHO, 2016).
Pengolahan: sistem pengolahan air baku menjadi air minum melalui proses fisik,
kimia dan/atau biologi, meliputi sarana dan prasarana bangunan pengolahan dan
perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan
pemantauan, serta bangunan penampungan air minum (PP Nomor 122 Tahun 2015
pasal 7 ayat 1-2).
Prosedur Operasional Standar (POS): panduan operasi yang berisi tahapan rinci dari
suatu kegiatan/proses operasional SPAM, yang mencakup kondisi operasi normal,
insiden, hampir terjadi, dan darurat (WHO, 2009).
Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM): upaya pengamanan suplai air minum
mulai dari sumber hingga ke konsumen, yang dilakukan oleh berbagai pihak secara
terpadu menggunakan pendekatan analisis dan manajemen risiko untuk menjamin air
minum yang disuplai aman bagi konsumen dari segi kualitas atau kesehatan (Bartram
J. dkk., 2009).
Rencana perbaikan: suatu rencana kegiatan untuk setiap kejadian bahaya yang
tindakan pengendaliannya belum ada, atau dianggap belum efektif atau tidak pasti
keefektifannya.
Revisi: suatu proses untuk melakukan perubahan terhadap RPAM setelah terjadinya
suatu insiden, kondisi darurat, atau hampir terjadi (WHO, 2016).
Risiko: suatu kondisi yang dapat menyebabkan ketidakamanan air minum yang
disuplai kepada konsumen, sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen
(WHO, 2016).
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM): merupakan satu kesatuan sarana dan
prasarana air minum (PP Nomor 122 Tahun 2015).
Sumber: sistem pengambilan dan/atau penyediaan air baku, meliputi sarana dan
prasarana bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat
pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan
pembawa, serta perlengkapannya (PP Nomor 122 Tahun 2015 pasal 5 ayat 2).
Skor risiko: skor yang diberikan kepada suatu kejadian bahaya berdasarkan proses
analisis risiko. Skor risiko ditentukan sebagai hasil perkalian dari peluang dan dampak
keparahan kejadian bahaya (WHO, 2016).
Tindakan koreksi: suatu tindakan yang dilakukan ketika hasil pemantauan tindakan
pengendalian memperlihatkan adanya kemungkinan atau kehilangan kontrol yang
sebenarnya; atau ketika batas operasional normal/kritis terlampaui (WHO, 2016).
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. TUJUAN
REGULASI ISI
Undang-Undang Nomor 17 Tahun Undang-Undang menyatakan secara tegas bahwa
2019 tentang Sumber Daya Air Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Untuk itu, negara menjamin hak rakyat atas Air
guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari
bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah
yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga
keberlangsungannya, dan terjangkau.
Peraturan Pemerintah Republik Aturan yang memandatkan agar setiap pemangku
Indonesia Nomor 122 Tahun 2015 kepentingan yang terlibat dalam penyediaan air minum
tentang Sistem Penyediaan Air dapat memenuhi tanggung jawab negara dalam
Minum menjamin pemenuhan hak rakyat atas air minum, baik
dari aspek kuantitas, kualitas, dan kontinuitas untuk
mendapatkan kehidupan sehat, bersih, dan produktif.
Oleh karenanya, penyelenggara air minum, secara
kontinu, perlu melakukan pengelolaan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) seperti operasi dan
pemeliharaan, perbaikan, peningkatan sumber daya
manusia, serta kelembagaan; untuk memastikan
kemanfaatan fungsi sarana dan prasarana yang
terbangun, meliputi unit air baku, produksi, distribusi,
dan pelayanan.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Peraturan Pemerintah ini mengatur upaya sistematis
Tahun 2021 tentang dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
Penyelenggaraan, Perlindungan Lingkungan Hidup dan mencegah terjadinya
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
Peraturan Menteri Kesehatan Acuan pengawasan kualitas air minum secara internal
Republik Indonesia Nomor 492 maupun eksternal untuk memastikan air minum yang
Tahun 2010 tentang Persyaratan disediakan oleh para penyelenggara air minum, aman
Kualitas Air Minum bagi kesehatan, yaitu memenuhi persyaratan fisik,
mikrobiologis, kimia, dan radioaktif; dengan detail
REGULASI ISI
parameter dan baku mutu yang telah ditetapkan pada
peraturan ini.
Peraturan Menteri Kesehatan Acuan tata laksana pengawasan kualitas air minum
Republik Indonesia Nomor 736 meliputi pengawasan eksternal dan internal. Untuk
Tahun 2010 tentang Tata Laksana mencapai kualitas air minum sesuai persyaratan yang
Pengawasan Kualitas Air Minum ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan harus dilakukan pengawasan kualitas air
minum meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel
air minum, pengujian kualitas air minum, analisis hasil
pengujian laboratorium, rekomendasi untuk
pelaksanaan tindak lanjut, dan pemantauan
pelaksanaan tindak lanjut.
Peraturan Menteri Pekerjaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan
Umum Republik Indonesia Nomor tentang jenis dan mutu pelayanan dasar bidang
29/PRT/M/2018 tentang Standar pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang
Teknis Standar Pelayanan Minimal merupakan urusan wajib daerah yang berhak
Bidang Pekerjaan Umum dan diperoleh setiap warga secara minimal. Salah satu yang
Perumahan Rakyat diatur dalam regulasi ini adalah SPM penyediaan air
minum yang aman.
Peraturan Menteri Pekerjaan Pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah,
Umum dan Perumahan Rakyat dan penyelenggara dalam menyediakan air minum
Nomor 27/PRT/M/2016 tentang melalui SPAM sesuai dengan Proses Dasar Manajemen
Penyelenggaraan Sistem Penyelenggara SPAM. Proses dasar manajemen
Penyediaan Air Minum merupakan serangkaian proses kegiatan yang
mencakup perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi dalam rangka mengoptimalkan manfaat
dan fungsi SPAM. Tujuannya adalah:
• Menyediakan pelayanan air minum dalam rangka
menjamin hak rakyat atas air minum;
• Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum
yang berkualitas dengan harga yang terjangkau;
• Tercapainya kepentingan yang seimbang antara
pelanggan dan penyelenggara; dan
• Tercapainya penyelenggaraan air minum yang efektif
dan efisien untuk memperluas cakupan pelayanan
air minum.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Pedoman bagi setiap unit kerja di instansi pemerintah
Aparatur Negara dan Reformasi yang berinteraksi langsung dengan publik untuk secara
Birokrasi Republik Indonesia wajib mengadakan survei atau jajak pendapat terkait
Nomor 14 Tahun 2017 tentang layanan publik yang diselenggarakan oleh instansi
Pedoman Penyusunan Survei pemerintahan. Survei ini bertujuan untuk mengukur
Kepuasan Masyarakat Unit sejauh mana tingkat kepuasan layanan masyarakat
Penyelenggara Pelayanan Publik yang disediakan, kecepatan waktu layanan, kesesuaian
layanan yang diberikan, perilaku petugas layanan, dan
sarana prasarana layanan publik yang diberikan.
1.3. PENGGUNA
• Pengguna utama, yaitu penyelenggara SPAM termasuk Tim RPAM dan auditor
internal;
Air minum merupakan kebutuhan dasar setiap makhluk hidup dalam melakukan
berbagai aktivitasnya. Pemenuhan kebutuhan dasar ini perlu didukung dengan
sistem penyediaan air minum yang memadai agar menghasilkan air minum yang
aman. Ketersediaan dan keamanan air minum perlu dipastikan untuk
meminimalisasi timbulnya faktor-faktor yang dapat memengaruhi kebutuhan
dasar manusia, salah satunya adalah penyakit. Kualitas air yang buruk dapat
menimbulkan penyakit bawaan air diantaranya diare, tifus, disentri, kolera,
meningitis, hepatitis, polio, dan lainnya.
Aspek kualitas dapat mendukung akses air yang berkelanjutan dan aspek
kuantitas melalui pendekatan risiko. Dengan menerapkan tindakan
pengendalian dari hulu dan hilir, maka risiko kejadian bahaya yang dapat
mempengaruhi penurunan kualitas air dan atau kuantitas air (kehilangan air
(Non Revenue Water, NRW) dapat dihindari/diminimalisir.
Mendapatkan akses terhadap air minum yang layak merupakan hak dasar
manusia yang harus dipenuhi. Kemudahan dalam mendapatkan air minum di
sepanjang waktu dengan jumlah yang mencukupi dan kualitas yang aman
menjadi hal yang wajib diperhatikan oleh para pemangku kepentingan. Kualitas
air aman berarti memenuhi seluruh persyaratan air minum berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010. Pemenuhan ini perlu
dijaga karena mengonsumsi air minum yang tidak aman dapat menimbulkan
penyakit bawaan air yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan dan
kualitas hidup manusia.
Dalam rangka menjamin ketersediaan air minum yang berkualitas untuk seluruh
masyarakat, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya. Melalui
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan
Air Minum (SPAM), pemerintah memandatkan bahwa air minum adalah air yang
memenuhi persyaratan kesehatan dan dapat langsung diminum. Selain itu,
untuk memastikan konsistensi kinerja SPAM di Indonesia, pemerintah
mengadaptasi konsep yang telah dikembangkan oleh WHO ke dalam bentuk
RPAM. Pengelolaan risiko menjadi pendekatan yang digunakan dalam konsep ini,
untuk menjamin air minum yang diproduksi dan diterima oleh masyarakat
memenuhi seluruh aspek kesehatan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.
Proses penyusunan dan pelaksanaan RPAM terdiri dari 5 (lima) komponen besar
yang dibagi ke dalam 11 (sebelas) modul untuk SPAM jaringan perpipaan
kabupaten/kota dan regional (WHO, 2009) dan 6 (enam) tahapan untuk SPAM
jaringan perpipaan kelompok masyarakat (WHO, 2012). Diagram perbandingan
untuk keduanya diperlihatkan pada Gambar 3.
MODUL 11 Revisi
(Sumber : Water Safety for Small Community Water Supplies, Step-by-step risk Management Guidance for
Drinking Water Suppplies in Small Community, WHO, 2012.)
2.4.1. Umum
Jaringan Perpipaan
KODE JUDUL
LANGKAH PELAKSANAAN MODUL TARGET HASIL
MODUL MODUL
KODE JUDUL
LANGKAH PELAKSANAAN MODUL TARGET HASIL
MODUL MODUL
hulu adalah mulai dari unit air baku (termasuk transmisi) dan produksi
(termasuk reservoir utama dan jaringan distribusi utama) dengan pola
pelayanan berupa distribusi air curah ke kabupaten/kota (offtaker).
Sedangkan pengelola hilir berada di bawah kewenangan kabupaten/kota
dengan lingkup pengelolaan mulai dari reservoir offtake, unit distribusi,
dan pelayanan. Hal yang membedakan RPAM SPAM jaringan perpipaan
regional dengan kabupaten/kota adalah penerapan RPAM SPAM jaringan
perpipaan regional harus disesuaikan dengan lingkup kewenangan
pengelolaannya, dan terdapatnya tim monitoring yang bertugas untuk
memantau hal-hal atau perjanjian yang dikerjasamakan/disepakati
antarpenyelenggara SPAM pada SPAM regional.
KODE
JUDUL LANGKAH LANGKAH PELAKSANAAN TARGET HASIL
LANGKAH
1 Pembentukan Tim 1. Melibatkan masyarakat; Daftar keanggotaan tim RPAM
RPAM 2. Membentuk tim RPAM; dan dengan pelaksana utama berasal
3. Mendokumentasikan tim RPAM. dari komunitas dan turut
melibatkan pemangku kepentingan
lain (eksternal) dalam bidang air
minum, seperti pemerintah,
Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), akademisi, pakar, dan
lainnya.
2 Gambaran SPAM 1. Mengumpulkan Informasi Peta SPAM jaringan perpipaan
Penyelenggaraan SPAM jaringan kelompok masyarakat, dilengkapi
perpipaan kelompok masyarakat; informasi penyelenggara SPAM
2. Membuat Peta SPAM jaringan dengan data yang akurat.
perpipaan kelompok masyarakat;
dan
3. Memeriksa Peta dan Deskripsi
SPAM jaringan perpipaan kelompok
masyarakat.
3 Identifikasi Bahaya, 1. Mengidentifikasi Bahaya dan Matriks penilaian risiko dan tindakan
Kejadian Bahaya, Kejadian Bahaya; pengendalian.
Analisis Risiko dan 2. Mengidentifikasi Tindakan
Tindakan Pengendalian Pengendalian Saat Ini;
3. Memvalidasi Tindakan
Pengendalian Saat Ini; dan
KODE
JUDUL LANGKAH LANGKAH PELAKSANAAN TARGET HASIL
LANGKAH
4. Menganalisis Risiko.
4 Rencana Perbaikan 1. Membuat daftar alternatif rencana Daftar rencana perbaikan dan
perbaikan dan mengkajinya; pengembangan.
2. Memilih rencana perbaikan
berdasarkan prioritasnya; dan
3. Menyusun rencana perbaikan
bertahap dan melaksanakannya
5 Pemantauan 1. Pemantauan operasional; dan Rencana pemantauan operasional
Operasiona dan 2. Pemantauan verifikasi. dan verifikasi.
Verifikasi
6 Dokumentasi, 1. Mendokumentasikan prosedur 1. Dokumen POS kondisi normal
Pengkajian, dan Revisi manajemen; dan darurat;
RPAM 2. Menyusun program pendukung; 2. Daftar Program Pendukung; dan
dan 3. Catatan pengkajian RPAM.
3. Melakukan pengkajian dan revisi
RPAM.
Pada pedoman ini, tahapan penyusunan dokumen RPAM dan pelaksanaannya untuk
sistem jaringan perpipaan akan dijelaskan melalui 11 (sebelas) modul. Setiap modul
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Penjelasan
Berisi pengenalan modul, tujuan modul, dan mengapa modul tersebut harus
dilaksanakan.
2. Langkah
PENJELASAN
Tahapan awal untuk melaksanakan RPAM adalah membentuk tim. Tim RPAM akan
bertanggung jawab terhadap penyusunan dokumen dan program-program
pendukung RPAM, pelaksanaan kegiatan, serta menginternalisasikan kegiatan pada
setiap pekerjaan rutin penyelenggara SPAM. Oleh sebab itu, penting untuk melibatkan
sumber daya manusia yang kompeten dan berpengalaman dalam teknis penyediaan
air minum, mulai dari proses pengolahan hingga pendistribusian. Tim harus mampu
menggerakkan seluruh individu agar setiap aktivitasnya dapat mendukung
ketercapaian target RPAM.
LANGKAH
Beberapa langkah yang perlu dilakukan pada modul 1 dapat dilihat pada Gambar 7.
Pembentukan tim RPAM dapat dilakukan melalui tiga langkah sebagai berikut
(Gambar 8).
Tim RPAM yang terdiri dari lintas keahlian akan membantu menyeimbangkan
antara aspek keteknikan dengan kesehatan masyarakat. Selain komposisi
keahlian, di dalam tim juga harus dipertimbangkan faktor keadilan (equity),
dengan menyeimbangkan anggota tim dari segi gender, posisi, strata, dan
sosial.
Pembentukan Tim RPAM juga perlu didukung dengan surat tugas atau surat
keputusan dari pimpinan tertinggi.
Kompetensi tiap pegawai merupakan dasar pemilihan personel untuk Tim RPAM.
Tim RPAM harus multidisiplin, dan tiap individu dapat berkontribusi sesuai dengan
kompetensinya, antara lain:
Jumlah sub tim sesuai dengan ketersediaan jumlah sumber daya manusia, dan sub
tim ini dapat berubah sesuai dengan kebutuhan.
PENJELASAN
Tim RPAM perlu memiliki gambaran SPAM secara komprehensif, meliputi profil dan
proses bisnis, alur rangkaian SPAM, performa produksi air, dan data konsumen
beserta peruntukannya. Gambaran ini dibutuhkan sebagai acuan utama Tim RPAM
mengidentifikasi bahaya, menganalisis potensi risiko, dan menentukan tindakan
pengendalian, mulai dari sumber hingga keran konsumen. Peta lokasi serta informasi
komponen-komponen yang terpasang perlu ditampilkan agar Tim RPAM lebih mudah
mengelola risiko yang dapat menghambat proses produksi air minum aman.
LANGKAH
Contoh gambar skematik sumber mata air, air permukaan, dan air tanah
tercantum pada Gambar 12 – Gambar 14.
Seluruh informasi rangkaian SPAM saat ini yang lebih lengkap dapat disajikan
dalam bentuk diagram alir. Penyusunan diagram alir dapat dikembangkan
berdasarkan gambar skematik yang sudah disusun sebelumnya.
2. Kunjungan lapangan.
Pendataan performa kualitas air dilakukan untuk setiap titik tangkapan air,
unit IPA, dan keran konsumen sesuai dengan diagram alir yang sudah
disusun sebelumnya. Performa kualitas air dapat dihitung berdasarkan
rumus berikut:
Data pengguna dan jenis penggunaan air diperlukan sebagai dasar tingkat
kerentanan konsumen terhadap air yang terkontaminasi.
RISIKO
PENJELASAN
• Bahaya: disebut juga kontaminan,
Pada tahap ini, bahaya dan kejadian bahaya
yaitu suatu agen biologi, fisik, kimia
mulai diidentifikasi dan diinventarisasi secara
dan/atau radioaktif di dalam air yang
detail. Bahaya dan kejadian bahaya berpotensi mengakibatkan efek
diidentifikasi berdasarkan gambar diagram alir kesehatan yang merugikan (WHO,
yang telah dicek sebelumnya. Lalu, setiap 2016).
• Kejadian bahaya: proses yang sudah
bahaya dan kejadian bahaya dianalisis
dan yang berpotensi terjadi yang
risikonya. Daftar bahaya, kejadian bahaya, dan menyebabkan bahaya atau
risiko tersebut digunakan sebagai bahan acuan kontaminan memasuki komponen
penentuan tindakan pengendalian pada tahap SPAM (WHO, 2016).
selanjutnya.
LANGKAH
Daftar identifikasi bahaya, kejadian bahaya, serta proses analisis risiko dapat dilakukan
dengan tahapan seperti pada Gambar 15.
Bahaya dan kejadian bahaya dapat diidentifikasi secara runut di setiap komponen
SPAM berdasarkan diagram alir yang sudah dicek pada modul 2. Kejadian bahaya
yang perlu didokumentasikan adalah seluruh kejadian yang sudah dan berpotensi
mengancam proses produksi air minum aman; seperti masuknya kontaminan
akibat aktivitas pertanian atau buangan industri di sekitar sumber air baku,
pemadaman listrik yang dapat menghambat proses produksi, kelalaian petugas
dalam pembubuhan bahan kimia atau pemeliharaan aset, kebocoran pipa
distribusi, pemasangan sambungan ilegal, dan lain sebagainya. Pada
pendokumentasiannya, kejadian bahaya dapat dituliskan dengan formula berikut.
Keterangan:
- Dapat dimodifikasi/dikembangkan/disesuaikan dengan kondisi SPAM setempat. Untuk mempercepat
dan mempermudah penyusunan RPAM pertama kalinya, klasifikasi peluang kejadian bahaya pada
tabel ini dapat diadopsi langsung.
- Zona dan subzona merupakan kondisi untuk SPAM yang bisa diisolasi dengan pengaturan valve.
Keterangan: Dapat dimodifikasi/dikembangkan/disesuaikan dengan kondisi SPAM setempat. Untuk mempercepat dan
mempermudah penyusunan RPAM pertamakalinya, klasifikasi peluang kejadian bahaya pada tabel ini dapat diadopsi
langsung.
Dampak keparahan
Matrik Risiko
Tidak
Minor Sedang Mayor Ekstrem
Signifikan
Skala 1 2 3 4 5
Peluang Kejadian
Sangat jarang 1 1 2 3 4 5
Bahaya
kemungkinan kecil 2 2 4 6 8 10
Mungkin 3 3 6 9 12 15
Kemungkinan besar 4 4 8 12 16 20
Hampir pasti 5 5 10 15 20 25
Skor Risiko 1-5 6 - 10 11 - 15 16 - 20 ≥21
Sangat
Tingkat Risiko Rendah Medium Tinggi Ekstrim
Tinggi
Sumber : WHO Indonesia, 2019 dari PDAM A, 2019
Dari nilai-nilai tersebut, tim RPAM perlu menyepakati klasifikasi tingkat risiko
beserta rentang nilainya. Sebagai contoh, Tabel 8 mengklasifikasikan risiko ke
dalam 5 tingkat. Tingkatan risiko ini yang akan dipakai untuk menentukan
prioritas pengendalian bahaya.
yang didapatkan dari pelaksanaan satu siklus RPAM. Deskripsi peluang dan
dampak keparahan kejadian bahaya pun dapat diperbarui atau dimodifikasi
menjadi tidak hanya dalam bentuk kualitatif, seperti contoh yang
diperlihatkan pada Tabel 6 dan Tabel 7, namun juga bisa dilengkapi dengan
bentuk kuantitatif. Informasi atau deskripsi dalam bentuk kuantitatif lebih
mudah didefinisikan ketika sudah memiliki pengalaman melaksanakan RPAM,
paling tidak dalam satu siklus lengkap.
Pada setiap siklus pelaksanaan RPAM, daftar kejadian bahaya perlu terus ditinjau dan diperbarui
dengan data terkini untuk menjamin ketersediaan air minum aman sepanjang waktu.
PENJELASAN
Pada tahap ini, Tim RPAM melakukan identifikasi tindakan pengendalian saat ini di
setiap kejadian bahaya yang sudah didokumentasikan pada modul 3. Tindakan
pengendalian tersebut perlu divalidasi dan dikaji ulang efektivitasnya untuk
mengendalikan risiko yang akan muncul. Hasil validasi dan kaji ulang akan
memperlihatkan kejadian bahaya yang belum dapat dikendalikan. Bisa dikarenakan
tindakan pengendaliannya belum efektif, atau tidak pasti keefektifannya, atau
memang belum ada tindakan pengendalian sama sekali. Hasil identifikasi dan kaji
ulang ini diperlukan sebagai dasar penyusunan rencana perbaikan pada modul 5.
Tujuan modul 4 adalah untuk mengidentifikasi kesalahan yang mungkin terjadi pada
SPAM, dimana dan bagaimana kesalahan tersebut dapat terjadi, dan tingkat
signifikansi (pentingnya) kesalahan tersebut.
LANGKAH
Hasil validasi digunakan sebagai dasar penentuan kaji ulang risiko. Cara kaji ulang
risiko adalah melakukan kembali penilaian risiko dengan mempertimbangkan
efektivitas tindakan pengendalian yang dilakukan untuk masing-masing kejadian
bahaya. Bukti validasi dapat dijadikan acuan oleh Tim RPAM untuk melihat
efektivitas suatu tindakan pengendalian yang sejalan
Hasil kaji ulang risiko yang
dengan penurunan nilai risiko dari yang sudah berkaitan dengan pihak
diberikan sebelumnya pada modul 3. Efektivitas eksternal harus
tindakan pengendalian dapat dilihat dari adanya dikomunikasikan kepada
instansi yang bersangkutan
penurunan tingkat risiko menjadi rendah. Dengan
agar dapat ditindaklanjuti
mengidentifikasi dan mengkaji ulang risiko, Tim RPAM
segera sebagai bentuk
dapat melihat kejadian bahaya yang tindakan tanggung jawab bersama
pengendaliannya belum ada, belum efektif, dan/atau untuk menjaga kualitas
tidak pasti keefektifannya. Meskipun demikian, risiko- produksi air minum aman
3. Tingkat risiko pada proses kaji ulang harus tinggi untuk kejadian-kejadian
bahaya yang tidak memiliki tindakan pengendalian
Meskipun penilaian risiko untuk suatu kejadian bahaya pada modul 3
menghasilkan tingkat risiko yang tidak tinggi (misal rendah atau medium), tetapi
jika belum ada tindakan pengendalian yang mengatasinya, maka keparahan risiko
pada kaji ulang harus diberikan nilai yang tinggi. Hal yang sama juga dilakukan
untuk tindakan pengendalian yang tidak efektif, dan/atau tidak pasti
keefektifannya. Tidak ada, atau tidak efektif, atau tidak pastinya keefektifan
tindakan pengendalian menunjukkan ketidakmampuan penyelenggara SPAM
menangani risiko tersebut, yang sewaktu-waktu dampaknya dapat semakin parah.
Beberapa contoh kejadian bahaya yang belum memiliki tindakan pengendalian,
diantaranya:
• Kasus 1
Air yang berbusa terjadi di IPA PDAM A. Busa ini diperkirakan terjadi karena
kontaminasi dari detergen akibat aktivitas penduduk di hulu intake. Tindakan
pengendalian yang sudah dilakukan adalah pengolahan air baku di IPA. Tetapi
tindakan pengendalian tersebut dinilai tidak dapat mengatasi akar masalah
(karena tidak dilakukan pengendalian di titik timbulnya masalah), yaitu
menangani aktivitas penduduk di hulu intake. Oleh karena itu, nilai kaji ulang
risiko harus tetap tinggi.
• Kasus 2
Proses intrusi air laut mengakibatkan air baku Sungai A mengandung kadar
garam yang tinggi yaitu mencapai 500 mg/L. Akibatnya air produksi menjadi
payau dan hambar. Dikhawatirkan konsumen akan menggunakan alternatif
sumber air minum yang tidak aman akibat hal ini. Terdapat beberapa upaya
tindakan pengendalian yang sudah dilakukan, yaitu:
1. Menghimbau konsumen untuk tidak menggunakan air produksinya
sebagai air minum;
2. Menghentikan pengambilan air dari Sungai A;
• Kasus 3
Terdapat sabotase pipa PDAM B di sumber mata air yang mengakibatkan
produksi air minum terganggu dan suplai air ke konsumen terhenti/terganggu.
Dikhawatirkan konsumen akan mencari sumber air alternatif yang tidak aman
untuk kesehatan. Terhenti/terganggunya suplai air minum juga berpotensi
menimbulkan rekontaminasi air minum di pipa distribusi akibat aliran yang
kecil dan/atau tidak mengalir sama sekali. PDAM B sudah berupaya
mengendalikan bahaya tersebut dengan menempatkan pegawainya untuk
mengawasi pipa dari aktivitas sabotase. Tetapi tindakan pengendalian ini
belum tertuju pada akar permasalahan yang berupa tindakan sabotase oleh
masyarakat sehingga tingkat risiko harus tetap tinggi.
PENJELASAN
Rencana perbaikan risiko disusun untuk setiap kejadian bahaya yang tindakan
pengendaliannya belum ada, atau dianggap belum efektif atau tidak pasti
keefektifannya. Rencana perbaikan sebaiknya dilengkapi dengan informasi terkait
kebutuhan sumber daya manusia, finansial, serta jadwal dan periode pelaksanaan
agar dapat ditindaklanjuti tepat waktu. Kaji ulang risiko yang dihasilkan pada modul 4
dapat dijadikan pertimbangan untuk memilih rencana perbaikan yang perlu
diprioritaskan pelaksanaannya. Pada modul 5 dilakukan penyusunan rencana
perbaikan secara detail untuk mengatasi semua risiko yang membutuhkan tindakan
pengendalian tambahan dan memastikan rencana perbaikan secara bertahap.
LANGKAH
Pada modul 5, terdapat dua langkah yang dapat dilakukan, seperti tercantum pada
Gambar 18.
Rencana perbaikan yang dihasilkan dari proses RPAM dapat dijadikan input untuk
penyusunan rencana kegiatan anggaran (RKA) pengelola tahunan. Oleh karena itu,
setiap rencana perbaikan sebaiknya disusun secara lengkap meliputi berbagai
informasi diantaranya:
Jadwal pelaksanaan untuk setiap rencana perbaikan dapat Daftar prioritas risiko
ditentukan berdasarkan prioritas pengendalian risiko. beserta rencana
Prioritas risiko dapat diurutkan dari kejadian bahaya yang perbaikannya
memiliki skor risiko paling tinggi. Prioritasi risiko dari bermanfaat untuk
pengambilan
medium sampai tinggi bisa saja membutuhkan peningkatan
keputusan,
atau modifikasi sistem (investasi) untuk mencapai target khususnya terkait
kualitas air minum aman. Sedangkan, prioritas risiko yang pertimbangan
rendah dapat dikelola dengan aktivitas pemantauan rutin. finansial
satu siklus ke belakang tetap harus disusun sebagai bagian dari upaya perbaikan
yang berkelanjutan (continual improvement).
PENJELASAN
LANGKAH
Pelaksanaan modul 6 dapat mengikuti langkah yang tercantum pada Gambar 19.
Tingkat
Nomor Deskripsi
Batasan
▪ Batas ini ditetapkan untuk parameter yang berpengaruh besar
pada kualitas air minum, yang membahayakan kesehatan
masyarakat;
▪ Parameter ini harus dapat diukur secara langsung untuk
melakukan proses perbaikan segera;
▪ Beberapa parameter pada standar kualitas air minum atau dalam
hal ini Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010
tentang Standar Kualitas Air Minum dapat dijadikan sebagai acuan
batas kritis, tetapi tidak semua dapat disamakan; dan
▪ Batas kritis ditetapkan sesuai dengan operasional di setiap
komponen diagram alir.
Tindakan koreksi akan menjadi acuan Tim RPAM dalam mengatasi kejadian
bahaya ketika hasil pemantauan menunjukkan adanya data yang melampaui
batas kritis. Tindakan koreksi harus dapat dilaksanakan dengan cepat melalui
tindakan langsung untuk mencegah risiko bahaya, sebagai contoh membunyikan
alarm ketika terdeteksi bahaya akan terjadi. Beberapa informasi yang perlu
dicantumkan saat menyusun tindakan koreksi, diantaranya sebagai berikut.
pemantauan operasional harus diawasi dan dikaji koreksi perlu dipastikan sudah
terlatih dan berkompeten
secara berkala oleh Tim RPAM untuk memastikan
pemantauan tersebut berjalan dengan efektif.
dan Supervisory Control and Accusation Data (SCADA). GIS memetakan letak pipa serta
memperlihatkan keterangan tentang tipe, diameter, aksesori, dan historis pipa
(seperti: kebocoran, perbaikan, dan pemeliharaan). SCADA memperlihatkan status
terkini tinggi muka air pada reservoir, pompa, kecepatan aliran, dan tekanan di titik
kritis. TCC memperlihatkan unit pengukuran sisa klor secara online di titik lokasi
pengambilan sampel air pada sistem produksi dan distribusi. Selain itu, paket
perangkat lunak khusus RPAM dapat memudahkan setiap anggota tim dapat
menjalankan RPAM sesuai dengan rencana yang sudah disusun.
MODUL 7: VERIFIKASI
PENJELASAN
Pada tahap ini, Tim RPAM menyusun prosedur verifikasi RPAM untuk memastikan
bahwa keseluruhan proses RPAM berjalan sesuai rencana. Artinya, target untuk
memproduksi air minum aman untuk seluruh konsumen telah tercapai.
VALIDASI VERIFIKASI
Pada modul Modul 4 Modul 7
berapa
digunakan?
Bagaimana Mengumpulkan bukti Mengumpulkan bukti untuk memeriksa
proses untuk memeriksa penyelenggara SPAM telah melaksanakan
pelaksanaannya? tindakan RPAM dengan efektif.
pengendalian yang 1. Dilihat dari pemenuhan air minum yang
sudah direncanakan, diproduksi terhadap persyaratan kesehatan
telah dilaksanakan (quality assurance); dan
dengan baik. 2. Dilihat dari pemenuhan/kesesuaian
pelaksanaan operasional keseluruhan siklus
RPAM (compliance monitoring).
Apa tujuannya? Bila bukti tersebut Bila didapatkan bukti bahwa:
diperoleh, maka 1. Air minum yang diproduksi telah memenuhi
tindakan seluruh persyaratan kesehatan; dan
pengendalian dapat 2. Pelaksanaan operasional telah dilaksanakan
dikatakan sudah sesuai dengan prinsip RPAM.
efektif (terlaksana Maka, dapat dikatakan bahwa RPAM telah
dengan baik). dilaksanakan secara efektif
Berdasarkan Bartram J., dkk (2009), verifikasi dapat dilakukan melalui tiga kegiatan,
diantaranya:
Verifikasi harus memberikan bukti bahwa desain dan operasi sistem secara
keseluruhan mampu mengalirkan air secara konsisten dengan kualitas telah
memenuhi standar berbasis kesehatan yang berlaku. Jika tidak, rencana
peningkatan/perbaikan harus direvisi dan diimplementasikan.
Data-data yang diperoleh melalui tiga kegiatan tersebut perlu dikaji agar dapat
menjadi poin evaluasi untuk pengembangan pelaksanaan RPAM ke depan.
Perbedaan antara pengujian kualitas air untuk pemantauan operasional (Modul 6) dan
pemantauan pemenuhan persyaratan (Modul 7) dapat dilihat pada Tabel 10.
Pemantauan operasional untuk menjamin Verifikasi untuk menjamin RPAM secara keseluruhan
tindakan pengendalian bekerja efektif berjalan efektif untuk menyuplai air yang aman
Data-data yang diperoleh melalui tiga kegiatan tersebut perlu dikaji agar dapat
menjadi poin evaluasi untuk pengembangan pelaksanaan RPAM ke depan.
LANGKAH
Tabel 11. Panduan Pemantauan Kualitas Air Minum Pada Sistem Jaringan
Distribusi Perpipaan
Jumlah Sampel/Parameter/Jaringan Distribusi
Frekuensi Jumlah Penduduk yang Dilayani
Parameter
Pengujian <5.000 <5.000- >100.000
100.000
Fisik Satu bulan 1 1 per 5.000 1 per 10.000 penduduk
sekali penduduk ditambah 5 sampel
tambahan
Mikrobiologi Satu bulan 1 1 per 5.000 1 per 10.000 penduduk
sekali penduduk ditambah 5 sampel
tambahan
Sisa klor* Satu bulan 1 1 per 5.000 1 per 10.000 penduduk
sekali penduduk ditambah 5 sampel
tambahan
Kimia wajib Enam bulan 1 1 per 5.000 1 per 10.000 penduduk
sekali penduduk
Kimia Enam bulan 1 1 per 5.000 1 per 10.000 penduduk
tambahan** sekali penduduk
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736 tahun 2010
Keterangan:
* Sisa klor diuji pada keluaran (outlet)reservoir dengan nilai maksimal 1 mg/L dan titik terjauh unit distribusi
dengan nilai minimal 0,2 mg/L.
** Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah.
PEMANTAUAN
PEMENUHAN AUDIT
PERSYARATAN
Bagaimana Fokus pada Terdiri dari:
proses pemeriksaan 1. Melakukan pemeriksaan air minum
pelaksanaannya? pemenuhan standar yang diproduksi terhadap standar
kesehatan terhadap air kesehatan yang berlaku;
minum yang 2. Memeriksa kelengkapan dokumen
diproduksi. RPAM; dan
3. Memeriksa efektivitas pelaksanaan
RPAM.
Siapa yang Petugas Auditor:
melaksanakan? laboratorium/tim atau • Auditor Internal:
staf yang ditugaskan Bisa seseorang atau tim dari pegawai
penyelenggara SPAM itu sendiri (di luar
anggota Tim RPAM) yang ditunjuk oleh
manajemen tingkat atas.
• Auditor Eksternal:
Bisa seseorang atau tim yang berasal
dari pemerintah pusat, atau
pemerintah daerah, dan/atau
konsultan, atau sesama pegawai
penyelenggara SPAM (contoh pegawai
PDAM A mengaudit
*Keterangan: Pemilihan auditor sebaiknya mempertimbangkan pemahamannya terkait SPAMpelaksanaan RPAM
serta kemampuannya
diberjalan
dalam mengidentifikasi secara detail hal-hal yang belum PDAMsesuai
B, atau sebaliknya).
prosedur, yang akan berpotensi,
maupun yang sudah menyebabkan tidak terpenuhinya standar yang dipersyaratkan.
Kapan harus Berkala, mengikuti Berkala, misal, setiap 1-3 tahun, disesuaikan
dilaksanakan? peraturan yang dengan otoritas regulator dan/atau
3. Menganalisis Kepuasan Pelanggan
berlaku, yaitu kesepakatan penyelenggara SPAM.
Kepuasan pelanggan terhadap
Peraturan kualitas air minum yang dikonsumsi juga perlu
Menteri
diperiksa. Pengumpulan data
Kesehatan kepuasan pelanggan dapat dilakukan melalui
No. 736
kuesioner, wawancara,
tahunatau
2010metode
tentanglainnya. Kepuasan pelanggan perlu dievaluasi
untuk mengetahuiTata Laksana
kegiatan-kegiatan operasional yang masih perlu ditingkatkan
Pengawasan
sebagai bagian dari upaya Kualitas
peningkatan proses pelayanan. Hal ini penting
dilakukan karena Air Minum.
ketidakpuasan pelanggan berisiko mendorong konsumen
mencari atau menggunakan air alternatif yang tidak aman yang dapat
menimbulkan penyakit (Bartram J. dkk., 2009).
1. Pengujian sisa klor di outlet reservoir adalah 0,2 mg/L. Nilai ini tidak memenuhi
persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736 Tahun 2010 dan tidak cukup
menjamin suplai air minum aman untuk konsumen.
2. Adanya kesalahan penentuan dosis klor di reservoir 1, walaupun grafik dosis klor
terhadap sisa klor memperlihatkan dengan jelas break event point. Dosis klor yang
dihitung tidak cukup menghasilkan sisa klor 1 mg/L di outlet reservoir 2.
3. Terjadi proses penggantian pipa yang tidak higienis. Pipa pengganti diletakkan di
permukaan tanah yang kotor tanpa alas, kemudian pembersihan (misal dengan
disinfeksi) tidak dilakukan saat akan mengganti pipa baru.
4. Dan lain-lain.
Hasil temuan audit tersebut dijadikan evaluasi bersama dan menjadi masukan untuk
pengembangan/perbaikan pelaksanaan kegiatan operasional berikutnya.
Harapannya, kinerja penyelenggara SPAM dapat terus ditingkatkan untuk terus
memenuhi target air minum aman.
PENJELASAN
LANGKAH
2. Mengkaji dan Merevisi (bila diperlukan) POS yang sudah ada saat ini
Melakukan penelaahan terhadap POS yang sudah ada dan inventarisasi POS yang
relevan untuk pelaksanaan RPAM
Studi literatur mengenai POS tentang RPAM dan identifikasi POS yang diperlukan
untuk berbagai kondisi, baik kondisi normal, insiden dan hampir terjadi, serta
darurat.
Contoh kondisi darurat meliputi bencana alam (seperti banjir, gempa bumi, atau
kebakaran hutan), pelanggaran keamanan atau bencana yang dilakukan manusia
(misalnya kebakaran, atau tumpahnya bahan bakar di
Penyebab kondisi insiden,
wilayah tangkapan air), dan lain sebagainya (ketika hampir terjadi, dan darurat
kondisi berada pada batas kritis/critical limit). Ketika harus masuk dalam daftar
menyusun rencana tanggap darurat darurat, Tim kejadian bahaya dan
melewati kembali proses
RPAM perlu menganalisis situasi dan
analisis risiko pada modul 3
mengidentifikasi lokasi-lokasi yang memerlukan
penanganan di saat situasi ini melanda. Tim RPAM juga perlu menentukan rencana
penyediaan air minum alternatif di dalam prosedur sebagai acuan para petugas di
lapangan bila kondisi ini harus dihadapi. Tim RPAM harus mengevaluasi penyebab
kondisi darurat untuk mencegah terulangnya kembali peristiwa tersebut, atau
paling tidak meminimalisasi risiko yang akan diterima. Setelah 1(satu) kali siklus,
rencana tanggap darurat dapat dikaji dan disusun menjadi POS darurat.
• Ketika banjir sedang tidak terjadi, petugas menemukan alarm banjir tidak dapat
dibunyikan; dan/atau.
• Ketika banjir sedang tidak terjadi, petugas menemukan ruang panel tidak dapat
ditutup
Karena insiden ini diketahui sebelum terjadinya banjir, maka petugas dapat segera
melakukan tindakan koreksi, yaitu memperbaiki alarm dan pintu penghalang
sehingga kejadian bahaya akibat banjir sedapat mungkin dapat dihindari.
3. Tindakan koreksi juga dapat dilakukan pada saat kondisi hampir terjadi
(near misses)
Kondisi hampir terjadi (near misses) terjadi apabila ada pegawai yang menyadari
air sungai mulai meluap saat hujan datang. Petugas tersebut segera
membunyikan alarm, namun ternyata alarm banjir tidak dapat dibunyikan.
Kemudian, petugas berteriak dan berlari menghampiri satu per satu petugas lain
untuk memberikan peringatan kepada seluruh petugas yang ada di area pompa
mengenai air sungai yang sudah mulai meluap; dan segera menutup pintu ruang
panel; sehingga berhasil mencegah masuknya air ke dalam ruang panel pompa
tersebut.
PENJELASAN
LANGKAH
Sebagai langkah awal pada modul ini, Tim RPAM perlu mengidentifikasi terlebih
dahulu poin-poin dalam modul RPAM (tindakan pengendalian, rencana perbaikan,
tindakan koreksi, dan lain sebagainya) yang sudah memiliki program pendukung.
Tim RPAM juga perlu memastikan kembali poin-poin dalam modul RPAM yang
belum memiliki program pendukung. Sebaiknya, semua tindakan pengendalian,
rencana perbaikan, tindakan koreksi, dan rencana tindakan lainnya pada seluruh
modul RPAM, memiliki program pendukung untuk menghilangkan kesenjangan
wawasan dan keahlian di antara para petugas SPAM sehingga target air minum
dapat dipenuhi. Contoh-contoh kegiatan yang dapat dijadikan sebagai program
pendukung dapat dilihat pada Tabel 12.
Program pendukung diperlukan untuk membuat sumber daya SPAM (finansial, manusia,
peralatan laboratorium, dan unit-unit pengolahan) mampu mendukung pelaksanaan RPAM
sehingga suplai air minum ke masyarakat dapat terjaga keamanannya.
Strategi komunikasi dapat disusun untuk pihak internal dan eksternal. Tim RPAM
harus memastikan bahwa komunikasi di internal penyelenggara SPAM berjalan
dengan baik, dan komunikasi eksternal efektif untuk mencegah risiko.
Program pendukung perlu dilakukan secara berkala untuk menjaga suplai air
minum aman
Hasil temuan audit eksternal, memperlihatkan, misalnya kesalahan penentuan dosis
klor dan penggantian pipa baru yang tidak higienis. Salah satu penyebabnya adalah
tidak adanya pelatihan berkala kepada petugas di lapangan. Pelatihan berkala perlu
dilakukan untuk menjaga keterampilan, produktivitas, dan mutu hasil pekerjaan para
petugas untuk menjamin keamanan air yang diproduksi.
PENJELASAN
Tim RPAM secara periodik perlu melakukan pertemuan untuk mengkaji pelaksanaan
RPAM secara keseluruhan. Proses pengkajian meliputi evaluasi kesesuaian
pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah ditetapkan seperti status kemajuan
dan efektivitasnya. Proses ini diperlukan agar berbagai kekurangan dapat segera
teridentifikasi dan ditindaklanjuti untuk penyempurnaan pelaksanaan RPAM. Melalui
proses yang dilakukan, siklus pelaksanaan RPAM yang berlandaskan prinsip perbaikan
yang berkelanjutan dapat terwujud.
LANGKAH
Pada modul ini, Tim RPAM perlu menyusun waktu pertemuan secara rutin untuk
mengkaji proses pelaksanaan RPAM. Pertemuan dilakukan sebagai bagian dari
proses pengawasan untuk memastikan seluruh dokumen-dokumen RPAM selalu
sesuai dengan kondisi terkini. Mulai dari gambar skematik dan diagram alir SPAM,
daftar kejadian bahaya, tingkat risiko, tindakan pengendalian, prosedur
pelaksanaan dan pemantauan sampai dengan personel dan pemangku
kepentingan yang perlu dilibatkan.
Pada setiap pertemuan rutin, Tim RPAM perlu membahas status kemajuan setiap
pelaksanaan RPAM, menganalisis dan mengevaluasi implementasinya, serta
menyepakati berbagai rencana tindak lanjut. Hal ini merupakan upaya untuk
menjaga RPAM terus dilaksanakan dan mencapai berbagai target yang telah
ditetapkan.
PENJELASAN
Revisi RPAM bertujuan untuk memperbarui RPAM agar pelaksanaannya lebih efektif.
Pada prinsipnya, RPAM ditujukan untuk mereduksi kejadian bahaya dan dampaknya
terhadap berbagai kondisi, termasuk kondisi insiden, hampir terjadi, serta darurat.
Oleh karena itu, RPAM harus diperbarui berdasarkan hasil analisis dan evaluasi
terhadap berbagai kondisi tersebut.
LANGKAH
Pada modul ini, Tim RPAM merealisasikan catatan-catatan tindak lanjut yang sudah
dirumuskan pada pada Modul 10. Bila Tim RPAM menemukan kejadian-kejadian
bahaya yang belum masuk dalam daftar bahaya, maka Tim RPAM perlu menambahkan
kejadian tersebut pada daftar bahaya, memberikan penilaian terhadap risiko yang
akan ditimbulkan, serta rencana perbaikannya. Dengan adanya perubahan pada
rencana perbaikan, maka Tim RPAM juga perlu menambahkan atau merevisi prosedur
operasional. Bila dibutuhkan program pendukung maka Tim RPAM perlu menentukan
program-program yang tepat, seperti pengembangan program pelatihan,
pengembangan strategi komunikasi, dan program lainnya. Keseluruhan upaya ini
merupakan bagian dari pelaksanaan siklus RPAM untuk mewujudkan perbaikan yang
berkelanjutan. Contoh pengaplikasian modul dapat dilihat pada bagian pembelajaran
berikut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bartram J. J, et al. 2009. M. Water Safety Plan Manual: Step-By-Step Risk Management for Drinking-Water
Suppliers. World Health Organization. Geneva. ISBN 978 92 4 156263 8.
2. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) – World Health Organization (WHO)
Indonesia –Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Nasional
(Itenas) Bandung, WEBINAR Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM), 1-5 Maret 2021
3. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Draft Pedoman Pelaksanaan Rencana
PengamananAir Minum untukSistem JaringanPerpipaan, 2021
4. Peraturan Pemerintah No.122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum pasal 1 ayat 2, 4,
45, 48, dan 53 (tentang kualitas, kuantitas, dan kontinuitas)
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5701
5. Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Perpres SDGs)
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 tentang Standar Kualitas Air Minum (pasal 45a)
https://www.ampl.or.id/digilib/read/24-peraturan-menteri-kesehatan-republik-indonesia-no-492-
menkes-per-iv-2010/50471
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.736/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan
Kualitas Air Minum ttp://sim.ciptakarya.pu.go.id/bppspam/list_category/20
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2016 Tentang
Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum http://jdih.pu.go.id/produk-
hukumdetail.html?id=2203
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 29/PRT/M/2018 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (tentang jumlah air yang dinilai
mencukupi kebutuhan pokok minimal air minum masyarakat, sebesar 60 liter/orang/hari)
http://ciptakarya.pu.go.id/bangkim/rp2kpkp/files/PERMEN%20PU%20NO.1%20PRT%20M%202014.
pdf
10. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Rancangan Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2020 (Lampiran)
11. Rachmawati Sugihhartati Dj., Indonesiaan Water Safety Plan Manual, World Health Organization (WHO)
Indonesia, 2019.
12. Rachmawati Sugihhartati Dj., Strengthening National Initiatives on Water Safety Plan (WSP)
Implementation. World Health Organization (WHO) Indonesia, Final Report, September 2019.
13. Undang Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2015-2025 (Lampiran)
14. USAID IUWASH PLUS Bekerja Sama dengan WHO Indonesia (2021), Peta Jalan Perluasan Penerapan
Rencana Pengamanan Air Minum 2021-2025.
15. World Health Organization (WHO), Capacity Training on Urban Water Safety Planning: Participant’s
Handbook. ISBN 978-92-9022-482-2, World Health Organization Regional Office for South-East Asia,
India, 2016
16. World Health Organization (WHO), Guidelines for Drinking-water Quality Fourth Edition, Geneva, 2011.
ISBN 978 92 4 154815 1. Diakses dari http://www.who.in 11 October 2019, 11:37.
17. World Health Organization (WHO), National Systems to Support Drinking-Water, Sanitation and Hygiene:
Global Status Report 2019 Un-Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking-Water
GLAAS 2019 Report. ISBN 978-92-4-151629-7, 2019, Switzerland
18. World Health Organization (WHO), Virtual Training, Water Safety Planning Introduction to Principles and
Steps, 29 October 2020
19. WHO. (2012). Water Safety Planning for Small Community Water Supplies: Step-by-Step Risk Management
Guidance for Drinking-water Supplies in Small Communities.