Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

N DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RUANG LAVENDER
RSUD KOTA KENDARI

ELIS PATMAYANTI
N202201016

CI Institusi CI Lahan

(Dewi Sari Pratiwi, S.Kep.,Ns.,M.Kes) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2023
A. Konsep Medis
1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dari keluarga flaviviridae yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk (arthropod borne viruses/ arbovirus) yaitu aedes aegypti (Akbar et
al., 2021).
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever
(DHF) merupakan komplikasi dari demam dengue (dengue fever) yang
memburuk. Penyakit ini menular yang ditandai dengan panas (demam) dan
disertai dengan perdarahan. Demam berdarah dengue ditularkan melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty yang hidup didalam dan disekitar rumah
yang disebabkan oleh virus dengue (Andriawan et al., 2022).

2. Etiologi
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang terdapat dalam
tubuh nyamuk aedes aegepty. Virus ini termasuk family flaviviridae yang
berukuran kecil sekali sekitar 35-45 mm. Virus ini dapat tetap hidup di
alam ini mulai 2 mekanisme. Mekanisme pertama, transmisi vertical dalam
tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh nyamuk betina pada
telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan
dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual.
Mekanisme kedua, transmisi virus dari nyamuk kedalam tubuh manusia
dan sebaliknya. Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan
gigitan pada manusia yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue
pada darahnya (viremia). Virus yang sampai kelambung nyamuk akan
mengalami replikasi (memecah diri atau berkembang biak), kemudian
akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang ada
di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan kedalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk (Irwan, 2019).
3. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Viremia memicu pengatur suhu di hipotalamus
untuk melepaskan zat bradykinin, serotonin, thrombin, histamin hingga
peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelepasan pada dinding
pembuluh darah yang membuat perpindahan cairan dan plasma dari
intravascular ke interstitial sehingga munculah hypovolemia. Penurunan
trombosit terjadi akibat dari turunnya produksi akibat dari atibodi melawan
virus.
Virus masuk ke tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegepty,
timbulah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot atau pegal-pegal diseluruh tubuh. Selain itu
muncul ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokkan
atau mungkin terjadi pembesaran getah bening dan hati. Kemudian reaksi
virus Bersama antibody membentuk kompleks virus antibody yang akan
mengaktivasi sistem komplemen dalam sirkulasi. Kondisi ini akan
mengaktivasi c3 dan c5 yang selanjutnya akan melepaskan Ca dan C5a
hingga memicu histamin sebagai mediator kuat dalam peningkatan
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah. Degan demikian timbul
perpindahan plasma ke ruang ekstraseluler. Perembesan plasma ini
menyebabkan kekurangan volume plasama, maka timbulah hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efsui serta renajtan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit> 20 %) mengindikasikan
adanya kebocoran (rembesan) plasma. Dengan demikian menjadi penting
untuk memonitor nilai hemotokrit sebagai acuan pemberian cairan
intravena. Perembesan plasma ke ekstra vaskuler dibuktikan dengan
adanya peningkatan cairan dirongga serosa (rongga peritoneum, pleura,
dan pericardium) melebihi pemberian cairan intravena. Oleh karena itu
setelah kebocoran plasma teratasi, pemberian cairan intravena harus
dikurangi untuk mencegah munculnya edema paru dan gagal jantung.
(Nurhayati & Dian Haerani, 2020).
4. Pathway

Virus dengue Energi berkurang

Melalui gigitan nyamuk Kelemahan

Re infection oleh virus dengue dengan


serotif berbeda Intoleransi aktivitas

Bereaksi dengan antibody


menimbulkan respon peradangan
Terbentuk kompleks antibody dalam
sirkulasi darah
menstimulasi medulla vomiting
Pengaktifan sistem complement dan Kebocoran plasma intertisium
mual dan muntah
dilepaskannya anvilaktoksin c3a dan c5a
anoreksia Melepaskan histamin yang bersifat Penurunan jumlah cairan intravaskuler
vasoaktif
intake nutrisi berkurang
Peningkatan viskositas isi pembuluh
Permeabilitas dinding pembuluh darah darah
Gangguan
deficit nutrisi keseimbangan cairan
dan elektrolit Aktivasi koagulasi
Aliran darah terhambat

hipertermi
Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat
Penimbunan asam laktat dijaringan
Metabolisme anaerob
Iritasi terhadap ujung-ujung saraf oleh
asam laktat
Penimbunan asam laktat di jaringan

nyeri
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis utama pada demam berdarah dengue ditandai
dengan adanya demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri retro orbital,
nyeri sendi, dan nyeri pada otot. Terjadinya perdarahan, hepatomegaly,
dan kegagalan sirkulasi. Manifestasi perdarahan yang ditemukan pada
pasien DBD dapat berupa tes torniquet positif, pteki pada kulit, ekimosisi,
epistaksis, perdarahan pada gusi, dan perdarahan gastrointestinal pada
kondisi berat (Shams et al., 2018; Alvinasyrah, 2021).
Pada demam berdarah dengue, nilai laboratorium yang penting adalah
peningkatan hematokrit (dari kebocoran plasma akibat peningkatan
permebilitas vaskuler) dan trombositopenia, membantu diagnosis.
Trombositopenia mancapai 100.000/mm3. Manifestasi hemoragis meliputi
petechi, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan vagina non-
menstruasi dan perdarahan bercak pada mukosa mulut. Pada demam
berarah dengue kulit menjadi dingin dan tampaks esak, denyut nadi lemah
dan cepat (Richardson-Boedler, 2022).
Grade atau derajat penyakit demam berdarah dengue adalah sebabgai
berikut:
a. Derajad 1; panas badan selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas, test
rumpeleede (+)
b. Derajad 2; seperti derajad 1, disertai dengan perdarahan spontan pada
kulit berupa ptekie dan ekimosis, mimisan, muntah darah, buang air
besar berdarah berwarna merah kehitaman, perdarahan gusi,
perdarahan Rahim dan telinga
c. Derajad 3; adanya tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti
denyut nadi teraba lemah dan cepat (>120x/menit), tekanan nadi
(selisih antara tekanan darah sistolik dan diastolic) menyempit (<20
mmhg). DBD derajad 3 merupakan peringatan awal yang merupakan
peringatan awal yang mengarah pada terjadinya renjatan (syok).
d. Derajad 4; denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur,
denyut jantung > 140x /menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa
dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru. DBD derajad 4 merupakan
manifestasi syok, yang sering kali berakhir dengan kematian (Trisya
Yona Febrina, 2021).

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemerikasaan darah
1) Pemeriksaan leukosit
Jumlah leukosit akan cenderung menurun dari jumlah
normal, dengan dominasi sel neutrophil. Kemudian, jumlah sel
limfosit atipikat atau limfosit plasma biru meningkat lebih dari 4%
dari jumlah normal, yang berlangsung setelah gejala DBD muncul
pada hari ke 3-7.
2) Trombosit
Pemeriksaan trombosit dilakukan pada hari ketiga sampai
hari ketujuh setelah sakit, yang menunjukkan jumlah trombosit
kurang dari 10.000 ul, dan perlu dilakukan secara berulang kali
setiap 4 sampai 6 jam sampai jumlah trombosit normal
3) Hematokrit
Nilai hematokrit yang meningkat > 20 % misalnya, nilai
hematokrit dari 35 % meningkat jadi 45%. Untuk mengetahui
beberapa selisih nilai hematokrit tertinggi dan terendah, biasanya
dilakukan pemeriksaan sampai hari ketujuh (Patilaiya et al., 2022).
b. Pemeriksaan serologi
Permeriksaan serologi dilakukan untuk mengetahui bahwa
adanya timbul antibody pada penderita yang terinfeksi vireus dengue
antara lain:
1) Uji serologi hemaglutinasi inhibisi (HI) merupakan salah satu
pemeriksaan sebagai standar uji demam berdarah. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengambil sampel darah sebanyak 2 kali, yang
dilakukan pada fase akut dan fase penyembuhan.
2) Pemeriksaan rapid test ELISA (IgG/IgM) merupakan pemeriksaan
yang digunakan untuk menentukan rasio limit antibody dengan
IgM terhadap IgG. Pemeriksaan ini dilakukan cukup sekali saja
untuk pengambilan darahnya, yaitu pada fase akut (Patilaiya et al.,
2022).
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan serologi dilakukan dengan foto rontgen dada,
untuk mengetahui adanya efusi pleura pada paru-paru bagian sebelah
kanan penderita. Selain itu biasanya dilakukan dengan USG untuk
mengetahui adanya penebalan dinding kantung empedu (Patilaiya et
al., 2022).

7. Komplikasi
Dalam penyakit dhf atau demam berdarah jika tidak segera ditangani
akan menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,
penurunan jumlah trombosit < 100.000/mm3 dan koagulopati,
trombositopenia dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit
muda dalam sum-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit.
Tendensi pendarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi,
purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (dengue syok sindrom) biasanya terjadi sesudah ahri ke 2
sampai ahri ke 7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa kerongga
pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan
hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena,
prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga
terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi
jaringan. Dds juga disertai dengan kegagalam hemostasis
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskuler, peruse
miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan
terjadinya iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif
dan ireversibel, terjadinya kerusakan sel dan organ sehingga pasien
meninggal dalam 12-24 jam.
c. Hematomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang
berhubungan dengan nekrosis karena pendarahan, yang terjadi pada
lobus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampaks el netrofil dan
limfosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi
atau kompleks virus antibody.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi
efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas (Trisya Yona Febrina,
2021).

8. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk DBD. Deteksi dini seperti
demam berdarah, perdarahan dan tanda-tanda kolaps peredaran darah
mengurangi angka kematian akkibat demam berdarah. Infeksi dengue
ringan dapat diobati dengan hidrasi dan antipiretik. Agens seperti salisilat,
obat antiinflamasi nonstreeoid dan obat obat tradisional yang dapat
menyebabkan hepatotoksisitas harus dihindari. Untuk mengidentifikasi
kebutuhan terapi cairan intravena, sirkulasi dan kebocoran pembuluh darah
harus dipantau nilai nadi, tekanan darah, hematokrit, urin output dan
perfusi kulit. Jika syok berlanjut, penggantian volume cairan segera
dengan ringer lactat (Sugianto, 2021).

9. Pencegahan
a. Health promotion
1) Pendidikan dan penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat
2) Memperdayakan gotong royong sekitar lingkungan tempat tinggal
3) Perbaikan penyimpangan air dan suplai
4) Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Specific protection
1) Foging focus (FF)
Menyemprot dengan insektisida untuk membunuh nyamuk
dewasa dalam radius 1 Rw per 400 rumah per 1 dukuh
2) Pemeriksaan jentik secara berkala
3) Penggerakan PSN
Kegiatan PSN dengan menguras dan menyikat TPA seperti
bak madi, atau WC, drum seminggu seklai, menutup rapat-rapat
TPA seperti gentong air atau tempayan, mengubur atau
menyingkirkan barnag-barang bekas yang dapat menampung air.
4) Pencegahan gigitan nyamuk
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dnegan
pemakaian kawat kasa, menggunakan kelambu, menggunakan
obat nyamuk dan tidak melakukan kebiasaan beresiko seperti
tidur siang dan menggantung baju (Ashar, 2022).

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
pasien menurut (Santa, 2019).
Pengkajian yang harus dilakukan (Nurarif, 2015) yaitu :
a. Identitas pasien
Yang terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan.
b. Identitas penanggung jawab
Yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, hubungan
dengan pasien.
c. Keluhan utama
Pasien DBD biasanya mengeluh Demam naik turun disertai bintik-
bintik merah pada kulit.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Awalnya, keluhan demam naik turun, kapala sakit dan
terdapat bintik-bintik merah pada kulit
2) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
dialami saat ini. Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi atau faktor pencetus penyakit.
3) Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang termasuk virus.
4) Riwayat alergi
Kaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap obat,
makanan, udara, debu, dan lainnya.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada pasien DBD menunjukkan kondisi seperti tampak
lemas.
2) Kesadaran
Tergantung tingkat keparahan penyakit, bisa menjadi
somnolen.
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah : biasanya normal
b) Nadi : biasanya takikardi
c) Respirasi : takipnea, dispnea, napas dangkal
d) Suhu : hipertermi
4) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala, tidak ada kelainan
b) Mata, konjungtiva tidak anemis
c) Hidung, tidak ada pernapasan cuping hidung
d) Paru
 Inspeksi : tampak simetris dan tidak ada penggunaan otot
bantu napas.
 Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak ada peningkatan
vokal fremitus.
 Perkusi : normal yakni timpani
 Auskultasi : normal
e) Jantung, tidak ada gangguan
f) Ekstremitas : turgor kulit berkurang jika dehidrasi

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual ataupun potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan
tindakan infasif adalah:
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
b. Resiko ketidak seimbangan cairan (D.0036)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi, iskemia, neoplasma) (D.0077)
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
(D.0111) (PPNI, 2017).
3. Intervensi
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan
standard intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
suhu kembali membaik
2) Kriteria hasil :
 Mengigil menurun
 Kulit merah menurun
 Takikardia menurun
 Takipnea menurun
 Tekanan darah membaik
 Suhu tubuh membaik
3) Intervensi

Observasi

 Identifikasi penyebab hipertermia (mis.dehidrasi, terpapar


lingkungan panas, penggunaan incubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik

 Sediakan lingkungan yang dingin (atur suhu ruangan)


 Longgarkan atau lepas pakaian
 Berikan cairan oral

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

b. Resiko ketidak seimbangan cairan (D.0036)


1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
resiko ketidak seimbangan cairan teratasi
2) Kriteria hasil :
- Asupan cairan meningkat
- Kelembapan membrane mukosa meningkat
- Asupan makanan meningkat
- Dehidrasi menurun
- Tekanan darah membaik
- Turgor kulit membaik
3) Intervensi
Observasi
- Monitor status hidrasi (Mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit,
tekanan darah)
- Monitor berat badan harian
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Monitor status hemodinamik

Terapeutik

- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan


- Berikan cairan intravena
Edukasi
-
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian obat

c. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis


( inflamasi, iskemia, neoplasma) (D.0077)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyeri menurun
2) Kriteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
 Meringis menurun
 Penggunaan analgetik menurun
 Tekanan darah membaik
3) Intervensi
Observasi
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.

Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


 Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

d. Intoleransi aktifitas (D.0056)


1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan diharapkan
akitifitas pasien meningkat
2) Kriteria hasil :
 Kemudahan melakukan aktifitas
 Dyspnea saat beraktifitas menurun
 Dyspnea setelah beraktifitas menurun
 Perasaan lemah menurun
 Tekanan darah membaik
 Frekuensi nadi membaik
3) Intervensi
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Melakukan aktivitas secara bertahap

e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


(D.0111)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pengetahuan meningkat
2) Kriteria hasil
 Perilaku sesuai anjuran meningkat
 Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik
mengingkat
 Pertanyaan tentang masalah dihadapi menurun
 Persepsi keliru terhadap masalah menurun
3) Intervensi
Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik

 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
 Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Santa, 2019). Menurut (Safitri, 2019) implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Kesuksesan
implementasi keperawatan maka perawat harus mempunyai kemampuan
intelektual, kemampuan dalam hubungan interprofessional dan
keterampilan dalam melakukan tindakan (Rukmi et al., 2022).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaanya yang sudah behasil dicapai
(Panjaitan, 2019). Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan
hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif adalah hasil dari umpan balik
selama proses keperawatan berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah proses keperawatan selesai
dilaksanakan dan memperoleh informasi yang efektifitas pengambilan
keputusan.
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut (Harefa,
2018) yaitu format SOAP yang terdiri dari :
a. Subjektif, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien seperti tidak ada
keluhan demam dan rasa haus yang berlebihan
b. Objektif, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.
c. Analisis, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis
dalam bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah
tujuan telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga
kemungkinan simpulan yaitu :
1) Tujuan tercapai, yaitu respons klien sama dengan hasil yang
diharapkan
2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu hasil yang diharapkan hanya
sebagian yang berhasil dicapai (2 indikator evaluasi tercapai)
3) Tujuan tidak tercapai.
d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, H., Oruh, S., & Agustang, A. (2021). Indeks Prediktif Kejadian Demam
Berdarah Dengue (Dbd) Di Kabupaten Indramayu. Jurnal Kesehatan, 14(2),
76–82. Https://Doi.Org/10.32763/Juke.V14i2.289

Alvinasyrah, A. (2021). Nilai Trombosit Dan Hematokrit Dalam Manifestasi


Perdarahan Pasien Demam Berdarah Dengue. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional, 3(1), 153–158. Https://Doi.Org/10.37287/Jppp.V3i1.358

Andriawan, F. R., Kardin, L., & Rustam Hn, M. (2022). Hubungan Antara Status
Gizi Dengan Derajat Infeksi Dengue Pada Pasien Demam Berdarah Dengue.
Nursing Care And Health Technology Journal (Nchat), 2(1), 8–15.
Https://Doi.Org/10.56742/Nchat.V2i1.33

Ashar, Y. K. (2022). Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan (Iqbal (Ed.)).


Cipta Media Nusantara. Https://Books.Google.Co.Id/Books?
Id=Cy96eaaaqbaj

Irwan. (2019). Epidemiologi Penyakit Menular (3rd Ed.). Absolute Media.


Https://Books.Google.Co.Id/Books?Id=Pk7wdwaaqbaj

Nurhayati, S., & Dian Haerani. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Demam Berdarah Dengue: Sebuah Studi Kasus. Buletin Kesehatan:
Publikasi Ilmiah Bidang Kesehatan, 4(2), 80–98.
Https://Doi.Org/10.36971/Keperawatan.V4i2.79

Patilaiya, H. L., Aji, S. P., Hasan, F. E., Fauzi, A. Z., Hartati, R., Muslimin, D.,
Syamsi, N., Rustiah, W., & Others. (2022). Pengendalian Penyakit Berbasis
Lingkungan ( Rantika Maida Sahara Mila Sari (Ed.)). Get Press.

Richardson-Boedler, C. (2022). Dengue Shock Syndrome: Its Similarity With


Anaphylaxis And With The Homeopathic Medicine Apis Mellifica
(European Honeybee). Homeopathy, 111(3), 226–231.
Https://Doi.Org/10.1055/S-0041-1734027

Rukmi, D. K., Dewi, S. U., Pertami, S. B., Agustina, A. N., Carolina, Y., Wasilah,
H., Jainurakhma, J., Ernawati, N., Rahmi, U., Lubbna, S., & Others. (2022).
Metodologi Proses Asuhan Keperawatan (R. Watrianthos (Ed.); 1st Ed.).
Yayasan Kita Menulis. Https://Books.Google.Co.Id/Books?Id=Vz1veaaaqbaj

Shams, N., Amjad, S., Yousaf, N., Ahmed, W., Seetlani, N. K., & Farhat, S.
(2018). Dengue Knowledge In Indoor Dengue Patients From Low
Socioeconomic Class; Aetiology, Symptoms, Mode Of Transmission And
Prevention. Journal Of Ayub Medical College, Abbottabad : Jamc, 30(1),
40–44.

Sugianto, N. A. (2021). Pathophysiology Of Dengue Haemorrhagic Fever. World


Journal Of Pharmaceutical Sciences, 10(14), 218–223.
Https://Doi.Org/10.20959/Wjpr202114-22382

Trisya Yona Febrina (2021). Mengenal Demam Berdarah Dengue Dan


Penyembuhannya Dengan Ramuan Tradisional (M. Afandi (Ed.)). Duta
Media Publishing.

Anda mungkin juga menyukai