Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balita adalah anak yang berumur 12-59 bulan, pada masa ini

ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat

dan disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang

jumlahnya lebih banyak dengan kualitas yang tinggi (Ariani, 2017). Balita

sangat rentan terhadap kelainan gizi karena pada saat ini mereka

membutuhkan nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan dan

perkembangannya. Selain itu juga balita sangat pasif terhadap asupan

makannya sehingga balita akan sangat bergantung pada orang tuanya

(Setyawati dan Hartini, 2022).

Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagi

negara, baik negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini

diikuti dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sehingga

kebutuhan pangan sehari-hari tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi

bukan hanya berdampak pada kesehatan saja, akan tetapi berdampak pula

pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dimasa yang

akan datang. Salah satu masalah gizi yang terjadi pada anak balita adalah

gizi kurang. Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan

atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan,


2

aktivitas berpikir, dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan

(Iskandar dkk, 2020).

Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan

nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah kekurangan

bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbonhidrat, lemak, dan vitamin yang

dibutuhkan oleh tubuh. Cara menilai status gizi dapat dilakukan dengan

pengukuran antropometrik, klinik, biokimia, dan biofisik. Pengukuran

antropometrik dapat dilakukan dengan beberapa macam pengukuran yaitu

pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan sebagainya.

Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuran Berat Badan (BB) sesuai

Tinggi Badan (TB) merupakan salah satu pengukuran antropometik yang

baik dengan mengadopsi acuan havard dan WHO (World Health

Organizatio) (Alamsyah dkk, 2021).

Gizi kurang secara patofisiologi pada anak balita (12-59 bulan)

adalah mengalami kekurangan energi protein, anemia gizi besi, gangguan

akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kurang vitamin A. Kekurangan

sumber dari empat diatas pada anak balita dapat menghambat

pertumbuhan, mengurangi daya taha tubuh sehingga rentan terhadap

penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan, penurunan

kemampuan fisik, gangguan pertumbuhan jasmani dan mental, stunting,

kebutaan serta kematian pada anak 4 balita (Alamsyah dkk, 2021).


3

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun

2020 terdapat 99 juta anak di bawah usia 5 tahun menderita gizi kurang di

dunia diantaranya 67% terdapat di Asia dan 29% di Afrika serta terdapat

kematian 6,34 juta anak usia dibawah 5 tahun atau hampir 17 ribu

kematian setiap harinya akibat penyakit infeksi dan status gizi (WHO,

2020). UNICEF mengungkap sebanyak 165 juta anak di seluruh dunia

terhambat perkembangan fisik maupun otaknya, kondisi itu bisa terjadi

dikarenakan bayi mengalami kekurangan gizi (Hikmah Alhidayati, 2020).

Secara nasional, gizi kurang pada tahun 2020 padambalita sebesar

19,6%, yang berarti 212 masalah gizi kurang di Indonesia masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan

tahun 2019 yaitu 17% dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan menunjukkan prevalensi balita dengan berat

kurang (under weight) berdasarkan indikator BB/U (Kemenkes RI, 2020)

Menurut Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2020, presentase

gizi kurang berdasarkan hasil pendataan di posyandu melalui kegiatan

surveilians gizi yang diimput dalam aplikasi Eppgbm tahun 2020,

diketahui status gizi balita di Provinsi Riau, berdasarkan analisis data

status gizi balita terdapat 16.982 balita (5,4%) mengalami gizi buruk

(Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2020).


4

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar dari 21

puskesmas yang ada di Kabupaten Kampar, Puskesmas XIII Koto Kampar

II dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 0-59 bulan dengan

persentase gizi buruk 10.1% (Dinkes Kabupaten Kampar, 2020).

Tabel 1.1 Distribusi frekuensi Gizi Buruk di Puskesmas XIII Kamapr II

PUSKESMAS Jumlah Balita Gizi Kurang Pada Balita


0-59 Yang Jumlah %
Ditimbang
Bangkinang Kota 1.385 7 0,5
Kampar 3.163 55 1,7
Tambang 6.554 256 3,9
XIII Koto Kampar I 519 31 6,0
XIII Koto Kampar II 632 64 10,1
XIII Koto Kampar III 619 5 0,8
Kuok 1.428 58 4,1
Siak Hulu I 2.943 79 2,7
Siak Hulu II 2.632 2 0,1
Siak Hulu III 1.356 33 2,4
Kampar Kiri 2.373 120 5,1
Kampar Kiri Hilir 929 4 0,4
Kampar Kiri Hulu I 566 43 19,5
Kampar Kiri Hulu II 215 42 7,7
Tapung I 1.414 109 2,6
Tapung II 2.335 61 5,0
Tapung 2.560 129 0,3
Tapung Hilir I 2.235 6 2,0
Tapung Hilir II 1.808 37 4,3
Tapung Hulu I 1.906 82 0,1
Tapung Hulu II 1.586 1 0,4
Salo 1.684 7 0,7
Rumbio Jaya 1.267 9 2,5
Bangkinang 1.904 48 12,2
Perhentian Raja 1.389 170 2,4
Kampar Timur 1.844 44 2,6
Kampar Utara 1.106 29 4,0
Kampar Kiri Tengah 1.755 71 5,3
5

Gunung Sahilan I 585 31 4,3


Gunung Sahilan II 676 29 2,4
Koto Kampar Hulu 1.171 28 3,1
JUMLAH 52.539 1.690 3,2
Berdasarkan laporan kasus gizi kurang di Puskesmas XIII Koto Kmapar II 2021

maka dilihat dari tabel berikut :

Dari Januari – Desember Tahun 2021


No Desa/Kelurahan Jumlah Bayi Balita Gizi Prevalensi
Kurang
1 Koto Tuo 256 28 10,9 %
2 Koto Tuo Barat 111 15 13,5 %
3 Gunung Bungsu 98 10 10,2 %
4 Pongkai Istiqomah 98 7 7,1 %
5 Muara Takus 79 4 5,1 %

Jumlah 632 64 46,1%

Berdasarkan data laporan kasus Gizi Kuran di Wilyah kerja

Puskesmas XIII Koto Kampar tahun 2021 terhapat 64 balita gizi kurang

dari 5 desa. Kejadian gizi kurang berada di desa Koto Tuo dengan jumlah

256 balita dan yang gizi kurang sebanyak 28 (10.9%) balita di banding

desa lain. Hal ini membuktikan bahwah kejadian balita dengan gizi kurang

di desa Koto Tuo masih tinggi (Puskesmas XIII Koto Kampar II, 2021).

Dampak kekurangan gizi sangat kompleks, anak dapat mengalami

gangguan pada perkembangan mental, sosial, kognitif dan pertumbuhan

yaitu berupa ketidakmatangan fungsi organ, dimana manifestasinya dapat


6

berupa kekebalan tubuh yang rendah yang menyebabkan kerentanan

terhadap penyakit penyakit seperti infeksi saluran pernafasan, diare,

demam. Permasalahan Gizi kurang dan gizi buruk merupakan permasalah

yang multikompleks. Dalam usaha pemutusan rantai kekurangan gizi ini

tentunya di butuhkan pemetaan yang tepat untuk dapat mengetahui

permasalahan utama yang menyebabkan terjadinya gizi kurang dan gizi

buruk (Sartiak dan Zahara, 2022).

Faktor penyebab terjadinya masalah gizi kurang pada balita

meliputi penyebab langsung dari penyakit infeksi, pokok masalah gizi

kurang dari karakteristik ibu balita yaitu berupa umur ibu, pendidikan,

pekerjaan, pemberian ASI dan MP-ASI, dan jumlah anak. Masalah utama

terjadinya gizi kurang pada balita yaitu dari penghasilan orang tua balita,

karena akan berpengaruh pada asupan nutrisi yang dikonsumsi sebuah

keluarga di setiap harinya dan perilaku orangtua dalam berbagai pola asuh

anak ( Supriatna, Muliawati, 2020).

Berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu

baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga

cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil. Status gizi ibu

sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian

BBLR. Ibu dengan status gizi kurang sebelum hamil mempunyai resiko

4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang

mempunyai status gizi baik (Kristiyanasari, 2020).


7

Pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang

bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan imunisasi memberikan zat

kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak rentan terhadap

penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status

gizi tetap baik. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan

gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit

infeksi dengan keadaan gizi merupakan suatu hubungan timbal balik ( Faisol

Wahyudi, dkk, 2022)

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini

tertarik untuk meneliti “ Hubungan BBLR Dengan Terjadinya Gizi

Kurang Pada Balita Di Puskesmas XIII Koto Kampar II Tahun 2022

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat di rumuskan masalah penelitian

adalah berikut:

Apakah ada hubungan BBLR dengan kejadian gizi kurang pada balita di

Pueskemas XIII koto kampar II.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui hubungan BBLR dengan kejadian gizi kurang pada

balita di Puskesmas XIII Koto Kampar II .

2. Tujuan Khusus
8

a. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian gizi kurang pada balita di

Puskesmas XIII Koto Kampar II.

b. Mengetahui hubungan BBLR dengan kerjadian gizi kurang pada

balita di Puskesmas XIII Koto Kampar II.

C. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teori

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan suatu masukan

bahan ajaran, menjadi referensi dan bahan bacaan yaitu terkait dengan

kejadian gizi kurang pada balita. Hasil penelitian ini dapat digunakan

untuk menyusun hipotesis baru dalam penelitian selajutnya.

2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi

mengenai faktor faktor yang mempengarui terjadinya gizi kurang pada

pada balita bagi tenangga kesehatan khususnya bidan sehingga dapat

memberikan perhatian lebih baik bila menjumpai faktor tersebut dan

dapat mengatasi terjadinya gizi kurang dengan melakukan penyuluhan

kesehatan dan penimbangan berat badan secara berkala.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Gizi Kurang

Pengertin balita gizi kurang adalah balita dengan status gizi

berdasarkan korelasi berat badan dengan umur nilai zscore : -3 SD

sampai dengan <-2 SD berdasarkan buku WHO NCHS. (Depkes RI,

2018).

2. Klasifikasi Gizi Kurang

Klasifikasi status gizi standar Harvard adalah sebagai berikut:

a. Gizi baik, adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya

lebih dari 89% standar Harvard.

b. Pada KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan untuk

pemantauan status gizi balita diposyandu yang menunjukkan status

gizi baik pada balita adalah bila berat badan berada pada pita hijau.
1
0

c. Gizi kurang, adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umur

berada di anatara 60,1%-80% standar Harvard Pada KMS yang

digunakan untuk pemantauan status gizi balita di posyandu , yang

menunjukkan status gizi kurang pada balita adalah bila berat badan

balita berada pada pita warna kuning yang berada dibawah pita

warna hijau.

KMS (Kartu Menuju Sehat) merupakan alat yang penting

untuk memantau tumbuh kembang anak yang dipakai dalam

dilapangan atau posyandu.

Dalam KMS hanya menggunakan korelasi antara umur dan

berat badan balita, dikarenakan perubahan berat badan merupakan

indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan anak,

selain itu lebih mudah dalam pengukurannya dan lebih cepat

dimengerti oleh masyarakat umum sehingga dalam KMS memuat

kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan korelasi berat badan

menurut umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau resiko

kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan

tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum

masalahnya lebih berat.

d. Pada KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan untuk

pemantauan status gizi balita di posyandu, yang menunjukkan

status gizi buruk pada balita adalah bila berat badan berada

dibawah garis merah (BGM). Pada dasarnya semua informasi atau


1
1

data bersumber dari data berat badan hasil penimbanagan

balitabulanan yang diisikan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS)

untuk dinilai naik atau tidaknya berat badan tersebut. Ada tiga

kegiatan penting dalam pemantauan berat badan yaitu (Siswanto,

2010):

1) Ada kegiatan penimbangan yang dilakukan terus menerus

secara teratur

2) Ada kegiatan pengisian data berat badan ke dalam KMS.

3) Ada penilaian naik atau turunnya berat badan sesuai arah garis

pertumbuhannya.

e. Penilaian Naik atau Tidak Naik pada Kartu Menuju Sehat (KMS)

Kartu Menuju Sehat merupakan gambar kurva berat badan anak

berusia 0-5 tahun terhadap umurnya. Dalam aplikasi dengan

menggunakan KMS menjadikan tumbuh normal jika grafik

pertumbuhan berat badan anak sejajar dengan kurva baku

(Soetjiningsih, 1995) ada lima garis pertumbuhan yaitu :

1) Tumbuh kejar atau catch-up growth atau N1 artinya arah garis

pertumbuhan melebihi arah garis baku.

2) Tumbuh normal atau Normal Growth (NG) artinya arah garis

pertumbuhan sejajar atau berhimpit dengan garis arah baku.

3) Growth Faltering (GF) artinya arah garis pertumbuhan kurang

dari arah garis baku atau pertumbuhan kurang dari yang

diharapkan.
1
2

4) Flat Growth (FG) artinya arah garis pertumbuhan datar atau

berat badan tetap.

5) Loss of Growth (LG) artinya arah garis pertumbuhan menurun

dari arah garis baku.

Gambar 2.1 Kartu Menuju Sehat (KMS)


1
3

Naik apabila, garis baku pertumbuhannya anak mengikuti

salah satu pita warna. Bila berat badan anak hasil penimbangan

berturutturut berada pada jalur pada pertumbuhan normalnya

dikatakan tetap baik. Garis pertumbuhannya naik di pita atasnya.

Bila berat badan anak hasil penimbnagan berturut-turut

menunjukkan adanya 13 pengejaran (catch-up) terhadap jalur

pertumbuhan normalnya, garis pertumbuhannya pindah ke pita

diatasnya, atau dari garis pitanya dibawah ke pita diatasnya. Tidak

naik apabila, garis pertumbuhannya menurun dan garis

pertumbuhannya mendatar. Apabila berat badan anak tidak naik

atau berat badan di Bawah Garis Merah (BGM) 2 kali berturut-

turut maka di rujuk ke Puskesmas atau dokter karena ditakutkan

adanya gizi buruk.

3. Penyebab Gizi Kurang

a. Jarak kelahiran, misalnya jarak antara usia kakak dan adik yang

terlalu dekat yang mengakibatkan perhatian si ibu untuk si kakak

sudah tersita dengan keberadaan adiknya, sehingga kakak

cenderung tidak terurus dan tidak diperhatikan makanannya. Oleh

karena itu akhirnya si kakak menjadi kurang gizi.

b. Anak yang mulai bisa berjalan mudah terkena infeksi atau juga

tertular oleh penyakit-penyakit lain.

c. Lingkungan yang kurang bersih, sehingga anak mudah sakit-

sakitan. Karena sakit-sakitan tersebut, anak menjadi kurang gizi


1
4

d. Kurangnya pengetahuan orang tua terutama ibu mengenai gizi.

Kurang gizi yang murni adalah karena makanan. Ibu harus dapat

memberikan makanan yang kandungan gizinya cukup. Tidak harus

mahal, bisa juga 14 diberikan makanan yang murah, asal

kualitasnya baik. Oleh karena itulah ibu harus pintar-pintar

memilihkan makanan untuk anak.

e. Kondisi sosial ekonomi keluarga yang sulit. Faktor ini cukup

banyak mempengaruhi, karena jika anak sudah jarang makan,

maka otomatis mereka akan kekurangan gizi.

f. Selain karena makanan, anak kurang gizi bisa juga karena adanya

penyakit bawaan yang memaksa anak harus dirawat. Misalnya

penyakit jantung dan paru-paru bawaan.

g. Sosial budaya, yaitu adanya kepercayaan dan pantangan-pantangan

tertentu, terhadap beberapa jenis bahan makanan.

h. Pengadaan dan distribusi pangan, adanya golongan rentan seperti

bayi, anak balita, ibu hamil, dan ibu menyusui sering mengalami

keadaan gizi kurang disebabkan karena adanya distribusi pangan

antar anggota keluarga yang tidak merata (Dr. Hasdianah, 2020).

4. Tanda Balita Gizi Kurang

Menurut Dr. Sri Kurniati M.S., Dokter Ahli Gizi Medik Rumah

Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, ciri-ciri gizi kurang pada anak

sebagai berikut:
1
5

a. Kurang Energi Protein Ringan. Pada tahap ini, belum ada tanda-

tanda khusus yang dapat dilihat dengan jelas. Hanya saja, berat

badan si anak hanya mencapai 80% dari berat badan normal.

b. Kurang Energi Protein Sedang. Pada tahap ini, berat badan si anak

hanya mencapai 70% dari berat badan normal. Selain itu, ada tanda

yang bisa dilihat dengan jelas adalah wajah menjadi pucat, dan

warna rambut berubah agak kemerahan.

c. Pada pengukuran status gizi menggunakan antropometri, tanda-

tanda balita gizi kurang sebagai berikut: Parameter yang valid

dalam antropometri dapat dinilai empat indeks: Berat Badan

menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan

(BB/TB), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U).

d. Berat Badan menurut Umur (BB/U) Gizi kurang adalah apabila

berat badan bayi / anak menurut umur berada diantara 60,1%-80%

standar Harvard.

e. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Gizi kurang adalah apabila

panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya berada

diantara 70,1%-80% dari standar Harvard.

f. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Gizi kurang adalah

apabil berat bayi / anak menurut panjang / tingginya berada

diantara 70,1%-90% dari standar Harvard.

g. Pada KMS berat badan balita gizi kurang terletak pada pita warna

kuning yang berada dibawah pita warna hijau.


1
6
1
7

5. Akibat Gizi Kurang

Akibat yang ditimbulkan gizi kurang terhadap proses tubuh

tergantung pada zat-zat gizi yang kurang. Gizi kurang ini secara umum

menyebabkan gangguan pada (Dr. Hasdianah, 2020).:

a. Pertumbuhan anak menjadi terganggu karena protein yang ada

digunakan sebagai zat pembakar sehingga otot-otot menjadi lunak

dan rambut menjadi rontok.

b. Produksi tenaga Kekurangan energi yang berasal dari makanan

mengakibatkan anak kekurangan tenaga untuk bergerak dan

melakukan aktivitas. Anak menjadi malas dan merasa lemas.

c. Pertahanan tubuh Sistem imunitas dan antibodi menurun sehingga

anak mudah terserang infeksi seperti batuk, pilek dan diare.

d. Struktur dan fungsi otak Gizi kurang pada anak dapat berpengaruh

terhadap perkembangan mental. Kekurangan gizi dapat berakibat

terganggunya fungsi otak secara permanen seperti perkembangan

IQ dan motorik yang terhambat.

e. Perilaku Anak yang mengalami gizi kurang menunjukkan perilaku

yang tidak tenang, cengeng dan apatis.

6. Penanganan Gizi

Kurang Bila anak mengalami gizi kurang, anak akan mudah

sekali terkena berbagai macam penyakit, anak yang kurang gizi

tersebut, akan sembuh dalam waktu yang lama. Dengan demikian

kondisi ini juga akan mempengaruhi perkembangan intelegensi anak.


1
8

Untuk itu, bagi anak yang mengalami kurang gizi, harus dilakukan

upaya untuk memperbaiki gizinya.

Upaya-upaya yang dilakukan tersebut antara lain adalah

meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai gizi, melakukan

pengobatan kepada si anak dengan memberikan makanan yang dapat

menjadikan status gizi si anak menjadi lebih baik. Dengan demikian,

harus dilakukan pemilihan makanan yang baik untuk si anak. Makanan

yang baik adalah makanan yang kuantitas dan kualitasnya baik.

Makanan dengan kuantitas yang baik adalah makanan yang diberikan

jumlahnya sesuai dengan kebutuhan si anak dan makanan yang

berkualitas baik adalah makanan yang mengandung berbagai zat gizi

yang dibutuhkan anak.

Persyaratan jenis dan bentuk makanan tambahan yang

diberikan sebagai berikut:

a. Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan

makanan atau makanan lokal. Jika bahan makanan lokal berbatas,

dapat digunakan makanan pabrikan yang tersedia di wilayah

setempat dengan memperhatikan kemasan, label dan masa

kadaluarsa untuk keamanan pangan.

b. Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi

kebutuhan gizi balita sasaran.

c. PMT pemulihan merupakan tambahan makanan untuk memenuhi

kebutuhan gizi balita sasaran.


1
9

d. Makanan tambahan balita sasaran diutamakan berupa sumber

protein hewani maupun nabati (misalnya ikan/telur/daging/ayam,

kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempedan tahu) serta

sumber vitamin dan mineral yang terutama berasal dari sayur-

sayuran dan buah-buahan setempat.

e. Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90 hari berturut-

turut.

f. Makanan tambahan pemulihan untuk balita berbasis makanan lokal

ada dua jenis yaitu berupa:

1) MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan)

2) Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59

bulan berupa makanan keluarga 7.

g. Bentuk makanan tambahan pemulihan yang dberikan kepada balita

dapat disesuaikan dengan pola makan

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Kurang Pada Balita

Faktor resiko gizi kurang pada balita adalah faktor yang

meningkatkan angka kejadian gizi kurang pada balita. Faktor-faktor

tersebut dibedakan menjadi faktor langsung dan tidak langsung.

(Anindita Rahmadiani Sukamto, 2020)

a. Faktor Langsung

1) Tingkat asupan energi

Total asupan energi mempengaruhi kejadian gizi kurang

pada balita. Hal ini dikarenakan rendahnya jumlah glukosa


2
0

dari diet dan kurangnya cadangan glikogen dalam tubuh

sehingga tidak terjadi proses katabolisme pembentukan energi.

Kondisi tersebut mengakibatkan tubuh melakukan kompensasi

berupa glukoneogenesis dimana sumber energi non karbohidrat

yaitu lipid dan protein diubah menjadi glukosa baru untuk

menghasilkan energi. Penggunaan lipid dan protein untuk

menghasilkan energi mengakibatkan terganggunya

metabolisme tubuh sehingga terjadi gangguan pertumbuhan.

Masa balita memerlukan lebih banyak asupan energi untuk

setiap kilogram berat badannya karena metabolisme tubuh

balita lebih aktif berkembang untuk proses tumbuh

kembangnya. Balita dengan asupan energi kurang memiliki

risiko 9,86 kali lebih besar menderita gizi buruk dibandingkan

balita dengan asupan energi cukup. (Anindita Rahmadiani

Sukamto, 2020)

2) Tingkat asupan protein

Total asupan protein mempengaruhi kejadian gizi buruk

pada balita. Hal ini dikarenakan rendahnya asupan energi total

maupun rendahnya asupan protein dari diet. Kekurangan

asupan energi total menyebabkan tubuh mengalami

glukoneogenesis dimana sumber energi non karbohidrat seperti

protein diubah menjadi glukosa baru untuk menghasilkan

energi sehingga metabolisme tubuh terganggu dan terjadi


2
1

gangguan pertumbuhan. Selain itu, rendahnya asupan protein

dari diet mengakibatkan tubuh mengalami kekurangan protein

darah yaitu albumin atau hipoalbuminemia. Rendahnya total

asupan protein pada balita menyebabkan kondisi kwashiorkor

yang ditandai dengan edema di punggung kaki dan seluruh

tubuh karena kekurangan protein albumin dalam darah

sehingga tidak ada penahan cairan dalam pembuluh darah dan

cairan keluar menuju jaringan intersisial. (Anindita Rahmadiani

Sukamto, 2020)

3) Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi adalah penyakit yang timbul karena

adanya mikroba patogen dalam tubuh. Penyakit infeksi pada

balita yang paling sering diderita adalah diare, 7 infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA), dan tuberkulosis. Balita yang

menderita penyakit infeksi mengalami peningkatan

metabolisme tubuh dan gangguan absorbsi nutrisi yang diikuti

dengan penurunan nafsu makan. Hal ini mengakibatkan

penurunan berat badan dan gangguan pertumbuhan sehingga

mempengaruhi status gizi balita(Prasetia, Baculu dan Helmyati,

2015).Balita dengan penyakit infeksi memiliki risiko 2,83 kali

lebih besar menderita gizi buruk dibandingkan balita tanpa

penyakit infeksi. (Anindita Rahmadiani Sukamto, 2020)


2
2

b. Faktor Tidak Langsung

1) Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Klasifikasi berat bayi lahir adalah berat bayi lahir

normal yaitu ≥2500-4000 gram,berat bayi lahir lebih yaitu

>4000 gram, berat bayi lahir rendah 1500-2499 gram, berat

bayi lahir sangat rendah 1000-1499 gram, bera bayi lahir

ekstrem rendah <1000 gram (Putri, Fatimah dan Rahfiludin,

2017). Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih

rentan mengalami infeksi karena sistem imun yang belum

berfungsi sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit

infeksi. Balita dengan penyakit infeksi mengalami penurunan

nafsu makan pada balita sehingga asupan kalori berkurang.

Rendahnya asupan kalori dalam masa perkembangan

menyebabkan gizi buruk dan gangguan pertumbuhan (Anindita

Rahmadiani Sukamto, 2020)

2) Tingkat sosial ekonomi

Status ekonomi mempengaruhi status gizi pada balita.

Hal ini dikarenakan status ekonomi berkaitan dengan pekerjaan

dan pendapatan suatu keluarga. Pendapatan suatu keluarga

mempengaruhi daya beli, ketersediaan pangan, dan perilaku

individu dalam mengonsumsi makanan. Semakin tinggi tingkat

pendapatan suatu keluarga maka konsumsi makanan semakin

bervariasi sehingga semakin baik pula asupan energi yang


2
3

dikonsumsi balita. Kejadian gizi kurang pada balita lebih

banyak terjadi pada tingkat sosial ekonomi rendah yaitu sebesar

52,8%. (Anindita Rahmadiani Sukamto, 2020)

3) Tingkat pendidikan ibu

Pendidikan ibu adalah pendidikan terakhir yang telah

ditempuh ibu sampai memiliki anak balita. Dewasa ini,

perempuan dalam era emansipasi memiliki peluang

mendapatkan pendidikan tinggi dimana perempuan

berpendidikan tinggi diharapkan dapat memperoleh wawasan

tentang kesehatan dan kesejahteraan tumbuh kembang balita

sedangkan perempuan dengan tingkat pendidikan rendah

memiliki wawasan yang minim mengenai kesehatan dan

kesejahteraan tumbuh kembang balita. Semakin tinggi tingkat

pendidikan ibu maka semakin mudah seorang ibu untuk diberi

informasi dan pengetahuan tentang asupan gizi baik pada balita

sehingga ibu mampu mengimplementasikannya dalam perilaku.

Tingkat pendidikan ibu yang rendah menyebabkan

ketidaktahuan mengenai asupan gizi baik sehingga

mengakibatkan gizi kurang pada balita (Oktavia, Widajanti dan

Aruben, 2017). Tingkat pendidikan ibu yang rendah (SD/tidak

tamat SD) memiliki risiko mempengaruhi status gizi balita

yaitu 5,6 kali lebih besar daripada tingkat pendidikan ibu yang
2
4

lebih tinggi (SMP, SMA, perguruan tinggi). (Anindita

Rahmadiani Sukamto, 2020)

4) ASI eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja selama

enam bulan pertama kehidupan bayi tanpa minuman atau

makanan tambahan lain. Rekomendasi WHO mengenai lama

waktu pemberian ASI eksklusif adalah sejak bayi lahir hingga

usia 6 bulan dan dilanjutkan dengan pemberian makanan

pendamping ASI (MPASI) hingga usia 2 tahun(Sartika, 2010).

ASI memiliki kandungan nutrisi lengkap bagi kebutuhan

tumbuh kembang bayi antara lain protein, lemak, vitamin,

mineral, antibodi, dan enzim-enzim yang dibutuhkan oleh

pencernaan bayi. Pemberian ASI eksklusif pada balita dapat

mencegah infeksi dan meningkatkan sistem imun tubuh karena

kandungan antibodi pada ASI yaitu imunoglobulin A (IgA)

dimana IgA berfungsi mencegah bakteri dan mikroorganisme

masuk ke lapisan mukosa 9 gastrointestinal balita (Sugito,

Wardoyo dan Mahmudiono, 2017). Balita yang tidak mendapat

ASI eksklusif berisiko 1,89 kali lebih besar mengalami gizi

buruk daripada balita yang mendapat ASI eksklusif (Anindita

Rahmadiani Sukamto, 2020)

5) Pemberian imunisasi dasar


2
5

Imunisasi dasar adalah upaya pemberian vaksin kepada

bayi usia 0-12 bulan yang berfungsi meningkatkan sistem

imunitas tubuh bayi agar tidak terkena penyakit infeksi.

Imunisasi yang diberikan meliputi polio, difteri, tuberkulosis,

pertusis, tetanus, campak, dan hepatitis B. Kelengkapan

pemberian imunisasi dasar mempengaruhi pertumbuhan,

perkembangan, dan status gizi balita. Hal ini dikarenakan

pemberian imunisasi dasar lengkap menjadikan tumbuh

kembang balita menjadi lebih maksimal yaitu balita sehat,

perkembangan aspek kognitif baik, dan tidak rentan terkena

penyakit infeksi. Kondisi balita sehat diikuti dengan

metabolisme tubuh yang baik terhadap asupan nutrisi sehingga

menurunkan kejadian gizi buruk pada balita (Kaunang, Rompas

dan Bataha, 2016). Balita dengan pemberian imunisasi dasar

tidak lengkap berisiko mengalami gizi buruk sebesar 2,3 kali

lebih besar daripada balita dengan pemberian imunisasi dasar

lengkap (Anindita Rahmadiani Sukamto, 2020)

6) Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga yang tergolong besar adalah

lebih dari empat orang dalam satu keluarga. Anggota keluarga

besar pada tingkat ekonomi rendah mempengaruhi status gizi

pada balita karena menyebabkan menurunnya ketersediaan

pangan, konsumsi protein dan karbohidrat menurun, serta


2
6

penurunan kualitas asupan nutrisi menjadi lebih murah. Balita

dengan tingkat ekonomi rendah dan jumlah anggota keluarga

sekitar 7-8 orang umumnya berisiko mengalami gizi kurang

mulai anak keempat dan seterusnya yaitu 5 kali lebih besar.

(Anindita Rahmadiani Sukamto, 2020)

7) Pola asuh

Pola asuh adalah bagaimana perilaku orangtua dalam

berinteraksi dengan anak seperti cara memperlakukan,

membimbing, mendidik, dan berhubungan dengan anak. Pola

pengasuhan orang tua mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak karena anak yang mendapat perhatian baik

secara fisik dan psikis memiliki status gizi lebih baik daripada

anak dengan perhatian kurang dari orang tua. Balita dengan

pola asuh kurang perhatian memiliki risiko mengalami gizi

kurang yaitu 1,2 kali lebih besar daripada balita dengan pola

asuh perhatian baik (Anindita Rahmadiani Sukamto, 2020)

8) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi pada

balita adalah sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan berkaitan

dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban,

kebersihan lingkungan, kebersihan rumah, ventilasi,

pencahayaan, dan kebersihan peralatan makan. Sanitasi

lingkungan memiliki peran penting dalam menyediakan


2
7

lingkungan yang mendukung tumbuh kembang balita. Sanitasi

lingkungan buruk dan kumuh menyebabkan balita terpapar

berbagai patogen mikroorganisme sehingga sangat rentan

terkena penyakit infeksi seperti diare, tuberkulosis, dan infeksi

saluran pernapasan akut yang mengakibatkan status gizi buruk

pada balita. Balita dengan lingkungan sanitasi buruk memiliki

faktor risiko 5,03 kali lebih besar mengalami gizi kurang

daripada balita dengan lingkungan sanitasi baik. (Anindita

Rahmadiani Sukamto, 2020)

9) Inisiasi menyusui dini (IMD)

Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah tindakan

pemberian air susu ibu kepada bayi untuk pertama kalinya

segera setelah bayi lahir. Air susu ibu yang keluar pertama kali

setelah kelahiran mengandung kolostrum dimana kandungan

tersebut sangat bermanfaat bagi tubuh bayi. Kandungan

kolostrum yaitu immunoglobulin A (IgA), protein, antibodi, sel

leukosit, dan enzim lisozim. Konsentrasi IgA pada kolostrum

yang tinggi memiliki fungsi yaitu melindungi mukosa saluran

cerna bayi dari patogen. Sel leukosit yang terkandung dalam

kolostrum seperti makrofag dan neutrofil berfungsi melawan

dan membunuh mikroorganisme patogen dalam saluran cerna

bayi, sedangkan limfosit dapat memproduksi antibodi untuk

meningkatkan imunitas tubuh bayi. Penundaan pemberian IMD


2
8

pada bayi dapat menurunkan imunitas bayi di awal kehidupan.

Balita dengan tanpa pemberian IMD memiliki faktor risiko

2,63 kali lebih besar mengalami gizi buruk dan stunting

daripada balita dengan pemberian IMD (Anindita Rahmadiani

Sukamto, 2020)

10) Pemanfaatan Posyandu

Pos pelayanan terpadu adalah suatu upaya pelayanan

kesehatan dasar masyarakat untuk menekan angka kematian ibu

dan bayi. Posyandu memiliki beberapa manfaat antara lain

pemantauan status gizi bayi sehingga tidak menderita gizi

kurang atau gizi buruk, pemberian imunisasi dasar lengkap,

pemantauan tumbuh kembang balita, penyuluhan kesehatan ibu

dan bayi sehingga diharapkan kehadiran posyandu di

masyarakat dapat mendeteksistatus gizi balita agar angka

kejadian gizi kurang, atau stunting dapat diminimalisir.

Pemanfaatan posyandu membutuhkan peranan dari kedua pihak

yaitu para ibu yang memiliki balita sebaiknya melakukan

kunjungan rutin ke posyandu untuk pemantauan status gizi

dengan menimbang berat badan anak setiap bulan lalu

mencocokkannya di kartu menuju sehat (KMS). Selain itu,

peran kader posyandu dan petugas kesehatan juga diperlukan

untuk secara aktif melakukan pemantauan status gizi balita di

wilayah kerjanya dan melakukan pendataan kejadian gizi


2
9

kurang, gizi buruk, atau stunting untuk segera dilakukan

tatalaksana yang tepat. (Anindita Rahmadiani Sukamto, 2020)

8. Jenis Gizi Yang Diperlukan

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak

adalah zat gizi yang didapatkan dari makanan yang dimakan oleh anak.

Tidak ada zat gizi yang bekerja sendiri untuk memaksimalkan

pertumbuhan anak, semua memiliki perannya masing-masing.

Sehingga, anak membutuhkan berbagai macam zat gizi agar proses

pertumbuhannya bisa berjalan dengan normal dan cepat. Sebenarnya

zat gizi apa saja yang dibutuhkan anak untuk tumbuh dengan normal

serta agar pertumbuhannya bisa mencapai titik puncak maksimal.

Makanan yang dihidangkan pada balita yaitu karbohidrat, lemak,

protein, vitamin, dan mineral dengan mutu yang baik dan jumlah yang

sesuai dengan kebutuhan anak.


30

Tabel 2.3 Manfaat dan sumber zat-zat gizi penting yang perlu mendapat

perhatian dalam menyusun menu balita

Zat Gizi Manfaat Sumber


Karbohidrat  Menyediakan energi Beras, roti, kentang,
yang bisa langsung umbi- umbian, gula
digunakan tubuh untuk pasir, labu kuning,
beraktivitas makaroni, mie
kering, jagung
Protein  Sumber asam amino Daging sapi, ayam, susu,
 Membangun sel-sel telur, ikan, kacang-
jaringan tubuh kacangan, dan produk
 Mengganti sel-sel tubuh olahan seperti: tahu,
yang rusak tempe
 Membuat enzim dan
hormone
 Membuat protein darah
Lemak  Pelarut vitamin A, D, E, K Margarine, mentega,
 Sumber energi minyak kelapa, kuning
telur, kacang-
 Sebagai isolator yang
kacangan, keju
menghalangi tubuh
kehilangan panas yang
berlebihan
 Memelihara kesehatan
kulit

Vitamin A  Membantu kesehatan Telur, keju, ubi jalar


mata merah, susu, hati, ikan
 Membantu pertumbuhan makakrel, buah dan
tulang, kulit, gigi dan sayur berwarna kuning
rambut dan hijau seperti wortel,
 Meningkatkan daya tomat, papaya, bayam,
labu
tahan tubuh terhadap
infeksi kuning
 Sebagai antioksidan

 Meningkatkan selera Hati, daging, susu, telur,


makan dan kerja sayur dan buah, kacang-
Vitamin B pencernaan kacangan, sereal
Komplek
 Menjaga fungsi sistem
saraf
31

 Membantu proses
metabolism dan
pembentukan sel-sel
darah
 Menjaga rasa lesu,
mengantuk dan kurang
Semangat
Vitamin C  Meningkatkan Buah-buahan seperti
imunitas/daya tahan pisang ambon,
tubuh terhadap infeksi papaya, tomat, jeruk,
 Pemeliharaan kesehatan dan sayuran hijau
gigi dan gusi
 Membantu mengurangi
zat-zat karsiogenik
(pembentuk sel kanker)
 Membantu penyerapan
zat besi
Vitamin D  Membantu tubuh Susu dan produk
menyerap kalsium dan olahannya, minyak ikan
fosfor untuk tuna, salmon, mentega,
pertumbuhan tulang dan dan margarin
gigi
Vitamin E  Sebagai antioksidan yang Tauge, sayur- sayuran,
melindungi sel dari buah- buahan, kacang-
kerusakan kacangan, minyak biji
 Menghalangi oksidasi bungan matahari, telur
lemak dalam tubuh
 Mencegah kenaikan
kadar kolesterol
 Menjaga kesehatan kulit
dan otot
Vitamin K  Penting untuk proses Sayuran hijau tua
pembekuan darah seperti bayam, hati,
 Pembentuk tulang yang kacang polong, kuning
kuat telur dan
kacang-kacangan
Mineral,  Pembentukan tulang dan Ikan laut, susu,
macamnya: gigi brokoli, kacang
Kalsium  Menjaga reaksi otot dan kedelai, keju
respon syaraf lebih cepat
Magnesium  Pertumbuhan otot dan Gandung, coklat,
3
2

tulang ikan laut, kacang-


 Mencegah osteoporosis kacangan, sayuran
hijau, beras
Fosfor  Menguatkan tulang Daging sapi, telur, keju,
 Menstabilkan ayam, susu, ikan, kacang-
metabolisme tubuh kacangan

Zat besi  Mencegah anemia Daging sapi, sayuran hijau,


 Transportasi oksigen seperti bayam,
 Membantu pencernaan daun ubi, daun katuk

Natrium  Mengatur tekanan Bahan makanan dari laut,


osmosis daging, telur, garam, susu
 Memelihara keseimbangan
asam basa
dalam tubuh
Seng  Menghindari cacat Bahan makanan laut seperti
mental dan anemia ikan, kacangan-kacangan
 Meningkatkan imunitas seperti kacang polong

Iodium  Mencegah penyakit Bahan makanan


gondok laut seperti ikan dan
udang

9. Cara Menyusun Menu Balita

Penyusunan menu makanan balita selain memperhatikan

komposisi zat gizi, juga harus memperhatikan variasi menu makanan

agar anak tidak bosan. Sebaiknya dibuat siklus menu 7 hari atau 10

hari. Ini juga memudahkan ibu untuk mengatur menu balita. Selain itu

penyajian makanan juga harus diperhatikan karena dapat

mempengaruhi selera 37 makan anak, baik dari penampilan, tekstur,

warna, aroma, besar porsi dan pemilihan alat makan anak yang menari.

Selain itu didalam menyusun menu, jadwal makan balita juga harus
3
3

diperhatikan. Penerapan jadwal makan yang teratur penting karena

akan membuat tubuh anak akan mengalami penyesuaian kapan perut

harus diisi dan ritme tubuhnya maka ketika jam makan tiba, anak tidak

akan menolak makan. Sebaliknya jika jam makan sesukannya, maka

tidak jarang anak akan malas-malasan mengisi perutnya. Selain itu,

membiasakan anak makan sesuai jadwal akan membuat pencernaan

anak lebih siap dalam mengeluarkan hormone dan enzim yang

dibutuhkan untuk mencerna makanan yang masuk. Idelanya pemberian

makan balita yaitu 3 kali makan utama yaitu sarapan, makan siang dan

makan malam, ditambah 2 kali makan selingan. (Ayu Bulan, 2020).

a. Menu sarapan pagi Biasakan anak untuk sarapan pagi karena

penting untuk persediaan energi dalam melakukan aktivitas

sepanjang hari. Apabila orangtua tak menyempatkan diri sarapan

secara teratur di meja makan, maka janganlah heran kalau si anak

juga enggan sarapan pagi. Menu sarapan pagi tak harus komplit

susunan hidangannya, jadi tidak selengkap hidangan makan siang

dan malam. Selain itu porsi makanan untuk sarapan juga lebih

sedikit. Cukup dengan satu hidangan terpadu 38 untuk menu

sarapan pagi misalnya omlete sayur, mie goreng, nasi goreng atau

ditambah roti bakar ditambah susu/jus buah. Yang utama kalorinya

telah memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Buatlah menu sarapan pagi

yang praktis dan cukup zat gizinya. (Ayu Bulan, 2020).


3
4

b. Menu makan siang/malam Susunan makan siang/malam sehari-hari

biasanya lengkap komposisinya, terdiri dari makanan pokok, lauk

hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Tetapi untuk makan malam

tidak harus ada buah. Pengaturan ini sesuai dengan triguna

makanan. Besarnya porsi makanan untuk balita harus disesuaikan

dengan kebutuhan dan kemampuan makannya. Selain itu

diperhatikan untuk penyajiannya, buat yang semenarik mungkin

untuk menggugah selera makan anak. (Ayu Bulan, 2020)

c. Menu makanan selingan Anak perlu makanan selingan/cemilan di

sela-sela makanan utamanya. Penting diketahui bahwa pemberian

makanan selingan adalah untuk melengkapi komposisi zat

seimbang dalam sehari yang mungkin belum terpenuhi lewat menu

makanan utama. Oleh karena itu yang ditekankan bukan

kandungan kalorinya tapi zat gizi lain seperti protein, mineral, dan

vitamin. Makanan selingan ini dapat berupa kue, biskuit, atau jus

buah. (Ayu Bulan, 2020).

Hubungan antara tingkat pengetahan orangtua dengan

kejadian gizi kurang pada balita (usia 1-5 tahun). Dikarenakan

jarak kelahiran yang terlalu dekat, anak yang terkena penyakit

(infeksi), lingkungan yang kurang bersih, kurangnya pengetahuan

orangtua, kondisi sosial ekonomi, adanya penyakit bawaan, sosial

budaya, bencana alam, pengadaan dan distribusi pangan.

Pemaparan atau penjelasan pengetahuan tentang gizi kurang


3
5

kepada para orangtua akan memebentuk pola pikir orangtua

tentang pentingnya gizi yang diberikan untuk balitanya. Sebaliknya

faktor pendukung dan dampak serta kerugian orangtua tentang

pengetahuan yang kurang maka akan menjadikan anak balita

menjadi gizi kurang sehingga berdampak pada tumbuh

kembangnya bahkan dapat mengakibatkan penurunan IQ dan

kematian pada balita tersebut. Pemaparan atau penjelasan

pengetahuan tentang gizi kurang kepada para orangtua akan

mmebentuk pola pikir orangtua tentang pentingnya gizi yang

diberikan untuk balitanya.

Orangtua yang memiliki pengetahuan serta pemahaman

tentang dampak gizi kurang pada balita akan mengerti cara

mengatasi 46 serta penanganan bahkan pencegahan awal agar anak

tidak menjadi gizi kurang. Disini pengetahuan yang didapat bisa

melalui internet, penyuluhan kesehatan, berkonsultasi dengan

dokter ahli gizi. Sehingga ini merupakan langkah awal orangtua

agar anaknya terhindar dari gizi kurang. Jika anak sudah

mengalami gizi kurang, maka orangtua harus secara rutin

memantau perkembangan anak balita setiap bulan, seperti

membawanya ke posyandu, puskesmas, fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya. Serta memberikan beraneka ragam variasi

makanan yang mencakup gizi seimbang yang diberikan secara

rutin setiap hari. Untuk mengatasi anak dengan gizi kurag.


3
6

B. Penelitian Terkait

1. Hasil penelitian yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada

penelitian Rahmadi A (2016) yang menghasilkan proporsi kejadian

kejadian stunting antara bayi yang alami BBLR dengan yang tidak

tidak jauh berbeda yaitu 23,2% dan 23,5%. Kesimpulan akhir dari

penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara BBLR dengan

kejadian stunting, begitu pula pada penelitian yang dilakukan

Ibrahim,et al (2019) yang menunjukan tidak ada hubungan antara

BBLR dengan kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan.

Kondisi gizi ibu saat kehamilan yang kurang baik dapat

menyebabkan BBLR, hal ini berdampak pada intra uterin growth

retardation yang ketika bayi lahir dimanifestasikan dnegan berat

badan lahir yang rendah. Masalah jangaka panjang yang terjadi

karena bayi alami BBLR adalah terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan. BBLR diyakini menjadi salah satu faktor penyebab

gizi kurang berupa stunting (Festy,2020).

2. Sesuai dengan jurnal penelitian Shofiatul (2018), didapatkan hasil

penelitian dengan hasil p=0,0001 yang berarti adanya hubungan

antara Berat Badan Lahir Rendah dengan kejadian gizi kurang

(Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2018). Didukung dengan jurnal

penelitian Rahman (2016), dengan judul Association of Low-Birth

Weight withMalnutrition in Children under Five Years

inBangladesh: Do Mother’s Education, Socio-Economic Status,


3
7

and Birth Interval Matter, didapatkan hasil prevalensi gizi buruk

secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak dengan BBLR

daripada mereka yang memiliki berat lahir normal. Sementara

mengendalikan faktor-faktor risiko yang diketahui, anak-anak

dengan BBLR secara signifikan meningkatkan risiko menjadi

kurang gizi dibandingkan dengan bagian lawannya dengan OR

1,23. Asosiasi yang diamati tidak dimodifikasi oleh faktor-faktor

yang dikenal untuk mengurangi prevalensi gizi buruk, seperti

pendidikan tinggi ibu, kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang

lebih

baik dan interval kelahiran yang lebih lama (Inka Ayu,2022).

3. Penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Wulandari, Retno Eko and Sulistyaningsih 2018) yang

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan protein

dengan status gizi (TB/U) pada balita. Balita yang kekurangan

protein memiliki risiko 17,5 kali menderita stunting jika

dibandingkan dengan balita yang memiliki asupan protein yang

cukup. Protein memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap

pertumbuhan balita, secara umum fungsi protein untuk

pertumbuhan, pembentukan komponen struktural, dan

pembentukan antibodi.Selain protein, lemak berhubungan dengan

status gizi TB/U dikarenakan dalam lemak terkandung asam lemak

esensial yang memiliki peran dalam mengatur kesehatan. Selain itu


3
8

simpanan energi dapat berasal dari antara tingkat konsumsi

karbohidrat dengan status gizi berdasarkan indeks TB/U (Rumingsi

Sri, 2021).

C. Kerangka Teori

Kerangka Teori adalah karangan kerangka berpikir yang bersifat

teoris atau konptual mengenal masalah yang akan di teliti. Kerangka

berfikir tersebut menggambarkan hubungan antara konsep-konsep atau

variabel-variabel yang akan di teliti. Kerangka berfikir dalam penelitian ini

akan menggambarkan masalah yang akan di teliti penelitian yaitu “

Hubungan BBLR Dengan Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas XIII

Koto Kampar II 2022”


Faktor penyebab gizi buruk

1. BBR
2. Tingkat Sosial Ekonomi Gizi kutang Pada
3. Asi Eksklusif Balita
4. Pemberian Imunisasi Dasar
5. Jumlah Anggota Keluarga
6. Pola Asuh
7. Faktor Lingkungan

Skema 2.1 Kerangka Teori


3
9

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang ini diamati

atau diukur melalui penilaian yang di lakukan (Natoatmodjo, 2020).

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

BBLR Gizi Kurang Pada Balita

Skema 2.2 Kerangka Konsep

E. Hipotesis

Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara dari suatu

penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan

dibuktikan dengan penelitian tersebut. Hipotesa dalam penelitian ini :

Ha : Ada Hubungan Pengtahuan Ibu Terhadap Gizi Kurang Pada

Balita.
4
0

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan

pendekatan desain case control yaitu suatu peneltian (survey) analitik yang

menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan

pendekatan retrospective. Dengan kata lain, efek (penyakit atau status

kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko

diidentifikasi atau ada terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo,

2020).

Adapun teknik yang digunakan pada penelitian case control adalah:

1. Menetapkan kelompok yang akan diteliti

a. Kelompok kasus dan kontrol

b. Kelompok kasus yaitu kelompok yang menderita kejadian BBLR

c. Kelompok kontrol sama dengan kelompok kasus, tetapi berbeda di

jenis kasusnya

2. Menetapkan besarnya sampel

3. Mengobservasi dan mencatat semua keterangan yang di peroleh.


4
1

1. Rancangan Penelitian

Secara skematik rancangan penelitian dapat dilihat pada

skema 3.1

Apakah ada faktor Di telurusi secara Penilitian di mulai


risiko? retrospektif dari sini

Berisiko
Kontrol Kejadian Gizi
Kurang
Tidak berisiko

Berisiko
Kasus Kejadian Gizi
Kurang
Tidak berisiko
4
2

2. Alur Penelitian

Secara sistematik alur dapat dilihat dari skema 3.2

Penelitian di Puskemas XII Koto


Kampar II

Data Balita Gizi Kurang Puskemas XIII Koto


Kampar : 632

Kejadian Balita Gizi Kurang (+) Tidak Gizi Kurang (-)

n : 64 n : 64

BBLR (+) BBLR (-)

n : 127

Pengolahan data

Analisis Data :

1. Univariat
2. Bivariat

Hasil Analisis
4
3

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskemas XII Koto Kampar.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoadmodjo), 2012). Populasi pada penelitian ini adalah

seluruh data balita di Puskemas XIII Koto Kampar II tahun 2021

sampai tahun 2022 dari bulan Januari – April sebanyak 632 balita.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang akan diteliti dan diambil untuk mewakili populasi (Notoadmodjo,

2012). Sampel pada penelitian ini adalah menggunakan perbandingan

1:1, yaitu sampel kasus dan kontrol. Seluruh data Balita yang

mengalami Gizi Kurang di Puskemas XIII Koto Kampar II tahun 2022

sebanyak 64 Balita.

a. Sampel Kasus

Teknik pengambilan sampel kasus dalam penelitian ini

menggunakan tektik total sampling yaitu mengambil semua sampel

kasus yang mengalami Gizi Kurang pengambilan sampel


4
4

berdasarkan jumlah kasus Gizi Kurang sebanyak 64 bayi yang

tercatat di data Puskemas XIII Koto Kamapar III.

b. Sampel Kontrol

Teknik pengambilan sampel kontrol yaitu dengan

menggunakan teknik simple random sampling dengan mengambil

secara acak dari jumlah populasi dengan dikurangkan jumlah kasus

yang didapatkan jumlah sampel control yang tidak Gizi Kurang

sebanyak 64 balita yang tercatat di data Puskesmas XIII Koto

Kampar II.

3. Kriteria sampel

a. Kriteria sampel kasus

1) Kriteria inklusi

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah data gizi

kurang.

2) Kriteria eksklusi

Gizi Kurang yang Mengalami BBLR di Puskemas XIII

Koto Kampar II

b. Kriteria sampel kontrol

1) Kriteria inklusi

a) Balita yang tidak mengami Gizi Kurang

b) Balita yang mengalami Gizi Kurang

2) Kriteria Eksklusi
4
5

a) Balita dengan gizi kurang badan tidak normal dan kurang

bulan.

b) Balita dengan berat badan lahir normal yang mengalami

penyakit atau kelainan bawaan saat lahir.

4. Teknik pengambilan sampel

a. Kasus

Teknik pengambilan sampel pada kelompok kasus

dilakukan dengan teknik total sampling yaitu pengambilan sampel

dengan seluruh jumlah populasi.

b. Kontrol

Teknik pengambilan sampel kontrol dalam penelitian ini

dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu

pengambilan sampel yang dilakukan secara acak atau random.

D. Etika Penelitian

1. Tanpa Nama (Anomity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembaran pengumpulan data, dan hanya

menuliskan kode pada lembaran pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

2. Kerahasiaan (Confindetiality)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah


4
6

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya kelompok

yang akan dilaporkan pada hasil riset.

E. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data (instrument) yang digunakan dalam

penelitian ini berupa lembar check list. Data yang dikumpulkan adalah

data sekunder yang diperoleh dari data Puskeamas XIII Koto Kampar II

kemudian dicatat sesuai variabel yang diteliti, data yang digunakan adalah

data tahun 2022.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Data penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari data

Puskemas XIII Koto Kampar II. Metode pengumpulan data dengan

dokumen. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah rekam

medic yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, lembar

check list berisi tentang (judul, nama inisial, Gizi Kurang).

G. Pengolaan Data

Pengolaan data dilakukan responden, maka setiap instrument

diperiksa secara manual. Setelah pengumpulan data selesai, kemudian

dilakukan langkah-langkah berikut :

a. Pemeriksaan data (Editing)

Setelah instrument dikembalikan responden, maka setiap

instrument diperiksa apakah sudah diisi dengan benar dan semua item

sudah dijawab responden.


4
7

b. Memberi kode (Coding)

Melakukan penelitian kode pada setiap data yang telah

dikumpulkan dengan menggunakan nama inisial tanda check list.

c. Tabulasi data (Tabulating)

Untuk mempermudah analisa data serta mengambil kesimpulan

data dimasukkan kedalam bentuk table distribusi.

d. Pembersi data (Cleaning)

Setelah dikumpullkan dilakukan pengolaan data dengan

editing, coding, tabulating, dan selanjutnya dimasukkan dan diolah

dengan menggunakan program komputer secara manual untuk

pengecekan kembali data apakah ada kesalahan atau tidak.


4
8

H. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan

peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2014). Adapun definisi

operasional dapat dilihat dari table berikut :

No Variabel Definisi Operasional Alat Skala Hasil Ukur


Ukur Ukur

Variabel Independen

1. BBLR adalah berat bayi lahir Lembar Ordinal 0. Ya, jika berat
normal yaitu ≥2500-4000 Check badan bayi <
list 2500 gram
1. Tidak, jika berat
badan bayi ≥
2500 gram
Variabel Dependen
2. Kejadian Pengertia. Balita gizi Lembar Nominal 2. Ya ,balita gizi
Gizi kurang adalah balita Check kurang <-2 SD
Kurang dengan status gizi list 3. Tidak Gizi kurang-
berdasarkan korelasi berat 3 SD
badan dengan umur

I. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi dan presentase dari tiap variabel, sehingga variasi dari

masing-masing variabel dengan rumus :


4
9

F
P= x 100 %
N

Keterangan :

P = Hasil presentase

F = Frekuensi hasil pencapaian

N = Total seluruh observasi

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoadmodjo,

2012). Untuk uji yang digunakan adalah uji chi=square yang

digunakan untuk mengevaluasi atau mengestimasi frekuensi yang

diselidiki atau menganalisa hasil observasi untuk mengetahui apakah

terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan dengan tingkat.

Dengan nilai probability (P) dengan taraf nyata  = 0,05 dan dapat

dinyatakan apabila (Sugiyono, 2015).

a. Ha ditolak, jika P   berarti tidak terdapat hubungan antara

variabel independen terhadap variabel dependent.

b. Ha diterima, jika P ≤  berarti terdapat hubungan antara variabel

independen terhadap variabel dependent.

Untuk melihat hubungan faktor risiko dilakukan dengan

menggunakan rumus OR (Odds Ratio) seperti tabel berikut :


5
0

Tabel 3.2 Analisis Univariat

Kasus kontrol pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Variabel Jumlah


Ya Tidak
(+) A B a+b
(+) C D c+d
Jumlah a+c b+d

Odds kasus = a/c

Odds control = b/d

Odds ratio (RO) = ad


bc

OR = 1, menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan faktor

balita gizi kurang

OR > 1, menunjukkan bahwa faktor yang ditelti menunjukkan

faktor risiko penyebab gizi kurang

OR < 1, menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan

faktor protektif terhadap kejadian, balita gizi kurang

rendaah atau variabel independen sebagai pencegah

terjadinya variabel dependen


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 26 Desember

2022. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan bayi berat lahir rendah

dengan kejadian gizi kurang pada balita di Puskesmas XIII Koto Kampar II pada

tahun 2021 dan 2022 dari bulan Januari - April. Penelitian ini menggunakan

metode kuantitatif dengan pendekatan case control. Adapun sampel yang

digunakan sebanyak 128 dengan 64 sampel sebagai kelompok kasus (balita gizi

kurang) dan 64 lainnya sebagai kelompok kontrol (balita tidak gizi kurang).

Peneliti telah melakukan pengumpulan data di Puskesmas XIII Koto Kampar II.

Dilakukan dengan membaca rekam medik dari 128 sampel tersebut. Data yang

telah dikumpulkan kemudian dianalisis sebagai berikut :

A. Analisa Univariat

1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian BBIL dengan gizi

kurang di Puskemas XIII Koto Kampar II dapat dilihat pada tabel

berikut :

51
Tabel 4.1 distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis Kelamin

Balita di Puskesmas XIII Koto Kampar II Tahun 2021 - 2022

No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase %

1 Laki – laki 55 42,9 %

2 Perempuan 73 57,1 %

Total 128 100 %

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui banyak bayi dengan jenis kelamin

laki-laki adalah 55 (42,9%), dan bayi dengan jenis kelamin perempuan

sebanyak 73 (57,1%). Hal ini menjelaskan secara keseluruhan mayoritas

jenis kelamin balita yang ada di Puskesmas XIII Koto Kampar II pada

tahun 2021-2022 dari bulan Januari-April adalah Perempuan.

1. Karakteristik Berdasarkan Usia Balita

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan usia balita di


Puskesmas XIII Koto Kampar II pada tahun 2021-2022

No Usia Frekuensi Persentase (%)


1 12 – 24 bulan 25 19,5
2 25 – 36 bulan 35 27,3
3 37 – 48 bulan 32 25,1
4 49 – 59 bulan 36 28,1
Total 128 100

Berdasarkan tabel 4.2 balita yang berusia 12 – 24 bulan sebanyak

25 (19,5%), balita berusia 25 – 36 bulan 35 (27,3%), balita berusia 37 – 48

bulan sebanyak 32 (25,1%), balita berusia 49 – 59 bulan sebanyak 36

(28,1%).

52
2. Berdasarkan Kejadian BBLR

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian BBLR


di Puskesmas XIII Koto Kampar II pada tahun 2021-2022

No BBLR Frekuensi Persentase (%)


1 Ya 48 37,5
2 Tidak 16 13,3
Total 128 100

Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa dari 128 responden,

sebanyak 48 (37,5%) yang mengalami BBLR.

3. Berdasarkan Kejadian Gizi Kurang

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian Gizi


Kurang di Puskesmas XIII Koto Kampar II pada tahun
2021-2022

No Gizi Kurang Frekuensi Persentase


1 Ya 64 50
2 Tidak 64 50
Total 128 100
Berdasarkan tabel 4.4, dapat dilihat bahwa dari 128 responden

terdapat 64 (50%) yang mengalami gizi kurang.

B. Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara dua variabel. Dalam penelitian ini analisis bivariat

digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan BBLR dengan kejadian

gizi kurang pada balita 12 – 59 bulan. Uji statistik yang digunakan adalah

uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Dasar

pengambilan keputusan yaitu dengan melihat P-Value, jika nilai P-

Value<0,05 maka H0 ditolak atau terdapat hubungan yang signifikan, dan

53
jika P-Value>0,05 maka H0 diterima atau tidak terdapat hubungan yang

signifikan. Hasil uji chi square adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Uji Chi Square Hubungan Antara BBLR Dengan Kejadian
Gizi Kurang

Gizi Kurang
Ya Jumlah
BBLR P
(Kasus) Tidak (Kontrol) OR
Value
F % F % F %
Ya 48 75.0 12 18,8 60 46,9
68
0.000 3.000
Tidak 16 25.0 52 81, 53.1
Jumlah 64 100 64 100 128 100

Sumber : kohor bayi puskemas XIII koto kampar II

Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui dari 64 balita yang

mengalami kejadian BBLR sebanyak 48 (75.0%) adalah bayi yang lahir

dari ibu hamil yang tidak mengalami preeklamsia. Sedangkan dari 64

balita yang tidak gizi kurang sebanyak 16 (25.0%).

Berdasarkan tabel 4.2, dari uji chi square dengan continuity

correction didapat nilai signifikan (p value) sebesar 0,000. Hal ini

menjelaskan H0 ditolak dan Ha diterima atau terdapat hubungan yang

signifikan BBLR dengan kejadian gizi kurang pada balita di Puskesmas

XIII Koto Kampar II pada tahun 2021-2022 dari bulan Januari-April.

Hasil ini dijelaskan oleh nilai P Value<0,05 yaitu 0,000<0,05.

Nilai OR (odds ratio) yang didapat pada penelitian yaitu sebesar

3,000 hal ini bermakna BBLR dengan kejadain gizi kurang kejadian

BBLR.

54
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait tentang hubungan

BBLR dengan kejadian gizi kurang balita di Puskesmas XIII Koto Kampar

tahun 2021-2022 dari bulan Januari-April. Dengan variabel independen

(BBLR) dan variabel dependen (kejadian gizi kurang) dengan jumlah sampel

sebanyak 64 kasus dan 64 kontrol pada tanggal 27 Desember tahun 2022 di

Puskesmas XIII Koto Kamapr II :

A. Hubungan BBLR dengan kejadian Gizi Kurang di Puskesmas XIII


Koto Kampar II

Berdasarkan tabel 4.2, dari uji chi square dengan continuity

correction didapat nilai signifikan (p value) sebesar 0,000. Hal ini

menjelaskan H0 ditolak dan Ha diterima atau terdapat hubungan yang

signifikan BBLR dengan kejadian gizi kurang pada balita di Puskesmas

XIII Koto Kampar II pada tahun 2021-2022 dari bulan Januari-April.

Hasil ini dijelaskan oleh nilai P Value<0,05 yaitu 0,000<0,05.

Nilai OR (odds ratio) yang didapat pada penelitian yaitu sebesar

3,000 hal ini bermakna BBLR dengan kejadain gizi kurang kejadian

BBLR.

55
Penelitian ini sejalan dengan penelitian di Nepal yang dilakukan

oleh Paudel, et.al. (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara

riwayat berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang. Berat badan

lahir yang rendah memiliki risiko gizi kurang 4,47 kali lebih besar dari

pada balita dengan berat lahir normal

Berat lahir merupakan prediktor kuat terhadap penentuan ukuran

tubuh di kemudian hari. Hal ini karena pada umumnya bayi yang

mengalami Intra Uterine Growth Rsetardation (IUGR) tidak dapat

mengejar pertumbuhan ke bentuk normal selama masa kanak-kanak

(Barker, 2020).

Berat lahir pada umumnya sangat terkait dengan pertumbuhan dan

perkembangan jangka panjang. Sehingga, dampak lanjutan dari BBLR

dapat berupa gagal tumbuh (grouth faltering). Seseorang bayi yang lahir

dengan BBLR akan sulit dalam mengejar ketertinggalan pertumbuhan

awal. Pertumbuhan yang tertinggal dari yang normal akan menyebabkan

anak tersebut menjadi gizi kurang.

Kesimpulan menurut peneliti Dalam upaya memperbaiki status gizi

dan kesehatan anak maka perlu adanya pola asuhan nutrisi yang baik bagi

ibu sejak masa hamil, masa bayi, masa balita, dan anak-anak agar

terpenuhi kebutuhan gizi dan tercapainya pertumbuhan yang optimal.

Berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu

baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga

56
cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil. Status gizi ibu

sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian

BBLR. Ibu dengan status gizi kurang sebelum hamil mempunyai resiko

4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang

mempunyai status gizi baik (Kristiyanasari, 2021).

Berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu

baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga

cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil. Status gizi ibu

sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian

BBLR. Ibu dengan status gizi kurang sebelum hamil mempunyai resiko

4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang

mempunyai status gizi baik (Kristiyanasari, 2021).

57
BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitain yang telah di lakukan tentang

hubungan bblr (bayi berat lahir normal) dengan kejadian gizi

kurang di puskemas XIII koto kampar II Tahun 2021-2022 dari

bulan Januari-April maka dapat di simpulkan bawahwa:

Saran

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapan kapan tenaga kesehatan Puskemas XIII Koto

kampar II dapat meningkan pelayanan kesehatan seperti promosi

kesehatan, melalukan tindakan untuk mencegah kejadian gizi

kurang pada balita, dan melakukan penatalaksaan pada balita

yang sudah terdeteksi mengalami gizi kurang.

2. Bagi Instansi Pendidikan

Diharapakan skripsi ini dapat dijadiakan sumber

informasikan dan menambah refernsi pustaka kampus sehingga

dapat menambah pengetahuan mahasiswa universitas pahlawan

tuanku tambusai khususnya hubungan BBLR (bayi berat lahir

rendah) dengan terjadinya gizi kurang pada balita.

3. Bagi penelitan selanjutan

58
Diharapan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat

melakukan penelitain dengan jenis penelitian yang berbeda

seperti kuantitaf dan variabel yang lebih bervariasi sehingga

lebih mendapatakan informasi yang lebih mendalam tentang

faktor faktor gizi kurang pada balita.

59

Anda mungkin juga menyukai