Anda di halaman 1dari 157

-1-

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

KEPUTUSAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

NOMOR : 286 TAHUN 2020

TENTANG

RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN WISATA PERAIRAN


TELUK MORAMO DAN PULAU-PULAU KECIL SEKITARNYA
DAN TAMAN WISATA PERAIRAN PULAU WAWONII
DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2020 - 2040

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31


ayat (11) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi
Perairan, menyebutkan bahwa Dokumen Final
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan disampaikan kepada Gubernur
untuk disahkan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara tentang
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata
Perairan Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil
Sekitarnya dan Taman Wisata Perairan Pulau
Wawonii di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2020 - 2040.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah
dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan
mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun
1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara – Tengah dan Daerah Tingkat I
Sulawesi Selatan – Tenggara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2687);
-2-

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang


Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4433),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5603);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007
tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4779);
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi
Di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
-3-

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor


PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan
Kawasan Konservasi Perairan;
9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan
dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan;
10. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014 –
2034 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2014 Nomor 2);
11. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2018 – 2038 (Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018
Nomor 9);
12. Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 72
Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi
Tenggara.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

KESATU : Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata Perairan


Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil Sekitarnya dan
Taman Wisata Perairan Pulau Wawonii di Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2020 - 2040, sebagaimana
tercantum pada Lampiran I dan II Keputusan ini.
KEDUA : Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana dimaksud
Diktum KESATU merupakan panduan operasional
pengelolaan Taman Wisata Perairan Teluk Moramo dan
Pulau-Pulau Kecil Sekitarnya dan Taman Wisata Perairan
Pulau Wawonii di Provinsi Sulawesi Tenggara.
KETIGA : Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana dimaksud
Diktum KESATU dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5
tahun sekali.
-4-

KEEMPAT : Segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat


ditetapkannya Keputusan ini, dibebankan pada
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi
Sulawesi Tenggara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) serta Sumber lainnya yang sah dan tidak
mengikat.
KELIMA : Keputusan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Kendari
pada tanggal 2020

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA,

ALI MAZI
-5-

LAMPIRAN I : KEPUTUSAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA


NOMOR : 286 TAHUN 2020
TANGGAL : 12 – 5 – 2020

RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN WISATA PERAIRAN


TELUK MORAMO DAN PULAU-PULAU KECIL SEKITARNYA
DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2020 - 2040

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang berciri


2
kepulauan yang memiliki luas perairan sebesar 114.879 km atau 75% dari
total luas wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencapai 153.019 Km2.
Panjang garis pantai sebesar 4.106,98 Km dengan jumah pulau sebanyak
540 pulau dengan 115 pulau diantaranya telah berpenduduk. Secara
administratif, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 17 Kabupaten/Kota dan
16 Kabupaten/Kota diantaranya terletak di wilayah pesisir.
Dengan potensi sumber daya pesisir dan laut yang prospek untuk
pemanfaatan dan pengembangannya, maka wilayah pesisir Provinsi Sulawesi
Tenggara tidak terlepas dari adanya tekanan atau gangguan aktivitas-
aktivitas pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut yang tidak
memperhatikan keberlanjutannya ataupun kelestariannya. Oleh karena itu,
berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang salah satunya
melalui program perlindungan dan pelestarian sumber daya perikanan dan
kelautan.
Sebagai bentuk komitmen Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
dalam mendukung target konservasi nasional yaitu 20 Juta Ha pada Tahun
2020, terdapat 13 (tiga belas) kawasan konservasi di Sulawesi Tenggara baik
yang dikelola oleh Pemerintah Daerah maupun Kementerian Kehutanan dan
Lingkungan Hidup. Dan salah satu kawasan konservasi yang telah
ditetapakan pencadangannya yaitu Kawasan Konservasi Perairan Daerah
(KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Keputusan Gubernur Sulawesi
Tenggara Nomor 324 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 98 Tahun 2016. Melalui
keputusan tersebut, wilayah perairan Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil
sekitarnya ditetapkan sebagai Taman Wisata Perairan (TWP) dengan luas
sebesar 21.786,14 Ha. Wilayah pencadangan tersebut mencakup 3 (tiga)
Kabupaten/Kota yaitu Konawe, Konawe Selatan dan Kota Kendari.
Sebelum penetapan pencadangan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
(TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya), telah dilakukan
inventarisasi dan identifikasi potensi calon kawasan konservasi pada tahun
2013. Dan dalam tahap legalisasi usulan wilayah perairan yang akan
dicadangkan melalui Keputusan Gubernur, beberapa rekomendasi
Pemerintah Kabupaten diperlukan untuk menguatkan dalam proses
-6-

penetapannya. Rekomendasi tersebut meliputi: 1). Rekomendasi Bupati


Konawe Nomor 523/361/2014; 2). Rekomendasi Bupati Konawe Selatan
Nomor 523/1867; dan 3). Rekomendasi Walikota Kendari Nomor
523/1299/2014. Dalam perkembangannya, KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara mengalami perubahan wilayah pencadangan dengan
menyelaraskan kebijakan strategis nasional pada sektor energi kelistrikan
yang menempatkan salah satu pembangkit listrik (PLTU) berada di wilayah
pesisir yang perairannya masuk dalam kawasan konservasi. Sehingga pada
Tahun 2016, dilakukan identifikasi potensi wilayah perairan disekitarnya dan
diusulkan penambahan luas kawasan konservasi sebesar 11.414, 36 Ha yang
pengembangannya diarahkan ke wilayah perairan Teluk Moramo Kabupaten
Konawe Selatan.
Dengan telah ditetapkannya pencadangan KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara dan terbentuknya kelembagaan yang akan bertugas mengelola
kawasan tersebut, maka untuk pelaksanaannya diperlukan Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan sebagai pedoman
dalam pengelolaan kawasan konservasi untuk mewujudkan pengelolaan yang
efektif dan berkelanjutan. Rencana Pengelolaan dan Zonasi tersebut memuat
Rencana Jangka Panjang (20 tahun), Rencana Jangka Menengah (5 tahun),
dan Rencana Kerja Tahunan serta Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.

1.2 Tujuan
Tujuan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Teluk Moramo dan
Pulau-Pulau Kecil sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebagai
acuan dan panduan dalam:
1. Pelaksanaan program dan kegiatan;
2. Perlindungan dan pelestarian kawasan beserta sumber dayanya;
3. Pemanfaatan kawasan sesuai dengan zonasinya;
4. Pengembangan wisata berbasis konservasi; dan
5. Mengevaluasi efektifitas pengelolaan kawasan.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Teluk
Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tenggara ini
meliputi:
1. Potensi dan permasalahan meliputi kondisi biofisik, sosial, ekonomi,
budaya dan permasalahan yang terkait dengan pengelolaan TWP Teluk
Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya;
2. Penataan zonasi kawasan meliputi penetapan zonasi dan aturan yang
berlaku dalam zonasi; dan
3. Rencana pengelolaan meliputi rencana jangka panjang (20 Tahun) dan
rencana jangka menengah (5 Tahun) serta rencana kerja tahunan.
-7-

BAB II
POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN

2.1 Potensi
Secara administrasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara (TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya)
berada dalam 3 ( tiga) wilayah administrasi pemerintahan yaitu Kota
Kendari, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan. Kawasan
Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki
luas sebesar 21.786,14 Ha. Peta Kawasan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah


Provinsi Sulawesi Tenggara
Ketiga kabupaten/ kota tersebut terdiri atas beberapa kecamatan yang
berada di dalam maupun di sekitar kawasan konservasi. Tetapi dalam
pemanfaatan kawasan konservasi juga dilakukan oleh masyarakat diluar
bahkan jauh dari kawasan konservasi. Berikut ini adalah lokasi yang terdiri
atas kecamatan dan kabupaten yang berada di dalam atau di sekitar areal
KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara.

Tabel 2.1 Wilayah Kabupaten dan Kecamatan dalam Kawasan


Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
No. Kabupaten Kecamatan
1. Kabupaten Konawe 1. Kecamatan Soropia
2. Kota Kendari 2. Kecamatan Abeli
3. Kecamatan Moramo Utara
3. Kabupaten Konawe
4. Kecamatan Moramo
Selatan
5. Kecamatan Laonti
-8-

A. Kabupaten Konawe
Kabupaten Konawe adalah salah satu dari 17 kabupaten dalam
wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Ibukota Unaaha terletak 73
Km dari Kota Kendari. Secara geografis terletak di bagian Selatan
Khatulistiwa, melintang dari Utara ke Selatan antara 02˚45’ dan 04˚15’
LS, membujur dari Barat ke Timur antara 121˚15’ dan 123˚30’ BT.
Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah
dan Kabupaten Konawe Utara;
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Kendari dan Laut Banda;
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan;
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka.
Luas wilayah Kabupaten Konawe adalah 579.894 Ha dengan wilayah
pesisir hanya mencakup 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Kapoila,
Kecamatan Morosi, Kecamatan Lalonggasumeeto, dan Kecamatan
Soropia. Kabupaten Konawe memiliki beberapa pulau kecil yaitu Pulau
Bokori, Pulau Saponda Laut, dan Pulau Saponda Darat. Kesemua pulau
tersebut dikembangkan untuk tujuan wisata bahari baik melalui
program wisata secara umum maupun melalui program konservasi.

B. Kota Kendari
Kota Kendari memiliki luas ± 295,89 km² atau 0,70 persen dari luas
daratan Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan dataran yang berbukit
dan dilewati oleh sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Kendari.
Kota Kendari terletak di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi.
Wilayahnya sebagian besar terdapat di wilayah daratan, mengelilingi
Teluk Kendari dan hanya terdapat satu pulau, yaitu Pulau Bungkutoko.
Secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, berada
di antara 03˚54’40” dan 04˚5’05” Lintang Selatan dan membentang dari
Barat ke Timur diantara 122˚26’33” dan 122˚39’14” Bujur Timur. Wilayah
Kota Kendari berbatasan dengan :
- Sebelah Utara : Kabupaten Konawe

- Sebelah Timur : Laut Kendari

- Sebelah Selatan : Kabupaten Konawe Selatan

- Sebelah Barat : Kabupaten Konawe

C. Kabupaten Konawe Selatan


Secara geografis Kabupaten Konawe Selatan terletak diantara pada
koordinat 03˚.58.56’ dan 04˚.31.52’ Lintang Selatan, dan antara 121˚58’
dan 123˚16’ Bujur Timur. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.779,47
Km2, atau 15,15 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara
yaitu 38.140 Km2. Sedangkan luas wilayah perairan (laut) adalah
mencapai 9.368 Km2, dengan panjang garis pantai mencapai ± 200 Km.
-9-

Dengan demikian luas wilayah daratan dan laut mencapai


15.147,47 Km2. Berdasarkan luas tersebut, Kabupaten Konawe Selatan
merupakan wilayah potensial untuk pengembangan sektor perikanan dan
kelautanserta pertanian dengan luas daratan 38,15 % dan laut 61,85 %.
Batas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Konawe
Selatan adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe
dan Kota Kendari; sebelah barat berbatasan Kabupaten Bombana dan
Kabupaten Kolaka; sebelah selatan berbatasan Kabupaten Muna,
Kabupaten Muna Barat, dan Kabupaten Bombana; dan sebelah timur
berbatasan dengan Laut Banda dan Laut Maluku.

2.1.1 Aksesibilitas
Ditinjau dari aspek geostrategis, Kawasan Konservasi Perairan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara berada pada posisi atau letak yang strategis dan
dapat dijangkau dengan mudah terutama untuk kegiatan wisata dan
pengawasan kawasan. Kawasan konservasi ini dapat ditempuh melalui jalur
laut dan darat. Jalur darat dapat ditempuh baik dengan menggunakan
kendaraan roda dua maupun roda empat, namun daerah yang dapat
dijangkau hanya wilayah KKPD di sisi timur Teluk Moramo yang mencakup
2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Moramo Utara dan Kecamatan Moramo
Kabupaten Konawe Selatan. Sedangkan untuk menuju kawasan konservasi
yang masuk dalam wilayah Kota Kendari dan Kabupaten Konawe hanya
dapat ditempuh melalui jalur laut dengan menggunakan transportasi laut
yang mudah ditemukan disepanjang pesisir Teluk Kendari atau di sekitar
daerah Pelabuhan Nusantara Kendari/Pelabuhan Beringin.
Penggunaan trasnportasi laut untuk menuju KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara merupakan pilihan yang tepat untuk dapat menjangkau seluruh
wilayah kawasan konservasi terutama wilayah Teluk Moramo yang juga
mencakup wilayah Kecamatan Laonti. Waktu tempuh yang dibutuhkan
untuk mencapai lokasi kawasan konservasi bergantung pada jenis kapal
dan kapasitas mesin yang digunakan, tetapi umumnya waktu yang
ditempuh cukup singkat ± 20 menit – 2 Jam. Dengan daya jangkau yang
mudah dalam mengakses kawasan konservasi, maka pengelolaan
diharapkan akan lebih mudah dilakukan. Walaupun ke depannya tidak
menutup kemungkinan akan banyak bermunculan potensi konflik
pemanfaatan ruang di sekitar wilayah perairan kawasan konservasi karena
lokasinya yang tidak jauh dari kota Kendari yang terus menerus dalam
perkembangan khususnya pelabuhan dan alur pelayaran.

2.1.2 Iklim

Seperti halnya di daerah lainnya di Indonesia, ketiga Kabupaten yang


masuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara (Konawe, Konawe Selatan, dan Kota Kendari) memiliki dua musim
yaitu musim kemarau dan musim penghujan . Keadaan musim umumnya
dipengaruhi oleh arus angin yang bertiup di atas wilayah masing-masing
kabupaten.
-10-

Pada bulan november sampai dengan maret, angin banyak


mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan Samudera Pasifik,
setelah sebelumnya melewati beberapa lautan. Pada bulan-bulan tersebut
terjadi musim penghujan. Sekitar bulan April, arus angin selalu tidak
menentu dengan curah hujan kadang-kadang kurang dan kadang-kadang
lebih. Musim ini oleh para pelaut setempat dikenal sebagai musim
Pancaroba. Sedangkan pada bulan Mei sampai dengan Agustus, angin
bertiup dari arah timur yang berasal dari Benua Australia kurang
mengandung uap air. Hal tersebut mengakibatkan minimnya curah hujan di
daerah ini. Pada bulan Agustus sampai dengan Oktober terjadi musim
kemarau. Sebagai akibat perubahan kondisi alam yang sering tidak menentu,
keadaan musim juga sering menyimpang dari kebiasaan (BPS, 2017).
Untuk curah hujan di wilayah KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
umumnya tidak merata di setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kawasan
konservasi. Curah hujan sebagian besar dipengaruhi oleh perbedaan iklim,
orografi, dan perputaran arus udara sehingga menimbulkan perbedaan curah
hujan di setiap bulan di masing-masing kabupaten. Secara umum, curah
hujan di Kabupaten Konawe Selatan pada tahun 2017 mencapai 4.600,3 mm
dalam 236 Hari Hujan (HH). Sedangkan pola curah hujan tahunan di
Kabupaten Konawe khususnya Kecamatan Soropia yaitu antara 1.500 – 1.900
mm dan curah hujan di Kota Kendari untuk tahun 2017 terjadi 3.030 mm
dalam 165 HH.
Secara keseluruhan, Kabupaten Konawe Selatan merupakan daerah
bersuhu tropis. Menurut data yang diperoleh dari Pangkalan Udara Wolter
Monginsidi, selama Tahun 2015 suhu udara maksimum 32oC dan minimum
21oC. Tekanan udara rata-rata mencapai 1.005,2 milibar dengan kelembaban
udara rata-rata 77 persen. Kecepatan angin pada umumnya berjalan normal
yaitu disekitar 4 M/Sec.

2.1.3 Potensi Pengembangan

Kabupaten Konawe, Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan


merupakan wilayah yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya
terutama wilayah perairan yang menyatu dan terletak di wilayah kawasan
konservasi. Keterkaitan masing-masing wilayah pesisir kabupaten/kota
sangat kuat baik secara ekologi, sosial, budaya, dan ekonomi. Masyarakat
pengguna sumber daya kawasan konservasi bukan hanya masyarakat di
dalam maupun di sekitar kawasan tetapi juga berasal dari luar dan jauh dari
kawasan tetapi sebagian besar masih berada dalam tiga kabupaten/kota
tersebut.
Wilayah Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara memiliki beberapa pulau-pulau kecil yang dapat dikembangkan
untuk tujuan wisata bahari dan kegiatan pemanfaatan lainnya seperti
perikanan budidaya melalui kegiatan pengembangan Karamba Jaring Tancap
(KJT). Pulau-pulau kecil tersebut antara lain: Pulau Saponda, Pulau Hari,
Pulau Lara, Pulau Wawosunggu, Pulau Gala dan Pulau Belete. Selain itu,
terdapat beberapa kondisi pantai yang indah yang juga dapat dijadikan
sebagai salah satu destinasi wisata pantai. Tetapi kesemuanya tetap akan
-11-

selalu memegang prinsip pengelolaan berkelanjutan dengan mengutamakan


fungsi kawasan untuk tujuan pelestarian dan perlindungan sumber daya
pesisir dan laut.
Pemanfaatan potensi yang ada di ketiga kabupaten/kota tersebut yang
masuk dalam kawasan konservasi hingga saat ini belum optimal. Kawasan
wisata pantai dan wisata bahari belum dikelola dengan maksimal, oleh
karena sarana dan prasarana yang ada belum memadai, ketersediaan SDM
yang minim serta belum operasionalnya pengelolaan kawasan konservasi.
Meskipun demikian, pemerintah daerah dan masyarakat setempat telah
berupaya untuk terus menyampaikan informasi keberadaan kawasan
konservasi dengan segala potensi wisata yang dimilikinya. Pembangunan
beberapa fasilitas wisata juga dilakukan diantaranya pembangunan
villa/cottage di Pulau Hari dan peningkatan peran serta masyarakat dalam
ikut serta mengembangkan wisata berbasis konservasi melalui terlibat
langsung dalam pengawasan, penyediaan homestay, dan pelayanan jasa
transportasi laut bagi wisatawan.

2.1.4 Potensi Ekologis


Kondisi geomorfologi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara yang terdiri dari beberapa anak teluk, anak sungai
dengan didukung keberadaan ekosistem pesisir (mangrove, lamun dan
terumbu karang) serta beberapa ekosistem lainnya seperti estuaria, laguna,
pasir putih dan lain-lain menggambarkan besarnya potensi sumber daya
di wilayah perairan kawasan konservasi. Keberadaan ekosistem dan sumber
daya tersebut memberikan fenomena akan besarnya potensi yang bisa
dikembangkan sesuai dengan peruntukan dan tujuan pengelolaan kawasan
konservasi.
A. Ekosistem Pesisir
1). Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang mempunyai peran utama sebagai habitat/tempat
tinggal, tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan
pembesaran (nursery ground) dan tempat pemijahan (spawning ground)
bagi berbagai biota yang hidup di ekosistem terumbu karang atau
sekitarnya. Terdapat 2 tipe terumbu karang yang dapat ditemukan di
sekitar KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu terumbu karang tepi
(fringing Reef) dan gosong terumbu (patch reef). Terumbu karang tepi
ditemukan disepanjang pesisir Teluk Moramo, Pulau Hari dan Pulau
Saponda. Sedangkan gosong terumbu ditemukan di depan mulut Teluk
Kendari “Pasi Jambe” , di beberapa wilayah perairan Sapa Pulau Hari dan
di dalam Teluk Moramo. Kondisi terumbu karang karang KKPD Provinsi
Sulawesi Tenggara berada dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata
persentase tutupan karang hidup sebesar 43,2%. Nilai tersebut
menunjukkan terjadi penurunan kondisi terumbu karang yang pada
tahun 2016 masih berada pada nilai 52,8%. Secara detail,
persentase/kondisi tutupan karang hidup dalam kawasan konservasi
disajikan pada Tabel 2.2 berikut ini.
-12-

Tabel 2.2 Kondisi Terumbu Karang Kawasan Konservasi Perairan


Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2018

Koordinat Kondisi
Kedalaman
No. Stasiun Tutupan Kategori Keterangan
Bujur Lintang (m)
(%)
1 TK STRA
122,680007 -3,98213 5 40,5 Sedang Pasi Jambe
001
2 TK STRA Pulau
122,77629 -3,971432 11 47,0 Sedang
002 Saponda
3 TK STRA Pulau
122,768089 -3,984584 4 26,5 Sedang
003 Saponda
4 TK STRA Sapa Pulau
122,739509 -4,00228 5 19,5 Rusak
004 Hari
5 TK STRA Sapa Pulau
122,735736 -4,026099 5 57,5 Baik
005 Hari
6 TK STRA Sapa Pulau
122,757359 -4,019257 3 22,0 Rusak
006 Hari
7 TK STRA
122,775642 -4,036352 8 42,0 Sedang Pulau Hari
007
8 TK STRA Tanjung
122,774033 -4,057014 5 9,0 Rusak
008 Gomo
Tanjung
9 TK STRA
122,771314 -4,082263 6 62,0 Baik Lemo
009
/Labutaone

10 TK STRA
122,816408 -4,113522 3 66,0 Baik Woru-Woru
010

11 TK STRA
122,812538 -4,132049 4 25,0 Rusak Pulau Gala
011
12 TK STRA Rumbi-
122,761626 -4,150392 4 56,0 Baik
012 Rumbia
13 TK STRA Pulau
122,723162 -4,125989 7 54,5 Baik
013 Wawosunggu
14 TK STRA Panambea
122,7014 -4,132802 5 59,5 Baik
014 Barata
15 TK STRA Pulau
122,673953 -4,11961 3 40,5 Sedang
015 Moramo
16 TK STRA
122,669807 -4,101262 7 63,5 Baik Pulau Lara
016

Dari Tabel 2.2 di atas, menunjukkan bahwa secara umum ekosistem


terumbu karang di perairan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara masih
dalam kondisi yang cukup baik. Terumbu Karang di wilayah perairan
Desa Woru-Woru memiliki persentase tutupan karang yang tinggi dari
semua stasiun pengamatan yaitu mencapai 66% dan berada dalam
kategori baik, sedangkan daerah Tanjung Gomo merupakan stasiun
pengamatan dengan nilai persentase tutupan karang hidup yang paling
rendah yang hanya mencapai 9% atau berada dalam kategori rusak.
Kerusakan terumbu karang tersebut disebabkan oleh aktivitas
pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut yang tidak ramah lingkungan
seperti penggunaan bahan peledak dan bius dalam menangkap ikan,
kegiatan wisata yang tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya,
keberadaan sampah serta penempatan jangkar kapal pada posisi yang
tidak tepat. Hal ini dapat terlihat dari keberadaan hamparan
-13-

patahan/pecahan karang mati (rubble) dan karang mati yang ditumbuhi


oleh alga (dead coral with algae) yang nilainya cukup tinggi. Secara visual,
kondisi terumbu karang dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada gambar berikut.

Pasi Jambe

Pulau Saponda

Pulau Hari

Teluk Moramo

Gambar 2.2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan KKPD


Provinsi Sulawesi Tenggara

Dari hasil pengamatan ikan karang dengan menggunakan metode


Underwater Visual Cencus (UVC) yang terdiri dari 16 stasiun pengamatan
di lokasi KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2018, didapatkan
sebanyak 1810 individu/500 m2, yang terbagi atas ikan target, mayor dan
indikator. Kelimpahan ikan target yang ditemukan sebanyak 1386
individu/500 m2, kelimpahan ikan mayor 410 individu/500 m2 dan
kelimpahan ikan indikator 14 individu/500 m2. Secara umum kondisi
kelimpahan ikan karang disajikan pada Gambar 2.3 berikut.
-14-

Gambar 2.3. Kelimpahan


Total Ikan Karang di KKPD
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2018

Untuk kondisi biomassa ikan diperoleh nilai yang cukup bervariasi dari
masing wilayah perairan atau stasiun pengamatan. Lokasi yang memiliki
jumlah biomassa ikan yang tertinggi adalah stasiun 7 (Pulau Hari)
sebanyak 186,44 Kg/Ha, dan terendah adalah stasiun 15 (Pulau Moramo)
sebanyak 21,114 Kg/Ha.
Biomassa total semua kategori tiga kelompok utama yakni ikan target,
mayor dan indikator adalah 1191, 149 Kg/Ha. Biomassa ikan karang
didominasi oleh ikan target 970,313 Kg/Ha, selanjutnya ikan mayor
209,728 Kg/Ha dan ikan indikator 11,108 Kg/Ha. Kategori ikan target
diwakili oleh famili Lutjanidae, Nemiptiridae, dan Scaridae. Ikan mayor
diwakili oleh famili Pomacentridae. Dalam pengamatan di lapangan,
sering ditemukan ikan-ikan tersebut berkelompok dalam jumlah besar
(schooling).
Tabel 2.3 Penyebaran Jenis Ikan yang dilindungi di KKPD
Provinsi Sulawesi Tenggara
Lokasi/Wilayah
Stasiun Jenis Biota Laut yang Dilindungi
perairan
TK STRA 001 Pasi Jambe Bambu Laut, Kima
TK STRA 002 Pulau Saponda Bambu Laut
TK STRA 003 Pulau Saponda Bambu Laut, Kima
TK STRA 004 Sapa Pulau Hari Bambu Laut
TK STRA 005 Sapa Pulau Hari Bambu Laut, Kima
TK STRA 006 Sapa Pulau Hari Bambu Laut, Kima
TK STRA 007 Pulau Hari Bambu Laut
TK STRA 008 Tanjung Gomo Bambu Laut
Tanjung
TK STRA 009 Bambu Laut, Penyu
Lemo/Labutaone
TK STRA 010 Woru-Woru Penyu, Bambu Laut
TK STRA 011 Pulau Gala Bambu Laut, Kima
TK STRA 012 Rumbi-Rumbia Bambu Laut
TK STRA 013 Pulau Wawosunggu Bambu Laut, Penyu
TK STRA 014 Panambea Barata Bambu Laut, Kima
TK STRA 015 Pulau Moramo Bambu Laut, Benur lobster
Bambu Laut, Penyu, Napoleon,
TK STRA 016 Pulau Lara
Kima
-15-

B. Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove hanya ditemukan di wilayah pesisir Teluk Moramo


mulai dari wilayah pesisir Desa Labotaone Kecamatan Laonti sampai Desa
Ranooha Raya Kecamatan Moramo. Penyebaran mangrove ditemukan di
wilayah tertentu seperti di muara Sungai Laonti atau di dekat beberapa
anak sungai dalam Teluk Moramo. Kondisi substrat daerah ditemukannya
mangrove yaitu substrat lumpur berpasir. sedangkan jenis mangrove yang
ditemukan sebanyak 7 jenis dari seluruh stasiun pengamatan yakni jenis
Rizophora mucronata, Rizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Bruguiera
gymborizha, Sonneratia alba, Avicenia marina, dan Xilocarpus moluccensis.
Di Muara Sungai Laonti jenis yang umumnya adalah R. mucronata,
Sonneratia alba dan jenis Bruguiera gymnorrhiza. Di pesisir Desa
Tambolosu jenis B. gymnorrhiza, jenis Nypa fruticans dan Acanthus
ilicifolius. Di pesisir Desa Lapuko jenis R. mucronata, B. gymnorrhiza dan
jenis S. alba. Secara keseluruhan, kondisi mangrove dalam kawasan
konservasi berada dalam kondisi rusak hingga baik, dengan nilai
persentase tutupan kanopi berkisar antara 45,3 – 86,74%.
Kondisi hutan mangrove yang terdapat di pesisir Teluk Moramo dan
sekitarnya secara umum termasuk dalam kategori sedang hingga padat,
dengan nilai kerapatan antara 1067 ind/ha – 2300 ind/ha. Kehadiran
R. mucronata di beberapa ekosistem mangrove dengan kerapatan yang
tinggi, menjadi alasan yang kuat bahwa jenis R. mucronata memegang
peran penting secara ekologis, seperti produksi detritus sebagai sumber
makanan dan energi untuk ekosistem mangrove. Daun mangrove
merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah dan
menyediakan makanan bagi konsumen serta mempunyai kontribusi
penting bagi rantai makanan di wilayah pesisir melalui daun yang mati
dan gugur.

Gambar 2.4. Kondisi Ekosistem Mangrove KKPD Provinsi Sulawesi


Tenggara Tahun 2018
-16-

Serasah daun sangat penting dalam menjaga rantai makanan yang


berbasis detritus. Produksi serasah yang telah mengalami proses
dekomposisi dapat dihubungkan dengan keberadaan ikan yang
memanfaatkan kawasan mangrove. Serasah daun yang gugur dan
berjatuhan ke dalam air merupakan sumbangan terpenting hutan
mangrove terhadap ekosistem pesisir. Bagian terbesar dari serasah
merupakan bahan pokok tempat berkumpulnya bakteri dan fungi. Bagian
partikel daun yang mengalami dekomposisi berlanjut sampai menjadi
partikel-partikel yang berukuran sangat kecil (detritus) yang kaya akan
protein dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan pemakan detritus,
seperti moluska dan krustasea kecil. Selama perombakan ini, substansi
organik terlarut yang berasal dari serasah sebagian dilepas sebagai materi
yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi diabsorbsi oleh partikel
sedimen yang menyokong rantai makanan.
Besarnya bahan organik diekspor dari kawasan mangrove tergantung
pada proses geofisika: ukuran ekosistem mangrove, frekuensi dan durasi
pasang, ukuran saluran pengeringan, frekuensi dan besarnya hujan, dan
aliran air segar. Semua faktor ini bervariasi dari satu ekosistem
mangrove dengan ekosistem mangrove lainnya. Kehilangan hutan
mangrove sebagai penghasil detritus akan menyebabkan terputusnya
awal rantai makanan yang berdampak pada penurunan populasi ikan.
Dari ketiga kabupaten/kota yang masuk dalam kawasan konservasi,
hanya wilayah Kabupaten Konawe Selatan memiliki ekosistem pesisir
yang lengkap yang terdiri atas ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu
karang khususnya di wilayah Teluk Moramo. Sedangkan Kabupaten
Konawe dan Kota Kendari hanya ditemukan 2 (dua) ekosistem pesisir
yaitu lamun dan terumbu karang.
Wilayah Kabupaten Konawe dalam kawasan konservasi mencakup
wilayah Desa Saponda Darat dan Saponda Laut yang terletak di pulau
Saponda Darat. Kondisi pantai yang berupa substrat pantai berpasir
sehingga maka tidak ditemukan adanya ekosistem mangrove. Begitupun
dengan wilayah Kota Kendari yang masuk dalam kawasan konservasi
terletak ditengah perairan pesisirnya dan tidak bersinggungan langsung
dengan daratan utama atau wilayah daratan Kota Kendari.
Tabel 2.4 Kondisi Tutupan Kanopi dan Kerapatan Individu Ekosistem
Mangrove pada KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
Keterangan
Kondisi Tutupan (%) Vegetasi
Lokasi
Stasiun Koordinat Substrat
% Kerapatan
Stdv. Kriteria (phn/ha) Kriteria
Cover
MG
S ; 04° 05′ 06,7″ Lumpur Desa
STRA 66,78 7,87 Sedang 1067 Sedang
E ; 122° 46′ 40,3″ berpasir Labutaone
01
MG
S : 04° 06′ 11,0″ Lumpur Desa
STRA 45,295 27,48 Rusak 1700 Padat
E : 122° 48′38,3″ berpasir Tambeanga
02
MG
S : 04° 07′ 17,3″ Lumpur Desa Woru-
STRA 82,62 4,86 Baik 2167 Padat
E : 122° 50′ 00,4″ berpasir Woru
03
-17-

MG
S : 04° 09′ 13,8″ Desa
STRA Lumpur 86,74 1,61 Baik 2300 Padat
E : 122° 49′ 58,8″ Wandaeha
04
MG Sekitar
S : 04° 09′ 22,1″ Lumpur
STRA 77,44 6,41 Baik 1567 Padat Mata Air
E : 122° 47′ 58,5″ berpasir
05 Emba
MG
S : 04° 09′ 09,2″ Desa
STRA Lumpur 72,28 15,45 Sedang 1700 Padat
E : 122° 46′ 52,5″ Tambolosu
06
MG Desa
S : 04° 07′ 24,5″ Lumpur
STRA 78,72 10,53 Baik 2133 Padat Ranooha
E : 122° 39′ 48,9″ berpasir
07 Raya

Melihat kondisi lapangan dan berdasarkan data di atas, hampir seluruh


stasiun pengamatan terancam upaya penebangan atau pengrusakkan
hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat disekitarnya baik untuk
keperluan bangunan atau bahan bakar maupun penyediaan lahan
tambak. Selain itu, keberadaan hutan mangrove dalam kawasan
konservasi juga terancam oleh adanya aktivitas pembukaan pabrik nikel
(smelter) yang terletak di wilayah pesisir Kecamatan Moramo Kabupaten
Konawe Selatan.

C. Padang Lamun
Ekosistem lamun yang terdapat di kawasan ini memiliki keanekaragaman
tertinggi. Ekosistem lamun yang dijumpai masih beragam, sebagian
besar berbentuk sporadis (spot-spot) dengan jenis yang dominan adalah
Enhalus acoroides. Kondisi ini disebabkan perairannya pada musim hujan
sering terjadi peningkatan sedimen akibat aliran sungai sehingga dapat
menghambat pertumbuhan lamun. Jenis-jenis lamun yang ditemukan
dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari E. acoroides,
Cymodocea rotundata, C. serrulata, Syringodium isotifelium, Halodule
uninervis. Jenis dan karakteristik substrat lamun disajikan pada
Gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5. Kondisi Ekosistem Lamun dan Tipe Substrat di Pesisir


KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
Secara umum, kondisi lamun dalam KPPD Provinsi Sulawesi Tenggara
berada dalam kategori jarang hingga padat dengan nilai kisaran
persentase penutupan antara 25 – 85%. Jumlah spesies lamun
sebanyak tujuh jenis terdiri atas Enhalus acoroides, Cymodocea
-18-

rotundata, C. Serrulata, Thalassia hemprichii, Halodule pinifolia, H.


Uninervis, dan Syringodium isotifolium. Beberapa biota laut dapat
ditemukan di sekitar padang lamun diantaranya yaitu bulu babi, ular
laut, teripang, dan beberapa jenis kerang-kerangan.

2.1.5 Kondisi Perairan


Secara umum, kondisi perairan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
masih berada dalam batas normal untuk mendukung pertumbuhan biota
laut. Namun terdapat perbedaan nilai beberapa parameter kualitas perairan
antara wilayah Teluk Moramo dan di luar Teluk Moramo, tetapi
selisih/perbedaan tidak signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan
beberapa muara sungai dalam Teluk Moramo yang dapat mempengaruhi
beberapa parameter kualitas air seperti salinitas, kecerahan, pH, dan suhu
perairan.

Tabel 2.5 Beberapa Parameter Kualitas Perairan KKPD Sulawesi Tenggara

Suhu Salinitas Clorofil-A


Stasiun pH Keterangan
(⁰C) (ppt) (Mg/L)
Pasi Jambe,
ST001 28 31 7.2 1.91
Kota Kendari
Pulau Saponda,
ST002 29 32 7.1 2.27
Kab. Konawe
Sapa Pulau Hari,
ST003 28 32 7.2 0.68
Kab. Konawe Selatan
Pulau Hari, Kab.
ST004 29 32 7.2 2.48
Konawe Selatan
Desa Tambeanga,
ST005 29 32 6.9 1.06
Kab. Konawe Selatan
Pulau Gala,
ST006 29 31 6.9 1.50
Kab. Konawe Selatan
Desa Pandambea
ST007 29 32 7.8 1.53 Barata,
Kab. Konawe Selatan
Pulau Moramo Besar,
ST008 29 30 6.9 1.73
Kab. Konawe Selatan
Pulau Lara, Kab.
ST009 29 32 6.9 2.72
Konawe Selatan
Kisaran 28 - 29 30 - 32 6.9 – 7.8 1.06 – 2.72
Rata-
28.78 31.56 7.12 1.76
rata
Stdv. 0.44 0.73 0.29 0.66

a. Suhu
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari,
letak geografis, musim, kondisi awan, serta proses interaksi antara air
-19-

dan udara, penguapan, dan hembusan angin (Dahuri et al. 2004).


Sebaran suhu di lokasi kajian berkisar antara 28 – 29oC, dengan suhu
rata-rata 28,78˚C (± 0,44). Kisaran suhu perairan ini secara umum
masih mendukung kelangsungan hidup atau pertumbuhan bagi biota
laut. Tetapi pada waktu tertentu, fenomena suhu permukaan air laut
dapat meningkat dan dapat mengakibatkan terjadinya pemutihan
karang.
b. Salinitas
Sebaran salinitas di perairan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara berada di
kisaran 30 – 32 ppt, dengan rata-rata salinitas 31,56 (±0,73). Kadar
salinitas terendah diperoleh di bagian Teluk Moramo yaitu di sekitar
Muara Sungai Moramo dan yang tertinggi sebagian besar tersebar di luar
Teluk Moramo, karena tidak adanya pengaruh masuknya air tawar ke
wilayah laut. Nilai salinitas tersebut masih dalam batas toleransi bagia
biota laut untuk hidup dan tumbuh. Oleh karenanya, masih ditemukan
ekosistem terumbu karang di sekitar muara Sungai Moramo.

c. pH
Parameter pH di perairan sekitar KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
berkisar antara 6.9 – 7.8 dengan pH rata-rata 7.12 (± 0,29), dimana
parameter ini masih mendukung kelangsungan hidup biota laut dan
masih layak untuk kegiatan budidaya perikanan laut.

d. Clorofil-A
Parameter clorofil-a di perairan sekitar KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
berkisar antara 1.06 – 2.72 mg/l, dengan rata-rata 1.76 (± 0669), dimana
parameter ini masih mendukung untuk kegiatan budidaya perikanan
laut.

e. Kedalaman Perairan
Kedalaman perairan di perairan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
berkisar antara 0 – 45 meter. Kedalaman di sekitar pantai yakni pada
kedalaman antara 0 – 5 memiliki jarak yang bervariasi dari garis pantai.
Perairan yang sangat landai terdapat di sekitar muara-muara sungai di
Dusun Beroro Desa Ranooha Raya, Desa Lapuko, dan Muara Sungai
Laonti. Beberapa gugusan pulau kecil seperti Pulau Lara dan Pulau
Wawosunggu memiliki kedalaman yang cukup dangkal dengan tipe pantai
berpasir. Kedalaman terbesar berada di bagian tengah Teluk Moramo
yakni mencapai 45 meter.
f. Arus
Arus merupakan salah satu faktor penting dalam pemanfaatan kawasan
laut. Arus laut yang dibangkitkan oleh angin berfungsi sebagai pembersih
kotoran, sisa pakan, ataupun mengganti suplai nutrient di perairan.
Kecepatan arus di perairan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara bervariasi
antara 0,04 – 0,35 m/s dengan rata-rata 0,17 m/s.
-20-

h. Material Dasar Perairan


Secara umum, substrat dasar perairan KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara adalah pasir. Hanya di beberapa tempat yang memiliki
substrat lumpur dan lumpur berpasir yaitu di Muara Sungai Laonti dan
Dusun Beroro (Desa Ranooha Raya) Kec. Moramo (kurang lebih 100 –
200 meter dari garis pantai). Di daerah pesisir Dusun Beroro bermuara
sungai yang tersebar di beberapa titik muara hingga ke daerah pesisir
Lapuko. Keberadaan sungai tersebut berpengaruh terhadap padatan
tersuspensi yang terbawa saat musim hujan yang dapat menyebabkan
perairan menjadi keruh.
i. Kecerahan
Secara umum perairan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki
tingkat kecerahan tinggi hingga 100%. Hanya di daerah-daerah yang
memiliki muara sungai saja yang memiliki kecerahan dibawah 60-80%,
terlebih pada saat musim hujan, dimana aliran air sungai membawa
partikel-partikel yang menyebabkan meningkatnya kekeruhan perairan.
j. Keterlindungan
Sebagian besar perairan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan
sebuah kawasan semi terbuka yang berhadapan langsung dengan
perairan Laut Banda sehingga pengaruh gelombang pada musim timur
relatif besar dan memberikan pengaruh terhadap aktivitas pemanfaatan
kawasan konservasi seperti kegiatan wisata dan penangkapan ikan oleh
nelayan sekitar.

2.1.6 Potensi Sosial, Ekonomi dan Budaya

Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara


memiliki beberapa pulau-pulau kecil baik yang berada di dalam maupun
di luar Teluk Moramo. Dari 10 pulau kecil tersebut, hanya 2 pulau kecil
yang berpenduduk yaitu Pulau Saponda dan Pulau Wawosunggu.
Sedangkan pulau lainnya hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan
sementara masyarakat sekitar saat mencari ikan dan biota laut lainnya di
sekitar perairan tersebut. Selain itu beberapa pulau kecil telah dijadikan
sebagai daerah destinasi wisata seperti Pulau Hari dan Pulau Lara.
Umumnya masyarakat yang berada di dalam atau di sekitar KKPD
Provinsi Sulawesi Tenggara sebagian besar bermata pencaharian sebagai
nelayan (tangkap, budidaya) selebihnya bertani/berkebun, ASN, dan swasta
yang berasal dari berbagai macam suku seperti Tolaki, Buton, Muna, Wakatobi,
Bajo, Bugis, dan Wawonii. Terdapat perbedaan karakteristik atau pola mata
pencaharian masyarakat dalam kawasan konservasi yang mendiami pulau
(diluar Teluk Moramo) dan di wilayah pesisir Teluk Moramo yang merupakan
bagian dari daratan utama (main island) Pulau Sulawesi. Masyarakat di
sekitar Teluk Moramo bukan hanya menggantungkan hidupnya dengan
mencari ikan di laut tetapi hampir sebagian besar masyarakat memiliki lahan
perkebunan yang sewaktu-waktu dapat menjadi pilihan masyarakat ketika
sedang tak melaut. Sedangkan masyarakat Pulau Saponda yang berada
-21-

di luar Teluk Moramo, menangkap dan membudidayakan ikan merupakan


mata pencaharian utama dan dilakoni oleh hampir seluruh masyarakatnya.
Dalam tahap pencadangan kawasan konservasi di wilayah perairan
Teluk Moramo dan sekitarnya telah mendapat dukungan dari masyarakat
sekitar. Hal ini dikarenakan adanya pemahaman yang sama terhadap
pentingnya kawasan konservasi bagi keberlanjutan sumber daya perikanan
dan kelautan, sehingga menguatkan komitmen bersama terhadap
pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan berkelanjutan ke
depannya. Beberapa dukungan tersebut dapat dilihat melalui kegiatan/
aktivitas pengawasan kawasan secara swadaya yang dilakukan oleh
masyarakat pasca penetapan pencadangan kawasan konservasi, inisiatif
pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL) dalam kawasan konservasi,
dan penyampaian informasi apabila ditemukan aktivitas penggunaan bahan
peledak dalam menangkap ikan.
Pada awal pembentukan kawasan konservasi terdapat pro kontra di
tengah-tengah masyarakat sekitar kawasan, tetapi hanya sebagian kecil
masyarakat yang menolak dibentuknya kawasan konservasi. Karena ada
anggapan masyarakat bahwa kawasan konservasi akan membatasi ruang
bagi masyarakat dalam mencari atau menangkap ikan. Namun, dengan
upaya-upaya sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman yang benar
terhadap arti konservasi terus digalakkan baik oleh Pemerintah Daerah
maupun mitra/pihak-pihak terkait, perlahan-lahan masyarakat yang
menolak dapat menerima kebijakan Pemerintah Daerah untuk menetapkan
wilayah perairan Teluk Moramo dan pulau-pulau kecil sekitarnya sebagai
KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengelolaan KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara ke depannya tentunya akan terus melibatkan masyarakat
sekitarnya melalui pemberdayaan ataupun kemitraan. Dan salah satu modal
pengelolaan kawasan konservasi di wilayah perairan Teluk Moramo dan
sekitarnya yaitu masih adanya kultur sebagian masyarakat sekitar (kearifan
lokal) yang menganggap bahwa laut punya penghuni yang harus dijaga.
Untuk potensi ekonomi KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara, dapat
dilihat dari gambaran kondisi ekosistem pesisir kawasan yang masih cukup
baik. Kondisi ekosistem pesisir kawasan konservasi memiliki hubungan
keterkaitan terhadap potensi ekonomi khususnya potensi perikanan dalam
kawasan. Dengan ekosistem pesisir yang masih baik dan terjaga dapat
menyediakan larva ikan ekonomis penting untuk kemudian menyuplai
wilayah perairan lainnya sehingga dalam kurun waktu tertentu larva menjadi
dewasa dengan ukuran yang layak untuk dikonsumsi dan ditangkap oleh
masyarakat sekitarnya. Dengan kata lain, ekosistem pesisir yang baik akan
meningkatkan pendapatan masyarakat dengan meningkatnya hasil
tangkapan nelayan. Selain kegiatan penangkapan ikan, masyarakat
kawasan konservasi juga melakukan kegiatan budidaya ikan melalui
Keramba Jaring Tancap (KJT), dengan jenis ikan yang banyak dibudidayakan
yaitu ikan Kuwe (putih).
Jumlah hasil tangkapan nelayan atau masyakat sekitar kawasan
beragam dengan jenis ikan antara lain: ikan Cakalang kecil (deho), Ikan
Kembung, Tenggiri, Layang, Katambak, Kuwe, Kerapu, Kakap, dan dari
-22-

kelompok krustasea (udang, lobster, dan kepiting). Untuk jenis ikan pelagis,
hasil tangkapan nelayan dapat mencapai 20 Kg untuk sekali trip dengan
wilayah penangkapan di dalam kawasan konservasi dengan armada yang
masih bersifat tradisional. Sedangkan untuk ikan demersal, kisaran hasil
tangkapan antara 3 – 15 Kg per sekali trip. Dan hasil tangkapan pada salah
satu jenis kelompok krustasea yaitu udang kecil (ebi) dapat mencapai 300 Kg
pada musim tertentu.

Gambar 2.6. Aktivitas Perikanan dalam Kawasan Konservasi Perairan


Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Disamping sebagai daerah penangkapan ikan dan budidaya, secara
morfologi keberadaan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara potensial sebagai
sumber plasma nutfah perikanan yang berupa sumber daya ikan, moluska,
crustacea dan sumberdaya lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dan survei
lapangan di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara, ditemukannya larva berbagai
jenis biota perairan yaitu larva ikan kakap, larva lobster, larva ikan teri dan
larva rajungan. Masyarkat sudah lama melakukan penangkapan benur
lobster di sekitar perairan Dusun Beroro Desa Ranooha Raya Kecamatan
Moramo. Adapun lokasi yang potensial yang diduga sebagai daerah
pemijahan di kawasan konservasi adalah perairan Tanjung Gomo, sekitar
Muara sungai Laonti dan perairan Beroro.

2.1.8 Potensi Pariwisata

Kondisi alam yang cukup beragam, dimana Kabupaten Konawe, Kota


Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan memiliki garis pantai yang cukup
panjang serta daerah pegunungan, sangat berpotensi untuk pengembangan
wisata alam yang dapat dikemas menjadi objek wisata keluarga. Beberapa
pantai telah menjadi destinasi wisata baik masyarakat lokal Kabupaten
Konawe maupun masyarakat sekitar Kota Kendari dan daerah-daerah lainnya
yang menjadikan objek wisata tersebut sebagai salah satu pilihan wisata
keluarga. Selain itu, Kabupaten Konawe, Kota Kendari dan Kabupaten
Konawe Selatan merupakan pusat kebudayaan tolaki yang merupakan suku
terbesar di Sulawesi Tenggara adalah magnet tersendiri bagi pengembangan
wisata edukasi dan wisata keluarga. Banyaknya situs-situs peninggalan
budaya tolaki sangat memungkinkan di 3 kabupaten/kota ini dijadikan
sebagai pusat wisata budaya.
-23-

Ekosistem pesisir yang baik dan memiliki keunikan serta kondisi


pantai pasir putih beberapa lokasi dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
dapat menjadi objek wisata seperti wisata pantai dan wisata diving atau
snorkeling. Hal ini juga akan mendukung pengelolaan kawasan konservasi
yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Perairan (TWP). Untuk wisata
pantai dapat dikembangkan di Pulau Lara, Pulau Hari, dan Pantai Senja.
Dan saat ini, ketiga objek wisata tersebut telah banyak dikunjungi oleh
wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Namun, untuk pengelolaan
wisata ini belum optimal karena belum didukung oleh sarana dan prasarana
yang memadai.
Melalui situs resmi daerah potensi-potensi pariwisata ini dapat
dipublikasi sehingga informasi mengenai objek-objek wisata ini dapat di
ketahui oleh masyarakat luas. Jika pengelolaan pariwisata ini dapat dikelola
dengan baik, akan memberikan sumbangan pendapatan daerah yang
menguntungkan bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah.

Pulau Hari

Pulau Saponda
Pulau Lara Mata Air Emba

Gambar 2.7. Obyek Wisata di Kawasan Konservasi Perairan Daerah


Provinsi Sulawesi Tenggara

Di wilayah perairan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara, potensi wisata


bawah laut juga memiliki prospek pengembangan yang tak kalah dengan
wisata pantai karena didukung oleh keanekaragaman terumbu karang dan
ikan yang cukup tinggi terutama pada pulau-pulau kecil yang terdapat dalam
kawasan konservasi seperti Pulau Lara, Pulau Wawonsunggu, dan Pulau Hari.
Selain itu, potensi pesisir dalam kawasan juga dapat dikembangkan sebagai
wisata pemancingan dan traking mangrove khususnya di sekitar muara
sungai Laonti dan pesisir Beroro Kec. Moramo.

2.2 Permasalahan Pengelolaan

Beberapa permasalahan baik secara langsung maupun tidak langsung


terkait dengan pengelolaan TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil
sekitarnya, adalah sebagai berikut:

1. Aspek Ekologis
a. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat dan cara yang tidak
ramah lingkungan
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
ekosistem pesisir didalam kawasan yaitu masih adanya pemanfaatan
sumber daya pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat sekitar
-24-

kawasan maupun di luar kawasan yang menggunakan alat dan cara


yang tidak ramah lingkungan (destructive fishing). Pemanfaatan
tersebut dilakukan dengan menggunakan bahan peledak dan
penggunaan bius.
b. Penangkapan jenis ikan dan biota laut lainnya yang berlebih (over
fishing)
Beberapa jenis ikan atau biota laut yang bernilai ekonomis tinggi
seperti ikan kerapu, napoleon, teripang dan jenis kerang menjadi target
utama penangkapan oleh nelayan. Penangkapan ini dilakukan dengan
tidak memperhatikan ukuran maupun waktu penangkapan.
c. Penambangan karang dan pasir pantai sebagai bahan bangunan
Keterbatasan sumber material di daratan untuk keperluan bahan
bangunan menjadi alasan masyarakat dalam pengambilan karang dan
pasir pantai di sekitar kawasan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan
pertimbangan biaya yang tergolong murah dan kemudahan dalam
proses pengambilannya. Bahan tersebut selain digunakan untuk
bangunan hunian masyarakat juga untuk keperluan pembangunan
fasilitas umum di wilayah pesisir kawasan. Penambangan yang
dilakukan akan berdampak pada ekosistem pesisir terutama ekosistem
terumbu karang dan lamun serta mempengaruhi struktur pantai dan
pola arus. Jika hal ini tidak mendapat perhatian yang serius maka
dikhawatirkan proses abrasi pantai akan berlangsung terus menerus
dan mengancam keberaadan masyarakat pesisir khususnya
masyarakat Pulau Saponda.
d. Penebangan Hutan Mangrove
Aktivitas penebangan pohon mangrove yang dilakukan oleh
masyarakat sekitar kawasan dilakukan untuk keperluan bahan bakar
dan permukiman. Perubahan alih fungsi mangrove yang tidak lagi
untuk menyokong keberlanjutan sumber daya pesisir mengakibatkan
terjadinya pengurangan luas dan kondisi hutan mangrove di dalam
kawasan. Konversi lahan menjadi kawasan tambak dan industri
smelter juga menjadi penyebab rusaknya mangrove di sekitar kawasan
konservasi.
e. Pembuangan jangkar perahu yang tidak tepat
Tanpa disadari bahwa pembuangan jangkar perahu yang tidak
memperhatikan kondisi terumbu karang yang ada turut merusak
ekosistem terumbu karang. Walaupun luasan terumbu karang yang
rusak akibat jangkar tidak begitu besar, tapi mengingat pertumbuhan
karang berlangsung lamban dan membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk pulih, maka hal ini akan mempengaruhi kondisi terumbu
karang yang baik di sekitar kawasan.
-25-

f. Pencemaran sampah
Sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga masyarakat kawasan dan
yang bersumber dari aktivitas masyarakat lainnya yang beraktivitas di
perairan kawasan konservasi akan mengakibatkan terjadi penurunan
kualitas perairan. Kualitas perairan yang tercemar mempengaruhi
kelangsungan hidup biota laut yang ada dalam kawasan. Keberadaan
sampah juga akan mengurangi keindahan (estetika) pantai sehingga
mengurangi daya tarik wisatawan untuk berwisata di dalam kawasan
konservasi.
g. Sedimentasi
Aktivitas pertambangan batu dan pelabuhan khusus sektor
pertambangan di wilayah pesisir sekitar kawasan konservasi turut
memberikan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan, apalagi
pemantauan dan pengawasan oleh pihak terkait tidak dilakukan
secara rutin dan maksimal. Sedimentasi akan mempengaruhi
penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga dapat
menyebabkan terganggunnya kehidupan bahkan kematian bagi biota
laut. Sedimen yang masuk ke perairan akan menutupi dasar perairan
yang semula terdapat biota laut yang hidup seperti terumbu karang.
2. Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya
a. Konflik pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut
1). Kehadiran nelayan luar
Sebagian besar nelayan luar melakukan penangkapan ikan
menggunakan kapal dengan ukuran yang besar terutama yang
menggunakan jaring lingkar di malam hari dirasakan cukup
mengganggu nelayan kecil. Akibatnya jumlah tangkapan nelayan
kecil yang beraktivitas di pagi hari semakin menurun. Hal ini pula
yang kadang memicu masyarakat lokal atau sekitar kawasan untuk
melakukan perlawanan, karena ada indikasi bahwasanya nelayan
tersebut tidak hanya membuang jaring tetapi juga menggunakan
bahan peledak dalam menangkap ikan.
2). Kegiatan pertambangan dan keberadaan kawasan industri
Meliputi penambangan batu di sekitar Tanjung Opa Kecamatan
Moramo Utara dan keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) di Desa Tanjung Tiram juga akan mempengaruhi wilayah
penangkapan, aktivitas budidaya nelayan atau masyarat pesisir
kawasan serta aktivitas wisata bahari yang dilakukan di sekitarnya
seperti wisata pantai di Pantai Senja dan Snorkeling/Diving di Pulau
Lara.
3). Alur kapal yang berukuran besar yang menggunakan sumber daya
di Pelabuhan Lapuko Kec. Moramo. Kapal pengangkut semen curah
menjadikan wilayah perairan dalam kawasan konservasi sebagai
alur pelayaran reguler dalam melaksanakan aktivitas transportasi
dan bongkar muat.
-26-

4). Status kepemilikan pantai dan pulau-pulau kecil di sekitar kawasan


konservasi
Terdapat beberapa lokasi pantai dan pulau-pulau kecil di dalam
kawasan yang diklaim oleh masyarakat sebagai pemilik. Hal ini
membatasi aktivitas pemanfaatan sumber daya pesisir yang akan
dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan.
b. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap informasi keberadaan
kawasan konservasi
Belum optimalnya sosialisasi keberadaan Kawasan Konservasi
Perairan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara di level masyarakat,
mengakibatkan minimnya pemahaman dan informasi yang berkaitan
dengan kawasan konservasi perairan yang dicadangkan sejak tahun
2014.
c. Minimnya sarana dan prasarana kegiatan perikanan nelayan lokal
Sebagian besar masyarakat sekitar kawasan yang berprofesi sebagai
nelayan, namun sarana prasarana untuk mendukung kegiatan
perikanan nelayan setempat belum begitu memadai. Penanganan hasil
tangkapan nelayan harus menemui gangguan, terutama ketersediaan
es untuk keperluan pembekuan ikan yang akan ditampung sebelum
dibawa ke Kota Kendari. Dengan demikian, untuk mendukung
pengelolaan kawasan konservasi melakukan kegiatan perikanan
masyarakat lokat maka diperlukan pembangunan sarana dan
prasarana seperti Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dengan skala yang
disesuaikan, cold storage, Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk
Nelayan, modernisasi armada, dan lainnya.
3. Aspek Kelembagaan
a. Kurangnya Sumber Daya Manusia pengelola
Keterbatasan SDM pengelola baik secara kualitas maupun kuantitas
merupakan salah satu kendala dalam pengelolaan kawasan
konservasi. Dengan luas keseluruhan kawasan konservasi yang
dikelola Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencapai ± 400
ribu Ha (10 KKPD) dan hanya menempatkan level seksi dalam
struktural Dinas Kelautan dan Perikanan untuk mengelola kawasan,
maka dapat diperkirakan bahwa pengelolaan kawasan konservasi
tidak dapat berjalan efektif.
b. Kurangnya Sarana dan Prasarana Pengelola
Pengelolaan TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya
(KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara) memerlukan sarana dan
prasarana yang dapat mendukung berjalannya kegiatan pengelolaan
kawasan konservasi secara berkelanjutan. Sarana dan prasarana
yang dibutuhkan tidak hanya memperhatikan kebutuhan bagi
wisatawan, melainkan juga untuk efektivtas pengelolaan kawasan.
Sarana dan prasarana dasar yang sangat dibutuhkan di dalam
kawasan antara lain kantor pengelola, dermaga/pelabuhan jetty,
sarana air bersih (MCK), infrastruktur pendukung kegiatan
pariwisata, serta pos jaga/pengawasan. Fasilitas pendukung
-27-

pengawasan sumber daya dalam kawasan juga sangat dibutuhkan


berupa kapal pengawas dan peralatan komunikasi. Dengan belum
adanya sarana pendukung tersebut, maka kegiatan pengawasan pun
belum dapat dilakukan secara optimal.

Gambar 2.8. Pembangunan Pos Jaga Kawasan Konservasi Perairan


Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2018

c. Lemahnya Kelembagaan Masyarakat


Untuk mendukung keberhasilan pengelolaan TWP Teluk Moramo dan
Pulau-Pulau Kecil sekitarnya diperlukan partisipasi masyarakat lokal.
Saat ini, terdapat beberapa kelompok masyarakat mitra konservasi
dan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) yang berfungsi
sebagai lembaga pelestarian sumber daya kawasan yang juga
mencakup pengawasan dan pencegahan terhadap kegiatan
penangkapan ikan yang merusak. Namun, keberadaan kelompok ini
memerlukan dukungan dan pembinaan dari pemerintah dan lembaga
pengelola dalam upaya meningkatkan kemampuan dan pengetahuan
serta partisipasi dalam rangka mendukung keberhasilan pengelolaan
kawasan.
d. Masih lemahnya koordinasi antara lembaga/Kemitraan/Jejaring
Pengelola
Dalam mewujudkan pengelolaan kawasan yang efektif dan
berkelanjutan maka diperlukan upaya-upaya dari lembaga pengelola
untuk membangun kemitraan dengan berbagai pihak-pihak terkait.
Berbagai program dapat diimplementasikan dalam pengelolaan
kawasan konservasi seperti kegiatan pengawasan, monitoring dan
evaluasi, rehabilitasi dan lainnya, yang disesuaikan dengan tugas
pokok masing-masing.
Saat ini, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara
telah menjalin beberapa NGO (Non Goverment Organization) untuk
bersama-sama melaksanakan program perlindungan, pelestarian,
pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kawasan
konservasi di Teluk Moramo dan sekitarnya.
-28-

BAB III
PENATAAN ZONASI

3.1. Umum
Zonasi kawasan konservasi perairan adalah suatu bentuk rekayasa
teknik pemanfaatan ruang di kawasan konservasi perairan melalui penetapan
batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung,
serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan
ekosistem. Zonasi dalam Kawasan Konservasi Perairan dibagi atas 4 (empat)
zona yaitu Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, Zona Pemanfaatan, dan
Zona Lainnya (Permen KP No.30 Tahun 2010).
Berdasarkan hasil analisis marxan serta mempertimbangkan
tanggapan/masukan dari berbagai pihak, zonasi Taman Wisata Perairan
Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya terdiri atas Zona inti, Zona
Perikanan Berkelanjutan, Zona Pemanfaatan dan Zona Lainnya ( sub zona
DPL dan sub zona rehabilitasi). Pengalokasian ruang dalam zonasi telah
mempertimbangkan potensi sumber daya, daya dukung dan proses
ekologis kawasan konservasi. Dalam penataan zonasi kawasan dilakukan
penyesuaian terhadap Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Tahun 2017,
sehingga terdapat penambahan luas kawasan konservasi sebesar 116, 20 Ha
dan total keseluruhan kawasan konservasi menjadi 21.902, 34 Ha.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh luas lokasi masing-masing zona
dalam KKPD Prov. Sultra, disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara

Persentase
No. Zonasi Lokasi Luas (Ha)
(%)
1. Zona Inti 2.299, 81 10,50
- Zona Inti I Sapa Pulau Hari 1.666,35 7,61
Wilayah Perairan Desa
- Zona Inti II 633,46 2,89
Tambolosu
Wilayah perairan Teluk
Moramo, Pulau Moramo,
Zona Perikanan Pulau Wawosunggu, Pulau
2. 18.490,96 84,42
Berkelanjutan Gala, Pulau Saponda, Pulau
Hari, Pasi Jambe, Tanjung
Gomo dan Tanjung Lemo
Zona
3. 1.070, 95 4,89
Pemanfaatan
- Zona
Pulau Hari 295,89 1,35
Pemanfaatan I
- Zona Wilayah perairan Desa Woru-
480,27 2,19
Pemanfaatan II Woru dan sekitarnya
- Zona
Pulau Lara 294,79 1,35
Pemanfaatan III
4. Zona Lainnya 40,61 0,19
- Sub zona DPL Pulau Saponda 4,49 0,02
-29-

- Sub zona
Pulau Saponda 8,59 0,04
Rehabilitasi I
- Sub zona
Pulau Saponda 27,53 0,13
Rehabilitasi II
Total 21.902, 34 100

Dari Tabel 3.1 di atas, secara rinci Zonasi KKPD Prov. Sultra dapat
diuraikan sebagai berikut :
1) Zona Inti terletak di wilayah perairan Sapa Pulau Hari dan Desa
Tambolosu Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan dan
sekitarnya dengan luas keseluruhan mencapai 2.299,81 Ha atau
10,50% dari total luas KKPD Prov. Sultra.
2) Zona Perikanan Berkelanjutan terletak hampir di seluruh wilayah
perairan KKPD Prov. Sultra yaitu Wilayah perairan Teluk Moramo,
Pulau Moramo, Pulau Wawosunggu, Pulau Gala, Pulau Saponda, Pulau
Hari, Pasi Jambe, Tanjung Gomo dan Tanjung Lemo, dengan luas
18.490,96 Ha atau 80,42% dari total luas kawasan konservasi.
3) Zona Pemanfaatan terletak di wilayah perairan Pulau Hari dan Pulau
Lara serta Desa Woru-Woru dan sekitarnya dengan luas 1.070, 95 Ha
atau 4,89% dari total luas KKPD Prov. Sultra.
4) Zona Lainnya, zona ini terbagi atas 2 (dua) sub zona yaitu sub zona
Daerah Perlindungan Laut (DPL) dan sub zona Rehabilitasi. Kedua sub
zona tersebut terletak di wilayah perairan Pulau Saponda, dengan luas
keseluruhan Zona Lainnya yaitu sebesar 40,61 Ha atau 0,19% dari total
luas KKPD Prov. Sultra.

Gambar 3.1. Peta Zonasi Kawasan Konservasi Perairan TWP


Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil Sekitarnya
di Provinsi Sulawesi Tenggara
-30-

3.1.1 Zona Inti


A. Zonasi dan Koordinat
Zona Inti adalah zona yang mempunyai kriteria ciri khas ekosistem
alami, dan mewakili keberadaan biota tertentu serta merupakan lokasi yang
harus dilindungi untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis ikan
tertentu untuk menunjang pengelolaan perikanan yang efektif dan menjamin
berlangsungnya proses bio-ekologis secara alami.
Berdasarkan hasil analisis data dan masukan dari berbagai pihak-
pihak terkait termasuk masyarakat sekitar kawasan, bahawa Zona Inti
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara
terletak di dua lokasi, yaitu wilayah perairan Sapa Pulau Hari dan Desa
Tambolosu dan sekitarnya, dengan total 2.299,81 Ha atau 10,50% dari total
luas KKPD Prov. Sultra. Nilai persentase tersebut telah melebihi dari luas
yang disyaratkan sesuai dengan Permen KP No.30 Tahun 2010 yaitu minimal
sebesar 2% dari total luas kawasan konservasi.
Distribusi zona inti dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara dibagi
menjadi 2 (dua) zona inti dengan lokasi yang berbeda yaitu wilayah perairan
Sapa Pulau Hari dengan luas 1.666,35 Ha (7,61%) dan wilayah perairan
sekitar Desa Tambolosu (Teluk Moramo) sebesar 633,46 Ha (2,89%). Dari
kedua Zona Inti tersebut, hanya wilayah Zona Inti yang terletak di wilayah
pesisir Desa Tambolosu dan sekitarnya yang memiliki tiga ekosistem pesisir
yaitu terumbu karang, lamun, dan mangrove. Sedangkan Zona Inti yang
terletak di wilayah perairan Sapa Pulau Hari hanya ditemukan eksositem
terumbu karang dan lamun. Lokasi atau wilayah Zona Inti dapat dilihat pada
peta yang tersaji pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 serta titik koordinat pada
Tabel 3.2 berikut.

Gambar 3.2 Peta Zona Inti KKPD Prov. Sultra pada Wilayah Perairan
Sapa Pulau Hari
-31-

Gambar 3.3 Peta Zona Inti KKPD Prov. Sultra pada Wilayah Perairan
Teluk Moramo

Tabel 3.2 Titik Koordinat Zona Inti pada Kawasan Konservasi Perairan
Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara

Koordinat Luas Target


No. Zone_Id Lokasi Zona (Ha) Pengelolaan
X Y
26 122,786791 -4,000848 Sapa Pulau
1.
Hari
27 122,737368 -4,000833 Sapa Pulau
2.
Hari
28 122,737364 -4,014226 Sapa Pulau
3.
Hari
29 122,72714 -4,014222 Sapa Pulau
4.
Hari Zona
1.666,35
30 122,727134 -4,032079 Sapa Pulau Inti I
5. Ekosistem
Hari
Terumbu
31 122,750694 -4,032086 Sapa Pulau
6. Karang,
Hari
Mangrove,
32 122,750697 -4,021818 Sapa Pulau
7. Lamun, Jenis
Hari
Biota
33 122,78693 -4,021834 Sapa Pulau
8. Dilindungi
Hari
(Bambu Laut,
Tambolosu
Napoleon),
9. 43 122,793402 -4,151965 dan
Lokasi
sekitarnya
Pemijahan
Tambolosu
10. 44 122,793405 -4,140256 dan
sekitarnya Zona
633,46
Tambolosu Inti II
11. 45 122,754662 -4,140245 dan
sekitarnya
Tambolosu
12 46 122,754656 -4,15149 dan
sekitarnya
-32-

B. Potensi Zona Inti

Zona Inti KKPD Prov. Sultra merupakan wilayah perairan dalam


kawasan konservasi yang memiliki keanekaragaman jenis biota perairan
beserta ekosistemnya khususnya terumbu karang dengan kondisi perairan
yang relatif masih asli. Zona ini memiliki target pengelolaan perlindungan
terumbu karang, ekosistem padang lamun, dan mangrove serta jenis-jenis
ikan tertentu seperti ikan karang dan daerah yang diduga sebagai daerah
pemijahan (spawning ground).
Secara keseluruhan, luas terumbu karang pada Zona Inti KKPD Prov.
Sultra sebesar 785,23 Ha. Zona inti yang terletak di wilayah perairan Sapa
Pulau Hari memliki luas terumbu karang terbesar yaitu 594,28 Ha. Nilai
persentase tutupan terumbu karang pada zona ini sebesar 38,8% atau berada
dalam kategori sedang. Sedangkan untuk ekosistem mangrove yang terletak
di wilayah Zona Inti II (Tambolosu dan sekitarnya) berada dalam kondisi
tutupan kanopi dengan kriteria sedang, dengan nilai persentase tutupan
sebesar 72,28%. Untuk vegetasi mangrove berada pada kondisi padat, dengan
nilai kerapatan sebesar 1700 Ind/Ha. Jenis mangrove yang ditemukan pada
zona ini sebanyak 2 jenis yaitu Bruguiera gymnorhiza dan Rhizophora
mucronata. Jenis biota yang dilingungi di zona ini antara lain: bambu laut,
kima, penyu dan area pemijahan ikan karang.

C. Peruntukan Zona Inti

Zona inti dalam kawasan konservasi merupakan zona atau wilayah


perairan yang diperuntukkan bagi:

• Perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, meliputi perlindungan


proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis
atau sumber daya ikan dan ekosistem, penjagaan dan pencegahan
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi
kawasan dan perubahan fungsi kawasan, serta pemulihan dan
rehabilitasi ekosistem;
• Penelitian, meliputi penelitian dasar menggunakan metode observasi
untuk pengumpulan data dasar, penelitian terapan menggunakan
metode survei untuk tujuan monitoring kondisi biologi dan ekologi,
serta pengembangan untuk tujuan rehabilitasi.
• Pendidikan, mencakup kegiatan tanpa adanya kegiatan pengambilan
material langsung dari alam.

D. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan


Kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada Zona Inti
Kawasan Konservasi Perairan Daerah TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau
Kecil sekitarnya diuraikan sebagai berikut:
a. Kegiatan yang Boleh Dilakukan
1) Patroli dan pengawasan kawasan;
2) Penelitian dan pengembangan;
3) Kegiatan pendidikan yang berkaitan dengan konservasi.
-33-

b. Kegiatan yang Tidak Boleh Dilakukan


1) Pembuangan limbah dan sampah;
2) Aktivitas pariwisata;
3) Pembuatan foto, video, atau film untuk tujuan komersial;
4) Penangkapan ikan dengan metode dan alat apapun;
5) Pemasangan rumpon;
6) Budidaya laut dengan metode dan alat apapun;
7) Pendalaman alur pelayaran;
8) Pembangunan dermaga atau pelabuhan;
9) Pembangunan infrastruktur wisata;
10) Penambangan/pengambilan terumbu karang;
11) Penebangan mangrove;
12) Penempatan jangkar kapal;
13) Alur kapal untuk transportasi laut;
14) Segala bentuk kegiatan pertambangan.
c. Kegiatan yang boleh dilakukan setelah memperoleh izin
1) Monitoring dan penelitian baik esktraktif maupun non ekstraktif;
2) Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman
hayati (ekosistem lamun, mangrove, terumbu karang dan biota
laut lainnya);
3) Pembuatan foto, video, atau film untuk tujuan non komersial;
4) Pemulihan dan rehabilitasi ekosistem pesisir;
5) Berlayar melintas.

3.1.2 Zona Perikanan Berkelanjutan

A. Zonasi dan Koordinat


Zona Perikanan Berkelanjutan merupakan salah satu zona dalam
kawasan konservasi perairan yang dalam penentuannya didasarkan pada
kriteria-kriteria sesuai Permen KP No. 30 Tahun 2010 tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Wilayah Zona
Perikanan Berkelanjutan dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara,
ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa aspek baik ekologi,
ekonomi, sosial dan budaya. Zona tersebut merupakan wilayah yang
memiliki nilai konservasi, tetapi masih dapat bertoleransi dengan
pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan ikan dengan alat
dan cara yang ramah lingkungan. Wilayah Zona Perikanan Berkelanjutan
memiliki karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk berbagai
pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan.
Selain itu, penentuan zona ini juga dengan melihat aktivitas masyarakat yang
telah ada dalam memamfaatkan wilayah perairan baik sebelum atau sesudah
kawasan konservasi dibentuk (pencadangan).
Zona Perikanan Berkelanjutan dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
memiliki luas wilayah mencapai 18.490,96 Ha dan merupakan zona dengan
luas wilayah terbesar dibanding tiga zona lainnya. Zona ini
mencakup hampir seluruh wilayah perairan Teluk Moramo dan Pulau
Saponda dan memiliki ekosistem pesisir yang lengkap (terumbu karang,
-34-

lamun, dan mangrove). Peta dan titik koordinat lokasi Zona Perikanan
Berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 3.2, Gambar 3.3 dan Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Peta Zona Perikanan Berkelanjutan KKPD Prov. Sultra pada
Wilayah Perairan Teluk Moramo
Tabel 3.3 Titik Koordinat Zona Perikanan Berkelanjutan di Kawasan
Konservasi Perairan Perairan Provinsi Sulawesi Tenggara

Koordinat
Luas Target
No. Zone_Id Lokasi
X Y (Ha) Pengelolaan

1. 1 122,669034 -3,973848 Pasi Jambe 18.490,96 Jenis Ikan


Ekonomis
2. 2 122,67865 -3,972831 Pasi Jambe (Kerapu,
Kakap,
3. 3 122,689376 -3,982817 Pasi Jambe
Kelompok Ikan
4. 4 122,689561 -3,98929 Pasi Jambe Pelagis),
Pengembangan
5. 5 122,689191 -3,99456 Pasi Jambe Teknologi
Penangkapan
6. 6 122,683181 -3,994838 Pasi Jambe
dan Budidaya
7. 7 122,668849 -3,981153 Pasi Jambe Laut Ramah
Lingkungan
Wilayah perairan
8. 8 122,748738 -3,962752
Pulau Saponda
Wilayah perairan
9. 9 122,790347 -3,96266
Pulau Saponda
Wilayah perairan
10. 10 122,79044 -3,987348
Pulau Saponda
Wilayah Perairan
11. 11 122,748646 -3,988088
Pulau Saponda
Wilayah perairan
12. 12 122,772998 -3,970767
Pulau Saponda
Wilayah Perairan
13. 13 122,778892 -3,970656
Pulau Saponda
-35-

Wilayah perairan
14. 14 122,778962 -3,974462
Pulau Saponda
Wilayah perairan
15. 15 122,773069 -3,974572 Pulau Saponda

Wilayah perairan
16. 16 122,7632 -3,982103
Pulau Saponda
Wilayah perairan
17. 17 122,765296 -3,983159
Pulau Saponda
Wilayah perairan
18. 18 122,764565 -3,984513
Pulau Saponda
Wilayah Perairan
19. 19 122,762422 -3,983444
Pulau Saponda
Wilayah perairan
20. 20 122,767262 3,984015
Pulau Saponda
Wilayah Perairan
21. 21 122,771719 -3,984051
Pulau Saponda
Wilayah perairan
22. 22 122,771706 -3,985622
Pulau Saponda
Wilayah perairan
23. 23 122,76725 -3,985586
Pulau Saponda
24. 24 122,711428 -3,994683 Sapa Pulau Hari
25. 25 122,786752 -3,994912 Sapa Pulau Hari
26. 26 122,786791 -4,000848 Sapa Pulau Hari
27. 27 122,737368 -4,000833 Sapa Pulau Hari
28. 28 122,737364 -4,014226 Sapa Pulau Hari
29. 29 122,72714 -4,014222 Sapa Pulau Hari
30. 30 122,727134 -4,032079 Sapa Pulau Hari
31. 31 122,750694 -4,032086 Sapa Pulau Hari
32. 32 122,750697 -4,021818 Sapa Pulau Hari
33. 33 122,78693 -4,021834 Sapa Pulau Hari
Wilayah perairan
34. 34 122,768477 -4,025605
Pulau Hari
Wilayah perairan
35. 35 122,781991 -4,025609
Pulau Hari
Wilayah perairan
36. 36 122,781986 -4,043702
Pulau Hari
Wilayah perairan
37. 37 122,768472 -4,043698
Pulau Hari
38. 38 122,78719 -4,061061 Labuan Beropa
39. 39 122,807448 -4,116487 Woru-Woru
40. 40 122,8093 -4,114757 Woru-Woru
41. 41 122,833155 -4,139368 Woru-Woru
42. 42 122,831128 -4,141262 Woru-Woru
-36-

Tambolosu dan
43. 43 122,793402 -4,151965
sekitarnya
Tambolosu dan
44. 44 122,793405 -4,140256
sekitarnya
Tambolosu dan
45. 45 122,754662 -4,140245
sekitarnya
Tambolosu dan
46. 46 122,754656 -4,15149
sekitarnya
47. 47 122,697605 -4,138001 Panambea Barata
Lapuko dan
48. 48 122,697669 -4,144884
sekitarnya
49. 49 122,679531 -4,144818 Ranooha Raya
Landipo dan
50. 50 122,679284 -4,159021
sekitarnya
Wilayah perairan
51. 51 122,66431 -4,106904
Pulau Lara
Wilayah perairan
52. 52 122,673376 -4,106915
Pulau Lara
Wilayah perairan
53. 55 122,673371 -4,086345
Pulau Lara
54. 56 122,690657 -4,086898 Teluk Moramo

Penentuan Zona Perikanan Berkelanjutan dalam KKPD Provinsi


Sulawesi Tenggara ditentukan dengan kriteria sebagai berikut :
a) Memiliki nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan
pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan ikan
dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;
b) Mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk
berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung perikanan
berkelanjutan;
c) Mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta
ekosistemnya;
d) Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk mendukung
kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem aslinya;
e) Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan budidaya
ramah lingkungan, perikanan tangkap berkelanjutan, dan kegiatan
sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan
f) Mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan
bernilai ekonomi.
-37-

B. Potensi
Zona Perikanan Berkelanjutan dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
memiliki potensi perikanan yang cukup besar yang didukung dengan
keberadaan ekosistem pesisir yang lengkap. Zona ini merupakan daerah
penyebaran ikan-ikan ekonomis penting baik dari kelompok ikan pelagis
maupun ikan demersal (ikan karang). Selain itu, wilayah zona ini merupakan
daerah penangkapan ikan (fishing ground) bagi nelayan sekitar kawasan
maupun yang berasal dari kabupaten lain. Berdasarkan kondisi di
lapangan, zona ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan
budidaya khususnya Keramba Jaring Apung (KJA), untuk berbagai jenis
ikan demersal seperti ikan Kuwe.
Kondisi ekosistem pesisir pada Zona Perikanan Berkelanjutan
KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki nilai yang beragam di tiap -
tiap bagian wilayah pesisir dalam zona tersebut. Ekosistem terumbu
karang berada dalam kondisi sedang, dengan nilai rata-rata persentase
tutupan karang hidup sebesar 41,6%. Wilayah perairan pesisir yang
memiliki kondisi terumbu karang yang baik yaitu Tanjung Lemo atau
Desa Labotaone, Pulau Wawosunggu, dan Desa Panambea Barata. Untuk
ekosistem mangrove, zona ini memiliki nilai rata-rata tutupan kanopi
sebesar 71 % atau berada pada kondisi sedang. Wilayah pesisir Desa
Wandaeha merupakan wilayah yang memiliki nilai persentase tutupan
kanopi tertinggi yaitu 86,74% atau berada dalam kriteria baik.
Sedangkan kondisi ekosistem lamun pada zona ini berada dalam kriteria
sedang, dengan nilai persentase tutupan sebesar 46,6%. Di wilayah
perairan zona ini juga ditemukan beberapa jenis biota perairan yang
dilindungi seperti kima, ikan napoleon, dan bambu laut.
Di wilayah perairan Zona Perikanan Berkelanjutan KKPD Provinsi
Sulawesi Tenggara, memiliki potensi perikanan khususnya dari kelompok
krustasea. Keberadaan udang kecil (ebi) yang melimpah pada waktu
tertentu di wilayah perairan sekitar muara Sungai Laonti membawa
dampak positif terhadap ekonomi masyarakat sekitar. Selain itu, jenis
lobster yang masih berukuran larva hingga juvenil juga banyak
ditemukan di wilayah perairan Desa Ranooha Raya (sekitar muara Sungai
Moramo). Benur lobster yang melimpah menarik perhatian masyarakat
sekitar untuk menangkapnya, walaupun jenis tersebut merupakan jenis
biota perairan yang dilindungi dengan ukuran tertentu.

C. Peruntukan Zona
Berdasarkan Permen KP No.30 Tahun 2010, Zona Perikanan
Berkelanjutan dalam Kawasan Konservasi Perairan diperuntukkan bagi:
• Perlindungan habitat dan populasi ikan, meliputi: a) perlindungan
proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu
jenis atau sumber daya ikan dan ekosistemnya; b) pengamanan,
pencegahan dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan; c) pengelolaan jenis sumber daya ikan
-38-

beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara


populasi dan habitatnya; d) alur migrasi biota perairan; dan
e) pemulihan.
• Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan,
meliputi: a) alat penangkapan ikan yang sifatnya statis dan/atau
pasif; dan b) cara memperoleh ikan dengan memperhatikan daya
dukung habitat dan/atau tidak mengganggu keberlanjutan sumber
daya ikan.
• Budidaya ramah lingkungan, yaitu kegiatan budidaya yang
mempertimbangkan jenis ikan yang dibudidayakan, jenis pakan,
teknologi, jumlah unit usaha budidaya, serta daya dukung dan kondisi
lingkungan sumber daya ikan.
• Pariwisata dan rekreasi, meliputi: a) pariwisata minat khusus;
b) perahu pariwisata; c) pariwisata pancing, dan d) pembuatan foto,
video, dan film.
• Penelitian dan pengembangan, meliputi: a) penelitian dasar untuk
kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi; b) penelitian
terapan untuk kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi;
dan pengembangan untuk kepentingan konservasi.
• Pendidikan, yaitu pendidikan untuk memberikan wawasan dan
motivasi yang meliputi aspek antara lain: biologi, ekologi, sosail
ekonomi dan budaya, dan tata kelola dan pengelolaan.
Zona Perikanan Berkelanjutan dalam KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara merupakan alokasi ruang yang prioritas diperuntukkan bagi
kegiatan perikanan baik melalui kegiatan penangkapan ikan maupun
budidaya khususnya yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan keberlanjutan
sumber daya pesisir dalam kawasan konservasi dan daya dukung
lingkungan. Dalam Zona Perikanan Berkelanjutan dapat dijabarkan lebih
detil ke dalam sub zona Perikanan Tangkap/Perikanan Tradisional dan sub
zona Perikanan Budidaya. Lebih lanjut.
Tujuan zona Perikanan Berkelanjutan dalam kawasan konservasi ini
adalah :
a) Melakukan perlindungan terhadap ekosistem di dalam kawasan dan
seluruh proses-proses ekologis yang ada di dalamnya;
b) Menjaga keseimbangan bioekolgis serta ekonomi dan sosial terhadap
kawasan konservasi berdasarkan asas manfaat bagi masyarakat
dengan tetap mengedepankan fungsi-fungsi ekologi ekosistem di
kawasan yang dilindungi;
c) Mengamankan, mencegah dan/atau membatasi kegiatan-kegiatan
yang dapat mengakibatkan penurunan keutuhan ataupun fungsi
kawasan.
-39-

D. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh


Kegiatan pemanfaatan dalam Zona Perikanan Berkelanjutan KKPD
Provinsi Sulawesi Tenggara dilaksanakan sesuai dengan peruntukkan dan
kegiatan pokok zona tersebut. Hal ini dimaksudkan agar fungsi kawasan
konservasi terhadap perlindungan habitat dan populasi jenis tetap berjalan
dan memberikan ruang bagi pemanfaatan lainnya khususnya untuk
penghidupan/kehidupan masyarakat sekitar. Ketentuan pemanfaatan dalam
zona Perikanan Berkelanjutan, diuraikan sebagai berikut:
a. Kegiatan yang Boleh Dilakukan
1) Penangkapan ikan ramah lingkungan untuk tujuan komersial
meliputi kegiatan penangkapan ikan untuk pemenuhan kebutuhan
ekonomi baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual;
2) Penangkapan ikan ramah lingkungan bukan untuk tujuan
komersial meliputi kegiatan penangkapan ikan dalam kawasan
konservasi perairan dalam rangka wisata, penelitian dan
pengembangan serta pendidikan. Kegiatan tersebut tidak
didasarkan pada nilai tukar ekonomis dan/atau nilai tambah
ekonomis dan mengutamakan pada pencapaian tujuan kegiatan
wisata, penelitian dan pengembangan serta pendidikan;
3) Budidaya ikan ramah lingkungan untuk tujuan komersil meliputi
kegiatan budidaya ikan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi
baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk ijual;
4) Budidaya ikan ramah lingkungan bukan untuk tujuan komersial
meliputi kegiatan budidaya ikan dalam kawasan konservasi
perairan dalam rangka wisata, penelitian dan pengembangan serta
pendidikan. Kegiatan tersebut tidak didasarkan pada nilai tukar
ekonomis dan/atau nilai tambah ekonomis dan mengutamakan
pada pencapaian tujuan kegiatan wisata, penelitian dan
pengembangan serta pendidikan;
5) Penelitian, pengembangan, dan pendidikan;
6) Wisata pantai/perahu wisata;
7) Wisata budaya;
8) Alur kapal untuk perhubungan;
9) Patroli pengawasan;
10) Berlayar melintas;
11) Pembangunan infrastruktur pengelolaan kawasan konservasi (pos
jaga, tambat labuh);
12) Rehabilitasi dan pemulihan habitat.
b. Kegiatan yang Tidak Boleh Dilakukan
1) Pembuangan limbah dan sampah;
2) Penangkapan ikan dengan kapal > 10 GT dengan alat tangkap yang
diperbolehkan;
3) Pendalaman alur pelayaran;
4) Pemasangan rumpon;
5) Penambangan/pengambilan terumbu karang;
6) Penebangan mangrove;
7) Segala bentuk kegiatan pertambangan.
-40-

c. Kegiatan yang boleh dilakukan setelah memperoleh izin


1) Monitoring dan penelitian baik ekstraktif maupun non ekstraktif;
2) Pembuatan foto, video, film baik untuk tujuan komersil maupun non
komersil;
3) Pengembangan kegiatan budidaya laut untuk skala usaha tertentu;
4) Pembangunan infrastruktur wisata.

3.1.3 Zona Pemanfaatan


A. Zonasi dan Koordinat
Zona Pemanfaatan merupakan zona yang arah pemanfaatannya
diarahkan ke pengembangan pariwisata dan rekreasi. Tetapi tetap
mengedepankan fungsi konservasi dalam perlindungan dan pelestarian
habitat dan populasi ikan. Zona Pemanfaatan dalam KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara ditetapkan dengan berbagai kriteria, antara lain:
a) Mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan beserta
ekosistem perairan yang indah dan unik;
b) Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial
dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi;
c) Mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung
kepentingan konservasi; dan
d) Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk berbagai
kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem aslinya.
Zona Pemanfaatan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki luas
sebesar 1.070,95 Ha, yang tersebar di 3 (tiga) wilayah perairan yang memiliki
objek wisata terutama wisata pantai dan wisata selam/snorkeling yaitu Pulau
Lara, Pulau Hari, dan wilayah perairan Desa Woru-Woru (lihat Gambar 3.2,
Gambar, 3.3, Gambar 3.4). Lokasi dan titik koordinat pada Tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4 Lokasi dan Koordinat Zona Pemanfaatan KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara
Koordinat Luas Target
No. Zone_Id Lokasi Zona (ha) Pengelolaan
X Y
Wilayah Perlindungan,
1. 34 122,768477 -4,025605 perairan Pelestarian
Pulau Hari Terumbu
Wilayah Karang untuk
2. 35 122,781991 -4,025609 perairan Tujuan
Pulau Hari Wisata;
Wilayah Zona Pelestarian
3. 36 122,781986 -4,043702 perairan Pemanfaatan 295,90 dan
Pulau Hari I Keindahan
Pantai;
Kegiatan
Wilayah
Wisata
4. 37 122,768472 -4,043698 perairan
Ramah
Pulau Hari
Lingkungan

Woru- Perlindungan,
Zona Pelestarian
Woru,
5. 39 122,807448 -4,116487 Pemanfaatan 480,27 Terumbu
Tambeanga
II Karang dan
-41-

Woru- Mangrove
6. 40 122,8093 -4,114757 Woru, untuk Tujuan
Tambeanga Wisata;
Kegiatan
Woru- Wisata
7. 41 122,833155 -4,139368 Woru, Ramah
Tambeanga Lingkungan
Woru-
8. 42 122,831128 -4,141262 Woru,
Tambeanga
Wilayah Perlindungan,
9. 51 122,66431 -4,106904 perairan Pelestarian
Pulau Lara Mangrove
untuk tujuan
Wilayah wisata;
10. 52 122,673376 -4,106915 perairan Pelestarian
Pulau Lara dan
Wilayah Zona Keindahan
11. 53 122,661882 -4,086028 perairan Pemanfaatan 294,79 Pantai;
Pulau Lara III Kegiatan
Wisata
Wilayah Ramah
12. 54 122,662125 -4,085985 perairan Lingkungan
Pulau Lara
Wilayah
13. 55 122,673371 -4,086345 perairan
Pulau Lara

B. Potensi

Zona Pemanfaatan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi


pariwisata untuk dikembangkan. Dengan karakteristik pantai pasir dan
kondisi ekosistem terumbu karang yang masih terjaga, maka menjadi daya
tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan panorama
bawah laut dan pantai. Zona ini memiliki 3 (tiga) ekosistem pesisir yaitu
ekosistem terumbu karang, lamun, dan mangrove. Tetapi ketiga ekosistem
tidak berada dalam satu wilayah perairan yang terbagi dalam 3 wilayah
perairan Zona Pemanfaatan.
Secara keseluruhan, kondisi terumbu karang pada Zona Pemanfaatan
KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara berada dalam kondisi baik, dengan nilai
rata-rata persentase tutupan karang sebesar 57,2%. Kondisi terumbu karang
yang baik dapat menyediakan habitat bagi biota perairan yang dapat menjadi
objek wisata penyelaman. Terumbu karang pada masing-masing wilayah
perairan dalam Zona Pemanfaatan telah menjadi objek wisata penyelaman
oleh wisatawan khususnya untuk kunjungan Pulau Hari dan Pulau Lara
sejak dahulu. Selain itu, karakteristik pantai pasir, perairan yang jernih, dan
kehadiran biota-biota perairan tertentu seperti kima, ikan napoleon, dan
penyu menambah kepuasan bagi wisatawan yang berkunjung.
-42-

C. Peruntukan Zona Pemanfaatan


Zona Pemanfaatan merupakan salah satu zona dalam Kawasan
Konservasi Perairan yang diperuntukkan bagi:
• Perlindungan habitat dan populasi ikan, meliputi: a) perlindungan
proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari
suatu jenis atau sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; b)
penjagaan dan pencegahan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan
fungsi kawasan; c) pengelolaan jenis sumber daya ikan beserta
habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara populasi
dengan daya dukung habitatnya; d) perlindungan alur migrasi biota
perairan; dan e) pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.
• Pariwisata dan rekreasi, yaitu segala bentuk kegiatan wisata yang
ramah lingkungan.
• Penelitian dan pengembangan, meliputi: a). penelitian dasar untuk
kepentingan pemanfaatan dan konservasi; b) penelitian terapan untuk
kepentingan pemanfaatan dan konservasi; dan c) pengembangan
untuk kepentingan konservasi.
• Pendidikan, meliputi: a) pemeliharaan dan peningkatan
keanekaragaman hayati; b) perlindungan sumber daya masyarakat
lokal; c) pembangunan perekonomian berbasis ekowisata bahari;
d) pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan;
e) promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan; dan
f) promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan kawasan
konservasi perairan.
Zona Pemanfaatan dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara dapat
mendukung kegiatan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar
kawasan, yang tetap mengedepankan pemanfaatan sumber daya alam secara
lestari dan bertanggung jawab. Zona ini juga untuk mendukung kebijakan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terhadap pengembangan wisata
khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Adapun arah
pemanfaatan zona ini dititik beratkan pada :
• Pembangunan perekonomian berbasis ekowisata bahari terutama yang
berbasis pada tiga ekosistem kunci di pesisir yakni terumbu karang,
hutan mangrove, dan padang lamun.
• Pembangunan infrastruktur pariwisata yang ramah lingkungan untuk
perkembangan /kemajuan aktivitas pariwisata di kawasan yang
ditujuk.
• Memelihara dan meningkatkan keanekaragaman hayatidi ketiga
eksistem pesisir serta proses-proses ekologis yang mendukung
kehidupan sekitarnya.
• Promosi keindahan alam, keunikan dan eksotisme kawasan / lokasi
yang ditunjuk sebagai zona pemanfaatan pariwisata.
-43-

D. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh


Sebagai panduan kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan
selengkapnya disajikan pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan di Zona
Pemanfaatan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara
Perumusan No. Jenis Kegiatan
Kegiatan
1 Patroli pengawasan
.2 Penelitian, pengembangan, dan pendidikan
3 Berenang
4 Wisata menyelam/snorkeling
5 Wisata jetski
Kegiatan 6 Wisata kayak/dayung
yang boleh 7 Wisata mancing (catch and release)
dilakukan 8 Wisata perahu
9 Wisata mangrove
10 Wisata budaya
11 Alur kapal untuk perhubungan
12 Infrastruktur pengelolaan kawasan
13 Berlayar melintas
14 Rehabilitasi dan pemulihan habitat
1 Pembuangan limbah dan sampah
2 Pemasangan rumpon
3 Penggunaan bahan peledak, bius, dan kompresor
Kegiatan 4 Penangkapan ikan
yang tidak 5 Penambangan/pengambilan terumbu karang
boleh
6 Penebangan mangrove
dilakukan
7 Segala bentuk kegiatan pertambangan
6
8 Kegiatan budidaya
1 Wisata karamba
Kegiatan 2 Pembangunan infrastruktur wisata
yang boleh
3 Pembuatan foto, video, film baik untuk tujuan
dilakukan
komersil maupun non komersil
setelah
memperoleh 4 Monitoring dan penelitian non ekstraktif
Kegiatan
izin 5 Tambatan kapal (moring buoy)
yang tidak 6 Pengembangan wisata pantai/perairan untuk
boleh tujuan komersial
dilakukan
-44-

4.1.4 Zona Lainnya


A. Zonasi dan Koordinat
Zona Lainnya merupakan zona di luar Zona Inti, Zona Perikanan
Berkelanjutan, yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona
tertentu yang dapat berupa zona perlindungan dan zona rahabilitasi. Zona
lainnya dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara dialokasikan untuk kegiatan
rehabilitasi dan ruang bagi Daerah Perlindungan Laut (DPL). Wilayah zona
tersebut terletak di wilayah perairan Pulau Saponda yang kondisi terumbu
karangnya telah berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Tetapi di
wilayah perairan bagian selatan Pulau Saponda terdapat DPL yang telah ada
sejak lama yang diinisiasi bersama masyarakat Saponda dengan NGO/LSM.
Lokasi dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan titik koordinat pada Tabel 3.6
berikut.
Tabel 3.6 Titik Koordinat Zona Lainnya di Kawasan Konservasi Perairan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Koordinat Luas Target
No. Zone_Id Lokasi Zona Pengelolaan
(ha)
X Y
Wilayah
perairan
1. 12 122,772998 -3,970767
Pulau
Saponda

Wilayah
Perairan
2. 13 122,778892 -3,970656 Pemulihan
Pulau Zona
Habitat
Saponda Lainnya I
(Ekosistem
(Rehabilitasi 27,53
Terumbu
Wilayah Terumbu
Karang,
perairan Karang)
3. 14 122,778962 -3,974462 Lamun)
Pulau
Saponda

Wilayah
perairan
4. 15 122,773069 -3,974572
Pulau
Saponda

Wilayah
perairan
5. 16 122,7632 -3,982103
Pulau
Saponda

Wilayah
perairan
6. 17 122,765296 -3,983159 Pemulihan
Pulau Zona
Habitat
Saponda Lainnya II
(Ekosistem
(Rehabilitasi 8,59
Terumbu
Wilayah Terumbu
Karang,
perairan Karang)
7. 18 122,764565 -3,984513 Lamun)
Pulau
Saponda

Wilayah
Perairan
8. 19 122,762422 -3,983444
Pulau
Saponda
-45-

Wilayah
perairan
9. 20 122,767262 3,984015
Pulau
Saponda

Wilayah Perlindungan
Perairan Daerah
10. 21 122,771719 -3,984051
Pulau Penyebaran
Saponda Zona Ikan
Lainnya III 4,49 Ekonomis
Wilayah (DPL) dan
perairan Pemulihan
11. 22 122,771706 -3,985622
Pulau Habitat Biota
Saponda Laut

Wilayah
perairan
12. 23 122,76725 -3,985586
Pulau
Saponda

Zona rehabilitasi merupakan zona untuk melakukan kegiatan


rehabilitasi atau pemulihan lokasi-lokasi yang telah mengalami degradasi
lingkungan, baik kerusakan ekosistem maupun penurunan sumber daya.
Lokasi zona rehabilitasi merupakan lokasi yang telah mengalami kerusakan
akibat kegiatan destructive fishing seperti pemboman dan penangkapan ikan
menggunakan potasium. Lokasi zona rehabilitasi sebagian besar merupakan
ekosistem terumbu karang yang memiliki tutupan terumbu karang yang
rendah atau termasuk rusak. Tetapi kualitas perairan masih tergolong baik
dan normal untuk pertumbuhan biota perairan khususnya terumbu karang.

B. Peruntukan Zona Lainnya

Zona Lainnya diperuntukkan dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara


untuk memulihkan atau merehabilitasi ekosistem terumbu karang yang telah
mengalami kerusakan dan lambat untuk melakukan pertumbuhan secara
alami serta untuk melindungi kawasan tertentu yang berdasarkan penilaian
dan kesepakatan dapat menjaga keberlangsungan sumber daya pesisir
wilayah Pulau Saponda Darat. Adapun tujuan dari Zona Lainnya, yaitu
untuk:
a) Mengembalikan kondisi ekosistem yang rusak menjadi ataupun
mendekati kondisi alamianya.
b) Melindungi dan mempertahankan ekosistem yang ada di kawasan
konservasi beserta proses-proses ekologis yang ada didalamnya
sehingga menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber
daya ikan;
c) Mengamankan, mencegah dan/atau membatasi kegiatan-kegiatan
yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan;
d) Mengelola jenis sumber daya ikan beserta habitatnya untuk dapat
menghasilkan keseimbangan antara populasi dan habitatnya;
e) Melindungi jalur migrasi biota perairan; dan sebagai tempat
pemulihan.
-46-

C. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh


Kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di Zona Lainnya
dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel
sebagaimana tercantum pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7 Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan di Zona
Lainnya di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara

Perumusan No. Jenis Kegiatan


Kegiatan
1 Penelitian, Pengembangan, dan Pendidikan
Kegiatan 2 Patroli pengawasan
yang boleh
dilakukan 3 Rehabilitasi/pemulihan habitat
4 Alur kapal untuk perhubungan
1 Kegiatan wisata
Kegiatan 2 Penggunaan bahan peledak, bius, da kompresor
yang tidak
boleh 3 Kegiatan Budidaya
dilakukan 4 Segala bentuk kegiatan pertambangan
5 Aktifitas Penangkapan Ikan
Kegiatan 1 Monitoring dan penelitian non ekstraktif
yang boleh
2 Tambatan kapal
dilakukan
setelah 3 Pembuatan foto, video, film non komersial
memperoleh
4 Pembangunan Infrastruktur Pengeloaan
izin
5 Pembangunan infrastruktur Wisata
-47-

BAB IV
RENCANA PENGELOLAAN

4.1 Rencana Jangka Panjang


Pengelolaan kawasan konservasi perairan tidak terlepas dari
pengelolaan sumber daya ikan secara keseluruhan. Konservasi sumberdaya
ikan adalah upaya melindungi, melestarikan dan memanfaatkan sumber
daya ikan untukmenjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan
jenis ikan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.
Pembangunan yang semata-mata menempatkan sistem dan fungsi
ekonomi sebagai prioritas dan mengabaikan fungsi ekologi, sosial dan budaya
akan menimbulkan masalah-masalah yang pelik dan konflik sosial yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk membangun dan
mengembangkan keseimbangan fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya
harus dapat terimplementasikan dalam berbagai perangkat kebijakan
maupun program pemerintah.

4.1.1 Visi dan Misi


Kebijakan pengelolaan KKPD Prov. Sultra memiliki visi “Terwujudnya
Kawasan Konservasi Perairan Daerah sebagai Sumber Penghidupan dan
Kesejahteraan Masyarakat yang Lestari dan Berkelanjutan”.
Untuk mencapai visi pengelolaan kawasan konservasi tersebut, maka
terdapat misi sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas ekosistem pesisir sebagai habitat biota perairan
untuk menjamin keberlangsungan sumber daya ikan dan
ekosistemnya.
2. Memperkuat kapasitas kelembagaan pengelolaan kawasan konservasi
yang terpadu, kolaboratif, dan partisipatif melalui kerangka kemitraan
pengelolaan.
3. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
secara optimal, bertanggung jawab, dan berkelanjutan untuk
kesejahteraan masyarakat.
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengawasan kawasan
konservasi.

4.1.2 Tujuan dan Sasaran Pengelolaan


Tujuan pengelolaan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara adalah:
1. Melindungi dan melestarikan sumber daya ikan di wilayah perairan
Teluk Moramo dan pulau-pulau kecil sekitarnya.
2. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut yang
lestari dan produktif untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Mengembangkan wisata bahari untuk peningkatan ekonomi
masyarakat.
4. Membangun dan meningkatkan kapasitas lembaga pengelola dan para
pihak dalam mengelola KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara dan
sekitarnya.
-48-

Adapun sasaran yang ingin dicapai dari pengelolaan KKPD Provinsi


Sulawesi Tenggara, adalah:
1. Terbentuknya lembaga pengelola yang efektif dan efisien dalam
pengelolaan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Terwujudnya kerjasama dan koordinasi antara unit pengelola kawasan
konservasi dengan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan KKPD
Provinsi Sulawesi Tenggara.
3. Terlaksananya program perlindungan dan pelestarian serta
pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut dalam kawasan konservasi
yang memberikan dampak positif bagi kegiatan pengelolaan perikanan,
pariwisata, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
4. Terwujudnya efektivitas pengelolaan KKPD TWP Teluk Moramo dan
Pulau-Pulau Kecil sekitarnya.
4.1.3 Strategi Pengelolaan
Strategi pengelolaan KKPD Prov. Sultra, yaitu: (a) Penguatan
kelembagaan, (b) Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan, dan
(c) Penguatan sosial, ekonomi dan budaya.
4.1.3.1 Penguatan Kelembagaan
Salah satu kunci keberhasilan pengelolaan sebuah kawasan
konservasi terletak pada keberadaan lembaga pengelola di lapangan serta
kemampuan dan kapasitas lembaga pengelola tersebut dalam mengelola
kawasan. Lembaga pengelola yang handal diharapkan dapat menjadi motor
penggerak maupun pelaksana program dan kegiatan dalam pengelolaan
kawasan sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan
kawasan. Faktor lain dalam menunjang keberhasilan pengelolaan kawasan
adalah meningkatnya kemampuan dan kapasitas para pihak terkait
pengelolaan kawasan.
Dalam penguatan kelembagaan terdapat berbagai kendala baik internal
maupun eksternal yang keduanya memiliki pengaruh terutama dalam
menentukan kebijakan yang tepat dalam setiap tantangan yang dihadapi.
Selain itu, mekanisme pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang
berkaitan dengan sistem dan hierarki pemerintahan provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan desa termasuk bagaimana pembagian
wilayah dan produk KKP antar provinsi dan kabupaten/kota, mekanisme
koordinasi pada setiap tingkatan pemerintahan, serta mekanisme yang
diterapkan dalam koordinasi lintas sektoral belum tersedia secara memadai.
Dengan demikian, dibutuhkan kebijakan pengelolaan KKP secara terpadu
termasuk kelembagaannya, berupa lembaga pengelola KKP yang terdiri dari
wakil-wakil pemangku kepentingan untuk meningkatkan koordinasi dan
komunikasi yang efektif dalam pengelolaan KKP.
Upaya penguatan kelembagaan saat ini harus terus dilaksanakan oleh
Pemerintah Provinsi antara lain dengan pembentukan wadah atau forum
koordinasi pengelolaan kawasan konservasi dan terkhusus bagai ekosistem
pada kawasan spesisifk di tingkat daerah. Kegiatan koordinasi kelembagaan
juga dilakukan oleh memperkuat jaringan dengan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) untuk mengharmoniskan langkah-langkah dalam
-49-

pengelolaan KKP. Disamping itu didalam kelembagaan harus ada yang


bertanggung jawab mengenai pendataan. Kegiatan pendataan
membutuhakan kemampuan dan pengalaman staf pelaksana di lapangan
juga masih belum memadai. Selain itu kriteria data dan metode pendataan
juga sangat beragam, dan biasanya tidak selaras antara metode yang satu
dengan metode yang lain. Hal ini menjadi penyebab sulitnya kegiatan
pendataan oleh staf operasional di lapangan.Berbagai kendala tersebut pada
akhirnya dapat menyebabkan hilangnya informasi khas KKP di setiap tempat
karena tidak terakomodasi dalam kriteria data dan tidak ada metode
pendataan yang sesuai.
Program untuk melaksanakan strategi pengelolaan KKPD Provinsi
Sulawesi Tenggara melalui penguatan kelembagaan, sebagai berikut:
1) Peningkatan sumber daya manusia dalam pengelolaan kawasan
konservasi.
2) Penatakelolaan kelembagaan.
3) Peningkatan kapasitas infrastruktur.
4) Penyusunan peraturan pengelolaan kawasan.
5) Pengembangan organisasi/kelembagaan masyarakat.
6) Pengembangan kemitraan.
7) Pembentukan jejaring kawasan konservasi perairan.
8) Pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan.
9) Monitoring dan evaluasi.

4.1.3.2 Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan


Sebagai sebuah kawasan konservasi yang terletak di dalam wilayah
administrasi Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Kota Kendari, terdapat
sejumlah kepentingan dari berbagai pihak terhadap KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara. Pemerintah Daerah memiliki kepentingan terhadap kawasan
melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat baik di dalam dan sekitar
kawasan serta kepentingan terhadap pembangunan Kabupaten Konawe,
Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari. Masyarakat atau nelayan yang
tinggal di dalam atau sekitar kawasan, memanfaatkan perairan kawasan
untuk mencari ikan dan sumber daya alam laut lainnya. Pihak swasta atau
pengelola resort berkepentingan terhadap kelestarian sumber daya kawasan
sebagai obyek minat dari kedatangan wisatawan. Kerjasama para pihak
tersebut dengan lembaga pengelola penting untuk keberhasilan pengelolaan
kawasan.
Penguatan pengelolaan KKP membutuhkan prinsip pengelolaan yang
hati-hati termasuk keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi.
Untuk itu dibutuhkan upaya-upaya perlindungan terhadap nilai dan fungsi
KKP pada kawasan tertentu, pengetahuan mengenai tingkat pemanfaatan
yang dibolehkan, dan pemahaman mengenai resiko atas pilihan metode
pemanfaatan yang digunakan. Penelitian ilmiah yang mendalam dan
penelusuran terhadap praktek-praktek pengelolaan yang baik yang
diterapkan oleh masyarakat setempat merupakan upaya untuk menemukan
metode terbaik dalam pengelolaan KKP secara arif dan bijaksana yang
menjamin keberlanjutan pemanfaatan.
-50-

Disamping itu, penguatan pengelolaan KKP secara arif dan


berkelanjutan memerlukan pendekatan dari berbagai aspek, termasuk aspek
hukum. Selama ini, produk hukum langsung atau tidak langsung cukup
efektif untuk mendorong pengelolaan KKP secara arif dan berkelanjutan.
Meski demikian, disisi lain produk hukum bisa juga menjadi kontra produktif
dan berkontribusi terhadap legalitas perusakan kawasan konservasi itu
sendiri. Produk hukum yang berlaku di Indonesia dikeluarkan oleh berbagai
hierarki pemerintahan dan departemen sektoral. Sehingga terdapat produk
hukum yang di jalankan secara turun temurun oleh masyarakat tertentu
(hukum adat) untuk mengelola sumber daya alam disekitarnya.
Salah satu titik lemah dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah
kurangnya dukungan pendanaan terhadap pengembangan kegiatan
pengelolaan kawasan konservasi. Berbagai hasil perhitungan nilai dan fungsi
kawasan konservasi (valuasi ekonomi dan analisis biayan dan manfaat)
bahwa kawasan konservasi memiliki nilai ekonomis yang sangatb besar.
Sudah sewajarnya apabila para pemangku kepentingan mengalokasikan
dana yang memadai untuk pengelolaan kawasan konservasi secara terpadu
dan berkelanjutan.
Pengelolaan kawasan konservasi secara arif pada akhirnya akan
memberikan keuntungan jangka panjang, sebanding dengan investasi yang
telah ditanamkan. Pengelolaan kawasan konservasi dengan membebankan
pembiayaan pada masyarakat pengguna jasa-jasa lingkungan kawasan
konservasi (user pays principle) juga memungkinkan untuk dilakukan.
Selama ini pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat seringkali
dianggap sebagai sesuatu yang tidak membutuhkan biaya (gratis). Padahal
pemanfaatan jasa lingkungan KKP oleh individu/institusi akan menyebabkan
penurunan nilai dan fungsi kawasan konservasi yang seharusnya dapat
dimanfaatkan oleh orang lain. Adalah wajar jika pengguna membayar
kompensasi atas jasa lingkungan yang telah dimanfaatkannya untuk tujuan
pengelolaan KKP. Dengan demikian, prinsip pengguna membayar (user pays
principle) dan pencemar membayar (polluter pays principle) dapat menjadi
salah satu sumber pembiayaan kawasan konservasi yang potensial sepanjang
dilakukan secara adil dan hati-hati.
Program untuk melaksanakan strategi pengelolaan KKPD Provinsi
Sulawesi Tenggara melalui penguatan pengelolaan sumber daya kawasan,
sebagai berikut:
1) Perlindungan habitat dan populasi ikan.
2) Rehabilitasi habitat dan populasi ikan.
3) Penelitian dan pengembangan.
4) Pemanfaatan sumber daya ikan.
5) Pariwisata alam dan jasa lingkungan.
6) Pengawasan dan pengendalian.
7) Monitoring dan evaluasi.
-51-

4.1.3.3 Penguatan Sosial, Ekonomi dan Budaya


Penguatan sosial, ekonomi dan budaya akan melibatkan masyarakat
lokal, masyarakat adat, akademisi, dan swasta terutama dalam; (1) akses
terhadap sumberdaya dalam KKP adalah hal yang penting bagi mata
pencaharian masyarakat lokal, keamanan, dan warisan budaya; (2) kebijakan
sebelumnya gagal dalam mengelola kawasan konservasi sehingga muncul
ketidak harmonisan diantara pemangku kepentingan; (3) masyarakat
menunjukkan minat yang kuat dalam upaya pengelolaan secara terpadu.
Upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat
sangat gencar disuarakan oleh LSM. Hal ini menyebabkan kegiatan
pengelolaan sumberdaya alam secara partisipatif telah dikenal dan perlahan-
lahan mulai dilaksanakan oleh berbagai institusi pemerintah. Berbagai
kegiatan percontohan (pilot project) yang menempatkan masyarakat lokal
sebagai salah satu pemangku kepentingan utama juga terbukti lebih efektif
dan arif dalam kegiatan pengelolaan sumber daya alam.
Pengelolaan sumber daya alam maupun sumber daya sosial, budaya
dan ekonomi di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara penting dilakukan untuk
mempertahankan dan meningkatkan status dan fungsinya. Kelestarian
sumber daya alam serta terpeliharanya kondisi sosial, budaya dan ekonomi
masyarakat disekitarnya merupakan tolak ukur keberhasilan
pengelolaannya. Pengelolaan sumber daya seperti ikan penting selain untuk
menjamin kelestariannya, juga menjamin sumber protein dan sumber
pendapatan bagi masyarakat sekitarnya. Termasuk pengelolaan terumbu
karang yang merupakan salah satu habitat bagi biota perairan penting untuk
tetap dipertahankan dalam kawasan konservasi sebagai daya tarik dan
tujuan wisata.
Strategi pengelolaan berupa penguatan sosial, ekonomi, dan budaya
dilakukan melalui program sebagai berikut:
1) Pengembangan sosial ekonomi masyarakat.
2) Pemberdayaan masyarakat.
3) Pelestarian adat dan budaya.
4) Monitoring dan evaluasi.

4.2 Rencana Jangka Menengah


Rencana Jangka Menengah pengelolaan KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara berlaku selama 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari
visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi pengelolaan rencana jangka panjang.
Salah satu kunci keberhasilan pengelolaan sebuah kawasan konservasi
terletak pada keberadaan lembaga pengelola yang kuat serta kemampuan
dan kapasitas lembaga pengelola tersebut dalam mengelola kawasan.
Lembaga pengelola yang handal diharapkan dapat menjadi motor penggerak
maupun pelaksana program dan kegiatan dalam pengelolaan kawasan
sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan kawasan. Faktor
lain dalam menunjang keberhasilan pengelolaan kawasan adalah
meningkatnya kemampuan dan kapasitas para pihak terkait pengelolaan
kawasan.
-52-

Salah satu indikator keberhasilan pengelolaan adalah kelestarian


sumberdaya yang dikelola. Untuk itu pemantauan dan evaluasi status
sumberdaya perlu dilakukan secara teratur untuk memastikan apakah upaya
pengelolaan yang telah dan akan dilakukan ke depannya sesuai dengan yang
diharapkan. Evaluasi merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk
menilai apakah kegiatan pengelolaan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara yang
dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Evaluasi
berarti juga menemukan/mencari kendala dalam kegiatan pengelolaan,
analisis permasalahan, serta menemukan jalan pemecahannya. Dokumen
hasil pemantauan yang dilakukan di atas merupakan bahan utama evaluasi.
Evaluasi dilaksanakan setiap tahun sekali, yang hasilnya digunakan sebagai
acuan dalam menyusun perencanaan kegiatan pengelolaan KKP pada tahun
berikutnya.
Program kegiatan Rencana Jangka Menengah pengelolaan KKPD TWP
Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya pada periode (5 tahun)
pertama sampai keempat secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
4.2.1 Rencana Jangka Menengah (5 Tahun)
4.2.1.1 Penguatan Kelembagaan
1. Peningkatan sumber daya manusia dalam pengelolaan kawasan
konservasi perairan
a) Pelatihan pengelolaan kawasan konservasi untuk staf pengelola
dan masyarakat;
b) Pelatihan monitoring kesehatan ekosistem pesisir kawasan
konservasi;
c) Studi banding/kunjungan lapang ke kawasan konservasi yang
telah dikelola dengan baik;
d) Penyadartahuan/penyuluhan kepada masyarakat tentang arti
pentingnya kawasan konservasi beserta zonasinya;
e) Pelatihan selam bagi staf pengelola dan masyarakat;
f) Pelatihan pengembangan wisata berkelanjutan di dalam kawasan
konservasi dan menajamen ekowisata.
2. Penatakelolaan kelembagaan
a) Pembentukan unit pengelola KKPD TWP Teluk Moramo dan
Pulau-Pulau Kecil sekitarnya;
b) Sosialisasi unit pengelola TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau
Kecil sekitarnya;
c) Penyusunan profil pengelola dan kawasan konservasi TWP Teluk
Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya;
d) Penyusunan Rencana Kerja Tahunan/Rencana Teknis
Pemanfaatan KKPD TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil
sekitarnya;
e) Penyusunan rencana formasi SDM pengelola TWP Teluk Moramo
dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya;
f) Penyusunan SOP perkantoran dan pengelolaan keuangan;
g) Penyusunan SOP Sarana dan Prasarana;
h) Penyusunan SOP Pengawasan/Patroli Bersama;
-53-

i) Penyusunan SOP Monitoring Biofisik;


j) Penyusunan SOP Monitoring Sosekbud;
k) Penyusunan SOP Monitoring dan Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi.
3. Peningkatan kapasitas infrastruktur
a) Pembangunan bangunan/kantor unit pengelola kawasan
konservasi;
b) Penyediaan sarana penunjang operasional kantor unit pengelola;
c) Pembangunan pondok jaga konservasi;
d) Pembangunan tambat labuh.
4. Penyusunan peraturan pengelolaan kawasan konservasi
a) Penyusunan Peraturan Gubernur tentang Peraturan
Pemanfaatan Kawasan Konservasi;
b) Penyusunan peraturan persyaratan dan tata cara perizinan
pemanfaatan kawasan konservasi;
c) Penyusunan pedoman pelaksanaan/petunjuk teknis
pemanfaatan kawasan konservasi.
5. Pengembangan organisasi/kelembagaan masyarakat
a) Pembentukan kelompok masyarakat kemitraan dalam
pengelolaan kawasan konservasi perairan;
b) Sosialisasi peraturan pemanfaatan kawasan konservasi melalui
pemberdayaan masyarakat kawasan dan sekitarnya;
c) Pelatihan kelompok masyarakat untuk pengawasan dan
rehabilitasi ekosistem pesisir;
d) Penguatan kapasitas pokmaswas melalui pelatihan dan patroli
bersama.
6. Pengembangan kemitraan
a) Sosialisasi program kemitraan pengelolaan kawasan konservasi
perairan oleh unit pengelola kepada masyarakat;
b) Inisiasi kemitraan kepada masyarakat dalam pengelolaan KKPD
TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil sekitarnya;
c) Membangun kerjasama/kemitraan dengan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan Perguruan Tinggi serta pihak-pihak
lainnya melalui MoU atau Perjanjian Kerjasama.
7. Pembentukan Jejaring Kawasan Konservasi Perairan
a) Pertemuan rutin antar pengelola kawasan konservasi baik di
dalam maupun di luar Provinsi Sulawesi Tenggara;
b) Kajian awal inisiasi pembentukan jejaring kawasan konservasi;
c) Pembentukan jejaring kawasan konservasi dalam provinsi
maupun dengan provinsi lain yang memiliki keterkaitan
ekosistem yang ditandai dengan perjanjian jejaring.
8. Pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan
a) Penyusunan rencana anggaran kebutuhan pengelolaan dan
peluang sumber pendanaan berkelanjutan;
b) Pengembangan mekanisme pendanaan berkelanjutan;
-54-

c) Pengkajian dan penerapan pembayaran jasa ekosistem (payment


ecosystem services);
d) Implementasi pungutan/jasa lingkungan dalam kawasan
konservasi;
e) Penyertaan anggaran yang berasal dari desa dan pihak lainnya
dalam pengelolaan kawasan konservasi.
9. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk melihat kesesuaian
pelaksanaan perencanaan khususnya yang tertuang dalam Rencana
Pengelolaan dan Zonasi KKPD TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau
Kecil sekitarnya terhadap arah, tujuan, dan ruang lingkungan yang
menjadi pedoman dalam menyusun perencanaan berikutnya. Hasil
monitoring dan evaluasi juga dapat menjadi masukan atau bahan
pertimbangan dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan-
kebijakan pengelolaan kawasan konservasi perairan kedepannya
untuk menuju tata kelola yang efektif dan berkelanjutan.

4.2.1.2 Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan


1. Perlindungan habitat dan populasi ikan
a) Sosialisasi zona inti KKPD TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau
Kecil sekitarnya kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait;
b) Seminar/penyampaian data dan informasi kondisi ekosistem
pesisir dan sumber daya perikanan dalam kawasan konservasi
perairan;
c) Sosialisasi jenis biota perairan yang dilindungi;
d) Penataan dan pemasangan tanda batas khususnya zona inti yang
merupakan habitat prioritas perlindungan dalam kawasan
konservasi;
e) Perlindungan kawasan tertentu diduga daerah pemijahan;
f) Peningkatan pengawasan melalui kegiatan patroli dan
pemberdayaan masyarakat kawasan konservasi.
2. Rehabilitasi habitat dan populasi ikan
a) Rehabilitasi ekosistem terumbu karang melalui kegiatan
transplantasi karang dan/atau terumbu buatan (artficial reef);
b) Rehabilitasi ekosistem mangrove;
c) Rehabilitasi ekosistem lamun;
d) Pemulihan habitat penting untuk biota perairan tertentu
(Endangered, Threatened, Protected Species).
3. Pendidikan, Penelitian dan pengembangan
a) Pengadaan bahan edukasi dan penyadartahuan (leaflet, poster,
booklet, buku, video/film, papan informasi,dll);
b) Penyediaan website sebagai media informasi dan masukan
terhadap pengelolaan kawasan konservasi;
c) Pendidikan pesisir dan laut bagi siswa SD hingga SMA;
d) Pengadaan sarana dan prasarana penunjang survei atau
monitoring kondisi sumber daya kawasan konservasi;
-55-

e) Pembangunan sarana dan prasarana penelitian dan


pengembangan biota perairan yang dilindungi, langka/terancam
punah atau endemik;
f) Monitoring ekosistem pesisir kawasan (ekosistem terumbu
karang, mangrove dan lamun);
g) Monitoring sosial, ekonomi, dan budaya dalam kawasan
konservasi;
h) Monitoring biota yang dilindungi;
i) Monintoring lokasi pemijahan ikan (Spawning Aggregation
Sites/SPAGS);
j) Kajian daya dukung kawasan terhadap kegiatan pariwisata
dalam KKPD TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil
sekitarnya;
k) Kajian potensi dan daya dukung terhadap perikanan tangkap
dalam KKPD TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil
sekitarnya;
l) Kajian potensi dan daya dukung terhadap perikanan budidaya
dalam KKPD TWP Teluk Moramo dan Pulau-Pulau Kecil
sekitarnya;
m) Kajian pengembangan mata pencaharian alternatif bagi
masyarakat;
n) Kajian kerawanan bencana dalam KKPD TWP Teluk Moramo dan
Pulau-Pulau Kecil sekitarnya;
o) Pengembangan teknologi pengelolaan sumber daya perikanan.
4. Pemanfaatan sumber daya ikan
a) Pengembangan kegiatan perikanan budidaya laut;
b) Pengembangan kegiatan perikanan tangkap dengan teknologi
ramah lingkungan dan efisien;
c) Pengembangan kegiatan perikanan tangkap skala kecil melalui
Pengelolaan Akses Area Perikanan.
5. Pariwisata Alam dan Jasa Lingkungan
a) Identifikasi potensi wisata bahari dalam TWP Teluk Moramo dan
Pulau-Pulau Kecil sekitarnya;
b) Pengembangan kegiatan pariwisata alam dalam kawasan
konservasi;
c) Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
pariwisata dalam kawasan konservasi;
d) Penguatan Promosi wisata dalam kawasan konservasi dan
jaringannya.
6. Pengawasan dan Pengendalian
a) Sosialisasi peraturan pemanfaatan kawasan konservasi;
b) Patroli rutin/reguler;
c) Patroli bersama;
d) Patroli mendadak/insidentil;
e) Pemetaan daerah rawan pelanggaran dan gangguan;
f) Penyusunan mekanisme pelaporan pelanggaran;
g) Penegakan hukum terhadap pelanggaran.
-56-

7. Monitoring dan evaluasi


Monitoring rutin dilakukan ketika program/strategi masih berjalan
dengan tujuan untuk melihat sejauh mana kemajuan pelaksanaan
program tersebut. Sedangkan evaluasi dilakukan di akhir program
atau selesai dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat atau
mengevaluasi efektivitas program yang telah dilaksanakan. Dengan
monitoring dan evaluasi ini dapat memberikan gambaran/informasi
untuk perencanaan dan pelaksanaan program ke depannnya.

4.2.1.3 Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

1. Pengembangan sosial ekonomi masyarakat


a) Inventarisasi/pencatatan hasil penangkapan ikan oleh
masyarakat dan alur pemasaran;
b) Pengembangan jaringan pasar bagi hasil tangkapan nelayan atau
pembudidaya ikan dalam kawasan konservasi;
c) Pelatihan Pengolahan produk perikanan bagi masyarakat;
d) Pelatihan dan pengembangan mata pencaharian alternatif
masyarakat di dalam kawasan konservasi;
e) Fasilitasi bantuan permodalan;
f) Pengembangan koperasi simpan pinjam/serba guna.
2. Pemberdayaan Masyarakat
a) Peningkatan partisipasi masyarakat melalui kegiatan kemitraan
dalam pengelolaan kawasan konservasi;
b) Pertemuan rutin pengelola dengan masyarakat kawasan;
c) Bantuan sarana prasarana kepada masyarakat dalam
menunjang kegiatan pemanfaatan kawasan konservasi dan
pendampingan;
d) Pengembangan BUMDES atau koperasi yang telah ada;
e) Pelibatan masyarakat dalam perencanaan program/kegiatan
dan/atau perumusan kebijakan pengelolaan kawasan
konservasi;
f) Pelibatan masyarakat dalam kampanye dan penyebarluasan
informasi kawasan konservasi.
3. Pelestarian adat dan budaya
a) Identifikasi keberadaan adat, budaya atau kearifan lokal
masyarakat di sekitar kawasan konservasi;
b) Pengembangan kegiatan budaya masyarakat kawasan melalui
kegiatan sosial kemasyarakatan untuk mendukung pengelolaan
kawasan konservasi yang efektif.
4. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi berkaitan dengan pelaksanaan
program/kegiatan dalam strategi penguatan sosial, ekonomi, dan
budaya khususnya masyarakat di sekitar kawasan konservasi.
-57-

Tabel 4.1 Matriks Rencana Pengelolaan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Penguatan 1. Peningkatan 1. Pelatihan APBN/ DKP Prov.
Kelembagaan sumber daya pengelolaan APBD/ Sultra/
Pengelolaan manusia dalam kawasan konservasi Swasta Lembaga
Kawasan pengelolaan untuk staf Pengelola
Konservasi kawasan pengelola dan KKP, Mitra
Perairan konservasi masyarakat
perairan
2. Pelatihan APBN/ DKP Prov.
monitoring APBD/ Sultra/
kesehatan Lainnya Lembaga
ekosistem pesisir Pengelola
kawasan konservasi KKP, Mitra
3. Studi banding/ APBN/ DKP Prov.
kunjungan lapang APBD/ Sultra/
ke kawasan Lainnya Lembaga
konservasi yang Pengelola
telah dikelola KKP, Mitra
dengan baik
4. Penyadartahuan/ APBN/ DKP Prov.
penyuluhan kepada APBD/ Sultra/
masyarakat tentang Lainnya Lembaga
arti pentingnya Pengelola
kawasan konservasi KKP, Mitra
beserta zonasinya
5. Pelatihan selam APBN/ DKP Prov.
bagi staf pengelola APBD Sultra/
dan masyarakat
-58-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Lembaga
Pengelola KKP
6. Pelatihan APBN/ DKP Prov.
pengembangan APBD Sultra/
wisata Lembaga
berkelanjutan di Pengelola
dalam kawasan KKP, Dinas
konservasi dan terkait
menajemen
ekowisata
2. Penatakelolaan 1. Pembentukan unit APBN/ DKP Prov.
kelembagaan pengelola KKPD APBD Sultra,
TWP Teluk Moramo Biro
dan Pulau-Pulau Organisasi
Kecil sekitarnya Setda
Prov.Sultra
2. Sosialisasi unit APBN/ DKP Prov.
pengelola TWP APBD Sultra/
Teluk Moramo dan Lembaga
Pulau-Pulau Kecil Pengelola
sekitarnya KKP
3. Penyusunan profil APBD/ DKP Prov.
pengelola dan Lainnya Sultra/
kawasan konservasi Lembaga
TWP Teluk Moramo Pengelola
dan Pulau-Pulau KKP
Kecil sekitarnya
-59-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4. Penyusunan APBD DKP Prov.
Rencana Kerja Sultra/
Tahunan Lembaga
Pengelolaan TWP Pengelola
Teluk Moramo dan KKP
Pulau-Pulau Kecil
sekitarnya
5. Penyusunan APBD/ DKP Prov.
Rencana Teknis Lainnya Sultra/
Pemanfaatan KKPD Lembaga
TWP Teluk Moramo Pengelola
dan Pulau-Pulau KKP
Kecil sekitarnya
6. Penyusunan APBD DKP Prov.
rencana formasi Sultra/
SDM pengelola TWP Lembaga
Teluk Moramo dan Pengelola
Pulau-Pulau Kecil KKP
sekitarnya
7. Penyusunan SOP APBD DKP Prov.
perkantoran dan Sultra/
pengelolaan Lembaga
keuangan Pengelola
KKP
8. Penyusunan SOP APBD DKP Prov.
Sarana dan Sultra/
Prasarana Lembaga
-60-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Pengelola
KKP
9. Penyusunan SOP APBD DKP Prov.
Pengawasan/Patroli Sultra/
Bersama Lembaga
Pengelola
KKP
10. Penyusunan SOP APBD/ DKP Prov.
Monitoring Biofisik Lainnya Sultra/
Lembaga
Pengelola
KKP,
NGO/LSM
11. Penyusunan SOP APBD/ DKP Prov.
Monitoring Lainnya Sultra/
Sosekbud Lembaga
Pengelola
KKP,
NGO/LSM
12. Penyusunan SOP APBD/ DKP Prov.
Monitoring dan Lainnya Sultra/
Evaluasi Efektivitas Lembaga
Pengelolaan Pengelola
Kawasan Konservasi KKP,
NGO/LSM
1. Pembangunan APBN/ DKP Prov.
bangunan/kantor APBD Sultra/
Lembaga
-61-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3. Peningkatan unit pengelola pengelola
kapasitas kawasan konservasi KKP
infrastruktur 2. Penyediaan sarana APBN/ DKP Prov.
penunjang APBD/ Sultra/
operasional kantor Lainnya Lembaga
unit pengelola pengelola
KKP, Mitra
3. Pembangunan APBN/ DKP Prov.
pondok jaga APBD Sultra/
konservasi Lembaga
pengelola
KKP
4. Pembangunan APBN/ DKP Prov.
tambat labuh APBD Sultra/
Lembaga
pengelola
KKP
4. Penyusunan 1. Penyusunan APBN/ DKP Prov.
peraturan Peraturan APBD/ Sultra/
pengelolaan Gubernur tentang Lainnya Lembaga
kawasan Peraturan pengelola
konservasi Pemanfaatan KKP,
Kawasan NGO/LSM
Konservasi
2. Penyusunan APBN/ DKP Prov.
peraturan APBD Sultra/
persyaratan dan Lembaga
tata cara perizinan
-62-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
pemanfaatan pengelola
kawasan konservasi KKP, Mitra
3. Penyusunan APBN/ DKP Prov.
pedoman APBD sultra/
pelaksanaan/ Lembaga
petunjuk teknis Pengelola
pemanfaatan KKP
kawasan konservasi
5. Pengembangan 1. Pembentukan APBN/ DKP Prov.
organisasi/ kelompok APBD/ Sultra/
kelembagaan masyarakat Lainnya Lembaga
masyarakat kemitraan dalam Pengelola
pengelolaan KKP, Mitra
kawasan konservasi
perairan
2. Sosialisasi APBN/ DKP Prov.
peraturan APBD/ Sultra/
pemanfaatan Lainnya Lembaga
kawasan konservasi Pengelola
melalui KKP, Mitra
pemberdayaan
masyarakat
kawasan dan
sekitarnya
3. Pelatihan kelompok APBN/ DKP Prov.
masyarakat untuk APBD/ Sultra/
pengawasan dan Lainnya Lembaga
rehabilitasi Pengelola
ekosistem pesisir KKP, Dinas
-63-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
terkait,
Perguruan
Tinggi, Mitra
4. Penguatan APBN/ DKP Prov.
kapasitas APBD/ Sultra/
pokmaswas melalui Lainnya Lembaga
pelatihan dan Pengelola,
patroli bersama KKP, Satwas
PSDKP,
Institusi
terkait, Mitra
6. Pengembangan 1. Sosialisasi program APBD DKP Prov.
Kemitraan kemitraan Sultra/
pengelolaan Lembaga
kawasan konservasi Pengelola
perairan oleh unit
pengelola kepada
masyarakat
2. Inisiasi kemitraan APBN/ DKP Prov.
kepada masyarakat APBD/ Sultra/
dalam pengelolaan Lainnya Lembaga
KKPD TWP Teluk Pengelola,
Moramo dan Pulau- Mitra
Pulau Kecil
sekitarnya
-64-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3. Membangun APBN/ DKP Prov.
kerjasama/ APBD/ Sultra/
kemitraan dengan Lainnya Lembaga
Lembaga Swadaya Pengelola,
Masyarakat (LSM) Mitra
dan Perguruan
Tinggi serta pihak-
pihak lainnya
melalui MoU atau
Perjanjian
Kerjasama
7. Pembentukan 1. Pertemuan rutin APBN/ DKP Prov.
Jejaring antar pengelola APBD/ Sultra/
Kawasan kawasan konservasi Lainnya Lembaga
Konservasi baik di dalam Pengelola,
Perairan maupun di luar Dinas terkait,
Provinsi Sulawesi Mitra
Tenggara
2. Kajian awal inisiasi APBN/ DKP Prov.
pembentukan APBD/ Sultra/
jejaring kawasan Lainnya Lembaga
konservasi Pengelola
KKP,
NGO/LSM
3. Pembentukan APBN/ DKP Prov.
jejaring kawasan APBD/ Sultra/
konservasi dalam Lainnya Lembaga
provinsi maupun Pengelola
dengan provinsi lain
-65-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
yang memiliki KKP, Dinas
keterkaitan terkait, Mitra
ekosistem yang
ditandai dengan
perjanjian jejaring
8. Pengembangan 1. Penyusunan APBN/ DKP Prov.
sistem rencana anggaran APBD Sultra/
pendanaan kebutuhan Lembaga
berkelanjutan pengelolaan dan Pengelola
peluang sumber KKP
pendanaan
berkelanjutan
2. Pengembangan APBN/ DKP Prov
mekanisme APBD/ Sultra/
pendanaan Lainnya Lembaga
berkelanjutan Pengelola
KKP, Mitra
3. Pengkajian dan APBN/ DKP Prov.
penerapan APBD/ Sultra/
pembayaran jasa Lainnya Lembaga
ekosistem (payment Pengelola
ecosystem services) KKP, Mitra
4. Implementasi APBD DKP Prov.
pungutan/jasa Sultra/
lingkungan dalam Lembaga
kawasan konservasi Pengelola
KKPD
-66-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
5. Penyertaan APBD/ Lembaga
anggaran yang Lainnya Pengelola
berasal dari desa KKP/
dan pihak lainnya Pemerintah
dalam pengelolaan Desa, Mitra
kawasan konservasi
9. Monitoring dan Monitoring dan evalusi APBN/ KKP, DKP
Evaluasi kelembagaan kawasan APBD Prov. Sultra/
konservasi perairan Lembaga
Pengelola
KKP

2. Penguatan 1. Perlindungan 1. Sosialisasi zona inti APBN/ DKP Prov.


Pengelolaan habitat dan KKPD TWP Teluk APBD/ Sultra/
Sumber Daya populasi ikan Moramo dan Pulau- Lainnya Lembaga
Kawasan Pulau Kecil Pengelola
sekitarnya kepada KKP, Dinas
masyarakat dan terkait, Mitra
pihak-pihak terkait
2. Seminar/ APBN/ DKP Prov.
Diseminasi kondisi APBD/ Sultra/
ekosistem pesisir Lainnya Lembaga
dan sumber daya Pengelola
perikanan dalam KKP, Dinas
kawasan konservasi Terkait,
perairan Perguruan
Tinggi, Mitra
-67-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3. Sosialisasi jenis APBN/ DKP Prov.
biota perairan yang APBD/ Sultra/
dilindungi Lainnya Lembaga
Pengelola
KKP, BPSPL
Makassar,
Dinas
Terkait,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
4. Penataan dan APBN/ DKP Prov.
pemasangan tanda APBD/ Sultra/
batas khususnya Lainnya Lembaga
zona inti yang Pengelola
merupakan habitat KKP,
prioritas NGO/LSM
perlindungan dalam
kawasan konservasi
5. Perlindungan APBN/ DKP Prov.
kawasan tertentu APBD/ Sultra/
diduga daerah Lainnya Lembaga
pemijahan Pengelola
KKP,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
-68-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
6. Peningkatan APBN/ DKP Prov.
pengawasan melalui APBD/ Sultra/
kegiatan patroli dan Lainnya Lembaga
pemberdayaan Pengelola
masyarakat KKP, Dinas/
kawasan konservasi Instansi
terkait, Mitra
2. Rehabilitasi 1. Rehabilitasi APBN/ DKP Prov.
habitat dan ekosistem terumbu APBD/ Sultra/
populasi ikan karang melalui Lainnya Lembaga
kegiatan Pengelola
transplantasi KKP,
karang dan/atau Perguruan
terumbu buatan Tinggi, Mitra
(artficial reef)
2. Rehabilitasi APBN/ DKP Prov.
ekosistem mangrove APBD/ Sultra/
Lainnya Lembaga
Pengelola
KKP,
Perguruan
Tinggi, Mitra
3. Rehabilitasi APBN/ DKP Prov.
ekosistem lamun APBD/ Sultra/
Lainnya Lembaga
Pengelola
KKP,
Perguruan
Tinggi, Mitra
-69-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4. Pemulihan habitat APBN/ DKP Prov.
penting untuk biota APBD/ Sultra/
perairan tertentu Lainnya Lembaga
(Endangered, Pengelola
Threatened, KKP,
Protected Species) Perguruan
Tinggi, Mitra
3. Pendidikan, 1. Pengadaan bahan APBD/ DKP Prov.
Penelitian dan edukasi dan Lainnya Sultra/
pengembangan penyadartahuan Lembaga
(leaflet, poster, Pengelola
booklet, buku, KKP, Mitra
video/film, papan
informasi,dll)
2. Penyediaan website APBD/ DKP Prov.
sebagai media Lainnya Sultra/
informasi dan Lembaga
masukan terhadap Pengelola
pengelolaan KKP,
kawasan konservasi NGO/LSM
3. Pendidikan pesisir APBD/ DKP Prov.
dan laut bagi siswa Lainnya Sultra/
SD hingga SMA Lembaga
Pengelola
KKP, Dinas
terkait,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
-70-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4. Pengadaan sarana APBN/ DKP Prov.
dan prasarana APBD Sultra/
penunjang survei Lembaga
atau monitoring Pengelola
kondisi sumber KKP
daya kawasan
konservasi
5. Pembangunan APBN/ DKP Prov.
sarana dan APBD/ Sultra/
prasarana Lainnya Lembaga
penelitian dan Pengelola
pengembangan KKP
biota perairan yang
dilindungi,
langka/terancam
punah atau
endemik
6. Monitoring APBN/ DKP Prov.
ekosistem pesisir APBD/ Sultra/
kawasan (ekosistem Lainnya Lembaga
terumbu karang, Pengelola
mangrove dan KKP, BPSPL
lamun) Makassar
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
7. Monitoring sosial, APBN/ DKP Prov.
ekonomi, dan APBD/ Sultra/
Lainnya Lembaga
-71-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
budaya dalam Pengelola
kawasan konservasi KKP,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
8. Monitoring biota APBN/ DKP Prov.
laut yang dilindungi APBD/ Sultra/
Lainnya Lembaga
Pengelola
KKP, BPSPL
Makassar
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
9. Monintoring lokasi APBN/ DKP Prov.
pemijahan ikan APBD/ Sultra/
(Spawning Lainnya Lembaga
Aggregation Pengelola
Sites/SPAGS) KKP, BPSPL
Makassar
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
10. Kajian daya dukung APBN/ DKP Prov.
kawasan terhadap APBD/ Sultra/
kegiatan pariwisata Lainnya Lembaga
dalam KKPD TWP Pengelola
Teluk Moramo dan KKP, Dinas
terkait,
-72-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Pulau-Pulau Kecil Perguruan
sekitarnya Tinggi,
NGO/LSM
11. Kajian potensi dan APBN/ DKP Prov.
daya dukung APBD/ Sultra/
terhadap perikanan Lainnya Lembaga
tangkap dalam Pengelola
KKPD TWP Teluk KKP,
Moramo dan Pulau- Perguruan
Pulau Kecil Tinggi,
sekitarnya NGO/LSM
12. Kajian potensi dan APBN/ DKP Prov.
daya dukung APBD/ Sultra/
terhadap perikanan Lainnya Lembaga
budidaya dalam Pengelola
KKPD TWP Teluk KKP,
Moramo dan Pulau- Perguruan
Pulau Kecil Tinggi,
sekitarnya NGO/LSM
13. Kajian APBN/ DKP Prov.
pengembangan APBD/ Sultra/
mata pencaharian Lainnya Lembaga
alternatif bagi Pengelola
masyarakat KKP,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
-73-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
14. Kajian kerawanan APBN/ DKP Prov.
bencana dalam APBD/ Sultra/
KKPD TWP Teluk Lainnya Lembaga
Moramo dan Pulau- Pengelola
Pulau Kecil KKP, Dinas
sekitarnya terkait,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
15. Pengembangan APBN/ DKP Prov.
teknologi APBD/ Sultra/
pengelolaan sumber Lainnya Lembaga
daya perikanan Pengelola
KKP, Dinas
terkait,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
4. Pemanfaatan 1. Pengembangan APBN/ DKP Prov
sumber daya kegiatan perikanan APBD/ Sultra/
ikan budidaya laut Lainnya Lembaga
Pengelola
KKP, Mitra

2. Pengembangan APBN/ DKP Prov


kegiatan perikanan APBD/ Sultra/
tangkap dengan Lainnya Lembaga
teknologi ramah Pengelola
KKP, Mitra
-74-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
lingkungan dan
efisien
3. Pengembangan APBN/ DKP Prov
kegiatan perikanan APBD/ Sultra/
tangkap skala kecil Lainnya Lembaga
melalui Pengelolaan Pengelola
Akses Area KKP,
Perikanan (PAAP) NGO/LSM
5. Pariwisata 1. Identifikasi potensi APBN/ DKP Prov.
Alam dan Jasa wisata bahari dalam APBD/ Sultra/
Lingkungan TWP Teluk Moramo Lainnya Lembaga
dan Pulau-Pulau Pengelola
Kecil sekitarnya KKP, Dinas
terkait,
Perguruan
Tinggi, Mitra
2. Pengembangan APBN/ DKP Prov.
kegiatan pariwisata APBD/ Sultra/
alam dalam Lainnya Lembaga
kawasan konservasi Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
3. Peningkatan sarana APBN/ DKP Prov.
dan prasarana APBD/ Sultra/
penunjang kegiatan Lainnya Lembaga
pariwisata dalam Pengelola
kawasan konservasi KKP, Dinas
terkait, Mitra
-75-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4. Penguatan Promosi APBN/ DKP Prov.
wisata dalam APBD/ Sultra/
kawasan konservasi Lainnya Lembaga
dan jaringannya Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
6. Pengawasan 1. Sosialisasi APBN/ DKP Prov.
dan peraturan APBD/ Sultra/
Pengendalian pemanfaatan Lainnya Lembaga
kawasan konservasi Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
2. Patroli rutin/reguler APBD DKP Prov.
Sultra/
Lembaga
Pengelola
KKP
3. Patroli bersama APBN/ DKP Prov.
APBD/ Sultra/
Lainnya Lembaga
Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
4. Patroli mendadak/ APBD/ DKP Prov.
insidentil Lainnya Sultra/
Lembaga
Pengelola
-76-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
KKP, Dinas
terkait, Mitra
5. Pemetaan daerah APBD/ DKP Prov
rawan pelanggaran Lainnya Sultra/
dan gangguan Lembaga
Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
6. Penyusunan APBD/ DKP Prov
mekanisme Lainnya Sultra/
pelaporan Lembaga
pelanggaran Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
7. Penegakan hukum APBD/ DKP Prov.
terhadap Lainnya Sultra/
pelanggaran Lembaga
Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
7. Monitoring dan Monitoring dan APBN/ KKP, DKP
evaluasi Evaluasi Pengelolaan APBD Prov. Sultra/
sumber daya kawasan Lembaga
Pengelola
KKP
-77-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3. Penguatan 1. Pengembangan 1. Inventarisasi/ APBN/ DKP Prov.
Sosial, sosial ekonomi pencatatan hasil APBD/ Sultra/
Ekonomi, dan masyarakat penangkapan ikan Lainnya Lembaga
Budaya oleh masyarakat Pengelola
dan alur pemasaran KKP, Dinas
terkait,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
2. Pengembangan APBN/ DKP Prov
jaringan pasar bagi APBD/ Sultra/
hasil tangkapan Lainnya Lembaga
nelayan atau Pengelola
pembudidaya ikan KKP, Dinas
dalam kawasan terkait,
konservasi Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
3. Pelatihan APBD/ DKP Prov.
Pengolahan produk Lainnya Sultra/
perikanan bagi Lembaga
masyarakat Pengelola
KKP, Dinas
terkait,
Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
-78-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4. Pelatihan dan APBN/ DKP Prov.
pengembangan APBD/ Sultra/
mata pencaharian Lainnya Lembaga
alternatif Pengelola
masyarakat di KKP, Dinas
dalam kawasan terkait,
konservasi Perguruan
Tinggi,
NGO/LSM
5. Fasilitasi bantuan APBN/ DKP Prov.
permodalan APBD/ Sultra/
Lainnya Lembaga
Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
6. Pengembangan APBD/ DKP Prov.
koperasi simpan Lainnya Sultra/
pinjam/serba guna Lembaga
Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
2. Pemberdayaan 1. Peningkatan APBN/ DKP Prov.
Masyarakat partisipasi APBD/ Sultra/
masyarakat melalui Lainnya Lembaga
kegiatan kemitraan Pengelola
dalam pengelolaan KKP,
kawasan konservasi NGO/LSM,
Mitra
-79-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
2. Pertemuan rutin APBD/ DKP Prov.
pengelola dengan Lainnya Sultra/
masyarakat kawasan Lembaga
Pengelola
KKP,
NGO/LSM
3. Bantuan sarana APBN/ KKP, DKP
prasarana kepada APBD/ Prov. Sultra/
masyarakat dalam Lainnya Lembaga
menunjang kegiatan Pengelola
pemanfaatan KKP, Dinas
kawasan konservasi terkait, Mitra
dan pendampingan
4. Pengembangan APBN/ DKP Prov.
BUMDES atau APBD/ Sultra/
koperasi yang telah Lainnya Lembaga
ada Pengelola
KKP, Dinas
terkait, Mitra
5. Pelibatan APBD DKP Prov.
masyarakat dalam Sultra/
perencanaan Lembaga
program/kegiatan Pengelola
dan/atau KKP
perumusan
kebijakan
pengelolaan
kawasan konservasi
-80-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
6. Pelibatan APBN/ DKP Prov.
masyarakat dalam APBD/ Sultra/
kampanye dan Lainnya Lembaga
penyebarluasan Pengelola
informasi kawasan KKP,
konservasi Perguruan
Tinggi, Dinas
terkait,
NGO/LSM
3. Pelestarian 1. Identifikasi APBN/ DKP Prov.
adat dan keberadaan adat, APBD/ Sultra/
budaya budaya atau Lainnya Lembaga
kearifan lokal Pengelola
masyarakat di KKP,
sekitar kawasan Perguruan
konservasi Tinggi,
NGO/LSM
2. Pengembangan APBN/ DKP Prov.
kegiatan budaya APBD/ Sultra/
masyarakat kawasan Lainnya Lembaga
melalui kegiatan Pengelola
sosial KKP, Dinas
kemasyarakatan terkait,
untuk mendukung NGO/LSM
pengelolaan
kawasan konservasi
yang efektif
-81-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksana 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4. Monitoring dan Monitoring dan APBN/ KKP, DKP
Evaluasi Evaluasi Penguatan APBD/ Prov. Sultra/
Sosial, Ekonomi, dan Lembaga
Budaya Kawasan Pengelola
Konservasi Perairan KKP
-82-

BAB V
PENUTUP

Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) Kawasan Konservasi Perairan


Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara (TWP Teluk Moramo dan Pulau-
Pulau Kecil Sekitarnya) Tahun 2020 – 2040 merupakan dokumen yang
memuat kebijakan pengelolaan kawasan konservasi tersebut yang meliputi
visi dan misi, tujuan dan sasaran pengelolaan, serta strategi pengelolaan
kawasan konservasi. Kebijakan tersebut dijabarkan lebih lanjut melalui
program atau kegiatan yang dilaksanakan secara periodik (5 Tahun). Program
dalam pengelolaan kawasan konservasi diharapkan dapat mewujudkan
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dan memberikan dampak positif
terhadap keberlangsungan sumber daya perikanan, termasuk sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat sekitar kawasan. Dokumen Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi merupakan acuan untuk
menyusun rencana kerja tahunan oleh Satuan Organisasi Unit Pengelola
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Rencana Pengelolaan dan Zonasi ini selama 20 Tahun yang terdiri atas
Rencana Jangka Panjang dan Rencana Jangka Menengah (5 Tahun). Oleh
karenanya, penyusunan dokumen RPZ dilakukan secara partisipatif dengan
memperhatikan kondisi ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya serta
masukan/tanggapan dari berbagai pihak-pihak terkait. Untuk itu,
diharapkan RPZ KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara ini dapat dipedomani oleh
semua pihak termasuk masyarakat yang berada di sekitar kawasan
konservasi.
Mengingat pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara bersifat dinamis dan adaptif, maka RPZ Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilakukan
peninjauan kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Namun demikian,
peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan strategis seperti
bencana skala besar, perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan
dengan undang-undang, perubahan batas wilayah Kabupaten Konawe,
Konawe selatan dan Kota Kendari yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan, dan/atau apabila terjadi perubahan Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi
Tenggara dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe, Konawe
Selatan dan Kota Kendari.

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA,

ALI MAZI
-83-

LAMPIRAN II : KEPUTUSAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA


NOMOR : 286 TAHUN 2020
TANGGAL : 12 – 5 - 2020

RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN WISATA PERAIRAN


PULAU WAWONII DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2020 - 2040

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan salah satu kabupaten yang
berada di Provinsi Sulawesi Tengggara yang memiliki luas wilayah 70.823,3
Hektar. Secara geografis Kabupaten Konawe Kepulauan terletak sebelah
utara dan Timur berbatasan dengan Laut Banda, sedangkan Sebelah Barat
dan Selatan berbatasan dengan Selat Wawonii (BPS, 2018). Untuk menuju
Kabupaten Konawe Kepulauan dapat diakses melalui akses laut yaitu dengan
menggunakan kapal fery, maupun kapal kayu dari Kota Kendari.
Kabupaten Konawe Kepulauan terbagi atas 7 kecamatan dengan
jumlah penduduk 33.212 jiwa yang terdiri atas 16.628 jiwa penjududuk laki-
laki dan 16.584 jiwa penduduk perempuan, wilayah kecamatan yang terdapat
di Kabupaten Konawe Kepulauan adalah Wawonii Barat, Wawonii Utara,
Wawonii Timur Laut, Wawonii Timur, Wawonii Tenggara, Wawonii Selatan,
dan Wawonii Tengah (BPS 2018).
Kabupaten Konawe Kepulauan memiliki tiga ekosistem pesisir penting
yaitu terumbu karang, mangrove dan lamun yang merupakan habitat dari
sumber daya ikan, ketiga ekosistem tersebut memiliki nilai penting dari aspek
ekologi, ekonomi, sosial dan juga budaya. Luas terumbu karang di Kabupaten
Konawe Kepulauan 4.315,06 hektar, dan mangrove 1.829,9 hektar (BIG,
2016).
Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi, Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara Telah mencadangkan Kawasan Konservasi
Perairan (KKP) Pulau Wawonii dengan Luas 28.340 hektar melalui Surat
Keputusan Gubernur Nomor 725 Tahun 2016 Tentang Pencadangan
Kawasan Konservasi Perairan Pulau Wawonii di Provinsi Sulawesi Tenggara
dengan tipe kawasan sebagai Taman Wisata Perairan (TWP).
Kawasan Konservasi Perairan Taman Wisata Perairan (KKP TWP) Pulau
Wawonii mencakup beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Konawe
Kepulauan yaitu Kecamatan Wawonii Barat, Kecamatan Wawonii Utara, dan
Kecamatan Wawonii Timur Laut. Berdasarkan hasil pemodelan konektivitas
larva TWP Pulau Wawonii memiliki sifat self-replenisment sehingga akan
sangat rentang terhadap gangguan yang masuk.
Pemanfaatan potensi yang ada di ketiga kecamatan tersebut hingga
saat ini belum optimal. Kawasan wisata pantai dan wisata bahari pada ketiga
ekosistem pesisir belum dikelola dengan maksimal disebabkan salah
-84-

satunya sarana dan prasarana yang ada belum memadai. Meskipun


demikian, pemerintah daerah dan masyarakat setempat secara perlahan
mulai menyadari potensi yang dimiliki dan telah mendukung dan berusaha
untuk memberikan fasilitas dan pelayanan yang maksimal. Hal ini terlihat
pada wisata Pantai Kampa yang berada di Kecamatan Wawonii Barat yang
semakin hari semakin baik pengelolaannya.

B. Tujuan
Tujuan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata Perairan (TWP)
Pulau Wawonii adalah sebagai acuan dan panduan dalam:
1. Pelaksanaan program dan kegiatan;
2. Perlindungan dan pelestarian kawasan beserta sumberdayanya;
3. Pemanfaatan kawasan sesuai dengan zonasinya;
4. Pengembangan wisata berbasis konservasi; dan
5. Mengevaluasi efektivitas pengelolaan kawasan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata
Perairan (TWP) Pulau Wawonii adalah sebagai berikut :
1. Potensi dan Permasalahan meliputi kondisi biofisik, social, ekonomi
budaya dan permasalahan yang terkait dengan pengelolaan TWP Pulau
Wawonii.
2. Penataan Zonasi kawasan meliputi penetapan zonasi dan aturan yang
berlaku dalam zonasi.
3. Rencana pengelolaan meliputi rencana jangka panjang (20 Tahun),
rencana jangka menengah (5 Tahunan) dan rencana kerja tahunan.
-85-

BAB II
POTENSI DAN PERMASALAHAN

A. Potensi Ekologi
1. Ekosistem Terumbu Karang
Persentase kondisi tutupan karang hidup yang teramati berkisar
2,0-54 % atau dari kondisi buruk sampai dengan baik, kondisi ini
menunjukkan adanya perbedaan antar lokasi pengamatan, hal tersebut
disebabkan oleh aktifitas masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya
kelautan dan perikanan yang masih menggunakan alat bantu
penangkapan yang bersifat merusak. Terumbu karang yang memiliki
kondisi sedang sampai dengan baik ditemukan pada dua lokasi yaitu Desa
Labeau Kecamatan Wawonii Utara dan Desa Noko Kecamatan Wawonii
Timur Laut ditemukan pada kedalaman 4 meter. Sedangkan lima lokasi
lainnya ditemukan ekosistem terumbu karang dengan kategori rusak
dengan nilai persentase yaitu pada Desa Langara Bajo (2,0%, 9,0% dan
15,5%), Desa Wawolaa (6,5%) dan Pantai Kampa (23,5%).
Persentase/kondisi tutupan karang hidup dalam kawasan konservasi
disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Kondisi Terumbu Karang TWP Pulau Wawonii


Koordinat Kondisi
Kedalaman Keterangan
No. Stasiun Tutupan Kategori
Bujur Lintang (m) Lokasi
(%)
1 TK 122.967857 -4.011214 6 2.0 Rusak Tanjung
WWNI Batu/Wawonii
001 Barat
2 TK 122.973137 -3.975796 3 9.0 Rusak Wawonii Barat
WWNI
002
3 TK 123.020485 -3.975941 4 15.5 Rusak Dekat Pantai
WWNI Kampa
003
4 TK 123.068366 -4.004418 3 6.5 Rusak Wawonii Utara
WWNI
004
5 TK 123.10152 -4.018699 6 23.5 Rusak Wawonii Utara
WWNI
005
6 TK 123.147633 -4.008143 4 49.5 Sedang Labeau/Wawonii
WWNI Utara
006
7 TK 007 123.215182 -4.017193 4 54.0 Baik Noko/Wawonii
Timur Laut

2. Ekosistem Mangrove
Berdasarkan pengamatan kondisi tutupan mangrove di Kabupaten
Konawe Kepulauan menunjukkan masih dalam kategori yang cukup baik.
Hal tersebut ditunjukkan dari rata-rata persentase tutupan kanopi
-86-

komunitas yang termasuk dalam kategori sedang yakni 72,06%. Begitu


juga dengan kondisi vegetasi mangrove dimana rata-rata nilai kerapatan
mangrove mencapai 2.167 individu/ha dan termasuk kategori padat.
Kondisi tutupan mangrove dengan kategori sedang ditemukan di
tiga lokasi yaitu Desa Langara (73,63 %), Desa Watuondo (68,37%), dan
Desa Ladianta (50,10 %). Sedangkan dua lokasi lainnya ditemukan dalam
kategori baik yaitu berada pada Desa Palingi Induk (83,13%), dan Desa
Palingi Timur (78,10%).
Kondisi vegetasi dengan kategori sedang terdapat 3 lokasi yaitu
Desa Palingi Induk (1300 batang/ha), Desa Watuondo (1250 batang/ha),
dan Desa Ladianta (1433 batang/ha). Sedangkan dua lokasi lainnya
ditemukan dalam kategori padat berada di Desa Palingi Timur (2850
batang/ha) dan Desa Langara (4000 batang/ha). Mangrove dominan yang
ditemukan dalam TWP Pulau Wawonii adalah Rhizophora stylosa,
Bruguiera gymnorizha, Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba.

Tabel 2. Kondisi Hutan Mangrove TWP Pulau Wawonii


Keterangan
Kondisi Tutupan (%) Vegetasi
Lokasi
Stasiun Koordinat Substrat
% Std. Kerapatan
Kriteria Kriteria
Cover dev. (phn/ha)
MG S : 04° 00′ 18,0″ Pasir 73.63 8.52 Sedang 4000 Padat Tanjung
WWNI E : 122° 59′ 50,3″ Batu
01
MG S : 04° 00′ 41,8″ Pasir 83.13 3.470 Baik 1300 Sedang Palingi
WWNI E : 123° 08′ 43,9″ berlumpur Induk
02
MG S : 04° 00′ 38,4″ Lumpur 78.10 7.48 Baik 2850 Padat Palingi
WWNI E : 123° 09′ 52,1″ berpasir Timur
03
MG S : 04° 00′ 35,4″ Pasir 68.37 9.55 Sedang 1250 Sedang Watuondo
WWNI E : 123° 11′ 15,7″
04
MG S : 04° 01′ 58,6″ Pasir 57.10 16.34 Sedang 1433 Sedang Ladianta
WWNI E : 123° 13′ 31,6″ berbatu
05

3. Ekosistem Padang Lamun


Secara umum keberadaan lamun di Kabupaten Wawonii Kepulauan
dapat dijumpai disepanjang pesisir utara Pulau Wawonii. Jenis lamun
yang ada di kabupaten Konawe Kepulauan terdapat lima species yaitu
Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium,
Halophila minor, dan Holodule uninervis.
Kondisi lamun pada perairan Kabupaten Wawonii Kepulauan berada
pada status kaya atau sehat, dimana 4 dari 6 stasiun monitoring memiliki
persentase penutupan berkisar antara 63.3 % - 86.7 % yang berada di
Desa Langara (63.3%), Desa Lansilowo (68,3%), Desa Palingi (86,7%), dan
Desa Purauu (81,7%), sedangkan hanya 2 lokasi lainnya memiliki kondisi
lamun kurang kaya atau kurang sehat berada di Tanjung Langara (48,3%)
dan di Pantai Kampa (53,3%).
-87-

Tabel 3. Kondisi Padang Lamun TWP Pulau Wawonii Tahun 2018

Kedalaman Cover Kategori


No Stasiun Koordinat Substrat
(m) (%) Tutupan

1 LM S 04o 00' 10.7'' ±1 65 Padat Pasir kasar,


WWNI E 122o 59' 40.2'' Pasir bercampur
01 pecahan karang
mati
2 LM S 03o 58' 45.4'' ±1 48.33 Cukup Pasir kasar,
WWNI E 123o 00' 29.6'' Padat Pasir bercampur
02 pecahan karang
mati
3 LM S 03o 59' 22.0'' ±1 53.33 Padat Pasir kasar
WWNI E 123o 02' 21.7''
03
4 LM S 04o 01' 04.1'' ± 0,5 68.33 Padat Lumpur berpasir
WWNI E 123o 07' 13.9''
04
5 LM S 04o 00' 35.4'' ± 0,15 86.66 Sangat Pasir kasar
WWNI E 123o 09' 00.7' Padat
05
6 LM S 04o 02' 51.6'' ±1 81.66 Sangat Pasir berlumpur
WWNI E 123o 14' 20.4'' Padat
06

4. Sumber Daya Ikan


Berdasarkan pemantauan kondisi sumber daya ikan di dalam TWP
Pulau Wawonii menunjukkan kondisi kelimpahan dan juga biomassa
yang berbeda pada setian stasiun dengan range kelimpahan 35-618
individu/500m², sedangkan biomassa ikan 21-897,6 kg/hektar.
Pengamatan ikan ini dilakukan pada lokasi yang sama dengan lokasi
pengamatan terumbu karang yaitu Desa Langara Bajo dengan
kelimpahan ikan 128, 616, dan 618 individu/500m², sedangkan untuk
biomassa ikan 69.4, 393.0, 387.1 kg/hektar, Desa Wawolaa dengan
kelimpahan ikan 146 individu/500m² dan biomassa ikan 34.4 kg/hektar,
Pantai Kampa dengan kelimpahan ikan 302 individu/500m² dan 897,6
kg/hektar, Desa Palingi 35 individu/500m² dan biomassa ikan 25,2
kg/hektar sedangkan Desa Noko dengan kelimpahan ikan 50
individu/500m² dan biomassa ikan 21.0 kg/hektar.

Gambar 1. Kondisi Sumber Daya Ikan TPW Pulau Wawonii Tahun 2018
-88-

Berdasarkan hasil taging, TWP Pulau Wawonii juga merupkan


daerah yang menjadi jalur migrasi penyu, data ini didukung dengan
adanya informasi dari masyarakat bahwa salah satu pantai yang ada di
dalam TPW Pulau Wawonii yaitu pantai kampa sering dijadikan penyu
sebagai tembat bertelur. Selain itu TWP Pulau Wawonii juga diindikasikan
sebagai jalur migrasi dugong yang ditandai dengan informasi dan
dokumentasi dari masyarakat bahwa dugong sering muncul dan pernah
terdampar disalah satu pantai yang terdapat di dalam TWP Pulau
Wawonii.

B. Kualitas Perairan
Kualitas air secara umum merupakan suatu ukuran kondisi air dilihat
dari karakteristik fisik, kimiawi, dan biologisnya (Diersing dan Nancy, 2009).
Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan
biota air dan manusia. Secara khusus, untuk perairan laut, kualitas air
seringkali menjadi ukuran standar terhadap kondisi kesehatan dan/atau
kualitas ekosistem perairan laut tersebut. Kondisi air bervariasi seiring waktu
tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Air terikat erat dengan kondisi
ekologi setempat sehingga kualitas air termasuk suatu subjek yang sangat
kompleks dalam ilmu lingkungan. Aktivitas industri seperti manufaktur,
pertambangan, konstruksi, dan transportasi merupakan penyebab utama
pencemaran air, juga limpasan permukaan dari pertanian dan perkotaan
dan/atau pemukiman.
Kualitas air yang diukur dalam penyusunan dokumen KKP TWP Pulau
Wawonii berdasarkan Pedoman Umum (Pedum) adalah parameter fisika
(suhu, kecerahan, kecepatan arus); parameter kimia (salinitas, pH, oksigen
terlarut (DO), BOD, COD, Nitrat, Fosfat), dan parameter biologi (klorofil dan
plankton). Sebagai acuan dalam menentukan atau mengatur pengelolaan
kawasan TWP Pulau Wawonii, maka varibilitas kualitas air di kawasan
konservasi yang dimaksud juga sangat perlu untuk diketahui. Olehnya itu,
survei lapangan pengambilan data kualitas air di kawasan TWP Pulau
Wawonii dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Selain pengukuran
di lapangan langsung, analisis laboratorium juga dilakukan guna
menentukan kualitas beberapa parameter perairan yang tidak dapat
dilakukan pengukuran secara langsung di lapangan. Di sepanjang kawasan
TWP Pulau Wawonii, total terdapat sepuluh (10) titik yang dijadikan sebagai
lokasi pengambilan sampel kualitas air. Lokasi-lokasi pengambilan sampel
kualitas air dan titik koordinatnya serta nilai kualitas airnya disajikan pada
Tabel 4.
-89-

Tabel 4. Parameter kualitas air di wilayah TWP Pulau Wawonii


Stasiun/Lokasi
Parameter Iga Tanjung Pantai Perairan Perairan Tanjung Perairan Tanjung Perairan Tanjung
Menui Palia Kampa Kampa Orea Maluma Labeau Palingi Mawa Noko
Suhu (°C) 31 29 32 31 31 30 31 30 30 31
Salinitas (ppt) 32 29 32 33 35 35 33 34 32 32
pH 8.2 8.1 8.2 8.3 8.2 8.2 8.1 8.1 8.1 8.1
Kec. Arus 0.20 0.16 0.28 0.41 0.48 0.53 0.52 0.68 0.52 0.70
(m/det.)
Kecerahan (m) 100% 100% 100% 100% 100% 100% 5.995 m 100% 18.29 m 21.75 m
(1.93 m) (13.23 m) (10.81 m) (18.62 m) (4.40 m) (8.30 m) (8.95 m)

DO (mg/l) 8.1 7.8 7.6 7.2 6.8 7.6 7.7 7.3 7.5 7.1
BOD (mg/l 16.1 13.8 11.5 12.3 13.1 12.4 8.8 10.9 12.9 15.2
COD (mg/l) 26.1 27.45 28.8 26.95 25.1 24.68 18.7 21.9 25.12 26.9
Nitrat (mg/I) 0.075 0.0815 0.088 0.0895 0.091 0.0828 0.077 0.084 0.069 0.016
Fosfat (mg/I) 0.008 0.005 0.002 0.0015 0.001 0.003 0.001 0.001 0.003 0.002
Klorofil (mg/I) 1.99 2.9 3.81 5.23 6.65 4.09 3.94 5.29 4.53 6.28
-90-

1. Arus
Arus laut merupakan suatu pergerakan massa air secara vertikal
serta juga horizontal sehingga menuju suatu keseimbangannya. Arus
dapat disebabkan oleh tipuan angin atau juga perbedaan densitas
ataupun pergerakan gelombang panjang. Selain itu, pergerakan arus
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: arah angin, pasang surut,
perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus
Ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwelling dan downwelling
(Wyrtki 1961). Hasil survei kecepatan arus laut bervariasi antara satu
lokasi perairan dengan perairan lainnya di sepanjang kawasan TWP Pulau
Wawonii (Gambar 2).

0.8
0.7
0.6
Kecepatan Arus (m/det.)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Gambar 2. Variasi Kecepatan Arus di Beberapa Lokasi Survei pada


Kawasan TWP Pulau Wawonii

Secara umum, kecepatan arus di sepanjang kawasan TWP Pulau


Wawonii tergolong cepat. Kecepatan arus di kawasan ini berkisar
0,16 - 0,7 m/det, terendah terdapat di perairan tanjung Palia dan tertinggi
terdapat di Perairan Tanjung Noko. Hal ini didukung oleh letak pesisir
kawasan KKPD yang terbuka. Tepat di depan pesisir kawasan ini adalah
perairan laut terbuka (Laut Banda). Sesuai dengan letaknya, pola arus di
perairan kawasan TWP Pulau Wawonii di pengaruhi oleh massa air dari
Laut Banda. Berbeda dengan perairan laut lain yang tertutup ataupun
semi tertutup, dengan kecepatan arusnya lebih lambat. Selain itu,
banyaknya tanjung di sepanjang kawasan KKPD juga menjadi sebab
arusnya tergolong cepat.
Pada musim-musim tertentu, arus di sepanjang kawasan ini dapat
menjadi lebih kencang yang dipengaruhi oleh angin laut dan gelombang.
Pada musim-musim tersebut peluang untuk terjadinya abrasi di bibir
pantai sangat tinggi. Meskipun demikian, terdapatnya vegetasi
mangrove di beberapa titik pesisir kawasan KKPD dapat meredam
pengaruh arus dan gelombang pada musim-musim tersebut. Olehnya
itu, perlindungan ekosistem pesisir terutama ekosistem mangrove di
-91-

sepanjang kawasan TWP Pulau Wawonii sangat perlu, sehingga peuang-


peluang abrasi di pada musim-musim tertentu dapat dicegah. Nilai
kecepatan arus tersebut juga masih memenuhi baku mutu kisaran
kecepatan arus peruntukan kehidupan biota maupun terumbu karang.
Hal ini ditunjukkan oleh masih banyaknya spot-spot ekosistem terumbu
karang dengan biomassa ikan-ikan target yang tergolong tinggi di
sepanjang kawasan TWP Pulau Wawonii.

2. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang
vital yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi didalam
kisaran suhu yang relative sempit biasanya antara 0-40°C, meskipun
demikian bebarapa beberapa ganggang hijau biru mampu mentolerir
suhu sampai 85°C. Selain itu, suhu juga sangat penting bagi kehidupan
organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas
maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu,
tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang
terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu
terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap
perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang
toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm.
Pengukuran suhu di lokasi TWP Pulau Wawonii diperoleh suhu
yang fluktuasinya tidak signifikan yaitu berkisar 29-31˚C dengan rata-rata
suhu perairan 30˚C. Dari 9 titik pengamatan variasi suhu yang dipeoleh
di lokasi pengamatan berbeda-beda, nilai suhu tertinggi diperoleh di
Pantai Kampa (32˚C) dan terendah di Tanjung Palia (29˚C) (Gambar 3).

Gambar 3. Sebaran Nilai Suhu di wilayah perairan KKPD


TWP Pulau Wawonii
Secara umum hasil pengukuran suhu sangat dipengaruhi oleh
waktu, kondisi cuaca maupun kedalaman perairan yang mempengaruhi
sebaran suhu di perairan. Kisaran suhu di perairan rencana TWP Pulau
Wawonii yaitu antara 29 - 31˚C. Hasil pengukuran suhu di perairan ini
-92-

masih memenuhi baku mutu kisaran suhu yang optimal untuk


kehidupan biota laut, wisata bahari maupun pelabuhan. Terjadinya
penurunan suhu di Tanjung Palia mencapai 29OC. disebabkan oleh
penyinaran matahari yang kurang optimal saat waktu pengukuran
dilakukan karena terhalang awan.
3. Derajat Keasaman (pH)
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar
untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami
akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini
dapat menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 yang
dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di
Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5.
Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota
laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung
adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi
produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas
zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai
alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali. Pengambilan
data pH perairan dilakukan pada 9 titik berbeda yang dianggap mewakili
keseluruhan kawasan perairan laut rencana TWP Pulau Wawonii. Nilai pH
pada keseluruhan titik tersebut menunjukan angka yang relatif sama
yakni 8 (Gambar 4).

Gambar 4. Sebaran nilai pH di Perairan KKPD TWP Pulau Wawonii

Pengambilan data pH perairan dilakukan pada 9 titik berbeda yang


dianggap mewakili keseluruhan kawasan perairan laut KKPD Kabupaten
Konawe Kepulauan. Nilai pH yang diperoleh tersebut merupakan kondisi
umum perairan laut di daerah tropis. Kisaran pH tersebut masih
memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Tidak ada perbedaan pola
sebaran pH yang mencolok di perairan ini. Kondisi pH baik di dekat muara
sungai maupun di perairan lepas memiliki nilai pH yang hampir sama.
Kisaran pH ini memungkinkan peruntukan kehidupan biota Laut, wisata
bahari maupun pelabuhan.
-93-

4. Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat garam yang terlarut


dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan 0/00 (per mil, gram
perliter). Di perairan samudera, salinitas berkisar antara 340/00 –
350/00. Tidak semua organisme laut dapat hidup di air dengan
konsentrasi garam yang berbeda. Nilai kadar salinitas suatu badan air
berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air media
internal maupun eksternal. Perubahan nilai kadar salinitas air akan
menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Nilai kadar salinitas air
termasuk ke dalam kelompok masking faktor, yaitu faktor-faktor yang
dapat memodifikasi pengaruh faktor lingkungan lain menjadi suatu
kesatuan sehingga dapat merubah tekanan osmotik air melalui suatu
mekanisme pengaturan tubuh organisme laut.
Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang
mempengaruhi proses biologi dan secara langsung mempengaruhi
kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan,
jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya
kelangsungan hidup.

Gambar 5. Sebaran Nilai Salinitas di Perairan KKPD TWP Pulau Wawonii

Pengambilan data salinitas perairan dilakukan pada 9 titik berbeda


dengan dasar ketermewakilan keseluruhan kawasan perairan KKPD
Kabupaten Konawe Kepulauan. Kisaran salinitas perairan yang diperoleh
adalah antara 29– 35 ppt dengan rata-rata salinitas 32,7 ppt. Nilai
salinitas tertinggi yakni 35 ppt berada pada dua titik yaitu Perairan Orea
(35 ppt) dan Tanjung Maluma (35 ppt) dan salinitas terendah berada pada
titik 2 yaitu Tanjung Palia (28 ppt) (Gambar 5). Kondisi salinitas di
Perairan TWP Pulau Wawonii masih dalam kondisi normal/alami sesuai
dengan lokasi pengambilan sampelnya. Kisaran salinitas ini masih sesuai
bagi peruntukan kehidupan biota laut, wisata bahari, pelabuhan dan
kriteria peruntukan lainnya.
-94-

5. Kecerahan

Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan


kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman
tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat
kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor
penting bagi proses fotosintesa dan produksi primer dalam suatu
perairan.
Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu memijah dan pada larva.
Jumlah cahaya yang tersedia dapat mempengaruhi waktu kematangan
ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hidup larva ikan secara
tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah produksi organik
yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya.

Gambar 6. Sebaran Nilai Kecerahan di perairan TWP Pulau Wawonii

Berdasarkan hasil pengamatan kecerahan di Perairan TWP Pulau


Wawonii adalah berkisar antara 1,93–21,75 meter (Gambar 6). Pada titik
pengambilan yaitu titik 1 (Iga Menui), titik 5 (Perairan Orea) dan titik 7
(Tanjung Palingi) terlihat lebih rendah dibandingkan dengan titik
pengambilan lainnya, hal tersebut disebabkan oleh kondisi saat
pengukuran kecerahan tidak optimal karena cahaya matahari terhalang
oleh awan dan mendung.
Secara umum kisaran tingkat kecerahan di lokasi pengamatan ini
masih berada pada kisaran baku mutu air laut bagi peruntukan
kehidupan biota laut, wisata bahari maupun pelabuhan, meskipun ada
beberpa lokasi yang memiliki tingkat kecerahan rendah seperti titik 1, 5,
dan 7. Titik tersebut masih ditemukan adanya terumbu karang yang
hidup
6. Pasang Surut
Berdasarkan analisa data pasang surut yang diperoleh dari hasil
survei di lapangan jenis pasang surut yang terjadi di lokasi kawasan
konservasi adalah tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda
yaitu dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Beda muka air pasang surut
-95-

sebesar 208 cm di atas posisi 0.00 m LWS. Adapun kedudukan airnya


adalah sebagai berikut :
HWS = 208 cm diatas LWS atau 230 cm dari pembacaan piel scale
MSL = 112,6 cm diatas LWS atau 134,6 cm dari pembacaan piel scale
LWS = 0,00 cm atau 22 cm dari pembacaan piel scale

Grafik Pasang - Surut


250

200
Tinggi Pasut (cm)

150

100

50

0
185

668
116
139
162

208
231
254
277
300
323
346
369
392
415
438
461
484
507
530
553
576
599
622
645

691
1
24
47
70
93

Waktu (Jam)
Pasut HWS LWS MSL

Gambar 7. Grafik Pasang Surut Air Laut di Kawasan


TWP Pulau Wawonii

7. Oksigen Terlarut/Dissolved Oxygen (DO)


Oksigen merupakan faktor penting bagi kehidupan makro dan
mikro organisme perairan karena diperlukan untuk proses pernafasan.
Oksigen terlarut penting bagi organisme perairan yang bersifat aerobik,
disamping menentukan kecepatan metabolisme dan respirasi dari
keseluruhan ekosistem perairan, juga sangat penting bagi kelangsungan
hidup dan pertumbuhan biota air. Sumber oksigen terlarut di perairan
dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%)
dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Fluktuasi
harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain, terutama
pada saat kondisi tanpa oksigen, yang dapat mengakibatkan perubahan
sifat kelarutan beberapa unsur kimia di perairan (Effendi, 2003). Kadar
oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musim,
bergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulance)
massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke
dalam badan air. Effendie (2003), mengelompokkan kisaran DO dan
pengaruhnya terhadap biota laut terutama ikan sebagai berikut.
-96-

Tabel 5. Kadar Oksigen Terlarut (DO) dan Pengaruhnya bagi Kehidupan


Ikan
Kadar DO
Kategori Pengaruh Terhadap Kehidupan Ikan
(mg/l)
1 <0,3 Hanya sedikit jenis ikan yang dapat
bertahan pada masa pemaparan
singkat
2 0,3-1,0 Pemaparan lama dapat mengakibatkan
kematian ikan
3 1,0-5,0 Ikan dapat bertahan hidup, tetapi
pertumbuhannya terganggu
4 >5,0 hampir semua organisme akuatik
menyukai kondisi ini
Sumber: Modifikasi dari Effendie (2003)

Berdasarkan hasil survei, kisaran DO perairan kawasan KKPD


Pulau Wawonii adalah antara 6,8 – 8,1 mg/l dengan rata-rata kadar DO
7,5 mg/l. Nilai DO tertinggi terdapat di perairan Iga Menui (8,1 mg/l) dan
terendah terdapat di Perairan Orea (6,8 mg/l). Jika disesuaikan dengan
kategori kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya bagi kehidupan biota
terutama ikan (Tabel 5), maka diketahui bahwa secara umum DO
sepanjang kawasan TWP Pulau Wawonii tergolong dalam kategori 4 (>5,0
mg/l). Dalam kategori ini, Effendi (2003) mengasumsikan bahwa dengan
kadar oksigen terlarut >5,0 mg/l, maka pengaruhnya adalah hampir
semua organisme akuatik menyukai kondisi ini. Demikian halnya jika
disesuaikan dengan baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut
menurut Keputusan Kementrian Negara LH No. 51 Tahun 2004, yang juga
masuk dalam kategori >5 mg/l yakni sangat sesuai untuk kehidupan
biota laut. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Kisaran dan rerata nilai DO di sepanjang kawasan TWP Pulau
Wawonii tersebut masih memenuhi baku mutu kisaran DO peruntukan
kehidupan biota laut termasuk ikan-ikan karang dan pelagis.

8. Kebutuhan Oksigen Biologi/Biochemical Oxygen Demand (BOD)


Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan
organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa
bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan
energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Parameter BOD,
secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air
buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran
pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran
banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme
tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan,
pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam.
Wirosarjono (1974), mengemukakan tabel tingkat pencemaran perairan
berdasarkan nilai BOD yang disajikan pada Tabel 6.
-97-

Tabel 6. Tingkat Pencemaran Perairan Berdasarkan Nilai BOD

Tingkat Pencemaran Kisaran Nilai BOD (mg/l)

Rendah 0,0-10,0
Sedang 10,1-20,0
TInggi 25,0
Sumber: Modifikasi dari Wirosarjono (1974)

Berdasarkan hasil survei dan analisis laboratorium, kisaran BOD


yang diperoleh pada beberapa lokasi di sepanjanag kawasan TWP Pulau
Wawonii adalah 8,8 – 16,1 mg/l dengan rata-rata BOD 12,94 mg/l. Nilai
BOD tertinggi yakni 16,5 mg/l berada pada perairan Iga Menui dan nilai
BOD terendah terdapat pada Perairan Labeau.
Jika kisaran nilai BOD tersebut disesuaikan dengan kategori
tingkat pencemaran (Tabel 6) menurut Wirosarjono (1974) maka
menggambarkan bahwa hampir di sepanjang kawasan TWP Pulau
Wawonii masuk dalam kategori “tingkat pencemaran sedang” (10,1-
20,0mg/l), terkecuali di Perairan Labeau yang Masuk dalam kategori
“tingkat pencemaran rendah” (0,0-10 mg/l). Meskipun demikian, kisaran
nilai BOD yang ditemukan di sepanjang kawasan TWP Pulau Wawonii jika
disesuaikan dengan baku mutu air laut untuk biot laut berdasarkan
Keputusan Kementrian Negara LH No. 51 Tahun 2004, maka secara
keseluruhan kawasan TWP Pulau Wawonii menggambarkan bahwa kadar
BODnya masih sangat baik untuk kehidupan biota laut termasuk hewan
karang. Hal ini ditunjukkan pula oleh masih tingginya keanekaragaman
dan biomassa ikan-ikan mayor maupun target dan juga masih
terdapatnya gusung-gusung terumbu karang di sepanjang kawasan KKPD
tersebut.
9. Kebutuhan Oksigen Kimia/Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung
dalam air. COD merupakan parameter kualitas lingkungan, dengan kata
lain nilai COD dapat menentukan jumlah bahan pencemar yang terdapat
dalam suatu badan perairan. Jika suatu badan perairan yang memiliki
nilai COD besar dapat dikatakan bahwa kualitas air pada badan perairan
tersebut buruk, karena kandungan bahan pencemar yang ada di perairan
tersebut dalam jumlah besar. Nilai COD merupakan ukuran pencemaran
air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui
proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
di dalam air (Sani, 2006). Secara singkat, COD menggambarkan jumlah
total bahan organik yang ada.
Berdasarkan hasil survei dan analisis laboratoium, konsentrasi
COD yang diperoleh di beberapa lokasi sepanjang kawasan TWP Pulau
Wawonii berkisar antara 18,7 – 28,8 mg/l dengan rata-rata COD 25,12
mg/l. Konsentrasi COD tertinggi terdapat di perairan Pantai Kampa
-98-

(28,8 mg/l) dan terendah di Perairan Labeau (18,7 mg/l). Kisaran nilai
konsentrasi COD tersebut masih tergolong dalam kategori rendah atau
sangat mendukung untuk kehidupan biota perairan laut. Berbeda halnya
jika dibandingkan dengan perairan muara atau perairan tercemar yang
nilai CODnya dapat mencapai 500 mg/l.

10. Nitrat (NO3-N)


Nitrat (NO3-N) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami.
Nitrat merupakan salah satu nutrient senyawa yang penting dalam
sintesa protein hewan dan tumbuhan. Kandungan nitrat di laut sangat
penting dalam menunjang keutuhan ekosistem perairan. Hal itu terjadi
karena nitrat merupakan unsur yang digunakan dalam proses fotosintesis
dan merupakan unsur yang digunakan untuk pertumbuhan fitoplankton.
Kadar nitrat yang banyak dalam suatu perairan dapat dikatakan bagus
atau subur karena dengan nitrat maka fitoplankton akan banyak disuatu
perairan sehingga akan terjadi proses fotosintesis dimana menghasilkan
oksigen yang sangat dibutuhkan bagi organisme laut. Tetapi dengan
kelebihan kadar nitrat dalam perairan maka dapat mengakibatkan
dampak buruk bagi organisme. Hal itu terjadi karena dengan kadar nitrat
yang tinggi dalam suatu perairan maka akan mengakumulasi
pertumbuhan ganggang yang tak terbatas sehingga air akan kekurangan
oksigen. Perairan yang kekurangan oksigen dapat berakibat negatif
terhadap organisme karena tidak akan terjadi proses nitrifikasi melainkan
proses denitrifikasi dimana ion nitrat dan nitrit diubah menjadi mol N2
yang hasil akhirnya berupa gas inert nitrogen yang relatif tidak dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan air secara langsung. Dan dengan proses
denitrifikasi tersebut akan melepaskan senyawa beracun bagi organisme
air.
Berdasarkan hasil survei dan analisis laboratorium ditemukan
bahwa kisaran kadar nitrat di beberapa lokasi perairan sepanjang
kawasan TWP Pulau Wawonii adalah antara 0,016 – 0,091 mg/l. Kadar
nitrat terendah terdapat pada perairan Tanjung Noko (0,016 mg/l) dan
tertinggi terdapat pada Perairan Orea (0,091 mg/l. Jika disesuaikan
dengan baku mutu air laut untuk biota laut, maka kisaran konsentrasi
nitrat yang diperoleh di sepanjang kawasan TWP Pulau Wawonii masih
sangat baik. Bahkan di beberapa lokasi sampling seperti perairan Pantai
Kampa dan Pantai Orea kadar nitratnya sangat tinggi yakni >0,08 mg/l.
Kadar nitrat yang tinggi sangat baik untuk perairan, namun tidak
seharusnya melebihi 45 mg/l karena dapat menyebabkan algae bloom.
Hubungannya dengan biota seperti ikan, nitrat diperlukan dalam proses
fotosintesis yang diserap dalam bentuk nitrat. Kemudian nitrat tersebut
diubah menjadi protein dan selanjutnya menjadi sumber makanan bagi
ikan.
-99-

11. Fosfat (PO4-P)+


Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada
proses fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP, ADP
dan Nukleotid koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus
walaupun dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat
anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk
yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik.
Dipermukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis.
Di laut dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Variasi di perairan pantai
terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton. Konsentrasi
fosfat total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/l. Berdasarkan hasil
survei lapangan dan analisis laboratorium, kadar fosfat (P) di beberapa lokasi
perairan sepanjang kawasan TWP Pulau Wawonii berkisar 0,001 – 0,008
mg/l. Kadar P tertinggi terdapat di perairan Iga Menui dan terendah terdapat
di Perairan Orea dan Perairan Labeau. Kisaran nilai P ini tergolong rendah
dan masih sangat mendukung kehidupan biota laut. Menurut Effendie
(2003), kadar fosfat yang rendah dibanding nitrogen di suatu perairan
merupakan indikasi bahwa perairan tersebut masih sangat alami.
Kadar fosfat yang terlalu tinggi tidak baik bagi perairan dan biota
lainnya. Kadar fosfat yang terlalu tinggi dapat meledakkan populasi alga.
Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan, dan ikan. Keberadaan fosfor
secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat
menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang
berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang
selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya mathari
sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat
perairan cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel
melebihi kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal istilah konsumsi
berlebih (luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan
dimanfaatkan pada saat perairan mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae
masih dapat hidup untuk beberapa waktu selama periode kekeurangan
pasokan fosfor (Effendie, 2003). Tingginya konsentrasi fosfat di perairan
merupakan salah satu indikasi adanya pencemaran yang diakibatkan
aktivitas domestik.

12. Klorofil
Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi
klorofil sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan (Mann dan
Lazier, 1991). Klorofil itu sendiri terdiri dari tiga jenis yaitu klorofil-a, b, dan
c. Ketiga jenis klorofil ini sangat penting dalam proses fotosintesis tumbuhan
yaitu suatu proses yang merupakan dasar dari pembentukkan zat-zat organik
di alam. Kandungan klorofil yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton
adalah klorofil-a. Oleh karena itulah klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah
satu indikator kesuburan perairan. Berdasarkan hal tersebut, maka survei
kualitas air (klorofil) di sepanjang kawasan TWP Pulau Wawonii di khususkan
hanya pada klorofil-a.
-100-

Berdasarkan hasil survei dan analisis laboratorium, kadar klorofil di


beberapa lokasi perairan sepanjang kawasan TWP Pulau Wawonii berkisar
antara 1,99 – 6,65 mg/l. Kadar klorofil terendah terdapat pada perairan Iga
Menui (1,99 mg/l) dan tertinggi terdapat di Perairan Orea (6,65 mg/l).
Tingginya kandungan klorofil di beberapa lokasi sampling diduga disebabkan
oleh tingginya kecerahan yang dapat meningkatkan laju fotosintesis pada
fitoplankton. Selain itu, proses pencampuran (mixing) massa air di bagian
bawah dengan massa air dibagian atas. Kondisi ini semakin signifikan jika
terjadi pergolakan air akibat angin dan arus yang kencang serta peristiwa
upwelling maupun peristiwa downwelling.

C. Aksesibilitas
Memiliki latar belakang wilayah yang berciri kepulauan maka satu-
satunya akses yang dapat ditempuh untuk mencapai TWP Pulau Wawonii
adalah dengan menggunakan akses laut yaitu dengan menggunakan kapal
Fery yang berangkat setiap hari dari Kota Kendari menuju Pelabuhan Langara
begitupun sebaliknya, selain menggunakan kapal Fery dapat juga
menggunakan kapal kayu. Akan tetapi setelah berada di daratan Pulau
Wawonii sudah terdapat kendaraan roda dua maupun roda empat yang
memudahkan untuk mengakses TWP Pulau Wawonii.

D. Potensi Sosial, Ekonomi, dan Budaya


Pada umumnya masyarakat Kabupaten Konawe Kepulauan memiliki
pekerjaan utama yaitu nelayan tangkap dan berkebun. Berdasarkan data
dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe Kepulauan produksi
perikanan tangkap pada tahu 2017 mencapai 8.070 ton sedangkan untuk
perikanan budidaya mencapai 260 ton. Selain potensi kelautan dan
perikanan cukup besar, Kabupaten Konawe Kepulauan juga memiliki
panjang garis pantai kurang lebih 129,76 km. Terdapat beberapa pantai
berpasir putih dan sepanjang pantai tersebut diterdapat ekosistem pesisir
seperti ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu
karang yang berpotensi untuk pengembangan wisata bahari.
Klasifikasi jenis morfologi pantai yang terdapat di Kecamatan Wawonii
Barat, Kecamatan Wawonii Utara, dan Kecamatan Wawonii Timur Laut
disajikan pada tabel berikut :

Tabel 7. Jenis morfologi pantai yang terdapat di TWP Pulau Wawonii

Nama Kecamatan Morfologi Pantai Panjang (m)

Wawonii Barat Landai Berpasir 10.549,85


Pantai Mangrove 4.593,10
Terjal Berbatu 3.465,66
Terjal Berpasir 943,10
Total 19.551,72

Wawonii Utara Landai Berpasir 5.461,21


Pantai Mangrove 7.301,78
-101-

Terjal Berpasir 1.202,22


Total 13.965,20
Wawonii Timur Laut Pantai Mangrove 6.724,66
Terjal Berbatu 701,22
Terjal Berpasir 2.673,12
Total 10.009,00

Diantara wisata pantai yang telah berkembang adalah Pantai Kampa


yang terletak di Kec. Wawonii Barat. Pantai Kampa adalah salah satu
Destinasi Terindah di Kabupaten Konawe Kepulauan. Di pantai ini,
wisatawan akan disambut dengan hamparan pasir putih bersih dengan air
lautnya yang jernih dan tenang serta barisan pohon kelapa yang melambai-
lambai disepanjang garis pantai menjadikan Pantai Kampa menjadi destinasi
wisata bahari terbaik.
Pemandangan Pantai Kampa begitu indah dengan pemandangan
bawah lautnya. Terumbu Karang di pantai ini tumbuh sehat secara alami
sehingga pengunjung dapat melakukan kegiatan berenang, diving atau
snorkeling untuk menyaksikan keindahan bawah lautnya yang sangat
mempesona.
Alam bawah laut Pantai Kampa menghadirkan keindahan terumbu
karang yang luas di sepanjang garis pantai dengan aneka ragam biota laut di
dalamnya. Pada kondisi-kondisi tertentu dapat dijumpai kehadiran salah
satu jenis biota laut yang diilindungi yaitu duyung (dugong). Hal ini didukung
oleh kondisi atau karakteristik pantai berupa pasir dengan hamparan lamun
yang cukup tersedia bagi makanan biota tersebut.

E. Permasalahan Pengelolaan
Berdasarkan informasi dari survei lapangan, diketahui beberapa
permasalahan yang terjadi di dalam kawasan. Permasalahan tersebut
berkaitan dengan aspek biofisik dan lingkungan. Dikarenakan aktifitas dan
jumlah penduduk yang menggantungkan hidup pada wilayah pesisir, maka
sangat berpotensi terjadi aktifitas-aktifitas pemanfaatan yang bersifat
destruktif. Jenis aktifitas dan penjelasan aktifitas yang berbahaya dan harus
mendapatkan pengawasan di wilayah pesisir antara lain :
1. Penangkapan ikan dengan bom ikan dan penangkapan ikan dengan
sianida.
Pengeboman-ikan adalah cara penangkapan ikan yang sangat
merusak, dan juga ilegal di seluruh Indonesia. Bom buatan sendiri
dibuat dengan mengemas pupuk ke dalam botol bir atau minuman
ringan. Sumbu biasanya dibuat dari kepala korek yang digerus dan
dimasukkan ke dalam pipa sempit lalu diikat kuat dengan kawat.
Sumbu dinyalakan lalu botol dilemparkan ke dalam air. Sementara
sianida (bius) adalah menyemprotkan larutan potasium sianida pada
ikan atau hewan terumbu karang lainnya, sehingga mereka pingsan
dan memudahkan nelayan untuk mengeluarkan mereka dari tempat
persembunyiannya.
-102-

2. Penangkapan jenis ikan atau hewan laut secara berlebih.


Beberapa jenis ikan atau biota laut yang bernilai ekonomis tinggi
seperti ikan kerapu, napoleon, dan beberapa jenis ikan karang lainnya
juga kerang, tiram mutiara, dan teripang biasanya menghadapi
kepunahan karena merupakan target utama penangkapan oleh
nelayan.
3. Penambangan atau aktifitas mencungkil karang (meting).
Penambangan karang adalah aktifitas mengambil karang untuk
dimanfaatkan secara langsung baik sebagai bahan bangunan atau
bahan pembuatan kapur. Sementara meting adalah teknik
mencungkil karang yang merusak dengan menggunakan alat linggis,
membongkar bagian atas karang pada saat air surut, untuk
mengambil binatang seperti kepiting, siput, gurita, dan binatang
karang lainnya yang bisa dimakan (oti-oti).
4. Pencemaaran Limbah atau sampah
Beberapa sumber dominan seperti hasil buangan penduduk setempat
dan fasilitas wisata serta kapal, sampah mengambang atau sampah
sisa alat tangkap dan Hasil buangan industri dan atau areal
pelabuhan.
5. Aktifitas Pariwisata yang Tidak Ramah Lingkungan
Pengunjung atau wisatawan juga dapat menjadi ancaman misalnya
melakukan aktifitas berenang atau snorkeling atau scuba dive dapat
menyebabkan kerusakan karang melalui kontak dengan sepatu katak
(fins) atau peralatan lain, serta melalui perusakan oleh jangkar kapal.
6. Penambangan Pasir
Tiga dari tujuh kecamatan di pulau seluas 650 kilometer persegi telah
mengalami abrasi yang membuat garis pantai semakin jauh ke darat.
Abrasi sudah berlangsung sejak 1990-an silam. Hingga kini, daratan
yang hilang di kawasan pantai diperkirakan sudah mencapai 200
meter. Tiga kecamatan yang saat ini dilanda abrasi parah yakni,
Wawonii Utara, Wawonii Tenggara, Wawonii Selatan dan Wawonii
Timur Laut. Hutan mangrove yang pernah ada di sepanjang pesisir
Pulau Wawonii rusak akibat eksploitasi sumber daya laut seperti
pasir, karang, dan budidaya ikan di pesisir.
Secara umum pantai di Konawe Kepulauan ditemukan gejala abrasi,
ini tidak terlepas dari posisi Konawe Kepulauan yang terletak di laut
banda yang pada saat musim timur, ombaknya besar yang cenderung
abrasif. Kecamatan Wawonii Utara dan Wawonii Timur Laut, beberapa
desa desa pantainya telah mengalami abrasi.
7. Penebangan Pohon Mangrove
Aktivitas penebangan pohon mangrove yang dilakukan oleh
masyarakat sekitar kawasan dilakukan untuk keperluan bahan bakar
dan permukiman. Perubahan alih fungsi mangrove yang tidak lagi
untuk menyokong keberlanjutan sumber daya pesisir mengakibatkan
-103-

terjadinya pengurangan luas dan kondisi hutan mangrove di dalam


kawasan.
8. Pembuangan jangkar perahu yang tidak terarah dan merusak
terumbu karang.
Tanpa disadari bahwa pembuangan jangkar perahu yang tidak
memperhatikan kondisi terumbu karang yang ada turut merusak
ekosistem terumbu karang. Walaupun luasan terumbu karang yang
rusak akibat jangkar tidak begitu besar, tapi mengingat pertumbuhan
karang berlangsung lamban dan membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk pulih, maka hal ini akan mempengaruhi kondisi terumbu
karang yang baik di sekitar kawasan.
9. Kehadiran nelayan luar
Sebagian besar nelayan luar melakukan penangkapan ikan
menggunakan kapal dengan ukuran yang besar terutama yang
menggunakan jaring lingkar di malam hari dirasakan cukup
mengganggu nelayan kecil. Akibatnya jumlah tangkapan nelayan
kecil yang beraktivitas di pagi hari semakin menurun. Hal ini pula
yang kadang memicu masyarakat lokal atau sekitar kawasan untuk
melakukan perlawanan, karena ada indikasi bahwasanya nelayan
tersebut tidak hanya membuang jaring tetapi juga menggunakan
bahan peledak dalam menangkap ikan.
10. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap informasi keberadaan
kawasan yang dicadangkan sebagai kawasan konservasi.
Belum optimalnya sosialisasi keberadaan Kawasan Konservasi
Perairan Daerah TWP Pulau Wawonii dan jenis ikan yang dilindungi di
level masyarakat, mengakibatkan minimnya pemahaman dan
informasi yang berkaitan dengan kawasan konservasi perairan yang
dicadangkan sejak tahun 2016.
11. Minimnya sarana dan prasarana kegiatan perikanan nelayan lokal
Sebagian besar masyarakat sekitar kawasan yang berprofesi sebagai
nelayan, namun sarana prasarana untuk mendukung kegiatan
perikanan nelayan setempat belum begitu memadai. Penanganan
hasil tangkapan nelayan harus menemui gangguan, terutama
ketersediaan es untuk keperluan pembekuan ikan yang akan
ditampung sebelum dibawa ke Kota Kendari. Dengan demikian,
untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi melakukan
kegiatan perikanan masyarakat lokal maka diperlukan pembangunan
sarana dan prasarana seperti Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dengan
skala yang disesuaikan, cold storage, Stasiun Pengisian Bahan Bakar
untuk Nelayan, modernisasi armada, dan lainnya.
12. Kurangnya Sumber Daya Manusia pengelola
Keterbatasan SDM pengelola baik secara kualitas maupun kuantitas
merupakan salah satu kendala dalam pengelolaan kawasan
konservasi. Dengan luas keseluruhan kawasan konservasi yang
dikelola Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencapai ± 400
ribu Ha (10 KKPD) dan hanya menempatkan level seksi dalam
-104-

struktural Dinas Kelautan dan Perikanan untuk mengelola kawasan,


maka dapat diperkirakan bahwa pengelolaan kawasan konservasi
tidak dapat berjalan efektif.
13. Lemahnya Kelembagaan Masyarakat
Untuk mendukung keberhasilan pengelolaan TWP Pulau Wawonii
diperlukan partisipasi masyarakat lokal. Saat ini, terdapat beberapa
kelompok masyarakat mitra konservasi dan Kelompok Masyarakat
Pengawas (POKMASWAS) yang berfungsi sebagai lembaga pelestarian
sumber daya kawasan yang juga mencakup pengawasan dan
pencegahan terhadap kegiatan penangkapan ikan yang merusak.
Namun, keberadaan kelompok ini memerlukan dukungan dan
pembinaan dari pemerintah dan lembaga pengelola dalam upaya
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan serta partisipasi dalam
rangka mendukung keberhasilan pengelolaan kawasan.
14. Masih lemahnya koordinasi antara lembaga/Kemitraan/Jejaring
Pengelola
Dalam mewujudkan pengelolaan kawasan yang efektif dan
berkelanjutan maka diperlukan upaya-upay lembaga pengelola untuk
membangun kemitraan dengan berbagai pihak-pihak terkait.
Berbagai program dapat diimplementasikan dalam pengelolaan
kawasan konservasi seperti kegiatan pengawasan, monitoring dan
evaluasi, rehabilitasi dan lainnya, yang disesuaikan dengan tugas
pokok masing-masing.
Saat ini, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara
telah menjalin beberapa NGO (Non Goverment Organization) untuk
bersama-sama melaksanakan program perlindungan, pelestarian,
pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kawasan
konservasi di Teluk Moramo dan sekitarnya.
15. Pengelolaan TWP Pulau Wawonii memerlukan sarana dan prasarana
yang dapat mendukung berjalannya kegiatan pengelolaan kawasan
konservasi secara berkelanjutan.
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan tidak hanya memperhatikan
kebutuhan bagi wisatawan, melainkan juga untuk efektivtas
pengelolaan kawasan. Sarana dan prasarana dasar yang sangat
dibutuhkan di dalam kawasan antara lain kantor pengelola,
dermaga/pelabuhan jetty, sarana air bersih (MCK), infrastruktur
pendukung kegiatan pariwisata, serta pos jaga/pengawasan. Fasilitas
pendukung pengawasan sumber daya dalam kawasan juga sangat
dibutuhkan berupa kapal pengawas dan peralatan komunikasi.
Dengan belum adanya sarana pendukung tersebut, maka kegiatan
pengawasan pun belum dapat dilakukan secara optimal.
-105-

BAB III
PENATAAN ZONASI

A. Umum

Merujuk Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan


PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi
Perairan, kawasan konservasi perairan Pulau Wawonii ditetapkan sebagai
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dengan jenis Taman Wisata Perairan
(TWP) Pulau Wawonii yang dikelola dengan sistem zonasi. Penataan zonasi
dilakukan berdasarkan karakteristik ekologi, kondisi ekonomi, kondisi sosial
dan juga budaya. Rekomendasi hasil analisis Marxan, pemodelan ukuran
zona inti, pemodelan konektifitas larva, studi pustaka, serta masukan dari
berbagai pihak baik dari level kabupaten maupun level Provinsi. Penataan
zonasi dilakukan sebagai upaya penataan ruang di dalam kawasan
berdasarkan fungsi dengan mempertimbangkan potensi sumber daya, daya
dukung dan proses-proses ekologis yang terjadi pada kawasan. Zonasi pada
KKP TWP Pulau Wawonii bertujuan untuk melindungi target pengelolaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan, zonasi di dalam KKP TWP Pulau Wawonii terdiri dari
Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, Zona Pemanfaatan, dan Zona
Lainnya. Pengelolaan KKP TWP Pulau Wawonii menjadi satu kesatuan dalam
dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKP TWP. Peta zonasi KKP TWP
Pulau Wawonii dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan Zonasi KKP TWP
Pulau Wawonii beserta luas masing-masing zona disajikan pada Tabel 8.

Gambar 8. Peta Zonasi KKP TWP Pulau Wawonii


-106-

Tabel 8. Luas Masing-Masing Zona di KKP TWP Pulau Wawonii


Persentase
Luas
No Zona Sub Zona Luasan
(Ha)
(%)
449,96
1 Zona Inti - 283,66 3.67
260,27
414,79
2 Zona Pemanfaatan - 2.65
301,54
3 Zona Perikanan Berkelanjutan - 25.275,88 93.46
4 Zona Lainnya Rehabilitasi 58.9 0.22
Jumlah Total 27.044,99 100

B. Zonasi TWP Pulau Wawonii

1. Zona Inti

Zona inti merupakan zona yang memiliki peran penting dalam


pelestarian sumberdaya alam baik untuk ekosistem maupun sumberdaya
ikan maka dari itu dalam penentuan lokasi dan luas zona inti sangat perlu
diperhatikan. Pemodelan ukuran minimum zona inti menjadi dasar dalam
menentukan dan mendesain ukuran zona inti dalam analisis. Estimasi ini
mempertimbangkan daya jelajah ikan dan implikasinya terhadap kegiatan
perikanan di area KKP (Krueck et al, 2017). Sehingga zona inti yang
direkomendasikan diharapkan akan mendukung kegiatan perikanan
berkelanjutan sekaligus tetap menjaga keanekaragaman hayati yang ada di
dalamnya. Pemodelan ukuran zona inti dilakukan berdasarkan daftar spesies
ikan utama yang ditemukan di masing-masing KKPD dari berbagai sumber
literatur.
Zona inti KKP TWP Pulau Wawonii memiliki luas sebesar 993.89 Hektar
atau ± 3,67% dari total luas KKP TWP Pulau Wawonii yang terletak di tiga
lokasi yaitu di Kecamatan Wawonii Barat, Kecamatan Wawonii Utara dan
Kecamatan Wawonii Timur Laut. Lokasi zona ini dipilih karena mempunya
nilai konservasi yang tinggi dan juga nilai cost (biaya atau ancaman) yang
rendah. Zona inti di KKP TWP Pulau Wawonii memiliki target perlindungan
ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove dan ekosistem lamun. Batas
Wilayah, koordinat batas, luas dan target pengelolaan zona inti KKP TWP
Pulau Wawonii secara rinci disajikan pada Tabel 9. Sedangkan lokasi zona
inti dalam TWP Pulau Wawonii dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar 10 dan
Gambar 11 berikut.
-107-

Gambar 9. Peta Zonasi KKP TWP Pulau Wawonii Skala 1:50.000 NLP A1

Gambar 10. Peta Zonasi KKP TWP Pulau Wawonii Skala 1:50.000 NLP A2
-108-

Gambar 11. Peta Zonasi KKP TWP Pulau Wawonii Skala 1:50.000 NLP A3

Tabel 9. Batas Wilayah, Batas Koordinat, Luas dan Target Pengelolaan Zona
Inti KKP TWP Pulau Wawonii.

Kriteria Wilayah Administrasi ID Koordinat Luas Target


No.
Zonasi Kecamatan Desa Point X Y (Ha) Pengelolaan

15 122.965048 -3.987046
Langara Bajo 16 122.965049 -3.973476 Terumbu
1 Zona Inti I Wawonii Barat ( Desa 449.96
17 122.992074 -3.973476 Karang
Terdekat)
18 122.992073 -3.987044
19 123.13096 -4.01467
Terumbu
Tumburano, 20 123.130955 -4.001811 karang,
2 Zona Inti II Wawonii Utara Palingi Barat 283.66
21 123.15798 -4.001807 Lamun,
dan Palingi
Mangrove
22 123.157982 -4.010124
23 123.207678 -4.017098
Noko, Baho
24 123.21484 -4.009442 Terumbu
Wawonii Timur Bubu,
3 Zona Inti III 260.27 karang,
Laut Tangkombuno 25 123.234533 -4.02803 Mangrove
dan Ladianta
26 123.226379 -4.036742

2. Zona Pemanfaatan
Merujuk pada kriteria kawasan konservasi Pulau Wawonii yang
merupakan Taman Wisata Perairan (TWP) maka zona pemanfaatan TWP
Pulau Wawonii akan dikelola untuk tujuan pengembangan sektor pariwisata.
Zona Pemanfaatan KKP TWP Pulau Wawonii memiliki luas 716,33
hektar atau ± 2,65 % dari total luas KKP TWP Pulau Wawoonii, luasan
tersebut terdiri dari dua lokasi yaitu lokasi pertama berada di Desa Langara
Bajo dengan luas 414,79 hektar dan lokasi kedua berada di Desa Langara
Bajo, Desa Wawobili dan Desa Wawolaa dengan luas 301,54 hektar. Lokasi
-109-

ini di pilih sebagai zona pemanfaatan karena memiliki nilai potensi untuk
pengembangan wisata seperti wisata pantai, wisata snorkling dan juga wisata
selam. Batas Wilayah, koordinat batas, luas dan target pengelolaan zona
pemanfaatan KKP TWP Pulau Wawonii secara rinci disajikan pada Tabel 10.
Sedangkan lokasi Zona Pemanfaatan dalam TWP Pulau Wawonii dapat dilihat
pada Gambar 9.
Tabel 10. Batas Wilayah, Batas Koordinat, Luas dan Target Pengelolaan
Zona Pemanfaatan TWP Pulau Wawonii
Wilayah Administrasi ID Koordinat Luas Target
No Kriteria Zonasi
Kecamatan Desa Point X Y (Ha) Pengelolaan

1. Pemanfaatan
27 122.997443 -4.011244 sumber daya
Perikanan dan
kelautan.
28 122.972964 -4.011241 2. Penyediaan
ruang untuk
pengembangan
Zona Wawonii Langara
1 29 122.972965 -3.997673 414.79 wisata pantai,
Pemanfaatan I Barat Bajo
wisata snorkling
dan wisata
30 122.99999 -3.997674 selam untuk
mendukung
perekonomian
31 122.99999 -3.998389 masyarakat di
dalam TWP
Pulau Wawonii.
32 123.0266 -3.980503 3. Penyediaan
ruang untuk
kebutuhan mata
Langara 33 123.030492 -3.974799 pencaharian dan
Zona Bajo, pusat
Wawonii perekonomian
2 Pemanfaatan Wawobili 301.54
Utara terhadap
II dan 34 123.056239 -3.992516
Wawolaa pemanfaatan
sumber daya
perikanan dan
35 123.052285 -3.998311 kelautan secara
berkelanjutan.

3. Zona Perikanan Berkelanjutan


Zona perikanan berkelanjutan di dalam KKP TWP Pulau Wawonii
merupakan zona yang memiliki nilai konservasi tetapi dapat bertoleransi
untuk tujuan pemanfaatan perikanan dan kelautan berkelanjutan seperti
melakukan kegiatan atau aktifitas penangkapan ikan, budidaya ikan, wisata
dan kegiatan lain dengan praktek berkelanjutan. Zona ini merupakan zona
yang paling luas diantara zona yang lain di dalam KKP TWP Pualu Wawonii
yaitu dengan luas 25.275,88 hektar atau ± 93.46% dari total luas KKP KKP
TWP Pulau Wawonii. Batas Wilayah, koordinat batas, luas dan target
pengelolaan zona perikanan berkelanjutan KKP TWP Pulau Wawonii secara
rinci disajikan pada Tabel 11. Sedangkan lokasi Zona Perikanan
Berkelanjutan dalam TWP Pulau Wawonii dapat dilihat pada Gambar 9,
Gambar 10 dan Gambar 11.
-110-

Tabel 11. Batas Wilayah, Batas Koordinat,Luas dan Terget Pengelolaan


Zona Perikanan Berkelanjutan KKP TWP Pulau Wawonii
Wilayah
Kategori ID Koordinat
Administrasi Luas (Ha) Target Pengelolaan
Zonasi Point
Kecamatan Desa X Y
Zona Wawonii 1 122.997466 -4.011549 1. Kima, bambu laut
Perikanan Barat, 25,275.88 dan jenis Ikan yang
Berkelanjutan Wawonii 2 122.989731 -4.017775 memiliki nilai
Utara dan ekonimis penting.
3 122.974857 -4.020647
Wawonii 2. Pengembangan
Timur Laut 4 122.95598 -4.015093 teknologi budidaya
5 122.944349 -4.003794 ikan yang ramah
lingkungan.
6 122.946067 -3.972964
3. Penangkapan ikan
7 122.966851 -3.943475 dengan
menggunakan alat
8 122.996596 -3.920879 yang ramah
9 123.040067 -3.915134 lingkungan dan besar
kapal <10 GT.
10 123.108519 -3.949979
11 123.202709 -3.948813
12 123.265831 -3.981923
13 123.273845 -4.001452
14 123.235949 -4.045098
15 122.965048 -3.987046
16 122.965049 -3.973476
17 122.992074 -3.973476
18 122.992073 -3.987044
19 123.13096 -4.01467
- 20 123.130955 -4.001811
21 123.15798 -4.001807
22 123.157982 -4.010124
23 123.207678 -4.017098
24 123.21484 -4.009442
25 123.234533 -4.02803
26 123.226379 -4.036742
27 122.997443 -4.011244
28 122.972964 -4.011241
29 122.972965 -3.997673
30 122.99999 -3.997674
31 122.99999 -3.998389
32 123.0266 -3.980503
33 123.030492 -3.974799
34 123.056239 -3.992516
35 123.052285 -3.998311
36 123.061213 -4.004676
37 123.065052 -4.000186
38 123.075564 -4.008731
39 123.073143 -4.011457

4. Zona Lainnya
Zona lainnya di dalam KKP TWP Pulau Wawonii adalah zona yang
diperuntukkan untuk rehabilitasi dengan tujuan untuk memulihkan sumber daya
perikanan dan kelautan. Lokasi zona untuk rehabilitsi ini dipilih dikarenakan
kondisi ekosistem terumbu karang yang masuk dalam kategori rusak sedangkan
dilokasi tersebut terdapat biota yang dilindungi yaitu kima. Batas Wilayah,
-111-

koordinat batas, luas dan target pengelolaan zona lainnya KKP TWP Pulau
Wawonii secara rinci disajikan pada Tabel 12. Sedangkan lokasi zona lainnya
dalam TWP Pulau Wawonii dapat dilihat pada Gambar 9, dan Gambar 10.

Tabel 12. Batas Wilayah, Batas Koordinat,Luas dan Terget Pengelolaan


Zona Lainnya KKP TWP Pulau Wawonii
Kriteria Wilayah Administrasi ID Koordinat Luas Target
Zonasi Kecamatan Desa Point X Y (Ha) Pengelolaan
36 123.061213 -4.004676
37 123.065052 -4.000186 Kima,
Zona Wawonii
Wawolaa Terumbu
Lainnya Barat 38 123.075564 -4.008731 58.90
karang
39 123.073143 -4.011457

C. Pemanfaatan Ruang KKP TWP Pulau Wawonii


Kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam KKP TWP
Pulau Wawonii diatur sesuai dengan peruntukan masing-masing zona untuk
tujuan pelestarian sumber daya kelautan dan perikanan. Pemanfaatan selain
kegiatan yang belum tertuang dalam dokumen Rencana Pengelolaan dan
Zonai (RPZ) ini dapat dilakukan selama dilengkapi dokumen teknis kajian
lingkungan dan sumber daya kelautan dan perikanan dan tidak dilakukan di
zona inti.
Tabel 13. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada masing-
masing zona KKP TWP Pulau Wawonii
Zona Zona
Zona Zona
No Kegiatan Perikanan Lainnya
Inti Pemanfaatan
Berkelanjutan (Rehabilitasi)

1 Penelitian dan pengembangan ≠ ≠ ≠ ≠

2 Pendidikan ≠ ≠ ≠ ≠
3 Budidaya rumput laut × × ≠ ×
4 Budidaya dengan KJT × × ≠ ×

5 Budidaya dengan KJA × × ≠ ×

Penangkapan ikan dengan


6 ≠ ×
menggunakan kapal <10 GT × ×
Penangkapan ikan dengan
7 × × × ×
menggunakan kapal >10 GT
Penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap
dan atau alat bantu
penangkapan yang tidak
8 × × × ×
ramah lingkungan seperti
menggunakan kompresor,
racun sianida, dan bahan
peledak
Penangkapan ikan dengan alat
9 dan bahan yang ramah × × √ ×
lingkungan
10 Pemasangan rumpon × × × ×

11 Penangkapan ikan hias × × ≠ ×


-112-

Zona Zona
Zona Zona
No Kegiatan Perikanan Lainnya
Inti Pemanfaatan
Berkelanjutan (Rehabilitasi)

12 Pemasangan moring buoy ≠ ≠ ≠ ≠


13 Wisata dayung × √ ≠ ×
14 Wisata pantai × √ ≠ ×
15 Wisata snorkling × √ ≠ ×
16 Wisata selam × √ ≠ ×

17 Wisata mancing × √ ≠ ×
18 wisata mangrove × √ ≠ ×

Pembangunan infrastruktur
19 wisata hotel, home stay, dan × ≠ ≠ ×
sarana penginapan lainnya
20 Penambangan pasir × × × ×
21 Penambangan batu karang × × × ×
22 Rehabilitasi terumbu karang ≠ ≠ ≠ √

23 Rehabiitasi mangrove ≠ ≠ ≠ √
24 Rehabilitasi padang lamun ≠ ≠ ≠ √
25 Pembuatan rumah ikan × ≠ ≠ √
26 Penebangan mangrove × × × ×
Pembuangan limbah dan
27 × × × ×
sampah
Pembuatan foto, vidio dan film
28 × ≠ ≠ ×
untuk tujuan komersil

Pembuatan foto, vidio dan film


29 ≠ ≠ ≠ ≠
untuk tujuan non-komersil
Pembangunan infrastruktur
30 pengelolaan kawasan × √ √ √
konservasi
Upacara adat dan ritual
31 × √ √ ≠
keagamaan
Lalulintas kapal penagkap
32 ≠ ≠ ≠ ≠
ikan
Jalur pelayaran untuk
33 × √ √ √
perhubungan

34 Berlayar Melintas ≠ ≠ √ ×

35 Pembangunan dermaga × ≠ ≠ ×
36 Pembangunan pelabuhan × ≠ ≠ ≠
Keterangan : × = Tidak Boleh √ = Boleh ≠ = Boleh Dengan Ijin
-113-

BAB IV
RENCANA PENGELOLAAN

A. Rencana Jangka Panjang


Sesuai dengan nomenklatur tipe Kawasan Konservasi Perairan (KKP)
Pulau Wawonii yakni Taman Wisata Perairan (TWP), maka secara garis besar
kebijakan pengelolaan KKP Pulau Wawonii diarahkan pada pemanfaatan
sebagai tepat wisata yaitu wisata bahari dengan tetap memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan laut yang berkelanjutan. Sebagai
TWP, yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan khususnya
terumbu karang, maka jenis pariwisata yang sangat memungkinkan adalah
pariwisata minat khusus, yakni pariwisata yang lebih mementingkan kualitas
alam, bukan pariwisata yang lebih mengutamakan banyaknya jumlah
kunjungan atau mass tourism. Zona perikanan berkelanjutan, yakni 93.46 %
dari total luas kawasan juga dapat dikembangkan pada wisata pemancingan
selain pada pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang melimpah.
Artinya bahwa kebijakan pengelolaan KKP TWP Pulau Wawonii yang
berkelanjutan tersebut pada akhirnya juga akan mengarah pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.
Karakateristik sumberdaya alam khususnya terumbu karang, ikan
karang, mangrove dan pasir putih serta sumberdaya perikanan tangkap pada
KKP Pulau Wawonii sesungguhnya dapat dijadikan acuan arahan pencapaian
tujuan pengelolaan KKP TWP Pulau Wawonii sebagaimana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Potensi dan daya tarik tersebut akan dikemas dalam
bentuk program pengembangan sehingga hakikat konservasi sumberdaya
alam dapat mencapai tujuannya yakni dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Melalui perencanaan yang
matang dan didukung oleh semua pihak berwenang, maka keberadaaan KKP
TWP Pulau Wawonii dapat menjadi salah satu kawasan konservasi
percontohan bagi pengelolaan kawasan konservasi, TWP di Sulawesi
Tenggara.
Rencana jangka panjang pengelolaan KKP Pulau Wawonii ini
merupakan arah kebijakan pengelolaan TWP KKP Pulau Wawonii yang
berlaku selama 20 tahun dan akan ditinjau kembali sekurang-kurangnya
setiap 5 (lima) tahun sekali. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan visi
misi yang jelas dan program kerja yang terukur sehingga mencapai terget
tujuan yang diinginkan sesuai dengan apa yang direncanakan.

1. Visi dan Misi


Visi pengelolaan TWP Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pulau
Wawonii adalah “Terwujudnya Kawasan Konservasi Perairan Pulau Wawonii
sebagai pengembangan perikanan berkelanjutan dan wisata bahari untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya”.
Untuk mewujudkan visi tersebut ditempuh dengan melakukan
beberapa misi dalam jangka waktu 20 tahun yakni sebagai berikut:
-114-

a. Mendorong pengembangan perikanan tangkap dan budidaya yang


ramah lingkungan bagi peningkatan taraf hidup masyarakat
sekitarnya.
b. Mengelola KKP Pulau Wawonii secara terpadu dan kolaboratif dengan
berbagai pihak untuk menciptakan destinasi ekowisata bahari
bertanggung jawab.
c. Melestarikan ekosistem laut dan pesisir secara optimal melalui upaya
konservasi berkelanjutan, perlindungan habitat alami, dan rehabilitasi
ekosistem dan biota.
d. Mendorong pengembangan kearifan lokal yang mendukung penguatan
sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar kawasan.
2. Tujuan dan Sasaran Pengelolaan
Tujuan pengelolaan TWP Pulau Wawonii adalah:
a. Melindungi dan melestarikan sumber daya ikan di wilayah TWP
Pulau Wawonii.
b. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut yang
lestari dan produktif untuk kesejahteraan masyarakat.
c. Mengembangkan wisata bahari untuk peningkatan ekonomi
masyarakat.
d. Membangun dan meningkatkan kapasitas lembaga pengelola dan para
pihak dalam mengelola TWP Pulau Wawonii.
Adapun sasaran yang ingin dicapai dari pengelolaan TWP Pulau
Wawonii, adalah:
a. Terbentuknya lembaga pengelola yang efektif dan efisien dalam
pengelolaan TWP Pulau Wawonii.
b. Terwujudnya kerjasama dan koordinasi antara unit pengelola kawasan
konservasi dengan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan TWP Pulau
Wawonii.
c. Terlaksananya program perlindungan dan pelestarian serta
pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut dalam kawasan konservasi
yang memberikan dampak positif bagi kegiatan pengelolaan
perikanan, pariwisata, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
d. Terwujudnya efektivitas pengelolaan KKPD TWP Pulau Wawonii.
3. Strategi Pengelolaan
Berdasarkan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengelolaan, serta
isu/permasalahan di KKP Pulau Wawonii, maka strategi pengelolaan untuk
mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran pengelolaan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Penguatan Kelembagaan
Strategi ini dijalankan untuk menjawab isu/permasalahan yang
terjadi, seperti membentuk unit pengelola KKP Pulau Wawonii yang
berkualitas dan paham akan situasi aktual dalam kawasan. Selain itu,
untuk memperkuat pengelolaan ke depan, tetap akan melibatkan
berbagai stakeholder terkait di daerah baik melalui koordinasi yang
lebih intensif maupun kolaborasi pengelolaan.
-115-

Sampai saat ini, menurut informasi dari masyarakat lokal,


masih ditemukannya aktifitas destructive fishing yakni penangkapan
ikan denagn menggunakan bom dan menggunakan pukat
harimau/cantrang. Hal-hal ini seperti ini menjadi tujuan strategis dari
perencanaan program pengelolaan mengingat bahwa aktifitas
penangkapan dengan menggunakan bom akan menghancurkan dan
mematikan semua makhluk hidup bahkan sampai yang renik dalam
sistem ekologi laut dan rantai makanan. Selain itu, strategi ini juga
dijalankan dalam rangka menjawab permasalahan dari sisi lemahnya
sumberdaya manusia yang ada, yaitu melalui rekrutmen tenaga baru
dengan jumlah dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan.
Terhadap pegawai-pegawai yang sudah ada akan ditingkatkan
kapasitasnya melalui pelatihan-pelatihan, pendidikan, kursus
singkat, maupun bimbingan teknis.
Terhadap masih sangat minimnya infrastruktur yang ada, maka
melalui strategi ini akan dipenuhi berbagai infrastruktur sesuai
kebutuhan, seperti pembangunan dermaga/jetty, mooring buoy, pos
jaga/kantor pengelola di lapangan, pondok dan papan informasi
mengenai kawasan, serta sarana dan prasarana serta perlengkapan
lainnya. Kemudian, untuk memperkuat payung hukum dalam
pengelolaan kawasan ini, maka melalui strategi ini akan disusun
peraturan-peraturan maupun standar-standar yang harus dijalankan
dalam pengelolaan kawasan ini.
b. Penguatan Pengelolaan Sumberdaya Kawasan
Sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan ini merupakan
obyek/ikon utama yang memiliki potensi untuk dijadikan penarik
minat kedatangan wisatawan dan sebagai potensi ekologi bagi tumbuh
dan berkembangnya ikan-ikan karang ekonomis tinggi. Sebagian
besar tutupan karang pada bagian reef flat dalam kategori sedang
sampai baik dengan kondisi persentase karang hidup antara 32 – 50
% tutupan karang hidupnya. Hanya pada bagian reef slope yang
memiliki tutupan yang lebih baik.
Strategi ini akan dijalankan untuk memulihkan kembali
sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan, seperti peningkatan
persentase tutupan karang hidup, keberadaan ikan-ikan karang,
terlindunginya tempat-tempat peneluran penyu, serta tempat-tempat
di mana spesies-spesies kharismatik sering bermunculan di dalam
kawasan.
Selanjutnya strategi penguatan pengelolaan surnber daya ini
untuk menangani isu yang berkembang di sekitar kawasan yakni
penangkapan ikan dengan menggunakan bom, sianida dan alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan. Sehingga diharapkan dengan
penerapan strategi penguatan pengelolaan sumber daya akan
terbaharuinya sumber daya yang ada disekitar kawasan.
Informasi yang didapatkan di lapangan serta isu yang
berkembang di lapangan menyebutkan bahwa berbagai kerusakan
-116-

yang terjadi di dalam kawasan penyebab utamanya adalah lemahnya


pengawasan dan penegakan hukum yang ada. Hal ini disebabkan
belum adanya regulasi yang jelas terkait penanganan kawasan
konservasi perairan di TWP Pulau Wawonii. Penyusunan regulasi
tersebut dikoordinasikan di tingkat desa maupun di tingkat
Kabupaten Konawe Kepulauan.
Strategi ini dijalankan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Melalui strategi ini akan akan dibangun sistem pengawasan terpadu
yang kuat, khususnya pengawasan berbasis masyarakat, dengan
memberdayakan Pokmaswas yang sudah ada atau membentuk
Pokmaswas baru. Selain itu juga membangun kerja sama dengan
stakeholder terkait untuk melakukan pengawasan terpadu. Selain itu,
diperkuat juga dengan pengadaan perlengkapan untuk pelaksanaan
pengawasan, seperti sarana apung (kapal cepat), sarana komunikasi,
dan lain sebagainya.
c. Penguatan Sosial, Ekonomi dan Budaya
Hal yang umum terjadi di mana saja, bahwa salah satu alasan
yang mendasari terjadinya suatu tindakan pelanggaran adalah karena
alasan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Hal tersebut
kemudian menyebabkan masyarakat melakukan apa saja, tak peduli
apakah yang dilakukan menimbulkan dampak yang positif atau
negatif bagi lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut juga terjadi di
dalam kawasan KKP Pulau Wawonii.
Strategi yang dilakukan untuk menjawab permasalahan ini,
antara lain melalui pengembangan mata pencaharian yang sudah ada
ataupun dengan pembukaan alternatif-alternatif pencaharian baru.
Keberadaan budaya setempat, khususnya dalam wujud kearifan lokal
dalam pengelolaan suatu sumberdaya ataupun dalam tata
masyarakat akan sangat membantu di dalam menggalang dukungan
masyarakat terhadap pengelolaan kawasan. Umum dijumpai bahwa
masyarakat seringkali lebih taat terhadap suatu hukum yang tidak
tertulis atau hukum yang merupakan produk kesepakatan bersama di
dalam masyarakat sendiri, dari pada terhadap hukum yang
merupakan produk buatan pemerintah (hukum positif).
Pemanfaatan kawasan baik itu untuk tujuan wisata bahari dan
penangkapan ikan selanjutnya akan dikelola dan dikembangkan
berdasarkan sistem zonasi yang telah ada dan disepakati. Sebagian
masyarakat pesisir sangat tergantung pada kegiatan penangkapan
ikan di wilayah KKP yaitu berupa aktifitas penangkapan ikan
menggunakan jaring (pukat dasar), pancing rawai, rumpon, sero, dan
mini purshine penangkap cakalang deho dan bahkan ada yang berasal
dari luar daerah seperti Mamuju, Bone, dan beberapa daerah lainnya
di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, sosialisasi dan pengawasan
bentuk pemanfaatan kawasan berbasis perlindungan ekosistem harus
menjadi target utama bagi unit pengelola nantinya.
-117-

Dalam menjalankan strategi ini, sangatlah penting dalam


mengkolaborasikan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten dan pihak
swasta (investor) serta masyarakat lokal agar bersinergi dalam
mengintegrasikan kepentingan sosial, ekonomi dan budaya serta
sumber daya alam yang ada demi terkelolanya TWP di Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Pulau Wawonii dan sekitarnya secara
berkelanjutan.
Para masyarakat sebenarnya sudah memiliki pengetahuan
tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan bagi kehidupan
saat ini ataupun kehidupan anak cucu di masa akan datang yang
didapat melalui berbagai penyuluhan dan sosialisasi. Namun karena
berbagai alasan, pengetahuan yang dimiliki belum mampu
menimbulkan kesadaran di masyarakat untuk lebih peduli terhadap
kelestarian lingkungan. Masyarakat terutama nelayan sudah banyak
yang tahu bahwa terumbu karang sangat penting untuk mendukung
keberadaan ikan-ikan, namun tetap saja ada dari
masyarakat/nelayan yang dalam melakukan upaya penangkapan
ikan tidak peduli terhadap kelestarian terumbu karang.
Strategi penyadaran masyarakat melalui program
pendampingan dan pelatihan perlu dilakukan untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman masyarakat sehingga diharapkan
masyarakat mau menjaga kesadarannya untuk terus peduli terhadap
lingkungannya. Pengembangan potensi wisata di TWP KKP Pulau
Wawonii membutuhkan kerja sama dengan pihak swasta dalam
rangka meningkatkan ekonomi melalui kegiatan usaha. Untuk itu
diperlukan promosi kawasan terhadap para investor wisata bahari
dalam rangka menarik minat investasi di kawasan. Selain itu, promosi
terhadap masyarakat baik tingkat lokal, nasional maupun
internasional diperlukan dalam mengembangkan potensi wisata di
kawasan ini. Wisata bahari pada hakikatnya adalah mengembangkan
dan memanfaatkan obyek serta daya tarik wisata bahari di kawasan
berupa kekayaan alam yang indah, keragaman flora dan fauna.
Potensi devisa yang dapat diperoleh dari wisata bahari diperkirakan
sangat besar. Dengan potensi yang demikian besar, agar
pengembangan pariwisata, termasuk wisata bahari, memberikan
manfaat bagi pembangunan maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan
strategi yang terencana dan sistematis terkait promosi kawasan.
Keterlibatan atau partisipasi pelaku usaha wisata bahari menjadi
penting pula termasuk dalam kaitannya dengan upaya keberlanjutan
pariwisata itu sendiri dalam hal perlindungan terhadap lingkungan
maupun manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini penting
agar upaya pengembangan pariwisata tidak hanya demi
meningkatkan penerimaan daerah tetapi juga betul-betul memberikan
manfaat bagi masyarakat terutama yang berada di TWP KKP Pulau
Wawonii dan Sekitarnya.
-118-

B. Rencana Jangka Menengah


Rencana Jangka Menengah (RJM) dalam pengelolaan TWP Pulau
Wawonii terbagi atas RJM I, RJM II, RJM III, dan RJM IV dengan jangka
waktu 5 tahun setiap periodenya. Keseluruhan RJM tersebut dituangkan
dalam Rencana Pengelolaan TWP Pulau Wawonii untuk jangka waktu 20
tahun. Selanjutnya program dan kegiatan di tiap-tiap RJM akan dijabarkan
lebih lanjut dan secara detail dalam Rencana Kerja Tahunan. Rencana
Pengelolaan TWP Pulau Wawonii (1 tahun pertama, 5 tahun pertama, dan 20
tahun) dapat dilihat pada Tabel 14, Tabel 15, dan Tabel 16 berikut.
-119-

Tabel 14. Program Kerja Jangka Pendek (Satu Tahun Pertama)


Tahun
Sumber Pertama
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan
Dana Triwulan
1 2 3 4
1. Penguatan 1. Peningkatan sumber Pelatihan Pengelolaan Kawasan APBN/ DKP Prov.
Kelembagaan daya manusia dalam Konservasi untuk staf pengelola dan APBD/ Sultra/Lembaga
Pengelolaan pengelolaan kawasan masyarakat Pengelola KKP/Mitra
Lainnya
Kawasan konservasi
Konservasi 2. Penatakeloaan 1. Pembentukan lembaga pengelola APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelembagaan kawasan konservasi perairan APBD Biro Ortala
2. Penyusunan tugas pokok dan fungsi APBD DKP Prov.
lembaga pengelola TWP Pulau Sultra/Lembaga
Wawonii Pengelola KKP
3. Penyusunan Rencana Kerja Tahunan APBD/ DKP Prov.Sultra/
pengelolaan TWP Pulau Wawonii Lainnya Lembaga Pengelola KKP
3. Peningkatan 1. Pemasangan tanda batas, rambu dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kapasitas paelampung tambat perahu APBD Lembaga Pengelola KKP
infrastruktur 2. Penyediaan saranan penunjang APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengelolaan kawasan konservasi APBD Lembaga Pengelola KKP
4. Monitoring dan Monitoring dan evaluasi kelembagaan APBN/ DKP Prov. Sultra/
Evaluasi kawasan konservasi APBD Lembaga Pengelola KKP
2. Penguatan 1. Perlindungan habitat 1. Monitoring ekosistem pesisir kawasan APBN/ DKP Prov
Pengelolaan dan populasi ikan (ekosistem terumbu karang, APBD/ Sultra/Lembaga
Sumber Daya mangrove dan lamun) Lainnya Pengelola KKP, BPSPL
Kawasan Makassar Perguruan
Tinggi, NGO
2. Monitoring sosial, ekonomi, dan APBN/ DKP Prov
budaya dalam kawasan konservasi APBD/ Sultra/Lembaga
Lainnya Pengelola KKP,
Perguruan Tinggi, NGO
-120-

Tahun
Sumber Pertama
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan
Dana Triwulan
1 2 3 4
3. Monitoring biota yang dilindungi APBN/ DKP Prov
APBD/ Sultra/Lembaga
Lainnya Pengelola KKP, BPSPL
Makassar Perguruan
Tinggi, NGO
4. Penilaian EKKP-3-K setiap tahun APBN/ DKP Prov
APBD/ Sultra/Lembaga
Lainnya Pengelola KKP, Dinas
terkait, Perguruan
Tinggi, NGO
2. Pengawasan dan 1. Patroli rutin/reguler APBD DKP Prov.
pengendalian Sultra/Lembaga
Pengelola KKP
2. Patroli bersama APBN/ DKP Prov.
APBD/ Sultra/Lembaga
Lainnya Pengelola KKP, Dinas
terkait, Mitra
3. Patroli mendadak/insidentil APBD/ DKP Prov.
Lainnya Sultra/Lembaga
Pengelola KKP, Dinas
terkait, Mitra
4. Penegakan hukum terhadap APBD/ DKP Prov
pelanggaran Lainnya Sultra/Lembaga
Pengelola KKP, Dinas
terkait, Mitra
5. koordinasi pengawasan dan APBN/ DKP Prov
penegakan APBD/ Sultra/Lembaga
hukum Lainnya Pengelola KKP, Dinas
terkait, Mitra
-121-

Tahun
Sumber Pertama
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan
Dana Triwulan
1 2 3 4
3. Monitoring dan Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan APBN/ KKP, DKP Prov.
evaluasi sumber daya kawasan APBD Sultra/Lembaga
Pengelola KKP

Tabel 15. Matriks Rencana Pengelolaan TWP Pulau Wawonii Jangka Menengah (5 Tahun Pertama)
Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
1. Penguatan 1. Peningkatan sumber 1. Pelatihan Pengelolaan Kawasan APBN/ DKP Prov.
Kelembagaan daya manusia dalam Konservasi untuk staf pengelola dan APBD/ Sultra/Lembaga
Pengelolaan pengelolaan kawasan masyarakat Swasta Pengelola KKP/Mitra
Kawasan konservasi 2. Pelatihan monitoring kesehatan APBN/ DKP Prov.
Konservasi ekosistem pesisir kawasan konservasi APBD/ Sultra/Lembaga
Laninnya Pengelola KKP/Mitra
3. Penyadartahuan kepada masyarakat APBN/ DKP Prov.
tentang pentingnya kawasan APBD/ Sultra/Lembaga
konservasi beserta zonasinya Laninnya Pengelola KKP/Mitra
4. Pelatihan selam bagi staf pengelola APBN/ DKP Prov.
dan masyarakat APBD/ Sultra/Lembaga
Laninnya Pengelola KKP/Mitra
5. Pelatihan pengembangan wisata APBN/ DKP Prov.
berkelanjutan di dalam kawasan APBD Sultra/Lembaga
konservasi dan manajemen wisata Pengelola KKP/Mitra
2. Penatakeloaan 1. pembentukan lembaga pengelola APBN/ DKP Prov.
kelembagaan kawasan konservasi perairan APBD Sultra/Biro Ortala
2. Sosialisasi unit pengelola TWP Pulau APBN/ DKP Prov.
Wawonii APBD Sultra/Lembaga
Pengelola KKP
-122-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
3. Penyusunan profil pengelolaan dan APBD/ DKP Prov.
kawasan konservasi TWP Pulau Lainnya Sultra/Lembaga
Wawonii Pengelola KKP
4. Penyususnan Rencana kerja tahunan APBD/ DKP
pengelolaan TWP Pulau Wawonii Lainnya Prov.Sultra/Lembaga
Pengelola KKP
5. Penyusunan rencana teknis APBD/ DKP Prov.
pemanfaatan TWP Pulau Wawonii Lainnya Sultra/Lembaga
Pengelola KKP/NGO
6. Penyusunan rencana formasi SDM APBD DKP Prov.
pengelola TWP Pulau Wawonii Sultra/Lembaga
Pengelola KKP
7. Penyusunan tugas pokok dan fungsi APBD DKP Prov.
lembaga pengelola TWP Pulau Wawonii Sultra/Lembaga
Pengelola KKP
8. Penyusunan SOP perkantoran dan APBD DKP Prov. Sultra/
pengelolaan keuangan Lembaga Pengelola
KKP
9. Penyusunan SOP sarana dan APBD DKP Prov. Sultra/
prasarana Lembaga Pengelola
KKP
10.Penyusunan SOP Pengawasan/Patroli APBD DKP Prov. Sultra/
bersama Lembaga Pengelola
KKP/
11.Penyusunan SOP monitoring biofisik APBD DKP Prov. Sultra/
Lembaga Pengelola
KKP/NGO
12.Penyusunan SOP monitoring sosekbud APBD/ DKP Prov. Sultra/
Lainnya Lembaga Pengelola
KKP/NGO
-123-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
13.Penyusunan SOP Monitoring dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
evaluasi efektivitas pengelolaan Lainnya Lembaga Pengelola
kawasan konservasi KKP/NGO
14.Pembentukan tim penyuluh APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP/Mitra
3. Peningkatan kapasitas 1. Pembangunan kantor unit pengelola APBN/ DKP Prov. Sultra/
infrastruktur kawasan konservasi APBD Lembaga Pengelola
KKP
2. Pengadaan kapal patroli beserta APBN/ DKP Prov. Sultra/
peralatan komunikasi , navigasi dan APBD Lembaga Pengelola
safety KKP
3. Pembuatan pos-pos pengawasan APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD Lembaga Pengelola
KKP
4. Pemasangan tanda batas, rambu dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
paelampung tambat perahu APBD Lembaga Pengelola
KKP
5. Pemasangan sistem komunikasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD Lembaga Pengelola
KKP
6. Pembuatan papan informasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD Lembaga Pengelola
KKP
7. Penyediaan saranan penunjang APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengelolaan kawasan konservasi APBD Lembaga Pengelola
KKP
8. Penyediaan tambatan perahu APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD Lembaga Pengelola
KKP
-124-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
4. Penyusunan 1. Penyusunan Peraturan Gubernur APBN/ DKP Prov. Sultra/
peraturan pengelolaan tentang Peraturan pemanfaatan APBD/ Lembaga Pengelola
kawasan konservasi kawasan konservasi Lainnya KKP/NGO
2. Penyusunan peraturan persyaratan APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan tata cara perizinan pemanfaatan APBD Lembaga Pengelola
kawasan konservasi KKP/Mitra
3. Penyusunan pedoman pelaksanaan/ APBN/ DKP Prov. Sultra/
petunjuk teknis pemanfaatan kawasan APBD Lembaga Pengelola
konservasi KKP/Mitra
5. Pengembangan 1. Pembentukan kelompok mitra APBD DKP Prov. Sultra/
Organisasi/ konservasi Lembaga Pengelola
kelembagaan KKP/NGO
masyarakat 2. Sosialisai peratuaran pemanfaatan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kawasan konservasi melalui APBD Lembaga Pengelola
pemberdayaan masyarakat kawasan KKP/Mitra
dan sekitarnya
3. Pelatihan masyarakat untuk APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengawasan dan rehabilitasi ekosistem APBD Lembaga Pengelola
pesisir KKP/Mitra
4. Penguatan kapasitas POKMASWAS APBN/ DKP Prov. Sultra/
melalui pelatihan dan patroli bersama APBD Lembaga Pengelola
KKP/Mitra
6. Pengembangan 1. Sosialisasi program pengelolaan APBD DKP Prov. Sultra/
kemitraan kawasan konservasi kepada Lembaga Pengelola
masyarakat KKP/NGO
2. Inisiasi kemitraan kepada masyarakat APBD DKP Prov. Sultra/
dalam pengelolaan TWP Pulau Lembaga Pengelola
Wawonii KKP/NGO
-125-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
3. Pembentukan kelompok mitra APBD DKP Prov. Sultra/
konservasi Lembaga Pengelola
KKP/Mitra
4. Membangun kerja sama/ kemitraan APBD DKP Prov. Sultra/
dengan perguruan tinggi, NGO serta Lembaga Pengelola
pihak-pihak lainnya melalui MoU atau KKP/Mitra
perjanjian kerja sama.
7. Pengembangan Sistem 1. Penyusunan rencana anggaran APBN/ DKP Prov. Sultra/
Pendanaan kebutuhan pengelolaan dan peluang APBD/ Lembaga Pengelola
Berkelanjutan sumber pendanaan berkelanjutan Lainnya KKP/Mitra
2. Penyusunan mekanisme pendanaan APBN/ DKP Prov. Sultra/
berkelanjutan terhadap pengelolaan APBD/ Lembaga Pengelola
kawasan konservasi Lainnya KKP/Mitra
3. Penyusunan mekanisme pengelolaan APBN/ DKP Prov. Sultra/
dana dan retribusi pemanfaatan APBD/ Lembaga Pengelola
kawasan konservasi Lainnya KKP/Mitra
4. Pengkajian dan penerapan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pembayaran jasa ekosistem (payment APBD/ Lembaga Pengelola
ecosystem service) Lainnya KKP/Mitra
5. Implementasi pungutan/jasa APBN/ DKP Prov. Sultra/
lingkungan dalam kawasan konservasi APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP/Mitra
8. Monitoring dan Monitoring dan evaluasi kelembagaan APBN/ DKP Prov. Sultra/
Evaluasi kawasan konservasi APBD Lembaga Pengelola
KKP
2. Penguatan 1. Perlindungan habitat 1. Sosialisasi zonasi TWP Pulau Wawonii APBN/ DKP Prov. Sultra/
Pengelolaan dan populasi ikan kepada masyarakat dan pihak-pihak APBD/ Lembaga Pengelola
terkait Lainnya KKP/Mitra
-126-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
Sumber Daya 2. Seminar/diseminasi kondisi ekosistem APBN/ DKP Prov. Sultra/
Kawasan pesisir dan sumber daya perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
dalam kawasan konservasi perairan Lainnya KKP/
Perguruan Tinggi/
Mitra
3. Monitoring biota yang dilindungi APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, BPSPL
Makassar Perguruan
Tinggi, NGO
4. Monintoring lokasi pemijahan ikan APBN/ DKP Prov. Sultra/
(Spawning Aggregation Sites/SPAGS APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, BPSPL
Makassar Perguruan
Tinggi, NGO
5. Monitoring ekosistem pesisir kawasan APBN/ DKP Prov. Sultra/
(ekosistem terumbu karang, mangrove APBD/ Lembaga Pengelola
dan lamun) Lainnya KKP, BPSPL
Makassar Perguruan
Tinggi, NGO
6. Sosialisasi jenis biota perairan yang APBN/ DKP Prov. Sultra/
dilindungi APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP/BPSPL
Makassar/Dinas
Terkait/ Perguruan
Tinggi/ NGO
7. Penataan dan pemasangan tanda APBN/ DKP Prov. Sultra/
batas khususnya zona inti yang APBD/ Lembaga Pengelola
merupakan habitat prioritas Lainnya KKP/NGO
-127-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
perlindungan dalam kawasan
konservasi
8. Perlindungan kawasan tertentu diduga APBN/ DKP Prov. Sultra/
daerah pemijahan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainny KKP/ Perguruan
Tinggi/ NGO
9. Peningkatan pengawasan melalui APBN/ DKP Prov. Sultra/
kegiatan patroli dan pemberdayaan APBD/ Lembaga Pengelola
masyarakat kawasan konservasi Lainnya KKP, Dinas/Instansi
terkait, Mitra
10.Sosialiasi fungsi dan peranan APBN/ DKP Prov. Sultra/
ekosistem pesisir APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas/Instansi
terkait, Mitra
11.Pembuatan atlas sumberdaya pesisir APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan laut TWP Pulau Wawonii APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Mitra

12.Bimbingan teknis monitoring dan APBN/ DKP Prov. Sultra/


rehabilitasi ekosistem pesisir berbasis APBD/ Lembaga Pengelola
masyarakat Lainnya KKP, Dinas/Instansi
terkait, Mitra
2. Rehabilitasi habitat 1. Rehabilitasi ekosistem terumbu APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan populasi ikan karang APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP/Mitra

2. Rehabilitasi ekosistem mangrove APBN/ DKP Prov. Sultra/


APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
-128-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
3. Rehabilitasi ekosistem lamun APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
4. Pemulihan habitat penting untuk biota APBN/ DKP Prov. Sultra/
perairan tertentu (Endangered, APBD/ Lembaga Pengelola
Threatened, Protected Species) Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
5. Pembuatan rumah ikan untuk APBN/ DKP Prov. Sultra/
pemulihan stok ikan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
6. Pembuatan bank ikan APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
3. Pendidikan, Penelitian 1. Pengadaan bahan edukasi dan APBD/ DKP Prov. Sultra/
dan Pengembangan penyadartahuan (leaflet, poster, buku, Lainnya Lembaga Pengelola
video/film, papan informasi dall) KKP, Mitra
2. Penyediaan website sebagai media APBD/ DKP Prov Sultra/
informasi dan masukan terhadap Lainnya Lembaga Pengelola
pengelolaan kawasan konservasi KKP, Mitra
3. Pendidikan pesisir dan laut bagi siswa APBD/ DKP Prov. Sultra/
SD-SMA Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
4. Pengadaan sarana dan prasarana APBN/ DKP Prov. Sultra/
penunjang survei atau monitoring APBD Lembaga Pengelola
KKP
-129-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
kondisi sumber daya kawasan
konservasi
5. Monitoring sosial, ekonomi, dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
budaya dalam kawasan konservasi APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, NGO
6. Kajian daya dukung kawasan APBN/ DKP Prov. Sultra/
terhadap kegiatan pariwisata dalam APBD/ Lembaga Pengelola
TWP Pulau Wawonii Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
7. Kajian potensi dan daya dukung APBN/ DKP Prov. Sultra/
terhadap perikanan tangkap dalam APBD/ Lembaga Pengelola
TWP Pulau Wawonii Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, NGO
8. Kajian potensi dan daya dukung APBN/ DKP Prov. Sultra/
terhadap perikanan budidaya dalam APBD/ Lembaga Pengelola
TWP Pulau Wawonii Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, NGO
9. Kajian pengembangan mata APBN/ DKP Prov. Sultra/
pencaharian alternatif bagi APBD/ Lembaga Pengelola
masyarakat Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, NGO
10.Kajian kerawanan bencana dalam TWP APBN/ DKP Prov. Sultra/
Pulau Wawonii APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
-130-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
11.Pengembangan teknologi pengelolaan APBN/ DKP Prov. Sultra/
sumber daya perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
12.Penilaian EAFM setiap dua tahun APBN/ DKP Prov. Sultra/
sekali APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
13.Penilaian EKKP-3-K setiap tahun APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO

4. Pemanfatan Sumber 1. Pengembangan kegiatan budidaya laut APBN/ DKP Prov. Sultra/
Daya Ikan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Mitra
2. Pengembangan kegiatan perikanan APBN/ DKP Prov. Sultra/
tangkap dengan teknologi ramah APBD/ Lembaga Pengelola
lingkungan dan efisien Lainnya KKP, Mitra
3. Pengembangan kegiatan perikanan APBN/ DKP Prov. Sultra/
skala kecil melalui Pengelolaan Akses APBD/ Lembaga Pengelola
Area Perikanan (PAAP) Lainnya KKP, NGO
4. Identifikasi potensi perikanan APBN/ DKP Prov. Sultra/
budidaya APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
-131-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
5. Pengorganisasian kelompok budidaya APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
6. Pelatihan teknik budidya yang APBN/ DKP Prov. Sultra/
bertanggung jawab (BMP Aquaculture) APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
7. Pendampingan kelompok budidaya APBN/ DKP Prov. Sultra/
daam memperbaiki praktek budidaya APBD/ Lembaga Pengelola
yang bertanggung jawab Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
8. Bimbingan teknis budidaya perairan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pada daerah yang memiliki potensi APBD/ Lembaga Pengelola
pengembangan kegiatan budidaya Lainnya KKP, Dinas terkait,
perairan Perguruan Tinggi,
Mitra
9. Identifikasi potensi perikanan tangkap APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
10.Pengorganisasian kelompok nelayan APBN/ DKP Prov. Sultra/
tangkap APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
11.Pelatihan praktek perikanan APBN/ DKP Prov. Sultra/
berkelanjutan tuna dan ikan karang APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
-132-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
Perguruan Tinggi,
Mitra
12.Pendampingan kelompok nelayan APBN/ DKP Prov. Sultra/
tangkap dalam melakukan perbaikan APBD/ Lembaga Pengelola
praktek perikanan Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
13.Pelatihan teknik pasca panen hasil APBN/ DKP Prov. Sultra/
perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
14.Pelatihan diversifikasi hasil perikanan APBN/ DKP Prov. Sultra/
dalam bentuk olahan yang bernilai APBD/ Lembaga Pengelola
ekonomis Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
5. Pariwisa alam dan jasa 1. Identifikasi potensi wisata bahari APBN/ DKP Prov. Sultra/
lingkungan dalam TWP Pulau Wawonii APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
2. Pengembangan kegiatan pariwisata APBN/ DKP Prov. Sultra/
alam dalam kawasan konservasi APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra

3. Peningkatan sarana dan prasarana APBN/ DKP Prov. Sultra/


penunjang kegiatan pariwisata dalam APBD/ Lembaga Pengelola
kawasan konservasi Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
-133-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
4. Penguatan Promosi wisata dalam APBN/ DKP Prov. Sultra/
kawasan konservasi dan jaringannya APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
5. Pelatihan selam bagi anggota APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelompok masyarakat pemandu wisata APBD/ Lembaga Pengelola
selam Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
6. pengembangan pariwisata bawah air APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan APBD/ Lembaga Pengelola
darat berbasis ekowisata Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
7. Pengorganisasian kelompok APBN/ DKP Prov. Sultra/
masyarakat dalam mengembangkan APBD/ Lembaga Pengelola
ekowisata Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
6. Pengawasan dan 1. Sosialisasi peraturan pemanfaatan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengendalian kawasan konservasi APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
2. Pembentukan tim patroli gabungan APBN/ DKP Prov. Sultra/
antara masyarakat dan aparat APBD/ Lembaga Pengelola
keamanan Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
3. Patroli rutin/reguler APBD DKP Prov. Sultra/
Lembaga Pengelola
KKP
4. Patroli bersama APBN/ DKP Prov.
APBD/ Sultra/Lembaga
Lainnya
-134-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
Pengelola KKP, Dinas
terkait, Mitra
5. Patroli mendadak/insidentil APBD/ DKP Prov. Sultra/
Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
6. Pemetaan daerah rawan pelanggaran APBD/ DKP Prov. Sultra/
dan gangguan Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
7. Penyusunan mekanisme pelaporan APBD/ DKP Prov. Sultra/
pelanggaran Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
8. Penegakan hukum terhadap APBD/ DKP Prov. Sultra/
pelanggaran Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
9. Pembuatan sistem informasi APBD/ DKP Prov. Sultra/
pengawasan Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
10.Koordinasi pengawasan dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
penegakan hukum APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
11.Bimbingan teknis pengawasan/patroli APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
-135-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
12.Penyusunan SOP pengawasan APBD/ DKP Prov Sultra/
kawasan konservasi berbasis Lainnya Lembaga Pengelola
masyarakat KKP, Dinas terkait,
Mitra
13.Pembentukan POKMASWAS/mitra APBD/ DKP Prov. Sultra/
konservasi Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
14.Pelatihan POKMASWAS/mitra APBN/ DKP Prov
konservasi APBD/ Sultra/Lembaga
Lainnya Pengelola KKP, Dinas
terkait, Mitra
15.Penyediaan sarana prasarana APBN/ DKP Prov
POKMASWAS/mitra konservasi APBD/ Sultra/Lembaga
Lainnya Pengelola KKP, Dinas
terkait

7. Monitoring dan Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan APBN/ KKP, DKP Prov.
evaluasi sumber daya kawasan APBD Sultra/Lembaga
Pengelola KKP
3. Penguatan 1. Pengembangan Sosial 1. Inventarisasi/ pencatatan hasil APBN/ DKP Prov. Sultra/
Sosial, Ekonomi Masyarakat penangkapan ikan oleh masyarakat APBD/ Lembaga Pengelola
Ekonomi dan dan alur pemasaran Lainnya KKP, Dinas terkait,
Budaya Perguruan Tinggi,
NGO
2. Pengembangan jaringan pasar bagi APBN/ DKP Prov. Sultra/
hasil tangkapan nelayan atau APBD/ Lembaga Pengelola
pembudidaya ikan dalam kawasan Lainnya KKP, Dinas terkait,
konservasi Perguruan Tinggi,
NGO
-136-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
3. Pelatihan Pengolahan produk APBD/ DKP Prov. Sultra/
perikanan bagi masyarakat Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO/LSM
4. Pembuatan protokol dan pelaksanaan APBD/ DKP Prov. Sultra/
monitoring persepsi stakeholder secara Lainnya Lembaga Pengelola
berkala KKP, Dinas terkait,
Mitra
5. Survey persepsi masyarakat terhadap APBD/ DKP Prov. Sultra/
TWP Pulau Wawonii Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
6. Penyusunan protokol monitoring APBD/ DKP Prov. Sultra/
penggunan sumberdaya kawasan TWP Lainnya Lembaga Pengelola
Pulau Wawonii KKP, Dinas terkait,
Mitra
7. Monitoring pengguna sumberdaya APBD/ DKP Prov. Sultra/
kawasan TWP Pulau Wawonii Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
2. Pemberdayaan 1. Peningkatan partisipasi masyarakat APBN/ DKP Prov. Sultra/
Masyarakat melalui kegiatan kemitraan dalam APBD/ Lembaga Pengelola
pengelolaan kawasan konservasi Lainnya KKP, NGO/LSM,
Mitra
2. Pertemuan rutin pengelola dengan APBD/ DKP Prov. Sultra/
masyarakat kawasan Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, NGO
-137-

Periode I
Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025
Dana
1 2 3 4 5
3. Bantuan sarana prasarana kepada APBN/ KKP, DKP Prov.
masyarakat dalam menunjang APBD/ Sultra/Lembaga
kegiatan pemanfaatan kawasan Lainnya Pengelola KKP, Dinas
konservasi dan pendampingan terkait, Mitra
4. Pengembangan BUMDES atau APBN/ DKP Prov. Sultra/
koperasi yang telah ada APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
5. Pelibatan masyarakat dalam APBD DKP Prov. Sultra/
perencanaan program/kegiatan Lembaga Pengelola
dan/atau perumusan kebijakan KKP
pengelolaan kawasan konservasi
6. Pelibatan masyarakat dalam APBN/ DKP Prov. Sultra/
kampanye dan penyebarluasan APBD/ Lembaga Pengelola
informasi kawasan konservasi Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Dinas terkait,
NG
3. Pelestarian Adat dan 1. Identifikasi kearifan lokal yang APBN/ KKP, DKP Prov.
Budaya melestarikan APBD Sultra/Lembaga
sumberdaya pesisir Pengelola KKP
2. Penguatan adat yang memiliki kearifan APBN/ KKP, DKP Prov.
lokal APBD Sultra/Lembaga
dalam melestarikan sumberdaya Pengelola KKP
pesisir
4. Monitoring dan Monitoring dan Evaluasi Penguatan APBN/ KKP, DKP Prov.
Evaluasi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kawasan APBD Sultra/Lembaga
Konservasi Perairan Pengelola KKP
-138-

Tabel 16. Matriks Rencana Pengelolaan TWP Pulau Wawonii Jangka Panjang (20 Tahun)

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Penguatan 1. Peningkatan 1. Pelatihan Pengelolaan APBN/ DKP Prov. Sultra/
Kelembagaan sumber daya Kawasan Konservasi APBD/ Lembaga Pengelola
Pengelolaan manusia dalam untuk staf pengelola KKP/Mitra
Kawasan pengelolaan dan masyarakat Lainnya
Konservasi kawasan 2. Pelatihan monitoring APBN/ DKP Prov. Sultra/
konservasi kesehatan ekosistem APBD/ Lembaga Pengelola
pesisir kawasan Laninnya KKP/Mitra
konservasi
3. Studi APBN/ DKP Prov. Sultra/
banding/kunjungan APBD/ Lembaga Pengelola
lapang ke kawasan Laninnya KKP/Mitra
konservasi yang telah
dikelola dengan baik
4. Penyadartahuan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kepada masyarakat APBD/ Lembaga Pengelola
tentang pentingnya Laninnya KKP/Mitra
kawasan konservasi
beserta zonasinya

5. Pelatihan selam bagi APBN/ DKP Prov. Sultra/


staf pengelola dan APBD/ Lembaga Pengelola
masyarakat Laninnya KKP/Mitra
6. Pelatihan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengembangan wisata APBD Lembaga Pengelola
berkelanjutan di dalam KKP/Mitra
kawasan konservasi
dan manajemen wisata
2. Penatakeloaan 1. pembentukan lembaga APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelembagaan pengelola kawasan APBD Biro Ortala
konservasi perairan
2. Sosialisasi unit APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengelola TWP Pulau APBD Lembaga Pengelola
Wawonii KKP
3. Penyusunan profil APBD/ DKP Prov.
pengelolaan dan Lainnya Sultra/Lembaga
kawasan konservasi Pengelola KKP
TWP Pulau Wawonii
-139-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4. Penyususnan Rencana APBD/ DKP Prov.Sultra/
kerja tahunan Lainnya Lembaga Pengelola
pengelolaan TWP Pulau KKP
Wawonii
5. Penyusunan rencana APBD/ DKP Prov. Sultra/
teknis pemanfaatan Lainnya Lembaga Pengelola
TWP Pulau Wawonii KKP/NGO
6. Penyusunan rencana APBD DKP Prov. Sultra/
formasi SDM pengelola Lembaga Pengelola
TWP Pulau Wawonii KKP
7. Penyusunan tugas APBD DKP Prov. Sultra/
pokok dan fungsi Lembaga Pengelola
lembaga pengelola TWP KKP
Pulau Wawonii
8. Penyusunan SOP APBD DKP Prov. Sultra/
perkantoran dan Lembaga Pengelola
pengelolaan keuangan KKP
9. Penyusunan SOP APBD DKP Prov. Sultra/
sarana dan prasarana Lembaga Pengelola
KKP
10. Penyusunan SOP APBD DKP Prov. Sultra/
Pengawasan/Patroli Lembaga Pengelola
bersama KKP/
11. Penyusunan SOP APBD DKP Prov. Sultra/
monitoring biofisik Lembaga Pengelola
KKP/NGO
12. Penyusunan SOP APBD/ DKP Prov. Sultra/
monitoring sosekbud Lainnya Lembaga Pengelola
KKP/NGO
13. Penyusunan SOP APBN/ DKP Prov. Sultra/
Monitoring dan evaluasi Lainnya Lembaga Pengelola
efektivitas pengelolaan KKP/NGO
kawasan konservasi
14. Pembentukan tim APBN/ DKP Prov. Sultra/
penyuluh APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP/Mitra
3. Peningkatan 1. Pembangunan kantor APBN/ DKP Prov. Sultra/
kapasitas unit pengelola kawasan APBD Lembaga Pengelola
infrastruktur konservasi KKP
-140-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
2. Pengadaan kapal patroli APBN/ DKP Prov. Sultra/
beserta peralatan APBD Lembaga Pengelola
komunikasi , navigasi KKP
dan safety
3. Pembuatan pos-pos APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengawasan APBD Lembaga Pengelola
KKP
4. Pemasangan tanda APBN/ DKP Prov. Sultra/
batas, rambu dan APBD Lembaga Pengelola
paelampung tambat KKP
perahu
5. Pemasangan sistem APBN/ DKP Prov. Sultra/
komunikasi APBD Lembaga Pengelola
KKP
6. Pembuatan papan APBN/ DKP Prov. Sultra/
informasi APBD Lembaga Pengelola
KKP
7. Penyediaan sarana APBN/ DKP Prov. Sultra/
penunjang pengelolaan APBD Lembaga Pengelola
kawasan konservasi KKP
8. Penyediaan tambatan APBN/ DKP Prov. Sultra/
perahu APBD Lembaga Pengelola
KKP
4. Penyusunan 1. Penyusunan Peraturan APBN/ DKP Prov. Sultra/
peraturan Gubernur tentang APBD/ Lembaga Pengelola
pengelolaan Peraturan pemanfaatan Lainnya KKP/NGO
kawasan kawasan konservasi
konservasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
2. Penyusunan peraturan
persyaratan dan tata APBD Lembaga Pengelola
cara perizinan KKP/Mitra
pemanfaatan kawasan
konservasi
3. Penyusunan pedoman APBN/ DKP Prov. Sultra/
pelaksanaan/ petunjuk APBD Lembaga Pengelola
teknis pemanfaatan KKP/Mitra
kawasan konservasi
5.Pengembangan 1. Pembentukan kelompok APBD DKP Prov. Sultra/
Organisasi/ mitra konservasi Lembaga Pengelola
kelembagaan KKP/NGO
masyarakat 2. Sosialisai peratuaran APBN/ DKP Prov. Sultra/
pemanfaatan kawasan APBD Lembaga Pengelola
konservasi melalui KKP/Mitra
-141-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
pemberdayaan
masyarakat kawasan
dan sekitarnya
3. Pelatihan masyarakat APBN/ DKP Prov. Sultra/
untuk pengawasan dan APBD Lembaga Pengelola
rehabilitasi ekosistem KKP/Mitra
pesisir
4. Penguatan kapasitas APBN/ DKP Prov. Sultra/
POKMASWAS melalui APBD Lembaga Pengelola
pelatihan dan patroli KKP/Mitra
bersama
6. Pengembangan 1. Sosialisasi program APBD DKP Prov. Sultra/
kemitraan pengelolaan kawasan Lembaga Pengelola
konservasi kepada KKP/NGO
masyarakat
2. Inisiasi kemitraan APBD DKP Prov. Sultra/
kepada masyarakat Lembaga Pengelola
dalam pengelolaan TWP KKP/NGO
Pulau Wawonii
3. Pembentukan kelompok APBD DKP Prov. Sultra/
mitra konservasi Lembaga Pengelola
KKP/Mitra
4. Membangun kerja APBD DKP Prov. Sultra/
sama/ kemitraan Lembaga Pengelola
dengan perguruan KKP/Mitra
tinggi, NGO serta
pihak-pihak lainnya
melalui MoU atau
perjanjian kerja sama.
7. Pembentukan 1. Mengadakan APBN/ DKP Prov. Sultra/
jejaring kawasan pertemuan awal antara APBD/ Lembaga Pengelola
konservasi pengelola kawasan Lainnya KKP/Mitra
perairan konservasi untuk
inisisasi jejaring
kawasan konservasi
2. Mengadakan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pertemuan APBD/ Lembaga Pengelola
pembahasan antar Lainnya KKP/Mitra
pengelola kawasan
konservasi
-142-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3. Implementasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
kesepakatan/kerjasama APBD/ Lembaga Pengelola
dalam jejaring kawasan Lainnya KKP/Mitra
konservasi
4. Koordinasi dan evaluasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
kerja jejaring kawasan APBD/ Lembaga Pengelola
konservasi Lainnya KKP/Mitra
8. Pengembangan 1. Penyusunan rencana APBN/ DKP Prov. Sultra/
Sistem Pendanaan anggaran kebutuhan APBD/ Lembaga Pengelola
Berkelanjutan pengelolaan dan Lainnya KKP/Mitra
peluang sumber
pendanaan
berkelanjutan

2. Penyusunan APBN/ DKP Prov. Sultra/


mekanisme pendanaan APBD/ Lembaga Pengelola
berkelanjutan terhadap Lainnya KKP/Mitra
pengelolaan kawasan
konservasi
3. Penyusunan APBN/ DKP Prov. Sultra/
mekanisme pengelolaan APBD/ Lembaga Pengelola
dana dan retribusi Lainnya KKP/Mitra
pemanfaatan kawasan
konservasi
4. Pengkajian dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
penerapan pembayaran APBD/ Lembaga Pengelola
jasa ekosistem Lainnya KKP/Mitra
(payment ecosystem
service)
5. Implementasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
pungutan/jasa APBD/ Lembaga Pengelola
lingkungan dalam Lainnya KKP/Mitra
kawasan konservasi
6. Penyertaan anggaran APBN/ DKP Prov. Sultra/
yang berasal dari desa APBD/ Lembaga Pengelola
dan pihak-pihak Lainnya KKP/Mitra
lainnya dalam
pengelolaan kawasan
konservasi
-143-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
9. Monitoring dan Monitoring dan evaluasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
Evaluasi kelembagaan kawasan APBD Lembaga Pengelola
konservasi KKP
2. Penguatan 1. Perlindungan 1. Sosialisasi zonasi TWP APBN/ DKP Prov. Sultra/
Pengelolaan habitat dan Pulau Wawonii kepada APBD/ Lembaga Pengelola
Sumber Daya populasi ikan masyarakat dan pihak- Lainnya KKP/Mitra
Kawasan pihak terkait
2. Seminar/diseminasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
kondisi ekosistem APBD/ Lembaga Pengelola
pesisir dan sumber Lainnya KKP/
daya perikanan dalam Perguruan Tinggi/
kawasan konservasi Mitra
perairan

3. Monitoring biota yang APBN/ DKP Prov. Sultra/


dilindungi APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, BPSPL
Makassar Perguruan
Tinggi, NGO
4. Monintoring lokasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
pemijahan ikan APBD/ Lembaga Pengelola
(Spawning Aggregation Lainnya KKP, BPSPL
Sites/SPAGS Makassar Perguruan
Tinggi, NGO
5. Monitoring ekosistem APBN/ DKP Prov
pesisir kawasan APBD/ Sultra/Lembaga
(ekosistem terumbu Lainnya Pengelola KKP,
karang, mangrove dan BPSPL Makassar
lamun) Perguruan Tinggi,
NGO
6. Sosialisasi jenis biota APBN/ DKP Prov. Sultra/
perairan yang APBD/ Lembaga Pengelola
dilindungi Lainnya KKP/
BPSPL Makassar/
Dinas
Terkait/Perguruan
Tinggi/ NGO
7. Penataan dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pemasangan tanda APBD/ Lembaga Pengelola
batas khususnya zona Lainnya KKP/NGO
inti yang merupakan
habitat prioritas
-144-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
perlindungan dalam
kawasan konservasi
8. Perlindungan kawasan APBN/ DKP Prov. Sultra/
tertentu diduga daerah APBD/ Lembaga Pengelola
pemijahan Lainny KKP/ Perguruan
Tinggi/ NGO
9. Peningkatan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengawasan melalui APBD/ Lembaga Pengelola
kegiatan patroli dan Lainnya KKP, Dinas/Instansi
pemberdayaan terkait, Mitra
masyarakat kawasan
konservasi
10. Sosialiasi fungsi dan APBN/ DKP Prov.
peranan ekosistem APBD/ Sultra/Lembaga
pesisir Lainnya Pengelola KKP,
Dinas/Instansi
terkait, Mitra
11. Pembuatan atlas APBN/ DKP Prov. Sultra/
sumberdaya pesisir dan APBD/ Lembaga Pengelola
laut TWP Pulau Lainnya KKP, Mitra
Wawonii
12. Bimbingan teknis APBN/ DKP Prov
monitoring dan APBD/ Sultra/Lembaga
rehabilitasi ekosistem Lainnya Pengelola KKP,
pesisir berbasis Dinas/Instansi
masyarakat terkait, Mitra
2. Rehabilitasi 1. Rehabilitasi ekosistem APBN/ DKP Prov. Sultra/
habitat dan terumbu karang APBD/ Lembaga Pengelola
populasi ikan Lainnya KKP/Mitra

2. Rehabilitasi ekosistem APBN/ DKP Prov. Sultra/


mangrove APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
3. Rehabilitasi ekosistem APBN/ DKP Prov. Sultra/
lamun APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
4. Pemulihan habitat APBN/ DKP Prov.Sultra/
penting untuk biota APBD/ Lembaga Pengelola
perairan tertentu Lainnya KKP, Perguruan
(Endangered, Tinggi, Mitra
-145-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Threatened, Protected
Species)
5. Pembuatan rumah ikan APBN/ DKP Prov. Sultra/
untuk pemulihan stok APBD/ Lembaga Pengelola
ikan Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
6. Pembuatan bank ikan APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Perguruan
Tinggi, Mitra
3. Pendidikan, 1. Pengadaan bahan APBD/ DKP Prov. Sultra/
Penelitian dan edukasi dan Lainnya Lembaga Pengelola
Pengembangan penyadartahuan KKP, Mitra
(leaflet, poster, buku,
video/film, papan
informasi dall)
2. Penyediaan website APBD/ DKP Prov. Sultra/
sebagai media informasi Lainnya Lembaga Pengelola
dan masukan terhadap KKP, Mitra
pengelolaan kawasan
konservasi
3. Pendidikan pesisir dan APBD/ DKP Prov. Sultra/
laut bagi siswa SD-SMA Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
4. Pengadaan sarana dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
prasarana penunjang APBD Lembaga Pengelola
survei atau monitoring KKP
kondisi sumber daya
kawasan konservasi
5. Pembangunan sarana APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan prasarana APBD/ Lembaga Pengelola
penelitian dan Lainnya KKP
pengembangan biota
perairan yang
dilindungi,
langka/terancam
punah atau endemik
6. Monitoring sosial, APBN/ DKP Prov. Sultra/
ekonomi, dan budaya APBD/ Lembaga Pengelola
dalam kawasan Lainnya KKP, Perguruan
konservasi Tinggi, NGO
-146-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
7. Kajian daya dukung APBN/ DKP Prov
kawasan terhadap APBD/ Sultra/Lembaga
kegiatan pariwisata Lainnya Pengelola KKP,
dalam TWP Pulau Dinas terkait,
Wawonii Perguruan Tinggi,
NGO
8. Kajian potensi dan daya APBN/ DKP Prov
dukung terhadap APBD/ Sultra/Lembaga
perikanan tangkap Lainnya Pengelola KKP,
dalam TWP Pulau Perguruan Tinggi,
Wawonii NGO
9. Kajian potensi dan daya APBN/ DKP Prov
dukung terhadap APBD/ Sultra/Lembaga
perikanan budidaya Lainnya Pengelola KKP,
dalam TWP Pulau Perguruan Tinggi,
Wawonii NGO
10. Kajian pengembangan APBN/ DKP Prov. Sultra/
mata pencaharian APBD/ Lembaga Pengelola
alternatif bagi Lainnya KKP, Perguruan
masyarakat Tinggi, NGO
11. Kajian kerawanan APBN/ DKP Prov. Sultra/
bencana dalam TWP APBD/ Lembaga Pengelola
Pulau Wawonii Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
12. Pengembangan APBN/ DKP Prov. Sultra/
teknologi pengelolaan APBD/ Lembaga Pengelola
sumber daya perikanan Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
13. Kajian sebaran dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
struktur komunitas APBD/ Lembaga Pengelola
mangrove di kawasan Lainnya KKP, Dinas terkait,
konservasi perairan Perguruan Tinggi,
NGO
14. Pemetaan sebaran APBN/ DKP Prov. Sultra/
ekosistem mangrove APBD/ Lembaga Pengelola
dan struktur komunitas Lainnya KKP, Dinas terkait,
di kawasan konservasi Perguruan Tinggi,
NGO
15. Kajian pola APBN/ DKP Prov. Sultra/
pemanfaatan hutan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
-147-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
bakau Perguruan Tinggi,
oleh masyarakat pesisir NGO
16. Identifikasi lokasi- APBN/ DKP Prov. Sultra/
lokasi yang mengalami APBD/ Lembaga Pengelola
penurunan luasan Lainnya KKP, Dinas terkait,
mangrove Perguruan Tinggi,
NGO
17. Kajian obyek-obyek APBN/ DKP Prov. Sultra/
wisata dengan APBD/ Lembaga Pengelola
menggunakan analisis Lainnya KKP, Dinas terkait,
obyek dan daya tarik Perguruan Tinggi,
wisata NGO
18. Kajian potensi obyek APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan daya tarik APBD/ Lembaga Pengelola
daratan di sekitar Lainnya KKP, Dinas terkait,
kawasan konservasi, Perguruan Tinggi,
secara terpadu NGO
19. Kajian potensi budaya APBN/ DKP Prov. Sultra/
masyarakat dan APBD/ Lembaga Pengelola
dinamika sosial Lainnya KKP, Dinas terkait,
berkaitan dengan Perguruan Tinggi,
pengelolaan kawasan NGO
konservasi
20. Kajian potensi APBN/ DKP Prov. Sultra/
ekosistem padang APBD/ Lembaga Pengelola
lamun dan Lainnya KKP, Dinas terkait,
persebarannya di Perguruan Tinggi,
kawasan konservasi NGO
21. Kajian lokasi-lokasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
penting peneluran APBD/ Lembaga Pengelola
penyu Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
22. Kajian sebaran dugong APBN/ DKP Prov. Sultra/
di kawasn APBD/ Lembaga Pengelola
Konservasi Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
23. Pemetaan sebaran APBN/ DKP Prov. Sultra/
dugong di kawasan APBD/ Lembaga Pengelola
konservasi Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
-148-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
24. Kajian potensi obyek APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan daya tarik APBD/ Lembaga Pengelola
wisata secara spesifik Lainnya KKP, Dinas terkait,
pada desa-desa sadar Perguruan Tinggi,
wisata NGO
25. Penilaian EAFM setiap APBN/ DKP Prov. Sultra/
dua tahun sekali APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
26. Penilaian EKKP-3-K APBN/ DKP Prov
setiap tahun APBD/ Sultra/Lembaga
Lainnya Pengelola KKP,
Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO
4. Pemanfatan 1. Pengembangan APBN/ DKP Prov. Sultra/
Sumber Daya Ikan kegiatan budidaya laut APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Mitra
2. Pengembangan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kegiatan perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
tangkap dengan Lainnya KKP, Mitra
teknologi ramah
lingkungan dan efisien
3. Pengembangan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kegiatan perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
skala kecil melalui Lainnya KKP, NGO
Pengelolaan Akses Area
Perikanan (PAAP)
4. Pembangunan tempat APBN/ DKP Prov. Sultra/
pendaratan ikan dan APBD/ Lembaga Pengelola
tempat pelelangan ikan Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
5. Pembangunan sarana APBN/ DKP Prov. Sultra/
penyimpanan ikan APBD/ Lembaga Pengelola
(coolstorage) Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
6. Pembangunan pabrik APBN/ DKP Prov. Sultra/
es APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
-149-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
7. Mengembangkan sistem APBN/ DKP Prov. Sultra/
informasi perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
8. Identifikasi potensi APBN/ DKP Prov. Sultra/
perikanan budidaya APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
9. Pengorganisasian APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelompok budidaya APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
10. Pelatihan teknik APBN/ DKP Prov. Sultra/
budidya yang APBD/ Lembaga Pengelola
bertanggung jawab Lainnya KKP, Dinas terkait,
(BMP Aquaculture) Perguruan Tinggi,
Mitra
11. Penilaian kepatuhan APBN/ DKP Prov. Sultra/
terhadap pedoman APBD/ Lembaga Pengelola
perikanan budidaya Lainnya KKP, Dinas terkait,
yang bertanggung Mitra
jawab
12. Pendampingan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelompok budidaya APBD/ Lembaga Pengelola
daam memperbaiki Lainnya KKP, Dinas terkait,
praktek budidaya yang Mitra
bertanggung jawab
13. Bimbingan teknis APBN/ DKP Prov. Sultra/
budidaya perairan pada APBD/ Lembaga Pengelola
daerah yang memiliki Lainnya KKP, Dinas terkait,
potensi pengembangan Perguruan Tinggi,
kegiatan budidaya Mitra
perairan
14. Pembentukan koperasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
nelayan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
15. Bantuan peralatan dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
permodaln APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
-150-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
16. Pendampingan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pembentukan usaha APBD/ Lembaga Pengelola
kecil menengah Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
17. Pelatihan akses pasar APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan akses permodalan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
18. Pembinaan usaha APBN/ DKP Prov. Sultra/
produksi perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
berorientasi pasar Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra

19. Pengembangan sisitem APBN/ DKP Prov. Sultra/


pemasaran usaha APBD/ Lembaga Pengelola
perikanan Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
20. Pelatihan manajemen APBN/ DKP Prov. Sultra/
usaha perikanan skala APBD/ Lembaga Pengelola
rumah tangga Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
21. Identifikasi potensi APBN/ DKP Prov. Sultra/
perikanan tangkap APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
22. Pengorganisasian APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelompok nelayan APBD/ Lembaga Pengelola
tangkap Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
23. Pelatihan praktek APBN/ DKP Prov. Sultra/
perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
berkelanjutan tuna dan Lainnya KKP, Dinas terkait,
ikan karang Perguruan Tinggi,
Mitra
24. Pendampingan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelompok nelayan APBD/ Lembaga Pengelola
tangkap dalam Lainnya KKP, Dinas terkait,
melakukan perbaikan Mitra
praktek perikanan
-151-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
25. Peltihn teknik pasca APBN/ DKP Prov. Sultra/
panen hasil perikanan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
26. Pelatihan diversifikasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
hasil perikanan dalam APBD/ Lembaga Pengelola
bentuk olahan yang Lainnya KKP, Dinas terkait,
bernilai ekonomis Perguruan Tinggi,
Mitra
27. Pembuatan sisitem APBN/ DKP Prov. Sultra/
informasi dan APBD/ Lembaga Pengelola
komunikasi perikanan Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra

5. Pariwisata alam 1. Identifikasi potensi APBN/ DKP Prov. Sultra/


dan jasa wisata bahari dalam APBD/ Lembaga Pengelola
lingkungan TWP Pulau Wawonii Lainnya KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
Mitra
2. Pengembangan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kegiatan pariwisata APBD/ Lembaga Pengelola
alam dalam kawasan Lainnya KKP, Dinas terkait,
konservasi Mitra

3. Peningkatan sarana APBN/ DKP Prov. Sultra/


dan prasarana APBD/ Lembaga Pengelola
penunjang kegiatan Lainnya KKP, Dinas terkait,
pariwisata dalam Mitra
kawasan konservasi
4. Penguatan Promosi APBN/ DKP Prov. Sultra/
wisata dalam kawasan APBD/ Lembaga Pengelola
konservasi dan Lainnya KKP, Dinas terkait,
jaringannya Mitra
5. Pelatihan selam bagi APBN/ DKP Prov. Sultra/
anggota kelompok APBD/ Lembaga Pengelola
masyarakat pemandu Lainnya KKP, Dinas terkait,
wisata selam Mitra
6. Pelatihan ekowisata APBN/ DKP Prov. Sultra/
berbasis masyarakat APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
-152-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
7. pengembangan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pariwisata bawah air APBD/ Lembaga Pengelola
dan darat berbasis Lainnya KKP, Dinas terkait,
ekowisata Mitra
8. Pengorganisasian APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelompok masyarakat APBD/ Lembaga Pengelola
dalam mengembangkan Lainnya KKP, Dinas terkait,
ekowisata Mitra
9. Pendampingan APBN/ DKP Prov. Sultra/
kelompok masyarakat APBD/ Lembaga Pengelola
dalam memperbaiki Lainnya KKP, Dinas terkait,
praktek praktek Mitra
pariwisata yang
betanggung jawab dan
berkelanjutan
10. Bantuan peralatan dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
permodalan kepada APBD/ Lembaga Pengelola
kelompok pelaku Lainnya KKP, Dinas terkait,
usaha ekowisata Mitra
11. Program pengelolaan APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan penangan sampah APBD/ Lembaga Pengelola
dengan cara Re use, Re Lainnya KKP, Dinas terkait,
cycle dan reduce Mitra
6. Pengawasan dan 1. Sosialisasi peraturan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengendalian pemanfaatan kawasan APBD/ Lembaga Pengelola
konservasi Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
2. Pembentukan tim APBN/ DKP Prov. Sultra/
patroli gabungan APBD/ Lembaga Pengelola
antara masyarakat dan Lainnya KKP, Dinas terkait,
aparat keamanan Mitra
3. Patroli rutin/reguler APBD DKP Prov. Sultra/
Lembaga Pengelola
KKP
4. Patroli bersama APBN/ DKP Prov. Sultra/
APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
5. Patroli APBD/ DKP Prov. Sultra/
mendadak/insidentil Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
-153-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
6. Pemetaan daerah rawan APBD/ DKP Prov. Sultra/
pelanggaran dan Lainnya Lembaga Pengelola
gangguan KKP, Dinas terkait,
Mitra
7. Penyusunan APBD/ DKP Prov. Sultra/
mekanisme pelaporan Lainnya Lembaga Pengelola
pelanggaran KKP, Dinas terkait,
Mitra
8. Penegakan hukum APBD/ DKP Prov. Sultra/
terhadap pelanggaran Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra

9. Pembuatan sistem APBD/ DKP Prov. Sultra/


informasi pengawasan Lainnya Lembaga Pengelola
KKP, Dinas terkait,
Mitra
10. koordinasi pengawasan APBN/ DKP Prov. Sultra/
dan penegakan APBD/ Lembaga Pengelola
hukum Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
11. Bimbingan teknis APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengawasan/patroli APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
12. Penyusunan SOP APBD/ DKP Prov. Sultra/
pengawasan kawasan Lainnya Lembaga Pengelola
konservasi berbasis KKP, Dinas terkait,
masyarakat Mitra
13. Pembentukan APBD/ DKP Prov. Sultra/
POKMASWAS/mitra Lainnya Lembaga Pengelola
konservasi KKP, Dinas terkait,
Mitra
14. Pelatihan APBN/ DKP Prov. Sultra/
POKMASWAS/mitra APBD/ Lembaga Pengelola
konservasi Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
15. Penyediaan sarana APBN/ DKP Prov. Sultra/
prasarana APBD/ Lembaga Pengelola
POKMASWAS/mitra Lainnya KKP, Dinas terkait
konservasi
-154-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
7. Monitoring dan Monitoring dan Evaluasi APBN/ KKP, DKP Prov.
evaluasi Pengelolaan sumber daya APBD Sultra/Lembaga
kawasan Pengelola KKP
3. Penguatan 1. Pengembangan 1. Inventarisasi/ APBN/ DKP Prov. Sultra/
Sosial, Sosial Ekonomi pencatatan hasil APBD/ Lembaga Pengelola
Ekonomi dan Masyarakat penangkapan ikan oleh Lainnya KKP, Dinas terkait,
Budaya masyarakat dan alur Perguruan Tinggi,
pemasaran NGO
2. Pengembangan jaringan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pasar bagi hasil APBD/ Lembaga Pengelola
tangkapan nelayan Lainnya KKP, Dinas terkait,
atau pembudidaya ikan Perguruan Tinggi,
dalam kawasan NGO
konservasi
3. Pelatihan Pengolahan APBD/ DKP Prov. Sultra/
produk perikanan bagi Lainnya Lembaga Pengelola
masyarakat KKP, Dinas terkait,
Perguruan Tinggi,
NGO/LSM
4. Pelatihan dan APBN/ DKP Prov. Sultra/
pengembangan mata APBD/ Lembaga Pengelola
pencaharian alternatif Lainnya KKP, Dinas terkait,
masyarakat di dalam Perguruan Tinggi,
kawasan konservasi NGO
5. Fasilitasi bantuan APBN/ DKP Prov. Sultra/
permodalan APBD/ Lembaga Pengelola
Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
6. Pembuatan protokol APBD/ DKP Prov. Sultra/
dan pelaksanaan Lainnya Lembaga Pengelola
monitoring persepsi KKP, Dinas terkait,
stakeholder secara Mitra
berkala
7. Survey persepsi APBD/ DKP Prov. Sultra/
masyarakat terhadap Lainnya Lembaga Pengelola
TWP Pulau Wawonii KKP, Dinas terkait,
Mitra
8. Penyusunan protokol APBD/ DKP Prov. Sultra/
monitoring penggunan Lainnya Lembaga Pengelola
sumberdaya kawasan KKP, Dinas terkait,
TWP Pulau Wawonii Mitra
-155-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
9. Monitoring pengguna APBD/ DKP Prov. Sultra/
sumberdaya kawasan Lainnya Lembaga Pengelola
TWP Pulau Wawonii KKP, Dinas terkait,
Mitra
10. Pengembangan APBD/ DKP Prov
koperasi simpan Lainnya Sultra/Lembaga
pinjam/serba guna Pengelola KKP,
Dinas terkait, Mitra
2. Pemberdayaan 1. Peningkatan partisipasi APBN/ DKP Prov. Sultra/
masyarakat melalui APBD/ Lembaga Pengelola
Masyarakat
kegiatan kemitraan Lainnya KKP, NGO/LSM,
dalam pengelolaan Mitra
kawasan konservasi
2. Pertemuan rutin APBD/ DKP Prov. Sultra/
pengelola dengan Lainnya Lembaga Pengelola
masyarakat kawasan KKP, NGO
3. Bantuan sarana APBN/ KKP, DKP Prov.
prasarana kepada APBD/ Sultra/Lembaga
masyarakat dalam Lainnya Pengelola KKP,
menunjang kegiatan Dinas terkait, Mitra
pemanfaatan kawasan
konservasi dan
pendampingan
4. Pengembangan APBN/ DKP Prov. Sultra/
BUMDES atau koperasi APBD/ Lembaga Pengelola
yang telah ada Lainnya KKP, Dinas terkait,
Mitra
5. Pelibatan masyarakat APBD DKP Prov. Sultra/
dalam perencanaan Lembaga Pengelola
program/kegiatan KKP
dan/atau perumusan
kebijakan pengelolaan
kawasan konservasi
6. Pelibatan masyarakat APBN/ DKP Prov. Sultra/
dalam kampanye dan APBD/ Lembaga Pengelola
penyebarluasan Lainnya KKP, Perguruan
informasi kawasan Tinggi, Dinas terkait,
konservasi NGO

3. Pelestarian Adat 1. Identifikasi kearifan APBN/ DKP Prov. Sultra/


dan Budaya lokal yang melestarikan APBD/ Lembaga Pengelola
sumberdaya pesisir Lainnya KKP, Perguruan
-156-

Periode I Periode II Periode III Periode IV


Sumber
Strategi Program Kegiatan Pelaksanan 2020-2025 2025-2030 2030-2035 2035-2040
Dana
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Tinggi, Dinas terkait,
NGO
2. Penguatan adat yang APBN/ DKP Prov. Sultra/
memiliki kearifan lokal APBD/ Lembaga Pengelola
dalam melestarikan Lainnya KKP, Perguruan
sumberdaya pesisir Tinggi, Dinas terkait,
NGO
4. Monitoring dan Monitoring dan Evaluasi APBN/ KKP, DKP Prov.
Evaluasi Penguatan Sosial, Ekonomi, APBD Sultra/Lembaga
dan Budaya Kawasan Pengelola KKP
Konservasi Perairan
-157-

BAB V
PENUTUP

Demikian Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi


Perairan (KKP) Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Wawonii ini disusun
sebagai dokumen yang memuat Visi, Misi, rencana pengelolaan jangka
pendek, jangka menengah dan juga jangka panjang.
Dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Pulau Wawonii ini
disusun untuk melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan untuk
mendukung peningkatan kesejahtraan masyarakat di pulau wawonii dan
sekitarnya, sehingga pada implementasi sangat dibutuhkan dukungan
dan keterlubatan langsung oleh masyarakat dalam mengelola Kawasan
Konservasi Perairan Taman Wisata Perairan Pulau Wawonii.
Rencana pengelolaan dan zonasi KKP TWP Pulau Wawonii bersifat
adaptif dan dinamis untuk mencapai pengelolaan kawasan konservasi yang
efektif. Tingkat efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dapat dievaluasi
1 (satu) kali setiap 5 (lima) tahun dengan mempertimbangkan dinamika
sumber daya kelautan dan perikanan maupun perubahan kondisi ekstrim
yang disebabkan oleh bencana dalam skala besar.

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA,

ALI MAZI

Anda mungkin juga menyukai