Anda di halaman 1dari 8

Pelanggaran HAM terhadap Etnis Minoritas Muslim Uighur di Tiongkok

Indah Rahmadona
Student of International Relations, Universitas Riau, 1901111910
Indah.rahmadona1910@student.unri.ac.id
Ilyasa Chairul Nurahman
Student of International Relations, Universitas Riau, 1901156153
Yusril Ihza Mahendra
Student of International Relations, Universitas Riau, 1901156456

Abstract
This paper discusses the violation of Human Rights received by the Uighur Muslim as
ethnic minority by the Chinese government. The state is basically a protector for its
people, but it is not felt by Uighur Muslims. Policies made by the Chinese government
trigger conflict between the Chinese government and the Uighurs. In addition, the
policy of hegemony makes the Chinese government try to fuse the Uighur ethnicity
which causes the loss of human rights for Uighur Muslims. This study will describe
the conflicts that occur between the Chinese government and Uighur Muslims. In
addition, it also explains the human rights violations committed by the Chinese
government to the Uighurs. This study argues that the Chinese government has
committed gross human rights violations against Uighur Muslims as contained in the
Rome Statute, namely violations of genocide and crimes against humanity.
Keywords: Human Rights Violation, Ethnic Minority, Uyghur muslim

Abstrak
Tulisan ini membahas tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia yang diterima oleh
etnis minoritas muslim uighur oleh pemerintah Tiongkok. Negara pada dasarnya
merupakan pelindung bagi rakyatnya, akan tetapi itu tidak dirasakan oleh muslim
Uighur. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Tiongkok memicu terjadinya konflik
antara pemerintah Tiongkok dan etnis Uighur. Selain itu, kebijakan hegemon
membuat pemerintah Tiongkok berupaya untuk meleburkan etnis Uighur yang
menyebabkan hilang Hak Asasi Manusia muslim Uighur. Penelitian ini akan
memaparkan konflik yang terjadi antara pemerintah Tiongkok dan muslim Uighur.
Selain itu juga menjelaskan pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
pemerintah Tiongkok kepada Etnis Uighur. Penelitian ini berpendapat bahwa
Pemerintah Tiongkok telah melakukan pelanggaran HAM berat kepada muslim
Uighur seperti yang terdapat dalam Statuta Roma, yaitu pelanggaran genosida dan
kejahatan kemanusiaan.
Kata kunci : Pelanggaran HAM, Etnis Minoritas, Muslim Uighur
PENDAHULUAN
Isu hak asasi manusia adalah hal yang akan terus dibahas dan dipelajari karena
menyangkut kemaslahatan hidup orang banyak. Dalam dunia internasional, isu hak
asasi manusia bahkan menjadi suatu hal yang menyita banyak perhatian. Sehingga
dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948 dihasilkan
suatu Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (UDHR) yang memuat 30 pasal berisikan
penegakkan hak asasi manusia.
Hal ini dikarenakan setiap manusia lahir ke dunia dengan membawa hak yang
harus dihormati, dilindungi, dan tidak boleh diabaikan oleh manusia lainnya. Hak
tersebut adalah sesuatu yang absolut dan dimiliki tiap individu di manapun dan
kapanpun tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Karena manusia dilahirkan dalam
keadaan setara dengan martabat dan hak yang sama. Hal ini seperti yang tertuang
dalam salah satu isi Universal Declaration of Human Right (UDHR), yaitu Pasal 2
UDHR bahwa :
Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this
Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex,
language, religion, political or other opinion, national or social origin,
property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on
the basis of the political, jurisdictional or international status of the country
or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-
selfgoverning or under any other limitation of sovereignty.
Oleh karena itu, penegakkan hak asasi manusia sudah sepantasnya tidak boleh
memilih-milih atau membeda-bedakan. Semua manusia itu sama dan harus
diperlakukan dengan selayaknya sebagai seorang insan. Akan tetapi, masih banyak
ditemukan pelanggaran-pelanggaran terhadap penegakkan hak asasi manusia pada
saat ini. Salah satu contoh pelanggaran HAM adalah penindasan yang dilakukan oleh
pemerintahan suatu negara.
Padahal negara adalah aktor utama yang dapat menjadi pelindung dan penjaga
rakyatnya. Negara berkewajiban untuk melindungi, menjamin, dan memenuhi hak
asasi manusia (HAM) (Arianta, et al, 2020). Tanggung jawab negara juga terdapat
dalam instrumen hukum internasional seperti dalam pembukaan UDHR, International
Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR), dan International Convenant on
Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR) (Muhtaj, 2008 dalam Setiyani,
2020).
Salah satu negara yang mendapat banyak sorotan dari masyarakat dunia dan
organisasi internasional mengenai isu pelanggaran hak asasi manusia adalah
Tiongkok. Hal ini dikarenakan terdapat isu pelanggaran HAM yang dilakukan
pemerintah Tiongkok terhadap salah satu etnis minoritas yang ada di sana yaitu etnis
minoritas muslim Uighur. Sebagai otoritas negara, sudah sepatutnya pemerintah
Tiongkok melindungi dan memenuhi HAM seluruh warga negaranya. Tetapi, di
Tiongkok hal tersebut tidak dilakukan kepada kelompok minoritas etnis Uighur.
Sehingga pada tulisan kali ini, penulis akan membahas bentuk-bentuk pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok terhadap etnis minoritas Uighur.
Terminologi Kelompok Minoritas
Pengertian minoritas menurut Lincoln adalah kelompok yang dianggap oleh
elit-elit sebagai kelompok yang berbeda dan/atau inferior atas dasar karakteristik
tertentu dan sebagai konsekuensi diperlakukan secara negatif (Hussein, 1992 dalam
Chairul dan Juniarti, 2019:234). Selain itu, seorang UN Special Rapporteur, Fransesco
Capotorti dikutip dari Budiman (2005) mendefinisikan kelompok minoritas sebagai:
A group, numerically inferior to the rest population of a state, in a non-
dominant position, whose members-being national of the state posses ethnic,
religious or linguistic characteristic differing from those of the rest of
population and show, if only implicity, a sense of solidarity, directes towards
preserving their culture, traditions, religion, and language.
Berdasarkan dua penjelasan tersebut, maka kelompok minoritas biasanya
adalah kelompok yang secara jumlah lebih sedikit yang dibedakan karena perbedaan
etnis, agama, dan bahasa mereka. Dan kelompok minoritas seringkali menjadi korban
diskriminasi karena dianggap inferior oleh kelompok-kelompok elit. Sehingga
kelompok minoritas seringkali menerima perlakuan yang melanggar HAM, seperti
yang terjadi pada etnis uighur di Tiongkok

Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Pelanggaran HAM didefinisikan sebagai segala pelanggaran atau kejahatan
yang dilakukan oleh aparat negara (state actor) lewat sebuah penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power), baik berupa tindakan langsung (act of commision)
maupun dengan pembiaran (Acts of ommision) (Armiwulan, 2017:34). Pelanggaran
Hak Asasi Manusia dapat dilakukan oleh negara sebagai aktor utama yang tidak
mampu melaksanakan kewajibannya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi
hak warga negaranya.
Pelanggaran HAM adalah pelanggaran terhadap kewajiban dari suatu negara
yang lahir dari instrument-instrumen internasional hak asasi manusia. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Thomas dalam bukunya bahwa pelanggaran HAM
merupakan bentuk kegagalan negara dalam menjalankan kewajiban dan
tanggungjawab seperti yang di mandatkan oleh hukum internasional. Hukum HAM
yang berlaku internasional telah memberikan mandat pada semua negara pihak,
bahwa untuk memajukan dan menegakkan HAM maka negara memiliki kewajiban
dan tanggung jawab untuk menghormati, melindungi dan memenuhi.
Pelanggaran HAM ini terjadi Ketika negara dalam produk hukum yang dibuat,
kebijakan maupun Tindakan aparat negara, dengan sengaja ataupun tidak sengaja
telah melanggar, mengabaikan dan atau gagal memenuhi standar hak asasi manusia
warga negaranya. Dalam Statuta Roma, ada tiga kategori yang termasuk dalam
pelanggaran HAM berat, yaitu:
a. Kejahatan genosida,
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan,
c. Kejahatan perang. (Armiwulan, 2017:53)
Konflik antara Pemerintah Tiongkok dan Muslim Uighur
Etnis muslim Uighur adalah etnis minoritas yang kebanyakan menetap di
wilayah barat laut Tiongkok yang bernama Xinjiang. Etnis Uighur pada dasarnya
memang bukan etnis asli Tiongkok. Penduduk aslinya adalah etnis Turki yang
mayoritasnya berwajah Eurasia dan beragama muslim. Pada awalnya, wilayah
Xinjiang dikenal dengan nama Turkistan Timur dan berbatasan langsung dengan
negara-negara yang mayoritasnya adalah muslim. Sehingga tidak heran bahwa orang-
orang beretnis Uighur memiliki perbedaan-perbedaan secara figur dengan orang
Tiongkok asli.
Konflik yang terjadi antara etnis Uighur dan pemerintah RRC bermula karena
adanya regulasi-regulasi yang dibuat oleh pemerintah Tiongkok yang dianggap
merugikan etnis Uighur sebagai penduduk asli Xinjiang. Ada dua regulasi yang
menjadi isu pokok, pertama adalah kebijakan migrasi etnis Han ke wilayah Xinjiang
dan kedua adalah pemaksaan identitas dan budaya Han terhadap non-Han atau
“Sinicization” (Dewi dan Masrur, 2020). Jumlah populasi masyarakat Tiongkok yang
tidak terbendung membuat pemerintah pusat melakukan program migrasi terhadap
etnis Han ke wilayah Xinjiang. Program migrasi tersebut membuat perubahan drastis
pada jumlah kependudukan di Xinjiang yang sekarang didominasi oleh etnis Han
sebagai etnis pendatang.
Akibatnya, semua sektor sosial dikuasai oleh etnis Han dan suku Uighur
menjadi etnis yang terjajah dan diekploitasi oleh etnis Han. Etnis Han berhasil
menjabat di birokrasi hingga menguasai sektor bisnis dan membuat kekuasaan mereka
lebih tinggi daripada etnis Uighur. Kedatangan etnis Han tentunya juga membawa
perubahan terhadap kebudayaan di Xinjiang. Etnis Uighur dipaksa untuk meleburkan
identitasnya dan harus berbaur dengan kebudayaan etnis Han. Hal ini seperti
penggunaan bahasa China pada setiap sektor kehidupan dan bukan bahasa Uighur
seperti dahulu kala. Dominasi etnis Han berhasil membuat orang Uighur mau tidak
mau menggunakan bahasa China jika ingin mendapat pengakuan.
Muslim Uighur pun merasa terdiskriminasi dan banyak yang tidak mau untuk
meleburkan identitas Islam dari diri mereka. Etnis Uighur lalu melakukan aksi
demonstrasi sehingga terjadi kerusuhan pada 5 Juli 2012. Muslim Uighur memiliki
keinginan untuk memerdekakan diri dari perlakuan tidak adil pemerintah Tiongkok.
Akibatnya, pemerintah Tiongkok menganggap muslim Uighur adalah ancaman.
Sehingga, pemerintah Tiongkok semakin menekan muslim Uighur dan membuat
muslim Uighur dianggap sebagai teroris, separatis, dan ekstrimis atau “the three evils”
oleh masyarakat domestik Tiongkok. Sehingga banyak masyarakat Tiongkok yang
kemudian menjadi islamophobia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah Tiongkok dinilai juga sangat Islamophobic.
Seperti penahanan muslim Uighur dalam Kamp re-education. Penahanan muslim
Uighur dalam Kamp membuat konflik antara muslim Uighur dan pemerintahan
Tiongkok semakin memanas. Hal ini dikarenakan banyaknya pemberitaan-
pemberitaan dari korban-korban etnis Uighur yang menjelaskan pengalaman tidak
menyenangkannya ketika disekap dalam Kamp Pendidikan Ulang. Dari banyaknya
pemberitaan, disebutkan bahwa pemerintahan Tiongkok telah melakukan pelanggaran
HAM berat terhadap etnis minoritas Uighur.
Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang dirasakan oleh muslim Uighur tidak
terlepas dari akibat islamophobia yang berkembang di Tiongkok. Islamophobia yang
berkembang adalah akibat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
Tiongkok kepada muslim etnis Uighur. Dalam upaya untuk merealisasikan rencana
wilayah hegemon di Tiongkok, pemerintah Tiongkok berupaya untuk membuat
Tiongkok menjadi satu-satu kesatuan dengan meleburkan semua kebudayaan pada
Tiongkok yang satu. Seperti yang diperkenalkan oleh Presiden Xi Jinping pada tahun
2015 bahwa partai Komunis berupaya untuk membawa agama di bawah kendali
absolut dan sejalan dengan budaya Tiongkok (Çaksu, 2020:191). Oleh karenanya
pemerintah Tiongkok berupaya untuk memaksa muslim Uighur untuk berasimilasi
budaya dengan etnis Han melalui “Sinicization”.
Tetapi, etnis Uighur melakukan perlawanan dan membuat pemerintah
Tiongkok menganggap etnis muslim Uighur sebagai ancaman. Setelahnya,
pemerintah Tiongkok lalu meenyebarkan isu “the three evils” pada muslim Uighur
yang membuat masyarakat domestik memberikan pandangan negatif pada etnis
muslim Uighur sebagai pembelot. Akibatnya, islamophobia tidak dapat terhindarkan
dan muslim Uighur mendapat banyak perlakuan yang melanggar hak asasi manusia.
Muslim Uighur juga dipaksa untuk masuk ke Kamp re-education dan kemudian
dianiaya di sana berdasarkan pengalaman para korban tahanan etnis Uighur. Hal ini
menunjukkan bahwa telah telah terjadi pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur
yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok.
Untuk lebih memahami pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah
Tiongkok. Maka tiga kategori yang termasuk dalam pelanggaran HAM berat pada
Statuta Roma akan menjelaskan pelanggaran HAM yang dialami oleh etnis minoritas
Uighur. Dalam tiga kategori pelanggaran HAM berat, ada dua kategori yang
dilakukan oleh pemerintah Tiongkok yaitu, genosida dan kejahatan terhadap manusia.
Jenis kejahatan genosida dijelaskan dalam Statuta Roma pasal 6 yaitu tindakan-
tindakan yang bermaksud untuk menghancurkan secara keseluruhan atau sebagian
kelompok nasional, etnis, ras, atau agama dengan:
a. Membunuh anggota kelompok,
b. Menyebabkan cedera fisik atau mental yang serius kepada anggota kelompok,
c. Dengan sengaja menimbulkan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan
akan menyebabkan kehancuran fisiknya secara keseluruhan atau sebagian,
d. Memaksakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dalam
kelompok,
e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari suatu kelompok kepada kelompok
lain. (Statuta Roma article 6 dalam Tindaon et al, 2013:4).
Selanjutnya, definisi dari kejahatan terhadap kemanusiaan juga dimuat dalam
Statuta Roma pasal 7 mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang ditujukan terhadap penduduk sipil dengan:
a. Pembunuhan,
b. Pemusnahan,
c. Perbudakan,
d. Deportasi dari pemaksaan pemindahan penduduk,
e. Pemenjaraan atau perampasan kebebasan fisik berat yang melanggar aturan dasar
hukum internasional,
f. Penyiksaan,
g. Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran paksa, kehamilan paksa, sterilisasi
paksa, atau segala bentuk kekerasan seksual lainnya
h. Penganiayaan terhadap kelompok atau kolektivitas yang dapat diidentifikasi atas
dasar politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
kejahataan apa pun yang berada dalam yuridiksi pengadilan,
i. Penghilangan orang secara paksa,
j. Kejahatan apartheid,
k. Perbuatan tidak manusiawi lainnya yang sifatnya serupa dengan sengaja
menyebabkan penderitaan besar, atau luka serius pada tubuh atau kesehatan
mental atau fisik. (Statuta Roma article 7 dalam Tindaon et al, 2013 p.5-6).
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah
Tiongkok adalah larangan untuk beragama dan penahanan yang dilakukan dengan
adanya camp re-education. Muslim Uighur yang ditahan di dalam Kamp tidak
diperkenanankan untuk melakukan kegiatan keagaman dan memakai atribut yang
mencermikan agama Islam. Ada pelarangan untuk membersihkan tangan dan kaki
karena ini sama dengan sedang berwudhu. Larangan untuk melakukan ibadah seperti
salat harian, puasa, dan pergi ke masjid. Para perempuan muslim juga dipaksa untuk
meminta maaf karena memakai pakaian dalam atribut keislaman, solat, dan karena
mengajarkan mengaji pada anak-anak mereka (Çaksu, 2020). Banyak juga terjadi
penindakan di jalanan Kota Xinjiang yang memberhentikan wanita muslim Uighur
dan di jalan dan merobek pakaiannya karena agak terlalu panjang.
Pemaksaan lain yang dilakukan pemerintahan Tiongkok adalah pemaksaan
untuk memakan daging babi pada setiap hari Jumat (5Pillarsuk, 2020). Salah seorang
mantan tahanan Uighur yaitu Sayragul Sautbay menjelaskan bahwa saat dirinya
ditahan di Xinjiang, dia dipaksa untuk memakan daging babi yang merupakan
makanan haram dalam Islam. Jika menolak untuk memakan babi yang sudah
dihidangkan, para tahanan akan mendapatkan hukuman yang berat. Sautbay juga
menjelaskan bahwa pemerintah Tiongkok membuat kebijakan pemberian makanan
gratis untuk anak-anak muslim. Akan tetapi, makanan itu adalah daging babi yang
disajikan untuk membuat anak-anak muslim terbiasa dengan daging babi dan
makanan tidak halal lainnya.
Zumbrad Daud dalam wawancara dengan BBC Newsnight juga menjelaskan
pelanggaran HAM yang diterima oleh perempuan UIghur di dalam Kamp. Selama
berada di Kamp, dia diwajibkan untuk meminum pil yang tidak diketahui apa zat yang
terkandung di dalamnya dan mendapat suntikan setiap dua minggu. Perempuan yang
ada di dalam Kamp itu juga dipaksa untuk menulis surat perjanjian untuk tidak
memiliki anak lagi. Selain itu, banyak juga yang diharuskan untuk mengikuti prosedur
sterilisasi rahim. Hal tersebut tentunya jika dibiarkan terus-menerus maka akan
berakibat pada ketidakmampuan perempuan-perempuan Uighur untuk mendapatkan
keturunan di masa depan. Artinya pemerintah Tiongkok berupaya untuk membuat
populasi dan keberadaan etnis Uighur semakin berkurang dan akan musnah di masa
depan. Hal ini tentu sudah mengarah pada pelanggaran HAM berat yaitu genosida
seperti yang tertuang dalam Statuta Roma pasal 6 D, yaitu memaksakan tindakan
yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dalam kelompok.
Kesimpulan
Negara adalah aktor utama yang dapat menjadi pelindung dan penjaga
rakyatnya. Negara sudah sepantasnya menjadi otoritas yang melindungi, menjamin,
dan memenuhi HAM bagi rakyat yang berada di bawahnya. Akan tetapi, hal tersebut
tidak dirasakan oleh etnis minoritas yang ada di Tiongkok, yaitu etnis muslim Uighur.
Muslim Uighur adalah etnis minoritas yang berada di Xinjiang dan bukan merupakan
etnis asli penduduk Tiongkok. Hal ini membuat Uighur menjadi etnis yang terkena
diskriminasi dari otoritas setempat. Hal ini dikarenakan adanya upaya untuk
membentuk hegemon di daratan Tiongkok yang dilakukan oleh pemerintah China dan
upaya “Sinicization” yang dilakukan untuk membuat etnis Uighur berasimilasi
dengan etnis Han.
Dalam proses untuk membentuk hegemon ini, etnis Uighur lalu melakukan
aksi demonstrasi dan penolakan. Aksi ini lalu dianggap sebagai ancaman dan
pemerintah Tiongkok semakin menekan muslim Uighur dan membuat muslim Uighur
dianggap sebagai teroris, separatis, dan ekstrimis atau “the three evils”. Pemerintah
Tiongkok juga kedapatan melakukan pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur dan
menyebarkan isu islamophobia kepada masyarakat domestik Tiongkok. Etnis Uighur
disekap dan ditahan dalam Kamp Pendidikan Ulang dan di dalam sana dilakukan
beragam penganiyaan kepada muslim Uighur.
Dari berbagai pemberitaan dan hasil wawancara kepada beberapa korban
muslim Uighur, ditemukan bahwa pemerintah Tiongkok memang melakukan
pelanggaran HAM seperti yang terdapat dalam Statuta Roma khususnya pelanggaran
genoside dan kejahatan manusia. Contoh pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
pemerintah Tiongkok yaitu, pelarangan kegiatan keagamaan, dilarang memakai
pakaian yang mencerminkan muslim, pemaksaan untuk memakan daging babi, serta
pemaksaan untuk meminum pil dan mendapat suntikan setiap dua minggu, serta
memaksa untuk menulis surat perjanjian untuk tidak memiliki anak lagi. Yang mana
hal tersebut sudah dapat dikategorikan dalam upaya genosida yaitu upaya mencegah
kelahiran dalam suatu kelompok.

Daftar Pustaka
Arianta, K., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Perlindungan Hukum
Bagi Kaum Etnis Rohingya Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Internasional. Jurnal Komunitas Yustisia, 3(2), 166-176.
Armiwulan, H. (2017). Pelanggaran HAM dan Mekanisme Penanganannya.
Yogyakarta: RUAS Media
Asmanidar. (2015). Potret Tamaddun Islam Di Negeri Tirai Bambu: Mulai Dari Masa
Dinasti Tang Hingga Republik China. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 14, 195
Chairul, Z., & Juniarti, V. (2019). KEADILAN BAGI KELOMPOK MINORITAS
DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA MENURUT FILSAFAT
HUKUM (Contoh Kasus Meliana di Medan Dituduh Melakukan Penodaan
Agama). Law Review, 18(2), 227-242.
Çaksu, A. (2020). Islamophobia, Chinese Style: Total Internment of Uyghur Muslims
by the People's Republic of China. Islamophobia Studies Journal, 5(2), 175-
198.
Dewi, N. S., & Masrur, D. R. (2020). Kejahatan Kemanusiaan (Crimes Against
Humanity) di Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terhadap Muslim
Etnis Uihur. JCA of Law, 1(2), 198-206
Firnanda, M. (2020). PEMENUHAN HAK-HAK KORBAN PELANGGARAN HAK
ASASI MANUSIA BERAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39
TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Kalimantan MAB).
Saragih, Muhammad F., et al. (2016). Tinjauan Yuridis Pelanggaran Ham Terhadap
Muslim Uighur Di China Ditinjau Dari Hukum Humaniter." Sumatra Journal
of International Law, 4(2), 1-28.
Setiyani, S., & Setiyono, J. (2020). Penerapan Prinsip Pertanggungjawaban Negara
Terhadap Kasus Pelanggaran HAM Etnis Rohingya Di Myanmar. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, 2(2), 261-274
Thomas, B. (1995). International Human Rights. St. Paul, Minniwest Publishing Co.
Tindaon, S., Rahman, A., & Bariah, C. (2013). Perlindungan atas Imigran Rohingya
dalam Pelanggaran HAM Berat di Myanmar dari Aspek Hukum Internasional
dan Hukum Nasional. Sumatra Journal of International Law, 1(2),1-22.
United Nation. (n.d.). Universal Declaration of Human Rights. Diakses pada 31
Oktober 2021 melalui https://www.un.org/en/about-us/universal-declaration-
of-human-rights
5 Pillars. (2020). Former Ughur Detainees Say They Were Forced to Eat Pork.
Diakses pada 1 November 2021 melalui https://5pillarsuk.com/2020/12/08/
former-uyghur-detainees-say-they-were-forced-to-eat-pork/
BBC Newsnight. (2020). What is happening to the Uighur? Exiled Uighur push for
‘genocide’ investigation. Diakses pada 1 Oktober 2021 melalui
https://youtu.be/ lZejLYkCZ3c

Anda mungkin juga menyukai