Anda di halaman 1dari 3

3 Langkah Menjadi Muslim yang Super

Pertama, iqra’ bismirabbik. Perbedaan umat Islam dengan umat lainnya adalah pada
metodologinya dalam menggali ilmu pengetahuan, termasuk pada pengamalan paling sederhana,
yakni membaca. Dalam Islam, membaca harus disertai dengan bismirabbik, yang artinya “Dengan
nama Tuhanmu.”

Sebagai contoh kasus, ketika kita melihat hujan, maka hujan ini tidak sebatas penjelasan teori fisika.
Tetapi kita masuk lebih dalam bahwa hujan ini adalah bagian dari rekayasa-Nya untuk menciptakan
keseimbangan kehidupan alam, sehingga hujan akan dipandang sebagai rahmat.

Lantas, bagaimana tatkala hujan ternyata menimbulkan banjir? Perlu analisa terlebih
dahulu. Pertama tentang bagaimana manusia memperlakukan alamnya. Kedua, bagaimana sikap
manusia terhadap pepohonan dan tata lingkungannya. Ketika pembangunan sudah tidak lagi
memperhatikan alam dan lingkungan, sudah pasti banjir adalah konsekuensi dari perbuatan tangan
manusia itu sendiri.

Demikian pula dalam memandang lelaki dan perempuan. Keduanya diciptakan untuk berpasangan.
Jadi, bagaimana mungkin ada gagasan yang membolehkan praktik homoseksual dan lesbian. Jika
pun itu dirasionalisasikan, maka itulah dampak membaca tanpa bismirabbik.

Kedua, memahami Rasulullah. Pernah ketika masih mahasiswa, saya mengikuti training organisasi
kemahasiswaan yang salah satu materinya membahas tentang kebenaran. Menurut instrukturnya
kala itu, kita tidak boleh percaya begitu saja dengan apa yang orang katakan sebagai sumber
kebenaran, meskipun itu adalah apa yang diyakini kita sebagai kitab suci. “Kebenaran itu dari titik
nol, titik,” tegasnya.

Saya lantas bertanya, “Apakah titik nol itu, di manakah titik nol itu, dan siapakah yang mengatakan
bahwa kebenaran itu dari titik nol? Kemudian, “Terus, siapa ibu dari yang mengatakan bahwa
kebenaran itu dari titik nol, siapa ayahnya, siapa keluarganya, siapa sahabat-sahabatnya, dan
bagaimana kesehariannya dalam pergaulan bersama sesama?”

Instruktur itu terdiam. Dan, tak lama kemudian menangis. “Saya merasa bersalah, sebab gara-gara
materi ini, dulu saya sempat tidak shalat dan lepas jilbab,” ucapnya sembari mengusap air mata.

Rasulullah itu manusia biasa, tetapi beliau membawa risalah wahyu. Dirinya terjamin, jelas asal-
usulnya, lengkap sejarahnya, mulia akhlaknya, bermakna setiap ucapan dan tindakannya. Lantas,
bagaimana mungkin kita lebih memilih sumber kebenaran lain daripada apa yang Rasulullah
dakwahkan dengan penuh kasih sayang?

Ketiga, komparasi sejarah. Terakhir, kita mesti memahami bahwa Islam itu adalah agama yang
menghendaki kemenangan bagi siapapun. Bukan penjajahan, seperti yang selama ini dipraktikkan
oleh peradaban Barat.

“Ketika Islam datang ke Indonesia, maka kekayaan alam Indonesia tidak diangkut ke Makkah dan
Madinah. Sebaliknya, ketika Portugis dan Belanda datang ke Indonesia, maka kekayaan alam
Indonesia diangkut sekuat mereka mengangkut ke negerinya masing-masing.

Jadi, Islam itu mulia dan memuliakan. Oleh karena itu, penting bagi seluruh umat Islam, terutama
generasi mudanya untuk kembali mengkaji Islam secara serius, sehingga tidak kehilangan jati diri,
apalagi kehilangan adab. Sungguh, Islam ini mulia dan akan mulia siapa yang hidup istiqomah
bersama ajaran Islam. Wallahu a’lam.*/Imam Nawawi

Anda mungkin juga menyukai