Anda di halaman 1dari 40

KONSTRUKSI PENGETAHUAN TENTANG STUNTING PADA

KALANGAN KELUARGA PEMILIK BADUTA STUNTING DI DESA


JATISARI

CONSTRUCTION OF KNOWLEDGE ABOUT STUNTING IN THE FAMILY


OF THE OWNER BADUTA STUNTING IN JATISARI VILLAGE

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
Mohammad Efendi Yusuf
NIM. 190910302024

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2022
i

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Teoritis .................................................................................. 7
1.4.3 Manfaat Praktis ................................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9
2.1 Tinjauan Tentang Stunting ...................................................................... 9
2.2 Tinjauan Tentang Pengetahuan Lokal .................................................. 11
2.3 Tinjauan Tentang Keluarga .................................................................. 13
2.4 Tinjauan Tentang Konstruksi Sosial ..................................................... 14
2.4.1 Teori Konstruksi Sosial ..................................................................... 14
2.4.1 Konsep tentang Eksternalisasi............................................................ 16
2.4.2 Konsep tentang Objektivasi ............................................................... 17
2.4.3 Konsep tentang Internalisasi .............................................................. 18
2.5 Kerangka Berfikir Penelitian................................................................. 20
2.6 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 21
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 26
3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................ 26
3.2 Penentuan Lokasi Penelitian .................................................................. 27
3.3 Teknik Penentuan Informan .................................................................. 27
3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 29
3.4.1 Observasi ......................................................................................... 29
3.4.2 Wawancara Mendalam (Indepth Interview) .................................. 29
3.4.3 Dokumentasi .................................................................................... 30
3.5 Teknik Keabsahan Data ......................................................................... 30
3.6 Teknik Analisis data ............................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 36
1

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perawakan pendek atau yang biasa disebut dengan stunting merupakan kondisi
kekurangan gizi kronis yang diakibatkan oleh asupan gizi yang sangat minim,
dimana hal tersebut terjadi dalam intensitas waktu yang lama dan juga disebabkan
karena pemberian makanan yang kurang sesuai dengan kebutuhan gizi. Kondisi ini
biasanya dapat terjadi pada saat janin masih terdapat dalam kandungan dan baru
terlihat saat seorang anak berumur 2 tahun. Mengacu kepada standar baku WHO-
MGRS dalam tahun 2005 seorang balita dapat dikategorikan sebagai balita pendek
jika status gizinya yang didasari panjang/tinggi menghasilkan nilai z-score kurang
dari -2SD sedangkan seorang balita yang nilai z-scorenya kurang dari -3SD
tergolong pada status sangat pendek (Taufik Hidayat, 2019).
Fenomena Stunting merupakan salah satu permasalahan yang dewasa ini sering
marak terjadi di kalangan masyarakat global terutama pada negara-negara yang
tergolong miskin atau masih berkembang. Stunting dikatakan sebagai suatu
permasalahan karena sangat kental keterkaitannya dengan peningkatan risiko
kematian serta kesakitan sampai dengan ancaman dalam keterlambatan
perkembangan motorik juga tersendatnya pertumbuhan mental. Dalam beberapa
studi yang sudah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa, seseorang yang
terkena persoalan stunting akan lebih rentan terkena penyakit yang sifatnya tidak
menular, menurunya prestasi akademik, non akademik dan terancam terjadi
peningkatan terhadap risiko obesitas (Picauly I, 2013).
Dinamika permasalahan stunting juga telah menjadi realitas yang sedang
dihadapi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Akibat saking maraknya
terjadi di ruang lingkup masyarakat Indonesia, permasalahan stunting selalu
terdapat dalam setiap pemberitaan dikancah nasional. Pada tataran dunia, negara
Indonesia bahkan sempat menduduki peringkat ke-5 selaku negara yang rentan
terhadap persoalan stunting dikalangan balita. kondisi seperti ini tentu menjadi
2

suatu fenomena yang miris, ditambah lagi dengan fakta jika dalam proses
penanganan stunting di Indonesia pada tahun 2013 pernah mengalami hasil yang
kurang memuaskan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
menunjukan bahwasanya, prosentase angka status gizi balita stunting mencapai
sebesar 37,2%, dimana angka tersebut tergololong cukup memprihatinkan dan
sekaligus merepresentatifkan tidak ada perkembangan atas perbaikan penurunan
angka stunting di Indonesia dibandingkan dengan tahun 2010 atau tahun-tahun
sebelumnya (Weny Lestari, 2018). Hingga kini angka prevalensi stunting di
Indonesia sendiri tergolong cukup tinggi yakni sebesar 24,4 % dan masih di atas
angka standar dari yang telah ditetapkan WHO yaitu sebesar 20% (Eko, 2022),
sehingga secara otomatis persoalan stunting masih menjadi satu diantara beberapa
fokus pekerjaan yang harus dihadapi pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Persoalan maraknya kasus stunting yang sedang gencar beredar di seluruh
wilayah negara Indonesia juga nampak terjadi di daerah Kabupaten Jember.
Terletak pada kawasan provinsi dengan jumlah kasus stunting cukup tinggi yakni
Jawa Timur, Kabupaten Jember tercatat pernah menduduki peringkat kedua sebagai
daerah yang memiliki angka prevalensi stunting cukup tinggi di provinsi tersebut
pada tahun 2021. Dikatakan dalam (Hatta, 2021), bahwa pada tahun tersebut
Kabupaten Jember memiliki angka prevalensi stunting sebesar 37,08% dan berada
diatas angka standar yang telah ditetapkan oleh WHO sebelumnya. Meski sempat
mengalami penurunan sebesar 14,03% pada tahun setelahnya yaitu 2022, namun
hasil penurunan yang cukup positif ini masih tetap saja membuktikan bahwa
stunting adalah persoalan yang sedang menjadi realitas yang mengelilingi ruang
lingkup masyarakat Jember. Adanya kondisi tersebut membuat pemerintahan
Kabupaten Jember hingga saat ini memiliki fokus tersendiri untuk mengentaskan
permasalahan kasus stunting, hal ini terbukti dengan komitmen yang disampaikan
oleh Hendy sebagai bupati Jember yang menargetkan untuk menurunkan jumlah
kasus stunting di Jember sebesar 14% (Wahyunik, 2022).
Salah satu desa di Kabupaten Jember yang tengah menghadapi permasalahan
stunting dan memiliki angka kelahiran anak stunting yang tergolong cukup tinggi
adalah Desa Jatisari. Desa Jatisari merupakan sebuah desa yang terletak di
3

Kecamatan Jenggawa, Kabupaten Jember. Desa Jatisari berada pada wilayah


perdesaan, dimana mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, buruh pabrik,
dan pedagang. Di Desa Jatisari fenomena stunting termasuk kedalam realitas yang
marak terjadi di kalangan masyarakat setempat dan bahkan telah menjadi persoalan
yang cukup serius. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah kasus anak stunting Desa
Jatisari pada bulan agustus 2022 yang mencapai angka 45 anak (RDS Desa Jatisari,
2022). Angka tersebut termasuk kedalam total perhitungan jumlah anak stunting
paling tinggi dibandingkan 4 desa lainnya yang berada dinaungan PKM
Kemuningsari Kidul yaitu Desa Kertonegoro, Desa Sruni, Desa Kemuningsari
Kidul, dan Desa Jatimulyo.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh tim akselerasi, masyarakat Desa
Jatisari Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember yang memiliki anggota keluarga
mengalami AKI (Angka Kematian Ibu), AKB (Angka Kematian Bayi), AKBAL
(Angka Kematian Balita) dan stunting itu merupakan keluarga yang tidak mau
memeriksakan kondisi kesehatannya baik di Puskesmas ataupun Posyandu.
Demikian pula pada saat hamil, mereka cenderung enggan memeriksakan kondisi
kehamilannya ke bidan atau dokter. Bahkan terdapat satu peristiwa, dimana terjadi
kejar-kejaran ketika seorang ibu hamil akan dilakukan pemeriksaan oleh petugas.
Hal ini terjadi sebagai akibat dari masih rendahnya tingkat pendidikan, minimnya
pengetahuan dikalangan keluarga, kondisi ekonomi yang sulit, serta faktor budaya
yang melekat di masyarakat Jatisari. Disisi lain, kondisi kesehatan di Desa Jatisari
cenderung masih memprihatinkan. Di sebuah RT terdapat warga yang memiliki
anak dengan kondisi stunting, ada juga anak yang menderita hidrosefalus di mana
adanya penumpukan cairan otak di kepala, serta ada nenek yang menderita gondok.
Anak-anak yang tergolong ke dalam kondisi ‘emergency’ akibat mengalami
stunting ini seharusnya diberikan tambahan makanan yang bergizi, suplai vitamin,
juga konsumsi buah dan sayuran, namun karena pengetahuan masyarakat yang
minim akan hal tersebut mengakibatkan fenomena ini dianggap bukan persoalan
yang serius untuk segera ditangani (hariansuara.com, 2021).
Beragam upaya dari Tim Akselarasi Desa Jatisari untuk mengentaskan
permasalahan stunting seperti halnya, pendistribusian makanan bergizi dan susu
4

secara gratis pada kalangan keluarga pra sejahtera demi memperbaiki gizi pada
kalangan ibu hamil dan balita pun telah dilakukan. Namun kenyataanya, persoalan
stunting perhari ini di Desa Jatisari tak kunjung menemui hasil penurunan yang
signifikan. Terjadinya realitas tersebut disebakan karena pada dasarnya
permasalahan stunting tak hanya dilatar belakangi karena masalah gizi tetapi
merupakan suatu persoalan yang kompleks. Hal ini selaras dengan pernyataan dari
Kepala Desa Jatisari Drs. Haris Tursina dalam (majalah-gempur.com,2021), yang
mengemukakan bahwa permasalahan stunting di Desa Jatisari merupakan persoalan
yang kompleks, sehingga dalam penanganannya bukan hanya masalah gizi, namun
masih banyak faktor lain yang mempengaruhi.
Masalah stunting yang terjadi di Desa Jatisari ini merupakan masalah yang
kompleks, dimana fokusnya tidak hanya persoalan asupan gizi, lebih dari itu dalam
menyikapi permasalahan stunting ini harus menyeluruh (holistic) dengan melihat
berbagai aspek lain yang mempengaruhinya, misalnya faktor budaya, maupun
kondisi sosial ekonominya. Jika dari aspek kesehatan, masalah stunting di Desa
Jatisari ini sebagai bentuk bahwa masyarakat masih memiliki pemahaman yang
rendah tentang pentingnya makanan bergizi. Namun dari sisi ekonomi, bisa dilihat
kemampuan finansial masyarakat untuk mendapatkan asupan yang bergizi, selain
itu kondisi-kondisi sosial budaya lainnya tentu turut berpengaruh. Persoalan
stunting memerlukan kerjasama yang intensif dari berbagai pihak, sehingga
penanggulangannya dapat dilakukan lebih cepat, karena persoalan ini tidak dapat
dianggap sebagai persoalan sepele. Kondisi stunting yang dialami seorang anak
akan berdampak dalam jangka panjang kehidupannya, atau dapat dikatakan sebagai
ancaman generasi mendatang. Stunting potensial terhadap lambatnya
perkembangan otak anak, bahkan bisa menimbulkan kondisi keterbelakangan
mental, kemampuan belajar yang rendah, dan berbagai resiko penyakit lainnya.
Fasilitator Kementerian Sosial (Kemensos), Mujiastuti menegaskan bahwa
menegaskan, persoalan stunting menjadi momok tersendiri dalam proses
pembangunan masyarakat Indonesia, khususnya terkait dengan keluarga
prasejahtera yang dipandang sebagai kelompok masyarakat rentan. Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa
5

keluarga prasejahtera adalah kelompok masyarakat yang tidak dapat memenuhi


salah satu dari enam kebutuhan dasar keluarga, seperti kebutuhan sandang, pangan,
papan, kesehatan, dan pendidikan. Walaupun, tidak semua anak yang berasal dari
keluarga prasejahtera mengalami kekurangan gizi, akan tetapi masih terbatasnya
akses terhadap informasi yang berkualitas dan masih lemahnya pengetahuan
tentang pencegahan stunting berpotensi menempatkan anak-anak dari keluarga pra
sejahtera mengalami stunting. Faktor yang menyebabkan kondisi stunting tidak
hanya menyangkut permasalahan kemiskinan yang mengakibatkan kekurangan gizi
pada ibu dan anak. Lebih luas lagi, stunting yang terjadi pada masyarakat juga dapat
disebabkan oleh konstruksi pengetahuan yang dipengaruhi oleh konstruksi sosial
budaya masyarkat setempat. (nasional.kompas.com, 2021).
Sebagai sebuah persoalan yang kompleks, dimana stunting ini tidak hanya
dilihat dari aspek kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor lain, salah satunya
adalah konstruksi pengetahuan masyarakat setempat. Konstruksi pengetahuan ini
merupakan manifestasi dari konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat
sehingga membentuk dalam pola perilaku ataupun tindakan serta interaksi yang
dilakukan oleh individu ataupun sekelompok individu, yang diciptakan secara
terus-menerus, dan secara subjektif dialami bersama-sama. Dalam teori Peter L.
Berger dan Thomass Luckmann konstruksi sosial diartikan sebagai suatu proses
dimana setiap individu melakukan pemaknaan terhadap lingkungan sekitarnya dan
juga aspek-aspek diluar dirinya, dalam konstruksi sosial terdapat 3 proses yaitu
eksternalisasi, internalisasi dan obyektivasi.
Dalam melihat terbentuknya realitas kejadian stunting di Desa Jatisari dapat
diketahui dengan mengkaji konstruksi pengetahuan keluarga pemilik baduta
stunting selaku sebagai kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang pernah
mengalami kejadian stunting secara langsung, baik pada lingkup keluarganya
sendiri dan masyarakat sekililingnya. Konstruksi pengetahuan dikalangan keluarga
dengan Baduta Stunting di Desa Jatisari merupakan salah satu aspek yang sangat
penting yang perlu dikaji, hal ini dikarenakan pengetahuan yang dimiliki seseorang
akan tergambar ketika seseorang dapat memaknai suatu realitas yang ada
dilingkungannya. Pengetahuan yang masih rendah dilakangan keluarga Baduta
6

stunting membuat keluarga lalai dalam pemeriksaan kesehatan sewaktu hamil,


asupan gizi yang harus diperhatikan, serta usia perkawinan yang harus
dipertimbangkan. Namun sayangnya, sebagian besar kajian mengenai stunting
khususnya di Desa Jatisari hanya terlalu berfokus kepada aspek kesehatan
masyarakat semata, padahal permasalahan stunting dapat juga dipengaruhi dari
kontruksi sosial yang kurang tepat, sehingga pada akhirnya mempengaruhi
konstruksi pengetahuan dalam kalangan keluarga di Desa Jatisari. Oleh karena itu
dalam rangka menanggulangi permasalahan stunting, hendaknya mulai menyasar
pada aspek sosial terkait dengan pengetahuan yang berkembang dimasyarakat
hingga turut membentuk pola perilaku keluarga dengan baduta stunting. Hal ini
dikarenakan persoalan stunting merupakan salah satu dampak dari masih minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai cara menjaga kesehatan dikalangan ibu hamil
serta balita, pola asuh terhadap anak, pentingnya memberikan asupan yang bergizi
dan asi eksklusif. Selain itu, berkaitan tentang faktor yang mengakibatkan
munculnya persoalan stunting juga dapat didasari karena lahirnya perbedaan
pemaknaan yang seringkali terjadi diantara masyarakat yang didasari oleh
pengetahuan lokal dengan pemaknaan yang terdapat pada dunia medis. Tentunya
kondisi demikian bisa saja terjadi di lingkup masyarakat Desa Jatisari yang pastinya
memiliki sesuatu kebiasaan atau keyakinan lokal dalam memaknai fenomena
stunting.
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di atas, menjadi hal yang
menarik untuk dilaksanakannya penelitian terhadap fenomena stunting yang terjadi
di Desa Jatisari dengan tidak hanya melihat aspek medis atau kesehatan, melainkan
dikaji lebih jauh melalui pendekatan sosiologis terhadap keluarga pemilik baduta
stunting terkait “Konstruksi Pengetahuan tentang Stunting Pada Kalangan Keluarga
Pemilik Baduta Stunting Di Desa Jatisari”.
1.2 Rumusan Masalah

Terkait persoalan stunting yang terjadi di Desa Jatisari merupakan sebuah


persoalan yang kompleks, dimana dalam penanganannya tidak hanya dilihat dari
aspek kesehatan, melainkan harus dilihat juga faktor lainnya. Masih tingginya
angka stunting di Desa Jatisari, salah satunya disebabkan oleh konstruksi
7

pengetahuan yang salah dalam keluarga yang berlangsung secara terus-menerus


dan dilakukan secara bersama-sama di lingkungan masyarakat sebagai manifestasi
dari konstruksi sosial. Sehingga peneliti ingin menganalisa lebih jauh terkait
dengan pemaknaan maupun pemahaman keluarga pemilik Baduta dan juga
masyarakat Desa Jatisasri terhadap kondisi stunting yang ada dilingkungannya ,
hingga konstruksi pengetahuan dalam menilai resiko dan dampak yang timbul dari
kondisi stunting dalam jangka panjang. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana konstruksi pengetahuan tentang stunting pada
kalangan keluarga pemilik baduta stunting di Desa Jatisari?”.
1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui, menganalisis, dan
mendeskripsikan tentang konstruksi pengetahuan tentang stunting pada kalangan
keluarga pemilik baduta di Desa Jatisari.
1.4.1 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi secara teoritis maupun praktis.
1.4.2 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat


antara lain:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
terkait dengan konstruksi pengetahuan masyarakat tentang stunting, sehingga
pada akhirnya hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam
penyusunan karya ilmiah lainnya dimasa mendatang.
b. Bagi masyarakat luas, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan terkait konstruksi pengetahuan tentang stunting pada
kalangan keluarga pemilik baduta stunting , khususnya di Desa Jatisari.
c. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk Program
Studi Sosiologi, khususnya dalam bidang ilmu sosiologi keluarga dan
pengetahuan, terkait kajian tentang konstruksi pengetahuan.
8

1.4.3 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat


bagi masyarakat luas maupun pemerintah sebagai pemangku kebijakan, terkait
dengan fenomena stunting yang tidak hanya dipandang dari aspek kesehatan,
melainkan sudah menjadi sebuah permasalahan dalam konstruksi social
masyarakat.
a. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat luas, penelitian ini diharapkan selain dapat menambah
pengetahuan yang luas mengenai fenomena stunting yang ada
dimasyarakat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat agar lebih sadar terhadap pentingnya mememeriksakan kondisi
kesehatan secara rutin bagi ibu hamil maupun Baduta.
b. Bagi Pemerintah
Sebagai pembuat kebijakan, dengan adanya penelitian ini diharapkan
hasilnya dapat dijadikan sebuah bahan kajian pertimbangan bagi pemerintah
Desa Jatisari maupun pemerintah Kabupaten Jember dalam membuat
regulasi ataupun kebijakan penanganan stunting di Desa Jatisari dengan
melihat pembacaan objektif tentang pengetahuan pada kalangan keluarga
pemilik baduta stunting di Desa Jatisari, Kecamatan Jenggawa, Kabupaten
Jember.
9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Stunting

Stunting termasuk ke dalam salah satu target dalam pencapaian Sustainable


Development Goals (SDGs) yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk
malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Oleh karena itu,
pemerintah senantiasa berupaya menanggulangi fenomena stunting yang ada
dimasyarakat. Fenomena Stunting, bukan lagi dipandang dari aspek kesehatan,
namun harus lebih holistic dengan meninjau aspek lainnya yang menyebabkan
terjadinya stunting.
Pada dasarnya, stunting dan pendek merupakan dua hal yang berbeda.
Penderita stunting memang bertubuh pendek, tetapi tidak selalu anak yang bertubuh
pendek menderita stunting. UNICEF (2019) menyatakan seorang anak yang
mengalami stunting bila height for age score (HAZ) < -2 SD menurut growth
reference yang sedang berlaku (“below minus two standard deviation from media
for age of reference pupolation”). Mengacu pada definisi ini, semua anak pendek
dapat disebut juga sebagai stunting. Namun WHO (2019) memberikan definisi
stunting sebagai gangguan pertumbuhan yang menggambarkan tidak tercapainya
potensi pertumbuhan sebagai akibat status kesehatan dan atau nutrisi yang tidak
optimal (“stuned growth reflects a process of failure to reach linear growth
potential as a result suboptimal health and/or nutritional conditions”). Apabila
kedua definisi ini digabungkan, maka stunting dapat diartikan sebagai kegagalan
mencapai potensi pertumbuhan linier yang ditunjukkan dengan HAZ < -2SD sesuai
dengan growth reference yang sedang berlaku akibat status kesehatan dan atau
nutrisi yang tidak optimal. Dengan demikian, pernyataan penyebab masalah
kesehatan dan/atau nutrisi menajdi penting karena tidak semua anak pendek
disebabkan oleh masalah kesehatan dan/atau nutrisi, sehingga tidak semua anak
pendek disebut stunting. (Prawirohartono, 2021, pp. 2–4)
Stunting sering terjadi, namun tidak dikenal masyarakat, dimana
perawakannya sangat umum sehingga dianggap normal. Kesulitan dalam
10

mengidentifikasi anak-anak pendek secara visual dan kurangnya penilaian rutin


terhadap pertumbuhan linier dalam layanan perawatan kesehatan primer
menjelaskan mengapa lama sekali menyadari besarnya momok tersembunyi ini (de
Onis M dan Branca F, 2016). Studi observasional pada manusia menunjukkan
bahwa stunting dikaitkan dengan gizi yang buruk, terutama pola makan nabati.
Stunting dimulai dalam rahim dan berlanjut setidaknya selama 2 tahun pertama
kehidupan pasca natal; periode dari pembuahan hingga ulang tahun anak yang
kedua (seribu hari pertama kehidupan) telah didentifikasi sebagai jendela peluang
paling kritis yang mana gagal tumbuh adalah bagian dari proses aktif menjadi
pendek untuk dilakukan intervensi dan termanifestasi pada usia 2-3 tahun.
Beberapa decade terakhir, telah terlihat peningkatan perhatian terhadap kekurangan
gizi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan secara drastic mengurangi stunting
pada anak telah menjadi tujuan pembangunan global. Perhatian global terhadap
stunting didasarkan pada premis bahwa setiap intervensi yang bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan linier selanjtutnya akan mengarah pada perbaikan
dalam korelasi keterbelakangan pertumbuhan linear dan stunting (Patimah, 2021,
pp. 1–3).
Stunting yang terjadi hingga balita berusia dua tahun berpotensi
menyebabkan kematian prematur serta mengalami gangguan perkembangan mental
dan kognitif. Gangguan yang terjadi cenderung bersifat ireversibel dan berpengaruh
pada perkembangan balita. Selain itu, bayi yang mengalami malnutrisi berpotensi
mengembangkan penyakit degeneratif ketika dewasa. Apabila tumbuh kejar tidak
terapai sebelum balita berusia dua tahun, balita akan tumbuh menjadi anak
malnutrisi. Anak yang mengalami malnutrisi pada umumnya memiliki kecerdasan
yang kurang sehingga prestasi belajar tidak optimal. Apabila pada tahap ini tetap
tidak dapat memenuhi kebutuhan zat gizi, anak akan tumbuh menajdi remaja yang
malnutrisi. Remaja yang malnutrisi dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang
malnutrisi pula. Hal ini sangat berbahaya, terutama bagi remaja putri yang akan
menajdi seorang ibu ketika dewasa. Malnutrisi menyebabkan pertambahan berat
badan ibu hamil tidak mencukupi dan asupan gizi tidak dapat berkembang dengan
optimal (Helmyati, 2020, pp. 1–5).
11

Dewey dan Begum (2011) mengemukakan bahwa proses menjadi stunting,


sudah dimulai setelah terpapar resiko atau penyebabnya sehingga proses stunting
sudah dimulai dari pembuahan atau didalam kandungan. Untuk itulah masyarakat
dan tenaga kesehatan harus mulai mengidentifikasi keluarga yang mempunyai
ririko stunting dan mengamati dengan lebih baik anak yang dilahirkan
(Prawirohartono, 2021, p. 8).
2.2 Tinjauan Tentang Pengetahuan Lokal

Pengetahuan merupakan keseluruhan dari semua informasi serta gagasan yang


termaktup kedalam pernyataan tentang suatu fenomena atau peristiwa, baik
berbasis sifat alamiah, sosial sampai dengan perorangan. Sehingga, pengetahuan
merujuk terhadap sesuatu yang merupakan kandungan substantif dalam sebuah
ilmu. Kandungan tersebut dalam tafsiran keilmuan dikatakan sebagai fakta/fact.
Selaras dengan hal ini, berdasarkan pendapat yang kemudian telah dikemukakan
parah ahli secara umum pengetahuan sendiri menunjuk terhadap fakta, seperti yang
dijelaskan dalam The International Encyclopedia of Higher Education bahwasanya
definisi pengetahuan ilmiah atau knowledge diformulasikan sebagai keseluruhan
fakta/realita, asas, kebenaran, serta keterangan yang didapatkan oleh manusia.
Selanjutnya jika mengacu pada International Dictonary of Education, pengetahuan
ditafsirkan sebagai sebuah kumpulan fakta, informasi, nilai/prinsip, dan lain
sebagainya yang mana telah diperoleh manusia ataupun seseorang dari
pengilhaman, pengalaman, dan penelaahan (Paulus, 2016).
Dalam kajian sosiologi, pengetahuan dimaknai sebagai sebuah keyakinan dan
merupakan sebuah realitas yang hadir dalam kesadaran individu baik yang
berisikan nilai ataupun prinsip yang diperoleh seseorang dari fenomena/peristiwa
(Luckmann, 1991). Lebih lanjut menurut Battencourt dalam (Yunita, 2013),
pengetahuan selalu berupa sebuah akibat yang berasal dari konstruksi kognitif atas
realitas yang didasari berdasarkan aktivitas seseorang, dan pada akhirnya
menkonstruksi skema, konsepsi, klasifikasi, serta struktur kognitif yang dibutuhkan
untuk pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh seseorang pada prespektif kajian filsafat
muncul karena adanya sebuah sumber- sumber tertentu. Artinya bahwa munculnya
12

pengetahuan dalam diri manusia terjadi bukan karena terlahir dengan sendirinya,
namun terdapat proses-proses pembentukan pengetahuan yang didasari kepada
beberapa sumber. Sumber-sumber pengetahuan yang dimaksudkan pada konteks
kajian filsafat, antara lain sebagai berikut :
 Rasio
Rasio adalah pengetahuan yang bersumber melalui penalaran seseorang.
Dalam sumber pengetahuan tersebut dimaknai jika pengetahuan merupakan
hasil dari pemikiran seseorang.
 Empiris
Empiris adalah pengetahuan yang bersumber melalui pengalaman yang
telah dilalui seseorang. Dasar perumusan sumber pengetahuan ini dilandasi oleh
kegiatan seseorang yang gemar mengamati fenomena-fenomena yang ada
disekelilingnya. Dalam kehidupan sehari-sehari manusia tentu mengalami
beragam peristiwa yang terjadi secara berulang serta dengan proses yang sama.
Hal tersebut pada akhirnya menjadikan suatu daya tarik seorang manusia untuk
bernalar dan mengkaji lebih lanjut terkait dengan bagaiman proses peristiwa
dapat terjadi secara berangsur-angsur serta selalu diseiringi pada proses yang
sama.
 Intuisi
Intuisi adalah sumber pengetahuan yang diperoleh seseorang secara tidak
tentu serta dengan kehadiranya secara tiba-tiba. Misalnya pada saat seseorang
harus berhadapan dengan sebuah persoalan, maka umunya otak akan bekerja
lebih keras untuk memikirkan suatu solusi yang bisa dipergunakan dalam
rangka menyelesaikan persoalan tersebut.
 Wahyu
Wahyu adalah sumber pengetahuan yang bersifat non-analitikatau
didasarkan melalui suatu pola berfikir tertentu. Hal ini disebabkan karena tidak
terdapat proses berfikir yang dilakukan oleh seseorang. Wahyu merupakan
bentuk pengetahuan yang bersumber dari Tuhan yang Maha Kuasa. Umumnya,
seseorang yang mendapatkan sumber pengetahuan wahyu ialah orang-orang
pilihan (Ridwan, 2021).
13

Pengetahuan tradisional atau bisa disebut dengan pengetahuan lokal


merupakan suatu jenis pengetahuan hidup yang diturunkan dari generasi ke
generasi berikutnya dalam komunitas masyarakat. Seringkali pengetahuan lokal
menjadi bagian dari budaya masyarakat dan identitas spiritual. Pengetahuan lokal
juga dapat diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan atau
menjelaskan sebentuk pengetahuan yang diciptakan masyarakat lokal/indigenous
community dan berdampak langsung terhadap alam atau masyarakat. (Winarno,
2021, p. 3)
Pengetahuan lokal pada dasarnya merupakan pengetahuan yang dimiliki
oleh komunitas yang hidup dalam sebuah lingkungan . Adanya regenerasi pada
pengetahuan lokal yaitu dilakukan dengan cara pewarisan antar generasi baik
melalui praktik atau lisan. Pengetahuan lokal masyarakat kemunculannya
dikarenakan adanya sebuah pengalaman terhadap kondisi atau realitas yang ada,
dalam hal ini kondisi stunting.
2.3 Tinjauan Tentang Keluarga

Menurut Friedman keluarga merupakan kumpulan indvidu atau manusia yang


terikat melalui hubungan pernikahan, kelahiran, dan adopsi dengan tujuan untuk
memelihara serta menciptakan sebuah budaya bersama, menunjang pengembangan
mental, emosional, hingga sosial fisik seseorang yang disertai oleh hubungan timbal
balik dalam proses interaksinya dan saling berketergantungan antara satu dengan
yang lainya demi mencapai suatu tujuan bersama (Awaru, 2021).
Lebih lanjut (Awaru, 2021) menyebutkan bahwa, sesuatu hal dapat dikatakan
sebagai sebuah keluarga apabila mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri
yang khas yakni sebagai berikut :
 Keluarga terdiri atas individu-individu yang memiliki ikatan berdasarkan
dari keturunan dan hubungan pernikahan.
 Mempunyai tempat tinggal bersama yang dihuni oleh anggota-anggota
keluarga serta tempat tersebut mereka anggap sebagai rumah sendiri.
 Keluarga memiliki dan membangun budaya tertentu yang dianut
berdasarkan pewarisan dari budaya umum dalam keluarga.
14

Adapun beberapa jenis kategorisasi keluarga yang dijelaskan oleh (Khairuddin,


1997) antara lain yaitu, pertama keluarga besar atau extended family dan yang kedua
adalah keluarga inti atau kecil (nuclear family). Keluarga besar ditafsirkan sebagai
keluarga atau kelompok yang terdiri lebih dari satu generasi serta tergolong dalam
kaum keluarga yang luas dibandingkan dengan keluarga inti (kecil). Sedangkan
keluarga inti atau kecil merupakan suatu keluarga yang hanya meliputi ayah, ibu,
serta anak yang belum terikat pada hubungan pernikahan.
Dalam buku pengantar sosiologi, keluarga yang pada dasarnya adalah sistem
sosial yang tergolong kepada intitusi elementer masyarakat, dimana disebut sebagai
intitusi elementer masyarakat dikarenakan terdapat beberapa indikator yang
melekat diantaranya seperti :
 Keluarga yaitu pranata sosial dasar yang memiliki sifat universal,
dalam artian keluarga merupakan pranata sosial pertama untuk
mengkonstruksi individu.
 Keluarga termasuk pada pusat penting untuk keberfungsian intitusi
sosial lainya pada tubuh masyarakat.
 Keluarga adalah unsur sosial utama serta penting untuk anggota-
anggotanya, diakibatkan karena jaringan emosional yang intens, intim,
dan implikasinya kepada tahapan sosialisasi yang intensif (Awaru,
2021).
 Keluarga merupakan sebuah sistem yang secara fungsional mempunyai
hubungan dengan unsur lain serta tergolong dasar sosial untuk
terkonstruksinya masyarakat beradab.
2.4 Tinjauan Tentang Konstruksi Sosial

2.4.1 Teori Konstruksi Sosial

Konstruksi sosial merupakan salah satu teori sosiologi kontemporer yang


digagas dan dipopulerkan dua orang sosiolog yakni Peter L. Berger dan Thomas
Luckmann. Teori tersebut sejatinya diformulasikan oleh Peter L. Berger dan
Thomas Luckmann sebagai sebuah kajian yang sistematis serta teoritis tentang
sosiologi pengetahuan. Konstruksi sosial merupakan istilah Peter L. Berger dan
15

Thomas Luckmann dalam mendeskripsikan suatu proses sosial yang terjadi melalui
interaksi dan tindakan, dimana sesesorang menciptakan secara terus-menerus
sebuah kenyataan yang dipunyai serta dialami bersama secara subjektif (Luckmann,
1991).
Dalam teori yang dicetuskan Peter L. Berger dan Thomas Lukman yang
tergolong pada sosiologi pengetahuan, memiliki beberapa asumsi dasar yang
terkandung pada muatan teori konstruksi sosial. Asumsi dasar teori konstruksi
sosial tersebut meliputi bahwasanya, pertama jika realitas adalah hasil dari ciptaan
manusia kreatif yang mana dibentuk dari kekuatan konstruksi sosial pada dunia
sosial, kedua korelasi antara konteks sosial dengan pemikiran manusia yang timbul
dalam konteks tersebut, ketiga kehidupan masyarakat secara terus menerus
dikonstruksi, terakhir adalah membedakan atau memisahkan antara pengetahuan
dan realitas. Pada konteks pemisahan ini, realitas diartikulasikan sebagai kualitas
yang ada pada kenyataan serta diakui keberadaanya, dimana keberadaan tersebut
tidak berketergantungan oleh kehendak kita dan sedangkan pengetahuan ditafsirkan
sebagai sebuah kepastian jika peristiwa atau fenomena itu nyata dengan membawa
karakteristik yang spesifik (Binadarma, 2018).
Pada teori konstruksi sosial, Berger memiliki pandangan bahwasanya
masyarakat merupakan sebuah produk dari manusia dan begitu pula dengan
manusia yang notabene adalah produk dari masyarakat. Dalam kehidupan sehari-
hari, ia mengamati terjadinya suatu hubungan yang terjalin antara kelompok
individu atau masyarakat dengan indvidu sebagai tindakan individu yang hidup di
tengah masyarakat. Tindakan yang dimaksudkan oleh Berger sendiri adalah bentuk
tindakan terhadap makna-makna subjektif atau makna yang terlahir melalui
keyakinan individu manusia di masyarakat, dimana bermuatan tujuan yang ingin
dicapai oleh individu. Masyarakat yang merupakan realitas objektif memberikan
dunia yang ditempati untuk manusia, serta dunia tersebut melingkupi unsur biografi
individu yang tergelar sebagai sebuah runtutan peristiwa pada dunia itu sendiri
(Luckmann, 1991). Menurut Peter L.Berger dan Thomas Lukman menyatakan
bahwa, “Keadaan masyarakat merupakan suatu pola yang sudah tertera secara
sistematis sebagai kenyataan yang tertib” (Poloma, 2004).
16

Berdasarkan penjelasan yang terdapat di atas, setiap realitas atau kejadian yang
terdapat didalam masyarakat adalah suatu hal yang bergerak secara tersistematis
baik secara disadari ataupun tidak sadar. Sebuah realitas yang dilaksanakan awal
terbentuknya masyarakat menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri, contohnya
adalah sebuah hal yang telah terlembagakan di masyarakat, sebuah hal tersebutlah
yang secara terus menerus dan diwariskan pada generasi yang akan datang sehingga
selaras dari awal terbentuknnya masyarakat sampai saat ini. Lebih lanjut menurut
(Peter L. Berger & Luckmann, 1991), pemahaman dan pengetahuan masyarakat
yang terkonstruk menjadi sebuah realitas dapat dijabarkan oleh peran sosiologi
pengetahuan. Peran sosiologi pengetahuan yang dimaksudkan dalam (Peter L.
Berger & Luckmann, 1991) adalah sebuah peranan untuk mendeskripsikan tentang
proses dialegtika yang ada pada diri dengan dunia sosiokulturalnya, selanjutnya
Peter L. Berger dan Thomas Luckman menjelaskan jika proses ini berjalan pada 3
momentum diantaranya : Eksternalisasi, Obyektivasi, dan Internalisasi

Eksternalisasi

Internalisasi Obyektivasi

(Sumber : Hasil olah Peneliti, 2022)


2.4.1 Konsep tentang Eksternalisasi

Eksternalisasi adalah penyesuaian diri atau suatu adaptasi dari setiap


individu dengan dunia sosio -kultural sebagai produk manusia (Peter L. Berger &
Luckmann, 1990, hal. xx). Pengertian ini merupakan teks-teks yang ada dalam
masyarakat menempati posisi sentral dan sebagai instrumen paradigma dalam
bertindak dan berperilaku. Selain itu proses adaptasi ini juga melibatkan integrasi
nilai dan tindakan. Proses ini kemudian menghasilkan dua kemungkinan sikap
yaitu penolakan dan penerimaan akan ter-ejawantahkan dalam partisipasi individu
dalam consensus aktivitas yang dilakukan pada ruang-ruang sosial budaya
17

(Ihkamuddin, 2021, hal. 23). Dalam hal ini proses penerimaan atau penolakan
Berger dan Luckmann, (1990: 34) mengungkapkan bahwa kenyataan sosial adalah
hasil (eksternalisasi) dari internalisasi dan obyektivasi manusia terhadap
pengetahuan didalam realitas kehidupan sehari-sehari. Sederhananya,
eksternalisasi muncul karena adanya pengaruh oleh stock of knowledge (cadangan
pengetahuan) yang dimiliki. Cadangan sosial pengetahuan adalah akumulasi dari
common sense knowledge (pengetahuan akal-sehat). Common sense merupakan
pengetahuan yang dimiliki individu bersama individu-individu lainnya dalam
kegiatan rutin yang normal, dan sudah jelas dengan sendirinya, dalam kehidupan
sehari-hari. (Sulaiman, 2016, p. 18). Dengan kata lain Karman (2015, p. 1)
mengemukakan bahwa proses eksternalisasi adalah ekspresi individu dalam
kehidupan nyata.
Dalam penelitian ini momen eksternalisasi adalah momen pada saat kalangan
keluarga pemilik baduta stunting mengkonstruksi pengetahuan awal berkaitan
tentang fenomena stunting yang terdapat didalam masyarakat, baik melalui bahasa,
makna, serta kebiasaan yang telah terlembagakan di masyarakat, dimana dari
adanya hal-hal tersebut mengakibatkan maraknya kejadian stunting di Desa Jatisari,
Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember.
2.4.2 Konsep tentang Objektivasi

Obyektivasi adalah proses setiap individu untuk berusaha melakukan


interaksi dengan dunia intersubjektif yang telah menghadapi proses institusional
atau terlembaga. Dalam objektivasi ini realitas sosial seakan berposisi diluar diri
manusia sampai dengan menjadi sebuah realitas objektif, dan yang terdapat pada
individu hanya realitas subjektif dan objektif sampai kepada momentum kedua
realitas tersebut mekonstruksi jaringan intersubjektif melewati pelembagaan,
sehingga pada proses pelembagaan tersebut mekonstruksi kesadaran atau
pemahaman dari setiap individu (Peter L. Berger & Luckmann, 1991).
Pada dunia intersubjektif individu dipaksa oleh kehidupan sosial yang
terdapat diruang lingkup yang mereka tinggali, dimana sebelumnya telah ada
struktur sosial karya para masyarakat terdahulu sampai menkonstruksi sebuah
kenyataan sosial. Pada umumnya di kehidupan sehari-hari setiap individu baik
18

secara tidak sadar atau sadar mereka terbawa pada struktur sosial kehidupan sekitar.
Mereka tentunya tidak dapat hidup secara individual tanpa berkomunikasi serta
interaksi secara berkelanjutan dalam ruang lingkupnya, dan dengan
intersubjektivitas manusia secara berkelanjutan akan menkonstruk kehidupan
masyarakat tertentu (Peter L. Berger & Luckmann, 1991).
Dalam terkonstruksinya kesadaran atau pemahaman secara bersama, sebuah
obyektivasi dapat terkonstruk dengan bentuk kegiatan sosial sebagai hasil sosial
yang berkembang di masyarakat. Pada proses menkonstruksi hal tersebut bisa saja
terlaksana tanpa harus bertatap muka kepada sang pencipta produk, melainkan yang
paling substansi dalam proses obyektivasi adalah signifikasi yang melalui sebuah
makna atau tanda dari manusia (Peter L. Berger & Luckmann, 1991).
Dalam penelitian ini momen objektivasi pada kalangan keluarga pemilik
baduta stunting diartikan sebagai sebuah proses terciptanya kesadaran dan
pengetahuan objektif dalam memaknai fenomena stunting yang terjadi dikalangan
masyarakat Desa Jatisari melalui kebiasaan yang telah terlembagakan di
masyarakat.
2.4.3 Konsep tentang Internalisasi

Momen internalisasi adalah individu mengidentifikasi diri ditengah


lembaga atau organisasi sosial dimana individu tersebut menjadi anggotanya. Yang
mana internalisasi berupa penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran
sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial
(Peter L. Berger & Luckmann, 1990, hal. xx). Ada dua alur proses dalam
mengidentifikasian tersebut yaitu melalui sosialisasi primer dan sosialisasi
sekunder. Masyarakat sebagai kenyataan subyektif menyiratkan bahwa realitas
obyektif ditafsiri secara subyektif oleh individu. Dalam proses menafsiri itulah
berlangsung internalisasi. Internalisasi adalah proses yang dialami manusia untuk
’mengambil alih’ dunia yang sedang dihuni sesamanya (Samuel,1993:16).
Internalisasi berlangsung seumur hidup melibatkan sosialisasi, baik primer maupun
sekunder. Internalisasi adalah proses penerimaan definisi situasi yang disampaikan
orang lain tentang dunia institusional. Dengan diterimanya definisi-definisi
tersebut, individu pun bahkan hanya mampu mamahami definisi orang lain, tetapi
19

lebih dari itu, turut mengkonstruksi definisi bersama. Dalam proses mengkonstruksi
inilah, individu berperan aktif sebagai pembentuk, pemelihara, sekaligus perubah
masyarakat. (Sulaiman, 2016)
Internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam
kesadaran sedemikian sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia
sosial. Macam-macam unsur dari dunia yang diobjektivasikan akan ditangkap
sebagai gejala realitas di luar kesadarannya sekaligus sebagai gejala internal bagi
kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil masyarakat. Selanjutnya
Soetandyo Wignjosoebroto (2001) menyatakan bahwa “realitas” dalam artinya
sebagai ‘sesuatu yang menampak’ sebenarnya adalah ‘fakta’, namun dalam
maknanya yang tidak hanya sebagai sesuatu (being) yang disadari, diketahui, atau
bahkan yang dipahami dan diyakini (realized) boleh dan ada di dalam alam
pemikiran manusia. Maka yang namanya ‘realitas’ itu tak mesti berhenti pada
konsep realitas sebagai realitas individual, melainkan realitas yang menjadi bagian
dari kesadaran, pengetahuan, dan/atau keyakinan suatu kelompok sosio-kultural.
(Ngangi, 2011, p. 3)
Dalam Penelitian ini momen internalisasi adalah sebuah momen pada saat
kalangan keluarga pemilik baduta stunting tergabung pada struktur sosial desa
melakukan sebuah aktivitas atau perilaku dari hasil nilai-nilai yang terkandung dan
diterima oleh kalangan keluarga tersebut dari ruang lingkup sekitarnya, serta
merupakan momen sosialisasi yang dilakukan antara anggota satu dengan yang
lainya dalam tataran masyarakat.
20

2.5 Kerangka Berfikir Penelitian

Selaras dengan judul penelitian ini, yaitu Konstruksi Pengetahuan Tentang


Stunting Pada Kalangan Keluarga Pemilik Baduta Stunting Di Desa Jatisari,
maka dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut :

Kondisi kesehatan di Desa Jatisari Tim Akselerasi di desa Jatisari telah


cenderung masih memprihatinkan. Di melakukan upaya untuk mengatasi
sebuah RT terdapat warga yang AKI, AKB, AKBAL dan stunting,
memiliki anak dengan kondisi namun stunting tetaplah menjadi
stunting realitas yang masih marak terjadi di
Desa Jatisari

Konstruksi Pengetahuan tentang


Stunting Pada Kalangan Keluarga
Pemilik Baduta Di Desa Jatisari

Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi

(Sumber : Hasil olah Peneliti, 2022)


21

2.6 Penelitian Terdahulu

No. Nama Hasil Penelitian

1. Mutia Darman Hasil penelitian yang diteliti oleh


saudari Mutia Darman menunjukan
Judul : PENGETAHUAN IBU bahwasanya pemahaman dikalangan
MENGENAI STUNTING Studi ibu-ibu Nagari Lakitan Tengah tentang
Fenomenologi terhadap Keluarga stunting dilandasi melalui pengalaman
Balita Stunting di Nagari Lakitan yang sebelumnya telah dilalui oleh
Tengah Kecamatan Lengayang informan. Kemudian dalam penelitian
Kabupaten Pesisir Selatan. ini disebutkan jika terdapat
persinggungan antara pengalaman
Tahun : 2020 medis dengan kehidupan sehari-hari
informan yang juga menghasilkan
Skripsi : Universitas Andalas sebuah pengalaman tersendiri, dimana
menimbulkan pemaknaan jika stunting
bukan termasuk penyakit yang
membahayakan sehingga tidak terjadi
suatu pola perilaku yang khusus dalam
upaya penanganan serta pencegahan
seperti halnya telah direkomendasikan
medis baik pada fase hamil, menyusui,
menjaga pola asuh, sampai dengan
tindakan tertentu apabila anak sakit.
2. Fernanda Sisca Amalia Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti yakni saudari
Judul : PRAKTIK Fernanda Sisca Amalia di Jorong
KONSUMSI PANGAN IBU Tanjung Pangkal menunjukan
HAMIL, IBU MENYUSUI DAN beberapa hasil sebagai berikut :
22

BALITA PADA SERIBU HARI  Satu diantara faktor yang


PERTAMA KEHIDUPAN (Studi menyebabkan terhalangnya
terhadap Balita Stunting di tumbuh kembang pada anak
Jorong Tanjung Pangkal, Nagari ialah pola pemberian makanan
Lingkuang Aua, Kecamatan terhadap anak, asupan yang
Pasaman, Kabupaten Pasaman dikonsumsi ibu ketika dalam
Barat) fase kehamilan serta menyusui,
dan setelah melahirkan.
 Letak pasar yang notabene
Tahun : 2021 merupakan sumber bahan
makanan terlampau jauh di
Skripsi : Universitas Andalas kota menjadi salah satu akar
permasalahan terkait
terpenuhinya bahan makanan
untuk diolah. Hal tersebut juga
pada akhirnya menjadi faktor
penghambat pada pemenuhan
gizi yang lengkap.

3. Ildefonsia Wirlin Gatas Berdasarkan penelitian yang


dilakukan oleh peneliti yakni saudara
Judul : PERAN LEMBAGA Ildefonsia Wirlin Gatas di Desa
SWADAYA MASYARAKAT Bangka La’o menunjukan beberapa
(LSM) AYO INDONESIA hasil yakni sebagai berikut :
DALAM MNGATASI  Lembaga sosial masyarakat
STUNTING PADA Ayo Indonesia memiliki
MASYARAKAT MISKIN peranan dalam persoalan
DIDESA BANGKA LA’O upaya penanganan stunting
KECAMATAN RUTENG yaitu melalui pendampingan
KABUPATEN MANGGARAI kepada masyarakat, menjadi
fasilitator, dan membantu
23

masyarakat pada konteks


Tahun : 2021 peningkatan kesehatan dasar
sampai dengan kesejahteraan
Skripsi : Universitas Nusa umum untuk masyarakat Desa
Cendana Bangka La’o.
 upaya yang dilakukan lembaga
sosial masyarakat Ayo
Indonesia demi ikut andil
dalam penanganan persoalan
stunting yaitu dengan
melakukan sosialisasi
mengenai stunting, berdiskusi
untuk berbagi pengalaman,
menyajikan materi yang
berguna dalam menambah
wawasan atau pengetahuan
masyarakat perihal fenomena
stunting dan menjalin
kerjasama dengan dinas
Kabupaten Manggarai serta
pemerintahan desa demi
memberikan arahan kepada
masyarakat binaan melalui
kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh kader
posyandu.
24

4. Muhammad Tahir Hasil penelitian yang telah dilakukan


oleh saudara Muhammad Tahir di
Judul : FENOMENA Kecamatan Simpang menunjukan
STUNTING DI KECAMATAN bahawasanya prespektif masyarakat
SIMPANG TERITIP pada konteks pengetahuan lokal
KABUPATEN BANGKA tentang stunting berpendapat jika
BARAT (Dari Local Knowledge stunting merupakan gejala kesehatan
Ke Intervensi Pemerintah) dalam daerah tertentu. Umumnya
masyarakat yang terlacak jika daerah
Tahun : 2019 mereka rawan akan permasalahan
stunting beranggapan jika stunting
Skripsi : Universitas Bangka bukan tergolong sebagai sebuah
Belitung penyakit kesehatan yang serius,
sehingga meraka tidak terlalu
mengkhawatirkan apabila Kawasan
mereka rawan akan permasalahan
stunting.
Fenomena stunting sebelumnya telah
dikenal oleh masyarakat setempat
dengan istilah bahasa lokal yakni
kebercetan atau tubuh pendek, dimana
berasal dari Bahasa suku Jering.
Selanjutnya hasil temuan yang
didapatkan oleh peneliti lainya adalah
perihal pengetahuan lokal yang
beranggapan bahwa, stunting
termasuk kepada faktor turunan,
stunting bukan termasuk sebuah aib,
masyarakat masih mempercayai
dukun sebagai solusi alternatif, dan
yang terakhir permasalahan stunting
25

bukanlah timbul dikarenakan faktor


ekonomi.
Lebih lanjut pada penelitian ini juga
disampaikan jika upaya intervensi
pemerintah dalam rangka penanganan
stunting yakni melalui metode
sosialisasi, atensi pemerintah, hingga
penanggulangan antar lintas sektoral.
26

BAB 3

METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian

Metode penelitian adalah cara untuk menemukan, mengembangkan, dan


menguji suatu kebenaran pengetahuan dengan cara-cara ilmiah. Metode penelitian
merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam melakukan suatu penelitian,
karena pada dasarnya metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan manfaat tertentu. Oleh karena itu, metode yang digunakan
dalam suatu penelitian harus tepat.
Berdasarkan pendekatan dan jenis data yang digunakan, penelitian ini
termasuk ke dalam penelitian kualitatif sehingga akan menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata. Data yang dianalisis di dalamnya berbentuk deskriptif dan tidak
berupa angka-angka seperti halnya pada penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono
(2019:15) Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human
instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi instrumen, maka peneliti
harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya,
menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi sosial yang di teliti menjadi
lebih jelas dan bermakna. Adapun tujuan dari digunakannya metode kualitatif
adalah untuk membuat pencanderaan secara sistematis, faktual,dan akurat
mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini digunakan
untuk mengetahui bagaimana konstruksi pengetahuan keluarga terhadap fenomena
stunting di Desa Jatisari, Kabupaten Jember.
Pada penelitian kualitatif ini, peneliti mengimplementasikan pendekatan
fenomenologi. Fenomenologi adalah langkah pemberangkatan melalui metode
ilmiah yang mengasumsikan jika keberadaan sebuah kenyataan tidak orang ketahui
pada pengalaman biasa (Hasbiyansah, 2008). Kemudian mengambil pendapat dari
Polkinghorne yang menyatakan bahwa, pendekatan fenomenologi mendeskripsikan
makna pengalaman hidup manusia akan suatu konsep atau realitas. Seseorang yang
27

terlibat untuk menangani sebuah realita melakukan eksplorasi kepada strukrur


kesadaran manusia dalam segi pengalaman hidup (Creswell J. W., 2013).
Fenomenologi dalam buku penelitian kualitatif dideskripsikan sebagai suatu
pengalaman fenomenologikal serta studi mengenai kesadaran melalui sudut
pandang seseorang. Fenomenologi secara umumnya digunakan sebagai istilah yang
dipergunakan untuk mendeskripsikan atas pengalaman subjektif dari beragam jenis
tipe subjek. Pendekatan fenomenologi tersebut dipilih oleh peneliti dengan tujuan
untuk memahami sebuah fenomena serta hubungan yang terdapat didalamnya
secara spesifik. Melalui pendekatan fenomenologi ini diharapkan peneliti dapat
lebih mengetahui makna dari dari adanya fenomena yang menjadi objek penelitian
3.2 Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam


setiap penelitian, baik penelitian dengan metode kuantitatif maupun kualitatif.
Penentuan lokasi penelitian dapat memperjelas arah dan juga untuk membatasi
lingkup kajian agar selama proses penelitian tidak akan melebar, sehingga
menyulitkan peneliti itu sendiri, baik dari segi tempat, waktu dan biaya penelitian.
Penentuan lokasi penelitian harus benar-benar dipertimbangkan sehingga dapat
diperoleh data yang dibutuhkan dan tercapainya tujuan penelitian itu sendiri.
Penempatan lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Jatisari, Kabupaten Jember.
Adapun alasan penulis memilih Desa Jatisari didasarkan atas beberapa
pertimbangan antara lain karena letaknya yang begitu strategis dan mudah
dijangkau bagi peneliti, serta di Desa tersebut memiliki tingkatan angka stunting
yang cukup tinggi dibandingkan 4 desa lainnya yang berbatasan dengan Desa
Jatisari. Selain itu alasan peneliti memilih lokasi di Desa Jatisari juga disebabkan
oleh adanya perbedaan pengetahuan antara medis dan konstruksi sosial masyarakat
setempat yang membentuk pemahaman sehat/sakit serta pola asuh balita stunting di
Desa Jatisari, Kabupaten Jember tersebut.
3.3 Teknik Penentuan Informan

Dalam melakukan sebuah penelitian yang pertama kali diperhatikan adalah


informan yang akan diteliti. Dimana informan tersebut terkandung masalah yang
28

akan dijadikan bahan penelitian untuk dicari pemecahannya. Informan merupakan


salah satu bagian terpenting dalam sebuah penelitian. Informan dalam penelitian ini
adalah semua data atau seseorang yang memberikan informasi dan keterangan yang
berkaitan dengan kebutuhan sumber data utama dalam penelitian kualitatif.
Peneliti menentukan informan terlebih dahulu sebelum melakukan
penelitian. Sebagaimana sampling yang sering digunakan untuk menentukan objek
penelitian dengan metode kualitatif maka teknik sampling yang akan peneliti
gunakan adalah teknik purposive sampling dalam menentukan informan. Menurut
Sugiyono (2019:144) bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,
misalnya informan tersebut yang dianggap paling tahu tentang masalah yang
diteliti, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti.
Peneliti memilih informan yang terlibat langsung dengan fenomena yang
akan diteliti. Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi kriteria yang digunakan
peneliti untuk menentukan informan yang dapat dijadikan sumber informasi
sebagai berikut:
1. Informan merupakan salah satu keluarga di Desa Jatisari yang memilik
baduta stunting.
2. Informan merupakan penduduk asli Desa Jatisari, Kabupaten Jember dan
pernah mengalami secara langsung fenomena stunting.
3. Informan merupakan keluarga/kerabat erat yang mengalami dari keluarga
balita pemilik baduta stunting
4. Informan merupakan seorang petugas yang menangani dan mengetahui
persoalan stunting yang ada di Desa Jatisari.

Informan ditentukan atau diambil berdasarkan pada ciri tertentu yang


dianggap mempunyai hubungan erat dengan tujuan penelitian. Informan ditentukan
dengan sengaja berdasarkan kemampuan dan pengetahuannya tentang keadaan
objek penelitian.
29

Dalam hal ini, jumlah informan bisa sedikit atau pun banyak tergantung dari
tepat atau tidaknya pemilihan informan kunci dan kompleksitas serta keragaman
fenomena sosial yang diteliti.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan jenis sumber data yang
digunakan, maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
meliputi observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Adapun beberapa
penjelasan dari teknik yang penulis gunakan yaitu sebagai berikut:
3.4.1 Observasi

Observasi dalam penelitian kualitatif adalah salah satu teknik pengumpulan


data terpenting. Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mempelajari dan mengadakan pengamatan secara langsung pada lokasi
penelitian untuk mendapatkan data-data yang dapat mendukung dan melengkapi
hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non
partisipan yaitu peneliti tidak terlibat secara langsung dan hanya mengamati
aktivitas informan. Peneliti dalam melakukan pengamatan dengan menganalisis
dan mengadakan sebuah percatatan secara sistematis mengenai kondisi dan
keadaan informan di lokasi penelitian. Sehingga peneliti memiliki sebuah
gambaran yang mendalam dan data-data yang dimiliki oleh peneliti benar-benar
valid.
3.4.2 Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Disamping observasi pada tempat penelitian peneliti juga menggunakan


metode wawancara untuk pengumpulan data. Wawancara adalah tanya jawab lisan
antara dua orang atau lebih secara langsung yang merupakan proses memperoleh
data untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab tatap muka antara peneliti
dengan informan.
Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan secara
mendetail untuk mendapatkan data informasi yang mendalam dan kompleks.
Wawancara mendalam tidak dilakukan dengan struktur yang ketat, melainkan
30

bersifat open ended dan dilakukan secara informal guna menyatakan pendapat
responden tentang suatu peristiwa tertentu. Kelonggaran ini akan berguna untuk
memudahkan proses wawancara.
Wawancara ini bisa dilakukan dengan cara menanyakan permasalahan yang
akan diteliti kepada salah satu responden, kemudian apabila jawabannya dirasa
kurang menjelaskan permasalahan yang dimaksud, maka wawancara bisa
dilakukan lagi kepada responden lainnya dengan materi wawancara yang sama dan
begitu seterusnya sampai kejelasan masalah yang diteliti dapat tercapai.
Catatan sebuah wawancara yang peneliti buat dan kemudian digunakan di
dalam pekerjaan analisa dan interpretasi adalah sebuah penggambaran atau
representasi dari percakapan tersebut.
3.4.3 Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,dokumen bisa


berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono
2019:239). Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen-dokumen yang tertulis berupa data
yang akan diteliti. Kumpulan dokumen data-data yang diperlukan dalam
permasalahan penelitian, lalu dibelah secara intens sehingga dapat mendukung dan
penambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi atau
wawancara akan lebih kredibel atau dapat dipercaya jika didukung oleh dokumen
yang terkait dengan focus penelitian. mengumpulkan dokumen-dokumen yang
tertulis berupa data yang akan diteliti. Dokumentasi dalam penelitian kualitatif
merupakan pelengkap dari pengguna metode observasi, maupun wawancara.
Pada penelitian ini dokumentasi dilakukan oleh peneliti untuk melengkapi
data yang telah diperoleh di lapangan baik dari hasil observasi, wawancara, serta
foto untuk menunjang kevalidan data yang di dapat.
3.5 Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data adalah konsep penting pada sebuah penelitian demi


mengetahui juga memahami apakah data yang telah diperoleh benar-benar valid
serta dipergunakan dalam menguji data yang telah di peroleh. Salah satu metode
31

yang dapat diterapkan untuk menguji data dan memastikan bahwa data yang
diperoleh peneliti benar valid adanya adalah dengan triangulasi. Triangulasi
menurut (Moleong L. J., 2004) merupakan teknik pemeriksaan atas keabsahan
data yang mengoptimalkan sesuatu yang lain, diluar data tersebut dalam rangka
demi memastikan serta sebagai pembanding dari data yang telah diperoleh
sebelumnya.
Dalam (Moleong L. J., 2004), Denzim menyimpulkan jika terdapat
beberapa teknik pemeriksaan untuk menguji sebuah keabsahan data, yakni
melalui sumber, metode, penyidik, & teori.
1. Triangulasi dengan Sumber
Triangulasi dengan sumber ialah membandingan serta mengkroscek
kembali atas keyakinan informan atau narasumber yang telah didapatkan
melalui waktu & alat yang berbeda. Misalnya, Pertama, mengkomparasikan
data yang bersumber dari hasil observasi dengan wawancara. Kedua,
mengkomparasikan apa yang disampaikan oleh orang dikhalayak umum
dengan yang disampaikan secara personal. Ketiga, mengkomparasikan apa
yang dinarasikan oleh seseorang mengenai kondisi penelitiandengan apa
yang dinarasikanya sepanjang waktu. Keempat, mengkomparasikan
keadaan dan sudut pandang seseorang dari beragam pendapat, baik dari
rakyat biasa sampai orang pemerintahan. Kelima, mengkomparasikan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian dengan hasil data
wawancara.
2. Triangulasi dengan Metode
Pada triangulasi dengan metode ini memiliki dua strategi atau
skema dalam melakukan validasi data atau pengecekan, Pertama,
pengkroscekan derajat keyakinan dari hasil penemuan penelitian dengan
berbagai teknik pengumpulan data. Kedua, pengkroscekan derajat
kepercayaan atau keyakinan dari sumber-sumber data dengan suatu
metode yang sama.
3. Triangulasi dengan Penyidik
Triangulasi dengan penyidik merupakan teknik pengabsahan data
32

melalui pemanfaatan peneliti atau pengamat lainnya untuk kebutuhan


pengkroscekan kembali derajat kepercayaan data, pemanfaatan peneliti
atau pengamat lainnya ini bertujuan demi meminimalisir kesalahan suatu
data, serta metode lain yang dapat diterapkan melalui mengkomparasikan
hasil pekerjaan seorang analis dengan analis lainnya demi mencari suatu
kebenaran.
4. Triangulasi dengan Teori
Triangulasi dengan teori merupakan metode untuk membandingkan
antara hasil akhir dalam penelitian kualitatif yang berbentuk suatu
informasi dengan prespektif teori yang selaras demi menghindari suatu
kebiasan dari pribadi seorang peneliti terkait dengan hasil temuan yang
dilahirkan.
Dari beragam teknik keabsahan data yang telah dipaparkan atas, dalam
penelitian ini peneliti nantinya akan menerapkan teknik triangulasi sumber.
Dalam konteks tersebut, peneliti akan melakukan pengkroscekan data dari
temuan observasi, wawancara, dan dokumen yang masih berkaitan demi
memastikan hasil data yang tervalidasi secara kebenaranya.
3.6 Teknik Analisis data

Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data non-statistika atau
analitis data kualitatif. Menurut Sugiyono (2019:368) Analisis data kualitatif adalah
bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya
dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan
berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang
sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau
ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dikumpulkan
secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka
hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis Milles dan
Huberman sebagaimana yang dikutip oleh Sugiyono (2019:369) Milles dan
Hubberman (1984) mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
33

Pengumpulan
Penyajian Data
Aktivitas dalamData
model analisis ini meliputi reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Reduksi Data Penarikan Kesimpulan &


Verifikasi

Gambar 3.1 Skema Analisis Data, Komponen dalam Analisis Data (Interactive
Model) Miles dan Huberman
1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,


memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari pola dan temanya serta
membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang sudah direduksi akan
akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini
dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
Dalam penelitian ini, pereduksian data dilakukan dengan cara merekam
wawancara, kemudian membuat transkrip wawancara atau verbatim dari
wawancara tersebut, setalah itu memilih data-data yang dapat digunakan dalam
laporan penelitian dan menggali ulang data yang masih perlu untuk di perjelas.
34

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay/


menyajikan data. Penyajian data dalam metode kualitatif disajikan dalam bentuk
teks naratif, matrik, table, atau gambar. Dengan mendisplaykan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja
selanjutnya sesuai dengan pemahaman tersebut.

Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan dengan menyusun uraian


singkat atau teks bersifat naratif berdasarkan hasil reduksi data terhadap hasil
wawancara.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification)

Langkah yang ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan


awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi, apabila kesimpulan yang ditentukan pada tahap awal didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang di kemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab fokus penelitian yang di fokuskan sejak awal, tetapi mungkin saja tidak,
karena seperti telah dikemukakan bahwa fokus penelitian dalam penelitian
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada
di lapangan. (Sugiyono, 2019, hal. 375).
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan penyajian data dan pembahasan data
dengan teori yang digunakan.
35
36

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :
Paulus, W. (2016). FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN. Yogyakarta: Pustaka
Diamond.
Peter L. Berger & Thomas Luckmann, (1991). LANGIT SUCI Agama Sebagai
Realitas Sosial. Jakarta: LP3ES.
Poloma, M. (2004). Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT.RAJA GRAFINDO.
Peter L.Berger & Thomas Luckmann, (1990). TAFSIR SOSIAL ATAS
KENYATAAN Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES.
Awaru, A. O. (2021). SOSIOLOGI KELUARGA. Bandung: CV. MEDIA SAINS
INDONESIA.
Khairuddin. (1997). SOSIOLOGI KELUARGA. Yogyakarta: LIBERTY
YOGYAKARTA.
Hasbiyansah. (2008). Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian
dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi. Komunikasi.
Creswell, J. W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong, L. J. (2004). METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2019).MetodePenelitian dan Pengembangan (Research and
Development/ R&D). Bandung: Alfabeta
SKRIPSI :
Yunita, R. (2013). Produksi Ruang Lingkungan Tinggal Desa Melalui Konstruksi
Pengetahuan Lokal di Desa Sidoasri, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang . SKRIPSI.
JURNAL :
Picauly I, M. S. (2013). Analisis determinan dan pengaruh stunting terhadap
prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Jurnal
Gizi dan Pangan, 55-62.
37

Weny Lestari, L. K. (2018). STUNTING : STUDI KONSTRUKSI SOSIAL


MASYARAKAT PERDESAAN DAN PERKOTAAN TERKAIT GIZI
DAN POLA PENGASUHAN BALITA DI KABUPATEN JEMBER.
Jurnal Masalah-Masalah Sosial .
Ridwan, M. (2021). STUDI ANALISIS TENTANG MAKNA PENGETAHUAN
DAN ILMU PENGETAHUAN SERTA JENIS DAN SUMBERNYA.
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin, 31-54.
Binadarma. (2018). PEMAHAMAN TEORITIK TEORI KONSTRUKSI SOSIAL.
JURNAL INOVASI.
Sulaiman, A. (2016). Memahami Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Society,
4(1), 15–22. https://doi.org/10.33019/society.v4i1.32
LAPORAN :
Taufik Hidayat, H. P. (2019). PENGEMBANGAN PETA STATUS GIZI BALITA
DAN PREVALENSI STUNTING. Jakarta: TNP2K.
Jatisari, R. D. (2022). BALITA STUNTING OPTIM AGUSTUS KEMUNINGSARI
KIDUL. Jember: PKM Kemuningsari Kidul.
WEBSITE :
Eko. (2022, April 14). PAUDPEDIA. Retrieved from
https://paudpedia.kemdikbud.go.id/berita/prevalensi-stunting-indonesia-
2022-masih-diatas-standar-who-37-pasangan-usia-subur-alami-
anemia?id=812&ix=11
Hatta, M. (2021, September 22). Angka Stunting di Jember 37,08% persen,
Peringkat 2 di Jatim. Retrieved from FAKTUALNEWS:
https://faktualnews.co/2021/09/22/angka-stunting-di-jember-3708-persen-
peringkat-2-di-jatim/280153/amp/
Wahyunik, S. (2022, Mei 30). SURYA.co.id. Retrieved from Pemkab Jember
Pelopori Audit Kasus Stunting di Jatim, Jadi Dasar untuk Pencegahan Kasus
Baru: https://surabaya.tribunnews.com/amp/2022/05/30/pemkab-jember-
pelopori-audit-kasus-stunting-di-jatim-jadi-dasar-untuk-pencegahan-
kasus-baru
38

hariansuara. (2021, Juni 15). Tim Akselerasi Upaya Turunkan AKI, AKB, AKBAL
dan Stunting Datangi Desa Jatisari, Jenggawah. Retrieved from
hariansuara.com: https://www.hariansuara.com/news/cakrawala-
daerah/21970/tim-akselerasi-upaya-turunkan-aki-akb-akbal-dan-stunting-
datangi-desa-jatisari-jenggawah
Gempur, M. (2021, Juni 14). Upaya Ketua PKK Jember Turunan AKI, AKB,
AKBAL dan Stunting. Retrieved from majalah-gempur.com:
https://www.majalah-gempur.com/2021/06/upaya-ketua-pkk-jember-
turunan-aki-akb.html
Jalaludin, I. (2021, September 13). Rumitnya Masalah Stunting, dari Kesehatan
hingga Sosial Budaya . Retrieved from kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/13/17285331/rumitnya-
masalah-stunting-dari-kesehatan-hingga-sosial-budaya

Anda mungkin juga menyukai