Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekolah berasrama merupakan salah satu alternatif institusi pendidikan yang dapat
dipilih untuk menuntut ilmu, karena memiliki beragam manfaat. Pada tahun 2007, tim
Boarding School Review (dalam Rasyid, 2012) melakukan survey terkait dampak positif
pada siswa berasrama. Hasil survey menunjukkan bahwa siswa yang menempuh
pendidikan di sekolah berasrama cenderung belajar membuat keputusan sendiri, belajar
bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan, belajar melatih kemampuan
interpersonal dengan teman sebaya yang berasal dari berbagai daerah, serta belajar
beradaptasi dengan lingkungan baru.
Sekolah berasrama yang menjadi objek penelitian kali ini adalah SMA Negeri 3
Unggulan Kayuagung. Pada sekolah berasrama di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung,
para siswa mendapatkan fasilitas yang berbeda dengan fasilitas yang didapatkan dirumah.
Siswa diwajibkan untuk mengikuti kegiatan wajib asrama berupa kegiatan keagamaan
diluar dari kegiatan sekolah biasa. Siswa dituntut mampu membagi waktu antara
mempelajari materi sekolah dengan materi keagamaan yang didapatkan di asrama dengan
suasana yang berbeda dengan di rumah. Siswa yang tinggal di juga harus menerima
keadaan kamar yang dihuni oleh lebih dari 5 orang dalam satu kamar. Dengan suasana dan
situasi seperti hal tersebut, sehingga membuat siswa harus mampu melakukan perubahan
strategi dalam belajarnya agar mencapai tujuan belajar.
Serangkaian kegiatan belajar yang diatur oleh siswa tersebut dalam istilah psikologi
disebut dengan regulasi diri dalam belajar (self regulated learning). Zimmerman (2004)
mendeskripsikan regulasi diri dalam belajar (self-regulated learning) merupakan
pengelolaan proses belajar siswa melalui pengaturan dan pencapaian tujuan yang mengacu
pada metakognisi dan perilaku aktif dalam belajar mandiri, baik secara metakognitif,
secara motivasional dan secara behavioral. Secara metakognitif yang dimaksud yaitu
siswa yang meregulasi diri seperti merencanakan, mengatur, memonitor dan mengevaluasi
dirinya sendiri dalam proses belajar. Secara motivasional yang dimaksud yaitu siswa yang
belajar merasa dirinya kompeten, memiliki keyakinan diri (self-efficacy) dan memiliki
kemandirian. Dan yang terakhir secara behavioral, yaitu siswa belajar menyeleksi,
menyusun, dan menata lingkungan agar lebih optimal dalam belajar sesuai dengan diri
siswa. Sedangkan Winne (dalam Santrock, 2007) mendeskripsikan regulasi diri dalam
belajar (self regulated learning) merupakan kemampuan siswa dalam melakukan
perencanaan strategi belajar dan memantau diri atas pikiran, perasaan 3 serta perilaku
dengan tujuan untuk mencapai suatu sasaran, baik sasaran akademik ataupun sasaran
sosioemosional.
Namun, tidak sedikit siswa yang mengalami kendala dalam melakukan regulasi diri
dalam belajar, terutama pada siswa tingkat pertama di jenjang SMA yang berada di
sekolah berasrama SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung. Hal ini dikarenakan siswa
mengalami perubahan lingkungan yang signifikan karena tinggal jauh dari orangtua dan
keluarga. Menurut Vembrianto (dalam Wardhani, 2017) sekolah asrama memiliki tuntutan
yang lebih tinggi daripada sekolah regular.
Menurut Zimmerman (1990) terdapat tiga hal yang mempengaruhi seseorang dalam
melakukan regulasi diri dalam belajar (self regulated learning), diantaranya individu,
perilaku dan lingkungan. Faktor individu yang dimaksud yaitu pengetahuan, tujuan yang
ingin dicapai, kemampuan metakognisi serta efikasi diri. Faktor perilaku antara lain
behavior self-reaction, personal self-reaction serta environment self-reaction. Sedangkan
faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, seperti
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan dan lain sebagainya.
Tidak hanya orang dewasa yang berperan dalam pembentukan diri siswa, namun
teman sebaya pun memiliki peran menjadi agen sosialisasi yang membantu siswa dalam
membentuk perilaku dan keyakinan diri (Ormrord, 2008). Siswa yang tinggal di sekolah
berasrama (boarding school) cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman
sebayanya dibandingkan dengan orangtua. Oleh sebab itu, teman sebaya bisa menjadi
figur kelekatan yang sangat penting bagi remaja.
Teman sebaya bisa memberikan pengaruh baik maupun buruk. Tidak sedikit pula
teman sebaya yang memberikan pengaruh baik seperti nilai kejujuran, toleransi, keadilan,
kerja sama, hingga mendukung pencapaian prestasi akademis. Ormrord (2008) juga
menyatakan salah satu hal yang menyebabkan teman sebaya berperan penting bagi
seorang siswa, karena remaja cenderung memilih teman sebaya yang serupa dengan
mereka dalam hal aktivitas, motif berperilaku, gaya berperilaku maupun prestasi
akademis. Teman sebaya mampu memberikan gagasan dan perspektif baru yang tidak
idapatkan dari orangtua. Para siswa membutuhkan dukungan sosial dan emosional dari
teman sebaya (Ormrord, 2008).
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis berasumsi bahwa adanya dukungan sosial
teman sebaya berpengaruh pada regulasi diri dalam belajar siswa sekolah berasrama
(boarding school) di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung. Oleh karena itu penlis pun
melakukan penelitian tentang peran dukungan sosial teman sebaya dalam regulasi diri
terhadap belajar siswa sekolah berasrama (boarding school) di SMA Negeri 3 Unggulan
Kayuagung.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa regulasi diri dalam belajar sangat penting bagi siswa SMA yang berada
di sekolah berasrama (boarding school) SMA Negeri 3 Uggulan Kayuagung.
2. Apakah ada pengaruh antara dukungan sosial teman sebaya terhadap regulasi diri
dalam belajar siswa SMA yang berada di sekolah berasrama (boarding school) SMA
Negeri 3 Unggulan Kayuagung.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengapa regulasi diri dalam belajar sangat penting bagi
siswa yang berada di sekolah berasrama (boarding school) SMA Negeri 3
Unggulan Kayuagung.
2. Untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap regulasi diri
dalam belajar siswa SMA yang berada di sekolah berasrama (boarding school) SMA
Negeri 3 Unggulan Kayuagung.
1.4 Manfaat
. Penelitian ini secara khusus diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar
yaitu manfaat teoritis dan praktis.
1. Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan ilmu yang telah
didapat selama berada di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung pada kehidupan sehari-hari
dalam bermasyarakat, berkontribusi dalam menambahkan khasanah ilmu dalam psikologi
pendidikan, serta sebagai bahan referensi terhadap penelitian sejenis untuk di masa yang
akan datang.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah menambah wawasan pembaca terkait
ilmu pengetahuan psikologi tentang pengaruh dukungan sosial kawan sebaya terhadap
regulasi diri dalam belajar siswa
1.5 Hipotesis
1. Regulasi diri dalam belajar siswa pada sekolah berasrama sangat penting
karena memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa,

2. Regulasi diri dalam belajar siswa pada sekolah berasrama dipengaruhi


langsung oleh faktor lingkungan sosial, yaitu teman sebaya.

h
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Dukungan Sosial Teman Sebaya


Dukungan sosial menurut Cohen & Wills (dalam Mojaverian & Kim, 2013) adalah
persepsi atau pengalaman saling menyayangi, menghargai dan dihargai, serta bagian dari
jaringan sosial yang saling menolong. Baron & Byrne (2005) menjelaskan bahwa
dukungan sosial merupakan rasa nyaman secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh
para sahabat dan keluarga kepada orang yang menghadapi stress.
Menurut Schwarzer & Leppin (dalam Smet, 1994) dukungan sosial bisa dilihat
sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya diberikan oleh orang lain kepada
individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi
terhadap dukungan yang diterima (received support). Dukungan sosial tidak hanya
memberikan bantuan, namun yang terpenting adalah bagaimana persepsi orang yang
diberi dukungan sosial terhadap makna dari bantuan tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya
merupakan persepsi siswa atas bantuan yang diberikan teman sebaya meliputi dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan
dukungan jaringan sosial. Hubungan positif yang terjadi antara siswa remaja dengan
teman sebaya akan memberikan dampak yang positif, seperti pencapaian prestasi dalam
belajar.
2.2 Regulasi Diri dalam Belajar (Self Regulated Learning)
Zimmerman (2004) mendeskripsikan regulasi diri dalam belajar (self-regulated
learning) merupakan pengelolaan proses belajar siswa melalui pengaturan dan
pencapaian tujuan yang mengacu pada metakognisi dan perilaku aktif dalam belajar
mandiri, baik secara metakognitif, secara motivasional dan secara behavioral. Secara
metakognitif yang dimaksud yaitu siswa yang meregulasi diri seperti merencanakan,
mengatur, memonitor dan mengevaluasi dirinya sendiri dalam proses belajar. Secara
motivasional yang dimaksud yaitu siswa yang belajar merasa dirinya kompeten,
memiliki keyakinan diri (self-efficacy) dan memiliki kemandirian. Sedangkan secara
behavioral yang dimaksud yaitu siswa belajar menyeleksi, menyusun, dan menata
lingkungan agar lebih optimal dalam belajar sesuai dengan diri siswa. Sedangkan
Santrock (2007) mendeskripsikan regulasi diri dalam belajar (self regulated learning)
merupakan kemampuan siswa dalam melakukan perencanaan strategi belajar dan
memantau diri atas pikiran, perasaan serta perilaku dengan tujuan untuk mencapai suatu
sasaran, baik sasaran akademik ataupun sasaran sosioemosional.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa regulasi diri dalam belajar
(self regulated learning) merupakan kemampuan siswa dalam mengatur strategi
belajarnya sendiri, baik secara pikiran, perasaan dan tingkah laku, dimulai dari
merencanakan, memantau, mengontrol, serta mengevaluasi dirinya sendiri untuk
mencapai tujuan dalam belajar.
2.2.2 Karakteristik Siswa dengan Regulasi Diri dalam Belajar
Santrock (2007) menjelaskan karakteristik siswa yang memiliki regulasi diri dalam
belajar yaitu siswa mampu mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu, mampu
meningkatkan motivasi diri, mampu mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu
kegiatan belajar, mampu memonitor dan mengevaluasi kemajuan target belajar serta
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan untuk mencapai prestasi belajar. Winne
(dalam Santrock, 2007) berpendapat regulasi diri dalam belajar merupakan kemampuan
untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan dan perilaku untuk
mencapai suatu tujuan.
Tujuan yang dimaksud bisa berupa tujuan akademik, seperti kemampuan
meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, mengajukan
pertanyaan yang relevan atau tujuan sosioemosional, seperti kemampuan mengontrol
kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya. Pelajar dengan regulasi diri dalam
belajar memiliki karakteristik antara lain siswa memiliki tujuan memperluas
pengetahuan dan menjaga motivasi, siswa menyadari keadaan emosi mereka dan punya
strategi untuk mengelola emosinya, secara periodik memonitor kemajuan ke arah
tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka
buat dan mengevaluasi permasalahan yang mungkin muncul serta melakukan adaptasi
apabila diperlukan.
2.2.3 Aspek-aspek Regulasi Diri dalam Belajar
Regulasi diri dalam belajar (self regulated learning) menurut Zimmerman (2008)
terdiri dari tiga aspek, yaitu metakognisi, motivasi intrinsik, dan perilaku aktif belajar.
Berikut merupakan penjelasan dari aspek regulasi diri belajar (self regulated learning):
1. Metakognisi, yaitu pengetahuan yang berasal dari proses kognitif seperti
kemampuan siswa dalam merencanakan, mengorganisasi, mengatur dan melakukan
evaluasi dalam aktivitas belajar.
2. Motivasi intrinsik, yaitu keinginan yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat
mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Ia merasa dirinya kompeten, memiliki
keyakinan diri (self-efficacy) dan memiliki kemandirian. Timbul dari dalam diri siswa
tanpa adanya paksaan dari orang lain.
3. Perilaku aktif belajar, yaitu sikap siswa dalam meningkatkan kemampuan belajar
untuk dapat menentukan tujuan, memilih dan mengembangkan strategi belajar serta
melakukan kontrol diri, seperti mendengarkan pelajaran dari guru, mencari buku di
perpustakaan, berkonsentrasi saat belajar dan lain-lain.
2.2 Dukungan Sosial Teman Sebaya terhadap Regulasi Diri dalam Belajar
Pada siswa sekolah berasrama, peranan dari orangtua untuk membantu dan
mendukung siswa dalam menghadapi perubahan situasi tersebut berkurang, karena siswa
tinggal jauh dari orangtua. Hal ini mengakibatkan siswa yang tinggal di sekolah
berasrama cenderung lebih banyak melakukan interaksi dengan teman sebayanya.
Remaja yang memiliki kedekatan dengan teman sebaya yang baik akan mampu
mengkomunikasikan perasaan atau masalah yang dimiliki secara terbuka pada orang
lain, memiliki kemampuan penyesuaian diri, memiliki perasaan aman dalam diri, serta
tidak merasa diasingkan oleh teman sebayanya (Armsden & Greenberg, dalam Rasyid
2012). Oleh karena itu, teman sebaya juga memegang peranan dalam pembentukan
perilaku
Adanya dukungan sosial teman sebaya merupakan salah satu upaya yang dapat
membantu siswa dalam mengatasi permasalahan belajar. Dukungan sosial teman sebaya
merupakan bentuk kesenangan yang dirasakan siswa atas perhatian, penghargaan,
kepedulian, serta pertolongan secara nyata yang diberikan oleh teman sebayanya
(Sarafino, 2011). Dukungan sosial dari teman sebaya yang dimaksud meliputi dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan
dukungan dari jaringan sosial. Siswa, khususnya regulasi diri dalam belajar.
1. Dukungan emosional yang didapatkan dari teman sebaya berupa pemberian rasa
empati, kepedulian dan perhatian pada siswa mengenai kegiatan belajarnya di sekolah,
sehingga siswa merasa diperhatikan. Hal ini dikarenakan siswa berada pada kondisi
yang sama dengan teman sebayanya, yaitu tinggal di asrama.
2. Dukungan penghargaan yang diberikan teman sebaya berupa dorongan untuk maju
dan tetap mencoba apabila mengalami kegagalan atas prestasi yang telah dilakukan di
sekolah, sehingga siswa merasa dihargai oleh teman sebayanya dan meningkatkan
keyakinan diri siswa. 2
3. Dukungan instrumental berupa pertolongan yang diberikan oleh teman sebaya
pada siswa, apabila siswa mengalami kesulitan dalam belajar. Hal ini akan membuat
siswa tidak merasa sendirian dalam belajar.
4. Dukungan informasi berupa saling bertukar pikiran antara siswa dengan teman
sebayanya mengenai strategi belajar yang digunakan.
5. Dukungan dari jaringan sosial yang berupa teman sebaya dapat memberikan saran
untuk mengikuti jaringan sosial yang dimilikinya kepada siswa tersebut. Dampak positif
dari hal ini yaitu meningkatkan kemampuan bersosialisasi siswa.
Dukungan sosial dari teman sebaya yang dirasakan siswa dapat menyebabkan dirinya
termotivasi untuk berusaha menggapai tujuan belajarnya. Siswa juga akan mempunyai
rasa percaya diri dalam mengerjakan tugas yang didapatkan. Selain itu, siswa juga
merasa dihargai, dihormati, dan diterima oleh teman sebayanya. Hal ini dikarenakan
siswa mendapatkan dukungan secara fisik dan psikologis dari teman sebaya dalam
proses kegiatan belajar. Oleh sebab itu, dukungan sosial teman sebaya memiliki peranan
yang cukup penting bagi siswa dalam mengatur proses belajarnya. Jika dukungan sosial
dari teman sebaya yang diterima oleh siswa rendah, maka dapat mengakibatkan
terhambatnya kemampuan siswa untuk mencapai proses belajar yang maksimal.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif kualitatif, deskriptif yaitu suatu rumusan masalah yang memandu penelitian untuk
mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan
mendalam. Menurut Bodgan dan taylor yang dikutip oleh Lexy.J Moleong, pendekatan
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif berfokus
pada fenomena sosial, pemberian suara pada perasaan dan persepsi dari partisipan di bawah
studi.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu Pelaksanaan : Dilaksanakan pada tanggal 19 – 20 Oktober 2022
Tempat dan Lokasi : SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi : Siswa kelas XII MIPA SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung
Sampel : Perwakilan kelas XII MIPA SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung
3.4 Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan
angket. Menurut Sugiyono (2017:142) angket merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kuesioner
atau angket tertutup, karena responden hanya tinggal memberikan tanda pada salah satu
jawaban yang dianggap benar.
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket yaitu daftar
pernyataan yang disusun secara tertulis yang bertujuan untuk memperoleh data berupa
jawaban-jawaban para responden. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala likert yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu minimum skor 1 dan maksimum skor 4, dikarenakan
akan diketahui secara pasti jawaban responden, apakah cenderung kepada jawaban yang
setuju maupun yang tidak setuju. Sehingga hasil jawaban responden diharapkan lebih
relevan, Sugiyono (2014:58). Kemudian Pemilihan poin dilakukan dengan model segitiga
terbalik, sehingga masing-masing respon memiliki poin yang berbeda. Makin negatif respon
yang diberikan, maka poin yang ditentukan harus semakin kecil.

Tabel 1 Skor skala likert


N Jawaban Skor
o
1 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
2 Tidak Setuju (TS) 2
3 Setuju (S) 3
4 Sangat Setuju (SS) 4

3.5 Tehnik Analisis Data


Teknik analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif yang disesuaikan
dengan angket tersebut yang didalamnya terdapat 2 skala penilaian yaitu skala regulasi diri
dalam belajar dan skala dukungan sosial teman sebaya. Digunakan perhitungan skala likert
dengan rumus T x Pn. (T) adalah total jumlah responden yang memilih dan (Pn) adalah
pilihan angka skor likert. Setelah itu mencari interpretasi skor perhitungan dengan
menjumlahkan total seluruh poin responden pada masing-masing skala 1 dan 2 dengan
membaginy pada total jumlah pernyataan angket dengan jumlah 25
. Sebelum menyelesaikannya, kita juga harus mengetahui interval (rentang jarak) dan
interpretasi persen agar mengetahui penilaian dengan metode mencari interval skor persen
(I). Rumus interval I = 100/ jumlah skor (likert) maka = 100 / 4 = 25.
Hasil (I) = 25 (ini adalah intervalnya jarak dari terendah 0 % hingga tertinggi 100%).
Berikut kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval:
 Angka 0% - 24,99 % = Sangat rendah
 Angka 25 % - 49,99 % = Rendah
 Angka 50 % - 74,99 % = Tinggi
 Angka 75 % - 100 % = Sangat Tinggi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Deskripsi hasil angket yang telah diisi oleh responden yang berjumlah 20 orang dalam
skala regulasi diri dalam belajar dan dukungan sosial teman sebaya ditunjukkan dengan tabel
berikut dengan menggunakan rumus T x Pn.

Tabel 2. Skala 1 (Regulasi Diri Dalam Belajar)


T Pn Σ
133 Sangat Setuju (4) 532
322 Setuju (3) 966
38 Tidak Setuju (2) 76
5 Sangat Tidak Setuju (1) 5
Jumlah Poin Keseluruhan 1,579

Tabel 3. Skala 2 (Dukungan Sosial Teman Sebaya)


T Pn Σ
135 Sangat Setuju (4) 540
328 Setuju (3) 984
18 Tidak Setuju (2) 36
1 Sangat Tidak Setuju (1) 1
Jumlah Poin Keseluruhan 1,561

Keterangan :
T : Total Jumlah Responden yang memilih
Pn : Pilihan angka skor Likert

Setelah diketahui jumlah masing-masing total jumlah poin keseleruhan dari skala 1
dan 2 dilanjutkan dengan mencari Interpretasi Skor Perhitungan. Adapun untuk mencari
interpretasi skor perhitungan adalah dengan menjumlahkan total seluruh poin responden pada
masing-masing skala 1 dan 2 dengan membaginya pada total jumlah pernyataan angket yang
berjumlah 25 dan dikalikan interval jarak tertinggi 100% . Berikut penyelesaiannya :
Skala 1 (Regulasi Diri Dalam Belajar)
= 1,579 / 25 x 100%
= 63.16 %
Skala 2 (Dukungan Sosial Teman Sebaya)
= 1,561 / 25 x 100%
= 62.44 %
Nilai persentase akhir dari skala 1 dan skala 2 ditambahkan kemudian dibagi dengan
jumlah keseluruhan pernyataan angket untuk responden yang berjumlah 50 dan interval jarak
tertinggi % sebagai berikut :
= 63.16 + 62.44 / 50 x 100% = 64.88 %
4.2 Pembahasan
Pada hasil perhitungan skor persentase skala 1 diperoleh data bahwa terdapat 63.16 %
yang berarti memiliki regulasi diri dalam belajar tinggi, artinya siswa memiliki perencanaan
dalam mengatur strategi belajarnya sendiri, meliputi pikiran, perasaan dan tingkah laku,
mulai dari merencanakan, memantau, mengontrol, serta mengevaluasi dirinya sendiri untuk
mencapai tujuan dalam belajar. Selanjutnya, pada skor persentase untuk skala 2 terdapat
62.44 % yang berarti siswa (responden) juga memiliki dukungan sosial teman sebaya yang
tinggi, artinya siswa memiliki persepsi yang baik atas bantuan yang diberikan oleh teman
sebayanya yang meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi,
dukungan instrumental, dan dukungan jaringan sosial.
Kemudian diakhir adalah didapatkan hasil persentase dari keseluruhan pada jumlah
gabungan antara skala 1 dan skala 2 dengan skor persentase sebesar 64.88% yang artinya
dapat disimpulkan bahwa sebanyak 20 siswa yang menjadi sampel peneletian ini telah
memiliki dukungan sosial teman sebaya dan regulasi diri dalam belajar yang tinggi . Dapat
diartikan pula bahwa siswa tersebut mendapatkan perasaan nyaman, penghargaan, perhatian,
dan kesenangan dari teman sebayanya yang mengakibatkan ia termotivasi untuk berusaha
menggapai tujuan belajarnya. Kepercayaan diri siswa pun meningkat karena adanya
dukungan yang diterima dari teman sebaya yang meyakinkan dirinya bahwa siswa tersebut
mampu dalam mencapai target belajar. Hal ini yang membuat siswa mampu merencanakan,
memonitor, mengevaluasi tujuan dan strategi belajar serta mampu menentukan lingkungan
belajar yang diinginkan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima
karena ada pengaruh yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya terhadap
regulasi diri dalam belajar siswa sekolah berasrama (boarding school) di SMA Negeri 3
Unggulan Kayuagung. Hal ini ditunjukkan dengan sumbangan efektif yang diberikan oleh
dukungan sosial teman sebaya terhadap regulasi diri dalam belajar siswa sekolah
berasrama (boarding school) sebesar 64.88% yang artinya semakin tinggi dukungan sosial
teman sebaya yang dimiliki siswa, maka akan semakin tinggi pula regulasi diri dalam
belajar siswa.
5.2 Saran
Hasil penelitian ini akan menjadi data yang berharga baik bagi peneliti sendiri,
sekolah, departemen pendidikan dan lain-lain. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan
dalam menindak lanjuti hasil penelitian :

1. Kendala utama dalam penelitian ini adalah beberapa pernyataan yang membuat
siswa (responden) kesulitan dalam memahami dan menerjemahkan maksud
pernyataan dengan baik. Jadi, saran untuk penelitian selanjutnya jika melakukan
penlitian yang serupa adalah dengan menerjemahkannya dan menyedederhanakan
nya dengan baik.
2. Bagi siswa, diharapkan dapat menggunakan strategi pembelajaran dengan regulasi
diri dalam belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Strategi
pembelajaran berupa regulasi diri dalam belajar dapat terus dilatih dan
dikembangkan oleh setiap siswa sesuai dengan kebutuhan siswa. Dengan harapan,
siswa yang meningkatkan regulasi diri dalam belajar, akan mencapai target belajar
berupa prestasi akademik yang baik.
3. Bagi tenaga pengajar, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi strategi
pembelajaran yang dapat diajarkan pada siswa untuk mencapai target pembelajaran
di sekolah.
4. Untuk penulis, diharapkan memperluas responden yang berasal dari berbagai
sekolah berasrama lainnya di Kota Kayuagung dengan pembagian jumlah sampel
yang merata untuk penelitian selanjutnya. Hal ini dilakukan agar mendapatkan hasil
penelitian yang lebih rinci. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat
mengidentifikasi faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap regulasi diri
dalam belajar siswa sekolah berasrama (boarding school).
DAFTAR PUSTAKA
Ardhan, L. (2014). Hubungan antara dukungan sosial dengan pengaturan diri pada siswa
SMA. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang. (Diakses pada tanggal 21 Agustus
2022).

Wijaya, N. (2007). Hubungan antara keyakinan diri akademik dengan penyesuaian diri
siswa tahun pertama sekolah asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi.
Universitas Diponegoro. (Diakses pada tanggal 22 Agustus 2022).

Kusdiyati, S., Halimah, L., & Faisaluddin. (2011). Penyesuaian diri di lingkungan sekolah
pada siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung. Jurnal Psikologi Humanitas, VII, (2),
172 – 194. (24 Agustus 2022).

Zimmerman, B. J. (1989). A social cognitive view of self-regulated academic learning.


Journal of Educational Psychology, 4, (2), 22-63. (Diakses pada tanggal 29 Agustus
2022).

Pengertian Skala Likert dan Contoh Cara Hitung Kuesionernya (2022) 12 April
https://www.diedit.com/skala-likert. (Diakses pada tanggal 3 September 2022).

Zimmerman, B.J., & Martinez‐ Pons, M. (1990). Students differences in self regulated
learning: Relating grade, sex, and giftedness to self efficacy and strategy use. Journal
of Educational Psychology, 82, (1), 51‐ 59. (Diakses pada tanggal8 September 2022).

Penelitian Kualitatif : Teknik Analisis Data Deskriptif (2021) 24 Desember


https://dqlab.id/penelitian-kualitatif-teknik-analisis-data-deskriptif. (10 September
2022).

Zimmerman, B. J. (1989). A social cognitive view of self-regulated academic learning.


Journal of Educational Psychology, 4, (2), 22-63. (Diakses pada tanggal 20 Oktober
2022).

Yusuf Adi Saputro & Rini Sugiarti. (2021). Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri
terhadap Penyesuaian Diri pada Siswa SMA Kelas X. Jurnal Psikologi, 5, (1), 59-72.
(Diakses pada tanggal 23 Oktober 2022).

Harus urut abjad

Anda mungkin juga menyukai