Anda di halaman 1dari 9

MENGGUNAKAN PRINSIP PEDAGOGIKAL, MOODLE MENYEDIAKAN

LINGKUNGAN FLEKSIBEL UNTUK KOMUNITAS BELAJAR DALAM


JARINGAN (DARING)
Khoerul Umam Kholis

Abstrak
Artikel ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gagasan alternatif solusi
pembelajaran dalam jaringan (daring) pada situasi darurat Covid-19. Penulis
menggunakan literatur pustaka dan studi kasus sebagai sumber gagasan. Pada
pendahuluan berisi riset pelajar terdampak karena pandemic Covid-19 oleh UNESCO
dan pengenalan Learning Management System (LMS). Pada bagian isi membahas
prinsip social constructionist pedagogy yang diterapkan oleh LMS Moodle.
Bagian penutup berisi simpulan gagasan alternatif solusi pembelajaran dalam jaringan
(daring) pada situasi darurat Covid-19.

Kata Kunci: LMS, daring, covid-19

PENDAHULUAN
Terhitung 21 April 2020 lebih dari 1,5 miliar pelajar telah mengungsi dan lebih dari 91% dari
populasi siswa dunia telah terdampak oleh penutupan sekolah karena pandemi Covid-19
(UNESCO, 2020). Untuk pertama kalinya dalam sejarah, penutupan sekolah terjadi hampir di
seluruh dunia dan proses belajar terganggu. Pada situasi pandemi Covid-19 ini memaksa
semua pihak mencari solusi untuk keberlangsungan pendidikan dengan mengutamakan
keselamatan bersama. Pihak otoritas dihadapkan pada resiko yang harus dihadapi pada
setiap pengambilan kebijakan pada masa darurat pandemi Covid-19.
Penutupan sekolah karena pandemi Covid-19 menyebabkan hilangnya pendidikan berbasis
kelas dan memungkinkan kelangsungan program pembelajaran jarak jauh sebagai solusinya.
Namun solusi bukan berati tanpa tantangan. Pertama, selain konektivitas internet
pembelajaran jarak jauh membutuhkan komitmen dan disiplin yang lebih besar dari siswa,
guru, dan orang tua. Kedua, pada tingkat pendidikan yang lebih rendah (pra-sekolah dasar
dan dasar), keluarga bertanggung jawab untuk memungkinkan pengajaran, memotivasi
anak-anak mereka, dan ikut terlibat pengawasan dalam pembelajaran. Orang tua harus
memastikan bahwa siswa tetap berhubungan dengan guru dan melaksanakan kegiatan
belajar mengajar jarak jauh. Peran orang tua sangat mendasar dalam pembelajaran jarak
jauh dan dapat menjadi penyebab perbedaan hasil belajar yang signifikan di antara siswa.

Tantangan berikutnya dalam pelaksanaan pembelajaran jauh yakni efektivitas pendidikan


jarak jauh bergantung pada keterlibatan guru dan keterampilannya dalam penggunaan
metodologi pembelajaran jarak jauh, interaksi guru dan siswa saat mereka terlibat dalam
pembelajaran, dan penggunaan metodologi praktis yang menarik untuk dipelajari siswa. Hal
ini dapat segera diberikan pelatihan oleh pihak berwenang untuk meningkatkan efektivitas
guru dalam memanfaatkan platform pembelajaran jarak jauh. Tantangan masalah mendasar
yang harus diselesaikan segera adalah keterampilan akses, kualitas platform digital dan
jaringan fisik. Penerapan antara metodologi synchronous atau asynchronous harus dikuasai
oleh guru dan siswa. Dalam hal ini, tingkat dan kualitas akses kualitas platform digital dalam
pembelajaran jarak jauh sangat menentukan keberhasilan.
Hal ini direspon cepat oleh Pemerintah selaku pihak berwenang dengan mengeluarkan
kebijakan melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan
kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran Covid-19. Sekolah menutup
pembelajaran tatap muka secara fisik dan beralih dengan pembelajaran jarak jauh (daring).
Kemendikbud pun telah mengeluarkan Panduan Pembelajaran Jauh bagi sekolah selama
masa pandemi Covid-19. Dalam praktiknya sekolah/komunitas belajar bebas menggunakan
platform pembelajaran daring yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-
masing. Platform pembelajaran daring disebut Learning Management Sytem (LMS).
Menurut Ryan K.Ellis dalam buku A Field Guide to Learning Management System (2009
dalam Anggriawan 2019 ), “Learning Managemet System, the basic description is a software
application that automates the administration, tracking, and reporting of training events”.
Ryan K.Ellis menjelaskan bahwa LMS adalah sebuah perangkat lunak atau software untuk
keperluan administrasi, dokumentasi, pencarian materi, laporan sebuah kegiatan,
pemberian materi-materi pelatihan kegiatan belajar mengajar secara online yang terhubung
ke internet. Menurut Riad dan El-Ghareeb (2008, dalam Anggriawan 2019) Learning
Management System (LMS) adalah sebuah kesatuan perangkat lunak yang secara
komprehensif terintegrasi pada berbagai fitur untuk pengiriman dan pengelolaan course.
Dengan menggunakan LMS guru dapat mengelola kelas virtual/online dan bertukar
informasi dengan siswa dilokasi yang berbeda. LMS pendidikan berbasis open source, artinya
memungkinkan LMS diolah dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
Banyak platform LMS yang disediakan oleh berbagai sumber dari internet seperti Google
Classroom, Microsoft 365, Moodle, Edmodo, Scholoogy, Claroline, Dokeos, Docebo, ATutor,
Chamilo, dan sebagainya.
Pihak sekolah diharuskan melakukan improvisasi pada pembelajaran secara berbeda, tidak
sekadar memindahan dari moda pembelajaran luring ke daring melainkan mengubah lesson
plan, termasuk di dalamnya analisis karakteristik dan kebutuhan siswa serta strategi dan
sumber belajar yang mudah diakses, fleksibel, menyenangkan serta memastikan siswa
mampu mengalami proses belajar. Proses belajar merupakan proses yang harus ditempuh
oleh setiap pelajar untuk memahami suatu hal yang sebelumnya belum diketahui (Rahardjo,
2012). Dalam peristiwa belajar mengajar apapun bentuknya harus terjadi proses belajar,
maka seorang guru harus mengusahakan agar terjadi proses belajar pada pembelajaran
daring.
Salah satu LMS yang mendukung proses belajar siswa dan memiliki fitur lengkap dengan
menggunakan prinsip social constructionist pedagogy yakni Moodle. Moodle atau Modular
Object-Oriented Dynamic Learning Environment menawarkan mekanisme pembelajaran
dengan menggunakan teknologi informasi yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan belajar
murid. Dalam prinsip belajar ini, guru tak lagi jadi sumber informasi melainkan bertindak
sebagai fasilitator dan pembelajaran siswa disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan.
Moodle saat ini telah digunakan oleh banyak sekolah, lembaga pendidikan, Universitas,
serta LSM di seluruh dunia untuk pembelajaran jarak jauh (daring).

Moodle menurut Smile Group (2020) merupakan program open source yang paling terkenal
diantara program-program e-learning yang ada. Aplikasi Moodle ini dikembangkan pertama
kali oleh Martin Dougiamas pada Agustus 2002 dengan Moodle Versi 1.0, karena bersifat
open source, makan Moodle dapat diunduh secara gratis dari situs resminya dan dapat
dimodifikasi oleh siapa saja dengan lisensi GNU (General Public Liscense). Banyak hal yang
membuat Moodle berbeda dengan LMS lain diantaranya; sederhana dan efisien, kompatibel
dengan banyak browser, instalasi yang mudah, dukungan berbagai bahasa, tersedianya
manajemen penggunan (user), dan tersedianya manajemen situs untuk melakukan
pengaturan LMS secara keseluruhan.

PEMBAHASAN
Penutupan sekolah karena pandemi Covid-19 menyebabkan hilangnya pendidikan berbasis
kelas dan memungkinkan kelangsungan program pembelajaran jarak jauh sebagai solusinya.
Mengubah kelas konvensional tatap muka secara fisik diganti dengan kelas virtual secara
daring. Hal ini menjadi sebuah upaya untuk keberlangsungan pendidikan ditengah situasi
pandemi Covid-19 karena bagaimanapun juga proses belajar mengajar harus tetap
dilaksanakan. Pembelajaran daring menjadi solusi paling memungkinkan pada masa
pandemi Covid-19 dengan mengutamakan keselamatan bersama.
Selanjutnya adalah meramu respon pedagogi pembelajaran daring ditengah situasi pandemi
Covid-19 yang memaksa untuk berubah. Banyak guru disaat sekarang hanya sekadar
memindahan dari moda pembelajaran luring ke daring. tetap menjalankan pembelajaran
seperti biasa, yakni ceramah, memberi tugas, sama persis yang ada di dalam silabus, RPP
awal. Tidak ada yang berubah. Bahkan jadi tambah berat karena tiap pertemuan siswa
diberi tugas untuk mengontrol pemahaman materi. Pihak sekolah diharuskan melakukan
improvisasi pada pembelajaran secara berbeda dengan mengubah lesson plan, termasuk di
dalamnya analisis karakteristik dan kebutuhan siswa serta strategi dan sumber belajar yang
mudah diakses, fleksibel, menyenangkan serta memastikan siswa mampu mengalami proses
belajar pada saat mengikuti pembelajaran daring.
Salah satu LMS yang mendukung proses belajar siswa dan memiliki fitur lengkap dengan
menggunakan prinsip social constructionist pedagogy yakni Moodle. Moodle atau Modular
Object-Oriented Dynamic Learning Environment menawarkan mekanisme pembelajaran
dengan menggunakan teknologi informasi yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan belajar
murid. Dalam prinsip belajar ini, guru tak lagi jadi sumber informasi melainkan bertindak
sebagai fasilitator dan pembelajaran siswa disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan.
Moodle saat ini telah digunakan oleh banyak sekolah, lembaga pendidikan, Universitas,
serta LMS di seluruh dunia untuk pembelajaran daring. Moodle juga dilengkapi fitur seperti;
penggunaan layanan self-service dan self-guided, pengumpulan dan penyampaian konten
pembelajaran dengan cepat, konsolidasi inisiatif pelatihan pada platform berbasis ‘’web
scalable’’, mendukung portabilitas dan standar, personalisasi isi dan memungkinkan
penggunaan kembali pengetahuan yang membantu dalam penerapan prinsip social
constructionist pedagogy.
Desain dan pengembangan Moodle dipandu oleh social constructionist pedagogy, dimana
konsep ini terdapat empat konsep utama terkait yakni; konstruktivisme, konstruksionisme,
konstruktivisme sosial, serta terhubung dan terpisah. Berdasarkan social constructionist
pedagogy, cara terbaik untuk belajar adalah dari sudut pandang murid itu sendiri. Model
pengajaran berorientasi objek (murid) ini berbeda dengan sistem pengajaran tradisional
yang biasanya memberikan informasi atau materi yang dianggap perlu oleh pengajar untuk
diberikan kepada murid. Tugas pengajar akan berubah dari sumber informasi menjadi orang
yang memberikan pengaruh (influencer) dan menjadi contoh dari budaya kelas. Peran
pengajar dalam sistem Moodle ini antara lain: berhubungan dengan murid-murid secara
perorangan untuk memahami kebutuhan belajar mereka dan memoderatori diskusi serta
aktivitas yang mengarahkan murid untuk mencapai tujuan belajar dari kelas tersebut.
Konstruktivisme
Asal kata konstruktivisme adalah “to construct” yang artinya membangun atau menyusun.
Tokoh terkenal pada teori konstruktivisme yakni Piaget dan Vygotsky. Piaget (dalam Huda,
2017) mengemukakan bahwa pebelajar dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses
perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Bagi Piaget
pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang yang bersifat
dinamis. Sama halnya Piaget, Vygotsky (dalam Huda, 2017) mengemukakan bahwa
perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru
dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh
pengalaman. Untuk memperoleh pemahaman individu mengaitkan pengetahuan baru
dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki.
Menurut Carin (dalam Surianto, 2009) bahwa teori konstruktivisme adalah suatu teori
belajar yang menekankan bahwa para siswa sebagai pebelajar tidak menerima begitu saja
pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membengun pengetahuan
secara individual. Menurut Von Glasersfeld (dalam Surianto, 2009) bahwa konstruktivisme
adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi
seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan konstruktivisme dalam suatu belajar-mengajar di mana siswa sendiri aktif
secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah
dimilikinya saat berinteraksi dengan lingkungannya.
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan
lama dan merevisinya. Apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa agar benar-
benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan
ide-ide (Slavin dalam Sutisna, 2013). Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-
botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (dalam Sutisna, 2013) mengemukakan tiga
penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif
siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya
membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah
mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley (dalam Sutisna, 2013) mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan
teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif,
tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan
membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua
pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam
proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya.
Implementasi dari konsep konstruktivisme yakni guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi
kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar. Menerapkan proses aktif belajar siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara
bermakna. Maka pada proses pembelajaran demikian siswa belajar menjadi subjek utama
bukan sekadar sasaran objek dari proses belajar.
Moodle merupakan LMS yang mendukung proses belajar siswa dalam membangun
pengetahuannaya dengan fitur lengkap dengan menggunakan prinsip konstruktivisme. Fitur
Assignment submission, Forum, Diskusi, Unduh arsip, Peringkat, Live Chatting, Kalender
online, Berita, Kuis online, Link Zoom Meeting, Lesson, Questionnaire, OU Blog dan masih
lengkap fitur lainnya yang dapat diolah sesuai dengan kebutuhan desain aktivitas
pembelajaran baik synchronous maupun asynchronous. Peran pengajar dalam sistem
Moodle yakni berhubungan dengan murid-murid secara perorangan untuk memahami
kebutuhan belajar mereka dan memoderatori diskusi serta aktivitas yang mengarahkan
murid untuk mencapai tujuan belajar dari kelas tersebut.
Konstruksionisme
Konstruksionisme menurut Suparno (dalam UMM, 2011) menjelaskan bahwa konstruksionis
merupakan proses kerja kognitif individu di mana terjadi relasi sosial antara individu dengan
orang atau lingkungannya. Proses inilah yang menafsirkan realitas yang ada. Realitas
tersebut dibentuk sendiri oleh pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya oleh masing-
masing individu. Piaget menyebut kemampuan ini sebagai skema yang berarti suatu struktur
mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran konstruksionis adalah ketika peserta didik membangun model mental untuk
memahami dunia di sekitar mereka. Konstruksionisme menganjurkan pembelajaran
penemuan yang berpusat pada siswa di mana siswa menggunakan informasi yang sudah
mereka ketahui untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan. Siswa belajar melalui
partisipasi dalam pembelajaran berbasis proyek di mana mereka membuat hubungan antara
berbagai ide dan bidang pengetahuan yang difasilitasi oleh pengajar melalui pembimbingan
daripada menggunakan ceramah atau panduan langkah demi langkah. Lebih lanjut,
konstruksionisme berpendapat bahwa pembelajaran dapat terjadi paling efektif ketika
orang aktif membuat objek berwujud di dunia nyata. Dalam pengertian ini,
konstruksionisme dihubungkan dengan pembelajaran berdasarkan pengalaman dan
dibangun di atas teori epistemologis konstruktivisme Jean Piaget (Cakir dalam Wiki, 2008).
Pembelajaran konstruksionis melibatkan siswa menarik kesimpulan sendiri melalui
eksperimen kreatif dan pembuatan objek sosial (Papert dalam Wiki 2008). Pengajar
mengambil peran mediasi dari peran pembelajaran. Mengajar siswa diganti dengan
membantu siswa memahami dan membantu satu sama lain untuk memahami masalah
dengan cara langsung. Peran pengajar bukanlah sekadar mengajar tetapi sebagai fasilitator
yang membimbing siswa untuk menyelesaikan permasalahan.
Konstruksionisme menegaskan bahwa pembelajaran sangat efektif ketika membangun
sesuatu untuk dialami orang lain. Ini bisa apa saja, mulai dari kalimat lisan, sumber bahan
ajar internet, hingga yang lebih kompleks. Pembelajaran berbasis masalah adalah metode
konstruksionis yang memungkinkan siswa untuk mempelajari suatu subjek dengan
mengekspos mereka pada berbagai masalah dan meminta siswa untuk membangun
pemahaman mereka tentang subjek melalui masalah tersebut. Pembelajaran semacam ini
bisa sangat efektif karena siswa mencoba memecahkan masalah dengan berbagai cara,
merangsang berpikir kritis dan kreatif para siswa.
Menggunakan prinsip pedagogikal ini, Moodle menyediakan lingkungan fleksibel untuk
komunitas belajar dalam jaringan (daring). Pengajar hendaknya menyusun desain
pembelajaran dengan metode pembelajaran berbaris masalah. Menempatkan siswa
menjadi subjek utama komunitas belajar dalam membangun pengetahuannya sendiri, serta
pengajar sebagai fasilitator yang membimbing siswa untuk menyelesaikan permasalahan.
Konstruktivisme sosial
Vygotsky (dalam Surianto, 2009) yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi
suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial yang disebut konstruktivisme sosial.
Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky bahwa belajar bagi anak dilakukan
dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Konstruktivisme sosial menyatakan
bahwa orang bekerja sama untuk membangun pengetahuan, berfokus pada pembelajaran
individu yang terjadi karena interaksinya dalam suatu kelompok.
Jika konstruktivisme kognitif di dasarkan pada suatu ide bahwa pengetahuan dikonstruksi
dan dibuat bermakna melalui analisis individu dan menginterpretasikan pengalamannya,
Sementara itu, menurut konsep pembelajaran konstruktivis sosial, proses pembelajaran
individu tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial. Konstruktivisme sosial memperluas
konstruktivisme ke dalam pengaturan sosial, di mana kelompok membangun pengetahuan
satu sama lain, secara kolaboratif menciptakan budaya kecil bersama dengan makna
bersama. Proses asimilasi dan akomodasi pda konstruktivisme tidak dapat berlangsung
tanpa integrasi aktif pembelajar dalam suatu bentuk praktik dalam lingkungannya.
Konstruktivisme sosial juga menekankan pentingnya sifat dari interaksi sosial pembelajar
dengan anggota masyarakat yang berpengetahuan luas. Tanpa interaksi semacam itu,
mustahil untuk memperoleh makna sosial dan belajar bagaimana memanfaatkannya.
Konstruktivis sosial melihat bahwa subjek individu dan masyarakat atau lingkungan sosial
sebagai saling berhubungan. Konstruktivis sosial menegaskan bahwa pembelajar sampai
kepada apa yang mereka ketahui terutama melalui partisipasi dalam praktik-praktik sosial
pembelajaran lingkungan termasuk proyek-proyek kolaboratif dan penugasan-penugasan
kelompok begitu juga praktik-praktik sosial dari komunitas belajarnya. Dari sudut pandang
konstruktivis sosial, pembelajaran terutama dipandang sebagai produk sosial yang
dihasilkan melalui proses-proses percakapan, diskusi dan saling berinteraksi.
Moodle dengan filosofi tersebut telah menyediakan berbagai fitur dalam pembelajaran
daring untuk menunjang aktivitas pembelajaran berdasarkan filosofi teori pembelajaran
yang dianut yakni social constructionist pedagogy. Desain Aktivitas pembelajaran dapat
memanfaatkan fitur live chatting, forum, feedback, lesson, video conference dan lainnya
yang sedang dikembangkan untuk menunjang interaksi baik asynchronous maupun
synchronous. Hal ini sangat membantu bagi desainer pembelajaran untuk menyusun strategi
pembelajaran dalam membangun pengetahuan secara kolaboratif yang dihasilkan dalam
komunitas belajar fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan para siswa.
Terhubung dan Terpisah
Gagasan konsep Moodel ke-empat ini melihat lebih dalam motivasi individu dalam sebuah
aktivitas pembelajaran. Perilaku terhubung adalah pendekatan yang lebih empatik yang
menerima subjektivitas, mencoba mendengarkan dan mengajukan pertanyaan dalam upaya
memahami sudut pandang lain. Secara umum, sejumlah perilaku terhubung dalam
komunitas belajar merupakan stimulan yang sangat kuat untuk saling belajar, tidak hanya
mendekatkan orang-orang tetapi juga mendorong refleksi yang lebih dalam dan
pemeriksaan ulang atas keyakinan mereka yang ada. Munculnya kebutuhan interaksi pada
aktivitas pembelajaran menciptakan suasana komunitas belajar menjadi lebih cair, saling
mengoreksi dan melengkapi satu sama lain untuk mencapai struktur pengetahuan bersama
yang sama secara konsepsinya.
Perilaku terpisah adalah ketika seseorang berusaha untuk tetap objektif dan faktual, dan
cenderung mempertahankan gagasannya sendiri dengan menggunakan logika untuk
menemukan celah pada gagasan teman dari komunitas belajarnya. Pengajar tidak bisa
memaksakan semua siswa untuk berperilaku terhubung, karena setiap individu telah
membangun pengetahuannya selama aktivitas pembelajaran yang telah melibatkan struktur
kognitif dan pengalaman sebelumnya. Struktur kognitif yang terbentuk pada perilaku
terpisah tidak menerima sudut pandang subjektivitas, yang menjadi pedoman dalam
menggunakan logika berpikir untuk membangun pengetahuan dengan mempertahankan
objektivitas dan faktual pengetahuan.
Perilaku terbangun adalah ketika seseorang peka terhadap kedua pendekatan ini dan
mampu memilih salah satunya yang sesuai dengan situasi saat ini. Sistem pengetahuan yang
dibangun secara individual dan internal secara aktif oleh pebelajar berdasarkan struktur
yang sudah ada melalui Experience based & discovery oriented sangat rawan dengan
miskonsepsi dan bias terhadap pengetahun yang terbentuk. Sehingga menggabungkan 3
konsep pedagogi konstruktivisme, kontruksionisme, dan konstruktivisme sosial
mengintegrasikan siswa ke dalam komunitas pengetahuan dan berkolabora si informasi
baru untuk meningkatkan pemahaman dari hasil interaksi bersama komunitas belajar.
Sehingga dilengkapi dengan strategi Sharing & Cooperative learning maka peran pengajar
penting dalam membantu (scaffolding) siswa mencapai kemandirian melalui interaksi sosial.
Sehingga para siswa mampu secara mandiri memilih antara perilaku terhubung atau
terpisah dengan menyesuaikan dengan situasi saat ini.

Kesimpulan
Penutupan sekolah karena pandemi Covid-19 menyebabkan hilangnya pendidikan berbasis
kelas dan memungkinkan kelangsungan program pembelajaran jarak jauh sebagai solusinya.
Dengan mengutamakan keselamatan, kesehatan jiwa dan raga pembelajaran jarak jauh (E-
learning) berupa LMS menjadi cara terbaik supaya siswa tetap belajar pada situasi darurat
Covid-19. Salah satu LMS yang mendukung proses belajar siswa dan memiliki fitur lengkap
dengan menggunakan prinsip social constructionist pedagogy yakni Moodle. Moodle atau
Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment menawarkan mekanisme
pembelajaran dengan menggunakan teknologi informasi yang bisa disesuaikan dengan
kebutuhan belajar murid. Dalam prinsip belajar ini, guru tak lagi jadi sumber informasi
melainkan bertindak sebagai fasilitator dan pembelajaran siswa disesuaikan dengan apa
yang dibutuhkan.
Desain dan pengembangan Moodle dipandu oleh social constructionist pedagogy, dimana
konsep ini terdapat empat konsep utama terkait yakni; konstruktivisme, konstruksionisme,
konstruktivisme sosial, serta terhubung dan terpisah. Berdasarkan social constructionist
pedagogy, cara terbaik untuk belajar adalah dari sudut pandang murid itu sendiri. Model
pengajaran berorientasi objek (murid) ini berbeda dengan sistem pengajaran tradisional
yang biasanya memberikan informasi atau materi yang dianggap perlu oleh pengajar untuk
diberikan kepada murid. Tugas pengajar akan berubah dari sumber informasi menjadi orang
yang memberikan pengaruh (influencer) dan menjadi contoh dari budaya kelas. Peran
pengajar dalam sistem Moodle ini antara lain: berhubungan dengan murid-murid secara
perorangan untuk memahami kebutuhan belajar mereka dan memoderatori diskusi serta
aktivitas yang mengarahkan murid untuk mencapai tujuan belajar dari kelas tersebut.
Referensi:
Anggriawan, Fandy S. 2019. Pengembangan Learning Management System (Lms) Sebagai
Media Pembelajaran Untuk Sekolah Menengah Sederajat. Jakarta:UNJ.
Capila, Anna. 2020. Rethinking Education Post-Coronavirus: Lessons from Spain to Avoid
Widening the Socioeconomic Achievement Gap diunduh dari
http://uis.unesco.org/en/blog/rethinking-education-post-coronavirus-lessons-spain-avoid-
widening-socioeconomic-achievement diakses pada 26 September 2020.
Huda, Fatkhan A. 2017. Teori Konstruktivisme dan Tokoh-Tokoh Konstruktivisme diunduh
dari https://fatkhan.web.id/teori-konstruktivisme-dan-tokoh-tokoh-konstruktivisme/
diakses pada 14 November 2020.
Moodle Team. 2020. About Moodle diunduh https://docs.moodle.org/39/en/About_Moodle
diakses pada 26 September 2020.
Moodle Team. 2020. Philosophy diunduh dari https://docs.moodle.org/39/en/Philosophy
diakses pada 26 September 2020.
Pambudi, Bayu S, 2015. Aplikasi Pembelajaran Moodle diunduh dari
http://bayupambudi.blogs.uny.ac.id/2015/11/26/aplikasi-pembelajaran-moodle/ diakses
pada 14 November 2020.
Rahardjo, Toto. 2018. Sekolah Biasa Saja: Catatan Pengalaman Sanggar Anak Alam
(SALAM). Yogyakarta: INSISTPress
Smile Group Team. 2020. E-learning Menggunakan LMS Moodle.Yogyakarta:SmileJojga
Surianto. 2009. Teori Pembelajaran Konstruktivisme diunduh dari
https://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/
diakses pada 14 November 2020.
Sutisna, Yahya. 2013. Peneraapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Bandung:UPI.
UMM. 2011. Konstruksi Sosial atas Realitas. Malang:UMM.
Wikipedia Team. 2016. Moodle diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Moodle diakses
pada 14 November 2020.

Anda mungkin juga menyukai