Anda di halaman 1dari 38

Seminar Nasional

Pembiayaan UMKM melalui Multichannel Financing

Tema :
Perluasan Akses Pembiayaan UMKM melalui
Skema Rantai Pasok guna Mendorong Pembiayaan yang
Inklusif dan Seimbang

Jakarta, 17 Februari 2023


1. Pendahuluan

2
2
Latar Belakang
Peran UMKM dalam Perekonomian Indonesia
1. Asian Development Bank (2020) mencatat bahwa 99,99% dari seluruh usaha yang ada di Indonesia dikategorikan sebagai
UMKM. Angka ini merupakan angka tertinggi di level Asia Tenggara.

2. Di level ASEAN, Indonesia juga menjadi satu-satunya negara dimana UMKM berkontribusi terhadap lebih dari separuh PDB.

3. Namun demikian, share kredit UMKM secara nasional terhadap PDB masih sangat rendah (7%) dibandingkan negara-negara
di ASEAN (Thailand, Malaysia dan Singapura) yang kontribusinya sekitar 15%. Dengan demikian UMKM di Indonesia masih
memiliki potensi yang untuk memperoleh pembiayaan.

Perbandingan UMKM di Kawasan Asia Tenggara


Lapangan Kontribusi Kredit Kontribusi Kredit NPL UMKM
Kontribusi Nilai Ekspor
Jumlah UMKM (% Pekerjaan Perbankan untuk Perbankan untuk terhadap Total
Negara UMKM terhadap UMKM (% dari
dari total) UMKM (% dari UMKM terhadap UMKM terhadap Total Kredit UMKM dari
PDB (%) total ekspor)
total) PDB (%) Kredit Perbankan (%) Perbankan (%)
Brunei 97,2 57,3 35,5 - 0,1 0,2 -
Filipina 99,5 63,2 35,7 - 3,2 6,1 5,8
Indonesia 99,9 97 61,1 14,4 7 19,6 3,6
Laos 99,8 82,4 - - 8,5 19,8 -
Kamboja 99,8 71,8 - - - - -
Malaysia 98,5 66,2 38,3 17,3 18,5 14,6 3,7
Myanmar 89,9 - - - 1 4,8 -
Singapura 99,5 71,4 44,7 - 15,1 5,8 4,2
Thailand 99,8 85,5 43 28,7 30,3 30,9 4,7
Vietnam 97,2 38 - - - - -
Sumber: Asian Development Bank (2020)
Perkembangan Kredit UMKM
1. Pertumbuhan kredit UMKM sejak 2014 hingga November 2022 rata-rata sebesar 10,30%.
2. Secara nominal, nilai kredit UMKM meningkat 82,4% dari Rp731,8 triliun (2014) menjadi Rp1.335 triliun
(2022). Hal ini diikuti pertumbuhan jumlah rekening kredit UMKM yang juga meningkat hampir 4 kali
lipat dari 10,9 juta (2014) menjadi 41,4 juta (November 2022).
3. Rasio NPL Kredit UMKM terjaga di bawah 5%, yaitu antara 3% - 4%.

Penyaluran Kredit UMKM oleh Perbankan NPL Kredit UMKM


1.600.000 18,18 20,00
60.000 5,00
1.400.000 15,09
4,20 4,15 4,09 4,50
12,11 15,00 3,97 3,95 3,76
1.200.000 50.000 3,82
3,61 4,00
9,96 9,58 3,44
Miliar Rupiah

1.000.000 8,42 3,50


8,01 10,00 40.000

Miliar Rupiah
7,62
3,00
800.000

%
30.000 2,50

%
600.000 5,00
2,00
400.000 20.000
1,50
0,00
200.000 -1,81 1,00
10.000
0,50
0 -5,00
0 0,00
2
14

15

16

17

18

19

20

21

-2
20

20

20

20

20

20

20

20

ov

14

15

16

17

18

19

20

21

2
N

-2
20

20

20

20

20

20

20

20

ov
N
Nilai Kredit (Nominal) Pertumbuhan Kredit NPL (Persentase terhadap kredit UMKM) NPL (Nominal)

Sumber: Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) - BI, diolah 4


*Data 2022 hanya sampai bulan November
Kebijakan Pengembangan UMKM Bank Indonesia
Sisi Supply Sisi Demand
1. KEBIJAKAN RPIM
Mendorong kredit pembiayaan 1 Korporatisasi
inklusif kepada UMKM melalui
perluasan 3 modalitas Peran Bank Indonesia
Mendorong Penguatan Korporatisasi/kelembagaan
1 Perluasan pembiayaan langsung
Pengembangan UMKM UMKM
dan rantai pasok
2 Perluasan mitra bank
3 Perluasan opsi pembiayaaan 2 Peningkatan Kapasitas
melalui surat-surat berharga
Mendorong pencapaian
2. KUR kredit UMKM dan Capacity Building peningkatan daya saing UMKM
Kenaikan plafond KUR mendorong peningkatan mendukung arahan melalui pelatihan, penelitian, fasilitasi (digitalisasi
penyaluran KUR Super Mikro & Mikro.
Presiden RI untuk akses pasar, akses bahan baku dll
Pangsa Realisasi pencapaian rasio
Target
perbankan kepada UMKM
32,6% 31,8% 2021: Rp285 T
mencapai 30% pada 5 Akses Pembiayaan
tahun 2024
63,8% 66,4% 2022: Rp373 T
Business Matching Pembiayaan, pelatihan
3,6% 1,7% Pengelolaan Keuangan UMKM melalui SIAPIK,
2021 2022
2023: Rp450 T Identifikasi UMKM Potensial Dibiayai
Super M ikro Mikro Lainnya

Sumber: Bank Indonesia


Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM)
• PBI No. 23/12/PBI/2021 tanggal 31 Agustus 2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM)
bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah
• PBI No. 24/3/PBI/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiyaan Inklusif Makroprudensial Bagi
Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

BANK UMUM

1. PEMBIAYAAN 2. PEMBIAYAAN 3. PEMBELIAN SURAT BERHARGA


LANGSUNG DAN RANTAI PASOK MELALUI LJK/BLU/BADAN USAHA PEMBIAYAAN INKLUSIF

Pembiayaan kepada UMKM*) Pembiayaan Melalui SBPI dgn penggunaan Inklusif


(*Definisi saat ini sesuai PP No.7/2021 dan dapat dievaluasi Bank Perkreditan Rakyat (a.l. SBN Inklusif, Obligasi Inklusif,
dalam hal terdapat perubahan PP) (BPR/BPRS) MTN Inklusif, SBK Inklusif)

Pembiayaan kepada Pembiayaan Melalui


Lembaga Keuangan Non Bank SBPI dgn Agunan/Underlying Inklusif
Kelompok/Klaster/Korporasi UMKM
(a.l. Fintech, PP, Modal Ventura, KSP) (a.l. EBA Inklusif, covered Bond Inklusif,
(Gabungan beberapa UMKM tanpa atau dengan membentuk
(a.l. PNM, LPEI, BAV, SMF, Pegadaian, Askrindo) covered MTN inklusif, SUKBI Inklusif)
Badan Usaha)

Pembiayaan kepada Kerjasama Pendanaan dgn Badan Layanan Inklusif SBPI untuk Perdagangan
Badan Usaha (Non-UMKM) Non-LK (a.l Pusat Investasi Pemerintah/PIP) Portofolio Inklusif
(a.l. Supplier/Distributor/Partner/Plasma/Developer Financing) (Sertifikat Deposito Pembiayaan Inklusif)

Pembiayaan Inklusif kepada Perorangan Berpenghasilan


Keterangan: Modalitas Pembiayaan termasuk LK dan/atau SB berdasarkan prinsip syariah
Rendah
(termasuk Kredit KPR untuk RS/RSS)

Sumber: Bank Indonesia


2. Metodologi

7
7
Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam Kajian Model Bisnis Multiple Channel Financing (MCF)
menggunakan pendekatan kualitatif, diantaranya:

Literature Review
Strategi peningkatan inklusi keuangan UMKM, Regulasi RPIM, Gambaran kondisi terkini perkembangan kredit UMKM,
Analisis Best Practice model bisnis MCF

In-Depth Interview
Wawancara mendalam kepada Lembaga keuangan (Perbankan dan Fintech) serta UMKM dan korporasi untuk mengidentifikasi model
bisnis MCF, kebutuhan pembiayaan, ekosistem dan lingkungan strategis, hambatan dan tantangan dalam penerapan MCF

Focus Group Discussion (FGD)


Diskusi dengan pemangku kebijakan dan regulator terkait lingkungan strategis, faktor pendukung, risiko dan hambatan, serta strategi dan
insentif dalam mempercepat pembiayaan UMKM dari berbagai model bisnis berdasarkan sudut pandang stakeholders

Penyusunan Rekomendasi

Penyusunan rekomendasi dari hasil temuan literature review, wawancara mendalam, dan FGD yang telah dilakukan
Pemetaan Responden dan Stakeholders
1. Sisi Penawaran 3. Pemangku Kepentingan & Regulator

Supply Kementerian/
(Lembaga Otoritas
Lembaga
Keuangan)

Bank A Bank B Bank C Bank D Bank E Kementerian


Fintech OJK
(BUMN) (Swasta) (Digital) (BPD) (Syariah) Keuangan

Kementerian
2. Sisi Permintaan Bank
Koperasi &
Indonesia
UMKM
Demand
(Korporasi &
UMKM) Kementerian
Perindustrian

Perusahaan Kementerian
Supermarket Distributor Pupuk Penyedia Jasa UMKM (Eksportir)
UMKM
Perdagangan
3. Analisis Benchmarking

10
10
Benchmarking Supply Chain Financing
Mexico Argentina Thailand Malaysia
1. Digitalisasi kredit kepada
Pengalaman SCF di negara lain
pemasok UMKM a. Keterlibatan bank sentral masih
Keterlibatan Bank
Sentral
Tidak ada Tidak ada 2. Bekerjasama dengan bank 1. Tidak ada minimal di negara yang dianalisis.
swasta dalam kerangka Smart
Financial Payment Infrastructure
Hanya Bank Sentral Thailand
yang memiliki peran dalam supply
Pemilihan Pembeli menentukan pemasok yang akan ikut dalam program reverse factoring. Pemasok (UMKM) hanya bisa masuk ke platform SCF setelah dipilih dan
diundang untuk ikut program reverse factoring oleh pembeli (perusahaan besar).
chain financing;
pemasok
b. Transaksi SCF tanpa recourse
1. Semua transaksi reverse-factoring
dilakukan tanpa recourse, artinya,
dilakukan di 4 negara. Bank
perusahaan pemberi pembiayaan Semua transaksi reverse- menanggung risiko tidak
Semua transaksi reverse-factoring 1. Semua transaksi reverse-factoring
Penanggung
menanggung risiko tidak
tertagihnya piutang.
factoring dilakukan tanpa
dilakukan tanpa recourse, artinya, bank dilakukan tanpa recourse, artinya,
tertagihnya piutang;
recourse, artinya, bank
risiko
menanggung risiko tidak
menanggung risiko tidak tertagihnya bank menanggung risiko tidak c. Salah satu kelemahan dari
2. NAFIN memberikan jaminan piutang. tertagihnya piutang.
maksimal 50% dari nilai transaksi. tertagihnya piutang. program SCF adalah hanya
Sisa risiko ditanggung oleh perusahaan besar atau organisasi
penyedia pembiayaan.
pemerintahan yang dapat
Tidak hanya pembiayaan, NAFIN mengundang UMKM untuk
1. Terintegrasi dengan inisiatif 1. Memiliki platform yang unggul
menyediakan pelatihan bagi UKM tentang Platform SCF memberikan
digitalisasi pembayaran nasional dalam proses kecepatan transaksi
mengikuti program reverse
bagaimana memanfaatkan program pelatihan yang wajib bagi
Keunggulan Cadenas Productivas dan menawarkan pemasok (UMKM) setelah factoring;
2. Mendukung tidak hanya dari sisi 2. Fasilitas dapat terhubung dengan
pelatihan mengenai standar akuntansi, pemasok (UMKM) ikut dalam pembiayaan namun juga pemasok yang bukan merupakan d. Kunci keberhasilan program SCF
cara mengajukan kredit, etika bisnis, program reverse factoring. mencakup capacity building pelanggan HSBC
pemasaran, dan strategi bisnis adalah:
i. Pelatihan bagi UMKM
ii. Promosi program oleh
Hanya perusahan besar, dengan 1. Keseluruhan program tidak
penjualan tahunan minimal MXN250 juta Hanya perusahaan besar yang Hanya melibatkan satu bank swasta dan memiliki keterlibatan dari pembuat
SDM yang mumpuni;
Kelemahan
(sekitar USD12.2 juta) atau organisasi bisa mengundang pemasok satu perusahaan P2P sehingga kebijakan iii. Transparansi informasi
pemerintah yang bisa mengundang (UMKM) untuk mengikuti program berpotensi menimbulkan konsentrasi
pemasok (UMKM) ke dalam program reverse factoring. pada pelaku industri tertentu 2. Tidak ditujukan spesifik untuk program;
UMKM
Cadenas Productivas. iv. Jumlah penyedia program
1. Promosi program dilakukan oleh sehingga menghasilkan
sumber daya manusia yang memang tingkat suku bunga yang
disiapkan untuk menghadapi UKM. Banyak bank yang berpartisipasi
1. Pengalaman dan kapasitas teknis kompetitif;
2. Kewajiban onboarding oleh lembaga dalam program BICE e-Factoring Partisipasi multistakeholders yang yang dimiliki HSBC membuat
Key success dan badan pemerintah Platform, sehingga
mencakup bank sentral, bank swasta, platform ini memiliki manfaat
v. Partisipasi
factor memungkinkan pembiayaan
memungkinkan transparansi dalam
dilakukan pada tingkat suku
P2P, dan UMKM peningkatan efisiensi yang cukup multistakeholders
pembiayaan program pemerintah, tinggi terhadap penggunanya
menyediakan informasi yang akurat bunga yang kompetitif.
dan tepat waktu, serta
penyederhanaan administrasi.
4. Model Bisnis Generic
MultiChannel Financing (MCF)

12
12
Sekilas Mengenai Multiple Channel Financing
Jenis Multiple Channel Financing

Account Receivables
1. Dengan menggunakan pendekatan
Financing Demand dan Supply, skema MCF yang
Account Payable
dapat ditawarkan oleh lembaga
Invoice Based Financing Financing/ Reverse
Factoring
keuangan dapat ditawarkan oleh
perbankan dan lembaga keuangan
Bank-Led Multiple
Channel Financing
Distributor Financing lainnya berbasis teknologi (Fintech).

Purchase Order based


Purchase Order Financing
2. Underlying credit untuk pembiayaan
Supply-Side Led
Financing
Financing dengan skema MCF, dapat
menggunakan:
Multiple Channel Financing

Account Payable
Financing/Supplier
Fintech-Led Supply Chain
Invoice Based Financing
Financing a. Invoice-based/faktur; dan
Financing
Distributor
Financing/Buyer Financing
b. purchase order
Agriculture Inti Plasma
Financing 3. Underlying credit untuk pembiayaan
dengan skema non-SCF disesuaikan
Demand-Side Led
Financing
UMKM-Led Supply Chain
Financing
Resi Gudang Financing berdasarkan kebijakan dari Perusahaan
Inti.
LPDB KUR Klaster

Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)


13
Bank-Led Supply
Chain Financing
1. SCF Account Receivables (A/R)
Skema Account Receivables (A/R) Financing
• Skema pembiayaan ini merupakan bentuk
pembiayaan dimana Anchor/Principal
merupakan Seller/Penjual yang memiliki
banyak Buyer/UMKM, dengan
menggunakan fasilitas ini, maka ini dapat
menjual piutang yang dimiliki dengan harga
diskon sehingga bisa menerima
pembayaran piutang yang dimiliki lebih
cepat daripada tanggal jatuh tempo invoice.
• Underlying kredit yang digunakan adalah
invoice account receivable.
• Sektor Prioritas: Sektor perdagangan,
retail, dan consumer goods menjadi
prioritas utama dalam skema ini.
Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)
2. SCF Account Payable
Skema Account Payable (A/P) Financing
• Skema pembiayaan ini disebut sebagai buyer-
led program, dimana Vendor/Seller/UMKM
Kontrak penjualan
yang berada dalam Buyer’s Supply Chain bisa
1
Mengirimkan barang + menyerahkan faktur mendapatkan pembiayaan dengan mekanisme
pembelian Account Receivables/Piutang.
Piutang Menyetujui faktur • Mitra/Anchor/Pricipal/Buyer dapat membayar
3 2 utang yang dimiliki (Account Payable
Meminta pembayaran Platform SCF
outstanding) lebih cepat sebelum waktu jatuh
5
lebih awal tempo.
Notifikasi penugasan
ANCHOR
• Mekanisme ini disebut juga sebagai reverse
Pembeli
factoring atau approved-payables finances
Pemasok
Bank membayar pemasok Pembeli membayar ke
lebih awal Bank • Underlying kredit yang digunakan adalah
4 6
invoice account payable.
Bank
• Sektor Prioritas: Sektor perdagangan, retail,
manufaktur, dan jasa non keuangan masih
Perjanjian Pembelian Piutan Perjanjian Master Payment Service
menajdi sektor prioritas untuk pembiayaan ini.

Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)


3. Distributor Financing
• Skema pembiayaan ini merupakan bentuk
Skema Distributor Financing
PENDANAAN DISTRIBUTOR pembiayaan yang ditujukan bagi Mitra Perusahaan
Anchor/Principal dimana para
Kontrak penjualan distributor/Buyer/UMKM dari perusahaan mitra
Faktur dikirimkan ke pembeli Anchor/Principal dapat menggunakan fasilitas ini
1
untuk menutup biaya atas kepemilikian persediaan
dan bisa digunakan untuk menutupi kesenjangan
Distributor mengakses
Mengunggah faktur fasilitas untuk mendanai
likuiditas sampai dengan adanya penerimaan dana
platform faktur lebih awal dari hasil penjualan kepada pengecer atau
2 Platform SCF 3 pengguna barang.
• Dengan skema pembiayaan ini, utang dagang dari
Distributor/Buyer/UMKM kepada Perusahaan
Pemasok/Anchor Distributor mitra/Anchor/Seller dapat dibayarkan tepat waktu.

4 5 • Underlying kredit yang digunakan adalah invoice


Pembayaran (awal) fasilitas bank Distributor membayar bank pada batas namun, terdapat implementasi distributor
Bank
kepada pemasok waktu atau setuju memperpanjang periode financing dengan menggunakan Purchase
pembayaran
order/Sales Order
Perjanjian Master Distributor Finance Facility Letter
• Sektor Prioritas: Industri retail, perdagangan,
pengolahan dan jasa yang bukan keuangan.

Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)


4. Purchase Order Financing
Skema Purchase Order Financing • Skema pembiayaan ini merupakan bentuk
PENDANAAN PURCHASE ORDER pembiayaan yang dikategorikan sebagai
Kontrak penjualan
pre-shipment financing yang diberikan
Pesanan pembelian dikirimkan ke pemasok
1 kepada penjual barang dan jasa untuk
Faktur pasca-pengiriman barang diterbitkan
4 aktivitas pengadaan, pembuatan, atau
pengolahan barang menjadi barang jadi
2 untuk kemudian dijual kepada perusahaan
Mengunggah pesanan pembelian ke
Platform SCF pembeli.
platform + permintaan penarikan

• Purchase order dari pembeli atau stand


Bank mendebit penjual pada jatuh
Pembeli
by letter of credit (jika ekspor)
Pemasok tempo dengan jumlah pinjaman + bunga
+ biaya pinjaman merupakan hal yang menjadi underlying
5
asset dalam skema pendanaan ini.
3 Bank
Bank menyediakan pendanaan berdasarkan
perjanjian pendanaan purchase order • Sektor Prioritas: Industri retail,
Perjanjian Master PO-Finance perdagangan, pengolahan, dan jasa

Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)


Fintech-Led Supply
Chain Financing
Model Pembiayaan Fintech Secara Umum
Skema Pembiayaan Fintech Secara Umum 1. Dilakukan secara online dengan
waktu yang cukup pendek
1 2. Tingkat suku bunga yang
Pengajuan
Pinjaman disesuaikan dengan credit
scoring UMKM Peminjam
4 Diajukan ke
Pencairan 3. Transparansi è rating UMKM
PEMINJAM Pembayaran PASAR
peminjam bisa dilihat oleh
Pemasok/Distributor/UMKM 5 2 Proses Pinjaman
prospective lender
menggunakan data tradisional & non-
tradisional untuk menilai kelayakan kredit 4. Underlying Asset bisa berupa
6 Invoice atau purchase order
Mendapatkan
Keuntungan 3 5. Penyedia dana bisa berupa
Pembiayaan
a. Nasabah individu è
Crowdfunding
b. Nasabah institusional è
Bisa juga merupakan
Pemberi Pinjaman strategi channeling dari bank
Retail dan Institusi untuk pembiayaan tidak
Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)
langsung kepada UMKM
Distributor Finance (Fintech-Led SCF)
Skema Distributor Finance (Fintech-Led SCF)
1. Merupakan bentuk pembiayaan yang
ditujukan bagi distributor sehingga
A Dokumen: PURCHASE ORDER (PO) UNTUK PRODUK/JASA
distributor bisa mengelola arus kas
perusahaan, sementara dari Principal bisa
menerima pembayaran di muka atas
penjualan
Rujukan Penawaran
Pinjaman Pembelian 2. Perjanjian fasilitas kredit terjadi antara
1 3
2 Distributor dengan Fintech
FINTECH B 3. Tidak seperti Distributor financing di
perbankan, tidak dibutuhkan agunan berupa
5 Pencairan dana
simpanan /giro
Perjanjian 4. Risiko signifikan
4 DISTRIBUTOR/PEMBELI a. Potensi UMKM/Distributor mengalami
PRINCIPAL/ANCHOR insolvency dan/atau default
b. Potensi penyalahgunaan dana untuk
keperluan lainnya bukan untuk
Dokumen: INVOICE UNTUK PRODUK/JASA B membayar fasilitas
c. Potensi terjadinya fraud oleh
distributor
Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)
Account Receivable Financing (Fintech-Led SCF)

Skema A/R Financing (Fintech-Led SCF)


1. Jenis underlying asset yang digunakan
adalah invoice Account Receivable
(Invoice A/R).
Discounted piutang 2. Kontrak antara Fintech dengan
4 Principal/Anchor adalah perjanjian kerja
sama
a. Pemilihan anchor/principal yang
3
Penjual mengirimkan faktur ke tepat menjadi salah satu KSF
penyedia pembiayaan berdasarkan
perjanjian piutang pembelian b. Referral bisa diberikan oleh
FINTECH B Principal/Anchor kepad Fintech
PENJUAL 3. Perjanjian kredit : antara Fintech dengan
UMKM/Seller
4. Dana yang digunakan untuk skema ini
adalah dana internal fintech, investor
Penjual mengeluarkan faktur
2 dengan detail pembayaran baik retail maupun institusional

Pada tanggal jatuh tempo faktur,


5. Risiko Signifikan :
5 pembeli membayar ke penyedia a. Risiko Insolvency dari perusahaan
Penjual mengadakan perjanjian
pembiayaan senilai total faktur mitra
1 komersial dengan pembeli b. Risiko Default oleh UMKM/ Supplier
PRINCIPAL/ANCHOR c. Adanya double financing atas
invoice yang sama
Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)
Model Kerjasama Fintech-Bank dalam Kerangka SCF

Model Kerjasama Fintech-Bank dalam Kerangka SCF 1. Model 1: Bank sepenuhnya memiliki kontrol atas
penyaluran kredit dari mulai sumber dana, proses
onboarding vendor/distributor/seller/buyer dan
Menyediakan Model 1: Pengiriman Model 2: Bank dan Model 3: Platform Model 4: Ekosistem
SCF bank end-to-end platform mitra untuk pengiriman dengan pembiayaan rantai membangun sistem sendiri untuk bisa sukses
pengiriman digital bank/penyedia pasokan yang beragam
pembiayaan
memberikan kredit SCF bagi nasabah target.
Perencanaan 2. Model 2: Bank dapat berkolaborasi dengan vendor
sumber daya
perusahaan/ Bank ERPs software untuk menyediakan aplikasi misalnya untuk
mandat pengadaan ERP integration dan pengabungan dengan data dari
pihak ketiga, namun bank tetap memiliki kendali atas
Distribusi dan
orientasi
proses onboarding nasabah. Bank menggunakan
pemasok/ Fintech Fintech Fintech platform sebagai sarana channeling
faktur Bank penyaluran kredit SCF.
Fintech Platform Platform
Data-sharing Platform 3. Model 3: Platform Led SCF, dimana selain bank,
dan integrasi
data Bank lembaga keuangan non-bank juga menjadi penyedia
dana. Peran Fintech menjadi semakin besar dan bisa
Penangambilan menjangkau lebih banyak konsumen dengan fitur
keputusan yang ditawarkan.
pemberian kredit
4. Model 4: Diverse SCF network, dimana bank dan
Penyediaan Bank Pembiayaan Pembiayaan Fintech platform bersama-sama menyalurkan kredit
Kredit/Dana Bank Non-Bank Bank Non-Bank
rantai pasok dengan kemungkinan menambah area
Pembiayaan
yang masih belum terekspos terhadap pembiayaan
rantai pasok

Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)


UMKM-Led Supply
Chain Financing
1. Inti-Plasma Financing
Dalam pembiayaan inti-plasma, pembiayaan ini akan
diberikan dari Bank kepada perusahaan inti. Perusahaan
inti inilah yang akan mengajukan kredit kepada Bank.
Skema Inti Plasma Financing Pemilihan petani plasma yang akan diberikan kredit,
ditentukan berdasarkan kebijakan dari perusahaan inti
tersebut.

• Underlying kredit yang digunakan adalah A/R dari


Pemasok/Plasma/UMKM)
• Skema ini banyak digunakan oleh sektor pertanian khususnya
komoditas kelapa sawit

• Benefit:
a) Petani/Plasma/UMKM
1. Mendapatkan pendanaan modal kerja
2. Mendapatkan akses ke pendanaan dengan biaya yang lebih
murah dibanding dengan skema pendanaan lainnya yang
ditawarkan oleh perbankan
3. Dengan tambahan dana yang didapat, bisa meningkatkan
kemampuan untuk meningkatkan volume bisnis.
4. Mendapatkan pembinaan dari perusahan inti

b) Perusahan inti
1. Meningkatkan stabilitas dalam rantai pasokan dan meningkat
hubungan yang baik dengan Petani
2. Membantu petani plasma yang tidak memiliki akses kepada
sumber dana

c) Penyedia Dana
1. Memiliki differensiasi produk yang cocok dan fleksibel UMKM
yang ada dalam suatu rantai pasokan.
2. Risiko default atas kredit bisa dialihkan kepada perusahaan
asuransi
3. Adanya potensi untuk melakukan cross-selling atas produk
Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022) perbankan lainnya
2. Sistem Resi Gudang
1. Sistem Resi Gudang (SRG) adalah kegiatan yang
berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan
dan penyelesaian transaksi Resi Gudang.
Skema Pembayaran Sistem Resi Gudang 2. Tujuan dari SRG adalah untuk menyimpan hasil
pertanian pada saat harga jual jatuh (tunda jual)
sehingga dapat menjaga kestabilan harga/inflasi.
3. Resi gudang dapat digunakan sebagai alternatif
pembiayaan bagi petani karena resi gudang dapat
menjadi agunan pembiayaan kepada bank/lembaga
keuangan lainnya

• Underlying kredit yang digunakan adalah


Dokumen Resi Gudang
• Sektor prioritas dari pembiayaan SRG adalah
komoditas gabah, beras, jagung, kopi, kakao,
lada, karet, rumput laut, rotan, dan garam

• Benefit:
1. Keterkendalian dan kestabilan harga komoditi
2. Keterjaminan modal produksi
3. Keleluasaan penyaluran kredit bagi
perbankan
4. Keterjaminan produktivitas
5. Keterpantauan lalu lintas produk/komoditi
6. Keterjaminan bahan baku industry
7. Efisiensi logistik dan distribusi
8. Kontribusi fiskal
Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)
3. LPDB KUR Klaster
PDB KUR Klaster adalah Kredit/Pembiayaan modal
kerja dan/atau investasi kepada debitur kelompok
Skema LPDB KUR Klaster UMKM yang produktif dan layak, serta belum memiliki
cukup agunan tambahan

• Underlying kredit yang digunakan adalah A/R dari


Pemasok/Plasma/UMKM)
• Sektor prioritas ditujukan kepada sektor produksi melalui
kelompok/klaster. Sektor produksi tersebut meliputi sektor yang
menambah jumlah barang dan/atau jasa pada sektor pertanian,
perburuan dan kehutanan; sektor kelautan dan perikanan; sektor
industri pengolahan; sektor konstruksi; serta lainnya
Benefit:
1. Memudahkan UMKM mendapatkan pembiayaan.
2. BUMDes selaku pengawas dan juga berfungsi sebagai distributor
sarana produksi pertanian (Saprotan), menjadi faktor penting
dalam mendukung terciptanya ketahanan pangan
3. Sistem pembiayaan ini juga memberikan klaster UMKM untuk
mendapatkan pendampingan dan bimbingan, sehingga mereka
menjadi lebih siap dalam memproduksi barang yang sudah
terstandar dan memiliki daya saing
4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Sistem pembiayaan ini
meningkatkan kegiatan usaha produktif, sehingga meningkatkan
jumlah penyerapan tenaga kerja di kegiatan usaha produktif
tersebut
5. Mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kegiatan
usaha produktif dan penyerapan tenaga kerja
Sumber: Bank Indonesia (2022)
5. Ringkasan Studi Kasus Penerapan
Model Bisnis MCF

28
Tabel Ikhtisar Studi Kasus
Bank A Bank B Bank C Bank D Bank E Syariah
• Untuk Supply Chain
Financing, jangka waktu
kredit sesuai Invoice (yaitu
30 hari, 60 hari, 90 hari) dan • Janga waktu untuk
maksimal 1 (satu) tahun 2 MCF cukup pendek
Maximal Invoice Tidak memiliki skema
• Untuk Distributor Financing, yaitu 1 tahun, namun Sesuai dengan tagihan Sesuai dengan tagihan
term Bank B memberikan invoice
jangka waktu kredit dapat
dilakukan secara berjangka fasilitas untuk renewal
yaitu 30 hari, 60 hari, dan 90
hari dan maksimal 1 (satu)
tahun

• Jangka waktu fasilitas :


Jangka pendek, sampai
Jangka waktu 12 bulan dan dapat
Maksimal 180 (seratus delapan dengan belasan tahun,
(tenor) diperpanjang Maksimal 1 tahun Maksimal 1 tahun
puluh) hari kalender tergantung dari sisa umur
pembiayaan • Tenor promes
tanaman
maksimum : 6 bulan

Mengacu ke SBDK. Namun


ada analisis profil risiko. Akan Pricing ditetapkan sesuai dengan
Untuk sektor komersial 11- beragam antara segmen produk masing-masing, misalnya
Dibawah based lending rate p.a 14%* produktif dan multiguna. untuk UMKM secara langsung pada
atau sekitar 9% dan diatur secara produk UMKM milik Bank sendiri
Lending rate Korporasi = SBDK 8,5%
khusus untuk masing-masing *negotiable pada kisaran 11,00% - 15,00% p.a,
kerjasama Segmen produktif = KUR sebesar 6.00% p.a, KKLK
mencapai 20% 12,00% p.a dan sindikasi PNM
6,50% p.a.
Segmen konsumtif = >20%
Tabel Ikhtisar Studi Kasus
Bank A Bank B Bank C Bank D Bank E Syariah
Standard: 1% Biaya admin/komisi: 1%
Biaya provisi Provisi khusus, range = 0,125% Ada Biaya provisi: 1%, Biaya administrasi: 0,75%
p.a. dari plafon

Dana pihak Dana Pihak Ketiga dan Berasal dari dana pihak
Sumber dana Dana Pihak Ketiga Dana pihak ketiga
ketiga Permodalan Bank ketiga

Pada dasarnya untuk penyaluran Joint financing Sektor pertanian, peternakan, industri dan
MCF terutama dalam bentuk biasanya perdagangan.
Sejauh ini fokus pada
supplier/vendor/Distributor Financing difokuskan pada
otomotif. Namun tidak ada Ketiga sektor tersebut diharapkan dapat menjadi
diprioritaskan kepada principal yang pembiayaan
sektor prioritas dan pilar penunjang perekonomian di Bali selain sektor Perkebunan Kelapa
telah menjalin kerjasama dengan otomotif, namun
Sektor prioritas pembiayaan akan dilakukan pariwisata, dari sisi skema apabila disalurkan
Bank A. Tetapi tidak menutup untuk SCF sawit
selama sektor tersebut melalui korporasi non UMKM non lembaga
kemungkinan untuk principal yang pembiayaan
creditworthy dan mampu keuangan juga lebih efisien dari pemanfaatan SDM
belum menjalin kerjasama dengan difokuskan pada
menjaga risiko Bank dan dapat mengoptimalkan perputaran
membuat Surat Ketentuan sektor ritel dan
Pelayanan. properti cashflow debitur melalui Bank.

Bank mendapatkan sharing profit sebesar 1,50% -


Bank mendapatkan pendapatan 2,00% p.a, namun terdapat biaya premi asuransi
Benefit apabila bunga secara full sedangkan partner gagal panen, sehingga ada kepastian jika sewaktu-
Tidak
pembiayaan Fintech berhak atas platform fee yang waktu terjadi gagal bayar, bank mendapatkan klaim Tidak menggunakan
menggunakan Tidak mendapatkan informasi
melalui platform dikenakan kepada nasabah. Biaya dari perusahaan. Kemudian, verifikasi data nasabah platform P2P atau e-
platform P2P mengenai ini dari Bank C
p2p atau e yang timbul seperti biaya asuransi dan pemantauan on-the spot lapangan dijalankan commerce
atau e-commerce
commerce menjadi beban partner Fintech oleh Fintech sehingga meringankan bank. Pemilihan
lending. nasabah berdasarkan risk-scoring ditentukan oleh
perbankan.
Tabel Ikhtisar Studi Kasus
Bank A Bank B Bank C Bank D Bank E Syariah

Principal memberikan rekomendasi


potential supplier/buyer kepada bank.
Dalam konteks terjadi
Pelunasan kredit bersumber dari cashflow
gagal bayar,
usaha supplier/vendor/Distributor apabila Principal hanya
pertanggungjawaban
Keterlibatan Principal wanprestasi, sehingga memberikan rekomendasi Jika terjadi default,
adalah pihak partner
principal dalam pembayaran tetap menjadi kewajiban UMKM atau supplier yang akan klaim penjaminan
(korporasi/umkm). Perusahaan inti-plasma
menentukan siapa supplier/vendor/Distributor serta walaupun berhak mendapatkan 60%, kemudian
yang akan menentukan
penerima dana telah ada assessment terkait bonafiditas, pembiayaan atau Dalam hal channeling, piutang akan ditagih,
siapa saja yang berhak
dan kewajiban dan limit dan kemampuan cashflow Principal, menghubungkan risiko sepenuhnya ada di sehingga memang
untuk menerima dana
tanggung jawab Pejabat Kredit Lini tetap perlu mendalami kebutuhan pembiayaan Bank C. perlu memastikan
ketika default kelayakan proyek yang akan dikerjakan supplier dengan Bank B piutang ini lancar.
Dalam hal joint-financing,
Debitur dari sisi kemampuan debitur dalam sebagai penyedia dana
Bank C mengambil porsi
mengerjakan proyek maupun dari sisi
80% dan partner 20%.
lainnya yang mempengaruhi terhambatnya
pembayaran tagihan/piutang.

Rasio RPIM per


Porsi setiap • SCF: maksimal 100% dari dokumen
Rasio RPIM per Juni Desember 2021
skema terhadap penagihan yang telah mendapatkan Rasio RPIM per Juni
2022 17,2%. Sekitar 10- Tidak mendapatkan sebesar 45,18%.
MCF yang akseptasi dari Principal 2022 sebesar 27,49%.
12% dengan skema MCF informasi mengenai ini Namun, hingga saat ini
disalurkan • DF: Porsi pembiayaan bank sesuai Namun, pembiayaan inti-
sisanya adalah kredit dari Bank C belum ada
terhadap total dengan masing-masing Ketentuan plasma baru 0,5%
langsung. pembiayaan MCF dari
kredit Pelayanan Maksimal sebesar 80%
Bank D.
Tabel Ikhtisar Studi Kasus
Bank A Bank B Bank C Bank D Bank E Syariah
Supply Chain Financing (SCF) =

1. Agunan Pokok: Tagihan/piutang rekanan kepada Principal atas


pekerjaan barang dan/atau jasa sesuai dengaan kontak kerja

2. Agunan tambahan: Wajib dijamin oleh Perusahaan Tidak mensyaratkan


Penjamin/Asuransi sesuai ketentuan. Pejabat pemutus dapat collateral. Kalau korporasi Tergantung skema kredit
menambahkan agunan tambahan lainnya, apabila diperlukan. jaminannya A/R dan yang digunakan dalam
Namun masih mencari partner insurance yang bisa mengcover Tidak ada asuransi yang personal/ corporate penyaluran kreditnya dan
transaksi SCF – ini menjadi kendala karena hanya 2 (Bank A digunakan. Agunan atau guarantee. aspek risiko dari kredit,
Asuransi atau agunan insurance & Askrindo, preminya sudah sama dengan kredit lainnya). jaminan untuk skema biasanya adalah penjaminan
Jaminannya berupa aset inti.
yang digunakan SCF berupa invoice kredit (piutang). Pada KUR
Distributor Financing (DF) = yang dimiliki oleh Ada premi risiko maka wajib terdapat
supplier atau vendor. berdasarkan profil risiko, penjaminan kredit yang
1. Agunan Pokok: Persediaan barang dagangan dan piutang
jadi suku bunga akan biayanya disubsidi oleh
dagang nasabah terkait penjualan produk Principal
berbeda antara segmen pemerintah.
2. Agunan Tambahan: Dapat berupa kas/setara Kas dan/atau fixed produktif dan multiguna.
assets dengan bisaran minimal Nilai pengikatan agunan tambahan
dan diatur secara khusus untuk masing-masing Kerjasama.

Agunan tambahan sesuai kelas (bronze, platinum, dll) dan ini


besarannya 40% dari plafon kredit.
Semi-manual, prosesnya
Apakah sudah digital sudah menggunakan
SFTP. Pengajuan sebagian dapat
atau masih manual Proses masih manual,
dilakukan secara manual Pengajuan dilakukan secara
dalam proses Pengajuan dan pengecekan telah dilakukan automasi, dimana namun jika skala Klarifikasi underlying maupun terotomasi melalui manual, dimana perusahaan
pemberian kredit dan pengajuan awal dilakukan menggunakan aplikasi Bank Aspot oleh pembiayaan semakin
transaction masih manual aplikasi digiloan, namun inti datang langsung ke kantor
monitoring pemrakarsa RM besar maka akan dibuat untuk dalam pengecekan monitoringnya tetap manual bank
sistem tersendiri. invoice dan perlu proses ke lapangan.
verifikasi kepada partner
secara manual.
6. Kesimpulan

34
Kesimpulan
1. Pembiayaan rantai pasok pada dasarnya adalah jenis kredit yang menyediakan pinjaman
jangka pendek, sehingga dapat mengoptimalkan pengelolan arus kas
2. Secara umum, ada 2 jenis underlying asset dalam pembiayaan: Purchase order dan
approved invoices.
3. Risiko signifikan yang umum muncul dalam pemberian SCF adalah risiko default, sehingga untuk
memitigasi hal tersebut adalah dengan memberikan jaminan kredit atau asuransi kredit.
4. Idealnya pembiayaan SCF menggunakan platform berbasis IT
5. Dalam pemberian SCF, diperlukan ketelibatan beragam divisi di perusahaan principal/anchor,
dengan demikian perlu perlu mekanisme yang efektif antar divisi di perusahaan
principal/anchor.
6. Dengan berkembangnya Fintech, UMKM memiliki opsi untuk menggunakan fasilitas SCF yang
mana dalam operasionalisasinya sudah hampir sepenuhnya dilakukan secara online, dengan
waktu proses yang tidak lama dan suku bunga yang kompetitif
7. Model kerjasama antara bank dan Fintech dalam penyaluran kredit rantai pasok memungkinkan
bagi bank untuk menjangkau lebih banyak UMKM.
Key Success Factors
Stakeholders di Dalam Ekosistem MCF 1. Pelibatan seluruh Stakeholders dalam
ekosistem MCF;
Asosiasi Industri Penasihat 2. Perlu adanya peraturan yang menjadi
payung hukum implementasi MCF; termasuk
Pembuat Kebijakan
KPI atas pelaksaaan program MCF, dimana
Bank Sentral, Kementerian Keuangan
beberapa parameter yang bisa dimasukkan
Penyedia Pihak Ketiga Penyedia “Jasa Penuh” SCF sbb :
a) Jumlah dan nilai transaksi yang
tercatat
Para Pemberi Dana Bank
b) Jumlah Principal/Anchor onboarded
c) Jumlah UKM yang dibiayai
Penyedia Platform
Penjamin Kredit d) Jumlah dan volume yang dibiayai dari
penyandang dana yang berpartisipasi
e) Indikator tingkat pembiayaan untuk
UKM yang diberikan melalui program
Pemasok
UMKM Pembeli Distributor

Sumber: Tim Peneliti LPEM UI (2022)


Key Success Factors
LEMBAGA KEUANGAN PRINCIPAL

1. Memulai inisiatif implementasi SCF dengan pesan marketing 1. Memiliki target dan tujuan yang jelas atas keikutsertaan dalam program
yang tepat sasaran MCF
2. Melakukan kerjasama dengan Principal/Anchor yang memiliki 2. Memilih mitra lembaga keuangan yang tepat untuk implementasi MCF
reputasi baik dengan melihat kesamaan tujuan, dan disesuaikan dengan kebutuhan
3. Memastikan bahwa proses onboarding dari pemasok/distributor 3. Memiliki jaringan supplier/distributor yang cukup banyak dengan tingkat
bisa berjalan dengan lancar kebutuhan akan pembiayaan MCF yang cukup tinggi sehingga akan
4. Memilih segmen pasar yang membutuhkan pengelolaan modal meningkatkan potensi jumlah UMKM yang akan onboarding dalam
kerja dengan menawarkan produk yang sesuai skema pembiayaan MCF
5. Dengan karakteristik program MCF yang resource-intensive 4. Memiliki sumber daya yang cukup untuk bisa memonitor kinerja
business, maka lembaga keuangan perlu mengalokasikan supplier/distributor
sumber daya yang memadai, baik untuk mengembangkan IT
platform yang mendukung implementasi MCF atau dalam UMKM
pengembangan sumber daya manusia yang bisa menjadi 1. Mengetahui dengan baik fitur, manfaat dan tingkat risiko dari fasilitas
penghubung dengan Principal/anchor dan UMKM sebagai pembiayaan yang bisa digunakan
Supplier/Distributor. 2. Memiliki hubungan yang baik dengan mitra Principal/Anchor yang akan
6. Menerapkan risk management system yang terintegrasi dengan memberikan referensi kepada lembaga keuangan untuk memberikan
berfokus pada risiko yang muncul pada setiap pihak yang terlibat fasilitas pembiayaan.
dalam implementasi MCF 3. Adanya komitmen untuk menggunakan dana sesuai dengan
peruntukannya.
Thank you!

38
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat
Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Indonesia
(LPEM FEB UI)
Alamat Jl. Salemba Raya No. 4, Jakarta 10430
Address
Indonesia

Email lpem@lpem-feui.org
Website www.lpem.org

Informasi EFI Phone: +62-21-314-3177 ext 507, 511


EFI Information Email: efi@lpem-feui.org

Informasi Pelatihan Phone: +62-21-314-3177 ext 620, 621, 622, 623


Training Information Email: diklat@lpem-feui.org

Informasi Umum Phone: +62-21-314-3177 ext 620, 621, 622, 623


General Information Email: info@lpem-feui.org

Anda mungkin juga menyukai