Anda di halaman 1dari 14

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kanker Payudara

2.1.1 Pengertian Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan suatu gambaran pertumbuhan penyakit yang sangat

ganas yang berasal dari sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara. Awalnya

sel kanker berkembang sebagai suatu hiperplasia sel dengan perkembangan sel-sel yang

atipikal. Perkembangan selanjutnya sel ini berubah menjadi karsinoma insitu dan

menginvasi stoma (Maria et al., 2017).

Kanker payudara adalah tumor ganas yang berawal dari dalam sel-sel payudara

tersebut. Penyakit ini terjadi hampir seluruhnya terjadi pada wanita, tetapi pria juga bisa

mendapatkannya. Secara umum diperkirakan kanker payudara merupakan penyebab

kematian tertinggi akibat kanker setelah kanker paru. Pada penduduk perempuan,

kanker payudara masih menempati urutan pertama kasus baru dan kematian, yaitu

sebesar 43,3% kasus baru dan 12,9% kematian (Kemenkes, 2015).

2.1.2 Etiologi

Kanker payudara berasal dari kelenjar susu sekretorik, tepatnya di lobulus perifer.

Beberapa faktor risiko kanker payudara yang terkenal, seperti usia, faktor reproduksi,

riwayat menstruasi, riwayat kesehatan pribadi, paparan radiasi, pengguna terapi insulin,

alkohol, diet tinggi lemak atau faktor genetik, dan lingkungan. Faktor pertumbuhan yang

dapat mendorong pertumbuhan sel-sel ganas menjadi tidak normal. Walaupun diketahui

banyak faktor risiko kanker payudara, ternyata 75% tidak ada kaitannya dengan faktor

risiko yang ada (CancerHelps, 2010).

Faktor-faktor etiologi yang memicu terjadinya kanker payudara sebagai berikut :

1. Faktor Usia
Seiring bertambahnya usia, risiko terkena kanker payudara semakin meningkat.

Namun hal ini belum bisa dipastikan karena penderita tidak hanya didominasi oleh

orang dewasa atau orang lanjut usia, tetapi juga dapat dirasakan oleh remaja.

2. Faktor Genetik

Ada dua jenis gen-BRCA1 dan BRCA2 yang sangat mungkin menjadi faktor risiko

terjadinya kanker payudara. Jika ibu atau saudara perempuannya menderita kanker

payudara, risiko terkena kanker payudara bisa dua kali lipat dibandingkan wanita

lain yang dalam keluarganya tidak menderita kanker payudara.

3. Pemakaian Obat-obatan

Sebagai contoh, seorang wanita yang menggunakan terapi obat hormon pengganti

(Hormon Replacement Therapy atau HRT), seperti hormon esterogen yang akan

menyebabkan peningkatan risiko menderita penyakit kanker payudara.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Menurut (Brilliana et al., 2017) tanda dan gejala pada kanker payudara sebagai berikut :

1. Fase awal kanker payudara adalah asimtomatik (tanpa ada gejala dan

tanda).Asimtomatik atau tanpa ada gejala merupakn fase awal yang dirasakan

penderita kanker, biasanya tak bergejala hal ini mengakibatkan kanker sulit dideteksi

karena tak bergejala, namun hal ini sangat sedikit yang ditimbul oleh penderita

kanker.

2. Kulit

Infeksi , nyeri dan pendarahan merupakan gejala awal terjadinya kanker payudara,

hal ini akibat terjadinya sel-sel kulit menjadi berubah dari kulit yang sehat. Pada

kanker payudara kulit penderita mengakibatkan perubahan yaitu munculnya sisik

disekitar putting dan aerola hal ini ada sensasi terbakar dan kulit kering serta kulit

menjadi cekung dan kering terjadi adanya retraksi atau deviasi puting susu. Adanya

9
benjolan atau penebalan pada payudara merupakan tanda dan gejala yang paling

umum. Pada area putting susu ketika ditekan akan terasa nyeri dan berdarah diarea

putting, terjadi penebalan dengan pori-pori menonjol yang serupa seperti kulit jeruk

hal ini terjadi karena adanya penumbukan cairan geah bening pada area payudara.

3. Nodul

Jika ada keterlibatan nodul, mungkin menjadi keras, pembesaran nodul limfa

aksilaris membesar dan atau nodus supraklavikula teraba pada daerah leher

(Brilliana et al., 2017).

4. Nyeri pada bahu

Nyeri pada bahu menandakan bahwa sel kanker telah bermetastase ke bagian

tulang, hal ini diakibatkan tulang melepaskan kalsium ke aliran darah dengan batas

normal sehingga berdampak rasa haus, kekurangan nafsu makan dan mual. Jika

tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan mengakibatkan kematian.

5. Gangguan pencernaan

Dalam hal ini gangguan pencernaan merupakan tanda dan gejala pada kanker

payudara hal ini ditandai, mual, muntah, diare dan kehilangan nafsu makan hal ini

terjadi karena adanya gumpalan darah pada pembuluh darah yang menjadi

penghalang untuk aliran normal masuk sehingga meningkatkan tekanan dalam

suatu ruangan. Pada penderita Kanker asites juga dapat terjadi sebagai akibat dari

kanker yang disebut asites malignant yang merupakan stadium lanjutan dari organ

dalam seperti kanker colon, pancreas, rongga perut, lambung, payudara, limfoma,

paru dan ovarium (Qomariah et al., 2017).

2.1.4 Stadium Penyakit Kanker Payudara

Menurut (Lasari et al., 2014) stadium kanker payudara ada 3 tahapan yaitu :

a. Stadium I

10
Kanker invasif kecil, ukuran tumor kurang dari 2 cm dan tidak menyerang

kelenjar getah bening. Pada stadium ini, ukuran kanker tidak melebihi dari 2 -

2,25 cm, dan tidak ada penyebaran (metastasis) didaerah kelenjar getah bening

ketiak. Pada stadium I ini, peluang untuk penyembuhan secara sempurna adalah

70 %. Untuk memeriksa adanya kanker atau tidak metastasis ke bagian tubuh

yang lain, harus diperiksa melalui cek laboratorium.

b. Stadium II

Kanker invasif, ukuran tumor 2-5 cm dan sudah menyerang kelenjar getah

bening. Pada stadium ini tumor mengalami perubahan yaitu lebih besar dari

2,25 cm dan telah terjadi metastasis di kelenjar getah bening di ketiak. Pada

stadium ini, kemungkinan seseorang sembuh hanya 30 -40 % tergantung dari

luasnya kondisi penyebaran sel kanker tersebut. Pada tahap I dan II biasanya

dilakukan pembedahan tujuannya untuk mengangkat sel-sel kanker yang telah

bermetastasis, dan dilakukan radiasi setelah pembedahan tujuannya untuk

memastikan tidak ada lagi sel kanker yang tersisa atau tertinggal.

c. Stadium III

Kanker invasif besar, ukuran tumor melebihi 5 cm dan adanya benjolan yang

sudah menonjol ke permukaan kulit dan pecah, terjadi pendarahan atau

purulen(bernanah). Tumor yang mengalami perubahan cukup besar akan

mengakibatkan sel kanker menyebar ke seluruh tubuh, dan hampir tidak ada

peluang untuk sembuh. Pengobatan payudara pada tahap ini sudah tidak ada

artinya lagi. Biasanya hanya diobati dengan radiasi dan kemoterapi (obat yang

dapat membunuh sel kanker). Tujuannya dilakukan operasi yaitu untuk

mengangkat bagian payudara yang sudah parah atau sudah tidak bisa dilakukan

pengobatan lagi . Oleh karena itu usaha yang dilakukan pasien kanker yaitu

11
untuk menghambat proses terjadinya perkembangan sel kanker dalam tubuh

dan untuk mengurangi penderitaan penderita sebanyak mungkin.

2.1.5 Patofisiologi Kanker Payudara

Sel kanker timbul dari sel normal tubuh yang mengalami transformasi sebagai

akibat dari kerusakan DNA akibat paparan kimiawi maupun fisik yang disebut

dengan karsinogenesis. Kerusakan DNA menyebabkan mutasi gen vital yang

mengontrol pembelahan sel sehingga terjadi hiperproliferasi sel yang tidak

terkendali dan terjadi terus-menerus sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan

yang abnormal yang disebut neoplasma. Pada tahap awal, neoplasma berkembang

menjadi karsinoma (I Nareswari, N.R. Haryoko, 2017).

Menurut (Cahyawati, 2018) patofisiologi kanker payudara dibagi dalam tiga

tahap: kanker payudara primer, metastasis ke kelenjar getah bening aksila, dan

metastasis jauh.

a. Kanker Payudara Primer

Sebagian besar kanker payudara ditandai dengan fibrosis jaringan stroma dan

epitel payudara. Seiring pertumbuhan kanker dan invasi kanker ke jaringan sekitar,

respon desmoplastik menyebabkan pemendekan ligamentum suspensorium

Cooper sehingga terjadi gambaran retraksi kulit payudara. Saat aliran limfatik dari

kulit ke kelenjar getah bening lokal terhambat, terjadilah edema lokal yang ditandai

oleh tampilan kulit jeruk (peau d’orange). Kanker kulit akan menyebabkan luka

spontan pada kulit ketika sel kanker mulai menginvasi kulit. Invasi lebih lanjut ke

sel-sel kulit di sekitar luka akan menyebabkan pembentukan nodul satelit di sekitar

luka. Selain itu, lebih dari 60% rekurensi kanker payudara terjadi pada organ jauh.

20% kanker payudara mengalami rekurensi lokal-regional, dan 20% merupakan

campuran (lokal-regional dan bermetastasis jauh).

12
b. Metastasis Kelenjar Getah Bening Aksila

Saat kanker payudara primer membesar, sel kanker menyusup ke celah antar

sel dan pindah ke sistem limfatik menuju kelenjar getah bening regional, terutama

kelenjar getah bening aksila. Kelenjar getah bening yang terlibat awalnya teraba

lunak namun menjadi keras dan mengalami konglomerasi seiring pertumbuhan sel

kanker. Sel kanker mampu tumbuh hingga kapsul kelenjar getah bening dan

memfiksasi struktur lain di ketiak dan dinding dada. Semakin banyak kelenjar getah

bening aksila yang terlibat, maka semakin kecil peluang kesintasan (survivorship).

Pasien yang tidak memiliki keterlibatan kelenjar getah bening aksila berisiko < 30%

mengalami rekurensi dibandingkan pasien yang memiliki keterlibatan kelenjar getah

bening yang berisiko 75% terhadap rekurensi.

c. Metastasis Jauh

Metastasis jauh terjadi secara hematogenik setelah neovaskularisasi. Aliran

darah vena yang terlibat dalam metastasis jauh antara lain vena interkostal dan aksila

menuju paru-paru dan plexus vena Batson yang menuju kolumna vertebra. Hampir

60% pasien kanker payudara mengalami metastasis jauh dalam 5 tahun pertama

pengobatan. Pasien tanpa ekspresi reseptor estrogen (ER-) memiliki risiko lebih

besar mengalami rekurensi dalam 3-5 tahun pertama dibanding pasien dengan

ekspresi reseptor estrogen (ER+).Organ yang paling sering terlibat dalam

metastasis berdasarkan kekerapannya berturut-turut adalah tulang, paru-paru,

pleura, jaringan lunak, dan hati. Metastasis ke otak lebih jarang terjadi.

2.1.6 Komplikasi Kanker Payudara

Menurut (Rasjidi, 2010) Komplikasi kanker payudara sebagai berikut :

1. Gangguan Neurovaskuler

2. Metastasis : otak, paru, hati, tulang tengkorak, vertebra, iga, tulang panjang.

13
3. Fraktur patologi

4. Fibrosis payudara

5. Kematian

6. Nyeri pada area operasi

7. Infeksi

8. Bengkak pada area operasi

9. Keterbatasan gerakan lengan/pundak

10. Kumpulan bekuan darah (hematoma) pada area operasi (Sobri et al., 2020).

2.2 Konsep Kualitas Tidur

2.2.1 Pengertian Tidur

Tidur adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang memiliki manfaat untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Setiap manusia memerlukan kebutuhan

tidur yang cukup tujuannya agar tubuhnya dapat berfungsi secara normal dan bugar

kembali. Pada kondisi tidur, tubuh melakukan suatu proses pemulihan untuk

mengembalikan stamina, energi yang telah terkuras habis karena aktivitas yang

dilakukan sehingga dengan tidur tubuh berada dalam kondisi yang optimal

kembali(Sarfriyanda et al., 2015). Komponen penting yang perlu diperhatikan

dalam tidur yaitu kualitas tidur dan kuantitas hidup, jika terjadi gangguan terhadap

keduanya maka dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap tubuh. Tidur yang

kurang dapat mengakibatkan gangguan dalam berfikir, penurunan daya tahan

tubuh, ketidakstabilan tanda-tanda vital serta gangguan keseimbangan fisiologi.

Kualitas tidur malam yang abnormal atau buruk akan mengakibatkan penurunan

aktivitas sehari-hari sehingga kegiatannya akan terganggu, maka hal ini akan

menimbulkan seseorang tidur ditempat kerja sehingga konsentrasi pekerjaanya

terganggu , merasa lelah dan mengalami sifat mudah marah(Ilmaz et al., 2017).

14
2.2.2 Fisiologis Tidur

Fisiologi tidur adalah suatu keadaan yang relaks tanpa adanya tekanan

emosional dan bukan hanya dalam keadaan tidak melakukan aktivitas tetapi

berhenti sejenak, kondisi ini membutuhkan sebuah ketenangan sehingga hal ini

dapat menyegarkan badan dan melepaskan lelah(Pratiwi et al., 2017). Berikut

karakteristik tidur yaitu :

a. Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi

b. Merasa diterima

c. Mengetahui apa yang sedang terjadi

d. Bebas dari gangguan ketidaknyaman

e. Mempunyai sejumlah kepuasaan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan.

2.2.3 Fase Tidur

Secara umum siklus tidur dibagi menjadi 2 fase yaitu fase Tidur gelombang lambat/

Non Rapid Eye Movement (NREM) dan Tidur paradoks/ Rapid Eye Movement (REM)

, berikut tahapannya:

1. Tidur gelombang lambat/ Non Rapid Eye Movement (NREM) adalah fase awal

tidur yang akan memberikan pemulihan dan ketenangan pada tubuh dan oto-

otot secara keseluruhan, bukan hanya itu saja tetapi suhu badan, tekanan darah

juga mengalami penurunan serta menjadikan pernafasan menjadi normal dan

terartur. Tidur jenis ini memiliki 4 tahapan sebagai berikut :

a. Tahap 1 (Permulaan Tidur )

Tahap ini disebut sebagai tahap awal tidur yang dimulai dari menutup mata

ketika seseorang memulai untuk tidur, dalam fase ini gerakan bola mata

mengalami perubahan menjadi lambat sehingga mengakibatkan otot pada

tubuh menjadi relaks. Pada tahap ini seseorang masih mudah dibangunkan

15
lewat berbagai cara yaitu dipanggil namanya ataupun ditepuk bagian

tubuhnya, terkadang hal ini yang dirasakan seseorang kita tidur seperti

merasakan sensasi jatuh hal ini bersifat normal. Pada tahap memerlukan

waktu beberapa menit untuk memasuki tahap berikutnya.

b. Tahap 2

Tahap ini seseorang memasuki tidurnya lebih dalam, hal ini ditandai oleh

tidak adanya gerakan dari bola mata sehingga aktivitas otak menjadi

melambat., denyut jantung dan pernapasan menurun serta metabolisme

juga menurun. Pada tahap ini seseorang memerlukan waktu 10-15 menit.

c. Tahap 3

Tahap ini disebut sebagai tahap awal tidur dalam yang didominasi oleh saraf

parasimpatis, fase ini seseorang sulit dibangunkan hanya dengan tepukan

ringan . hal ini ditandai oleh gelombang listrik yang ada diotak menjadi

lambat sampai cepat, denyut nadi dan frekuensi napas menjadi menurun.

d. Tahap 4

Tahap ini merupakan seseorang dalam tahapan tidur dalam, hal ini

seseorang mengalami keadan tidur sulit untuk bangun. Sehingga hal ini

ditandai otak bekerja dengan sangat lambat , mengakibatkan kualitas tidur

pada tahap ini menjadi bagus dengan adanya perubahan saat bangun badan

menjadi segar. setelah tahap 4 dilanjutkan memasuki tahap REM(Rajab et

al., 2018).

2. Tidur paradoks/ Rapid Eye Movement (REM) adalah fase ini memiliki ciri yang

khas yaitu adanya pergerakan bola mata kekiri dan kenan dengan irama cepat

hal ini tanpa disadari, bukan hanya itu pernapasan dalam fase ini menjadi cepat.

Dalam tahap ini seseorang membutuhkan waktu kurang lebih 90 menit setelah

tertidur kemudian siklus ini akan terjadi lagi mulai awal, proses terjadinya

16
mimpi berada pada tahap ini. Dalam satu siklus dapat menghabiskan waktu

sebanyak 90-110 menit sehingga saat tidur pada malam hari seseorang akan

mengalami 4-5 kali siklus dalam tidurnya(Sofwan, 2013).

2.2.4 Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu kepuasaan seseorang terhadap tidurnya, sehingga

orang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan

merasakan gelisah, lesu dan apatis, mengalami perubahan warna dibawah mata

(mata panda), kelopak mata bengkak, konjungtiva mengalami kemerahan, sakit

kepala dan sering menguap atau mengantuk. Kualitas tidur yang baik akan

memberikan pikiran positif dan perasaan tenang dipagi hari, perasaan yang energik,

dan tidak mengalami gangguan tidur, sehingga kualitas tidur baik sangat penting

untuk menunjang pola hidup sehat bagi semua orang(Arnis, 2018). Adapun

karakteristik yang dapat digunakan untuk menilai kualitas tidur sebagai berikut :

1. Latensi tidur

Latensi tidur adalah suatu waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan

aktivitas tertidur, yang dapat dihitung dengan menggunakan selisih antara waktu

menuju ke tempat tidur dengan waktu pada saat seseorang akan tertidur. Latensi

diartikan suatu durasi tidur yang dimulai dari berangkat tidur hingga saat

seseorang sudah terlelap. Kualitas tidur yang baik hanya membutuhkan waktu

kurang lebih 15 menit seseorang akan tertidur atau memasuki tahapan tidur

secara lengkap. Tetapi jika seseorang yang mengalami gangguan tidur akan

membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit sehingga hal ini menandakan orang

tersebut berada dalam level insomnia atau bisa diartikan seseorang yang

mengalami kesulitan dalam memasuki tahapan tidurnya.

2. Durasi tidur

17
Durasi tidur adalah waktu tidur yang dialami seseorang mulai dari tidur sampai

terbangun tanpa mengalami bangun tengah malam. Kebutuhan tidur orang

dewasa secara cukup yaitu 7-9 jam perhari setiap malamnya sehingga hal ini

dikategorikan memiliki kualitas tidur yang baik.

3. Efisiensi tidur

Efisiensi tidur adalah suatu nilai yang berasal dari perbandingan jumlah waktu

tidur yang ditetapkan dengan durasi tidur seseorang. Efisiensi dikatakn baik jika

seseorang memiliki kebiasaan tidur lebih dari 85% persen.

4. Gangguan tidur

Gangguan tidur adalah suatu kondisi seseorang yang mengalami kesulitan untuk

memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur, maupun terbangun terlalu

cepat di pagi hari. Gangguan ini dapat menyebabkan ketidakpuasan terhadap

kuantitas dan kualitas tidur dan dapat bersifat sementara ataupun menetap

dalam tidurnya.

5. Penggunanan obat tidur

Dengan adanya penggunaan obat-obatan dapat menjadi faktor kualias tidur.

Penggunaan obat-obatan yang mengandung sedatif dapat mengindikasikan

adanya masalah tidur. Obat-obatan yang mempunyai efek samping terhadap

terganggunya tidur aka menyerang pada tahap REM. Oleh karena itu, setelah

mengkonsumsi obat yang mengandung sedatif, seseorang akan mengalami

kesulitan untuk tidur yang disertai dengan frekuensi terbangun di tengah malam

sehingga akan berdampak sulitnya untuk tidur kembali (Ningrum, 2017).

2.3 Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Tidur

Setiap orang memiliki kebutuhan tidur yang berbeda-beda, sehingga hal ini

yang dapat mempengarui kualitas dan kuantitas tidur. Tidur yang berkualitas dapat

18
mempengaruhi penyembuhan penyakit bagi pasien kanker payudara. Menurut hal-

hal yang dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang yaitu :

1. Status Kesehatan

Status kesehatan dapat mempengaruhi kualitas tidur, hal ini jika

kualitas tidur baik maka akan memperoleh kondisi tubuh yang bugar tanpa

disertai penyakit sehingga didapatkan tidur dengan pemenuhan tahap tanpa

adanya gangguan seperti rasa nyeri yang dirasakan oleh penderita kanker

payudara. Oleh karena, itu seseorang yang mengalami sakit memerlukan

waktu yang cukup untuk tertidur tujuanya untuk kesembuhan

penyakitnya(Tarwoto, 2010).

2. Lingkungan

Modifikasi pada lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kualitas

tidur, karena lingkungan berperan penting dalam ketenangan dan

kenyamanan yang berhubungan dengan gangguan tidur. Lingkungan yang

aman, nyaman, tidak bising dan gaduh akan memberikan efek positif bagi

lingkungannya serta dapat membantu mengoptimalkan penyembuhan

penyakitnya dan sebaliknya jika lingkungan yang kotor, bising dapat

menjadi faktor pengganggu suasana hati sehingga menjadi faktor yang

menurunkan kualitas tidurnya(Tarwoto, 2010).

3. Stress Psikologi

Pada stress psikologi dapat mempengaruhi mood dari seseorang.

Depresi dan cemas merupakan salah satu contoh dari gangguan psikologis,

hal ini mengaktifasi peningkatan nonepinefrin darah melalui saraf simpatis.

Dimana hormone ini berpengaruh teradap pengurangan tahap REM dan

NREM di tahap tidur ke IV. Tidur dalam tahap NREM dapat merangsang

produksi hormon pertumbuhan (Growth Hormon) yang akan membantu

19
dalam memperbaiki jaringan tubuh. Tidur REM diperlukan untuk menjaga

jaringan otak dan penting untuk pemulihan kognitifnya(Heriana, 2014).

4. Kecemasan

Kecemasan timbul sebagai respon terhadap stres yang akan

mempengaruhi stres fisiologi dan psikologis. Kecemasan sering

mengganggu aktivitas tidur sehingga menimbulkan dampak pada pikiraanya

yang dipenuhi dengan masalah pribadi dan merasa sulit untuk rileks saat

akan memulai tidur. Kecemasan meningkatkan kadar nonepinefrin dalam

darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Sehingga perubahan ini

menyebabkan pada tahap IV NREM dan REM serta lebih banyak

perubahan dalam tidur dan sering terbangun (Purwati, Ma’rifah, et al.,

2015).

5. Motivasi

Motivasi memiliki peran penting dalam mendorong seseorang untuk

melakukan aktivitas tidurnya, sehingga memiliki dampak positif seseorang

dalam menahan kantuknya. Ketika seseorang memiliki motivasi untuk tidak

tertidur maka ia akan berusaha mempertahankan kondisi tersebut(Heriana,

2014).

6. Alkohol

Alkohol memiliki dampak buruk dalam menekan REM secara normal

terhadap seseorang yang mengkonsumsi alkohol, penekanan pada tahap

REM dapat menimbulkan insomnia dan meningkatkan emosional atau

cepat marah (Heriana, 2014).

7. Kelelahan

Kelehan memiliki dampak pada aktivitas tidur seseorang yaitu

memperpendek periode pertama dalam tahap REM (Tarwoto, 2010).

20
8. Obat-obatan

Obat yang dikonsumsi seseorang memiliki efek yang menyebabkan

tidur, adapula yang sebaliknya menganggu tidur, sebagai berikut :

1) Diuretik : Yang dapat menyebabkan insomnia

2) Antidepresan : Yang dapat mensupresi REM

3) Kafein : Yang dapat meningkatkan saraf simpatis

4) Beta- bloker : Yang dapat menimbulkan insomnia

5) Narkotika : Yang dapat mensupresi REM (Tarwoto, 2010).

21

Anda mungkin juga menyukai