Proses pembuatan
Gudeg dibuat dari daging buah nangka yang masih mentah. Berbeda dengan daging buah nangka
matang, yang lembut, kuning cerah, berminyak dan rasanya sangat manis, nangka mentah
memiliki konsistensi padat dan agak kering, bergetah, berwarna keputihan atau krem ringan dan
tidak bisa dimakan mentah. Setelah kulitnya dikupas, nangka muda dipotong kecil-kecil dan
direbus terlebih dahulu dalam air mendidih sampai lunak. Setelah itu, potongan nangka
dituangkan dengan santan - sering dicampur dengan air kelapa, dibumbui dengan bumbu tertentu
dan direbus lama—biasanya selama 4-6 jam.
Warna gudeg dihasilkan terutama oleh bumbu rempah-rempah yang digunakan. Rempah-rempah
ini juga memberikan cita rasa utama rasa gudeg, karena daging mentah nangka muda sebenarnya
tidak memiliki rasa khusus. Gudeg hadir dalam berbagai warna, mulai dari hampir putih atau
krem muda hingga merah tua atau coklat. Variasi warna hidangan hidangan ini menjadi julukan
jenis gudeg tersebut, gudeg putih dan gudeg merah. Variasi gudeg putih disiapkan dengan
rempah-rempah yang tidak terlalu mengubah warna produk
asli: lumbang, ketumbar, lengkuas, jahe, bawang merah, bawang putih, lada hitam. Pada gudeg
merah, rempah-rempah dan bumbu lain ditambahkan selain bumbu diatas, yang memberi warna
lebih gelap pada bubur nangka yang dihasilkan. Pewarna merah biasanya dari
daun jati dan Moringa oleifera, biasanya juga ditambahkan terasi, yang memberi nuansa warna
merah-kecoklatan. Selain itu, di Indonesia modern, teh celup terkadang dimasukkan ke dalam
hidangan selama proses perebusan untuk memberikan warna gelap dan rasa asam yang lebih
pekat pada gudeg. Teh ini kemudian diangkat sesudah hidangan matang. Dalam semua jenis
gudeg—baik gudeg kering dan basah, atau gudeg merah dan putih—biasanya ditambahkan gula
aren, sebagai pemanis. Rasa manis inilah yang menjadi cita rasa khas gudeg.
Penyajian
Jika disajikan sendiri, gudeg dapat dianggap sebagai makanan vegetarian, karena hanya terdiri
dari nangka mentah dan santan. Namun, gudeg biasanya disajikan dengan telur atau daging
ayam. Gudeg sering kali disajikan dengan nasi putih dan ayam, baik opor ayam atau ayam
goreng, telur pindang, opor telur atau telur rebus biasa, tahu dan/atau tempe, serta sambel goreng
krecek (rebusan yang terbuat dari kulit sapi renyah).
Gudeg dapat dikemas ke dalam besek (kotak yang terbuat dari bambu) atau kendil (guci tanah
liat), atau kalengan. Gudeg kalengan bisa bertahan hingga satu tahun, meski rasanya tidak
sebagus yang baru dimasak.
Warung dan restoran yang menyajikan gudeg dapat ditemukan di seluruh kota di Indonesia,
seperti Jabodetabek. Gudeg adalah hidangan populer di restoran Jawa, dan dapat ditemukan di
negara tetangga, seperti Singapura.
Varian
Ada beberapa jenis gudeg; kering, basah, gaya Yogyakarta, gaya Solo dan gaya Jawa Timur.
Gudeg kering hanya memiliki sedikit santan dan memiliki sedikit kuah. Gudeg basah
mengandung lebih banyak santan. Gudeg yang paling umum berasal dari Yogyakarta, dan
biasanya lebih manis, lebih kering dan berwarna kemerahan karena penambahan daun jati
sebagai pewarna. Gudeg solo dari kota Surakarta lebih berair dan berkuah, banyak santan, dan
berwarna keputihan karena umumnya tidak ditambahkan daun jati. Gudeg Yogyakarta biasa
disebut "gudeg merah", sedangkan gudeg Solo disebut juga "gudeg putih". Gudeg gaya Jawa
Timur memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan dengan gudeg gaya Yogyakarta yang lebih
manis.
Gudeg secara tradisional diasosiasikan dengan Yogyakarta, dan Yogyakarta terkadang dijuluki
"Kota Gudeg" (kota gudeg). Pusat restoran gudeg Yogyakarta berada di kawasan Wijilan sebelah
timur Kraton Yogyakarta.
Seperti halnya banyak masakan Indonesia lainnya, berbagai jenis Gudeg secara tradisional
dianggap sebagai kuliner khas kota atau daerah tertentu dan dijuluki dengan nama "geografis"
masing-masing. Oleh karena itu, Gudeg merah sering disebut gudeg "Yogyakarta", dan Gudeg
putih disebut gudeg "Surakarta", sesuai dengan nama kota asalnya di Jawa Tengah tersebut.
Di Jawa, Gudeg merupakan hidangan populer di rumah, restoran, dan jajanan kaki lima. Gudeg
dijajakan dalam industri katering dari semua tingkatan, dari restoran, warung makan, hingga
gerobak pedagang kaki lima, atau menggunakan mobil khusus untuk berjualan. Di warung-
warung dan toko-toko tradisional, kotak kardus atau keranjang kecil yang dianyam dari baambu
sering digunakan sebagai wadah hidangan gudeg.
Salah satu daya tarik Yogyakarta adalah Jalan Wijilan, yang terletak di bagian tengah kota di
sekitar Keraton Yogyakarta, dipenuhi dengan puluhan restoran dan toko yang mengkhususkan
diri menjual Gudeg, banyak di antaranya buka 24 jam. Banyak pecinta gudeg atau wisatawan
kuliner datang ke sini setiap hari. Gudeg juga didistribusikan dari sini ke daerah atau kota di
sekitanya. Beberapa restoran "Gudeg" lokal ini telah berdiri lebih dari enam puluh tahun dan
terkenal hingga di luar kota Yogyakarta.
Sejak tahun 1920-an, industri makanan Indonesia telah memproduksi makanan kaleng siap saji.
Gudeg juga kadang dijual sebagai makanan kalengan, gudeg kaleng ini biasanya berisi gudeg
matang atau setengah matang yang dilengkapi dengan bumbu dan rempahnya. Namun, ada pula
gudeg kaleng yang hanya berupa rebusan daging nangka cincang dan harus dimasak sendiri.
Resep Gudeg Kering
Bahan-bahan:
Bumbu halus:
15 siung bawang merah
4 siung bawang putih
150 gr gula merah
3 sdt garam
4 sdm ketumbar
Cara membuat:
Bahan:
300 gram nangka muda
1 ekor ayam kampung, potong
5 buah tahu
100 gram krecek
500 ml santan kental
1700 ml santan cair
500 gram gula kelapa
3 ruas lengkuas
3 buah cabai rawit
10 lembar daun salam
Bumbu halus:
40 butir bawang merah
20 siung bawang putih
6 sendok makan ketumbar
Garam secukupnya
40 buah bawang merah
20 siung bawang putih
5 buah cabai merah