Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

MANAJEMEN KOMUNIKASI
  
  
  

MANAJEMEN KOMUNIKASI PEMERINTAH PRESIDEN JOKOWI


DALAM MENANGANI PANDEMI COVID-19

NAMA: 
Jasmine Lestari, 208080004 
 

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI 


UNIVERSITAS PASUNDAN 
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Hadirnya Covid-19, selain tentunya berdampak pada kesehatan masyarakat dunia,

salah satu yang terdampak cukup besar adalah pada sektor ekonomi. World Economic Forum

(WEF) memandang penyebaran virus corona (Covid-19) mulai menunjukkan dampak

ekonomi terhadap dunia. Banyak negara yang memprediksikan ekonominya akan mengalami

resesi. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi sejumlah negara akan negatif. Bahkan, negara-

negara berkembang mengalami kesulitan tiga kali lipat dibanding negara maju dalam

menyelesaikan Covid-19 ini. International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan bahwa 170

negara akan mengalami pertumbuhan pendapatan per kapita negatif tahun ini (Praditya, 2020).

Dalam konteks Indonesia, pandemi ini juga memberikan dampak yang cukup besar

pada sektor ekonomi. Pandemi mampu membuat indeks bursa saham rontok, rupiah

terperosok, dan pelaku di sektor riil mengalami kesulitan berusaha. Lembaga keuangan dunia,

ekonom, dan otoritas pemerintah membuat sejumlah prediksi ekonomi bahwa Indonesia bisa

masuk dalam skenario terburuk jika pandemi ini tidak ditangani dengan benar. Pada

perdagangan 24 Maret 2020, indeks harga saham gabungan ditutup turun 1,3 % di level 3.937.

Sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menyentuh posisi

terendahnya sepanjang delapan tahun terakhir. IHSG pernah jatuh di level 3.000 yakni pada

24 Juni 2012 di posisi 3.955,58. Tidak hanya merontokkan pasar modal, Covid-19 juga

menjatuhkan nilai tukar rupiah. Tercatat pada 23 Maret 2020, harga jual dolar Amerika

Serikat di lima bank besar menembus Rp17 ribu (Aria, 2020).


Selain memberikan dampak secara ekonomi, Covid-19 juga memberikan dampak

berupa krisis politik. Di Kosovo, Covid-19 bahkan mampu meruntuhkan Perdana Menterinya

yakni Albin Kurti. Terdapat 82 dari 120 suara legislatif mendukung penuh mosi tidak percaya

terhadap Perdana Menteri tersebut yang tidak ingin menetapkan status darurat terhadap

pandemi Covid-19 (Kumparan, 2020). Maka Covid-19 benar-benar menjadi krisis yang cukup

besar di berbagai sektor bagi berbagai dunia, tidak hanya Indonesia.

Manajemen komunikasi pemerintahan memiliki peran penting dalam penanganan

pandemi Covid-19. Pengertian komunikasi pemerintahan pada dasarnya adalah segala sesuatu

tentang pengaturan dan praktik komunikasi yang berlangsung di ruang lingkup pemerintahan,

khususnya eksekutif.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini mengenai Manajeman Komunikasi

Pemerintahan Presiden Jokowi dalam Menangani Pandemi COVID-19?


ISI

Pengertian Manajemen Komunikasi

Manajemen komunikasi pada dasarnya adalah suatu perpaduan ilmu komunikasi

dengan teori manajemen untuk bisa diterapkan dalam berbagai latar tempat belakang suatu

komunikasi.

Manajemen komunikasi juga bisa diartikan sebagai suatu perencanaan yang sistematis,

penerapan, pemantauan, serta revisi dari seluruh saluran komunikasi dalam suatu perusahaan

atau organisasi dan juga antar organisasi yang mencakup organisasi serta penyebaran instruksi

pada komunikasi baru yang tersambung dengan jaringan, organisasi atau suatu teknologi

komunikasi.

Menurut Lebler dan Barker menerangkan bahwa manajemen komunikasi adalah suatu

proses yang dilakukan secara sistematis antar tiap anggota dalam suatu organisasi atau

perusahaan untuk menjalankan berbagai fungsi manajemen agar bisa menyelesaikan suatu

pekerjaan dengan proses negosiasi pemahaman atau pengertian yang terjadi pada tiap orang

untuk bisa mencapai tujuan bersama.

Pengertian dan Tujuan Komunikasi Pemerintah

Erliana Hasan (2005) menyebutkan bahwa komunikasi pemerintahan adalah

penyampaian ide, program, dan gagasan pemerintah kepada masyarakat dalam rangka

mencapai tujuan begara. Komunikasi pemerintahan sering disebut juga sebagai komunikasi

politik. Menurut seorang pakar politik, Maswadi Rauf, komunikasi politik adalah objek kajian

ilmu politik karena pesan-pesan yang diungkapkan dalam proses komunikasi bercirikan
politik, yaitu yang berkaitan dengan kekuasaan politik negara, pemerintahan, dan juga

aktivitas komunikator dalam kedudukan sebagai pelaku poltik. Komunikasi politik dilihat dari

2 dimensi, yaitu kegiatan politik sebagai kegiatan politik dan sebagai kegiatan ilmiah.

Komunikasi sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan

politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain. Kegiatan tersebut bersifat empiris karena

dilakukan secara nyata dalam kehidupan sosial. Sementara itu, komunikasi politik sebagai

kegiatan ilmiah melihat komunikasi politik merupakan salah satu kegiatan politik dalam

sistem politik (Harun dan Sumarno, 2006) Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan

pesan politik yang disampaikan komunikator politik.

Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan komunikasi politik itu adakalanya

sekadar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, pembentukan public

opinion (pendapat umum) dan bisa pula menghandel pendapat atau tuduhan lawan politik.

Selanjutnya komunikasi politik bertujuan menarik simpatik khalayak dalam rangka

meningkatkan partisipasi politik saat menjelang pemilihan umum atau pemilihan kepala

daerah (Ardial, 2010: 44). Beberapa ahli menjabarkan tujuan komunikasi politik, diantaranya:

a. Membangun Citra Politik Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membangun

citra politik yang baik bagi khalayak. Citra politik itu terbangun atau terbentuk

berdasarkan informasi yang kita terima, baik langsung maupun melalui media politik,

termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum

dan aktual (Anwar Arifin, 2006: 1).

b. Membentuk dan Membina Pendapat Umum Pembentukan pendapat umum dalam

komunikasi politik, sangat ditentukan oleh peranan media politik terutama media
massa. Memang pers, radio, film dan televisi, selain memiliki fungsi memberi

informasi, mendidik, menghubungkan dan menghibur, juga terutama membentuk citra

politik dan pendapat umum yang merupakan dimensi penting dalam kehidupan politik

(Anwar Arifin, 2006: 11).

c. Mendorong Partisipasi Politik Partisipasi politik sebagai tujuan komunikasi politik

dimaksudkan agar individu-individu berperan serta dalam kegiatan politik (partisipasi

politik) (Anwar Arifin, 2006: 11). Sehingga salah satu bentuk partisipasi politik yang

penting adalah ketika seseorang (khalayak) mau memberikan suaranya untuk seorang

politikus maupun partai politik tertentu dalam pemilihan umum. Sesuai dengan

pendapat di atas mengenai tujuan komunikasi politik dapat diambil kesimpulan bahwa,

tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan

komunikator politik. Tujuan komunikasi politik secara umum terdiri dari tiga tujuan

yaitu, membangun citra politik, membentuk dan membina pendapat umum, dan

mendorong partisipasi politik.

Sistem Manajemen Komunikasi Organisasi Komunikasi dalam organisasi adalah

komunikasi yang dilakukan oleh pimpinan, baik dengan para karyawan maupun dengan

khalayak yang ada kaitannya dengan organisasi, dalam rangka pembinaan kerja sama yang

serasi untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi (Abidin, 2015). Dalam melakukan

komunikasi organisasi,Tubbs dan Moss (2005) menguraikan tiga model dalam komunikasi,

yakni komunikasi linier, komunikasi interaksional dan komunikasi transaksional. Menurut

Face dan Paules (2000) dimensi komunikasi teridiri atas:


1. Komunikasi Internal. Yakni proses penyampaian pesan antara anggota organisasi

yang terjadi untuk kepentingan organisasi. Sebagaimana dikutip dari Muhammad

(2005)& Abdullah (2008) Komunikasi internal dibedakan menjadi:

a. Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah

ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan

kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan

instruksi, petunjuk dan informasi kepada bawahannya. Sedangkan bawahan

memberikan laporan, saran dan pengaduan

b. Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama. Pesan

dalam komunikasi ini mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi

atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran

pengetahuan, pengalaman, metode dan masalah. Hal ini membantu

organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan hal

lainnya serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.

2. Komunikasi eksternal, yakni komunikasi antara pimpinan organisasi dengan

khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak

dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat daripada pimpinan. Komunikasi

eksternal terdiri atas jalur secara timbal balik, yaitu:

a. Komunikasi dari organiasi kepada khalayak. Komunikasi ini umumnya

bersifat informatif sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan,

setidaknya ada hubungan batin


b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi ini merupakan

umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan

oleh organisasi.

Sedangkan Gaya Komunikasi menurut Tubbs dan Moss (2005) mengemukakan ada

enam gaya komunikasi dalam organisasi, antara lain:

1. The Controlling Style

Adalah gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan. Ditandai dengan adanya satu

kehendak atau tujuan untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan

tanggapan oranglain. Pihakpihak yang menggunakan gaya ini lebih memusatkan

perhatian kepada pengiriman pesan dibandingkan dengan upaya untuk berharap pesan.

Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan dan

umpan balik, kecuali jika umpan balik digunakan untuk kepentingan pribadinya.

2. The Equalitarian Style

Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya,

setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam

suasana yang santai dan informal. Suasana seperti ini memungkinkan setiap anggota

organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.

3. The Structuring Style


Gaya ini memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis ataupun lisan untuk

memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan,

serta struktur organisasi

4. The Dynamic Style

Gaya yang dinamis ini memiliki kencenderungan agresif karena pengirim pesan atau

sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi kepada tindakan.

Tujuan utama gaya ini adalah menstimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk

bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik.

5. The Relinguishing Style

Gaya ini mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan

oranglain daripada keinginan untuk memberikan perintah meskipun pengirim pesan

mempunyai hak untuk memberikan perintah dan mengontrol oranglain.

6. The Withdrawal Style

Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi.

Artinya, tidak ada keinginan dari orang-orang yang menggunakan gaya ini untuk

berkomunikasi dengan orang lain karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan

yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.

Komunikasi Pemerintahan erat kaitannya dengan komunikasi organisasi dan

komunikasi politik. Hal ini dikarenakan ketika wilayah organisasi dan politik, pasti

bersinggungan dengan pemerintahaan. Dalam komunikasi pemerintahaan, terdapat dua tipe


saluran komunikasi, yakni saluran komunikasi intern yang berkaitan dengan birokratik

internal, fungsinya untuk memudahkan komunikasi di dalam internal publik pemerintahan dan

saluran komunikasi ekternal, sebagai media komunikasi pemerintah dengan publiknya.

Adapun fungsi komunikasi dalam organisasi pemerintahan menurut Sendjaja (Abidin,

2016) dan Abdullah (2008) adalah:

1. Fungsi Informatif Organisasi, termasuk organisasi pemerintahan dapat dipandang

sebagai sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam organisasi

pemerintahan berharap dapat memperoleh informasi yang lebih baik, lebih banyak

dan tepat waktu.

2. Fungsi Regulatif Fungsi ini berkaitan dengan peraturan yang berlaku dalam suatu

organisasi. Ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yakni:

a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu

mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang

disampaikan. Selain itum mereka bertugas memberi perintah atau instruksi agar

perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana mestinya.

b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada

kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastia perauturan tentang pekerjaan yang

boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.

3. Fungsi Persuasif Dalam mengatur suatu organisasi, termasuk organisasi

pemerintahan, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai

dengan yang diharapkan.Kenyataan ini menyebabkan banyak pimpinan yang lebih

menyukai untuk memersuasi bawahannya daripada memberi perintah.


4. Fungsi Integratif Setiap organisasi akan berusaha menyediakan saluran yang

memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.

Saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut adalah:

a. Saluran komunikasi formal seprti penerbitan khusus dalam organisasi dan laporan

kemajuan organisasi

b. Saluran komunikasi informal, seperti perbincangan antar pribadi selama masa

istirahat atau yang lainnya.

Teori Likert

Salah satu teori komunikasi kepemimpinan yang populer dan banyak diterapkan

adalah teori Likert 4 Sitem atau 4 Gaya komunikasi kepemimpinan (Robbins & Judge; 2007).

Teori ini adalah teori sistem manajerial yang didasarkan oleh beberapa variabel penting yang

berhubungan dengan manajerial seperti kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi,

pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pengendalian dan kinerja. Teori komunikasi

kepemimpinan ini banyak digunakan untuk menganalisis pengaruh gaya komunikasi

kepemimpinan terhadap perubahan kinerja dari pegawai atau bawahannya. Dalam teori Likert,

komunikasi kepemimpinan dibedakan oleh 4 hal berikut:

1. Gaya Penguasa Mutlak atau Authoritarian Dalam jenis sistem 1 Likert ini, pemimpin

dideskripsikan memiliki sifat yang otoriter, berfokus pada tugas semata dan sangat

terstruktur. Bagi pemimpin jenis ini, hubungan interpersonal antar pemimpin dan

bawahan atau antar bawahan dianggap tidak penting dan tidak mempengaruhi kinerja

dari pegawai. Pemimpin di tipe 1 ini tidak akan memberikan kepercayaan yang besar

kepada bawahannya. Pemimpin ini juga tidak akan melibatnya pegawai lain dalam
mengambil keputusan. Bagi pegawai, mereka akan merasa takut dan selalu terintimidasi

dalam melakukan kerja. Komunikasi kepemimpinan yang terjadi dalam sistem 1 ini

hanya terjadi satu arah yakni komunikasi dari atasan ke bawahan. Komunikasi jenis ini

berdasarkan pada struktur organisasi dan kepemimpinan.

2. Gaya Penguasa Semi Mutlak atau Benevolent Authoritative Pemimpin dengan gaya

kepemimpinan seperti ini masih memiliki sifat otoritarian namun sudah mulai terbuka

dan memberikan kepercayaan pada bawahannya. Dalam sistem 2 ini, pemimpin memiliki

sifat task oriented namun menjalankan fungsi controlling untuk mengawasi kinerja

pegawainya. Gaya kepemimpinan ini juga sering disebut sebagai sistem controlling. Di

sistem ini, bawahan sudah diberikan kepercayaan dan ruang untuk memberikan pendapat

dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin sudah memberikan kesempatan untuk

terjadinya komunikasi dari bawahan ke atasan, meskipun mayoritas komunikasi yang

terjadi dilakukan dari atasan ke bawahan. Komunikasi kepemimpinan yang berlangsung

pada sistem jenis ini juga masih terjadi dalam suasana formal sesuai dengan jabatan

ataupun struktur organisasi

3. Gaya Pemimpin Penasihat atau Consultative Pemimpin pada sistem 3 ini lebih bersifat

terbuka dan sudah memberikan kepercayaan lebih kepada bawahannya. Pemimpin tetap

melakukan fungsi controlling namun dengan proses negoisasi dan kolaborasi. Dalam

sistem ini, bawahan memiliki hak mengemukakan pendapat dalam pengambilan

keputusan, terutama keputusan yang langsung berhubungan dengan tugas yang

dikerjakan. Disini, komunikasi yang terjadi sudah dua arah yakni dari atasan ke bawahan

dan sebaliknya. Interaksi antar pribadi sudah lebih sering dibandingkan dengan sistem

lainnya.
4. Gaya Kepemimpinan Partisipatif Pemimpin dalam sistem 4 ini berkeyakinan bahwa

organisasi akan berjalan lebih baik dengan adanya partisipasi aktif dari pegawainya.

Disini pemimpin sudah memiliki kepercayaan dan keyakinan terhadap pegawainya.

Pemimpin memberikan kepercayaan kepada bawahannya untuk bisa mengambil

keputusan. Komunikasi yang terjadi pun lebih cair dengan alur atasan ke bawahan,

bawahan ke atasan maupun bawahan ke bawahan. Pemimpin juga memberikan motivasi

kepada pegawainya dengan cara memberikan ruang bagi mereka untuk berpartisipasi

aktif dalam mewujudkan target organisasi. Proses komunikasi dan pertukaran ide

berlangsung dengan terbuka dari atasan ke bawahan maupun sebaliknya.

COVID-19 dan Persebarannya

Virus corona atau dikenal juga dengan nama Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) merupakan virus baru yang menginfeksi sistem pernapasan

orang yang terjangkit, virus ini umumnya dikenal sebagai Covid-19 (Lai et al., 2020). Virus

ini bahkan membuat kita melakukan kebiasaan baru bahkan di Lembaga peradilan dan dunia

Pendidikan (Aji, 2020; Sodik, 2020). Virus Corona bisa menyebabkan hal yang fatal

terutama bagi mereka yang mengidap gangguan pernapasan sebelumnya akan mengalami

sindrom gangguan pada pernapasan tingkat akut walaupun sudah dinyatakan sembuh dari

virus ini. Hal itu disebut sebagai efek dalam jangka panjang dari infeksi Covid-19 dan

penderita akan menurun fungsi paru-parunya sebanyak 20 sampai 30 persen setelah

melewati serangkaian pemulihan. Selain paru-paru ternyata ginjal juga bisa terdampak,

penderita Covid-19 dengan persentase 25 sampai 50 persen mengalami gangguan pada

ginjal. Penyebabnya adalah protein dan juga sel darah merah akan cenderung lebih banyak.
Dengan persentase 15 persen juga pasien Covid-19 cenderung turun fungsi penyaringan pada

ginjalnya, serta penyakit ginjal akut juga bisa saja menjadi masalah lain yang akan diderita

oleh orang yang terinfeksi Covid-19. Pada sistem saraf juga bisa saja terserang akibat infeksi

dari Covid-19, virus ini dapat menyerang sistem pada saraf pusat. Di negara China misalnya

orang yang menderita gangguan pada sistem saraf mencapai 36 persen dari 214 orang yang

dinyatakan positif Covid-19. Gejala-gejala yang timbul seperti pusing dan gangguan di

indera pencium serta indera perasa.

Corona Virus Disease 2019 ini awal penyebarannya terjadi di kota Wuhan (Okada et

al., 2020), China pada penghujung tahun 2019. Virus ini menyebar dengan sangat masif

sehingga hampir semua negara melaporkan penemuan kasus Covid-19, tak terkecuali di

negara Indonesia yang kasus pertamanya terjadi di awal bulan Maret 2020. Sehingga

merupakan hal yang wajar banyaknya negara yang mengambil kebijakan sesuai dengan

situasi dan kondisi di negara masing-masing dan membuat hubungan antara beberapa negara

menjadi tidak berjalan baik salah satu nya autrasilia dengan negaranegara pasifik (Laila,

2020), akan tetapi kebijakan yang paling banyak diambil adalah dengan memberlakukan

lockdown yang dianggap sebagai strategi tercepat memutus mata rantai penyebaran virus

yang satu ini.

Permasalahan Komunikasi Pemerintahan dalam Penanganan Covid-19

Pembahasan mengenai komunikasi pemerintahan diuraikan antara lain: Pertama,

pengorganisasian yang dilakukan guna melihat apakah tanggung jawab untuk merumuskan

strategi komunikasi di tingkat fungsional atau manajemen menengah. Kedua, menelisik


dokumen dan peraturan terkait guna melihat perencanaan komunikasi pemerintahan. Ketiga,

melihat analisis persepsi publik (María José Canel and Karen Sanders, 2013).

Komunikasi pemerintahan tidak hanya tentang mengelola opini public lebih dari itu,

bagaimana mengelola keseluruhan proses komunikasi yang berlangsung di pemerintahan

untuk mendukung tercapainya tujuan dalam penanganan Covid-19.

Berdasarkan telusur dokumen, setidaknya ada 4 (empat) masalah utama komunikasi

pemerintahan dalam penanganan Covid-19 yang dihadapi pemerintah di Indonesia, yaitu

kurang akuratnya data dan informasi, minimnya sosialisasi informasi terkait beberapa isu,

rendahnya kepercayaan publik, dan kurang efektifnya komunikasi organisasi pemerintahan.

Permasalahan kurang akuratnya data dan informasi antara lain dikemukakan Ahmad Arif yang

mencontohkan data kematian yang tidak sesuai dengan panduan WHO (Arif, 2020). Selain itu

data bantuan sosial juga dinilai belum akurat (Siagian, 2020). Permasalahan minimnya

sosialisasi dan rendahnya kepercayaan masyarakat menimbulkan sejumlah permasalahan

seperti penolakan rapid test (Astutik, 2020), dan fenomena pengambilan paksa jenazah

penderita Covid-19. Hal itu, menurut sosiolog bencana Nanyang Technological University

Singapore, Sulfikar Amir, adalah bukti ketidakpercayaan masyarakat (Syambudi, 2020).

Sedangkan permasalahan kurang efektifnya komunikasi organisasi pemerintahan dapat

diketahui dari perbedaan kebijakan antarorganisasi pemerintahan yang dikomunikasikan ke

publik. Beberapa hal di antaranya yaitu tarik menarik kewenangan antara pusat dengan daerah

(Mandasari, 2020), pemberian ijin masuk bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) di tengah pandemi

Covid-19 (Pohan, 2020), dan pengaturan pengoperasian ojek daring (Jannah, 2020).
Dari segi penamaan kebijakan hanya mencantumkan protokol komunikasi publik,

padahal komunikasi pemerintahan dalam penanganan Covid-19 meliputi dua aspek, yaitu

komunikasi publik dan komunikasi organisasi pemerintahan. Di samping itu, dalam pedoman

juga diatur informasi yang wajib disebarluaskan, tetapi justru menyebabkan terjadinya

disinfomasi, seperti penjelasan virus mati dalam 5-15 menit. Sejumlah riset membuktikan

virus Covid-19 mampu bertahan selama tiga jam hingga tujuh hari (Anggraini, 2020).

Selain itu, bila kita bandingkan laman resmi pemerintahan, kita dapat mengetahui

penyampaian informasi Covid-19 di sejumlah negara terpusat. Sedangkan di Indonesia dipisah

yaitu di https://covid19.go.id/. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat merevisi

pedoman komunikasi pemerintahan dalam penanganan Covid-19. Komunikasi Pemerintahan

yang Efektif dalam Penanganan Covid-19 Komunikasi pemerintahan yang efektif dalam

penanganan pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan menempatkan Covid-19 sebagai

complex intergovernmental problems (CIP).

Sebagaimana dikemukakan Schertzer (2020), dengan Covid-19 sebagai CIP, maka

setiap elemen pemerintahan terkait wajib memahami bahwa dalam menghadapi CIP

dibutuhkan pola-pola komunikasi yang luar biasa dan bukan tradisional. Upaya ini sebenarnya

sudah dilakukan oleh pemerintah. Setidaknya tercermin dari arahan Presiden Joko Widodo

yang menegaskan menghadapi Covid-19 jangan kerja yang biasa-biasa saja (Egeham, 2020).

Alternatif solusi kedua, menerapkan komunikasi resiko sebagai pertimbangan utama, sehingga

komunikasi pemerintahan harus disesuaikan dengan kelompok-kelompok yang berbeda.

Selain itu komunikasi pemerintahan juga harus memperhitungkan aspek perilaku

bagaimana orang bereaksi dan bertindak atas saran dan informasi yang diterima (WHO,
2017). Dengan demikian, pemerintah seharusnya jangan terjebak pada penyelenggaraan

konferensi pers rutin oleh seorang juru bicara saja. Akan tetapi juga mempertimbangkan opini

masyarakat terhadap isuisu Covid-19 seperti kewajiban memakai masker, rapid test, dan isu

lainnya dengan memanfaatkan artificial intelligence. Dengan demikian dapat diketahui secara

cepat penyebab sejumlah fenomena dan jaringan informasi yang ada, sehingga dapat segera

disusun materi dan sumber informasi yang tepat.

Dan akibatnya adalah masyarakat mulai tidak mempercayai pemerintah menyalahi

aturan yang pemerintah buat dan naiknya kasus positif diberbagai daerah di seluruh Indonesia.

Salah satu upaya pertama pemerintah adalah melakukan Lockdown tetapi dari situ mulai

banyak kejadian yang dimana mengakibatkan tingkat kemiskinan menjadi naik, semua

masyarakat mengalami kerugian atas itu, pemerintah dirasa belum siap menghadapi pandemi

yang dating ke Indonesia tetapi masyarakat enggan untuk percaya dan tidak mematuhi aturan

yang membuat angka kenaikan terus naik dan pemeritah semakin memperketat aturan

lockdown diberbagi daerah.

Semua permasalahan ini adalah masa dimana awal kemunculan Covid jika di lihat lagi

seiring berjalannya waktu hari ini sudah mulai kian membaik berkat kinerja dan penanganan

pemerintah dalam menghadapi Covid-19 yang semakin baik, seperti yang dilansir di laman

berita antaranews.com pada tanggal 2 Agustus 2021 kemarin, Presiden Joko Widodo

(Jokowi) menyebutkan kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 bertumpu

pada tiga pilar utama, yakni kecepatan vaksinasi, penerapan protokol kesehatan 3M yang

masif, dan pelaksanaan pengujian, pelacakan serta perawatan atau isolasi.


Dan karena hal itu jumlah kasus Covid-19 mulai menurun setiap harianya dari jumlah

kasus aktif Covid-19 terakhir, kemudian meningkatnya tingkat kesembuhan pasien, dan juga

membaiknya persentase BOR di berbagai daerah.

Kebijakan Pemerintah

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai strategi dalam menghambat

penambahan kasus positif Covid-19 baru. Adapun strategi-strategi yang diberlakukan oleh

pemerintah di Indonesia terbagi menjadi tiga dalam hal kesehatan yaitu dalam bentuk

promotif, preventif dan kuratif untuk penanganan penyebaran Covid-19. Selain itu, dalam

bidang ekonomi pemerintah juga memberlakukan Jaring Pengaman Sosial untuk membantu

warga negara melewati masa krisis ekonomi.

Strategi Promotif

Pemerintah secara proaktif mengajak warga negara untuk meningkatkan imunitas guna

mempersiapkan kondisi tubuh untuk menghadapi virus Covid-19 ini. Berbagai sumber merilis

upayaupaya apa saja yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam memperbaiki daya tahan

tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di antaranya adalah dengan tidak merokok dan

berhenti mengonsumsi alkohol, mengatur pola tidur, serta mengonsumsi suplemen tubuh

(Susilo et al., 2020).

Selain itu, pemerintah juga mengimbau warga negara untuk menerapkan Pola Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS) dengan mengikuti rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia

(WHO) dalam menghadapi wabah Covid-19. Langkah-langkah proteksi mendasar seperti cuci
tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dengan air, menjaga jarak aman jika ada orang

yang terlihat batuk dan bersin, memberlakukan etika batuk dan bersin seperti menutup mulut

dengan tangan, dan pergi ke rumah sakit untuk melakukan crosscheck apabila terdapat gejala

Covid-19 pada tubuh. Anjuran jarak aman untuk memenuhi kaidah physical distancing

minimal satu meter karena tujuannya agar tidak terjadi penyebaran yang dipengaruhi oleh

droplets penderita Covid-19. Pasien rawat inap yang ada indikasi terinfeksi Covid-19 juga

harus diberlakukan jarak aman minimal satu meter tersebut dengan pasien atau petugas medis,

dipakaikan masker khusus medis, diberi arahan mengenai etika batuk/bersin, dan dicontohkan

cara cuci tangan yang baik dan benar (Susilo et al., 2020).

Strategi Preventif

Presiden mendirikan gugus tugas khusus percepatan penanganan Covid-19 yang

difungsikan sebagai juru teknis penanganan pandemi Covid-19 dan dukungan penuh dari

seluruh aspek pertahanan. Dikala negara lain menerapkan karantina wilayah atau lockdown,

pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (kemenkes) menerapkan kebijakan

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Permenkes 9 tahun 2020 mengenai

Panduan PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 dan sebelumnya menerapkan

social distancing serta physical distancing bagi masyarakat. Pembatasan Sosial Berskala Besar

merupakan suatu langkah yang cukup strategis untuk diambil oleh pemerintah dengan

bertujuan menekan laju dari penularan Covid-19 di Indonesia ini (Thorik, 2020)

Individu yang merasa pernah ada kontak dengan pasien yang dinyatakan positif Covid-

19 juga harus memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan yang nantinya dilakukan

serangkaian tes menggunakan metode rapid test terlebih dahulu dan nantinya jika reaktif akan
dilakukan tes PCR, apabila orang tersebut mengalami gejala ringan bisa melakukan self-

isolation dan jika gejalanya berat harus dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19. Badan

Kesehatan Dunia juga sudah merilis panduan penilaian risiko bagi petugas medis yang

merawat pasien positif Covid-19 sebagai pedoman tindakan lanjutan. Bagi kelompok pasien

Covid-19 yang berisiko tinggi, direkomendasikan agar ada isolasi di fasilitas kesehatan total

dalam jangka waktu 14 hari dan terus dipantau petugas medis dan diberi pertolongan yang

bisa membantu pasien Covid-19 agar cepat sembuh. Pada kelompok pasien Covid19 yang

berisiko rendah, diimbau melaksanakan self-isolation dengan selalu memerhatikan suhu tubuh

dan sistem pernafasan selama 14 hari, apabila keluhan memberat harus segera minta tim

medis menjemput agar bisa ditangani di fasilitas kesehatan. Pada masyarakat umum, upaya

mitigasi dilaksanakan dengan tidak berkerumun dalam jumlah besar (social distancing) dan

selalu jaga jarak aman satu meter (physical distancing). (Susilo et al., 2020)

SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplets. Alat pelindung diri (APD)

merupakan salah satu strategi pencegahan penularan selama penggunaannya rasional (Susilo

et al., 2020). Selain itu Badan Kesehatan Dunia menyatakan bahwasanya masker non medis

dapat dijadikan salah satu Alat Pelindung Diri (APD) untuk masyarakat yang sehat untuk

menghindari paparan droplets dari penderita Covid-19 yang masih berkeliaran di lingkungan,

sedangkan masker medis ditekankan hanya digunakan oleh para petugas medis (World Health

Organization, 2020).

Strategi Kuratif

Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. dr. Faisal Yunus Sp.P (K), FCCP kepada

(Kumparan, 2020). Beliau mengatakan ada beberapa treatment yang diberikan kepada pasien
Covid-19 contohnya adalah dengan pemberian obat yang dahulu pernah dipakai untuk wabah

sebelum penyakit Sars-CoV2 seperti obat oseltamivir untuk wabah fluburung. Bagi pasien

Covid-19 yang menderita pneumonia dilakukan intervensi medis berupa pemberian antibiotik

dan juga mereka diminta mengonsumsi vitamin C dengan dosis tinggi di bawah pengawasan

dokter. Apabila pasien menderita gangguan pada hati akan diberikan hepatoprotector yang

merupakan senyawa obat yang dapat memproteksi hati dari kerusakan akibat virus.

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga mengatakan bahwa Indonesia akan memakai

avigan dan klorokuin untuk mengobati pasien Covid-19. Klorokuin misalnya, sebelumnya

dikenal sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit jenis malaria. Menurut Dr.Keri Lestari,

M.Si,Apt. penggunaan obat yang sedianya digunakan untuk penyakit tertentu dan sekarang

dipakai untuk penyakit lain merupakan hal yang lumrah di dunia medis, istilahnya dikenal

sebagai repurposing drug. Di dunia internasional, penggunaan obat jenis ini untuk menangani

wabah Covid-19 mendapat sorotan dari Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). FDA

mengatakan bahwa klorokuin belum disetujui sebagai obat virus corona, akan tetapi

penggunaannya tetap diperbolehkan dengan seizin pasien corona itu sendiri.

Strategi Jaring Pengaman Sosial

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas

Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 yang diterbitkan oleh pemerintah

sebetulnya lebih banyak memuat terkait pengaturan kebijakan keuangan antara pusat dan

daerah, stabilitas sistem keuangan, kebijakan perpajakan, pemulihan perekonomian nasional,

dsb. Sedangkan untuk Jaring Pengaman Sosial hanya disinggung sedikit dan hanya berupa

pasal yang menyebutkan dana desa bisa digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT)
kepada penduduk miskin di tingkat desa dan program percepatan penanganan Covid-19

(Maftuchan, 2020).

Pemerintah melalui konferensi pers yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo per

tanggal 31 Maret 2020 mengumumkan skema Jaring Pengaman Sosial yang akan berlaku

untuk membantu masyarakat di tengah pandemi, hal ini dinilai oleh berbagai kalangan tak

kalah pentingnya dengan strategi-strategi yang berhubungan dengan kesehatan karena dengan

ekonomi yang terjamin membuat efektivitas dari program seperti PSBB bisa terjamin. Adapun

rincian skema bantuannya adalah sebagai berikut; (1). Program Keluarga Harapan (PKH)

yang penerima manfaatnya ditingkatkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta dengan besaran

manfaatnya meningkat 25 persen dari yang sebelumnya. Seperti untuk ibu hamil naik dari Rp.

2.400.000,00 menjadi Rp. 3.000.000,00 per tahun, keluarga dengan anak usia dini sebesar Rp.

3.000.000,00 per tahun, keluarga dengan disabilitas Rp. 2.400.000,00 per tahun. Kebijakan ini

telah efektif sejak bulan April 2020 dengan anggaran yang dialokasikan sebesar 37,4 Triliun;

(2). Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Pemerintah meningkatkan juga penerima bantuan

jenis ini dari 15,2 juta menjadi 20 juta dengan diikuti naiknya persentase besaran bantuan 30

persen dari yang tadinya Rp. 150.000,00 per penerima menjadi Rp. 200.000,00 per penerima;

(3). Kartu Prakerja, untuk jenis bantuan ini juga ternyata pemerintah menaikkan anggarannya

dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp. 10 triliun menjadi Rp. 20 triliun, penerima

manfaatnya sebanyak 5,6 juta orang dengan sasaran pekerja informal dan pelaku Usaha Mikro

Kecil Menengah (UMKM) dengan nilai manfaat antara Rp. 650.000,00 – Rp. 1.000.000,00

per bulan dan berlaku selama empat bulan; (4). Bantuan Subsidi Listrik, Pemerintah memberi

subsidi penuh terhadap pelanggan listrik bertegangan 450 VA yang jika dilihat dari jumlah
penggunanya sebanyak 24 Juta. Pemerintah juga bersubsidi 50 persen bagi pengguna listrik

bertegangan 900 VA yang jumlah penggunanya sebanyak 7 Juta pelanggan. Kedua jenis

subsidi listrik tersebut sama-sama berlaku tiga bulan mulai dari April hingga Juni 2020; (5).

Alokasi cadangan anggaran, dana sebesar Rp 25 Triliun akan digunakan untuk melakukan

pemenuhan kebutuhan pokok, operasi pasar dan logistik; (6). Pemerintah akan memberi

keringanan kredit dibawah 10 miliar untuk pekerja sektor informal dan pelaku UMKM

(Maftuchan, 2020).

Jika dilihat dari awal mula Covid-19 masuk ke Indonesia dan sekarang banyak sekali

perbandingan yang sudah di uraikan sebelumnya dengan yang terjadi sekarang dimana

pemerintah mulai merangkul masyarakat di bandingkan sebelumnya. Yang dimulai lonjakan

angka vaksinasi yang kian meningkat, mematuhi segala aturan yang ditetapkan pemerintah,

dan bantuan dana yang sudah mulai banyak diterapkan walaupun belum menyeluruh tetapi

dana bantuan Covid-19 sudah mulai banyak dilakukan pemerintah. Dan program-program

yang dilakukan pemerintah semakin berkembang dengan adanya aturan-aturan baru untuk

manangani Covid-19 ini mulai dari di perlakukannya PSBB di tahun 2020 dan PPKM lever

bertingat di 2021 dan program lainnya yang pemerintah lakukan membantu menekan angka

kenaikan Covid-19 di Indonesia sekarang.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, A. P. “Berapa Lama Virus Corona Bisa Bertahan Hidup di Permukaan Benda?” 26

April 2020, https://health.kompas.com/read/2020/04/26/133000568/berapa-lama-virus-

corona-bisabertahan-hidup-di-permukaanbenda-?page= all.

Arif, A., “Krisis Data dalam Penanganan Pagebluk”, Jendela, 5 Agustus 2020, hal. 18.

Astutik, Y. “Ramai-ramai Warga Tolak Rapid Test Covid-19, Ada Apa?”, 19 Juni 2020,

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200619165744- 4-166686/ramai-ramai-wargatolak-

rapid-test-Covid-19-adaapa.

Jannah, S. M., “Saat Kebijakan Anies, Terawan & Luhut Bikin Ojek Online Bingung", 13

April 2020, https://tirto.id/eMYm.


Handrini Ardiyanti handrini.ardiyanti@dpr.go.id 30 “Penanganan Covid-19, Protokol

Komunikasi Publik”, Maret 2020, https://ksp.go.id/wp-content/

uploads/2020/03/ProtokolKomunikasi-COVID-19.pdf.

Buana, D. R. (2020). Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Pandemi

Virus Corona (Covid-19) dan Kiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa. SALAM: Jurnal Sosial Dan

Budaya Syar-I, 7(3), 217-226. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3.15082.

Maftuchan, A. (2020). Program Tunai di Era COVID-19: Bantuan Tunai Korona atau Jaminan

Penghasilan Semesta. Program Tunai Di Era COVID-19: Bantuan Tunai Korona Atau

Jaminan Penghasilan Semesta.

Mardhia, D., Kautsari, N., Syaputra, L. I., Ramdhani, W., & Rasiardhi, C. O. (2020).

Penerapan Protokol Kesehatan dan Dampak Covid-19 Terhadap Harga Komoditas Perikanan

dan Aktivitas Penangkapan. Indonesian Journal of Applied Science and Technology, 1(2), 80-

87.

Nurhalimah, N. (2020). Upaya Bela Negara Melalui Sosial Distancing Dan Lockdown Untuk

Mengatasi Wabah Covid-19 (Efforts to Defend the Country Through Social Distancing and

Lockdown to Overcome the COVID-19 Plague). Available at SSRN 3576405. Nurhalimah, S.

(2020). Covid-19 dan Hak Masyarakat atas Kesehatan. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya

Syar-I, 7(6), 543-554. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i6.15324.

Putra, N. P. (2020). Sebaran Data Pasien Positif Covid-19 Per 13 April 2020, Terbanyak Masih

di Jakarta. Liputan 6.com.


Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Herikurniawan, H., …

Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit

Dalam Indonesia, 7(1), 45-67. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.415

Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Sinto, R., … Cipto, R.

(2020). Coronavirus Disease 2019 : Tinjauan Literatur Terkini Coronavirus Disease 2019 :

Review of Current Literatures. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45-67.

Thorik, S. H. (2020). Efektivitas Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Indonesia Dalam

Penanggulangan Pandemi Covid-19. Jurnal Adalah : Buletin Hukum Dan Keadilan, 4(1), 115-

120.

Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri. (2020). Pedoman umum menghadapi PANDEMI

COVID-19 bagi pemerintah daerah: pencegahan, pengendalian, diagnosis dan manajemen.

Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri Untuk Dukungan Gugus Tugas COVID-19.

Yunus, N. R., & Rezki, A. (2020). Kebijakan Pemberlakuan Lock Down Sebagai Antisipasi

Penyebaran Corona Virus Covid-19. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(3), 227- 238.

Anda mungkin juga menyukai