Anda di halaman 1dari 2

Hukum Indonesia tentang E-Commerce:

Pedoman dan Kepatuhan yang Jelas pada November 2021

Nama Syafa’atin
NIM 2110112220015
Kelas A1
Prodi Pend. Pancasila dan Kewarganegaraan
Mata Kuliah Hukum Dagang
Dosen Pengampu Drs. Heru Puji Winarso, M. Si., M. Ap

Pada akhir November 2019 Indonesai memperkenalkan Undang-Undang E-


Commerce yang telah lama ditunggu-tunggu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun
2019, atau yang disebut (PP 80, 2019). Peraturan tersebut diterbitkan untuk meningkatkan
tata kelola kegiatan perdagangan berbasis internet dan elektronik. Selain untuk memastikan
kepatuhan pajak antara bisnis E-Commerce, peraturan akan berlaku untuk perusahaan
internet domestik dan internasional yang mana mendefinisikan jenis entitas yang dapat
terlibat dalam e-commerce.
Selain itu, peraturan tersebut membahas persyaratan pengaturan khusus yang harus
dipatuhi oleh bisnis, serta kerangka kerja untuk kontrak dan transaksi online dan ketentuan
untuk perlindungan hak konsumen. Bisnis akan memiliki waktu hingga November 2019
untuk mematuhi ketentuan baru.
Ketentuan penting lainnya dari persyaratan pengaturan adalah memprioritaskan
perdagangan barang atau jasa dalam negeri, meningkatkan daya saingnya dan memfasilitasi
bagian atau area harus menyimpan data mereka (pelanggam, pembayaran, keluhan, kontrak,
pengiriman, dll) di pusat data lokal selain memiliki nama domain yang ‘mencerminkan’
Indonesia yang di dot id.
Pasar Online diminta untuk menyimpan data keuangan hingga 10 tahun dan data non
keaungan selama lima tahun. Entitas e-niaga asing Bisnis e-commerce asing atau perusahaan
internet yang memiliki kehadiran ekonomi yang signifikan di Indonesia akan diklasifikasikan
sebagai tempat tinggal pajak Indonesia.
Entitas ini harus, memenuhi kriteria berikut: (1) Mencapai sejumlah volume transaksi;
(2) Mencapai nilai transaksi tertentu; dan (3) Mencapai volume lalu lintas tertentu yang
mengakses flatform bisnis.
Bisnis yang memenuhi kategori tersebut juga harus menunjuk perwakilan lokal di
Indonesia dan mematuhi semua peraturan perpajakan yang berlaku. Penjual online sekarang
ini harus mematuhi peraturan umum tentang pajak penghasilan.
Hal ini diatur oleh UU 30 Tahun 2008 dan berarti bahwa bisnis online yang
diklasifiasikan sebagai usaha kecil atau menengah (UKM) harus membayar pajak
penghasilan 0,5 persen sementara perusahaan besar membayar tarif pajak badan 25 persen.
Selain itu, wajib pajak orang pribadi yang menghasilkan setidaknya 4,8 Miliar Rupiah atau
setera (US$. 342.000) dari bisnis online mereka harus membebankan pajak pertambahan nilai
(PPN) kepada pelanggang mereka.
GR 80 tahun 2019 hadir saat ekonomi internet Indonesia mengalami perutmbuhan
pesar dengan lebih dari 10 persen dari 270 juta penduduk Indonesia melakukan belanjar
online, menjadikan industry e-commerce negara ini, salah satu yang paling dinamis dan
terbesar di Asia Tenggara.
Dengan diterbitkannya PP 80 Tahun 2019, pemerintah bertujuan untuk mengatasi
kewajiban hukum dan pajak etalasi online dan pedoman perlindungan konsumen. Peraturan
tersebut telah menghadapi penolakan dari platform e-commerce dan vendor online yang
mengklaim bahwa hal itu akan mencegah usaha kecil dan menengah untuk memperluan
online dan menghambat pertumbuhan industri; mengakibatkan penjual yang lebih kecil untuk
beralih ke situs media sosial. Namun, kerangka hukum yang diatur dalam PP 80 tahun 2019
akan mendorong investor asing yang ingin memanfaatkan industry yang diperkirakan
memiliki nilai dasar bruto sebesar US$ 133 Miliah pada tahun 2025.

Anda mungkin juga menyukai