"Saat datang, penyintas (korban) dalam kondisi depresi berat. Sehingga fokus utama
pendampingan Rifka Annisa adalah pemulihan kondisi psikologis dan menciptakan
rasa aman bagi penyintas," kata Direktur Rifka Annisa, Suharti dalam siaran
persnya, Rabu (7/11/2018) malam.
"Dalam kasus ini Rifka Annisa telah menyampaikan informasi tentang hak-hak
korban pada penyintas dan mendiskusikan alternatif penyelesaian melalui jalur
hukum. Namun dalam kasus-kasus kekerasan seksual tertentu, proses hukum
memiliki kendala-kendala, khususnya dalam menjamin terpenuhinya hak-hak dan
keadilan korban," katanya.
Berdasarkan pertimbangan itu pada akhir 2017, Rifka Annisa telah menjalin
koordinasi dengan tim Fisipol UGM untuk mencari penyelesaian terbaik kasus
tersebut. UGM merespons dengan melakukan pembentukan tirn investigasi untuk
penyelesaian kasus ini yang kemudian melahirkan beberapa rekomendasi.
Sementara itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) akan menempuh jalur hukum atas
dugaan pelecehan seksual ini. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Bagian Humas dan
Protokol UGM Iva Ariani kepada wartawan. "Usai rapat antara tim independen
dengan Rektor hari ini UGM akan mengambil jalur hukum agar penyintas
mendapatkan rasa keadilan," katanya.
Untuk diketahui, kasus pelecehan seksual menimpa mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik (Fisipol) berinisial AN pada medio 2017. Pelaku diduga mahasiswa
Fakultas Teknik berinisial HS. Untuk mendalami dugaan kasus ini, UGM telah
membentuk tim investigasi independen melalui Surat Keputusan (SK) Rektor.