Anda di halaman 1dari 12

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

KERANGKA ACUAN KERJA


PENGADAAN JASA KONSULTANSI
KAJIAN MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN FOREST INVESTMENT
PROGRAM - II

DIREKTORAT BINA RENCANA PEMANFAATAN HUTAN


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN LESTARI
TAHUN 2022
A. Latar Belakang
Forest Investment Program (FIP) - program yang ditargetkan dari Strategic Climate Fund
(SCF) di bawah Dana Investasi Iklim (CIF) menyediakan dana untuk mendukung upaya
negara-negara berkembang untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan dan
mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan yang mengarah pada pengurangan emisi
dan peningkatan stok karbon hutan (REDD+). Rencana Investasi FIP untuk Indonesia
diratifikasi dalam Pertemuan Sub-Komisi FIP 2012 yang diselenggarakan oleh Multilateral
Development Bank (MDBs), yang terdiri dari: Asian Development Bank (ADB), Bank
Dunia (WB) dan International Finance Corporation (IFC). Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) berfungsi sebagai agen utama Pemerintah Indonesia bekerja
sama erat dengan MDB dalam merancang dan mengimplementasikan proyek tersebut.
Bank Dunia dan DANIDA mendukung proyek ini di bawah program FIP - Mempromosikan
Berkelanjutan Berbasis Masyarakat Manajemen Sumber Daya Alam dan Proyek
Pengembangan Kelembagaan, yang dikenal sebagai FIP 2 - dengan alokasi total untuk
pelaksanaan proyek sekitar USD 22,42 juta. Proyek ini dirancang untuk mendukung
program pemerintah untuk operasionalisasi desentralisasi unit pengelolaan bentang
hutan - Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Tujuan dari program KPH adalah untuk
membantu mengatur dan mengelola semua kawasan hutan dan fungsi di tingkat lokal
secara berkelanjutan. Durasi proyek adalah 5 tahun, pada periode 2016 – 2021 dengan
perpanjangan satu tahun sampai dengan tahun 2022.
Desentralisasi pengelolaan hutan melalui KPH adalah suatu pergeseran signifikan
dalam tata kelola hutan. KPH yang beroperasi penuh diharapkan dapat terafiliasikan
pada pemerintah daerah, dan mampu membawa dan menyelaraskan prioritas lokal
dengan prioritas sektoral. Untuk mencapai tujuan ini, proyek ini dirancang untuk
memperkuat pendekatan saat ini untuk membangun dan mengoperasikan KPH melalui
dua cara: 1) dengan membuat jalur untuk mengoperasionalkan KPH lebih jelas dan
menyediakan bantuan teknis dan dukungan lainnya yang diperlukan bagi pelibatan
masyarakat, dan (2) dengan pembinaan perubahan kelembagaan dan perilaku yang
dibutuhkan di tingkat pemerintahan (pusat dan subnasional) dan pemangku kepentingan
lainnya. Yang terakhir ini diharapkan dapat berkontribusi untuk memperbaiki pendekatan
pengelolaan hutan lestari di Indonesia saat ini.
Proyek dirancang dengan menginternalisasikan kondisi yang beragam dan dinamis di
tingkat sub nasional dan memfasilitasi pengelolaan adaptif dan pembelajaran dengan
“learning by doing”. Proyek FIP II ditujukan untuk penguatan kelembagaan dan kapasitas
dalam rangka desentralisasi pengelolaan hutan dan menghasilkan kehidupan
masyarakat berbasis hutan yang lebih baik di daerah sasaran. Dengan demikian melalui
kegiatan kegiatan FIP II kelembagaan dan kapasitas kelembagaan daerah dan local
dalam mengelola sumber daya hutan dan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Kewenangan pengelolaan hutan yang diberikan kepada Pemerintah daerah dilaksanakan
oleh KPH.
Tujuan Proyek secara menyeluruh adalah adalah untuk memperkuat kapasitas
kelembagaan dan lokal di bidang pengelolaan hutan terdesentralisasi yang menghasilkan
peningkatan mata pencaharian berbasis hutan di wilayah-wilayah sasaran. Adapun
tujuan jangka panjang dari Proyek FIP 2 adalah untuk mendukung upaya pemerintah
untuk meningkatkan tata kelola hutan dan lahan, menerapkan pengelolaan hutan lestari.
Indikator Hasil Utama Proyek ini berfokus pada enam elemen, antara lain :
1. KPH dikelola berdasarkan rencana pengelolaan jangka panjang yang disusun atau
direvisi dengan partisipasi masyarakat
2. Peraturan-peraturan penting yang disusun melalui koordinasi yang lebih baik dan
diajukan untuk ditinjau oleh pemerintah
3. Konsep Standar Prosedur Operasional kunci disajikan untuk direview oleh
kementerian yang berkepentingan (Kemdagri dan KLHK)
4. Penerima manfaat langsung dari proyek (perempuan)
5. Masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang terkena dampak proyek telah
mendapatkan lebih banyak manfaat moneter dan non-moneter, yang dipilah
berdasarkan perempuan dan masyarakat adat
6. Persentase kepuasan penerima manfaat/pemangku kepentingan terhadap
penyelenggaraan KPH

Untuk memenuhi tujuan proyek berdasarkan fokus proyek dan untuk melaksanakan
pengelolaan proyek secara tepat, Proyek II FIP terbagi menjadi 4 komponen, yaitu:

• Komponen 1: Memperkuat kapasitas legislasi, kebijakan, dan kelembagaan untuk


manajemen desentralisasi.
• Komponen 2: Pengembangan Knowledge Platform.
• Komponen 3: Perbaiki Praktik Pengelolaan Hutan di KPH.
• Komponen 4: Manajemen Proyek, Monitoring dan Pelaporan dan Koordinasi
Program.
Sampai saat ini Proyek FIP II telah memasuki fase akhir menuju terminasi proyek
pada Desember 2022. Mengacu pada kerangka pemantauan dan evaluasi proyek,
kegiatan monitoring dan evaluasi proyek akan diukur di awal, pada pertengahan dan di
akhir proyek. Kajian pertama telah dilakukan melalui studi baseline, kajian kedua telah
dilakukan untuk mengevaluasi kemajuan proyek di pertengahan melalui kegiatan fact
finding yang telah dilaksanakan pada bulan Desember 2021. Kajian monitoring dan
evaluasi akhir proyek dilakukan untuk mengetahui outcomes yang dihasilkan dari
operasionalisasi KPH. Untuk itu, kajian monitoring dan evaluasi Proyek FIP-2 ini perlu
dilakukan untuk mengetahui dampak proyek terhadap kondisi lingkungan, ekonomi dan
sosial saat ini secara holistik dan komprehensif di wilayah KPH pada fase akhir proyek
ini.

Untuk memfasilitasi proses analisis yang lebih mendalam terhadap outcome proyek,
Proyek FIP II akan melaksanakan kajian monitoing dan evaluasi pada akhir projek
tersebut dengan menganalisis dampak proyek baik aspek lingkungan, ekonomi dan
sosial serta mengembangkan strategi yang tepat untuk pengelolaan hutan berbasis
masyarakat secara berkelanjutan. Projek juga akan mengkaji tingkat keberhasilan proyek
dengan mengukur outcomes projek terkait pengukuran stock karbon di daerah KPH dan
tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap layanan KPH. Kajian ini direncanakan
berupa jasa konsultansi dan akan dilaksanakan oleh perusahaan konsultan terpilih yang
memiliki pengalaman dan keahlian yang relevan serta memadai dalam pengelolaan
sumberdaya alam (khususnya lingkungan hidup dan kehutanan), pemberdayaan
masyarakat, serta perlindungan lingkungan dan sosial. .

B. Maksud dan tujuan


Proyek FIP II bertujuan untuk mengembangkan pengelolaan hutan yang
mempertimbangkan praktik lingkungan hidup yang baik dan menghormati hak-hak
masyarakat yang tinggal di dalam dan berdekatan dengan areal KPH melalui proses
pelibatan masyarakat secara berkelanjutan. Proyek ini dirancang untuk mendukung KPH
dalam upaya mengelola kawasan hutan dan sumber daya alam yang menjadi
kewenangannya serta meningkatkan pelibatan masyarakat lokal. Kajian ini diharapkan
dapat memberikan rekomendasi bentuk pengembangan strategi yang lebih tepat untuk
mencapai tujuan pengelolaan hutan secara kelanjutan dan memperkuat langkah-langkah
mitigasi.
Kajian monitoring dan evaluasi proyek dilakukan untuk mengetahui program dan kegiatan
serta dampak dan tingkat keberlanjutan proyek dengan tujuan untuk:
1) Melakukan analisis mendalam terhadap dampak projek dari aspek lingkungan,
ekonomi dan sosial projek FIP-2 pada KPH lokus.
2) Mengidentifikasi sumber-sumber mata pencaharian dan alternatif pilihan
matapencaharian berbasis hutan baik secara kualitatif maupun kuantitatif secara
terukur.
3) Melakukan kajian kapasitas kelembagaan KPH dan KTH (Kelompok Tani Hutan)
dalam mengelola hutan secara lestari.
4) Merumuskan strategi keberlanjutan pengelolaan hutan berbasis masyarakat di
wilayah KPH

C. Sasaran dan Lokasi Kegiatan


Sasaran dari pekerjaan ini adalah kajian monitoring dan evaluasi kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh KPH-KPH di wilayah kerjanya yang mempunyai dampak secara
signifikan pada masyarakat dan lingkungannya. Adapun lokasinya meliputi 10 KPH, antara
lain :
1. KPH Panyabungan Provinsi Sumatera Utara
2. KPH Tasik Besar Provinsi Riau
3. KPH Limau Sarolangan Provinsi Jambi
4. KPH Lakitan Provinsi Sumatera Selatan
5. KPH Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan
6. KPH Kendilo Provinsi Kalimantan Timur
7. KPH Dampelas Tinombo Provinsi Sulawesi Tengah
8. KPH Dolago Provinsi Sulawesi Tengah
9. KPH Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat
10. KPH Batulanteh Provinsi Nusa Tenggara Barat

D. Ruang Lingkup
Kegiatan kajian monitoring dan evaluasi yang akan dirancang dan dilaksanakan oleh
konsultan untuk melihat pengaruh intervensi proyek FIP-2 yang diindikasikan dari
perubahan pada aspek hutan, lingkungan, social ekonomi dan kelembagaan, melingkupi
pada:

(1) Analisis Hutan dan Tutupan Lahan: Pengumpulan dan analisis data mengenai
distribusi dan perubahan kondisi hutan, perubahan tutupan lahan, potensi hutan,
pemanfaatan hutan, dan konflik pemanfaatan lahan hutan yang ada dan yang
potensial pada area yang dikelola oleh KPH dll. Analisis juga mencakup berbagai
faktor yang berkontribusi pada deforestasi dan degradasi baik pada kawasan
hutan dan atau lahan gambut dan kebakaran hutan pada kawasan hutan dan
atau lahan gambut. Penilaian ini mencakup pengaruh intervensi proyek FIP-2
terhadap peningkatan tutupan hutan dengan malakukan analisis citra satelit dan
pengukuran stok karbon serta tingkat emisinya. Peta yang relevan juga harus
disertakan sebagai dasar analisis.

(2) Aspek lingkungan: Pengumpulan data dan analisis karakteristik lingkungan di


yurisdiksi KPH dan tekanan alam dan antropogenik di dalam dan di samping
wilayah KPH. Penilaian ini juga mencakup pengaruh intervensi proyek FIP-2
terhadap perbaikan kondisi lingkungan hutan. Peta yang relevan juga harus
disertakan sebagai dasar analisis.

(3) Aspek social-ekonomi dan Budaya dilakukan melalui survei rumah tangga (household
survey) terhadap penerima manfaat langsung proyek yang tinggal di dalam dan di
sekitar kawasan hutan termasuk kelompok perempuan dan minoritas yang
memperoleh manfaat dari intervensi proyek harus dipertimbangkan dalam memilih
responden. Hipotesisnya adalah, akan ada perubahan positif yang signifikan dalam
manfaat moneter dan non-moneter dari rumah tangga yang dirawat. Parameter
manfaat moneter dan non moneter digunakan dalam kegiatan ini. Pengumpulan data
dan analisis social mencakup karakteristik demografi dan sosio-ekonomi
masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar wilayah KPH, termasuk
keberadaan masyarakat adat dan masyarakat rentan, jumlah gangguan/konflik
yang ada dan yang potensial (termasuk peta dimana konflik berada dan
penyebabnya), tingkat ketergantungan pada sumber daya hutan, persepsi
masyarakat tentang KPH dan entitas pengelolaan hutan lainnya dan konsesi dan
kemitraan yang ada dan potensial jika ada, potensi bisnis berbasis hutan masyarakat
dan nilai investasi usaha produktif di wilayah KPH serta pendapatan masyarakat
yang menjadi mitra KPH, peluang mata pencaharian potensial lainnya. Peta
yang relevan, termasuk identifikasi konflik dan sengketa terkait lahan juga harus
disertakan sebagai dasar analisis.

(4) Analisis Kelembagaan KPH dan Analisis Pemangku Kepentingan

Analisis kapasitas kelembagaan KPH dan Analisis Pemangku Kepentingan. Analisis


Kapasitas kelembagaan KPH dalam pengelolaan hutan, pemberdayaan masyarakat
dan pengelolaan risiko lingkungan dan sosial. Ini juga harus mencakup penilaian
terhadap KPH dan kapasitas mitra mereka untuk menerapkan peraturan
perundang-undangan di berbagai wilayah hukum yang melibatkan banyak
pemangku kepentingan termasuk aktor swasta dan pemerintah yang secara kolektif
berkontribusi terhadap pengurangan emisi. Termasuk perkembangan KTH dan
survey kepuasan pemangku kepentingan atas layanan KPH juga menjadi lingkup
dalam kajian ini.

Analisis pemangku kepentingan: analisis yang menguraikan pemangku


kepentingan utama yang mungkin terpengaruh, baik secara positif maupun negatif,
secara langsung atau tidak langsung, melalui pelaksanaan proyek. Untuk setiap
kelompok pemangku kepentingan yang diidentifikasikan, analisis harus: 1)
menjelaskan secara spesifik bagaimana proyek tersebut dapat mempengaruhi
secara positif atau negatif; 2) merekomendasikan cara untuk meningkatkan manfaat
positif, atau mengurangi dampak negatif; dan 3) merekomendasikan langkah-
langkah untuk mendorong partisipasi mereka dalam konsultasi dan pelaksanaan
proyek, jika sesuai. Mengidentifikasi potensi konflik tenurial, konflik sosial dan aspek
lain pada lokasi studi.

(5) Analisis keberlanjutan program dan exit strategy dilakukan mencakup analisis
terhadap capaian-capaian program dan kegiatan yang telah dikembangkan proyek
(mencakup input, proses, output, outcome proyek) dan tingkat keberlanjutan program
pasca proyek FIP-2 berakhir. Analisis keberlanjutan dan exit strategy dilakukan
dengan menggunakan tools yang tepat untuk memperoleh cara-cara tepat dalam
mewujudkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat secara berkelanjutan di tingkat
tapak.
Kajian monitoring dan evaluasi proyek FIP-2 tersebut dilaksanakan dan mencakup
penilaian terkait pencapaian indicator proyek (Project Development Objective) FIP-2,
termasuk survei rumah tangga untuk mengukur kondisi moneter dan non-moneter
penerima manfaat proyek (mengacu pada indikator 5b, 6a, 6b); Penilaian kelembagaan
untuk menggambarkan kondisi kelembagaan KPH yang ada (mengacu pada indikator
1,2,3 dan Pengukuran stok karbon serta Survey Kepuasan Penerima Manfaat /
Pemangku Kepentingan / masyarakat dan pemegang izin terhadap layanan KPH.
E. Output (Keluaran)
a) Tersedianya data perubahan kondisi akibat dampak project FIP2 (pre dan after
program FIP II) pada aspek lingkungan biofisik, ekonomi dan social melalui analisis
baseline studi tentang survei rumah tangga, evaluasi kelembagaan KPH, dan
analisis tutupan lahan dan karbon.
b) Tersedianya data livelihood sustainability pada penerima manfaat program FIP II
sebagai dasar dalam merumuskan keberlanjutan kehidupan masyarakat yang
tergantung dari hutan.
c) Tersedianya data dan informasi tingkat keberlanjutan/kapasitas kelembagaan KPH
(operasionalisasi dan desentralisasi) dan KTH
d) Tersusunnya strategI keberlanjutan dan exit strategy proyek FIP-2

F. Pelaksana Kegiatan
Kegiatan kajian akan dilakukan pada 10 KPH yang menjadi lokasi Proyek FIP II, dan
dilaksanakan oleh Firma/Perusahaan Konsultan Nasional (Konsultan) yang dipilih
berdasarkan mekanisme pengadaan yang ditetapkan oleh Bank Dunia (World Bank).
Sesuai Project Operational Mnaual (POM) untuk pengadaan jasa konsultansi dengan nilai
sampai dengan US$300.000 digunakan metode seleksi yang dinamakan Consultant’s
Qualification Selection (CQS) dengan mengundang sekurang-kurangnya tiga calon
penyedia / supplier.
Perusahaan konsultan setidaknya harus memiliki pengalaman 5 tahun dalam jasa
konsultasi di bidang perencanaan dan pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya
alam (khususnya lingkungan hidup dan kehutanan), perencanaan pengelolaan hutan
lestari, dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan (perusahaan swasta, Negara, KPH dan
lainnya); Pengembangan dan evaluasi KPH; penilaian lingkungan, perencanaan dan
evaluasi lingkungan (yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan hutan dan kawasan
hutan); dan penilaian sosial (kondisi sosial, sosio-ekonomi, analisis konflik, resolusi
konflik, isu gender, hak masyarakat adat, pengembangan usaha masyarakat, dll); serta
keterlibatan dalam kegiatan REDD+ dan kegiatan lainnya terkait REDD+.
Dari kegiatan yang telah dilaksanakan oleh KPH tersebut dianalisa manfaatnya secara
terukur (pre dan after). Hasilnya akan dibandingkan dengan hasil studi baseline sebagai
ukuran dampak intervensi proyek selama 5 tahun, melalui kegiatan pengumpulan data
survey ekonomi rumah tangga (livelihood), inventarisasi tutupan lahan dan karbon, survey
kepuasan dan evaluasi kapasitas kelembagaan KPH dan KTH.
Dalam pelaksanaan kegiatan, dibutukan Personil / Tenaga Ahli yang hali dalam pekerjaan
ini adalah:
(1). Tenaga Ahli (Expert) Pengelolaan Hutan, berjumlah 1 (satu) orang yang akan
bertindak sebagai ketua tim, dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
a. Minimal memiliki gelar Magister/Master (S2) di bidang kehutanan dan/ atau
pengelolaan sumber daya alam dan memiliki pengalaman bekerja sebagai
konsultan minimal 5 tahun mengenai pengelolaan hutan, aspek lingkungan dan
sosial yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam
(khususnya hutan), pengembangan kelembagaan kehutanan, pengelolaan sosial
ekonomi kehutanan, REDD+ dan kegiatan lainnya yang sesuai;
b. Memiliki pengalaman manajemen proyek selama 5 tahun dan memiliki
pengalaman lapangan yang cukup;
c. Memiliki minimal 5 kali sebagai Ketua Tim Konsultan dalam bidang jasa
konsultasi di bidang kehutanan, lingkungan, sosial ekonomi dan bidang sejenis;
(2). Tenaga Ahli (Expert) Lingkungan, berjumlah 1 (satu) orang: 1 (satu) orang akan
fokus pada aspek Lingkungan biologi, fisika-kimia. Bertindak sebagai anggota tim,
dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
a. Memiliki gelar Magister/Master bidang yang relevan seperti ilmu lingkungan dan
/ atau biologi, teknik lingkungan, studi lingkungan, pengelolaan hutan / konservasi
atau yang sesuai;
b. Minimal 4 tahun pengalaman operasional yang relevan dan rekam jejak yang
terbukti mengenai masalah lingkungan dan pengamanan (safeguard).
Pengalaman kerja sebelumnya di proyek kehutanan, lingkungan dan kebijakan
serta upaya perlindungan akan menjadi nilai tambah;
(3). Tenaga Ahli (Expert) sosial, berjumlah 1 (dua) orang: 1 (satu) orang akan fokus
pada aspek Sosial-Ekonomi dan yang lainnya akan fokus pada aspek Sosial-
Budaya. Bertindak sebagai anggota tim, dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
a. Memiliki gelar Magister/Master bidang sosiologi, antropologi, (sosial) kehutanan,
sosio ekonomi, kebijakan publik, dan ilmu sosial lainnya;
b. Minimal 4 tahun pengalaman operasional yang relevan dan rekam jejak yang
terbukti tentang perlindungan sosial. Pengalaman kerja sebelumnya di bidang
kehutanan dan kebijakan pengamanan (safeguard) akan menjadi nilai tambah;

(4). Tenaga Ahli (Expert) GIS, berjumlah 1 (satu) orang: fokus pada aspek pemetaan
dan yang lainnya. Bertindak sebagai anggota tim, dengan kriteria antara lain
sebagai berikut:
a. Memiliki gelar Magister/Master di bidang geografi, penginderaan jarak jauh,
kehutanan, perencanaan wilayah kota dan lainnya;
b. Minimal 4 tahun pengalaman operasional yang relevan dan rekam jejak yang
terbukti tentang pemetaan. Pengalaman kerja sebelumnya di bidang pemetaan,
kehutanan dan perencanaan wilayah kota akan menjadi nilai tambah;

Untuk kelancaran kegiatan tersebut, diperlukan tenaga pendukung dalam melakukan


kajian monitoring dan evaluasi kegiatan yang telah dilakukan dalam proyek FIP-II,
diantaranya:

(1). Asisten Tenaga Ahli dibidang Pengelolaan Hutan, berjumlah 4 (empat) orang,
dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
a. Minimal memiliki gelar Sarjana (S1) di bidang kehutanan dan/ atau pengelolaan
lingkungan dan memiliki pengalaman bekerja sebagai konsultan minimal 2 tahun
di bidang pengelolaan hutan;
b. Memiliki pengalaman manajemen proyek selama 2 tahun dan memiliki
pengalama lapangan yang cukup;
(2). Surveyor/enumerator, berjumlah 4 (empat) orang, akan fokus pada suervey sosial-
ekonomi dan budaya. Bertindak sebagai anggota tim, dengan kriteria antara lain
sebagai berikut:
a. Memiliki gelar sarjana (S-1) bidang sosiologi, antropologi, (sosial) kehutanan,
sosio ekonomi, kebijakan publik, dan ilmu sosial lainnya;
b. Minimal 2 tahun pengalaman yang relevan dan rekam jejak yang terbukti tentang
perlindungan sosial.
(3). Operator Komputer/GIS, berjumlah 4 (empat) orang: fokus pada aspek pemetaan
dan yang lainnya. Bertindak sebagai anggota tim, dengan kriteria antara lain
sebagai berikut:
a. Memiliki gelar Sarjana (S-1) di bidang Geografi, Geodesi, Penginderaan Jarak
jauh, perencanaan wilayah kota dan lainnya;
b. Minimal 2 tahun pengalaman operasional yang relevan dan rekam jejak yang
terbukti tentang pemetaan. Pengalaman kerja sebelumnya di bidang pemetaan,
kehutanan dan perencanaan wilayah kota akan menjadi nilai tambah

(4). Administrasi, berjumlah 1 (satu) orang, dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
a. Memiliki gelar D3/Sarjana (S1) di bidang administrasi, ekonomi;
b. Minimal 2 tahun pengalaman;
c. Diutamakan mengusai bahasa inggris

G. Jangka Waktu Pekerjaan


Pelaksanaan kegiatan Kajian Monitoring dan Evaluasi Kegiatan FIP-II dilaksanakan
selama 75 (tujuh puluh lima) hari kalender atau 2 (dua) bulan, dengan tata waktu sebagai
berikut :

Bulan 1 (minggu Bulan 2 Bulan 3


No Kegiatan ke-) (minggu ke-) (minggu ke-) Ket.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Persiapan
Penyampaian Rencana Kerja (Laporan
a
Pendahuluan)
b Pembahasan Laporan Pendahuluan
Penyelesaian dan Penyerahan
c
Laporan Pendahuluan
2 Kegiatan di Provinsi dan
Lapangan
a Entry Meeting
b Survey
c Workshop
3 Penulisan Laporan
Pengolahan data dan penyusunan
a
Draft Laporan Antara
Workshop dan Presentasi Laporan
b
Antara
c Finalisasi Laporan Akhir
d Penyampaian laporan akhir

H. Persyaratan Pelaporan
Perusahaan/konsultan yang terpilih wajib menyampaikan sejumlah laporan yang terdiri
dari laporan awal, kemajuan, dan laporan akhir. Kecuali laporan akhir, laporan lainnya
akan disampaikan dalam Bahasa Indonesia.
1. Laporan Pendahuluan.
Laporan Pendahuluan disampaikan kepada pemberi pekerjaan paling lambat dalam
waktu 1 (satu) bulan setelah Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) ditandatangani.
Laporan harus menguraikan temuan awal konsultan, mengidentifikasi kendala dan
solusi yang direkomendasikan, dan mengkonfirmasi metodologi yang diusulkan
termasuk jadwal. Laporan pendahuluan tersebut disampaikan dalam bentuk buku
sebanyak 5 (lima) buku.
2. Laporan Antara.
Untuk memungkinkan koordinasi yang lebih baik, penyedia jasa terpilih wajib
menyampaikan laporan antara kepada pemberi pekerjaan paling lambat 2 (bulan)
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) ditandatangani. Laporan tersebut akan mencakup
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan termasuk kemajuan pelaksanaan
terhadap target dan pencapaian khusus. Laporan Antara disampaikan dalam bentuk
buku sebanyak 5 (lima) buku.
3. Laporan Akhir.
Laporan akhir akan disampaikan kepada pemberi pekerjaan, world bank dan pihak
lain sebagaimana mestinya selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) setelah Surat
Perintah Mulai Kerja (SPMK) ditandatangani. Laporan akhir akan memasukkan revisi
yang diperlukan pada saat pembahasan laporan. laporan akan disampaikan dalam
dua bahasa; Indonesia dan Inggris.

I. Sumber Dana dan Perkiraan Biaya


Mengingat pentingnya kegiatan ini, sumber dana yang diperlukan untuk membiayai
pengadaan Jasa Konsultansi Kajian Monitoring dan Evaluasi Kegiatan FIP-II berasal dari
anggaran hibah luar negeri (HLN) Forest Investment Program (FIP) II: Promoting
Sustainable Community Based Natural Resource Management and Institusional
Development Project dalam DIPA Satker Kantor Pusat Ditjen PHL Tahun 2022 sebesar
Rp.1.700.000.000,00 (satu miliar tujuh ratus ribu rupiah) dengan rincian sebagaimana
Harga Perkiraan Sendiri terlampir.

J. Penutup
Demikian Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (ToR) ini dibuat sebagai
gambaran dan panduan dalam pengadaan Jasa Konsultansi Kajian Monitoring dan
Evaluasi Kegiatan FIP-II yang bersumber dari dana hibah luar negeri (HLN) Forest
Investment Program (FIP) II: Promoting Sustainable Community Based Natural Resource
Management and Institusional Development Project.

Kasubdit Pemolaan Kawasan HP dan HL


Selaku PPK Bidang Kegiatan IV,

Drajad Kurniadi, S.Hut, M.Si.


NIP. 19770322 200112 1 004

Anda mungkin juga menyukai