Anda di halaman 1dari 10

12.

INFLASI DAN PENGANGGURAN

1. INFLASI (INFLATION)

A. DEFINISI DAN PENGERTIAN INFLASI

Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan


terus menerus. Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi
agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi:
 Kenaikan Harga
 Bersifat Umum
 Berlangsung Tents-Menerus

B. INFLASI: ANALISIS PERMINTAAN AGREGAT DAN PENAWARAN


AGREGAT

1) Permintaan Agregat
Permintaan agregat (aggregate dentand/AD) adalah total permintaan barang
dan jasa dalam suatu perekonomian selama satu periode tertentu. Bentuk kurva
AD adalah sama seperti kurva permintaan terhadap satu komoditas tertentu.
Bedanya adalah tingkat harga merupakan tingkat harga umum yang biasanya
dalam angka indeks. Angka indeks diperoleh melalui penghitungan
dengan menggunakan metode pembobotan(weigthed) tertentu.
Dalam analisis makro dua faktor ceteris paribus yang sangat berpengaruh
terhadap permintaan agregat yaitu kebijakan ekonomi yang diambil
pemerintah: kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

a) Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Permintaan Agregat


Kebijakan moneter (monetary policy) adalah kebijakan yang
bertujuan mengarahkan ekonomi makro ke kondisi yang diinginkan
(yang lebih baik), dengan mengatur jumlah uang beredar. Kebijakan
uang ketat (kebijakan moneter kontraktif) akan mengurangi jumlah uang
beredar dalam masyarakat. Kebalikannya, kebijakan moneter ekspansif
akan menambah jumlah uang beredar.

b) Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat


Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang bertujuar. mengarahkan
ekonomi makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan
mengatur anggaran pemerintah, terutama sisi penerimaan dan
pengeluaran. Alat utama kebijakan fiskal pemerintah adalah pajak dan

107
subsidi. Jika pemerintah menempuh kebijakan anggaran defisit
(pengeluaran > penerimaan), maka permintaan agregat akan meningkat,
sebab untuk menempuh kebijakan anggaran defisit, pemerintah
harus mengurangi pendapatannya dengan mengurangi pajak dan
atau menambah pengeluaran. Keduanya akan meningkatkan daya
beli masyarakat, sehingga kurva AD bergeser ke kanan. Sebaliknya yang
terjadi, jika pemerintah menempuh kebijakan fiskal surplus. Dampak
kebijakan fiskal pemerintah terhadap permintaan agregat.

Diagram 12.1

2) Penawaran Agregat

Penjelasan tentang permintaan agregat mempermudah kita memahami


penawaran agregat (aggregate supply/AS), Kebijakan pemerintah juga sangat
berpengaruh terhadap penawaran agregat. Kebijakan moneter ekspansif,
misalnya dengan memberikan bantuan kredit, dapat meningkatkan penawaran
agregat, Kebijakan fiskal ekspansif akan meningkatkan penawaran agregat,

108
3) Inflasi dan Keseimbangan Ekonomi

Diagram 12.2

4) Inflasi Tekanan Permintaan (Demand-Pull Inflation)

Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation) adalah inflasi yang terjadi


karena dominannya tekanan permintaan agregat. Tekanan permintaan
menyebabkan output perekonomian bertambah, tetapi disertai inflasi, dilihat
dari makin tingginya tingkat harga umum. Dalarn inflasi tekanan permintaan,
tidak selalu berarti penawaran agregat (AS) tidak bertambah. Yang pasti,
kalaupun terjadi pertambahan penawaran agregat, jumlahnya lebih kecil
dibanding peningkatan permintaan agregat.

Diagram 12.3

109
5) Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)

Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation) terjadi karena kenaikan biaya


produksi. Biasanya menyebabkan penawaran agregat berkurang.
Naiknya biaya produksi disebabkan naiknya harga input pokok. Misalnya,
kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan BBM akan menyebabkan biaya
produksi barang barang output sektor industri menjadi lebih mahal yang
mengurangi penawaran agregat. Jika yang berkurang adalah penawaran
agregat, inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output
(PDB) menjadi lebih kecil (Y l < Y o).
6) Stagflasi

Stagflasi menerangkan kombinasi dari dua keadaan buruk, yaitu stagnasi


dan inflasi. Stagnasi adalah kondisi di mana tingkat pertumbuhan ekonomi
sekitar nol persen per tahun. Jumlah output relatif tidak bertambah.

C. BEBERAPA INDIKATOR INFLASI

1) Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)

Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode
tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa
utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-
masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot (weigthed) berdasarkan
tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi
bobot yang paling besar.

IHK 1 – IHK 0
INFLASI = ---------------- X 100%
IHK 0

2) Indeks Harga Perdagangan Beser (Wholesale Price Index)

Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu
THPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen (producer price
index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada
berbagai tingkat produksi.

110
Tabel 12.1 : Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), 1995-1998
(1983–100)

Akhir Perlode IHPB Perubahan IHPB


(%)
1995 240 11,62

1996 259 7,92

1997 282 8,88

1998 568 101,42

Sumber: Diolah dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (Bank Indonesia).

3) Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)

Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan 1HPB memberikan gambaran laju


inflasi yang sangat terbatas. Sebab, dilihat dari metode penghitungannya,
kedua indikator tersebut hanya melingkupi beberapa puluh atau mungkin
ratus jenis barang jasa, di beberapa puluh kota saja. Padahal dalam
kenyataan, jenis barang dan jasa yang diproduksi atau dikonsumsi
dalam sebuah perekonomian dapat mencapai ribuan, puluhan ribu
bahkan mungkin ratusan ribu jenis.

Tabel 12. 2 : Indeks Harga Implisit (IHI), 1990 – 1996 (1990 = 100)

Akhir Periode IHI Perubahan IHI (%)

1990 100,00 9,05


1991 108,70 8,70
1992 116,70 7,36
1993 139,00 19,10
1994 149,90 7,84
1995 163,90 9,34
1996 177,80 8,48
Sumber: Diolah dari International Financial Statistics, 1997 (IMF).

4) Alternatif Dari Indeks Harga Implisit

Mungkin saja terjadi, pada saat ingin menghitung inflasi dengan


menggunakan IHI tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data IHI.
Hal ini bisa di atasi. Sebab prinsip dasar penghitungan inflasi
berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah membandingkan
tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil.

111
Tabel 12.3 : Cara Perhitungan Inflasi, 1990 – 1996

Tahun PDB PDB Rill Pertumbuhan Pertumbuha Inflasi


Nominal (Th. Dasar Nominal (RN) n (RN-RR)
1990) Rill (RR)
1990 195.597 195.597 17,00 7,24 9,76
1991 227450 209.192 16,29 6,95 9,34
1992 259.884 222.705 14,26 6,46 7,80
1993 329.776 237.172 26,89 6,50 20,39
1994 382.220 255.055 15,90 7,54 8,36
1995 452.381 276.003 18,36 8,2 10,14
1996 528.956 297.579 16,93 7,82 9,11

D. BIAYA SOSIAL DARI INFLASI

Ada beberapa masalah social ( biaya social ) yang muncul dari inflasi yang tinggi
(  0% per tahun). Yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:

1) Menurunnya Tlnykat Kesejahferaan Rakyat

Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan


tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan
daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil).

2) Memburuknya Distribusi Pendapatan

Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari


jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi.

3) Terganggunya Stabilitas Ekonomi

Pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah sangat


kecilnya tindakan spekulasi dalam perekonomian. Inflasi mengganggu
stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan
(ekspektasi) para pelaku ekonomi.

Tabel 12. 4 : Inflnsi, SBI rate, dan Suku Bunga Will

Inflasi y-o-y SBI rate (1bin) Suku BungaRiil


Des-2000 9,3 14,5 5,1
Des-2001 12,5 17,6 5,1
Des-2002 12,5 17,6 5,1
Des-2003 5,1 8,3 3,3
Jun-2004 6,8 7,3 0,5
Sumber. BPS don Bank Indonesia

112
Tabel 12.5 : Perkirnan dan Realisasi Inflasi Tahun 2003

Perkiraan Realisasi beviasi


Awal tahun
Core Inf lotion 8 6,93 1,07
Administered Price 16,7 9,08 7,59
inflation
Food Volatile 5,3 -2,36 7,69
InflationIHK
Inflasi 9 5,03 3,97
Sumber. Bank Indonesia

2. PENGANGGURAN (UNEMPLOYMENT)

Seseorang baru dikatakan menganggur bila dia ingin bekerja dan


telah berusaha mencari kerja, namun tidak mendapatkannya.
Dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencari kerja
masuk dalam kelompok penduduk yang disebut angkatan kerja.
Berdasarkan kategori usia, usia angkatan kerja adalah 15-64 tahun.
Tetapi tidak semua orang yang berusia 15-64 tahun dihitung sebagai
angkatan kerja.

Diagram 12. 4

A. Dua dasar utama klasifikasi pengangguran, yaitu


1) Pendekatan Angkatan Kerja (Labour Force Approach)
Pendekatan ini mendefinisikan penganggur sebagai angkatan kerja yang
tidak bekerja.
2) Pendekatan Pemanfaatan Tenaga Kerja ( Labour Utilization Approach )
Dalam pendekatan ini, angkatan kerja dibedakan tiga kelompok, yakni:

113
a) Menganggur (Unemployed), yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja
atau sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini sering disebut juga
pengangguran terbuka (open unemployment).
b) Setengah Menganggur (Underemployed), yaitu mereka yang bekerja,
tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Artinya jam kerja mereka
dalam seminggu kurang dari 35 jam.
c) Bekerja Penuh (Employed), yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau
jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.

B. Jenis-jenis Pengangguran

1) Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)


Pengangguran jenis ini bersifat sementara dan terjadi karena adanya
kesenjangan antara pencari kerja dengan lowongan kerja.
2) Pengangguran Struktural (Structural Unemployment)
Dikatakan pengangguran struktural karena pencari kerja tidak mampu
memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan
pekerjaan yang tersedia..
3) Pengangguran Siklis (Cyclical Unemployment)
Pengangguran siklis (cyclical unemployment) atau pengangguran konjungtur
adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam
tingkat kegiatan perekonomian.
4) Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment)
Pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi
jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian.

INFLASI DAN PENGANGGURAN : KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE)


Profesor A.W. Phillips (1958), hubungan antara inflasi dan
pengangguran menjadi salah satu tema sentral ekonomi makro. Hasil
penelitian Profesor Phillips tentang perekonomian Inggris periode 1861- 1957
menunjukkan adanya hubungan negatif dan non linier antara kenaikan tingkat
upah/inflasi tingkat upah(wage inflation) dengan pengangguran (unemployment)

Diagram 12. 6

114
C. ADOPSI KAUM KEYNESIAN :
Kurva Phillips Jangka Pendek (Short Run Phillips Curve)

Hasil temuan Prof. Phillips diadopsi oleh ekonom Keynesian untuk


menjelaskan adanya trade off (imbang korban atau harga yang harus
dibayar) antara tingkat inflasi dan pengangguran. jika ingin mengurangi
tingkat pengangguran, harga yang harus dibayar meninggi. Hubungan
inflasi pengangguran seperti yang diungkapkan Phillips clan diadopsi
kaum Keynesian, sebenarnya juga dapat dijelaskan dengan menggunakan
analisis kurva AD-AS

Diagram 12 7

D. ADOPSI KAUM KLASIK :


Kurva Phillips Jangka Panjang (Long Run Phillips Curve)

Analisis kaum Keynesian seperti diuraikan di atas mengundang keberatan


kaum Klasik Menurut mereka, kelemahan analisis di atas adalah
dimensi waktu yang berjangka pendek. Hasil analisis jangka pendek akan
berbeda bila dengan menggunakan analisis jangka panjang. Menurut kaum
Klasik, dalam jangka panjang perekonomian berada dalam keadaan
kesempatan kerja penuh (full employment). Bentuk kurva AS menjadi
tegak lurus, sehingga, seperti ditunjukkan oleh Diagram 9.11, peningkatan
permintaan agregat hanya akan menyebabkan inflasi (P 2 > Pi > PO);
Sementara output tidak bertambah. Karena itti pula, kurva Phillips Jangka
Panjang (Long Run Phillips Curve, disingkat LPC), berbentuk tegak lurus.

115
Jadi menurut kaum Klasik, dalam jangka panjang tidak ada trade off antara
inflasi dan pengangguran.
Diagram 12.8

116

Anda mungkin juga menyukai