Anda di halaman 1dari 6

c.

Beberapa Indikator Inflasi

Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi
selama satu periode tertentu. Tiga diantaranya adalah :

1) Indeks Harga Konsumen ( Consumer Price Index)

Indeks Harga Konsumen ( IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK
diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi
masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa diberi bobot
(weigthed) berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting
di beri bobot paling besar.

Akhir Periode IHI Perubahan IHI (%)

1994 163,17 9,60


1995 177,83 8,98
1996 189,62 6,63
1997 211,62 11,60
1998 375,89 77,63

Tabel Indeks Harga Konsumen (IHK) Gabungan 27 kota di Indonesia, Tahun 1994-1998
April (1988 – Maret 1989 = 100)

Tabel tersebut menyatakan bahwa titik awal penghitungan angka IHK adalah April
1988, dengan angka 100. Jika angka IHK makin besar, maka telah terjadi inflasi. Misalnya
IHK akhir periode 1994 adalah 163,17 menunjukkan selama 1989-1994 telah terjadi inflasi.
Angka perubahan IHK (kolom 3) adalah inflasi per tahun. Misalnya, IHK 1995 adalah
177,83, angka perubahan IHK-nya 8,98 % berarti selama periode 1994-1995 terjadi inflasi
sebesar 8,98 % . Angka diperoleh dari rumus perhitungan dibawah ini.

Inflasi = (IHK - IHK -1) / IHK -1 x 100%


Inflasi1995 = (IHK1995 – IHK1994 ) / IHK1994 x 100%

= (177,83 – 163,17)/ 163,17 x 1000%

= 8,98%

Dilihat dari cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat
inflasi yang sebenarnya. Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen, sebab IHK memasuukkan komoditas-komoditas yang
relevan (pokok) yang biasanya dikonsumsi masyarakat.

2) Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)

Jika IHK melihat sisi dari konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
melihat dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga
produsen ( producer price index). IPHB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen
sebagai tingkat produksi.

Akhir Periode IHPB Perubahan IHPB (%)

1995 240 11,62


1996 259 7,92
1997 282 8,88
1998 568 101,42

Rumus penghitungan inflasi berdasarkan data IPHB adalah sama dengan IHK yang diatas.

Inflasi = (IHPB - IHPB -1) / IHPB -1 x 100%

3. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)

Walaupun sangat bermanfaat , IHK dan IHPB memberikan gambaran laju inflasi yang
sangat terbatas. Sebab dilihat dari metode penghitungannya, kedua indicator hanya
melingkupi beberapa puluh atau mungkin ratus jenis barang jasa, dibeberapa puluh kota saja.
Padahal dalam kenyataan, jenis barang dan jasa yang diproduksi atau dikonsumsi dalam
sebuah perekonomian dapat mencapai ribuan, puluhan ribu bahkan mungkin ratusan ribu
jenis. Kegiatan ekonomi juga terjadi tidak hanya beberapa kota saja, melainkan seluruh
pelosok wilayah. Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang paling mewakili keadaan
sebenarnya, ekonom menggunakan indeks harga implisit (GDP deflator), disingkat IHI.

Angka deflator ini telah diperkenalkan dalam pembahasan Produk Domestik Bruto
berdasarkan harga berlaku dann konstan. Sama halnya dengan dua indikator sebelumnya,
penghitungan IHI dilakukan dengan menghitung perubahan angka indeks.

Inflasi = (IHI - IHI -1) / IHI -1 x 100%

Akhir periode IHI Perubahan IHI (%)

1990 100 9.05


1991 108,70 8,70
1992 116,7 7,36
1993 139 19,10
1994 149,9 7,84
1995 163,9 9,34
1996 177,8 8,46

Tabel Indeks Harga Implisit (IHI) Tahun 1990-1996 (1990=100)

4. Alternatif Dari Indeks Harga Implisit

Mungkin saja terjadi, pada saat ingin menghitung inflasi dengan menggunakan IHI
tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data IHI. Hal ini bisa di atasi. Sebab prinsip
dasar penghitungan inflasi berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah membandingkan
tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil. Selisih keduanya
merupakan tingkat inflasi.
PDB PDB Riil Pertumbuhan Pertumbuhan Inflasi
Nominal (Th. Dasar 1990) Nominal (RN) Rill (RR) (RN-RR)
Tahun

1990 195.597 195.597 17,00 7,24 9,76

1991 227.450 209.192 16,29 6,06 9,34

1992 259.884 222.705 14,26 6,46 7,80

1993 329.778 237.172 25,89 6,50 20,39

1994 382.220 256.055 15,90 7,54 8,36

1995 452.381 276.003 18,36 8,2 10,14

1996 528.956 297.579 16,93 7,82 9,11

d. Biaya sosial dan Inflasi

Harus diakui sampai tingkat tertentu inflasi dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
agregat. Sebab kenaikan harga akan memacu produsen untuk meningkatkan output-nya.
Kendati pun belum dapat dibuktikan secara matematis, umum nya ekonom sepakat bahwa
inflasi yang aman adalah. 5% per tahun. Jika terpaksa, maksimal 10% per tahun. Bagaimana
jika inflasi melebihi 10% .Umumnya sudah mulai sangat terganggu stabilitas ekonomi.
Apabila yang terjadi adalah hiperinflasi (hyper-inflation), yaitu inflasi yang ≥100% per tahun.

Ada beberapa masalah social ( biaya sosial ) yang muncul dari inflasi yang tinggi (≥
10% per tahun). Yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:

 Menurunnya tingkat kesehjateraan rakyat


 Memburuknya distribusi pendapatan
 Terganggu nya stabilitas ekonomi
1. Menurunnya Tingkat Kesejahteraan Rakyat

Tingkat kesejahteraan rakyat diukur dengan tingkat daya beli pendapatan makin
rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil). Makin tinggi
tingkat inflasi, makin cepat penurunan tingkat kesejahteraan

2. Makin Buruknya Distribusi Pendapatan

Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika


pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun,
pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar 20% per tahun. Jika inflasi mencapai 20%
per tahun, hanya segelintir masyarakat yang mempunyai kemampuan meningkatkan
pendapatannya  20% pertahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu
meningkatkan pendapatan rill tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan
pendapatan rill.

3. Terganggunya Stabilitas Ekonomi

Pengertian sederhana stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi


dalam perekonomian. Produsen berproduksi optimal. Konsumen memakai barang dan jasa
optimal sesuai kebutuhan. Kondisi nyaman ini akan terganggu bila inflasi yang relatif lebih
tinggi telah menjadi kronis.

Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan
(ekspetasi) para pelaku ekonomi. Inflasi kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga barang
dan jasa akan meningkat. Bag konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa
lebih banyak dari yang seharusnya agar lebih menghemat pengeluarkan konsumsi sehingga
permintaan barang dan jasa dapat meningkat.

Bagi produsen perkiraan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka menunda
penjualan, untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Penawaran barang dan jasa
berkurang sehingga kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju inflasi dan
akibatnya kondisi ekonomi akan semakin memburuk.
Pengangguran

a. definisi dan pengertian pengangguran

Seseorang dapat dikatakan pengangguran bila ia ingin bekerja dan telah berusaha mencari
kerja, namun tidak mendapatkannya.

Dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencari kerja masuk dalam kelompok
penduduk yang disebut angkatan kerja. Berdasarkan kategori usia, usia angkatan kerja adalah
15-64tahun. Yang dihitung sebagai angkatan kerja adalah 15-64 tahun yang bekerja atau
mencari kerja. Tingkat pengangguran adalah presentase angkatan kerja yang tidak/belum
mendapatkan pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai