A. PENDAHULUAN
Inflasi merupakan salah satu permasalahan ekonomi makro yang dihadapi oleh
hampir semua perekonomian di dunia, termasuk Indonesia. Mengapa inflasi
menjadi suatu masalah?. Inflasi merupakan indicator utama adanya stabilitas
harga dalam suatu perekonomian. Kestabilan harga akan mampu memberikan
jaminan pada investor untukmenanamkan modalnya. Bagi pemerintah, kondisi
yang stabil tersebut akan membantu untuk merumuskan kebijakan yang dapat
memperbaiki kesejahteraan rakyatnya. Sedangkan bagi masyarakat umu,
kestabilan harga akan membuat masyarakat mampu merencanakan kegiatan
konsumsi dan juga kegiatan spekulasi terhadap aset yang dimiliki dengan
sebaik-baiknya.
B. DEFINISI INFLASI
Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang mengukur besarnya
perubahan harga yang terjadi pada sekelompok barang dan jasa yang mewakili
konsumsi masyarakat rata-rata di wilayah perkotaan (Tambunan, 1996 : 112).
Dalam perhitungan, IHK, angka yang diperoleh berasal dari indeks harga
tertimbang dengan bobot (weight) banyaknya rumahtangga di wilayah
tertentu. Bobot tersebut diperoleh pada tahun yang dijadikan tahun dasar
dari angka indeks tersebut. Formula yang digunakan Badan Pusat Statistik
(BPS) dalam menghitung IHK adalah formula Laspeyres sebagai berikut
(Kenkel, 1989 : 956) :
SPt Q o
IL x100 (1)
SPo Q o
Di mana :
Il = Indeks Laspeyres
Pt = Harga pada tahun yang dihitung
Po = Harga pada tahun dasar
Qo = Kuantitas barang pada tahun dasar
Berdasarkan perhitungan IHK dengan formula (I), maka inflasi dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut (Tambunan, 1996 : 113) :
IHK t IHK t 1
Inflasi x100 (2)
IHK t 1
Di mana :
IHKt = Indeks harga konsumen pada tahun yang dihitung (tahun ke-t)
IHKt-1 = Indeks harga konsumen pada tahun sebelumnya (t-1)
Jika indeks harga tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 berturut-turut adalah
120, 124, dan 130, maka hitunglah tingkat inflasi pada tahun 2000 dan 2001.
Jawab :
IH 2000 - IH1999
Tingkat Inflasi 2000 x100
IH1999
124 - 120
x100
120
3,33
IH 2001 - IH 2000
Tingkat Inflasi 2001 x100
IH 2000
130 - 124
x100
124
4,84
Dalam menyajikan IHKI pada metode baru, jenis barang dan jasa
dikelompokkan menjadi 7, yaitu :
(1) Bahan makanan
(2) Makanan jadi, manuman, rokok dan tembakau
(3) Perumahan
(4) Sandang
(5) Kesehatan
(6) Pendidikan, rekreasi dan olahraga
(7) Transportasi dan komonikasi.
Tabel 9.2 berikut ini menyajikan data indeks dari masing-masing kelompok
barang dan jasa dengan cara perhitungan sebelum April 1998.
D. PENGGOLONGAN INFLASI
Parah tidaknya inflasi tergantung pada barang apa saja yang mengalami
kenaikan harga, dan kelompok masyarakat yang mana yang terkena dampak
kenaikan harga tersebut. Jika yang mengalami kenaikan harga adalah barang
kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh masyarakat, baik kelompok
masyarakat yang berpenghasilan tinggi maupun yang berpenghasilan rendah,
maka kelompok masyarakat yang berpendapatan rendahlah yang paling
merasakan dampak kenaikan harga tersebut. Namun juka yang mengalami
kenaikan harga adalah barang-barang mewah yang lebih banyak dikonsumsi
Inflasi ini akan menyebabkan harga barang impor menjadi lebih murah
daripada barang yang dihasilkan di dalam negeri, karena itu biasanya
inflasi akan menyebabkan impor berkembang lebih cepat daripada
perkembangan ekspor.
Kurva yang menunjukkan hubungan negative ini disebut kurva Phillips sesuai
dengan nama pencetus ide tersebut. Pada saat tingkat pengangguran rendah
tingkat upah akan naik dan sebaliknya, pada saat tingkat pengangguran tinggi,
kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan turunnya tingkat upah.
11
Rate of change of money wage rates,
10
9
8
percent per year
7
6
5
4
3
2
1
0 2 3 4 5
Tingkat Pengangguran (%)
Gambar 9.1 Hubungan antara Persentase Perubahan Tungkat Upah dengan Persentase
Tingkat Pengangguran
Sumber : Dornbusch and Fischer, 1984
Secara garis besar, ada tiga kelompok teori inflasi, masing-masing teori ini
menyatakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan
teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses
kenaikan harga ini. Ketiga teori itu adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes, dan
Teori Strukturalis.
Teori kuantitas uang adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun
teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi pada saat ini
terutama di negara sedang berkembang. Teori ini menyoroti peranan
penambahan jumlah aung beredar dan harapan masyarakat mengenai
kenaikan harga. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
(1) Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan jumlah uang beredar.
Dengan bertambahnya jumlah uang beredar secara terus menerus,
masyarakat akan merasa kaya sehingga akan menaikkan konsumsinya,
dan keadaan ini akan menaikkan harga.
(2) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang
beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di
masa yang akan dating.
2. Teori Keynes
3. Teori Strukturalis
Teori ini membeberkan titik tekan pada ketegaran atau infleksibilitas dari
struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Faktor-faktor
strukturalis inilah yang menyebabkan perekonomian negara sedang
berkembang berjalan sangat lambat dalam jangkapanjang. Teori ini sering kali
disebut Teori Inflasi Jangka Panjang. Menurut teori ini, ada dua ketegaran
utama yang dapat menimbulkan inflasi.
Pada zaman orde lama, Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sangat
tinggi, terutama pada pertengahan hingga akhir tahun 1960-an pernah
mengalami inflasi hingga 600%. Tingginya tingkat inflasi di Indonesia pada
periode tersebut, menurut banyak peneliti, terutama disebabkan oleh jumlah
uang yang beredar di dalam negeri yang terlalu banyak dan akibat deficit
neraca pembayaran Indonesia. Jumlah aung beredar pada zaman orde lama
boleh dikatakan hampir tidak terkendali terutama untuk membiayai deficit
keuangan pemerintah pada saat itu yang disebabkan oleh besarnya biaya
perjuangan dalam merebut kembali Irian Jaya, membasmi pemberontakan di
beberapa propinsi dan konfrontasi dengan Malaysia (Tambunan, 1996 : 113).
Baru pada awal tahun 1970-an, inflasi di dalam negeri bisa ditekan hingga
mencapai 6,6$ pada tahun 1972. Walaupun pada tahun 1974 naik lagi
mencapai 41% dan turun sampai mencapai 8,1% pada tahun 1978.
Pada masa orde baru, pemerintah berusaha mengendalikan laju inflasi yang
sangat tinggi tersebut dengan sejumlah kebijakan di bidang moneter, seperti
penerapan suku bunga yang tinggi yang sekaligus diharapkan mendorong
keinginan masyarakat untuk menabung. Selain kebijakan bidang moneter,
pemerintah juga menempouh kebijakan anggaran belanja berimbang agar
dapat mendukung kebijakan moneter yang sudah terlebih dahulu
diberlakukan. Hasil dari usaha pemerintah menampakkan hasil ketika laju
inflasi dapat ditekan dari 600% pada tahun 1966 menjadi 10,65% pada awal
pelaksanaan Pelita I. Selama Pelita I, laju inflasi rata-rata pertahun menjadi
17,48%, dan laju inflasi terendah terjadi pada tahun ketiga pelaksanaan Pelita
I, yaitu sebesar 0,81% per tahun. Pada akhir pelaksanaan Pelita I, laju inflasi
mencapai 47,35% pertahun. Hal ini disebabkan karena pemerintah dalam
melaksanakan kegiatan pembangunannya dan melaksanakan program
pemerataan pembangunan dengan cara menyediakan kredit likuiditas untuk
mendorong kegiatan ekonomi lemah, sehingga efek dari adanya kredit
Pada tahun 1979 terjadi inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 24,86%.
Tingginya laju inflasi pada tahun 1979 itu disebabkan oleh kenaikan harga
bahan baker minyak dalam negeri dan kebijakan pemerintah di sector
moneter yang dikeluarkan pada tanggal 15 Nopember 1978, yaitu devaluasi
matauang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kebijakan ini bertujuan
untuk meningkatkan ekspor dan menurunkan impor serta merangsang kegiatan
produksi dalam negeri.
Dengan berpegang pada pengalaman inflasi yang terjadi pada tahun 1960-an,
maka selama periode 1977 – 1983, pemerintah mengendalikan laju inflasi
dengan cara mengawasi dan mengendalikan harga sembilan bahan pokok
terutama beras oleh Bulog. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam
bidang jasa terutama jasa transportasi baik dalam menentukan tariff maupun
dilibatkannya BUMN dalam hal pengelolaan transportasi sehingga biaya
transportasi menjadi lebih terkendali, dan ini nampak pada turunnya laju
inflasi dari 11,81% pada tahun 1983 menjadi 10,49% pada tahun 1984, dan
akhirnya pada tahun 1985 tingkat laju inflasi turun secara drastic menjadi
4,75%.
Pada Pelita II, laju inflasi nampak lebih stabil apabila dibandingkan dengan
laju inflasi yang terjadi pada Pelita I. Hal ini terjadi karena ada kebijakan
pemerintah dalam mengendalikan kegfiatan moneter melalui penetapan pagu
kredit. Sebagai hasil dari kebijakan tersebut, secara bertahap laju inflasi
dapat ditekan dari 20,10% pertahun pada tahun 1974/1975 menjadi 10,08%
pada tahun 1977/1978.
Pada awal pelaksanaan Pelita III, laju inflasi kembali mengalami peningkatan
dari 11,79% pada tahun 1978/1979 menjadi 19,13% pada tahun 1979/1980. Hal
ini terjadi karena adanya kenaikan harga minyak bumi, devaluasi 15
Nopember 1978,naiknya harga dasar pembelian beras, meningkatnya inflasi
dunia dan penyesuaian harga jual bahan baker minyak. Untuk menanggulangi
laju inflasi yang meningkat, pemerintah memberlakukan tindakan stabilisasi
berupa pengurangan penggunaan rekeningnya pada Bank Indonesia. Langkah
tersebut berhasil menekan laju inflasi sampai 9,80% pertahuan pada tahun
1981/1982 dan 8,40% pertahun pada tahun 1982/1983.
Pada Pelita V, perkembangan laju inflasi mencapai 9,90%. Laju inflasi ini jauh
dari harapan pemerintah yang mengharapkan tingkat inflasi pada akhir
periode Pelita V rata-rata sebesar 5%. Sampai bulan kedua di awal tahun
1993, besarnya inflasi yang 4,95% sudah menyamai inflasi pada tahun 1992.
Hal ini disebabkan adanya dua hal (Prasetiantono, 1993 : 123), yaitu :
(1) Secara kualitatif, dapat dideteksi bahwa adanya kenaikan harga bahan
baker minyak, tariff listrik, dan gaji PNS secara simultan telah
mendorong inflasi.
(2) Peredaran uang ternyata mengalami peningkatan dalam jumlah besar,
yaitu mencapai 20%.
Pada April 2000, kondisi ekonomi Indonesia memburuk lagi dengan turunnya
kurs rupiah menjadi Rp 8.000 per dolar Amerika Serikat dan harga saham
turun ke level 510-an. Pergantian kepala pemerintahan beberapa kali ternyata
belum mampu memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia yang sudah
terlajur parah.
Data pada Tabel 9.3 menunjukkan perubahan IHK selama periode tahun
takwin 1980 samapai dengan Desember 1999.
A. PENDAHULUAN
B. PENGERTIAN INVESTASI
R1 R2 Rn
PV .... (10.1)
(I i) 1
(I i) 2
(I i) n
PV = Nilai sekarang
R1, R2, … ,Rn = Aliran aung pada tahun ke-1, 2, …, n
i = Tingkat suku bunga
Contoh :
Pada akhir tahun pertama dan kedua dari suatu investasi menghasilkan aliran
uang sebesar Rp 1.100 dan Rp 1.210. Jika investasi tersebut menghabiskan
biaya sebesar Rp 1.500, dan tingkat bunga 10% pertahun, maka :
(1) Hitunglah nilai sekarang dari sejumlah aliran uang selama dua tahun
tersebut ?.
(2) Apakah investasi tersebut menguntungkan ? Berikan alasannya.
Jawab :
Di mana :
Contoh :
Suatu investasi menghabiskan biaya sebesar Rp 2.000, menghasilkan aliran
pendapatan sebagai berikut : akhir tahun pertama Rp 1.100, dan akhir tahun
kedua Rp 1.210, dan tingkat suku bunga yang berlaku 8% pertahun. Berapakah
besarnya nilai MEC tersebut?, dan apakan investasi tersebut menguntungkan ?
Jelaskan.
Jawab :
1.100 1.210
2.000
(I MEC) 1
(I MEC) 2
0,15
0,10
MEC = MEI = I
0 A A+B Investasi
Gambar 10.1 Hubungan antara Tingkat Bunga dengan MEC, MEI, atau
Investasi
Jika harga barang modal semakin mahal dengan semakin banyaknya jumlah
barang modal yang diminta oleh investor, maka kurva investasi ditunjukkan
dengan gambar 10.2 berikut.
Tingkat Bunga
MEI=I MEC
0 Investasi
Gambar 10.2 Hubungan antara Tingkat Bunga dengan MEC, MEI, atau
Investasi
A. PENDAHULUAN
Model keseimbangan di pasar barang dan jasa sering ditunjukkan oleh fungsi
investment - saving (sering disingkat IS), sedangkan model keseimbangan di
pasar uang sering ditunjukan oleh fungsi liquidity preference-money (sering
disingkat LM).
Contoh :
Pertanyaan :
(1) Tentukan persamaan pendapatan nasional keseimbangan.
(2) Berapa besarnya pendapatan nasional jika tingkat bunga 10%, berapa
pula jika tingkat bunga 5%.
(3) Gambarkan keseimbangan pendapatan nasional tersebut dalam kurva
IS.
Jawab :
IS
0 Y
Oleh karena Ms dipengaruhi oleh tingkat bunga, maka permintaan uang tunai
total juga dipengaruhi oleh tingkat bunga yang merupakan opportunity cost
dari sejumlah uang yang dipegang. Jika tingkat bunga meningkat, maka
jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat akan semakin sedikit karena
opportunity cost berupa pendapatan bunga yang hilang akan semakin besar
(jika jumlah uang yang dipegang tidak dikurangi). Dengan demikian bentuk
kurva Md (permintaan uang tunai total) adalah menurun dari kiri atas ke
kanan bawah.
Gambar 11.1 menunjukkan bahwa pada suku bunga io permintaan uang tunai
total adalah Mo. Hal ini disebabkan karena pada tingkat bunga i o uang yang
digunakan untuk spekulasi telah berkurang, yakni sebagian telah digunakan
untuk membeli aset keuangan lain seperti obligasi. Sebaliknya, jika tingkat
bunga i1 permintaan uang meningkat menjadi M 1, karena pada tingkay bunga
yang rendah ini jumlah aung tunai yang dipegang masyarakat lebih banyak
digunakan untuk spekulasi.
Jumlah uang beredar atau penawaran aung (M s) adalah jumlah auang yang
tersedia dalam perekonomian dan dapat digunakan untuk membiayai
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam analisis makro
ekonomi, konsep penawaran uang yang terutama sekali diperhatikan adalah
M1 dan M2. Pada periode tertentu, penawaran uang dapat dianggap tetap
jumlahnya. Perubahan penawaran aung dapat ditentukan oleh kebijakan
otoritas moneter selaku penyedia uang kartal dan system perbankan melalui
kegiatan penciptaan uang giral. Dengan demikian bentuk kurva M s adalah
tegak lurus (sejajar dengan sumbu tingat bunga) yang menunjukkan bahwa
perubahan tingkat bunga tidak akan menyebabkan perubahan pada penawaran
uang. Secara matematis, fungsi penawaran uang dapat disusun menjadi : M s =
k3. Selanjutnya, kurva Ms dapat digambarkan sebagai berikut :
io
ie E
iI
Md
0 Mo Me MI M
Dalam keadaan penawaran uang adalah tetap, perubahan yang terjadi pada
tingkat bunga timbul karena adanya perubahan permintaan uang. Perubahan
permintaan uang terutama bersumber dari perubahan dalam pengeluaran
agregat. Pengeluaran agregat yang semakin meningkat akan menambah
permintaan. Kenaikan ini selanjutnya akan mengakibatkan meningkatnya
tingkat bunga. Dengan demikian, dalam keadaan penawaran uang adalah
tetap diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi pendapatan nasional,
semakin tinggi tingkat bunga. Hubungan antara pendapatan nasional dan
tingkat bunga tersebut digambarkan oleh kurva LM. Dengan demikian, kurva
LM adalah kurva yang menggambarkan keseimbangan di pasar uang pada
berbagai tingkat bunga dan pendapatan nasional.
Pertanyaan :
(1) Tentukan persamaan keseimbangan di pasar uang (persamaan LM)
(2) Gambarkan kurva keseimbangan di pasar uang (kurva LM) tersebut.
Jawab :
(1) Keseimbangan di pasar uang terjadi jika : Md = Ms
Jadi : 130 – 10i + 0,2Y = 170
0,2Y = 170 – 130 + 10i
0,2Y = 40 + 10i
Y = 200 + 50i (persamaan LM)
(2) Kurva LM
LM
200 Y
-4
D. MODEL KESEIMBANGAN IS - LM
Model keseimbangan di pasar barang dan jasa, serta pasar uang sekaligus
disebut dengan keseimbangan IS – LM. Dalam model keseimbangan IS – LM
tersebut terjadi keseimbangan umum. Keseimbangan umum terjadi pada
waktu pasar barang dan jasa dengan pasar uang berada dalam keseimbangan
secara bersama-sama. Pada waktu terjadi keseimbangan umum, besarya
1. Pendekatan Grafis
LM
E
ie
B A
IS
0 Ye Y
Titik A dilalui kurva IS tetapi tidak dilalui kurva LM. Hal ini menunjukkan
bahwa pada titik A terjadi keseimbangan di pasar barang dan jasa , tetapi
tidak terjadi keseimbangan di pasar uang. Titik B tidak dilalui kurva IS, tetapi
dilalui kurva LM. Hal ini menunjukkan bahwa pada titik B tidak terjadi
keseimbangan di pasar barang dan jasa, tetapi terjadi keseimbangan di pasar
uang. Titik A dan B merupakan titik keseimbangan parsial. Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa satu-satunya titik yang
2. Pendekatan Matematis
Contoh 11.3 :
Pertanyaan :
Y = 1.000 – 800i
= 1.000 – 800 (12,5%)
= 1.000 – 100
= 900
Jadi pendapatan nasional keseimbangan adalah 900.
C = 100 + 0,75Y
= 100 + 0,75 (900)
= 100 + 675
= 775
Investasi keseimbangan :
I = 60 – 200i
= 60 – 200(12,5%)
= 60 – 25
= 35
1. Kebijakan Fiskal
Ada dua akibet yang ditimbulkan oleh kebijakan fiscal, yaitu kebijakan fiskal
yang bersifat ekspansif, dan kebijakan fiscal yang bersifat kontraktif.
Kebijakan fiscal ekspansif dilakukan oleh pemerintah misalnya melalui
penambahan pengeluaran konsumsi pemerintah, penambahan biaya
transfer atau subsidi, dan pengurangan potongan pajak. Kebijakan fiscal
yang kontraktif dilakukan oleh pemerintah, misalnya melalui
pengurangan pengeluaran konsumsi pemerintah, pengurangan
pembayaran transfer atau subsidi, dan peningkatan potongan pajak.
LM
ie’ E’
ie E
ie ” E”
IS’
IS” IS
0 Y e ” Ye Ye ’ Y
Berdasarkan gambar 11.3 dapat dilihat adanya perpotongan antara dua kurva,
yaitu kurva IS’ (hasil pergeseran kurva IS ke kanan atas karena adanya
kebijakan fiscal ekspansif di pasar barang dan jasa) dan LM. Titik potong kurva
IS’ dan LM terjadi pada titik E’, sehingga pada titik E’ terjadi keseimbangan di
pasar barang dan jasa (direpresetasikan oleh kurva IS’) maupun di pasar uang
(direpresentasikan oleh kurva LM). Sebagai titik keseimbangan, titik E’
menunjukkan adanya tingkat bunga keseimbangan (i e’) dan pendapatan
nasional keseimbangan (Ye’). Nampak bahwa Ye’ dan ie’ lebih besar daripada
Ye mula-mula dan ie mula-mula.
Berdasarkan gambar 11.3 juga dapat dilihat adanya perpotongan antara dua
kurva, yaitu kurva IS” (hasil pergeseran kurva IS ke kiri bawah karena adanya
kebijakan fiscal kontraktif di pasar barang dan jasa) dan LM. Titik potong
kurva IS” dan LM terjadi pada titik E”, sehingga pada titik E” terjadi
keseimbangan di pasar barang dan jasa (direpresetasikan oleh kurva IS”)
maupun di pasar uang (direpresentasikan oleh kurva LM). Sebagai titik
keseimbangan, titik E” menunjukkan adanya tingkat bunga keseimbangan (i e”)
dan pendapatan nasional keseimbangan (Ye”). Nampak bahwa Ye” dan ie”
lebih kecil daripada Ye mula-mula dan ie mula-mula.
Contoh 11.4 :
Pertanyaan :
Jawab :
Y = 1.040 – 800i
= 1.040 – 800 (13,5%)
= 1.040 – 108
= 932
Jadi pendapatan nasional keseimbangan adalah 932.
C = 100 + 0,75Y
= 100 + 0,75 (932)
= 100 + 699
= 799
Investasi keseimbangan :
I = 60 – 200i
= 60 – 200(13,5%)
= 60 – 27
= 33
2. Kebijakan Moneter
LM” LM
LM’
ie” E”
ie E
ie’ E’
IS
0 Y e ” Ye Ye ’ Y
Berdasarkan gambar 11.4 dapat dilihat adanya perpotongan antara dua kurva,
yaitu kurva IS’ (hasil pergeseran kurva IS ke kanan atas karena adanya
kebijakan fiscal ekspansif di pasar barang dan jasa) dan LM. Titik potong kurva
IS’ dan LM terjadi pada titik E’, sehingga pada titik E’ terjadi keseimbangan di
pasar barang dan jasa (direpresetasikan oleh kurva IS’) maupun di pasar uang
Contoh 11.5 :
Pertanyaan :
Jawab :
IS = LM
1.000 - 800i = 750 + 3.200i
250 = 4.000i
ie = 250/4.000
= 0,0625
= 6,25%
Jadi tingkat bunga keseimbangan adalah 6,25%
Y = 1.000 – 800i
= 1.000 – 800 (6,25%)
= 1.000 – 50
= 950
Jadi pendapatan nasional keseimbangan adalah 950.
C = 100 + 0,75Y
= 100 + 0,75 (950)
= 100 + 712,5
= 812,5
Investasi keseimbangan :
I = 60 – 200i
= 60 – 200(6,25%)
= 60 – 12,5
= 47,5