Anda di halaman 1dari 34

IX TEORI INFLASI

A. PENDAHULUAN

Inflasi merupakan salah satu permasalahan ekonomi makro yang dihadapi oleh
hampir semua perekonomian di dunia, termasuk Indonesia. Mengapa inflasi
menjadi suatu masalah?. Inflasi merupakan indicator utama adanya stabilitas
harga dalam suatu perekonomian. Kestabilan harga akan mampu memberikan
jaminan pada investor untukmenanamkan modalnya. Bagi pemerintah, kondisi
yang stabil tersebut akan membantu untuk merumuskan kebijakan yang dapat
memperbaiki kesejahteraan rakyatnya. Sedangkan bagi masyarakat umu,
kestabilan harga akan membuat masyarakat mampu merencanakan kegiatan
konsumsi dan juga kegiatan spekulasi terhadap aset yang dimiliki dengan
sebaik-baiknya.

Masyarakat sering mempersepsikan kenaikan harga barang-barang kebutuhan


sebagai inflasi, naiknya harga barang-barang akan menimbulkan
ketidakstabilan perekonomian secara keseluruhan dan hal ini akan
mempengaruhi prilaku masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Harga di
dalam negeri yang stabil akan memberikan kepastian sekaligus jaminan
perekonomian yang stabil dan hal ini akan memberikan iklim yang baik
terhadap investasi baik yang dilakukan oleh investor dalam negeri maupun
investor dari luar negeri.

B. DEFINISI INFLASI

Inflasididefinisikan sebagai kecendrungan dari harga-harga untuk menaik


secara umum dan terusmenerus (Boediono, 1982 : 155). Kenaikan harga dari
satu atau dua macam barang saja tidak dapat dikatakan sebagai inflasi,
kecuali kenaikan tersebut membawa dampak terhadap kenaikan harga
sebagian besar barang-barang lain. Kecenderungan untuk menaik terus
menerus berarti kenaikan harga selama satu musim atau selama satu periode
waktu saja tidak dapat dikatakan sebagai inflasi, seperti kenaikan harga
menjelang hari raya. Kata kecenderungan pada definisi inflasi tersebut perlu
diperhatikan. Jika seandainya harga sebagian besar barang-barang ditentukan
dan diatur oleh pemerintah, maka harga-harga yang dicatat adalah harga
resmi yang diatur oleh pemerintah sehingga mungkin tidak menunjukkan
kenaikan apapun, tapi mungkin dalam kenyataanya harga yang terjadi di
masyarakat cenderung untuk terus naik.

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 97


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
C. MENGHITUNG LAJU INFLASI

Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang mengukur besarnya
perubahan harga yang terjadi pada sekelompok barang dan jasa yang mewakili
konsumsi masyarakat rata-rata di wilayah perkotaan (Tambunan, 1996 : 112).
Dalam perhitungan, IHK, angka yang diperoleh berasal dari indeks harga
tertimbang dengan bobot (weight) banyaknya rumahtangga di wilayah
tertentu. Bobot tersebut diperoleh pada tahun yang dijadikan tahun dasar
dari angka indeks tersebut. Formula yang digunakan Badan Pusat Statistik
(BPS) dalam menghitung IHK adalah formula Laspeyres sebagai berikut
(Kenkel, 1989 : 956) :

SPt Q o
IL  x100 (1)
SPo Q o

Di mana :
Il = Indeks Laspeyres
Pt = Harga pada tahun yang dihitung
Po = Harga pada tahun dasar
Qo = Kuantitas barang pada tahun dasar

Berdasarkan perhitungan IHK dengan formula (I), maka inflasi dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut (Tambunan, 1996 : 113) :

IHK t  IHK t 1
Inflasi  x100 (2)
IHK t 1

Di mana :
IHKt = Indeks harga konsumen pada tahun yang dihitung (tahun ke-t)
IHKt-1 = Indeks harga konsumen pada tahun sebelumnya (t-1)

Perhatikan data hipotetis pada table berikut :

Tabel 9.1 Perhitungan Angka Inflasi

Tahun IHK Perubahan Laju Inflasi (% perubahan IHK)


1992 135,08 - -
1993 148,83 13,75 (13,75/135,08) x 100 = 10,18
1994 163,17 14,34 (14,34/148,83) x 100 = 9,64
1995 177,83 14,66 (14,66/163,17) x 100 = 8,98

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 98


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Contoh 9.2 :

Jika indeks harga tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 berturut-turut adalah
120, 124, dan 130, maka hitunglah tingkat inflasi pada tahun 2000 dan 2001.
Jawab :

IH 2000 - IH1999
Tingkat Inflasi 2000  x100
IH1999
124 - 120
 x100
120
 3,33

IH 2001 - IH 2000
Tingkat Inflasi 2001  x100
IH 2000
130 - 124
 x100
124
 4,84

Besarnya angka inflasi di Indonesia dihitung berdasarkan perekembangan IHK


yang disajikan setiap bulan oleh BPS yang menggambarkan besarnya inflasi
pada tingkat nasional dan propinsi untuk masing-masing kelompok barang dan
jasa yang termasuk dalam pola konsumsi masyarakat. Sejak April 1990 sampai
akhir Maret 1998 IHK mencakup 200 – 225 komoditas dengan menggunakan
pola konsumsi hasil Survey Biaya Hidup (SBH) di 27 ibukota propinsi tahun
1988/1989. Mulai April 1998, IHK yang mencakup sekitar 249 – 353 komoditas
dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil Survey Biaya Hidup (SBH) di 44 kota
tahun 1996. IHK Indonesia (IHKI) gabungan dari 44 kota merupakan hasil
perhitungan dari gabungan indeks masing-masing kota yang ditimbang dengan
banyaknya rumahtangga di kota yang bersangkutan.

Dalam menyajikan IHKI pada metode baru, jenis barang dan jasa
dikelompokkan menjadi 7, yaitu :
(1) Bahan makanan
(2) Makanan jadi, manuman, rokok dan tembakau
(3) Perumahan
(4) Sandang
(5) Kesehatan
(6) Pendidikan, rekreasi dan olahraga
(7) Transportasi dan komonikasi.

Sedangkan IHKI sebelum April 1998 masih mencakup 4 kelompok, yaitu :


(1) Makanan

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 99


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
(2) Perumahan
(3) Sandang
(4) Aneka barang dan jasa (Indikator Ekonomi 1999/2000).

Tabel 9.2 berikut ini menyajikan data indeks dari masing-masing kelompok
barang dan jasa dengan cara perhitungan sebelum April 1998.

Tabel 9.2 Perhitungan Indeks Masing-Masing Kelompok


Periode 1992 – 1995
Makanan Perumahan Sandang Aneka Barang IHK
Tahu dan Jasa
n Indeks ∆ Indeks ∆ Indeks ∆ Indeks ∆ Indeks ∆
1992 130,19 6,01 139,95 4,56 128,33 7,23 139,66 3,39 135,08 4,94
1993 136,81 5,11 163,16 15,48 138,90 7,97 153,98 9,89 148,83 9,77
1994 156,97 13,94 178,57 9,09 147,53 6,08 161,69 4,89 163,17 9,24
1995 179,14 13,32 188,93 5,67 157,42 6,50 173,33 7,00 177,83 8,64

Catatan : Perubahan tahunan merupakan penjumlahan perubahan bulanan


Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Desember 1997

D. PENGGOLONGAN INFLASI

Berdasarkan tujuan mempelajari inflasi, maka Inflasi dapat digolongkan


berdasarkan laju inflasi pertahun, sebab terjadinya inflasi, dan dari mana
inflasi berasal.

1. Menurut Laju Inflasi per Tahun

Menurut Boediono (1982 : 156), inflasi dibedakan menjadi beberapa macam :


(1) Inflasi ringan (di bawah 10% pertahun)
(2) Inflasi sedang (10% - 30% pertahun)
(3) Inflasi berat (30% - 100% pertahun)
(4) Hiperinflasi (di atas 100% pertahun)

Parah tidaknya inflasi tergantung pada barang apa saja yang mengalami
kenaikan harga, dan kelompok masyarakat yang mana yang terkena dampak
kenaikan harga tersebut. Jika yang mengalami kenaikan harga adalah barang
kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh masyarakat, baik kelompok
masyarakat yang berpenghasilan tinggi maupun yang berpenghasilan rendah,
maka kelompok masyarakat yang berpendapatan rendahlah yang paling
merasakan dampak kenaikan harga tersebut. Namun juka yang mengalami
kenaikan harga adalah barang-barang mewah yang lebih banyak dikonsumsi

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 100


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
oleh masyarakat berpengasilan tinggi, maka sebagian besar masyarakat yang
berpenghasilan rendah tidak akan merasakan dampak kenaikan harga barang
tersebut.

2. Atas Dasar Sebab Terjadinya Inflasi

Menurut Sukirno (1997 : 303), berdasarkan penggolongan ini, inflasi dapat


dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
(1) Demand full Inflation, yaitu inflasi yang timbul karena permintaan
masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat dan permintaan
masyarakat ini tidak diimbangi dengan tersedianya barang yang
disediakan oleh suatu perekonomian. Misalnya, bertambahnya
pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan mencetak uang, atau
bertambahnya permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor
atau juga karena bertambahnya investasi karena adanya kredit yang
murah.
(2) Cost push inflation, yaitu inflasi yang timbul karena adanya kenaikan
biaya produksi, misalnya karena adanya desakan serikat buruh untuk
menaikkan tingkat upah minimum bagi karyawan suatu pabrik, atau
naiknya harga bahan baker minyak.

3. Berdasarkan Darimana Inflasi Berasal

Berdasarkan penggolongan ini, inflasi dibedakan menjadi :


(1) Domestic Inflation, inflasi yang penyebabnya berasal dari dalam
negeri. Inflasi ini timbul karena adanya kenaikan harga, misalnya
pemerintah menambah jumlah uang yang beredar, adanya
peperangan, bencana alam, atau adanya kegagalan panen yang
menyebabkan kekurangan bahan makanan pokok.
(2) Imported Inflation, inflasi yang penyebabnya berasal dari luar
negeri. Inflasi ini timbul karena adanya kenaikan harga barang-barang
di luar negeri dan barang-barang tersebut diimpor ke dalam negeri.

E. DAMPAK INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN

1. Mendorong Penanaman Modal Spekulatif

Pada masa inflasi, seseorang akan merasa lebih aman jika


mengimvestasikan modalnya dalam bentuk pembelian rumah atau barang
berharga lainnya daripada melakukan investasi yang produktif. Kondisi ini
tidak akan menaikkan investasi yang berdampak terhadap pendapatan
nasional.

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 101


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
2. Tingkat Bunga Meningkat dan Akan Mengurangi Tingkat Investasi

Dalam kondisi inflasi, biasanya pemerintah akan menaikkan tingkat bunga


untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di dalam masyarakat. Namun
kenaikan tingkat bunga tersebut akan menyebabkan investor enggan
melakukan investasi karena bunga pinjaman yang harus dibayarkan
menjadi lebih tinggi. Pada kondisi ini, investor lebih suka menyimpan dana
di bank dan memperoleh pendapatan dari bunga tabungan.

3. Menimbulkan Ketidakpastian Mengenai Keadaan Ekonomi di Masa yang


Akan Datang

Pertumbuhan ekonomi menjadi tidak bisa lagi diramalkan dengan baik


sehingga menimbulkan ketidakpastian terhadap perekonomian suatu
negara.

4. Menimbulkan Masalah dalam Neraca Pembayaran

Inflasi ini akan menyebabkan harga barang impor menjadi lebih murah
daripada barang yang dihasilkan di dalam negeri, karena itu biasanya
inflasi akan menyebabkan impor berkembang lebih cepat daripada
perkembangan ekspor.

F. DAMPAK INFLASI TERHADAP INDIVIDU DAN MASYARAKAT

1. Memperburuk distibusi pendapatan


Pada masa inflasi, nilai harta-harta tetap seperti tanah atau bangunan
mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada inflasi, sedangkan
masyarakat berpendapatan rendah yang biasanya tidak memiliki harta
tetap tersebut akan mengalami kemerosotan nilai pendapatan riilnya. Hal
ini akan memperlebar ketidaksamaan distribusi pendapatan.

2. Pendapatan riil merosot

Sebagian besar tenaga kerja memiliki pendapatan nominal yang nilainya


tetap. Dalam masa inflasi, kenaikan harga barang-barang akan membuat
pendapatan riil masyarakat menjadi turun.

G. INFLASI DAN PENGANGGURAN (TEORI PHILLIPS)

Pada tahun 1958, A.W. Phillips, seorang Profesor di London School of


Economics menulis artikel berdasarkan studi lapangan tentang adanya

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 102


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
hubungan antara kenaikan tingkat upah dan pengangguran di Inggris pada
tahun 1861 – 1957. Dari hasil studi ini Phillips memperoleh hubungan negative
antara persentase perubahan upah denga pengangguran. Secara grafis,
hubungan tersebut tercermin dalam gambar 9.1.

Kurva yang menunjukkan hubungan negative ini disebut kurva Phillips sesuai
dengan nama pencetus ide tersebut. Pada saat tingkat pengangguran rendah
tingkat upah akan naik dan sebaliknya, pada saat tingkat pengangguran tinggi,
kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan turunnya tingkat upah.

Pada waktu pengangguran rendah, perusahaan sulit memperoleh tenaga kerja


yang dibutuhkan dan perusahaan menawarkan upah yang lebih tinggi untuk
memperoleh tenaga kerja. Jadi upah naikmdengan cepatnya pada waktu
pengangguran rendah. Di sisi lain, pada waktu pengangguran tinggi, para
pekerja sulit mendapatkan pekerjaan dan perusahaan dapat dengan mudahnya
mengisi kekosongan yang dibutuhkan perusahaannnya tanpa perlu menaikkan
upah.

Penelitian ini mengandung kelemahan karena tidak mendasari pada suatu


teori tertentu. Perbaikan yang dilakukan Lipsey pada tahun 1960 adalah
mengganti perubahan tingkat upah nominal pada Teori Phillips dengan tingkat
upah riil. Perubahan tingkat upah riil ini kemudian diartikan sebagai inflasi.
Selanjutnya Teori Phillips dikenal sebagai teori yang menunjukkan hubungan
negative antara inflasi dan pengangguran. Teori ini memberikan masukan bagi
pemerintah bahwa jika pemerintah menginginkan tingkat pengangguran yang
rendah, maka pemerintah harus siap menghadapi tingkat inflasi yang tinggi,
begitu juga sebaliknya.

11
Rate of change of money wage rates,

10
9
8
percent per year

7
6
5
4
3
2
1

0 2 3 4 5
Tingkat Pengangguran (%)
Gambar 9.1 Hubungan antara Persentase Perubahan Tungkat Upah dengan Persentase
Tingkat Pengangguran
Sumber : Dornbusch and Fischer, 1984

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 103


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
H. TEORI INFLASI

Secara garis besar, ada tiga kelompok teori inflasi, masing-masing teori ini
menyatakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan
teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses
kenaikan harga ini. Ketiga teori itu adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes, dan
Teori Strukturalis.

1. Teori Kuantitas Uang

Teori kuantitas uang adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun
teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi pada saat ini
terutama di negara sedang berkembang. Teori ini menyoroti peranan
penambahan jumlah aung beredar dan harapan masyarakat mengenai
kenaikan harga. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
(1) Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan jumlah uang beredar.
Dengan bertambahnya jumlah uang beredar secara terus menerus,
masyarakat akan merasa kaya sehingga akan menaikkan konsumsinya,
dan keadaan ini akan menaikkan harga.
(2) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang
beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di
masa yang akan dating.

Keadaan yang pertama :


Penambahan uang yang beredar akan diterima masyarakat untuk menambah
kemampuan likuiditasnya sehingga kenaikan jumlah uang yang dimiliki
masyarakat tidak sepenuhnya dibelanjakan untuk barang dan jasa, sehingga
jika pemerintah menaikkan jumlah uang beredar sebesar 10%, maka kenaikan
ini hanya diimbangi oleh kenaikan harga barang-barang sebesar 1% saja.
Kondisi ini tidak disadari masyarakat bahwa inflasi mulai timbul dan sedang
berlangsung.

Kedaan yang kedua :


Masyarakat mulai sadar akan adanya inflasi sehingga masyarakat
mengharapkan kenaikan harga. Dengan demikian, jika ada penambahan
jumlah uang yang beredar, maka penambahan uang tersebut akan digunakan
untuk membeli barang dan jasa. Masyarakat merasa rugi untuk menyimpan
uang dalam bentuk tunai. Kondisi ini sebenarnya malah menaikkan harga
barang dan jasa, namun masyarakat sudah mampu menghadapi inflasi ini
karena sudah berjalan cukup lama dan mereka sudah mampu menghadapinya,
sehingga misalnya terjadi penambahan jumlah uang beredar sebesar 10% akan
diimbangi dengan kenaikan harga 10% pula.

Kedaan yang ketiga :

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 104


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Terjadi pada tahap inflasi yang sudah parah. Dalam keadaan ini, orang-orang
sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai matauang. Keengganan untuk
memegang uang tunai dan keinginan untuk membelanjakan makin meluas di
masyarakat. Orang-orang cenderung mengharapkan kenaikan harga yang
makin tinggi dibandingkan dengan penambahan jumlah aung yang beredar.

2. Teori Keynes

Menutu Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat menginginkan barang dan


jasa yang lebih besar daripada yang mampu disediakan oleh masyarakat itu
sendiri. Proses inflasi menurut kelompok ini adalah proses perebutan bagian
rezeki di antara kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang
lebih besar dari apa yang mampu disediakan oleh masyarakat. Hal ini
menimbulkan inflationary gap karena permintaan total melebihi jumlah
barang yang tersedia. Golongan-golongan tersebut bisa pemerintah yang
berusaha memperoleh lebih banyak barang dengan cara mencetak uang untuk
mendanai kebutuhan tersebut. Golongan yang lain bisa pengusaha-pengusaha
yang ingin melakukan investasi dengan mengambil kredit dari bank atau bisa
juga serikat buruh yang meminta kenaikan upah melebihi produktivitasnya.

3. Teori Strukturalis

Teori ini membeberkan titik tekan pada ketegaran atau infleksibilitas dari
struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Faktor-faktor
strukturalis inilah yang menyebabkan perekonomian negara sedang
berkembang berjalan sangat lambat dalam jangkapanjang. Teori ini sering kali
disebut Teori Inflasi Jangka Panjang. Menurut teori ini, ada dua ketegaran
utama yang dapat menimbulkan inflasi.

(1) Ketidakelastisan penerimaan ekspor


Hal ini terjadi karena pertumbuhan nilai ekspor yang lamban dibandingkan
dengan pertumbuhan sector-sektor lainnya. Hal ini disebabkan oleh dua
faktor utama yaitu : Jenis barang ekspor yang kurang responsif terhadap
kenaikan harga dan nilai tukar barang ekspor yang semakin memburuk.
Kedua hal inilah yang menyebabkan banyak negara berkembang mengambil
keputusan menggalakkan industri substitusi impor, meskipun dengan biaya
produksi yang lebih mahal dan kualitas yang lebih rendah. Dengan
demikian, industri substitusi impor ini dapat mengakibatkan inflasi yang
dikarenakan adanya ekonomi biaya tinggi.

(2) Ketidakelastisan produksi bahan makanan di dalam negeri


Hal ini terjadi karena laju pertumbuhan bahan makanan di dalam negeri
tidak secepat laju pertumbuhan penduduk dan laju pendapatan per kapita.
Akibat dari keadaan ini, terjadi kenaikan harga barang-barang lainnya.

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 105


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Selanjutnya akan muncul tuntutan dari para karyawan untuk memperoleh
kenaikan upah. Dengan demikian, akan menyebabkan kenaikan ongkos
produksi, sehingga biaya produksi total meningkat. Hal ini menyebabkan
pengusaha meningkatkan harga-harga produknya.

I. PERKEMBANGAN LAJU INFLASI DI INDONESIA

Pada zaman orde lama, Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sangat
tinggi, terutama pada pertengahan hingga akhir tahun 1960-an pernah
mengalami inflasi hingga 600%. Tingginya tingkat inflasi di Indonesia pada
periode tersebut, menurut banyak peneliti, terutama disebabkan oleh jumlah
uang yang beredar di dalam negeri yang terlalu banyak dan akibat deficit
neraca pembayaran Indonesia. Jumlah aung beredar pada zaman orde lama
boleh dikatakan hampir tidak terkendali terutama untuk membiayai deficit
keuangan pemerintah pada saat itu yang disebabkan oleh besarnya biaya
perjuangan dalam merebut kembali Irian Jaya, membasmi pemberontakan di
beberapa propinsi dan konfrontasi dengan Malaysia (Tambunan, 1996 : 113).
Baru pada awal tahun 1970-an, inflasi di dalam negeri bisa ditekan hingga
mencapai 6,6$ pada tahun 1972. Walaupun pada tahun 1974 naik lagi
mencapai 41% dan turun sampai mencapai 8,1% pada tahun 1978.

Pengalaman ini menunjukkan salah satu keberhasilan pemerintah Indonesia


dalam kebijakan ekonomi yang langsung dilakukan setelah pemerintah orde
baru terbentuk dan sebelum dimulainya Repelita I pada tahun 1969. Kebijakan
stabilitasi terutama bertujuan untuk menstabilkan perkembangan deficit
keuangan pemerintah, jumlah uang yang beredar, dan harga sebelum proses
pembangunan dimulai (Tambunan, 1996 : 114).

Pada masa orde baru, pemerintah berusaha mengendalikan laju inflasi yang
sangat tinggi tersebut dengan sejumlah kebijakan di bidang moneter, seperti
penerapan suku bunga yang tinggi yang sekaligus diharapkan mendorong
keinginan masyarakat untuk menabung. Selain kebijakan bidang moneter,
pemerintah juga menempouh kebijakan anggaran belanja berimbang agar
dapat mendukung kebijakan moneter yang sudah terlebih dahulu
diberlakukan. Hasil dari usaha pemerintah menampakkan hasil ketika laju
inflasi dapat ditekan dari 600% pada tahun 1966 menjadi 10,65% pada awal
pelaksanaan Pelita I. Selama Pelita I, laju inflasi rata-rata pertahun menjadi
17,48%, dan laju inflasi terendah terjadi pada tahun ketiga pelaksanaan Pelita
I, yaitu sebesar 0,81% per tahun. Pada akhir pelaksanaan Pelita I, laju inflasi
mencapai 47,35% pertahun. Hal ini disebabkan karena pemerintah dalam
melaksanakan kegiatan pembangunannya dan melaksanakan program
pemerataan pembangunan dengan cara menyediakan kredit likuiditas untuk
mendorong kegiatan ekonomi lemah, sehingga efek dari adanya kredit

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 106


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
tersebut adalah meningkatnya kredit perbankan dengan cepat sebesar 58%.
Peningkatan pemberian kredit tersebut mengakibatkan naiknya jumlah uang
beredar sampai 48%.

Pada tahun 1979 terjadi inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 24,86%.
Tingginya laju inflasi pada tahun 1979 itu disebabkan oleh kenaikan harga
bahan baker minyak dalam negeri dan kebijakan pemerintah di sector
moneter yang dikeluarkan pada tanggal 15 Nopember 1978, yaitu devaluasi
matauang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kebijakan ini bertujuan
untuk meningkatkan ekspor dan menurunkan impor serta merangsang kegiatan
produksi dalam negeri.

Dengan berpegang pada pengalaman inflasi yang terjadi pada tahun 1960-an,
maka selama periode 1977 – 1983, pemerintah mengendalikan laju inflasi
dengan cara mengawasi dan mengendalikan harga sembilan bahan pokok
terutama beras oleh Bulog. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam
bidang jasa terutama jasa transportasi baik dalam menentukan tariff maupun
dilibatkannya BUMN dalam hal pengelolaan transportasi sehingga biaya
transportasi menjadi lebih terkendali, dan ini nampak pada turunnya laju
inflasi dari 11,81% pada tahun 1983 menjadi 10,49% pada tahun 1984, dan
akhirnya pada tahun 1985 tingkat laju inflasi turun secara drastic menjadi
4,75%.

Pada Pelita II, laju inflasi nampak lebih stabil apabila dibandingkan dengan
laju inflasi yang terjadi pada Pelita I. Hal ini terjadi karena ada kebijakan
pemerintah dalam mengendalikan kegfiatan moneter melalui penetapan pagu
kredit. Sebagai hasil dari kebijakan tersebut, secara bertahap laju inflasi
dapat ditekan dari 20,10% pertahun pada tahun 1974/1975 menjadi 10,08%
pada tahun 1977/1978.

Pada awal pelaksanaan Pelita III, laju inflasi kembali mengalami peningkatan
dari 11,79% pada tahun 1978/1979 menjadi 19,13% pada tahun 1979/1980. Hal
ini terjadi karena adanya kenaikan harga minyak bumi, devaluasi 15
Nopember 1978,naiknya harga dasar pembelian beras, meningkatnya inflasi
dunia dan penyesuaian harga jual bahan baker minyak. Untuk menanggulangi
laju inflasi yang meningkat, pemerintah memberlakukan tindakan stabilisasi
berupa pengurangan penggunaan rekeningnya pada Bank Indonesia. Langkah
tersebut berhasil menekan laju inflasi sampai 9,80% pertahuan pada tahun
1981/1982 dan 8,40% pertahun pada tahun 1982/1983.

Memasuki awal Pelita IV, pemerintah kembali mengadakan kebijakan


pengetatan jumlah uang beredar. Hal ini dilakukan karena pada akhir periode
Pelita III ternyata inflasi naik lagi menjadi 12,63% pertahun. Kebijakan
tersebut berhasil menekan laju inflasi menjadi 3,64%, dan secara keseluruhan

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 107


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
laju inflasi rata-rata Pelita III yang sebesar 13,16% ternyata lebih tinggi
daripada rata-rata laju inflasi pada masa Pelita IV yang tingginya hanya
sekitar 6,29% pertahun.

Pada Pelita V, perkembangan laju inflasi mencapai 9,90%. Laju inflasi ini jauh
dari harapan pemerintah yang mengharapkan tingkat inflasi pada akhir
periode Pelita V rata-rata sebesar 5%. Sampai bulan kedua di awal tahun
1993, besarnya inflasi yang 4,95% sudah menyamai inflasi pada tahun 1992.
Hal ini disebabkan adanya dua hal (Prasetiantono, 1993 : 123), yaitu :
(1) Secara kualitatif, dapat dideteksi bahwa adanya kenaikan harga bahan
baker minyak, tariff listrik, dan gaji PNS secara simultan telah
mendorong inflasi.
(2) Peredaran uang ternyata mengalami peningkatan dalam jumlah besar,
yaitu mencapai 20%.

Pada bulan-bulan berikutnya, bertambah besarnya laju inflasi bisa jadi


disebabkan adanya apresiasi Yen Jepang juga adanya surplus neraca
perdagangan internasional Indonesia yang selama semester pertama tahun
1993 mengalami peningkatan surplus sebesar 199% menjadi US$ 4,598 milyar.

Pada awal Pelita VI yang merupakan permulaan masa pembanguna jangka


panjang kedua (PJP II), ternyata pemerintah tetap belum mampu menekan
inflasi seperti yang diharapkan yaitu sebesar 5%. Inflasi pada tahun 1994 dan
1995 ternyata mendekati 10% yang selama ini dianggap sebagai titik kritis
tingginya inflasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena melesatnya laju inflasi
pada tahun 1994 yang amat besar. Seluruh investasi yang disetujui oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) selama setahun itu tercatat mencapai
rekor Rp 100 trilyun, dengan PMDN sejumlah Rp 50 trilyun dan PMA US$ 24
milyar.

Dengan makin terbukanya perekonomian Indonesia, makin banyak investor


dalam maupun luar negeri yang berekspansi dalam segala bidang, terutama di
sector property. Ekspansi yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri ternyata
memacu perekonomian Indonesia pada kondisi kritis. Kondisi ini diperburuk
dengan memburuknya perekonomian Thailand yang dianggap masyarakat luar
negeri memiliki karakteristik yang sama dengan Indonesia. Para kreditur
internasional tidak bersedia memperpanjang masa pembayaran kembali
utang-utang Indonesia. Pada 14 Agustus 1997 Bank Indonesia mengambangkan
rupiah dan melepaskan intervensinya. Sejak saat itu nilai rupiah makin
merosot sampai Rp 17.000 per dolar Amerika Serikat pada Januari 1998.
Likuidasi 16 bank membuat masyarakat hilang kepercayaannya pada
perbankan, dan masyarakat beramai-ramai menarik uangnya dari bank-bank
nasional ke bank pemerintah atau bank asing. Pemerintah menjamin 100%
seluruh simpanan nasabah di sector perbankan pada Januari 1998. Kondisi ini

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 108


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
membuat pemerintah mengeluarkan dana Rp 143 trilyun dan keadaan ini
menambah jumlah uang beredar dan mengakibatkan inflasi mencapai 77% di
sepanjang tahun 1998. Tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai nampak setelah
Pemilu 7 Juni 1999. Kurs rupiah cenderung menguat dan stabil pada level Rp
6.700 per dolar Amerika Serikat, indeks harga saham naik sampai level 712
dan harga-harga mengalami deflasi, sehingga inflasi sepanjang 1999 tidak
sampai 2 digit.

Pada April 2000, kondisi ekonomi Indonesia memburuk lagi dengan turunnya
kurs rupiah menjadi Rp 8.000 per dolar Amerika Serikat dan harga saham
turun ke level 510-an. Pergantian kepala pemerintahan beberapa kali ternyata
belum mampu memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia yang sudah
terlajur parah.

Data pada Tabel 9.3 menunjukkan perubahan IHK selama periode tahun
takwin 1980 samapai dengan Desember 1999.

Tabel 9.3 Perubahan IHK 1980 – 1999

Periode Tahun Takwin Periode Tahun Takwin


1980 19,13 1990 5,48
1981 15,85 1991 9,53
1982 9,80 1992 9,52
1983 8,40 1993 4,94
1984 12,63 1994 9,77
1985 3,64 1995 9,24
1986 5,66 1996 8,64
1987 8,83 1997 6,47
1988 8,29 1998 11,05
1989 6,55 1999 77,63
2000 2,01*)

Sumber : Nota Keuangan dan RAPBN, dari beberapa edisi


*) April – Agustus 2000

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 109


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
X INVESTASI

A. PENDAHULUAN

Investasi dilakukan pihak swasta dengan harapan untuk medapatkan


keuntungan. Besar kecilnya keuntungan investasi ditentukan oleh besar
kecilnya selisih antara hasil yang diperoleh dengan biaya investasi. Salah satu
biaya investasi adalah bunga yang harus dibayar oleh perusahaan (investor)
karena penggunaan sejumlah dana. Investor harus memperhitungkan tingkat
bunga, karena jika dana investasi berasal dari pinjaman pihak lain ia harus
membayar jasa pinjaman. Sedangkan jika dana investasi berasal dari dana
milik sendiri, ia harus memperhitungkan hilangnya kesempatan mendapatkan
mendapatkan bunga jika dana tersebut disimpan di bank (opportunity cost).
Hubungan antara jumlah investasi dan tingkat bunga bersifat berlawanan.
Artinya semakin tinggi tingkat bunga, maka jumlah investasi semakin sedikit,
dan sebaliknya semakin rendah tingkat bunga, maka jumlah investasi semakin
banyak.

B. PENGERTIAN INVESTASI

Investasi (investment) secara ringkat dapat didefinisikan sebagai tambahan


bersih terhadap stok capital yang ada (net addition to exiting capital
stock). Pembelian barang modalyang digunakan untuk menggantikan barang
modal yang aus atau rusak tidak dapat dikategorikan sebagai investasi, tetapi
merupakan kegiatan penggantian (replacement). Pembelian barang modal
dikategorikan sebagai kegiatan investasi jika pertambahan tersebut akan
menghasilkan tambahan output. Istilah lain dari investasi adalah akumulasi
modal (capitalk accumulation) atau pembentukan modal (capital
formation). Dengan demikian pengertian investasi atau akumulasi modal
tidak sama dengan stok modal (capital stock).

Investasi dibedakan menjadi :


(1) Investasi riil
Investasi riil terdiri atas :
 Investasi tetap (fixed investment)
 Investasi tetap perusahaan (business fixed investment)
 Investasi untuk perumahan (residential investment)
 Investasi persediaan (inventory investment)

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 110


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
(2) Investasi financial : investasi yang berkaitan dengan pembelian surat-
surat berharga (saham, obligasi, surat bukti utang lainny).

Joseph Alois Schumpeter membedakan investasi ke dalam :


(1) Investasi yang bersifat otonom (autonomous investment) : investasi
yang besar kecilnya lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan dalam jangka panjang (perkembangan teknologi, penemuan
baru, dan sebagainya).
(2) Investasi yang bersifat dipengaruhi (induced investment): investasi
yang nilainya lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
pendapatan nasional, volume penjualan, keuangan perusahaan,
tingkat bunga, dan lain-lain.
Dalam perekonomian modern, investasi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat
bunga.

Untuk menjelaskan pengaruh tingkat bunga terhadap investasi, digunakan


teori yang dikemukakan oleh John Maynard Keynes. Model investasi yang lain
adalah pendekatan nilai sekarang (present value). Agar lebih sederhana,
pembahasan dibatasi pada investasi tetap perusahaan.

C. PENDEKATAN NILAI SEKARANG

Suatu investasi akan menghasilkan sejumlah aliran penghasilan di masa


dating. Jumlah seluruh penghasilan di masa dating dengan besarnya nilai
investasi yang dikeluarkan perusahaan menjadi dasar perhitungan suatu
investasi. Jika nilai investasi lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan
investasi, maka investasi menguntungkan. Pengertian nilai investai adalah
seluruh biaya ysng dikeluarkan untuk menyiapkan suatu investasi, sehingga
investasi siap menghasilkan. Misalnya untuk investasi mesin baru, biaya
investasi adalah harga mesin tersebut beserta biaya pemasangan, biaya
perizinan, dan lain sebagainya sehingga mesin siap berproduksi. Sedangkan
penghasilan investasi adalah jumlah seluruh aliran penghasilan di masa dating.
Untuk mendapatkan keputusan yang benar, maka aliran penghasilan tersebut
harus dihitung berdasarkan nilai sekarang (present value). Menghitung nilai
sekarang dari sejumlah aliran penghasilan di masa datang adalah
mendiskonto, berdasarkan tingkat bunga yang diperkirakan akan terjadi.
Secara matematis ditunjukkan dengan rumus berikut ini.

R1 R2 Rn
PV    ....  (10.1)
(I  i) 1
(I  i) 2
(I  i) n

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 111


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Dimana :

PV = Nilai sekarang
R1, R2, … ,Rn = Aliran aung pada tahun ke-1, 2, …, n
i = Tingkat suku bunga

Contoh :

Pada akhir tahun pertama dan kedua dari suatu investasi menghasilkan aliran
uang sebesar Rp 1.100 dan Rp 1.210. Jika investasi tersebut menghabiskan
biaya sebesar Rp 1.500, dan tingkat bunga 10% pertahun, maka :
(1) Hitunglah nilai sekarang dari sejumlah aliran uang selama dua tahun
tersebut ?.
(2) Apakah investasi tersebut menguntungkan ? Berikan alasannya.

Jawab :

(1) Nilai sekarang adalah : Rp 2.000,-


PV = ….
(2) Nilai sekarang : Rp 2.000,-
Biaya investasi Rp 1.500. Karena nilai investasi (Rp 1.500) lebih kecil
daripada nilai sekarang (Rp 2.000,-), maka investasi menguntungkan.

D. PENDEKATAN MARGINAL EFFICIENCY OF CAPITAL (MEC)

Dalam bukunya, The General Theory of Employment, Interest and Money


(1936), John Maynard Keynes menjelaskan teori investasi dengan pendekatan
marginal efficiency of capital (MEC). MEC adalah suatu nilai diskonto
(discount rate) yang menyamakan nilai sekarang dari sejumlah aliran uang di
masa yang akan datang terhadap nilai suatu investasi. Rumusan tersebut
dapat dinyatakan dalam bentuk matematis sebagai berikut :
R1 R2 Rn
I   ....  (10.2)
(I  MEC) 1
(I  MEC) 2
(I  MEC) n

Di mana :

I = Nilai investasi (cost of capital)


R1, R2, R3, … , Rn = Besarnya aliran uang pada akhir tahun ke-1, 2, 3, … ,
n.

Untuk memutuskan apakah suatu investasi menguntungkan atau tidak, perlu


dibandingkan nilai MEC dengan tingkat bunga yang berlaku dalam

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 112


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
perekonomian. Jika nilai MEC lebih besar daripada tingkat bunga, maka
investasi diterima. Sebaliknya, jika MEC lebih kecil daripada tingkat bunga,
maka investasi ditolak.

Contoh :
Suatu investasi menghabiskan biaya sebesar Rp 2.000, menghasilkan aliran
pendapatan sebagai berikut : akhir tahun pertama Rp 1.100, dan akhir tahun
kedua Rp 1.210, dan tingkat suku bunga yang berlaku 8% pertahun. Berapakah
besarnya nilai MEC tersebut?, dan apakan investasi tersebut menguntungkan ?
Jelaskan.

Jawab :

Nilai MEC dicari dengan :

1.100 1.210
2.000  
(I  MEC) 1
(I  MEC) 2

Ditemukan MEC = 10%


Nilai MEC 10% lebih besar daripada suku bunga 8%. Maka investasi
menguntungkan (diterima).

E. KURVA MEC DAN INVESTASI

Untuk menyederhanakan pemahaman tentang investasi dengan pendekatan


MEC, maka diberikan penjelasan berikut ini. Misalnya terdapat dua macam
investasi, yaitu investasi A dengan MEC 15%, dan investasi B dengan MEC 10%.
Jika tingkat bunga perekonomian adalah 8%, maka kedua investasi tersebut
diterima. Jika tingkat bunga perekonomian adalah 12%, maka investasi B
ditolak, dan investasi A diterima. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat bunga, maka akan semakin rendah
jumlah investasi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat bunga, semakin banyak
jumlah investasi. Hubungan antara tingkat bunga dengan keputusan investasi
menghasilkan kurva MEC. Jika dalam investasi berlaku anggapan harga-harga
barang modal tidak berubah, berapapun jumlah barang modal tersebut
diminta, maka kurva MEC adalah kurva MEI (marginal efficiency of
investment), atau secara ringkas disebut kurva investasi.

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 113


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Tingkat Bunga

0,15

0,10
MEC = MEI = I

0 A A+B Investasi

Gambar 10.1 Hubungan antara Tingkat Bunga dengan MEC, MEI, atau
Investasi

Jika harga barang modal semakin mahal dengan semakin banyaknya jumlah
barang modal yang diminta oleh investor, maka kurva investasi ditunjukkan
dengan gambar 10.2 berikut.

Tingkat Bunga

MEI=I MEC

0 Investasi

Gambar 10.2 Hubungan antara Tingkat Bunga dengan MEC, MEI, atau
Investasi

Berdasarkan gambar tersebut, maka hubungan antara investasi dengan tingkat


bunga ditunjukkan oleh fungsi :
I = Io – αi
Di mana :
Io = Investasi otonom
α = Marginal efficiency of investment

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 114


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
X PASAR BARANG, PASAR UANG,
DAN KESEIMBANGAN UMUM

A. PENDAHULUAN

Model keseimbangan di pasar barang dan jasa sering ditunjukkan oleh fungsi
investment - saving (sering disingkat IS), sedangkan model keseimbangan di
pasar uang sering ditunjukan oleh fungsi liquidity preference-money (sering
disingkat LM).

Pembahasan pada bagian ini akan menggabungkan kedua keseimbangan pasar


tersebut secara simultan, sehingga keseimbangan yang terbentuk biasanya
disebut keseimbangan IS – LM.

Model keseimbangan IS – LM merupakan inti teori yang dikembangkan oleh


John Maynard Keynes dalam bukunga The Genaral Theory of Employment,
Interst, and Money pada tahun 1936.

B. KESEIMBANGAN PASAR BARANG DAN FUNGSI IS

Keseimbangan IS merupakan keseimbangan pendapatan nasional di pasar


barang (sector riil). Secara ringkas fungsi IS didefinisikan sebagai berbagai
keseimbangan pendapatan nasional di pasar barang (sector riil), pada
berbagai tingkat bunga yang terjadi dalam suatu perekonomian.

Contoh :

Dalam perekonomian dua sector, konsumsi ditunjukkan oleh fungsi : C = 100 +


0,8Yd, Yd = Y, investasi ditunjukkan oleh fungsi : I = 50 – 200i.

Pertanyaan :
(1) Tentukan persamaan pendapatan nasional keseimbangan.
(2) Berapa besarnya pendapatan nasional jika tingkat bunga 10%, berapa
pula jika tingkat bunga 5%.
(3) Gambarkan keseimbangan pendapatan nasional tersebut dalam kurva
IS.

Jawab :

(1) Pendapatan nasional keseimbangan terjadi jika Y = C + I

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 115


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Y = (100 + 0,8Y) + (50 – 200i)
= 100 + 0,8Y + 50 - 200i
= 150 + 0,8Y – 200i
Y - 0,8Y = 150 – 200i
0,2Y = 150 – 200i
Y = (150/0,2) – (200i)/0,2
= 750 – 1.000i

(2) Jika I = 10%, maka pendapatan nasional keseimbangan :


Y = 750 – 1.000(10%)
= 750 – 1.000(0,1)
= 750 – 100
= 650
Jika I = 5%, maka maka pendapatan nasional keseimbangan :
Y = 750 – 1.000(5%)
= 750 – 1.000(0,05)
= 750 – 50
= 700

(3) Gambar keseimbangan :

IS

0 Y

C. KESEIMBANGAN PASAR UANG DAN FUNGSI LM

Permintaan uang tunai total (M d) didefinisikan sebagai keseluruhan jumlah


uang tunai yang ingin dipegang oleh masyarakat. Berdasarkan analisis Keynes,
jumlah uang tunai yang diminta dalam suatu perekonomian dan pada waktu
tertentu digunakan untuk tiga tujuan, yaitu untuk transaksi (Mt), untuk tujuan

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 116


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
berjaga-jaga (Mj), dan untuk spekulasi (Msp). Secara matematis dapat
dirumuskan :

Md = Mt + Ms = f (Y,i) atau Md = f(Y) + f(i)

Oleh karena Ms dipengaruhi oleh tingkat bunga, maka permintaan uang tunai
total juga dipengaruhi oleh tingkat bunga yang merupakan opportunity cost
dari sejumlah uang yang dipegang. Jika tingkat bunga meningkat, maka
jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat akan semakin sedikit karena
opportunity cost berupa pendapatan bunga yang hilang akan semakin besar
(jika jumlah uang yang dipegang tidak dikurangi). Dengan demikian bentuk
kurva Md (permintaan uang tunai total) adalah menurun dari kiri atas ke
kanan bawah.

Gambar 11.1 menunjukkan bahwa pada suku bunga io permintaan uang tunai
total adalah Mo. Hal ini disebabkan karena pada tingkat bunga i o uang yang
digunakan untuk spekulasi telah berkurang, yakni sebagian telah digunakan
untuk membeli aset keuangan lain seperti obligasi. Sebaliknya, jika tingkat
bunga i1 permintaan uang meningkat menjadi M 1, karena pada tingkay bunga
yang rendah ini jumlah aung tunai yang dipegang masyarakat lebih banyak
digunakan untuk spekulasi.

Jumlah uang beredar atau penawaran aung (M s) adalah jumlah auang yang
tersedia dalam perekonomian dan dapat digunakan untuk membiayai
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam analisis makro
ekonomi, konsep penawaran uang yang terutama sekali diperhatikan adalah
M1 dan M2. Pada periode tertentu, penawaran uang dapat dianggap tetap
jumlahnya. Perubahan penawaran aung dapat ditentukan oleh kebijakan
otoritas moneter selaku penyedia uang kartal dan system perbankan melalui
kegiatan penciptaan uang giral. Dengan demikian bentuk kurva M s adalah
tegak lurus (sejajar dengan sumbu tingat bunga) yang menunjukkan bahwa
perubahan tingkat bunga tidak akan menyebabkan perubahan pada penawaran
uang. Secara matematis, fungsi penawaran uang dapat disusun menjadi : M s =
k3. Selanjutnya, kurva Ms dapat digambarkan sebagai berikut :

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 117


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
i
Ms

io

ie E

iI

Md

0 Mo Me MI M

Gambar 11.1 Permintaan dan Penawaran Uang dan Keseimbangan


Pasar Uang

Dalam keadaan penawaran uang adalah tetap, perubahan yang terjadi pada
tingkat bunga timbul karena adanya perubahan permintaan uang. Perubahan
permintaan uang terutama bersumber dari perubahan dalam pengeluaran
agregat. Pengeluaran agregat yang semakin meningkat akan menambah
permintaan. Kenaikan ini selanjutnya akan mengakibatkan meningkatnya
tingkat bunga. Dengan demikian, dalam keadaan penawaran uang adalah
tetap diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi pendapatan nasional,
semakin tinggi tingkat bunga. Hubungan antara pendapatan nasional dan
tingkat bunga tersebut digambarkan oleh kurva LM. Dengan demikian, kurva
LM adalah kurva yang menggambarkan keseimbangan di pasar uang pada
berbagai tingkat bunga dan pendapatan nasional.

Hubungan antara pendapatan nasional dengan tingkat bunga juga dapat


dijelaskan secara matematis. Jika persamaan permintaan uang keseluruhan
adalah Md = ko + kiY – k2I dan persamaan penawaran uang adalah Ms = k3, maka
persamaan keseimbangan di pasar uang adalah sebagai berikut :

Keseimbangan di pasar uang tercapai, jika M s = Md


Dengan demikian,
k3 = kiY – k2I
kiY = k3 + k2I
Y = k3/ki + k2/ki – i
Persamaan ini dikenal dengan persamaan LM.

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 118


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Contoh :

Dalam suatu perekonomian di pasar uang, penawaran aung adalah tetap


jumlahnya, yakni sebanyak M s = 170 dan persamaan permintaan uang secara
keseluruhan adalah :

Md = 130 – 10i + 0,2Y

Pertanyaan :
(1) Tentukan persamaan keseimbangan di pasar uang (persamaan LM)
(2) Gambarkan kurva keseimbangan di pasar uang (kurva LM) tersebut.

Jawab :
(1) Keseimbangan di pasar uang terjadi jika : Md = Ms
Jadi : 130 – 10i + 0,2Y = 170
0,2Y = 170 – 130 + 10i
0,2Y = 40 + 10i
Y = 200 + 50i (persamaan LM)

(2) Kurva LM

LM

200 Y
-4

D. MODEL KESEIMBANGAN IS - LM

Model keseimbangan di pasar barang dan jasa, serta pasar uang sekaligus
disebut dengan keseimbangan IS – LM. Dalam model keseimbangan IS – LM
tersebut terjadi keseimbangan umum. Keseimbangan umum terjadi pada
waktu pasar barang dan jasa dengan pasar uang berada dalam keseimbangan
secara bersama-sama. Pada waktu terjadi keseimbangan umum, besarya

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 119


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
pendapatan nasional (Y) dan tingat bunga (i) mencerminkan pendapatan
nasional dan tingkat bunga keseimbangan yang terjadi baik di pasar barang
dan jasa maupun di pasar uang. Untuk menentukan besarnya pendapatan
nasional dan tingkat bunga keseimbangan dapat dilakukan dengan pendekatan
grafis dan matematis.

1. Pendekatan Grafis

Pendekatan grafis dilakukan dengan memotongkan dua kurva, yaitu kurva IS


dan LM. Berdasarkan titik potong kedua kurva IS dan LM akan diperoleh titik
keseimbangan yang menunjukkan pendapatan nasional dan tingkat bunga
keseimbangan. Perhatikan gambar 11.2 berikut ini.

LM

E
ie
B A

IS

0 Ye Y

Gambar 11.2 Model Keseimbangan IS – LM

Terlihat adanya perpotongan antara kurva IS dan LM pada titik E yang


merupakan keseimbangan di pasar barang dan jasa (direpresentasikan oleh
kurva IS) maupun di pasar barang (direpresentasikan oleh kurva LM). Titik
potong itu terjadi pada tingkat bunga keseimbangan (ie) dan pendapatan
nasional keseimbangan (Ye).

Titik A dilalui kurva IS tetapi tidak dilalui kurva LM. Hal ini menunjukkan
bahwa pada titik A terjadi keseimbangan di pasar barang dan jasa , tetapi
tidak terjadi keseimbangan di pasar uang. Titik B tidak dilalui kurva IS, tetapi
dilalui kurva LM. Hal ini menunjukkan bahwa pada titik B tidak terjadi
keseimbangan di pasar barang dan jasa, tetapi terjadi keseimbangan di pasar
uang. Titik A dan B merupakan titik keseimbangan parsial. Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa satu-satunya titik yang

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 120


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
menunjukkan adanya keseimbangan di pasar barang dan jasa maupun di pasar
uang hanyalah titik E sebagai titik potong kurva IS dan LM.

2. Pendekatan Matematis

Pendekatan matematis dilakukan dengan mencari titik potong kedua kurva IS


dan LM dengan cara eliminasi maupun substitusi . Seperti pendekatan grafis,
titik potong kedua kurva IS dan LM menunjukkan pendapatan nasional dan
tingkat bunga keseimbangan. Perhatikan contoh 11.3 berikut ini.

Contoh 11.3 :

Diketahui data perekonomian 3 sektor suatu negara adalah : C = 100 + 0,75Y


I = 60 – 200i
G = 90
Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga M1 = 0,2Y
Permintaan uang untuk tujuan spekulasi : M 2 = 400 – 640i
Jumlah uang beredar M3 = 500

Pertanyaan :

(1) Tentukan pendapatan nasional keseimbangan dan tingkat bunga


keseimbangan.
(2) Tentukan besarnya konsumsi, investasi, permintaan uang untuk tujuan
transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi pada pendapatan nasional
keseimbangan dan tingkat bunga keseimbangan.
Jawab :

(1) Keseimbangan di pasar barang dan jasa :


Y =C+I+G
= 100 + 0,75Yd + 60 – 200i + 90
= 250 + 0,75Yd – 200i
Karena tidak ada pajak dan pembayaran transfer, maka :
Yd = Y – Tx + Tr = Y – 0 + 0 = Y
Y = 250 + 0,75Y – 200i
Y – 0,75Y = 250 – 200i
Y = 1.000 – 800i
Jadi persamaan LM (keseimbangan di pasar uang) adalah Y = 500 +
3.200i.

Titik E yang menunjukkan keseimbangan di pasar barang dan jasa


maupun di pasar uang dicari dengan memotongkan kurva IS dan LM,
yaitu dengan cara mensubstitusikan kedua persamaan IS dan LM
sebagai berikut :

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 121


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
IS = LM
1.000 -800i = 500 + 3.200i
500 = 4.000i
iIe = 500/4.000
= 0,125
= 12,5%
Jadi tingkat bunga keseimbangan adalah 12,5%

Y = 1.000 – 800i
= 1.000 – 800 (12,5%)
= 1.000 – 100
= 900
Jadi pendapatan nasional keseimbangan adalah 900.

(2) Konsumsi keseimbangan :

C = 100 + 0,75Y
= 100 + 0,75 (900)
= 100 + 675
= 775

Investasi keseimbangan :
I = 60 – 200i
= 60 – 200(12,5%)
= 60 – 25
= 35

Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga


(keseimbangan) :
M1 = 0,2Y
= 0,2 (900)
= 180

Permintaan uang dengan tujuan spekulasi (keseimbangan) :


M2 = 400 – 640i
= 400 – 640 (12,5%)
= 400 – 80
= 320.

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 122


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
E. PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP MODEL
KESEIMBANGAN IS - LM

Berdasarkan model keseimbangan IS – LM yang telah diuraikan sebelumnya


akhirnya diperoleh titik keseimbangan umum yang ditunjukkan dengan titik E.
Titik E menunjukkan adanya keseimbangan di pasar barang dan jasa maupun
di pasar uang. Berdasarkan titik E akan diperoleh pendapatan nasional dan
tingkat bunga keseimbangan. Keseimbangan umum yang ditunjukkan oleh titik
E akan mengalami perubahan keseimbangan apabila terjadi pergeseran pada
kurva IS atau kurva LM. Pergeseran kurva IS atau kurva LM disebabkan oleh
adanya kebijakan yang mempengaruhi keadaan keseimbangan di pasar barang
dan jasa maupun di pasar uang. Kebijakan yang mempengaruhi keadaan
keseimbangan di pasar barang dan jasa disebut kebijakan fiscal atau
kebijakan di sector riil. Kebijakan yang mempengaruhi keadaan
keseimbangan dipasar uang disebut kebijakan moneter. Kebijakan moneter
ini dilakukan oleh bank sentral (di Indonesia, kebijakan moneter dilakukan
oleh Bank Indonesia).

1. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiscal merupakan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk


mempengaruhi keadaan di pasar barang dan jasa agar kondisi perekonomian
menjadi semakin membaik khususnya keadaan di pasar barang dan jasa.

Ada dua akibet yang ditimbulkan oleh kebijakan fiscal, yaitu kebijakan fiskal
yang bersifat ekspansif, dan kebijakan fiscal yang bersifat kontraktif.
Kebijakan fiscal ekspansif dilakukan oleh pemerintah misalnya melalui
penambahan pengeluaran konsumsi pemerintah, penambahan biaya
transfer atau subsidi, dan pengurangan potongan pajak. Kebijakan fiscal
yang kontraktif dilakukan oleh pemerintah, misalnya melalui
pengurangan pengeluaran konsumsi pemerintah, pengurangan
pembayaran transfer atau subsidi, dan peningkatan potongan pajak.

Akibat adanya kebijakan fiscal ekspansif dan kontraktif, maka keadaan


keseimbangan di pasar barang dan jasa mengalami perubahan. Perubahan
keseimbangan di pasar barang dan jasa ditunjukkan dengan pergeseran kurva
IS ke kanan atas atau ke kiri bawah, tanpa mengubah nilai slope kurva IS.
Dengan demikian, kurva IS mula-mula dengan kurva IS hasl pergeseran akan
saling sejajar. Kurva IS mengalami pergeseran ke kanan atas apabila dilakukan
kebijakan fiscal ekspansif di pasar barang dan jasa, sedangkan kurva IS
mengalami pergeseran ke kiri bawah apabila dilakukan kebijakan fiskal
kontraktif di pasar barang dan jasa. Perhatikan gambar 11.3 berikut ini :

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 123


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
i

LM

ie’ E’
ie E
ie ” E”

IS’

IS” IS
0 Y e ” Ye Ye ’ Y

Gambar 11.3 Pengaruh Kebijakan Fiskal pada Model Keseimbangan IS -


LM

Berdasarkan gambar 11.3 dapat dilihat adanya perpotongan antara dua kurva,
yaitu kurva IS’ (hasil pergeseran kurva IS ke kanan atas karena adanya
kebijakan fiscal ekspansif di pasar barang dan jasa) dan LM. Titik potong kurva
IS’ dan LM terjadi pada titik E’, sehingga pada titik E’ terjadi keseimbangan di
pasar barang dan jasa (direpresetasikan oleh kurva IS’) maupun di pasar uang
(direpresentasikan oleh kurva LM). Sebagai titik keseimbangan, titik E’
menunjukkan adanya tingkat bunga keseimbangan (i e’) dan pendapatan
nasional keseimbangan (Ye’). Nampak bahwa Ye’ dan ie’ lebih besar daripada
Ye mula-mula dan ie mula-mula.
Berdasarkan gambar 11.3 juga dapat dilihat adanya perpotongan antara dua
kurva, yaitu kurva IS” (hasil pergeseran kurva IS ke kiri bawah karena adanya
kebijakan fiscal kontraktif di pasar barang dan jasa) dan LM. Titik potong
kurva IS” dan LM terjadi pada titik E”, sehingga pada titik E” terjadi
keseimbangan di pasar barang dan jasa (direpresetasikan oleh kurva IS”)
maupun di pasar uang (direpresentasikan oleh kurva LM). Sebagai titik
keseimbangan, titik E” menunjukkan adanya tingkat bunga keseimbangan (i e”)
dan pendapatan nasional keseimbangan (Ye”). Nampak bahwa Ye” dan ie”
lebih kecil daripada Ye mula-mula dan ie mula-mula.

Contoh 11.4 :

Diketahui data perekonomian suatu negara sebagai berikut :


C = 100 + 0,75Yd

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 124


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
I = 60 – 200i
G = 90

Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga M1 = 0,2Y


Permintaan uang untuk tujuan spekulasi : M 2 = 400 + 640i
Jumlah uang beredar M3 = 500

Pertanyaan :

(1) Tentukan pendapatan nasional keseimbangan dan tingkat bunga


keseimbangan yang baru apabila pemerintah menambah pengeluaran
konsumsi pemerintah atau ∆G sebesar 10.
(2) Tentukan besarnya konsumsi, investasi, permintaan uang untuk
tujuan transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi pada pendapatan
nasional keseimbangan dan tingkat bunga keseimbangan yang baru.

Jawab :

(1) Keseimbangan di pasar barang dan jasa :


Y = C + I + G + ∆G
= 100 + 0,75Yd + 60 – 200i + 90 + 10
= 260 + 0,75Yd – 200i
Karena tidak ada pajak dan pembayaran transfer, maka :
Yd = Y – Tx + Tr = Y – 0 + 0 = Y
Y = 260 + 0,75Y – 200i
Y – 0,75Y = 260 – 200i
Y = 1.040 – 800i
Jadi persamaan IS (keseimbangan di pasar barang dan jasa) adalah Y =
1.040 - 800i.

Keseimbangan di pasar uang :


Ms = M1 + M2
500 = 0,2Y + 400 – 640i
0,2Y = 100 + 640i
Y = 500 + 3.200i
Jadi persamaan LM (keseimbangan di pasar uang) adalah Y = 500 +
3.200i

Titik E yang menunjukkan keseimbangan di pasar barang dan jasa


maupun di pasar uang dicari dengan memotongkan kurva IS dan LM,
yaitu dengan cara mensubstitusikan atau mengeliminasikan kedua
persamaan IS dan LM sebagai berikut :
IS = LM
1.040 - 800i = 500 + 3.200i

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 125


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
540 = 4.000i
ie = 540/4.000
= 0,135
= 13,5%
Jadi tingkat bunga keseimbangan adalah 13,5%

Y = 1.040 – 800i
= 1.040 – 800 (13,5%)
= 1.040 – 108
= 932
Jadi pendapatan nasional keseimbangan adalah 932.

(2) Konsumsi keseimbangan :

C = 100 + 0,75Y
= 100 + 0,75 (932)
= 100 + 699
= 799

Investasi keseimbangan :
I = 60 – 200i
= 60 – 200(13,5%)
= 60 – 27
= 33

Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga


(keseimbangan) :
M1 = 0,2Y
= 0,2 (932)
= 186,4

Permintaan uang dengan tujuan spekulasi (keseimbangan) :


M2 = 400 – 640i
= 400 – 640 (13,5%)
= 400 – 806,4
= 313,6

2. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral


untuk mempengaruhi keadaan di pasar uang agar kondisi perekonomian
menjadi semakin membaik, khususnya keadaan pasar uang. Ada dua jenis
kebijakan moneter, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan
moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan oleh bank

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 126


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
sentral melalui penambahan jumlah aung beredar (easy money policy),
misalnya melalui alat atau instrument kebijakan moneter seperti
pembelian surat berharga, pengurangan cadangan minimum, dan
pengurangan tingkat bunga pinjaman. Kebijakan moneter kontraktif
dilakukan oleh bank sentral melalui pengurangan jumlah uang yang
beredar (tight money policy), misalnya melalui alat atau instrument
kebijakan moneter seperti penjualan surat berharga, penambahan
cadangan minimum, dan penambahan tingkat bunga pinjaman.

Akibat adanya kebijakan moneter ekspansif dan kontaktif, maka


keseimbangan di pasar uang mengalami perubahan. Perubahan keseimbangan
di pasar uang ditunjukkan dengan pergeseran kurva LM ke kanan bawah atau
ke kiri atas tanpa mengubah nilai slope kurva LM. Dengan demikian, kurva LM
mula-mula dengan kurva LM hasil pergeseran akan saling sejajar. Kurva LM
mengalami pergeseran ke kanan bawah apabila dilakukan kebijakan moneter
ekspansif di pasar uang, sedangkan kurva LM mengalami pergeseran ke kiri
atas apabila dilakukan kebijakan moneter kontraktif di pasar uang. Perhatikan
gambar 11.4 berikut ini :

LM” LM
LM’
ie” E”

ie E
ie’ E’

IS
0 Y e ” Ye Ye ’ Y

Gambar 11.4 Pengaruh Kebijakan Moneter pada Model Keseim-bangan IS -


LM

Berdasarkan gambar 11.4 dapat dilihat adanya perpotongan antara dua kurva,
yaitu kurva IS’ (hasil pergeseran kurva IS ke kanan atas karena adanya
kebijakan fiscal ekspansif di pasar barang dan jasa) dan LM. Titik potong kurva
IS’ dan LM terjadi pada titik E’, sehingga pada titik E’ terjadi keseimbangan di
pasar barang dan jasa (direpresetasikan oleh kurva IS’) maupun di pasar uang

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 127


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
(direpresentasikan oleh kurva LM). Sebagai titik keseimbangan, titik E’
menunjukkan adanya tingkat bunga keseimbangan (ie’) dan pendapatan
nasional keseimbangan (Ye’). Nampak bahwa Ye’ dan ie’ lebih besar daripada
Ye mula-mula dan ie mula-mula.
Berdasarkan gambar 11.3 juga dapat dilihat adanya perpotongan antara dua
kurva, yaitu kurva IS” (hasil pergeseran kurva IS ke kiri bawah karena adanya
kebijakan fiscal kontraktif di pasar barang dan jasa) dan LM. Titik potong
kurva IS” dan LM terjadi pada titik E”, sehingga pada titik E” terjadi
keseimbangan di pasar barang dan jasa (direpresetasikan oleh kurva IS”)
maupun di pasar uang (direpresentasikan oleh kurva LM). Sebagai titik
keseimbangan, titik E” menunjukkan adanya tingkat bunga keseimbangan (i e”)
dan pendapatan nasional keseimbangan (Ye”). Nampak bahwa Ye” dan ie”
lebih kecil daripada Ye mula-mula dan ie mula-mula.

Contoh 11.5 :

Diketahui data perekonomian suatu negara sebagai berikut :


C = 100 + 0,75Yd
I = 60 – 200i
G = 90

Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga M1 = 0,2Y


Permintaan uang untuk tujuan spekulasi : M 2 = 400 + 640i
Jumlah uang beredar M3 = 500

Pertanyaan :

(1) Tentukan pendapatan nasional keseimbangan dan tingkat bunga


keseimbangan yang baru apabila bank sentral menambah jumlah uang
beredar atau Ms sebesar 50.
(2) Tentukan besarnya konsumsi, investasi, permintaan uang untuk
tujuan transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi pada pendapatan
nasional keseimbangan dan tingkat bunga keseimbangan yang baru.

Jawab :

(1) Keseimbangan di pasar barang dan jasa :


Y =C+I+G
= 100 + 0,75Yd + 60 – 200i + 90
= 250 + 0,75Yd – 200i
Karena tidak ada pajak dan pembayaran transfer, maka :
Yd = Y – Tx + Tr = Y – 0 + 0 = Y
Y = 250 + 0,75Y – 200i
Y – 0,75Y = 250 – 200i

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 128


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Y = 1.000 – 800i
Jadi persamaan IS (keseimbangan di pasar barang dan jasa) adalah Y =
1.000 - 800i.

Keseimbangan di pasar uang :


Ms + ∆Ms = ∆M1 + M2
500 + 50 = 0,2Y + 400 – 640i
0,2Y = 150 + 640i
Y = 750 + 3.200i
Jadi persamaan LM (keseimbangan di pasar uang) adalah Y = 750 +
3.200i

Titik E yang menunjukkan keseimbangan di pasar barang dan jasa


maupun di pasar uang dicari dengan memotongkan kurva IS dan LM,
yaitu dengan cara mensubstitusikan atau mengeliminasikan kedua
persamaan IS dan LM sebagai berikut :

IS = LM
1.000 - 800i = 750 + 3.200i
250 = 4.000i
ie = 250/4.000
= 0,0625
= 6,25%
Jadi tingkat bunga keseimbangan adalah 6,25%

Y = 1.000 – 800i
= 1.000 – 800 (6,25%)
= 1.000 – 50
= 950
Jadi pendapatan nasional keseimbangan adalah 950.

(2) Konsumsi keseimbangan :

C = 100 + 0,75Y
= 100 + 0,75 (950)
= 100 + 712,5
= 812,5
Investasi keseimbangan :
I = 60 – 200i
= 60 – 200(6,25%)
= 60 – 12,5
= 47,5

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 129


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc
Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga
(keseimbangan) :
M1 = 0,2Y
= 0,2 (950)
= 190

Permintaan uang dengan tujuan spekulasi (keseimbangan) :


M2 = 400 – 640i
= 400 – 640 (6,25%)
= 400 – 40
= 360

E:\Materi Kuliah 2021_2022\Semester Ganjil 2021 - 2022\PE Makro\Peng EK 130


Makro-2016-5 (Bab IX - XI).doc

Anda mungkin juga menyukai