DISUSUN OLEH :
Kadek Nurlina
196601224
1.Inflasi(inflation)
a. Definisi dan pengertian inflasi
inflasi adalah sebuah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
terus0menerus ,dari definisi Ini ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan
telah terjadi inflasi:
Kenaikan harga
Bersifat umum
Berlangsung terus-menerus
1. Kenaikan harga
Harga suatu komoditas naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya .
1. Permintaan agreget
Permintaan agreget adalah total permintaan barang dan jasa dalam suatu
perekonomian selama satu periode tertentu.perbandingan harga juga bisa dilakukan
berdasarkan partokan mesin.
2. Bersifat umum
Kenaikan harga suatu kuantitas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut
tidak menyebabkan harga secara umum naik.kenaikan harga BBM juga membuat harga
jual produk-produk ,khusunya kebuthan pokok,merambat naik.
3. Berlangsung terus-menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi,jika
terjadinya hanya sesaat.karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentag waktu
minimal bulanan.
4. Inflasi tekanan permintaan
5. Inflasi tekanan permintaan adalah inflasi yang terjadi karena dominanya tekanan
permintaan agreget.
6. Inflasi dorongan biaya
Inflasi dorongan biaya terjadi karena kenaikan biaya produksi.biasanya menyebabkan
penawaran agreget berkurang.
Jika IHT melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi
dari sisi produsen . Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai Indeks Harga Produsen (producer
price indeks). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.
Tabel 9.2
IHPB-1
Kegiatan ekonomi terjadi tidak hanya dibeberapa kota saja, melainkan seluruh plosok wilayah. Untuk
mendapatkan gambaran inflasi yang paling mewakili keadaan sebenarnya,ekonomi menggunakan indeks
harga implansi, disingkat IHI.
IHI-1
Tabel 9.3
(1990-100)
Perhitungan inflansi berdasarkan deflator PDB (GDB deflator) adalah membandingkan tingkat
pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan rill. Selisih keduanya merupakan inflansi.
Pernyataan diatas dapat dibuktikan dengan persamaan matematika sederhana dibawah ini.
Karena itu, angka inflansi dapat dihitung jika memiliki data PDB menurut harga berlaku (PDB nominal)
dan PDB berdasarkan harga konotan (PDB rill).
Tabel 9.4
Ada beberapa masalah sosial (biaya sosial) yang muncul dari inflasi yang tinggi (>10% pertahun). Yang
akan dibahas dalam bagian ini adalah:
Tabel 9.5
Jumlah Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk
Tetapi memang besar kecilnya angka pengangguran sangat bergantung pada definisi atau
mengklasifikasikan pengangguran. Setidak-tidaknya ada dua dasar utama klasifikasi pengangguran,
yaitu:
Pendekatan ini mendefinisikan pengangguran sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja.
Perhitungan tingkat pengangguran dalam Tabel 9.8 menggunakan definisi ini.
b. Jenis-Jenis Pengangguran
pengangguran sukarela adalah pengangguran yang bersifat sementara, karena seseorang ingin mencari
pekerjaan yang lebih baik atau lebih cocok. Pengangguran dukalara adalah pengangguran yang terpaksa
diterima oleh seseorang, walaupun sebenarnya dia masih ingin bekerja. Pengangguran sukarela dan
dukalara erat kaitnya dengan jenis-jenis pengangguran berikut ini.
BAB 10
ANALISIS KESEIMBANGAN
( BAGIAN 1):
Diagram 10.1
Fungsi produksi agregat
TP
TP
0 L
-0 -1
MP (a)
0 L0 L1 MPL L
Diagram 110.1 adalah fungsi produksi agregat jangka pendek, dengan input variable
adalah tenaga kerja. Bentuk kurva yang seperti huruf S ( kurva S) menunjukkan
berlakunya hukum penambahan hasil yang makin menurun. Hukum tersebut lebih terlihat
pada kurva produksi marjinal (diagram 10.1 b) yang menunjukkan penurunan produksi
marjinal setekah jumlah tenaga kerja yang digunakan >L1. kurva MPL dalam analisis
ekonomi mikro merupakan permintaan tenaga kerja.
Diagram 10.2
Permintaan tenaga kerja
Pada kondisi laba maksimum
MP LW/P
MP L >W/P
MP L=W/P
W/P
0 L1 L0 L2 Y
MP L
Sumbu vertical pada diagram diatas menunjukan besarnya MPL dan upah riil (W/P).perusahaan
akan mencapai laba maksimum jika jumlah tenaga kerja yang digunakan sebesar L*.sebab pada
ssaat itu (M/P)=MPL. Jika perusahaan mengunakan tenaga kerja lebih banyak ataau lebih sedikit
dari pada L*.keuntungan yang di capai tidaklah maksimum.
Dimana :
Hubungan positif antara penawaran tenaga kerja dengan tingkat upah riil dapat divisualisasikan
dalam kurva penawaran tenaga kerja berikut ini.
Diagram 10.3
W/P
SL
1 L
SL
(W/P)*
DL
0 L¿ L
(a)
Y¿ Y=f(L)
0 L* L
(b)
Pada diagram dibawahnya (diagram 10.4.b) terlihat jika jumlah tenaga kerja yang digunakan
sebesar L*, maka tinggal produksi pada kondisi keseimbangan adalah Y*. besarnya Y* dapat
dihitungkan dengan berdassarkan fungsi produksi, Y=f(L) atau persamaa (10.3).
AD 3( M S =625)
AD 2 ( M S =500)
AD 1 ( M S =400)
0 Y
(a)
AS
0 Y F = 2,000 Y
(b)
Jika jumlah uang beredar terus ditambah(25% per tahun) permintaan agregat juga makin besar.
Hal itu ditunjukan dengan bergesernya kurva permintaan agregat(AD) ke kanan.
b. Penawaran agregat
Konsekuensi dari asumsi ini adalah tingkat penawaran tidak dapat bertambah
lagi.secara grafis hal itu ditunjukan dengan tegak lurusnya kurva penawaran agregat
(AS) seperti dampak pada diagram 10.5 b. misalkan saja,full-employment
menghasilkan output riil sebesar 2.000 unit,yang dapat juga dinotasikan sebagai Y f .
c. Pengaruh proposional jumlah uang beredar terhadap inflasi
Keseimbangan ekonomi dalam kasus di atas akan tercapai jika AD=AS. Analisis
grafis tentang pengaruh penambahan jumlah uang beredar terhadap tingkat output
keseimbangan dan tingkat harga dapat dilakukan dengan menggunakan digram 10.5 a
dan 10.5 b menjadi diagram 10.6 berikut ini.
Diagram 10.6
Jumlah uang beredar dan inflasi
P
AS
50
40 AD 3=( M S =625)
32 AD 2=( M S =500)
AD 1=¿ ¿=400)
0 Y f = 2.000 Y
Yang berubah tingkat harga jika jumlah uang ditambah,perminaan agregat bertambah,sehingga
harga keseimbangan meningkat dari p1(32) ke p2(40) dan ke p3(50).pembuktian sederhananya
ditunjukan dibawah ini dengan menggunakan persamaan kualitas uang dengan telah dibahas di
bab 6.
MV=PT…………………………………………………………….(10.10)
BAB 12
ANALISIS KESEIMBANGAN
(BAGIAN III) : Model Keseimbangan Sintesis Klasik-Keynesian
1. ASUMSI-ASUMSI POKOK
Kurva IS-LM dikatakan sebagai sintesis klasik biru e diam atau ada juga yang mengatakan sebagai
sintesis Neo klasik-keynesian, karena digabungkannya ide-ide klasik dan Keynes dalam pembentukan
modelnya. Dari penjelasan alinea diatas, secara implisit tercermin asumsi-asumsi pokok yang mendasari
model IS-LM.
a. Pasar akan selalu berada dalam kondisi keseimbangan, sehingga kita dapat mengatakan bahwa
kondisi keseimbangan adalah kondisi dimana disetiap pasar permintaan telah sama dengan
penawaran.
e. Model komparatif statis. Model IS-LM yang dibahas dalam bab ini adalah komparatif statis yang
mengabaikan dimensi perubahan dari waktu ke waktu.
Keseimbangan pasar barang jasa akan tercapai bila total produksi sama dengan total pengeluaran.
Y = AB
a. Penurunan Kurva IS
Untuk menurunkan kurva IS dibutuhkan dua kurva, yaitu kurva keseimbangan keynesian dan
kurva permintaan investasi. Agar proses penurunan derivasi kurva IS dapat lebih mudah diikuti, fungsi
konsumsi dan investasi diasumsikan linier.
Jika pengaruh kebijakan fiskal pemerintah diabaikan, maka faktor yang memengaruhi sudut
kemiringan kurva IS adalah sudut kemiringan kurva investasi. Keinginan investasi yang makin sensitif
terhadap perubahan tingkat bunga ditunjukkan oleh kurva I yang makin mendatar. Ceteris paribus,
kurva I yang makin mendatar akan menghasilkan kurva IS yang makin mendatar. Begitu juga
sebaliknya.
c. Pergeseran Kurva IS
Seandainya pengaruh kebijakan fiskal pemerintah diabaikan , maka kurva is akan bergeser jika
pengeluaran investasi otonomus berubah.
3. KESEIMBANGAN KURVA LM
Kurva LM adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara berbagai tingkat bunga dengan
pendapatan nasional yang menjamin (memungkinkan) pasar uang-modal berada dalam keseimbangan.
a. Penurunan Kurva LM
Untuk menurunkan kurva LM dibutuhkan kurva penawaran uang dan kurva permintaan uang.
Seperti yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya, penawaran uang ditentukan oleh pemerintah
(bersifat eksogen), sehingga kurva penawaran uang adalah tegak lurus. Sedangkan kurva permintaan
uang bersudut kemiringan negatif, sebab selain ditentukan oleh tingkat pendapatan juga ditentukan
oleh tingkat bunga.
Bila pengaruh kebijakan fiskal pemerintah diabaikan, sudut kemiringan kurva LM ditentukan
oleh tingkat sensitivitas permintaan uang (spekulasi) terhadap perubahan tingkat bunga. Jika makin
sensitif maka kurva permintaan uang (Md) makin mendatar. Hal ini akan menyebabkan kurva LM
makin mendatar. Begitu juga sebaliknya.
c. Pergeseran Kurva LM
Kurva LM akan bergeser apabila permintaan dan atau penawaran uang berubah.
Jika permintaan uang tetap, penambahan uang beredar akan menggeser kurva LM ke kanan.
Sebaliknya. Pengurangan jumlah uang yang beredar akan menggeser kurva LM ke kiri.
Perubahan uang dikatakan berubah bila pada tingkat pendapatan yang sama, jumlah
permintaannya bertambah atau berkurang. Perubahan permintaan aung ini akan menggeser kurva
LM. Jika permintaan uang bertambah besar, kurva LM bergeser ke kanan. Begitu juga sebaliknya.
Perekonomian dikatakan telah mencapai keseimbangan (keseimbangan umum), bila baik pasar
barang-jasa telah berada dalam kondisi keseimbangan. Secara grafis, keseimbangan tersebut tercapai
apabila kerja IS berpotongan dengan kurva LM.
Keseimbangan ekonomi dikatakan berubah jika secara grafis titik keseimbangan berubah. Ada tiga
penyebab perubahan keseimbangan, yaitu :
APENDIKS
Cara lain untuk menurunkan kurva LM dan kurva IS akan disampaikan dalam apendiks ini. Kendati
sedikit lebih rumit, cara ini amat berguna bagi mahasiswa tingkat intermediate dan lanjutan.
1. Penurunan Kurva IS
Untuk menurunkan kurva IS diperlukan tiga kurva. yaitu kurva permintaan investasi, kurva
tabungan dan kurva investasi = tabungan.
Kurva permintaan investasi (kurva I) menggambarkan hubungan negatif antara tingkat investasi
dengan tingkat bunga, karena memiliki slope negatif.
= -100+0,2Y
c. Kurva I = S
Kurva ini berbentuk garis lurus bersudut kemiringan 45 derajat yang menggambarkan investasi =
tabungan. Fungsi kurva ini adalah sebagai garis penolong untuk menemukan besarnya investasi (I) agar
sama dengan tingkat tabungan (S).
2. Penurunan Kurva LM
Untuk menurunkan kurva LM dibutuhkan tiga kurva, yaitu kurva permintaan uang untuk transaksi
(Mt), kurva permintaan uang untuk spekulasi (Msp), dan kurva total permintaan uang (Md).
Karena merupakan proporsi tertentu dari tingkat pendapatan, maka permintaan uang untuk
transaksi makin banyak bila output makin besar. Kurva Mt berbentuk garis lurus bersudut positif.
Permintaan uang untuk spekulasi berbanding terbalik dengan tingkat bunga, karenanya memiliki
sudut kemiringan negatif sebagaimana halnya kurva I.
Kurva total permintaan uang merupakan penjumlahan dari kurva Mt dan kurva Msp (Md = Mt +
Msp ).
Kebijakan moneter ekspansif akan meningkatkan jumlah uang beredar, yang berarti menaikkan
nilai rill kasih ( rill chas belances ) dan menggeser kurva LM ke kanan. Akibatnya tingkat bunga turun dan
output keseimbangan naik.
BAB 13
KEBIJAKAN MONETER
1. Definisi dan Pengertian
Yang dimaksud dengan kebijakkan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan
perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik)dengan mengatur dengan
jumlah uangberedar. Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output
keseimbangan dan atau terpeliharannya stabilitas harga ( inflasi terkontrol). Melalui kebijakan
moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang
beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus
mengendalikan inflasi.
2. Instrumen Kebijakan Moneter
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar: operasi pasar
terbuka, fasilitas diskonto, dan rasio cadangan wajib. Diluar tiga instrument tersebut (yang
merupakan kebijakan moneter bersifat kuantatif) pemerintah dapat melakukan imbauan mora.
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka adalah pemerintah mengendalikan jumlah
uang beredardengan cara menjual atau membuat surat-surat berharga milikpemerintah.
Di Indonesia, operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Jika ingin mengurangi jumlah uang
yang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau SPBU. Melalui penjualan SBI/SPBU uang
yang ada dalam masyarakat ditarik, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Biasanya
penjualan SBI/SPBU dilakukan bila jumlah uang beredar dianggap sudah menganggu
stabilitas perekonomian.
b. Fasillitas Diskonto (Discount Rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonta adalah tingkat bunga yang ditetapkan
pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam kebank sentral.
Bila pemerintahan ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menurunkan
tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih
murah maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih
besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ration)
Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar, jika rasio
cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil
dibandingkan sebelumnya.
Bila rasio cadangan wajib diperbesar menjadi 20% maka untuk setiap unit deposito yang
diterima, system perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar 80%. Angka
multiplikasi uang dari system perbankan menurun menjadi 5, dengan demikian jumlah uang
yang beredar masyarakat akan berkurang. Sebaliknya jika pemerintah menurunkan rasio
cadangan wajib. Sebab penurunan rasio tersebut akan memperbesar angka multiplikasi
uang, yang berarti akan meningkatkan jumlah uang beredar.
d. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Dengan himbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan
jumlah uang beredar. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia dapat member saran agar
perbankan berhati-hati dengan kreditnya atau membatasi keinginannya meminjam uang
dari bank sentral (berhati-hati menggunakan fasilitas diskonto)
3. Kebijakan Moneter Dan Keseimbangan Ekonomi: Analisis IS-LM
Kebijakan moneter dikatakan efektif bila mampu mengendalikan tingkat output dan atau harga.
Untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan moneter, peralatan analisis yang paling sederhana
namun komfebresif adalah kurva IS-LM.
a. Pengaruh Kebijakkan Moneter Terhadap Keseimbangan Pasar Uang-Modal
Pengaruh jumlah uang beredar dapat mempengaruhi kondisi keseimbangan pasar uang
modal.
Diagram 13.11 menunjukkan kurva LM0 yang diturunkan dari M22. Seandainya pemerintah
menambah jumlah uang beredar menjadi M 21 pada diagram 13.1 a, maka untuk membuat
pasar uang-modal berada dalam keseimbangan pada tingkat Y 2 tingkat bunga harus
diturunkan dari r1 ke r2. Demikinan juga bila ingin membuat pasar uang-modal berada dalam
kondisi keseimbangan pada tingkat Y1, tingkat bunga juga harus diturunkan dari r 2 ke r4.
Dalam diagram 13.1b hal ini terlihat pergeseran titik keseimbangan (dari F 1 ke F2 dan dari F2
ke F4), sehingga kurva LM bergeser kekanan (dari LM 0 ke LM2).
Seandainya pemerintah mengurangi jumlah uang beredar dari M 30 ke M42 maka untuk
membuat pasar modal-uang berada dalam keseimbangan pada tingkat Y 2 tingkat bunga
harus dinaikan dari r1 ke r2. Sedangkan untuk mencapai keseimbangan pada tingkat Y 1,
tingkat bunga harus dinaikan dari r2 ke r4. Kurva LM bergeser kekiri ( dari LM 0 ke LM2).
Dalam perekonomian pasar, kenaikan tingkat bunga mengidenkasikan telah terjadinya
kelebihan permintaan investasi. Akibatnya dilihat dari dua sisi:
Sisi Output
Kenaikan tingkat bunga akan menyebabkan ada beberapa rencana investasi yang
dibatalkan. sebagai akibatnya pertambahan kapasitas produksi menjadi lebih kecil.
Sisi Biaya
Kenaikan tingkat bunga akan menaikkan biaya produksi dikarenakan naiknya biaya
modal.
Bila pemerintah mengurangi jumlah uang beredar, yang terjadi sebaliknya. Pergeseran
kurva LM kekiri ( dari LM0 ke LM2) menyebabkan titik keseimbangan bergeser ke E 0. Pada
saat itu output keseimbangan adalah Y02 yang lebih kecil daripada Y20 sedangkan tingkat
bunga naik (dari r0 ke r2), yang berarti telah menjadi inflasi.
4. Efektivita Kebijakan Moneter
Secara grafik hasil dari kebijakan moneter pemerintah sangat ditentukan oleh kondisi pasar
barang-jasa dan pasar uang-modal, yang digambarkan oleh sudut kemiringan kurva IS dan kurva
LM.
a. Sudut Kemiringan Kurva IS
Kurva IS2, lurus sejajar dengan sumbu vertical. Kurva IS yang seperti ini terjadi karena
permintaan investasi tidak sensitive terhadap perubahan tingkat bunga (kurva 1 tegak lulus).
Sedangkan kurva IS2 terbentuk dari kurva 1 yang mendatar sejajar dengan sumbu horizontal.
Artinya kurva investasi elastis sempurna. Sedangkan kurva IS 3 terbentuk dari kurva investasi
yang bersudut negatif.
b. Sudut Kemiringan Kurva LM
- Kurva LM berbentuk tegak lurus sejajar sumbu vertical. Kurva ini diturunkan dari kurva
permintaan uang untuk spekulasi (M ap) yang tegak lurus. Artinya, permintaan uang
untuk spekulasi tidak sensitive terhadap perubahan tingkat bunga. Dapat juga dikatakan
bahwa permintaan uang , semata-mata ditentukan oleh permintaan uang untuk
transaksi yang merupakan fungsi pendapatan. Oleh karena kurva LM, sesuai dengan
Hipotensi Klasik, maka kurva ini disebut LM versi Klasik
- Kurva LM2 adalah kebalikan dari kurva LM 1. Karena kurva LM2 diturunkan dari kurva
permintaan uang untuk spekluasi (M ap), maka kurva ini datar dan sejajar dengan sumbu
horizontal. Artinya, permintaan uang untuk spekulasi sangat sensitive (sensitive
sempurna) terhadap perubahan tingkat bunga. Menurut Keynes, kondisi inilah yang
disebut sebagai perangkap likulditas atau jerat likulditas dan biasanya terjadi pada
tingkat bunga yang lebih rendah. Karena bentuk kurva LM 2 sesuai dengan teori
Keynesian, maka kurva ini disebut juga kurva LM versi Keynesian.
Kurva LM2 adalah kurva LM yang telah anda kenal, yang terbentuk dari kurva permintaan
uang untuk spekulasi yang bersudut negative.
Seringkali ketiga kurva LM tersebut diatas digambarkan dalam satu kurva seperti yang
terlihat dalam diagram 13.4.b. Daerah kurva LM yang mendatar disebut daerah
Keynesian , sedangkan daerah kurva LM yang tegak lurus disebut daerah Klasik. Daerah
yang berada diantara kedua ekstrem tersebut dinamakan daerah antara ( entermediate
range).
c. Berbagai Kemungkinan Hasil Kebijakan Moneter.
Evaluasi terhadap efektivitas kebijakan moneter dapat dilakukan dengan melihat titik-titik
potong kurva-kurva IS dan LM. Karena kurva IS dan LM masing-masing memiliki minimal tiga
kondisi, maka minimal ada Sembilan kombinasi titik potong kurva IS-LM. Dari Sembilan
kombinasi tersebut, dua diantaranya tidak terdefinisikan. Yang pertama, adalah titik potong
antara kurva IS mendatar (IS2) dengan kurva LM mendatar (LM3). Yang kedua adalah titik
potong antara kurva IS tegak lurus (IS 2) dengan kurva LM tegak lurus (LM 1).
Kita hanya memperhatikan empat kondisi ekstern yang terjadi terhadap output
keseimbangan dan tingkat bunga, bila yang ditempu adalah kebijakan moneter. Karena yang
dievaluasi adalah kebijakan moneter, maka secara grafik yang digeser adalah kurva LM.
Diagram 13.5.a dan 13.5.b kondisinya adalah kurva LM vertical. Diagram 13.5.a
menunjukkan jika kurva IS datar,kebijakan moneter sangat efektif sebab dapat menambah
output atau mengurangi output keseimbangan tanpa mengganggu tingkat harga. Diagram
13.5.b menunjukkan jika kurva IS mempunyai dlope negative, kebijakan moneter ekspansif
akan menaikan output keseimbangan, sementara tingkat harga turun. Sebaliknya dengan
kebijakan kontratif, karena output keseimbangan turun, sementara tingkat bunga (harga)
meninggi.
Pada diagram 13.5.c dan diagram 13.5.d kurva LM adalah mendatar artinya perekonomian
berada dalam perangkap likuiditas. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan moneter sama sekali
tidak efektif, sebab tidak mempunyai kemampuan mempengaruhi output dan tingkat bunga.
Anda dapat mencoba-coba berbagai kemungkinan lain dan bandingkan hasilnya dengan
tabel 13.1 dibawah ini.
Tabel 13.1
Efektivitas Kebijakan Moneter Terhadap Output
Dan Tingkat Harga (Bunga)
BAB 14
KEBIJAKAN FISKAL
a. Pajak
Tujuannya adalah untuk memperdalam pemahaman tentang kebijakan fisika dan pengaruhnya
terhadap keseimbangan perekonomian. Sebab, berbeda dengan pengeluaran pemerintah (G) yang
dapat di asumsikan otonomus, maka pajak tidaklah demikian, besarnya pajak yang diterima pemerintah
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, sebaliknya pajak dapat memengaruhi pola laku produksi dan atau
konsumsi.
Secara hukum, pajak dapat didefinisikan sebagai iyuran wajib kepada pemerintah yang bersifat
memaksa dan legal (berdasarkan undang-undang), sehingga pemerintah mempunyai kekuatan hukum
untuk menindak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya.
Secara ekonomi, pajak dapat di definisika. sebagai pemindahan sumber daya yang ada disektor
rumah tangga dan perusahaan ke sektor pemerintah melalui mekanisme penmungutan tanpa wajib
memberi balas jasa langsung.
Ada beberapa ke b klarifikasi dan pajak yang umumnya digunakan, yaitu pajak objektif dan pajak
subjektif serta pajak langsung dan pajak tidak langsung.
Pajak objektif adalah pajak yang dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak.
Misalnya pajak penambahan nilai (PPN) dikenakan kepada mereka yang membeli barang dan jasa kena
pajak.
b). Pajak subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Biasanya bila
kemampuan wajib pajak makin besar, beban pajaknya makin besar. Salah satu indikator yang digunakan
adalah pendapatan.
Pajak langsung adalah pajak yang beban pajaknya tidak dapat di geser kepada wajib pajak yang lain
(no tax incidence). jadi membayar pajak langsung adalah pembayaran pajak terakhir (last tax payer).
Contoh pajak langsung di indonesia adalah pajak penghasilan (pph) serta pajak bumi dan bangunan
(PBB). Karena Pajak langsung mempunyai banyak kesamaan dengan pajak subjektif, umumnya pajak
langsung adalah pajak subjektif.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada wajib pajak yang lain
(tax incidence). contoh paling terkenal dari pajak tidak langsung adalah pajak penjualan yang dalam
konteks indonesia dikenal dengan PPn dan PPnBM. Pajak ini disebut sebagai pajak tidak langsung, sebab
jika yang dikenakan pajak adalah produsen, maka produsen dapatenggeser sebagian atau seluruh beban
pajaknya kepada konsumen.
Dua jenis tarif pajak yang paling terkenal adalah pajak nominal dan pajak persentase.
Pajak nominal adalah pajak yang pengenaannya berdasarkan sejumlah nilai nominal tertentu. Notasi
untuk pajak nominal adalah T. Misalnya, bila pengenaan pajak pendapatan sebesar 50, maka ditulis T =
50.
Pada pajak persentase, beban pajaknya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari dasar
pengenaan pajak. Notasi untuk pajak persentase adalah t (huruf kecil). pajak persentase dapat
dibedakan berdasarkan pajak porposional, progresif dan regresif.
Pajak progresif, tarifnya makin tinggi bila dasar pengenaan pajaknya makin tinggi.
Pajak regresif adalah kebalikan dari pajak progresif, tarif pajak justru makin rendah pada saat
penghasilan meningkat.
Pajak nominal pertama kali memengaruhi pendapatan disposabel. Jika pendapatan adalah Y dan pajak
nominal adalah T, maka pendapatan disposabel :
Yd = Y - T
C = Co + Byd
C = C0 + Byd
= C0 + b(Y-T)
= C0 + bY-bT
=C0 - BT + BY
Dari persamaan diatas terlihat bahwa pajak nominal tidak mengubah nilai MPC. Artinya pajak nominal
tidak mengubah sensitivitas konsumsi akibat perubahan pendapatan.
b. Pajak Proporsional
Jika pajak penghasilan yang dikenakan adalah proporsional (t), maka pendapatan disposabel menjadi:
Yd = Y-tY = Y(I-t)
C = C0 + bYd = C0 + b(Y(I-t))
= C0 + BY -btY = C0 + (b-bt)Y
Ternyata pajak proporsional menyebabkan MPC menjadi (b-bt) atau lebih kecil sebesar bt, sedangkan
konsumsi otomatis tetap.
Karena kebijakan fiskal bertujuan mengarahkan perekonomian kekondisi yang lebih baik, maka
dampaknya terhadap keseimbangan ekonomi harga dipahami. Salah satu cara paling mudah melihatnya
adalah dengan melihat pengaruh pajak terhadap output keseimbangan.
4. POLITIK ANGGARAN
Di lihat dari perbandingan nilai penerimaan (T) dan pengeluaran (G), politik anggaran dapat dibedakan
menjadi anggaran tidak berimbang dan anggaran berimbang. Hasil yang dicapai dari kebijakan fiskal
merupakan interaksi dari dampak pajak dan pengeluaran pemerintah terhadap output keseimbngan.
Pengaruh perubahan pengeluaran pemerintah terhadap pengeluaran pendapatan keseimbangan,
seperti yang telah dibahas sebelumnya, adalah:
∆Y = ∆G/ (1-b)
∆Y = - b∆T/(1-b)
Anggaran tidak berimbang dapat dibedakan lagi menjadi anggaran defisit dan anggaran surplus.
Anggaran defisit adalah anggaran yang memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran
pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (T < G atau G > T).
∆Y karena ∆C = b∆G/(b-1)
∆Y karena ∆T = - b∆T/(b-1)
Kebalikan dari anggaran defisit, dalam anggaran surplus pemerintah merencanakan penerimaan lebih
besar dari pengeluaran (T>G atau G<T). Karena itu juga politik anggaran surplus sering diidentikkan
dengan kebijakan fiskal kontraktif. Politik anggaran surplus dilakukan bila perekonomian sedang dalam
tahap ekspansi dan terus memanas (overheating). Melalui anggaran surplus pemerintah mengeram
pengeluarannya untuk merununkan tekanan pemerintah atau mengurangi daya beli dengan menaikkan
pajak. Pengaruh anggaran surplus terhadap output keseimbangan adalah kebalikan dari pengaruh
anggaran defisit.
Pemerintah dikatakan menempuh politik anggaran berimbang apabila pengeluaran direncanakan akan
sama dengan penerimaan (G = T dan atau ∆G = ∆T). Tidak ada ketentuan pokok dalam kondisi ekonomi
seperti apa politik anggaran berimbang ditempuh. Namun bila pemerintah memilih politik anggaran
berimbang, dua hal utama yang ingin dicapai adalah peningkatan disiplin dan kepastian anggaran.
∆Y karena ∆G = ∆C/(b-1)
∆Y karena ∆T = - b∆T/(b-1)
Dampak kebijakan fiskal terhadap keseimbangan barang dan jasa lebih dijelaskan secara matematis
dalam bagian sebelumnya.
Jika tambahan pengeluaran pemerintah akan menghasilkan tambahan output keseimbangan yang
beberapa kali lipat, bukankah lebih baik pemerintah terus-menerus meningkatkan anggarannya ?
Pertanyaan tersebut baru benar bila didalam perekonomian hanya terdiri atas pasar barang dan jasa.
Dalam analisis IS-LM, perekonomian baru dikatakan berada dalam keseimbangan jika pasar yang modal
juga berada dalm keseimbangan. Karenanya, untuk melihat lebih buruknya anggaran ekspansif kita
masukkan kurva LM dalam analisis.
Secara grafis, slope LM akan memengaruhi efektivitas kebijakan fiskal. Bila slope kurva LM mendatar
sejajar sumbu horizontal (internal keynesian), maka kebijakan fiskal efektif sempurna, karena mampu
memengaruhi output keseimbangan tanpa menimbulkan inflasi. Menurut para ekonom keynesian, kurva
LM yang mendatar menggambarkan perekonomian berada dalam kondisi lesu karena perangkap
likuiditas, dimana sekalipun tingkat bunga sudah sedemikian rendah, tingkat investasi tidak meningkat.
Hal ini terjadi karena begitu lemahnya ekspektasi masyarakatm. Agar perekonomian pulih kembal, maka
ekspektasi harus dipulihkan. Untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah melalui peningkatan
pengeluaran pemerintah yang akan mendorong kegiatan ekonomi.