1|Page
Tim Penyusun
Koordinator Pembuatan Modul
• dr. Likke Prawidya Putri, MPH
Penyusun:
Subdirektorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dit. Surveilans dan Karantina Kesehatan
• Lia Septiana SKM, M.Kes
• Edy Purwanto, SKM, M.Kes
• Eka Muhiriyah, S.Pd, MKM
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM
• Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua
• dr. Muhammad Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH
• Eva Tirtabayu Hasri S.Kep., MPH
• dr. Bernadeta Rachela A
Centre of Disease Control (CDC)
• drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid
• Amalya, SKM, MSc.PH
World Health Organization (WHO)
• dr. Endang Widuri Wulandari, M.Epid
• Ubadillah, S.Si
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
2|Page
Daftar Isi
Modul Kebijakan Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) ............ 1
Tim Penyusun .................................................................................................................................. 2
I. Deskripsi Singkat ...................................................................................................................... 4
II. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................................... 4
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ...................................................................................... 5
IV. Metode .................................................................................................................................... 5
V. Media dan Alat Bantu .............................................................................................................. 5
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ............................................................................... 5
VII. Uraian Materi .......................................................................................................................... 6
A. Sistem kewaspadaan Dini dan KLB di lingkup internasional ................................................... 6
1. International Health Regulation .............................................................................................. 6
2. GHSA (Global Health Security Agenda) ................................................................................. 12
3. NAPHS (National Action Plan for Health Security) ................................................................ 15
B. Sistem Kewaspadaan Dini KLB di Indonesia .......................................................................... 20
VIII. Rangkuman .......................................................................................................................... 29
IX. Referensi.............................................................................................................................. 29
3|Page
Modul Mata Pelatihan Dasar 1. Kebijakan Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
I. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang sistem kewaspadaan dini KLB di lingkup
internasional dan lingkup nasional, serta bagaimana dampaknya pada pelaksanaan sistem
kewaspadaan dini KLB di tingkat kabupaten/kota.
Untuk memenuhi International Health Regulation (IHR) dalam mencegah penyebaran
penyakit lintas negara, negara-negara yang berpartisipasi (negara mitra) perlu memiliki
beberapa kapasitas inti minimal dalam sistem pendeteksian dini penyakit yang berpotensi
kedaruratan kesehatan global untuk mencegah penyebaran penyakit lintas negara. Namun
demikian, banyak negara yang masih kesulitan dalam memenuhi kapasitas minimal tersebut,
sehingga dibentuklah Global Health Security Agenda (GHSA) sebagai wadah bagi negara-
negara yang saling mendukung tercapainya kapasitas untuk pemenuhan IHR. Salah satu
kegiatan GHSA yaitu penilaian eksternal terhadap indikator pemenuhan IHR, yang
menghasilkan rekomendasi aksi yang perlu diambil oleh pemerintah. Rekomendasi tersebut
tertuang dalam National Action Plan for Health Security (NAPHS).
Secara singkat, sistem kewaspadaan dini KLB yang saat ini dilaksanakan di Indonesia
merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi ketentuan IHR, sehingga dapat mendukung
tercapainya keamanan kesehatan global.
4|Page
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Materi pokok dan Sub materi pokok dalam Kebijakan Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa adalah:
A. Sistem kewaspadaan dini dan KLB di lingkup internasional
1. IHR (International Health Regulation)
2. GHSA (Global Health Security Agenda)
3. NAPHS (National Action Plan for Health Security)
B. Sistem kewaspadaan dini dan KLB di lingkup nasional
1. Kebijakan teknis terkait kewaspadaan dini dan KLB
IV. Metode
Metode pembelajaran dalam modul ini yaitu: Ceramah dan tanya Jawab
5|Page
1) IHR
2) GHSA
3) NAPHS
b. Kebijakan nasional terkait kewaspadaan dini dan KLB
1) Permenkes 949 / 2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
2) Inpres No 4 / 2019 tentang (
3) PP No 2 / 2018 tentang SPM
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya jika ada materi yang
belum jelas (10 menit)
5. Fasilitator menutup.
6|Page
sehingga negara-negara yang setuju untuk bergabung wajib mematuhinya. Negara-
negara yang menyetujui IHR tersebut diharuskan untuk segera memberi tahu WHO
apabila terdapat kejadian penyakit yang berat yang berpotensi untuk tersebar lintas
negara yang disebut dengan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia
atau KKM-MD (public health emergency of international concern / PHEIC).
Terdapat 4 (empat) kriteria keputusan yang digunakan untuk menilai kejadian
kesehatan masyarakat:
1. Apakah dampak kesehatan masyarakat dari peristiwa ini berpotensi serius?
2. Apakah peristiwa ini tidak lazim atau tidak terduga?
3. Apakah ada potensi penyebaran internasional?
4. Apakah ada potensi pembatasan perjalanan dan perdagangan?
Jika 2 dari 4 kriteria terpenuhi, negara-negara yang bergabung diwajibkan untuk melapor
kepada WHO dalam waktu 24 jam.
Dalam algoritma IHR, 4 kasus berikut: penyakit cacar, poliomyelitis karena virus
polio liar, influenza pada manusia yang disebabkan oleh sub-tipe virus baru, Severe acute
respiratory syndrome (SARS), dianggap tidak lazim atau tidak terduga serta dapat
memiliki dampak kesehatan masyarakat yang serius. Oleh karena itu, 4 kasus tersebut
wajib dilaporkan kepada WHO dalam waktu 24 jam.
Pemberitahuan segera ini memungkinkan WHO untuk memandu respons global
secara cepat yang terkoordinasi terhadap peristiwa semacam itu dan meminimalkan
gangguan yang tidak perlu dalam lalu lintas atau perdagangan internasional. Dalam hal
pelaporan ke WHO, negara pelapor tidak perlu mengetahui apa penyebab atau sumber
wabah, karena fokus dari pelaporan adalah deteksi dini dan memungkinkan respons
kesehtan masyarakat yang sesegera mungkin sebelum penyebaran lintas negara terjadi,
atau setidaknya meminimalkan dampak global wabah. Yang berwenang untuk
memutuskan apakah satu peristiwa termasuk KKM-MD adalah Direktorat Jenderal WHO.
7|Page
Gambar 1. Algoritma penilaian KKM-MD
8|Page
Secara mendetil, terdapat 2 kelompok Kapasitas Inti Minimal, yaitu aspek-aspek yang perlu
dipenuhi oleh suatu negara, meliputi:
1. Kapasitas Inti Kegiatan Surveilans dan Respons pada Otoritas Kesehatan Masyarakat
a. Tingkat Masyarakat / Pelayanan Kesehatan Primer
i. mendeteksi peristiwa, meliputi penyakit atau kematian, yang terjadi di atas
level yang diharapkan dalam waktu dan tempat tertentu di semua wilayah dari
negara yang bergabu; dan
ii. segera melaporkan semua informasi penting yang tersedia ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang berwenang. Di tingkat masyarakat, peristiwa harus
dilaporkan ke fasilitas pelayanan kesehatan setempat atau petugas kesehatan
yang berwenang (misalnya: Puskesmas, petugas survailans Puskesmas).
Sedangkan di tingkat Pelayanan Kesehatan Primer, peristiwa perlu dilaporkan
kepada otoritas kesehatan masyarakat tingkat menengah (Dinas Kesehatan
Provinsi / Kabupaten / Kota) atau tingkat pusat. Adapun informasi utama yang
perlu dicantumkan sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut: deskripsi
klinis, hasil laboratorium, sumber dan jenis risiko, jumlah kasus dan kematian
manusia, kondisi yang mempengaruhi penyebaran penyakit dan tindakan
kesehatan yang dilakukan; dan
iii. segera menerapkan penanggulangan pendahuluan.
b. Tingkat Menengah (Provinsi, Kabupaten/Kota)
i. mengkonfirmasi status dari peristiwa terlapor dan untuk mendukung atau
menerapkan tindakan pengendalian tambahan;
ii. menilai peristiwa terlapor dengan segera, dan, jika dianggap mendesak,
melaporkan semua informasi penting ke tingkat nasional. Kriteria untuk
peristiwa yang mendesak meliputi: dampak kesehatan masyarakat yang serius
dan/atau tidak lazim atau tidak terduga dengan potensi penyebaran yang
tinggi.
c. Tingkat Nasional
i. Penilaian dan notifikasi
9|Page
1. Menilai semua laporan peristiwa mendesak dalam waktu 48 jam; dan
2. Melakukan notifikasi kepada WHO melalui Focal Point IHR Nasional
saat penilaian menunjukkan bahwa peristiwa tersebut perlu
dilaporkan
ii. Respons Kesehatan Masyarakat
1. menentukan dengan cepat tindakan pengendalian yang diperlukan
untuk mencegah penyebaran domestik dan internasional
2. memberikan dukungan melalui staf yang ahli, analisis laboratorium
terhadap sampel (di dalam negeri atau melalui pusat-pusat kerja sama)
dan bantuan logistik yang diperlukan (misalnya peralatan, suplai dan
transportasi);
3. memberikan bantuan on-site sebagaimana diperlukan untuk
melengkapi penyelidikan di tingkat lokal;
4. memfasilitasi kontak operasional langsung dengan petugas
kesehatan di tingkat pusat dan pejabat lainnya untuk menyetujui
dengan cepat dan menerapkan tindakan penahanan dan
pengendalian;
5. memfasilitasi kontak langsung dengan kementerian / Lembaga
pemerintah terkait lainnya;
6. memfasilitasi kontak langsung dengan rumah sakit, klinik, bandara,
pelabuhan, perbatasan, laboratorium, dan area utama lainnya untuk
diseminasi informasi dan rekomendasi yang diterima dari WHO
mengenai peristiwa yang terjadi di negara-negara yang menyetujui
IHR, menggunakan sarana komunikasi yang paling efisien yang tersedia
7. menetapkan, mengoperasikan dan memastikan keberlanjutan rencana
tanggap darurat kesehatan masyarakat di tingkat nasional, termasuk
pembentukan tim multidisiplin/multisektoral untuk menanggapi
peristiwa yang mungkin merupakan PHEIC; dan
10 | P a g e
8. memastikan ketersediaan hal-hal tersebut di atas 24 jam dalam
sehari.
2. Kapasitas Inti Bandara, Pelabuhan, dan Perbatasan yang ditentukan
a. Kapasitas inti rutin
i. menyediakan akses ke (i) layanan medis yang sesuai, termasuk fasilitas
diagnostik yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
penilaian dan perawatan yang cepat terhadap wisatawan yang sakit, dan (ii)
staf, peralatan, dan tempat yang memadai;
ii. menyediakan akses ke peralatan dan personel untuk pengangkutan wisatawan
yang sakit ke fasilitas medis yang sesuai;
iii. menyediakan personel terlatih untuk pemeriksaan alat angkut;
iv. memastikan lingkungan yang aman bagi wisatawan yang menggunakan
fasilitas di titik masuk, termasuk persediaan air minum, tempat makan,
fasilitas katering penerbangan, toilet umum, layanan pembuangan limbah
padat dan cair yang sesuai, dan area potensi berisiko lainnya, dengan
melakukan inspeksi yang relevan;
v. menyediakan program dan personel terlatih se-efektif mungkin untuk
pengendalian vektor dan reservoir di dalam dan di dekat titik masuk.
b. Kapasitas inti dalam kedaruratan PHEIC
i. memberikan respons terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat yang
tepat dengan menetapkan dan memastikan keberlangsungan rencana
kontigensi, meliputi penunjukan koordinator dan contact point di titik masuk
yang relevan, serta di otoritas kesehatan masyarakat dan lembaga terkait
lainnya;
ii. menyelenggarakan penilaian dan perawatan bagi wisatawan atau hewan yang
terdampak dengan mengkoordinasikan fasilitas medis dan veteriner
setempat untuk isolasi, perawatan dan layanan dukungan lainnya yang
diperlukan;
11 | P a g e
iii. menyediakan ruang yang layak, terpisah dari wisatawan lain, untuk
mewawancarai suspek atau orang yang terdampak;
iv. menyelenggarakan penilaian dan karantina wisatawan yang menjadi suspek,
sedapat mungkin di fasilitas yang jauh dari titik masuk;
v. menerapkan langkah-langkah yang direkomendasikan untuk pembasmian
insect, menghilangkan racun, mendisinfeksi, mendekontaminasi atau dengan
cara lain memperlakukan bagasi, kargo, peti kemas, alat angkut, barang atau
paket pos termasuk, bila sesuai, di lokasi yang khusus ditunjuk dan dilengkapi
untuk tujuan ini;
vi. menerapkan kontrol masuk atau keluar untuk wisatawan yang tiba dan
berangkat; dan
vii. menyediakan akses ke peralatan khusus yang ditentukan, dan personel
terlatih yang dilengkapi dengan alat perlindungan diri yang sesuai, untuk
memindahkan wisatawan yang mungkin terinfeksi atau terkontaminasi.
Dengan memenuhi kapasitas inti tersebut, diharapkan setiap negara dapat
membangun sistem kewaspadaan dini nasional yang efektif.
12 | P a g e
GHSA bertujuan untuk memperkuat kapasitas negara-negara dalam penanganan
ancaman penyakit menular dan kesehatan global. GHSA melibatkan multi-stakeholders,
bersifat multi-sektoral serta di dukung badan-badan dunia di bawah PBB, antara
lain: World Health Organisation (WHO), Food and Agriculture
Organisation (FAO), dan World Organisation for Animal Health (OIE). Saat ini terdapat
lebih dari 70 negara, organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, dan
perusahaan sektor swasta yang tergabung dalam GHSA. Awalnya GHSA hanya ditetapkan
untuk dilaksanakan selama 5 tahun (2014-2019), tetapi Deklarasi Kampala memandatkan
GHSA untuk dilanjutkan sampai dengan 2024 dengan mengusung Framework GHSA 2024
sebagai pedoman utama pelaksanaannya.
GHSA mengusung visi “Dunia yang aman dan terlindungi dari ancaman kesehatan
global yang ditimbulkan oleh penyakit menular, baik yang alami, disengaja, atau tidak
disengaja”. Untuk mewujudkan visi tersebut, GHSA 2024 akan memfasilitasi integrasi
multisektoral dan multistakeholder yang efektif untuk mencapai hasil yang berkelanjutan
dan terukur menuju target bersama untuk keamanan kesehatan global. GHSA memiliki
prinsip inti: Kepemilikan negara, Inklusivitas, Efektivitas biaya, Tanggung jawab bersama,
Transparansi, Multisektoral, Kemajuan dan dampak yang terukur, Keberlanjutan,
Kemitraan, dan Proaktif.
Anggota GHSA diharapkan diharapkan menunjukkan komitmen nyata untuk
meningkatkan keamanan kesehatan global melalui tindakan di tingkat nasional, regional,
dan/atau global, serta berkolaborasi dengan actor kebijakan lainnya. Komitmen nyata ini
dapat meliputi:
- memimpin atau berpartisipasi dalam Gugus Tugas dan/atau kelompok kerja Paket
Aksi;
- melakukan, dan/atau mempublikasikan penilaian keamanan kesehatan dan/atau
Rencana Aksi Nasional untuk Keamanan Kesehatan
- mendukung peningkatan kapasitas keamanan kesehatan secara nasional atau di
negara mitra, melalui pembiayaan, bantuan teknis, penelitian, advokasi atau kegiatan
lainnya; dan
13 | P a g e
- memimpin upaya kolaboratif regional atau lainnya yang memajukan keamanan
kesehatan global.
14 | P a g e
capacities (kapasitas inti) suatu negara dalam rangka mencegah, mendeteksi, dan respon
cepat terhadap risiko kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2015, penilaian IHR
hanya menggunakan self-assessment, yang memungkinkan adanya penilaian yang tidak
obyektif. Dalam hal ini, GHSA pada tahun 2015 menyusun Country Assessment Tool yang
merupakan penilaian terhadap kapasitas dalam 11 Paket Aksi dengan melibatkan tidak
hanya internal assessor tetapi juga external assessor. Assessment tool dimaksud
kemudian diadopsi oleh WHO menjadi JEE pada tahun 2016, yang merupakan gabungan
dari 8 kapasitas inti IHR dan 11 Action Package GHSA. Dengan adanya JEE, negara-negara
mitra GHSA mengidentifikasi hal-hal kritis dan darurat dalam sistem kesehatan untuk
menentukan prioritas dalam membuat suatu sistem kewaspadaan dan respon.
Pada bulan November 2017, dilaksanakan Joint External Evaluation (JEE) oleh tim
eksternal WHO untuk menilai kapasitas inti Indonesia dalam mencegah, mendeteksi dan
merespons ancaman kesehatan masyarakat sesuai IHR (2005). Sebagai salah satu
rekomendasi JEE, terbitlah Instruksi Presiden Nomor 4/2019 tentang Peningkatan
Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi
Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia. Adanya Inpres ini melibatkan berbagai
Kementerian / Lembaga di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan, serta Menteri Kesehatan sebagai Ketua Umum. Selain itu pemerintah
Indonesia telah meluncurkan National Action Plan for Health Security (NAPHS) 2020-
2024. Dengan adanya GHSA dan NAPHS, secara langsung maupun tidak langsung
meningkatkan komitmen pemerintah pusat, termasuk dalam hal pendanaan, dalam
mendukung elemen-elemen yang terlibat dalam sistem kewaspadaan dini dan KLB.
15 | P a g e
Visi dari NAPHS 2020 - 2024 adalah untuk mendukung secara aktif upaya global
dalam mencegah, mendeteksi dan meresponspotensi pandemi akibat agen biologi, kimia
dan radio-nuklir. Untuk mencapai visi tersebut, perlu memperkuat kapasitas nasional
dalam mencegah, mendeteksi dan merespons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKM-MD) serta melakukan kerjasama dengan lembaga internasional
dan organisasi masyarakat dalam menghadapi KKM-MD.
Dalam mendukung pencapaian visi dan implementasi visi, maka Indonesia perlu:
a. Melaksanakan advokasi untuk menyamakan pemahaman semua pemangku
kepentingan dalam mencegah, mendeteksi dan merespons kedaruratan kesehatan
masyarakat
b. Menyusun dokumen National Action Plan for Health Security (NAPHS) yang
komprehensif
c. Melakukan kerjasama dengan WHO, FAO, OIE, WB dan GHSA
Dalam NAPHS tercantum target-target pelaksanaan program yang menjadi prioritas
dalam waktu 2020-2024 yang terbagi dalam Area Teknis atau Technical Area (TA).
Beberapa TA yang berkaitan dengan lingkup pelatihan ini yakni penguatan Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) berbasis aplikasi meliputi: real-time surveillance,
dan workforce development.
16 | P a g e
Tabel 1.Target, rekomendasi JEE, dan kegiatan prioritas di sub-nasional terkait sistem kewaspadaan dini dan KLB dalam NAPHS
Target Rekomendasi JEE Kegiatan Prioritas (terkait sub-nasional)
Real-time Memperkuat dasar dari sistem • Advokasi dan mendorong unit • Meningkatkan kapasitas untuk EWARS dan
Surveillance surveilans indicator- and pemerintah daerah untuk Event-based surveilans di tingkat provinsi
event-based yang mampu berkomitmen dalam (34 provinsi)
mendeteksi kejadian penting implementasi berkelanjutan • Meningkatkan kapasitas untuk EWARS di
bagi kesehatan masyarakat, dan pendanaan yang memadai laboratorium dan rumah sakit
kesehatan hewan, dan untuk program pengawasan • Advokasi pada pembuat kebijakan di
ketahanan kesehatan; • Melatih staf kesehatan di provinsi
peningkatan komunikasi dan tingkat provinsi dan kabupaten • Kegiatan advokasi tentang kebijakan
kolaborasi lintas sektor dan dan memberikan kursus Emerging Infectious Disease (EID) di
antara tingkat otoritas terkait pelatihan penyegaran, untuk tingkat sub-nasional
dengan surveilans kejadian- memperkuat surveilans di sub- • Pengembangan laporan mingguan dan
kejadian yang memiliki nasional, dan untuk instrument Analisa risiko tentang EID
signifikansi kesehatan membangun surveilans di • Meningkatkan kapasitas SDM dalam
masyarakat; peningkatan daerah yang belum memiliki deteksi dan laporan melalui SIKHNAS di
kapasitas nasional dan sistem (terutama untuk sektor provinsi, dan kabupaten/kota
provinsi/ kabupaten/ kota satwa liar) • Meningkatkan kemampuan SDM dalam
untuk menganalisis dan • Membangun mekanisme untuk manajemen di provinsi dan
menghubungkan data dari dan berbagi data surveilans antara kabupaten/kota
17 | P a g e
antara sistem surveilans real- sektor manusia dan hewan di • Syndromic sureilans di Puskesmas/ sub-
time yang diperkuat,; dan tingkat nasional, yang nasional untuk EID
kemajuan dalam memenuhi kemudian dapat diadopsi di
persyaratan kapasitas inti tingkat provinsi dan kabupaten.
untuk surveilans sesuai dengan
standar IHR dan OIE
Workforce Negara anggota harus memiliki • Memastikan posisi fungsional • Pengembangan kapasitas untuk Kepala
Development tenaga kesehatan yang diisi dengan personel yang Departemen mengenai epidemiologi
terampil dan kompeten untuk berkualifikasi yang telah terapan dalam pengembilan keputusan
surveilans dan respons dilatih dengan tepat dan kurikulum pelatihan untuk Kepala
kesehatan masyarakat yang • Memastikan bahwa tenaga Dinas Kesehatan
berkelanjutan dan fungsional kerja veteriner di tingkat • Pelatihan epidemiologi terapan dalam
di semua tingkat sistem lapangan cukup untuk pelatihan mirip garis depan di FKTP
kesehatan dan implementasi melakukan inspeksi sebelum
IHR yang efektif (2005). dan sesudah kematian di ruma
Tenaga kerja termasuk dokter, jagal, dan kegiatan surveilans
kesehatan hewan atau dokter dan pengendalian kesehatan
hewan, ahli biostatistik, hewan, sesuai dengan standar
ilmuwan laboratorium, internasional
profesional pertanian / • Memberikan insentif yang
peternakan, dengan target sesuai bagi pekerja kesehatan
18 | P a g e
optimal dari satu ahli manusia dan hewan untuk
epidemiologi lapangan terlatih ditugaskan di pos tingkat lokal
(atau setara) per 200.000 dan ke daerah-daerah
populasi, yang secara terpenci
sistematis dapat bekerja sama • Memperkuat hubungan
untuk memenuhi kompetensi dengan akademisi dan mitra
inti IHR dan PVS yang relevan internasional, untuk
memastikan bahwa kualitas
pelatihan epidemiologi yang
diterapkan memenuhi standar
global
19 | P a g e
B. Sistem Kewaspadaan Dini KLB di Indonesia
Di lingkup nasional, Sistem Kewaspadaan Dini KLB diatur dalam beberapa peraturan, yang
isinya merupakan realisasi di lingkup nasional dari peraturan-peraturan yang tertulis dalam
IHR, kegiatan-kegiatan utama terkait GHSA dan NAPHS. Beberapa peraturan nasional
terkait yaitu:
1. Undang-undang No. 6 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular. Peraturan ini
memberikan informasi mengenai definisi serta hal-hal yang perlu dilakukan terkait
peristiwa wabah penyakit menular.
2. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Peraturan ini menjelaskan
kewajiban dan wewenang pemerintah dalam menetapkan dan mengumumkan
penyakit-penyakit yang berpotensi menular dalam waktu yang singkat, serta
melakukan langkah-langkah yang diperlukan.
3. Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Peraturan ini
menjelaskan mengenai definisi, kegiatan, dan wewenang pemerintah serta pihak-
pihak yang terkait dalam karantina untuk kepentingan kesehatan masyarakat.
4. Permenkes No. 949/Menkes/SK/VIII/ 2004 mengenai pedoman penyelenggaraan
sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB). Peraturan ini memberikan
informasi secara rinci mengenai definisi operasional, unit-unit yang terlibat, dan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing unit terkait SKD-KLB.
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Peraturan ini merinci jenis-jenis penyakit menular yang berpotensi menimbulkan
wabah, serta upaya penanggulangannya yang melibatkan otoritas kesehatan dari
semua tingkat.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit
Menular. Peraturan ini mengatur mengenai tatalaksana penyakit menular.
7. Peraturan Pemerintah 2/2018 tentang standar pelayanan minimal. Dalam peraturan
ini, dicantumkan bahwa pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kejadian luar biasa
20 | P a g e
provinsi termasuk salah satu pelayanan dasar yang dinilai dalam standar pelayanan
minimal.
8. Instruksi Presiden 4/2019 tentang peningkatan kemampuan dalam mencegah,
mendeteksi, dan merespons wabah penyakit, pandemic global, dan kedaruratan nuklir,
biologi, dan kimia. Instruksi presiden ini memberikan arahan pihak-pihak mana saja di
tingkat nasional dan sub-nasional yang berperan, serta peran dari masing-masing pihak
dalam rangka meningkatkan kemampuan ketahanan nasional dalam menghadapi
kedaruratan kesehatan masyarakat.
9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan. Peraturan ini merupakan dasar dari pelaksanaan surveilans kesehatan dan
respons.
21 | P a g e
menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan
sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan
kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. Pihak-pihak yang terlibat dalam SKD-KLB yaitu
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kantor
Kesehatan Pelabuhan, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Klinik dan Masyarakat.
Untuk semua unit tersebut, kecuali masyarakat, wajib menyelenggarakan SKD-KLB
dengan membentuk unit pelaksana yang bersifat fungsional atau struktural.
Kegiatan operasional SKD-KLB berbeda-beda pada masing-masing otoritas
kesehatan masyarakat. Namun, secara umum, inti kegiatan operasional ini meliputi kajian
epidemiologi, peringatan kewaspadaan dini KLB, dan peningkatan kewaspadaan dan
kesiapsiagaan sarana kesehatan pemerintah dan masyarakat terhadap kemungkinan
terjadinya KLB. Uraian berikut menggambarkan tugas dan wewenang dari masing-masing
otoritas kesehatan dan pihak yang terlibat dalam SKD-KLB.
1. Masyarakat
Masyarakat merupakan titik awal yang penting dalam pendeteksian terjadinya
KLB, karena mereka-lah yang dapat mengetahui adanya kasus suspek, terutama apabila
kasus tersebut tidak berkunjung ke fasilitas kesehatan. Masyarakat diharapkan untuk
memiliki kesiapsiagaan menghadapi KLB hal identifikasi penderita, melaporkan adanya
dugaan KLB ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Puskesmas setempat,
melaksanakan tatalaksana awal apabila menemukan kasus, serta upaya pencegahan
penularan lebih luas. Masyarakat juga diharapkan dapat berperan dalam memantau
perkembangan penyakit berpotensi KLB.
22 | P a g e
Gambar 2. Peran Masyarakat dalam Sistem Kewaspadaan Dini KLB
2. Klinik
Klinik berperan dalam kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB dalam hal
melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Puskesmas setempat apabila
menemukan penyakit berpotensi KLB dari pasien yang berobat, turut memantau
perubahan kondisi rentan KLB dan mendorong kewaspadaan KLB di tengah-tengah
masyarakat.
23 | P a g e
3. Laboratorium
Sama halnya dengan klinik, laboratorium berperan dalam kesiapsiagaan terhadap
KLB dengan melaporkan adanya penyakit berpotensi KLB ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tertentu berdasarkan hasil spesimen yang diperiksa. Selain itu,
laboratorium juga berperan dalam melakukan kajian epidemiologi dengan
mengumpulkan dan mengolah data pemeriksaan laboratorium dari penyakit berpotensi
KLB, serta sesegera mungkin memberikan peringatan kewaspadaan dini KLB kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota terkait. Laboratorium juga diharapkan untuk meningkatkan
kegiatan surveilans untuk deteksi dini serta melakukan penyelidikan lebih luas terhadap
dugaan adanya KLB di lingkungan laboratorium. Tugas dari laboratorium yang lain yaitu
melaksanakan penyuluhan, dan menyiapkan tim penyelidikan KLB di laboratorium
sebagai bagian dari tim penyelidikan dan penanggulangan KLB Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
4. Rumah Sakit
Rumah sakit berperan dalam mengumpulkan dan mengolah data kesakitan dan
kematian penyakit berpotensi KLB di lingkup rumah sakit, melakukan kajian epidemiologi
serta kajian kemampuan rumah sakit dalam melaksanakan SKD-KLB. Rumah sakit perlu
24 | P a g e
melapor sesegera mungkin ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila ada dugaan KLB.
Rumah sakit juga bertanggung jawab untuk menyuluh dan mendorong kewaspadaan
petugas dan pengunjung tentang adanya KLB. Dalam kesiapsiagaan menghadapi KLB,
Rumah Sakit bertanggung jawab menyiapkan tim penyelidikan yang merupakan bagian
dari tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
5. Puskesmas
Tugas Puskesmas identik dengan rumah sakit, hanya saja Puskesmas melakukan
pengumpulan, pengolahan, penyelidikan lebih luas di wilayah cakupannya, meliputi dari
puskesmas pembantu, klinik, dan masyarakat. Adanya dugaan KLB tersebut kemudian
perlu dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian ke Rumah Sakit, klinik,
masyarakat, serta sektor terkait di wilayah cakupan Puskesmas. Sama halnya dengan
laboratorium dan Rumah Sakit, Puskesmas bertanggung jawab menyiapkan tim
penyelidikan yang merupakan bagian dari tim penyelidikan dan penanggulangan KLB
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
25 | P a g e
Gambar 5. Peran Puskesmas dalam Sistem Kewaspadaan Dini KLB
26 | P a g e
samping 3 fungsi utama yang sama dengan Puskesmas, Rumah Sakit, dan Laboratorium,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan advokasi kepada pihak-pihak terkait di
Kabupaten/Kota dan memberikan bimbingan teknis penyelenggaraan SKD-KLB di unit-
unit pelayanan kesehatan di bawahnya.
Gambar 6. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Gambar 7. Peran Dinas Kesehatan Provinsi dalam Sistem Kewaspadaan Dini KLB
27 | P a g e
8. Kantor Kesehatan Pelabuhan
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) berperan mengumpulkan dan mengolah data
dan informasi penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB di wilayah kerjanya dengan
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam hal terjadi ancaman KLB, KKP perlu melaporkan sesegera mungkin kepada Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta Kementerian Kesehatan. KKP
juga beperan dalam menyuapkan tim penyelidikan dan penanggulangan KLB, cadangan
obat, sarana penunjang penyelidikan dan penanggulangan KLB, penyediaan media
komunikasi dan konsultasi, serta jejaring SKD-KLB.
Gambar 8. Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan dalam Sistem Kewaspadaan Dini KLB
9. Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan memegang kewenangan puncak dalam penyelenggaraan
SKD-KLB di Indonesia. Di samping fungsi-fungsi utama yang dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kementerian Kesehata juga
berperan dalam mengembangkan teknologi terkait SKD-KLB, menentukan peraturan
perundangan di tingkat nasional, serta mengembangkan SKD-KLB Darurat. Dalam hal
28 | P a g e
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ataupun Dinas Kesehatan Provinsi tidak menetapkan
wilayahnya dalam keadaan KLB, Kemenkes berwenang menetapkan hal tersebut.
VIII. Rangkuman
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) berfungsi mendeteksi adanya
peristiwa rentan KLB dan KLB itu sendiri. Sistem ini dibangun guna memenuhi kapasitas
minimal dalam memenuhi IHR. Sesuai yang digariskan di IHR, SKD-KLB melibatkan
Kementerian Kesehatan di tingkat nasional, KKP, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota di tingkat menengah, serta Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium, Klinik, dan masyarakat di tingkat masyarakat dan pelayanan primer. Masing-
masing memiliki peran tersendiri dalam SKD-KLB.
IX. Referensi
a. International Health Regulation 2005
b. Global Health Security Agenda Framework 2024
c. National Action Plan of Health Security 2020-2024
d. Permenkes 949/Menkes/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan SDK-KLB
e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501/Menkes/Per/X/2010
29 | P a g e
Modul Konsep Umum
Sistem Kewaspadaan Dini Dan Respon
1|Page
Tim Penyusun
Koordinator Pembuatan Modul
• dr. Likke Prawidya Putri, MPH
Penyusun:
Subdirektorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dit. Surveilans dan Karantina Kesehatan
• Lia Septiana SKM, M.Kes
• Edy Purwanto, SKM, M.Kes
• Eka Muhiriyah, S.Pd, MKM
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM
• Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua
• dr. Muhammad Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH
• Eva Tirtabayu Hasri S.Kep., MPH
• dr. Bernadeta Rachela A
Centre of Disease Control (CDC)
• drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid
• Amalya, SKM, MSc.PH
World Health Organization (WHO)
• dr. Endang Widuri Wulandari, M.Epid
• Ubadillah, S.Si
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
2|Page
Daftar Isi
Modul Konsep Umum Sistem Kewaspadaan Dini Dan Respon ..................................................... 1
Tim Penyusun ................................................................................................................................. 2
I. Deskripsi Singkat ..................................................................................................................... 4
II. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................................... 4
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ....................................................................................... 4
IV. Metode ..................................................................................................................................... 5
V. Media dan Alat Bantu .............................................................................................................. 5
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ............................................................................... 5
VII. Uraian Materi .......................................................................................................................... 6
A. Dasar-dasar surveilans kesehatan ........................................................................................ 6
B. Konsep Umum SKDR........................................................................................................ 13
C. Mekanisme Kerja SKDR ................................................................................................... 13
D. SKDR dalam Situasi Khusus ............................................................................................. 20
VIII. Rangkuman ........................................................................................................................ 23
IX. Referensi ............................................................................................................................ 23
3|Page
Modul Mata Pelatihan Dasar 2. Konsep Umum Sistem Kewaspadaan Dini Dan
Respon
I. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang tentang dasar-dasar surveilans kesehatan, konsep
umum dan mekanisme kerja Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) serta SKDR dalam
situasi khusus.
4|Page
3. Surveilans berbasis Indikator (IBS) dan kejadian (EBS)
C. Mekanisme kerja SKDR:
1. Alur data
2. Definisi kasus
3. Unit pelapor pada IBS dan EBS
D. SKDR dalam situasi khusus:
1. Ruang lingkup
2. Jenis penyakit dalam situasi khusus
3. Contoh kasus
IV. Metode
Metode pembelajaran dalam modul ini yaitu: Ceramah dan tanya Jawab.
6|Page
Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi
kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
Sedangkan menurut Permenkes No 45 Tahun 2014, Surveilans Kesehatan adalah kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang
kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan
memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan
secara efektif dan efisien.
Penyelenggaraan surveilans kesehatan dilakukan melalui, pengumpulan, pengolahan,
dan analisis data, dan diseminasi sebagai satu kesatuan tak terpisahkan untuk
menghasilkan inormasi yang objektif, terukur, dapat dibandingkan antar waktu, antar
wilayah, dan antar kelompok masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan
(tindakan).
Dari kedua definisi tersebut, maka kita bisa menyimpulkan bahwa surveilans kesehatan
perlu memiliki unsur: pengamatan, sistematis dan terus-menerus, dan diambilnya
tindakan.
2. Tujuan surveilans kesehatan
Diselenggarakannya Surveilans Kesehatan bertujuan untuk memastikan:
a. tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor risikonya
serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
sebagai bahan pengambilan keputusan;
b. terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB atau
Wabah dan dampaknya;
c. terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/Wabah; dan
d. tersedianya dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang
berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan.
3. Jenis-jenis surveilans kesehatan
7|Page
Berdasarkan sasaran penyelenggaraan, surveilans dapat dibedakan menjadi: surveilans
penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, kesehatan matra, dan
masalah kesehatan lainnya.
Surveilans penyakit menular sekurang-kurangnya meliputi kondisi-kondisi sebagai
berikut:
a. penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
b. demam berdarah
c. malaria
d. penyakit zoonosis
e. filariasis
f. tuberkulosis
g. diare
h. tifoid
i. kecacingan dan penyakit perut lainnya
j. kusta
k. frambusia
l. HIV/AIDS
m. Hepatitis
n. penyakit menular seksual
o. penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran pernafasan akut berat
(severe acute respiratory infection).
Surveilans penyakit tidak menular sekurang-kurangnya meliputi penyakit:
a. jantung dan pembuluh darah
b. diabetes mellitus dan penyakit metabolic
c. kanker
d. kronis dan degenerative
e. gangguan mental
f. gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan
Surveilans kesehatan lingkungan paling sedikit meliputi:
8|Page
a. Sarana air bersih
b. Tempat-tempat umum
c. Pemukiman dan lingkungan perumahan
d. Limbah industry, rumah sakit dan kegiatan lainnya
e. Vektor dan binatang pembawa penyakit
f. Kesehatan dan keselamatan kerja
g. Infeksi yang berhubungan dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Surveilans kesehatan matra paling sedikit meliputi:
a. Surveilans kesehatan haji
b. Surveilans bencana dan masalah sosial
c. Surveilans kesehatan matra laut dan udara
Surveilans masalah kesehatan lainnya paling sedikit meliputi:
a. surveilans kesehatan dalam rangka kekarantinaan;
b. surveilans gizi dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG);
c. surveilans gizi mikro kurang yodium, anemia gizi besi, kekurangan vitamin A;
d. surveilans gizi lebih;
e. surveilans kesehatan ibu dan anak termasuk reproduksi;
f. surveilanskesehatanlanjutusia;
g. surveilans penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya;
h. surveilans penggunaan obat, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, serta
perbekalan kesehatan rumah tangga; dan
i. surveilans kualitas makanan dan bahan tambahan makanan.
Selain surveilans-surveilans di atas, Kementerian Kesehatan dapat menentukan jenis
surveilans lain sesuai kebutuhan. Berdasarkan bentuk penyelenggaraan, surveilans
kesehatan dapat dibedakan menjadi surveilans berbasis indikator (indicator-based
surveillance) dan berbasis kejadian (event-based surveillance). Topik ini akan dibahas
lebih mendalam di sub-bab selanjutnya.
9|Page
Berdasarkan jenis penyelenggaraan
Dalam surveilans kesehatan, terdapat dua jenis kegiatan surveilans yang dilaksanakan
yaitu informasi yang dikumpulkan, diolah dan dilaporkan yaitu berbasis indikator
(indicator-based) dan berbasis kejadian (event-based).
Surveilans berbasis indicator atau Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau Early
Warning Alert Response and Systems (EWARS)
Surveilans berbasis indikator dilakukan untuk memperoleh gambaran penyakit, faktor risiko,
dan masalah kesehatan atau masalah yang berdampak pada kesehatan yang menggunakan
sumber data yang terstruktur atau rutin. Dalam pelaksanaan sehari-hari, contoh data
terstruktur untuk surveilans berbasis indikator ini antara lain, tetapi tidak terbatas pada:
1. Laporan bulanan data kesakitan Puskesmas
2. Laporan bulanan kasus TB
3. Laporan mingguan kasus AFP
4. Laporan bulanan kasus campak
5. Laporan bulanan kematian rumah sakit
Pelaksanaan surveilans berbasis indikator dimulai dari Puskesmas sampai pusat, sesuai
dengan periode waktu yang ditentukan. Di Puskesmas, surveilans berbasis indikator
dilakukan untuk menganalisis pola penyakit, faktor risiko, pengelolaan sarana pendukung
10 | P a g e
misalnya kebutuhan vaksin, obat, bahan dan alat kesehatan, persiapan dan kesiapan
menghadapi KLB beserta penanggulangannya. Sumber-sumber data yang digunakan
Pusksemas untuk dimasukkan ke website SKDR berasal dari laporan puskesmas dan
jaringannya (pustu, puskesmas keliling, praktik bidan desa), jejaring Puskesmas meliputi
upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat, klinik, Rumah Sakit serta Laporan Kesehatan
Masyarakat.
Surveilans berbasis indikator di kabupaten/kota, provinsi, dan pusat dilakukan untuk
menganalisis pola penyakit, faktor risiko, masalah kesehatan dan masalah lain yang
berdampak pada kesehatan guna pengelolaan program dan kebijakan teknis. Adapun analisis
di tingkat kabupaten/kota menggunakan informasi atau data dari: 1) fasilitas pelayanan
kesehatan, 2) kawasan tertentu/khusus, 3) lintas sektor, dan; 4) hasil kajian. Analisis di
tingkat provinsi, selain menggunakan informasi yang sama dengan di tingkat kabupaten/kota,
juga memasukkan situasi dan kecenderungan lintas kabupaten/kota. Sementara itu, di
tingkat pusat, selain informasi lintas sektor dan hasil kajian, pelaksanaan surveilans berbasis
indikator menggunakan hasil analisis situasi dan kecenderungan lintas provinsi, Kawasan
tertentu/khusus.
Bab 2 membahas lebih lanjut mengenai SKDR.
11 | P a g e
Kegiatan surveilans berbasis kejadian di pusat dilakukan untuk verifikasi terhadap rumor
terkait kesehatan atau berdampak terhadap kesehatan yang berasal dari dalam negeri
maupun dari luar negeri yang berdampak secara nasional maupun internasional, guna
mengambil langkah intervensi bila diperlukan.
Surveilans berbasis kejadian akan dibahas lebih lanjut pada MPD 3.
12 | P a g e
B. Konsep Umum SKDR
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau yang biasa disebut dengan Early Warning
Alert Response and System (EWARS) adalah sebuah sistem yang berfungsi dalam mendeteksi
adanya ancaman indikasi KLB penyakit menular yang dilaporkan secara mingguan dengan
berbasis komputer, yang dapat menampilkan alert atau sinyal peringatan dini adanya
peningkatan kasus penyakit melebihi nilai ambang batas di suatu wilayah, dan Alert atau
sinyal peringatan dini yang muncul pada sistem bukan berarti sudah terjadi KLB tetapi
merupakan pra-KLB yang mengharuskan petugas untuk melakukan respon cepat agar tidak
terjadi KLB. Pada prinsipnya, adanya SKDR ini merupakan pengamalan prinsip-prinsip
surveilans kesehatan secara teknis di lapangan.
Tujuan penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon adalah sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan deteksi dini KLB penyakit menular berpotensi KLB
2. Memberikan input kepada program dan sektor terkait untuk melakukan respon
pengendalian penyakit menular berpotensi KLB
3. Meminimalkan kesakitan dan atau kematian akibat penyakit menular berpotensi KLB.
4. Memonitor kecenderungan atau tren penyakit menular berpotensi KLB.
5. Menilai dampak program pencegahan dan pengendalian penyakit menular berpotensi
KLB.
Pada tahun 2015, Kemenkes mengembangkan SKDR berbasis website untuk mempermudah
pengolahan dan pelaporan data. Melalui sistem ini, pihak Puskesmas dapat memasukkan
data sesuai dengan alur data dan jadwal yang ditentukan, kemudian Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melakukan verifikasi lebih lanjut, sehingga informasi terkini dapat dilihat
oleh Provinsi maupun Kemenkes (akan dibahas lebih lanjut di bawah).
C. Mekanisme Kerja SKDR
Mekanisme sistem pelaporan berbasis website SKDR melibatkan peran dari Puskesmas dan
jejaringnya, Rumah Sakit, dan Laboratorium sebagai unit pelapor, petugas di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sebagai pemeriksa format dari unit pelapor yang diterima, pem-verifikasi
alert, entri data, analisis data, serta penyusun laporan otomatis melalui website SKDR, serta
13 | P a g e
petugas di Dinas Kesehatan Provinsi untuk memeriksa format dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota kemudian memberikan umpan balik dari informasi yang ditampilkan di SKDR
dalam bentuk bulletin bulanan.
1. Alur data
Gambar 2 menampilkan mekanisme kerja SKDR. Bidan, Pustu, serta jejaring di bawah
Puskesmas melaporkan kasus kepada petugas kesehatan yang bertanggung jawab
mengumpulkan data (petugas surveilans). Petugas tersebut akan mengkompilasi laporan
yang diterima dan memasukkan ke website SKDR. Petugas dari laboratorium dan Rumah Sakit
dapat melaporkan langsung ke website SKDR. Laporan tersebut akan langsung dapat diakses
oleh petugas di Kabupaten/Kota, Provinsi, dan pusat. Selanjutnya petugas surveilans di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota memverifikasi pelaporan dengan melakukan kunjungan langsung
dan/atau memeriksaan hasil ke laboratorium (bila perlu), dan hasil verifikasi dimasukkan ke
website SKDR, untuk kemudian dapat diakses oleh Dinkes Provinsi serta Pusat.
Pelaporan SKDR dilakukan setiap minggu dengan tenggat waktu di dalam hari-hari tertentu
(Tabel 1). Untuk data laboratorium, data agregat dikirimkan sesuai dengan data laboratorium
mingguan yang didapatkan, sedangkan untuk data individu dilaporkan jika terjadi KLB atau
penyakit new emerging dan re-emerging.
14 | P a g e
Tabel 1. Jadwal Pelaporan SKDR oleh Unit Pelapor
WAKTU UNIT & TINGKAT Koordinator Cara Pengiriman
Yang
Sabtu sore Pustu, Bidan Desa Petugas kesehatan Melalui SMS atau
bertanggungjawab
kirim via SMS atau yang bertanggung media sosial seperti
media sosial seperti jawab terhadap WA atau cara lain
WA (Whats App). pengumpulan data
Format Surveilans
Mingguan ke
puskesmas
Senin s/d Selasa Data agregat • Petugas Surveilans di Melalui SMS/ media
Puskesmas dan data tingkat puskesmas sosial seperti WA,
dilaporkan dengan • Petugas Surveilans di Melalui web SKDR
menggunakan SMS atau Tingkat Kabupaten bagi
media sosial WA ke Puskesmas yang tidak
Nomor Server SKDR dapat mengirimkan
atau langsung ke SMS/ media sosial
website SKDR seperti WA.
Data agregat Rumah Petugas Surveilans di Melalui web SKDR
Sakit dilaporkan dengan Rumah Sakit
menggunakan SMS atau
media sosial seperti WA
ke Nomor Server SKDR
atau langsung ke
website SKDR
15 | P a g e
WAKTU UNIT & TINGKAT Koordinator Cara Pengiriman
Yang
Rabu s/d Kamis Petugas Surveilans Petugas Surveilans Melalui Email dan
bertanggungjawab
Kabupaten, Provinsi Kabupaten, Provinsi Media Sosial lainnya
serta Unit Pelapor Unit Pelapor dan dikirimkan ke Petugas
melakukan : Laboratorium Puskesmas Provinsi,
• Verifikasi data dan Unit Pelapor,
alert penyakit Laboratorium dan
• Melengkapi daftar Pusat
kasus penyakit yang
teridentifikasi sebagai
KLB
• Membuat laporan dan
analisa mingguan SKDR
sebagai bahan
deseminasi informasi
dan feedback
Jumat Subdit Surveilans : Subdit Surveilans Melalui Email dan
• Melakukan verifikasi Media Sosial lainnya
informasi yang dikirimkan ke Petugas
diperlukan, membuat Provinsi dan unit
laporan dan analisa terkait di Kementerian
mingguan SKDR Kesehatan
• Membuat laporan dan
analisa mingguan
SKDR sebagai bahan
deseminasi informasi
dan feedback ke
Provinsi
16 | P a g e
2. Definisi Kasus
Kasus yang dilaporkan dalam sistema pelaporan SKDR hanya kasus baru, yaitu orang sakit
yang datang ke fasilitas kesehatan dalam periode satu minggu pelaporan dengan diagnosis
baru., atau, orang yang berkunjung dengan diagnosis yang sama, dan pernah dinyatakan
sembuh sebelumnya. Penentuan sebagai kasus baru pada kasus yang pernah dinyatakan
sembuh, sesuai dengan Algoritma Diagnosis Penyakit dan Respon Serta Format Penyelidikan
Epidemiologi (Lampiran 4). Sedangkan kasus lama adalah orang sakit dengan penyakit yang
sama dan belum dinyatakan sembuh pada minggu pelaporan.
Contoh kasus baru:
• Si A yang sebelumnya belum pernah sakit diare pergi berobat ke Puskesmas dan
didiagnosa sebagai diare maka Si A dihitung sebagai kasus baru diare.
• Si A minggu lalu sakit diare yang didiagnosa di Puskesmas sebagai kasus baru diare.
Seminggu kemudian Si A datang kembali dengan keluhan diare tetapi Si A sebelumnya
sudah sembuh, maka saat kunjungan kedua Si A tetap didiagnosa sebagai kasus baru
diare.
Contoh kasus lama:
• Seminggu yang lalu, si B telah berobat di Puskesmas dengan keluhan batuk dan demam
selama 3 hari, dan didiagnosa sebagai bronchitis. Minggu ini, si B kembali berobat ke
Puskesmas dengan gejala yang sama.
3. Unit Pelapor
Di MPD1 mengenai sistem kewaspadaan dini KLB dijelaskan bahwa unit-unit yang berperan
dalam pengumpulan data dimulai dari masyarakat, klinik, laboratorium, Rumah Sakit, serta
Puskesmas dan jejaringnya. Untuk SKDR, yang termasuk pada unit pelapor, yang dapat
memasukkan informasi ke website, yaitu Puskesmas, Rumah Sakit, dan Laboratorium
Kesehatan Masyarakat.
1. Pustu, Praktik Bidan Desa, Klinik, Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan:
17 | P a g e
Setiap hari Sabtu dokter atau perawat/asisten kesehatan yang bertugas akan mengisi
format mingguan berdasarkan buku register harian dan mengirimkan format mingguan
yang telah terisi kepada petugas surveilans di puskesmas melalui SMS dengan format
pelaporan SKDR.
2. Unit Pelapor Puskesmas
Peran dan kegiatan dari petugas surveilans atau yang ditunjuk di Puskesmas dalam sistem
pelaporan SKDR adalah:
a. Menerima pesan tertulis (SMS, WhatsApp) dari jaringan Puskesmas (Puskesmas
pembantu, Puskesmas keliling dan praktik bidan desa), dan dari jejaring Puskesmas
(UKBM/ Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat, klinik, rumah sakit, tempat
praktik mandiri tenaga kesehatan dan fasyankes lainnya) dan membuat transkrip
setiap pesan tertulis ke dalam format mingguan. Contoh: Bila ada 4 pustu, 3 klinik,
praktik mandiri tenaga kesehatan yang lapor melalui pesan tertulis maka
puskesmas harus mengisi 7 format mingguan (1 format untuk masing-masing pustu,
praktik bidan desa, klinik, praktik mandiri tenaga kesehatan).
b. Menghubungi jejaring dan jaringan Puskesmas yang tidak mengirimkan format
mingguan tepat waktu.
c. Menyiapkan format mingguan Puskesmas yang berisi agregasi data dari Puskesmas
tersebut, jaringan dan jejaringnya.
1) Tulis nomor urut format,
2) Tulis nama Puskesmas/Pustu/Bidan, klinik swasta/praktik mandiri, Kecamatan,
dan Kabupaten/Kota
3) Tulis periode pelaporan dari hari Minggu tgl...sampai Sabtu tgl.....
4) Tulis Minggu Epidemiologi ke.....
5) Isi jumlah kasus baru setiap penyakit sesuai dengan kasus yang ditemukan
6) Apabila tidak ada kasus pada penyakit tertentu maka isi dengan angka nol.
7) Isi jumlah kunjungan pada minggu laporan. Contoh: Bila ada 30 kasus baru
penyakit dalam sistem ini dan ada 50 kunjungan penyakit lain maka isi jumlah
kunjungan dengan angka 80.
18 | P a g e
d. Cek kemungkinan adanya kesalahan/error
e. Simpan format mingguan dari jejaring dan jaringan Puskesmas dan juga format
mingguan agregat Puskesmas menurut bulan dan minggu.
f. Kirim data mingguan (agregat Puskesmas) melalui pesan tertulis atau dengan
memasukkan data di website SKDR.
g. Lengkapi jumlah kasus yang dilakukan pemeriksaan laboratorium atau kematian di
website SKDR
h. Lengkapi informasi daftar kasus untuk penyakit yang dilakukan pemeriksaan
laboratorium
3. Unit Pelapor Rumah Sakit
Peran dan kegiatan dari petugas surveilans atau yang ditunjuk di Rumah Sakit dalam
sistem pelaporan SKDR adalah:
a. Hubungi unit data terkait di Rumah Sakit untuk jumlah kasus penyakit potensial
wabah pada minggu pelaporan SKDR
b. Cek kemungkinan adanya kesalahan/error
c. Simpan format mingguan menurut bulan dan minggu
d. Kirim data mingguan (agregat Rumah Sakit) melalui SMS atau melalui pemasukan data
di web SKDR
e. Lengkapi jumlah kasus yang dilakukan pemeriksaan laboratorium atau kematian di
web SKDR
f. Lengkapi informasi daftar kasus untuk penyakit yang dilakukan pemeriksaan
laboratorium
4. Unit Pelapor Laboratorium
Peran dan kegiatan dari petugas surveilans atau yang ditunjuk di Laboratorium dalam
sistem pelaporan SKDR adalah:
a. Hubungi unit data terkait di laboratorium untuk jumlah kasus penyakit potensial
wabah pada minggu pelaporan SKDR
b. Cek kemungkinan adanya kesalahan/error
c. Simpan format mingguan W2 menurut bulan dan minggu.
19 | P a g e
d. Kirim data mingguan (agregat laboratorium) melalui SMS atau melalui pemasukan
data di web SKDR
e. Lengkapi jumlah kasus yang dilakukan pemeriksaan laboratorium atau kematian di
web SKDR.
f. Lengkapi informasi daftar kasus untuk penyakit yang dilakukan pemeriksaan
laboratorium
20 | P a g e
Penelitian-penelitian mengemukakan bahwa risiko penularan penyakit menular
sebetulnya tidak selalu meningkat di semua kejadian bencana.
Banyak yang menganggap bahwa risiko peningkatan penyakit menular disebabkan oleh
keberadaan mayat-mayat korban bencana, namun hal ini disanggah oleh studi-studi
ilmiah. Bukti ilimah menunjukkan tingginya risiko penyakit menular lebih disebabkan oleh
perpindahan penduduk dalam jumlah besar atau pengungsian. Tempat-tempat
pengungsian sering tidak memiliki sanitasi dan akses air bersih yang memadai. Kurangnya
jumlah tempat pengungsian menyebabkan overcrowding, yang dapat mengakibatkan
peluang transmisi penyakit menular meningkat (Kouadio et al., 2012; Watson et al.,
2007). Di samping itu, disrupsi pelayanan fasilitas kesehatan menambah tingginya risiko
infeksi yang tidak tertangani. Hal ini diperparah dengan terganggunya sistem surveilans
pada kondisi bencana yang luas, sehingga deteksi dini penyakit tidak berjalan
sebagaimana pada kondisi tidak ada bencana.
2. Jenis penyakit dalam situasi khusus
Penyakit-penyakit infeksi yang terjadi akibat bencana secara garis besar dapat dibedakan
berdasarkan akar permasalahannya, yaitu akses air bersih dan sanitasi, kepadatan
populasi, vector, dan lainnya.
Penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan
Penyakit-penyakit di kelompok ini meliputi: diare atau gastroenteritis (sebagian besar
disebabkan oleh bakteri kolera dan salmonella), leptospirosis, dan hepatitis A atau E.
Studi menunjukkan epidemi penyakit-penyakit tersebut banyat berjadi di negara-negara
berkembang setelah banjir, gempa bumi dan tsunami, antara lain di Bangladesh,
Indonesia, Thailand, Iran, dan El Salvador. Namun demikian, gempa bumi yang diikuti
tsunami di Jepang tidak menimbulkan dampak penyakit yang berarti (Watson et al.,
2007). Sebagian besar kasus diare dan gastroenteritis terjadi pada populasi di
pengungsian, namun ada juga yang diare yang bersumber dari sumur yang terkontaminasi
(Kouadio et al., 2012; Watson et al., 2007.
21 | P a g e
Penyakit yang disebabkan oleh vector
Bencana alam seperti angin topan dan banjir dapat mempengaruhi tempat
perkembangbiakan vektor. Meskipun banjir awalnya dapat menghilangkan tempat
perkembangbiakan nyamuk yang ada, genangan air yang disebabkan oleh hujan deras
atau luapan sungai dapat menciptakan tempat perkembangbiakan baru. Situasi ini dapat
mengakibatkan dalam peningkatan populasi vektor dan potensi penularan penyakit, yang
umumnya terjadi selang beberapa minggu, tergantung pada spesies vektor nyamuk lokal
dan habitatnya. Ditambah dengan terganggunya program pengendalian vector karena
bencana dan sistem surveilans dan sistem kesehatan yang kurang memadai, dapat lebih
meningkatkan risiko terjadinya lonjakan penyakit akibat vector.
Penyakit disebabkan oleh vector yang pernah dilaporkan pasca bencana yaitu dengue dan
malaria. Peningkatan kasus dengue dilaporkan di Brazil dan Cote d’Ivoire pasca bencana
banjir dan hujan besar (Watson et al., 2007). Wabah malaria terkait dengan bencana alam
pernah dilaporkan di Costa Rica pasca gempa bumi 1991 dan di Perlu pasca banjir periodic
akibat El Niño (Kouadio et al., 2012).
3. Contoh kasus
Pentingnya penyelenggaraan surveilans pasca bencana telah didiskusikan oleh para ahli
di World Health Organization (WHO). Unsur utama surveilans pasca bencana yaitu event-
based surveillance (surveilans berbasis kejadian) secara terus menerus untuk mendeteksi
dini kasus-kasus berpotensi KLB. Pra-bencana terdapat fase emergency preparedness dan
pasca kejadian bencana terdapat 4 fase: emergency relief, early recovery, late recovery,
dan development and emergency preparedness. Terdapat 3 jenis surveilans dalam
kaitannya dengan terjadinya bencana, yaitu surveilans sindromik, surveilans sentinel, dan
surveilans berbasis kejadian. Surveilans sindromik merupakan surveilans terhadap
sindrom (kumpulan gejala) penyakit, dengan mengamati pola perilaku, gejala, tanda, atau
temuan laboratorium. Surveilans sentinel mengumpulkan laporan semua kasus penyakit
tertentu dari fasilitas kesehatan dan laboratorium (di Indonesia ini disebut sebagai
surveilans berbasis indikator). Pada pra-bencana, suatu negara telah memiliki sistem
22 | P a g e
surveilans sentinel. Pada terjadinya bencana, surveilans sentinel dapat terdisrupsi, karena
fokus utama yaitu mengatasi dampak jangka pendek dari bencana dan memastikan
populasi terdampak aman dari bencana, sedangkan surveilans berbasis kejadian dapat
dilaksanakan pada semua tahap. Surveilans sindromik dapat diinisiasi pada tahap early
recovery sedangkan surveilans sentinel dapat dilanjutkan lagi tahap late recovery (Arima
et al., 2011).
Contoh lain pada tentang pelaksanaan surveilans pada kejadian bencana yaitu inovasi dari
WHO dengan EWARS (SKDR) in a box. Inovasi ini menggunakan adanya 1 kotak khusus
yang berisi peralatan untuk surveilans meliputi telepon seluler, laptop, server lokal untuk
pengumpulan data dilengkapi dengan generator solar untuk memastika peralatan-
peralatan tersebut berfungsi meskipun ada gangguan listrik. Dengan adanya peralatan ini
maka kegiatan surveilans, terutama berbasis kejadian, dapat terus dilaksanakan dalam
situasi bencana.
VIII. Rangkuman
Sistem surveilans kesehatan melaksanakan pengamatan, pengumpulan dan pengolahan data
secara sistematis dan terus-menerus sebagai bahan dari pengembilan tindakan, dalam upaya
menurunkan angka penyebaran atau peningkatan penyakit atau situasi kesehatan tertentu.
Sistem pelaporan SKDR berbasis website dibangun untuk mempermudah proses
pengumpulan dan pemantauan data yang dikumpulkan, serta analisis dan pemanfaatan
informasi untuk mengambil tindakan atau kebijakan. Petugas di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota memegang peran penting dalam memastikan validitas dari data-data yang
terlaporkan di website SKDR.
IX. Referensi
Permenkes 949/Menkes/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan SDK-KLB
Permenkes 45 / 2014
Arima, Y., Matsui, T., Partridge, J., & Kasai, T. (2011). The Great East Japan Earthquake: a need
to plan for post-disaster surveillance in developed countries. Western Pacific
surveillance and response journal: WPSAR, 2(4), 3.
23 | P a g e
Kouadio, I. K., Aljunid, S., Kamigaki, T., Hammad, K., & Oshitani, H. (2012). Infectious diseases
following natural disasters: prevention and control measures. Expert review of anti-
infective therapy, 10(1), 95-104.
Watson, J. T., Gayer, M., & Connolly, M. A. (2007). Epidemics after natural disasters. Emerging
infectious diseases, 13(1), 1.
24 | P a g e
Modul Operasionalisasi Aplikasi SKDR
1|Page
Tim Penyusun
Koordinator Pembuatan Modul
• Ubadillah, S.Si
Penyusun:
Subdirektorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dit. Surveilans dan Karantina Kesehatan
• Lia Septiana SKM, M.Kes
• Edy Purwanto, SKM, M.Kes
• Eka Muhiriyah, S.Pd, MKM
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM
• Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua
• dr. Muhammad Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH
• dr. Likke Prawidya Putri, MPH
• Eva Tirtabayu Hasri S.Kep., MPH
• dr. Bernadeta Rachela A
Centre of Disease Control (CDC)
• drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid
• Amalya, SKM, MSc.PH
World Health Organization (WHO)
• dr. Endang Widuri Wulandari, M.Epid
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
2|Page
Daftar Isi
Modul Operasionalisasi Aplikasi SKDR .......................................................................................................... 1
Tim Penyusun ................................................................................................................................................ 2
I. Deskripsi Singkat .................................................................................................................................. 4
II. Tujuan Pembelajaran ........................................................................................................................... 4
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .................................................................................................... 4
IV. Metode ................................................................................................................................................. 5
V. Media dan Alat Bantu .......................................................................................................................... 5
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ......................................................................................... 5
VII. Uraian Materi .................................................................................................................................... 6
A. Definisi operasional dan kode 23 kasus penyakit dalam aplikasi SKDR ............................................ 6
B. Operasionalisai aplikasi SKDR ......................................................................................................... 10
VIII. Rangkuman ..................................................................................................................................... 66
IX. Referensi ......................................................................................................................................... 66
X. Lampiran: ............................................................................................................................................ 67
3|Page
Modul Pelatihan Inti 1. Operasionalisasi Aplikasi SKDR
I. Deskripsi Singkat
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau yang biasa disebut dengan Early Warning
Alert Response and System (EWARS) adalah sebuah sistem yang berfungsi dalam mendeteksi
adanya ancaman indikasi KLB penyakit menular yang dilaporkan secara mingguan dengan
berbasis komputer, yang dapat menampilkan alert atau sinyal peringatan dini adanya
peningkatan kasus penyakit melebihi nilai ambang batas di suatu wilayah, dan Alert atau
sinyal peringatan dini yang muncul pada sistem bukan berarti sudah terjadi KLB tetapi
merupakan pra-KLB yang mengharuskan petugas untuk melakukan respon cepat agar tidak
terjadi KLB. Ada 23 kasus penyakit dalam Aplikasi SKDR yang harus dipahami beserta kodenya.
Data penyakit diinput melalui webiste SKDR, sehingga perlu mengetahui tentang menu-menu
yang ada dalam aplikasi SKDR.
4|Page
c. Pengenalan menu dalam aplikasi SKDR
d. Tata cara operasionalisasi aplikasi SKDR
IV. Metode
Teknik penyampaian pembelajaran dilakukan melalui:
• Ceramah tanya jawab
• Latihan
5|Page
2. Sampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini dan materi pokok yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2: Pembahasan per Mata Pelatihan
Fasilitator menyampaikan paparan mata pelatihan sesuai urutan materi pokok dan sub
materi pokok dengan menggunakan bahan tayang. Kaitkan juga dengan
pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta agar mereka merasa dihargai.
Langkah 3: Rangkuman
Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan refleksi dan membuat rangkuman materi.
Kegiatan ini kemudian diakhiri dengan memberikan apresiasi atas partisipasi aktif peserta.
6|Page
Pada usia <5 thn ditandai dengan batuk DAN/ATAU
tanda kesulitan bernapas (adanya nafas cepat < 14hr,
kadang disertai tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam (TDDK) atau gambaran radiologi foto torak
menunjukan infiltrat paru akut), frekuensi nafas
berdasarkan usia penderita:
D Pneumonia
• <2 bulan: RR> 60/menit
• 2-12 bulan: RR> 50/menit
• 1-5 tahun: RR> 40/menit
Pada usia >5thn ditandai dengan demam ≥ 38°C,
batuk DAN/ATAU kesulitan bernafas, dan nyeri dada
saat menarik nafas
Diare dengan darah dan lendir dalam tinja dapat
E Diare Berdarah/Disentri disertai dengan adanya tenesmus. Disentri berat
adalah disentri yang disertai dengan komplikasi.
Penyakit yang disebabkan oleh kuman Salmonella
typhi, dengan gejala demam naik turun, gangguan
F Tersangka Demam Tifoid
pencernaan, dan kadang disertai gangguan
kesadaran.
7|Page
Gejala faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau
kombinasinya disertai demam atau tanpa demam
L Tersangka Difteri dan adanya pseudomembran putih keabu-abuan
yang sulit lepas, mudah berdarah apa bila dilepas
atau dilakukan manipulasi.
Batuk lebih dari 2 minggu disertai minimal satu
gejala di bawah ini:
• batuk yang khas (terus-menerus/ paroxysmal)
M Tersangka Pertussis • napas dengan bunyi “whoop”
• muntah setelah batuk tanpa sebab yang lain
• untuk anak usia <1 tahun: henti napas dengan
atau tanpa sianosis (bibir kebiruan)
AFP (Lumpuh Layuh Kasus lumpuh layuh mendadak, BUKAN disebabkan
N
Mendadak) oleh ruda paksa/ trauma pada anak < 15 tahun.
Kasus gigitan hewan (anjing, kucing, monyet, atau
Kasus Gigitan Hewan
P penyakit berdarah panas lainnya) yang dapat
Penular Rabies
menularkan rabies pada manusia .
(1). Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax); Papel pada
inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, 2-3 hari
vesikel berisi cairan kemerahan, haemoragik menjadi
jaringan nekrotik, ulsera ditutupi kerak hitam, kering,
Eschar (patognomonik), demam, sakit kepala dan
pembengkakan kelenjar limfe regional
(2). Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal
Anthrax); Rasa sakit perut hebat, mual, muntah,
Q Tersangka Antraks tidak nafsu makan, demam, konstipasi,
gastroenteritis akut kadang disertai darah,
hematemesis, pembesaran kelenjar limfe daerah
inguinal, perut membesar dan keras, asites dan oede
m scrotum, melena.
(3). Antraks Paru-Paru (Pulmonary Anthrax); Gejala
klinis antraks paru-paru sesuai dengan tanda-tanda
bronchitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin
berkembang dengan gangguan respirasi berat,
8|Page
demam, sianosis, dispnue, stridor, keringat
berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah
dan cepat. Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah
gejala klinis timbul.
(4). Antraks Meningnitis
Kompilasi dari 2 bentuk utama antraks (pencernaan
dan paru), dengan gambaran klinis demam, nyeri
kepala hebat, kejang, kaku kuduk, dan penurunan
kesadaran. Mortalitas hampir 100%.
9|Page
Penderita dengan riwayat demam dan demam ≥
Y ILI (Influenza Like Illness)
38°C disertai batuk <10 hr
HFMD: Demam atau riw. Demam, bercak
papulovesikular di telapak tangan dan kaki
dengan/tanpa ulcer di mulut. Biasanya terjadi pada
anak dibawah 10 tahun.
Tersangka HFMD (Hand,
Z HFMD dengan satu atau lebih gangguan system
Foot, Mouth Disease)
saraf pusat:
Demam ≥39°C atau ≥48 jam, muntah, letargi,
iritabilitas, myoclonal jerk, kelemahan tungkai,
truncal ataxia, dispn/ takipnu.
Jumlah kunjungan pasien yang datang berobat dan
X Total Kunjungan terdaftar di fasilitas kesehatan (puskesmas atau
pustu)
10 | P a g e
3. Pengenalan menu dalam aplikasi SKDR
◦ Dashboard
◦ Parameter Alert
◦ Parameter Type
◦ Module SKDR
◦ Modul SMS
◦ Modul whats up
a) Dashboard SKDR
Tampilan awal dashboard SKDR berisi informasi Alert (peringatan dini) penyakit dan
kelengkapan ketepatan laporan mingguan SKDR. Alert penyakit ditampilkan dalam
bentuk grafik dan peta yang berisi situasi alert penyakit pada minggu laporan berjalan.
Kelengkapan dan ketepatan laporan ditampilkan dalam bentuk grafik batang pada
bagian bawah dashboard SKDR. Pada bagian atas Dashboard SKDR dapat diakses
menu Administrator dan Profile dari pengguna. Menu Manajemen daerah, Pelaporan
dan Analisa data EBS dan SKDR diakses melalui pilihan MENU UTAMA yang ada di
bagian kanan dashboard SKDR.
11 | P a g e
Gambar. Dashboard SKDR
12 | P a g e
Gambar. Type Alert
13 | P a g e
Parameter Type
Paramater type diperlukan untuk setiap alert penyakit yang akan digunakan dalam
sistem SKDR. Contoh penggunaan Paramater Alert.
Alert Peningkatan Kasus memerlukan 3 paramater alert :
Min: Jumlah kasus minimal dari penyakit yang harus diwaspadai akan menjadi KLB
CompTu: Periode waktu yang digunakan untuk menghitung jumlah kasus untuk
dibandingkan dengan kasus minggu perjalan
Factor: nilai ambang batas yang digunakan sebagai pembanding dengan hasil
perhitungan jumlah kasus pada minggu berjalan dibagi rata-rata jumlah kasus periode
waktu yang ditentukan.
14 | P a g e
15 | P a g e
Penyakit
Digunakan untuk melakukan pengaturan jenis penyakit yang akan dilaporkan dalam
sistem SKDR. Penyakit dalam SKDR dilengkapi dengan KODE SMS yang digunakan
dalam pelaporan dengan SMS ataupun WhatsApp.
Tahun
Digunakan untuk melakukan pengaturan tahun dan minggu pelaporan/epidemiologi
yang akan dilaporkan dalam sistem SKDR.
16 | P a g e
Jenis Unit Pelapor
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan jenis unit pelapor yang akan
digunakan dalam sistem SKDR.
Jenis Pekerjaan
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan jenis pekerjaan yang akan
digunakan dalam sistem SKDR pelaporan kasus individu.
Diagnosa
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan diagnosa penyakit yang akan
digunakan dalam sistem SKDR pelaporan kasus individu.
17 | P a g e
Hasil Laboratorium
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan hasil laboratorium yang akan
digunakan dalam sistem SKDR pelaporan kasus individu.
Keadaan Akhir
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan keadaan akhir kasus yang akan
digunakan dalam sistem SKDR pelaporan kasus individu.
18 | P a g e
Status Imunisasi
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan status imunisasi kasus yang akan
digunakan dalam sistem SKDR pelaporan kasus individu.
Tempat Berobat
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan tempat berobat kasus yang akan
digunakan dalam sistem SKDR pelaporan kasus individu.
Status Kontak
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan status kontak kasus yang akan
digunakan dalam sistem SKDR pelaporan kasus individu. Menu ini hanya dapat diakses
oleh pusat
19 | P a g e
Status Rumor
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan status rumor surveilans berbasis
kejadian yang akan digunakan dalam sistem EBS.
Sumber Laporan
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan sumber laporan surveilans berbasis
kejadian yang akan digunakan dalam sistem EBS.
20 | P a g e
Laporan
Digunakan untuk melakukan pengaturan penamaan dan jenis laporan yang akan
dapat digunakan pada menu analisa data.
21 | P a g e
Metode Pemeriksaan Laboratorium
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan jenis metode pemeriksaan
laboratorium pada sampel kasus yang dikirimkan pada menu data SKDR Individu.
Wilayah
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan wilayah regional menurut provinsi.
22 | P a g e
Provinsi
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan provinsi dalam pelaporan SKDR.
Menu ini hanya dapat diakses oleh pusat, provinsi dan kabupaten
Kabupaten Kota
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan kabupaten dalam pelaporan SKDR.
Menu ini hanya dapat diakses oleh pusat, provinsi dan kabupaten
23 | P a g e
Kecamatan
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan kecamatan dalam pelaporan SKDR.
Menu ini hanya dapat diakses oleh pusat, provinsi dan kabupaten
24 | P a g e
Unit Pelapor
Digunakan untuk melakukan pengaturan pilihan unit pelapor dalam pelaporan SKDR.
25 | P a g e
Populasi
Digunakan untuk melakukan pengaturan data populasi pada unit pelapor SKDR.
Pengguna
Module ini digunakan untuk melengkapi data pengguna petugas unit pelapor yang
dapat melakukan akses ke web SKDR. Module ini digunakan untuk membuat
username dan password untuk pengguna web SKDR.
26 | P a g e
d) Module Surveilans Berbasis Kejadian (EBS)
Module EBS digunakan untuk pelaporan penyakit potensial KLB diluar laporan rutin
mingguan. Sumber informasi dapat berasal dari laporan masyarakat, dari media
massa atau penyakit-penyakit potensial wabah yang harus dilaporkan kurang dari 24
jam.
Formulir EBS
Setiap pelaporan surveilans berbasis kejadian dilakukan melalui menu Formulir EBS.
Informasi yang dilaporkan dapat diupdate secara berkala sesuai dengan situasi
penyakit yang dilaporkan.
Analisa EBS
Analisa laporan EBS dapat ditampilkan dalam bentuk Peta, grafik dan tabel. Data
laporan EBS juga dapat diexport sesuai dengan pilihan data yang diinginkan untuk
dianalisa lebih lanjut.
27 | P a g e
e) Module SKDR
Module ini digunakan untuk pelaporan mingguan potensial KLB yang dikirimkan oleh
unit pelapor setiap minggunya. Pelaporan dapat dilakukan melalui SMS, WhatsApp
ataupun di entri melalui web SKDR.
Data Agregat
Semua laporan mingguan 23 penyakit potensial KLB akan ditampilkan di Menu Data
Agregat.
28 | P a g e
Form Individu
Formulir individu digunakan untuk melaporkan data kasus berdasarkan formulir
penyelidikan KLB. Hanya Penyakit yang dinyatakan KLB yang perlu dilengkapi data
laporan individu.
29 | P a g e
Analisa Data
Analisa laporan mingguan SKDR dapat ditampilkan dalam bentuk Peta, grafik dan
tabel.
30 | P a g e
f) Module SMS
Module SMS digunakan untuk melihat laporan mingguan SKDR yang dikirimkan
petugas melalui SMS.
SMS Masuk
Setiap laporan mingguan yang dikirimkan melalui SMS, dapat dilihat melalui menu
SMS Masuk. Data nama petugas, asal SMS, no telp yang digunakan dan format SMS
yang dituliskan dapat dilihat melalui menu ini. Pada SMS Inbox pengguna dapat
melihat penulisan format SMS dan minggu pelaporan untuk melakukan feedback ke
petugas unit pelapor untuk permasalahan pengiriman laporan dengan SMS.
g) Module WhatsApp
Module WhatsApp digunakan untuk melihat laporan mingguan SKDR yang dikirimkan
petugas melalui WhatsApp.
31 | P a g e
Inbox WA
Pelaporan
Menu ini digunakan untuk melihat laporan mingguan yang dikirimkan melalui
WhatsApp dan tersimpan dalam sistem. Data nama petugas, asal SMS, no telp yang
digunakan dan format WhatsApp yang dituliskan dapat dilihat melalui menu ini. Pada
Menu Pelaporan pengguna dapat melihat penulisan format WhatsApp dan minggu
pelaporan untuk melakukan feedback ke petugas unit pelapor untuk permasalahan
pengiriman laporan dengan WhatsApp.
Inbox Pending
Menu ini digunakan untuk melihat WhatsApp masuk yang masih dalam antrian untuk
diproses sistem.
32 | P a g e
Outboox WA
Menu ini digunakan untuk melihat WhatsApp terkirim yang masih dalam antrian
untuk dikirim sistem ke petugas pelapor.
Sent items
Menu ini digunakan untuk melihat WhatsApp terkirim dari sistem ke petugas pelapor.
33 | P a g e
h) Module Link External
Menu ini berisi informasi mengenai website terkait dengan pelaporan SKDR dan dapat
dilakukan perubahan setiap saat sesuai kebutuhan
34 | P a g e
4. Tata cara operasionalisasi aplikasi SKDR
◦ Manajemen daerah
◦ Melaporkan penyakit yang harus dilaporkan dalam waktu < 24 jam melalui EBS
◦ Verifikasi alert
35 | P a g e
36 | P a g e
Manajemen Daerah
Langkah :
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu Manajemen Daerah.
3) Pilih Menu Unit Pelapor.
4) Gunakan fungsi pencarian dengan menuliskan nama dari unit pelapor untuk mencari
data unit pelapor disistem.
5) Jika nama unti unit pelapor belum ada disistem, klik Tambah untuk menambahkan
data baru
6) Atau Klik EDIT untuk melakukan perubahan data-data dari unit pelapor
37 | P a g e
2
6
- PKM(TITIK)(SPASI)NAMA PUSKESMAS
- RS(TITIK)(SPASI)NAMA RUMAH SAKIT
38 | P a g e
Contoh : PKM. Melati Putih ; RSUD Dr. H. Soewondo Kendal
7 Status Ya = Aktif ; Tidak = Tidak Aktif
8 Latitude Koordinat dari unit pelapor. Cari lokasi unit pelapor pada peta
Longitude dan klik dititik lokasi unit pelapor untuk menampilkan titik
koordinat di peta
39 | P a g e
Mendaftarkan petugas unit pelapor
Langkah :
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu Manajemen Daerah.
3) Pilih Menu Unit Pelapor.
4) Gunakan fungsi pencarian dengan menuliskan nama dari unit pelapor atau nama
petugas untuk mencari data petugas disistem.
5) Jika nama petugas pelapor belum ada disistem, klik Tambah untuk menambahkan
data baru
6) Atau Klik EDIT untuk melakukan perubahan data-data petugas dari unit pelapor
2
6
40 | P a g e
7) Lengkapi data dari unit pelapor
No Variabel Keterangan
1 ID Unit Pilihan ID untuk unit pelapor :
KKP untuk Kantor Kesehatan Pelabuhan
Laboratroium untuk laboratorium
PHEOC untuk Public Health Operation Centre
Puskesmas untuk puskesmas
Rumah sakit untuk rumah sakit provinsi atau kabupaten
2 Provinsi Provinsi dari unit pelapor
3 Kabupaten Kabupaten dari unit pelapor
4 Kecamatan Kecamatan dari unit pelapor
5 Unit Pelapor Pilih unit pelapor dari petugas
6 Gambar Gunakan gambar diri petugas jika diperlukan
7 Petugas Nama lengkap petugas unit pelapor
8 Jabatan Jabatan/posisi dari petugas pelapor
9 Alamat Alamat tempat bertugas
10 Alamat Email Email aktif petugas
11 Handphone No telp petugas puskesmas yang masih aktif
12 Status Ya = Aktif ; Tidak = Tidak aktif
13 Sts Approval Ya = sudah diapprove ; Tidak = belum diapprove
Petugas hanya dapat mengirimkan laporan mingguan jika Status=Ya dan Sts
Approval=Ya
8) Klik simpan untuk menyimpan data unit pelapor ke dalam sistem.
Pengiriman Laporan mingguan dengan WhatsApp
41 | P a g e
Langkah Pengiriman laporan dengan WhatsApp :
1) Pastikan nomor yang akan digunakan sudah terdaftar di web SKDR. Hubungi dinas
kesehatan untuk konfirmasi data nomor telephone yang sudah terdaftar di sistem.
2) Simpan nomor telephone laporan mingguan SKDR untuk WhatsApp : 0818-0681-
8190
3) Format :
a. SKDR(SPASI)MINGGU#thn#data-pelaporan
4) Contoh :
a. SKDR 13#2021#a10,b3,d9,x200
5) Kirim WhatsApp ke no telephone laporan mingguan SKDR (langkah no 2)
6) Untuk mengirimkan WhatsApp perbaikan data, tuliskan kode penyakit secara
lengkap
7) Contoh :
a. SKDR
13#2021#A4,B0,C0,D0,E0,F0,G0,H0,I0,J0,K0,L0,M0,N0,O0,P0,Q0,R0,S0,T0,U0,
V0,W0,X0,Y0,Z0,X200
42 | P a g e
3) Format :
a. MANUAL#MINGGU#data-pelaporan
b. atau
c. MINGGU#Minggu#data-pelaporan
4) Contoh :
a. MANUAL#13#a10,b3,d9,x200
b. atau
c. MINGGU#13#a10,b3,d9,x200
5) Kirim SMS ke salah satu no telephone laporan mingguan SKDR (langkah no 2)
6) Untuk mengirimkan sms perbaikan data, tuliskan kode penyakit secara lengkap
7) Contoh :
MINGGU#13#A4,B0,C0,D0,E0,F0,G0,H0,I0,J0,K0,L0,M0,N0,O0,P0,Q0,R0,S0,T0,U0,V0,W0,
X0,Y0,Z0,X200
43 | P a g e
5
2-3
6) Atau Klik EDIT untuk melakukan perubahan mingguan dari unit pelapor
2-3
6
44 | P a g e
2 Provinsi Provinsi dari unit pelapor
3 Kabupaten Kabupaten dari unit pelapor
4 Kecamatan Kecamatan dari unit pelapor
5 Unit Pelapor Nama unit pelapor
6 ID Petugas unit Nama petugas dari unit pelapor.
pelapor Setiap nama petugas dari unit pelapor harus tercatat
didalam sistem SKDR
7 Tahun Tahun pelaporan
8 Minggu Minggu pelaporan
9 Tanggal Rekam Tanggal entri/kirim laporan diterima sistem
10 Tanggal formulir Tanggal rekam data kedalam sistem
11 Jumlah Kasus Jumlah kasus baru 23 penyakit potensial wabah
12 Jumlah Kematian Jumlah kematian dilaporkan oleh unit pelapor.
45 | P a g e
Petugas puskesmas yang dapat mengakses web SKDR bisa
melengkapi data kasus dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
9) Untuk menghapus laporan mingguan dari sistem klik tanda panah (disamping Edit)
kemudian pilih delete
2-3
7a
7c
46 | P a g e
Melaporkan penyakit yang harus dilaporkan dalam waktu < 24 jam melalui EBS
Langkah :
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu EBS
3) Pilih Menu Formulir EBS
4) Gunakan fungsi pencarian untuk mencari data berdasarkan provinsi atau kabupaten
5) Jika data belum ada dalam sistem, klik Tambah untuk menambahkan data baru
5 4
2-3
2-3 6
47 | P a g e
7) Lengkapi data EBS
Informasi yang harus dilengkapi dikelompokan menjadi Informasi Dasar, Informasi
penyakit, Deskripsi kejadian, Respon KLB, Lampiran file pendukung laporan. Sebagai
laporan awal dapat mengirimkan informasi berdasarkan data yang sudah ada
48 | P a g e
Latitude dan Titik koordinat lokasi kejadian. Terisi secara otomatis setelah melengkapi variable
Longitude Peta Lokasi Rumor
Peta Langkah untuk mendapatkan titik koordinat :
1. Tuliskan nama lokasi
2. Klik pada peta untuk menampilkan titik koodinat lokasi pada latitude dan
Longitude
49 | P a g e
8) Klik simpan atau Simpan dan keluar untuk menyimpan data ke dalam sistem.
50 | P a g e
Bagian Deskripsi Kejadian
Tuliskan informasi singkat kejadian rumor penyakit yang dilaporkan,
jumlah kasus dan kematian, initial kasus, jenis kelamin dan umur
kasus, alamat kasus, gejala. Contoh :
Telah terjadi KLB Suspek Difteri di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat
pada tanggal 16 Agustus 2017, laporan diterima tanggal 21 Agustus
2017
Informasi
1 kasus tanpa kematian
NNH/14 thn 4 bln/Pr
Tuliskan kronologi kasus antara lain informasi tanggal mulai sakit dan
riwayat berobat, tanggal ambil spesimen, kondisi kasus dan tindakan
yang sudah dilakukan terhadap kasus. Contoh
Kondisi kasus saat ini berada di ruang Isolasi RS Hermina Kota Bekasi
51 | P a g e
Penyelidikan epidemiologi, pengobatan, pemberian ADS,
pengambilan dan pengiriman spesimen.
Tuliskan saran yang dapat dilakukan yang dapat dilakukan oleh
petugas kesehatan dilapangan untuk kejadian penyakit yang
dilaporkan. Contoh :
Saran imunisasi rutin (Penta, Dt, Td) 3-5 th terakhir, manajemen cold chain,
masalah ketenagaan dalam pelaksanaan imunisasi, ketersediaan
vaksin/ riwayat kekosongan vaksin, kegiatan Posyandu di wilayah dan
adanya penolakan imunisasi di masyarakat
52 | P a g e
Bagian Respon KLB
53 | P a g e
Bagian Dokumen Pendukung Laporan
3. File Peta (*.ppt) : file Microsoft Power Point dengan informasi peta
penyakit, peta lingkungan kejadian penyakit, peta cakupan imunisasi
jika ada
54 | P a g e
6) Klik proses untuk menampilkan data
3 6
55 | P a g e
Menampilkan ketepatan laporan mingguan
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu SKDR
3) Pilih Menu Analisa Data
4) Pilih Tab Ketepatan
5) Pilih Variabel data yang akan ditampilkan.
a. Contoh : Petugas ingin menampilkan data ketepatan laporan mingguan periode
Minggu ke 01 sampai dengan minggu 30 di Kabupaten Pahuwato Provinsi
Gorontalo. Tampilan pemilihan varieabel
6) Klik proses untuk menampilkan data
3 6
56 | P a g e
Menampilkan Tabel kelengkapan laporan mingguan
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu SKDR
3) Pilih Menu Analisa Data
4) Pilih Tab Laporan.
5) Pilih Jenis Laporan : Laporan Kelengkapan
6) Pilih lokasi unit pelapor (Provinsi/Kabupaten/Kecamatan).
a. Contoh : Petugas ingin menampilkan data kelengkapan laporan mingguan
periode Minggu ke 01 sampai dengan minggu 30 di Kabupaten Boalemo Provinsi
Gorontalo.
7) Klik proses untuk menampilkan data
6
3
57 | P a g e
Menampilkan ketepatan laporan mingguan
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu SKDR
3) Pilih Menu Analisa Data
4) Pilih Tab Laporan.
5) Pilih Jenis Laporan : Laporan Ketepatan
6) Pilih lokasi unit pelapor (Provinsi/Kabupaten/Kecamatan).
a. Contoh : Petugas ingin menampilkan data ketepatan laporan mingguan periode
Minggu ke 01 sampai dengan minggu 30 di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu.
7) Klik proses untuk menampilkan data
6
3
Menampilkan data EBS dalam bentuk tabel Daftar Laporan Surveilans Berbasis Kejadian
58 | P a g e
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu EBS
3) Pilih Menu Analisa EBS
4) Pilih Tab Laporan
5) Pilih Tipe Laporan : Daftar Laporan Surveilans Berbasis Kejadian
6) Pilih Variabel data yang akan ditampilkan.
a. Contoh : Petugas ingin menampilkan data penyakit Rumor Gigitan hewan
penular rabies di Provinsi Gorontalo periode laporan dibuat tanggal 01 Mei –
31 Mei 2021. Tampilan pemilihan varieabel
59 | P a g e
Menampilkan data EBS dalam bentuk tabel laporan STP KLB
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu EBS
3) Pilih Menu Analisa EBS
4) Pilih Tab Laporan
5) Pilih Tipe Laporan : Daftar Laporan Surveilans Terpadu Berbasis KLB
6) Pilih Variabel data yang akan ditampilkan.
a. Contoh : Petugas ingin menampilkan data penyakit Rumor Gigitan hewan
penular rabies di Provinsi Gorontalo periode laporan dibuat tanggal 01 Januari –
10 Agustus 2021 dengan status menjadi KLB. Tampilan pemilihan varieabel
60 | P a g e
7) Klik Proses untuk menampilkan hasil
Export data rumor Export data rumor terpilih ke dalam bentuk MS. Excel
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu EBS
3) Pilih Menu Analisa EBS
4) Pilih Tab Laporan
5) Pilih Tipe Laporan : Export
6) Pilih Variabel data yang akan ditampilkan
7) Pilih Fields yang akan diexport
a. Contoh : Petugas ingin melakukan analisa data lebih lanjut data penyakit Rumor
Gigitan hewan penular rabies di Kabupaten provinsi Gorontalo periode laporan
dibuat tanggal 01 Juni – 31 Juli 2021 berdasarkan status pemeriksaan
laboratorium dan KLB. Tampilan pemilihan varieabel
61 | P a g e
5
7a
7b
8) Klik Proses untuk menampilkan hasil. Klik Export to Excel untuk unduh file
62 | P a g e
Analisa Data mingguan SKDR
Verifikasi Alert
Melakukan verifikasi alert
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu SKDR
3) Pilih Menu Analisa Data
4) Pilih Tab Peringatan Dini
5) Pilih Variabel data yang akan ditampilkan.
a. Contoh : Petugas ingin menampilkan data peringatan dini periode Minggu ke
29 sampai dengan minggu 30 di Kabupaten Pahuwato Provinsi Gorontalo.
Tampilan pemilihan varieabel
6) Klik proses untuk menampilkan data alert
63 | P a g e
7) Klik pada status Belum Verifikasi (kotak warna merah) untuk memulai verifikasi
3 6
64 | P a g e 10 9
Menampilkan Jumlah kasus penyakit laporan mingguan SKDR menurut tempat
1) Log in ke web SKDR.
2) Pilih Menu SKDR
3) Pilih Menu Analisa Data
4) Pilih Tab Laporan dan Pilih Jenis laporan : Laporan Jumlah Kasus Menurut Tempat
5) Pilih Variabel data yang akan ditampilkan.
a. Contoh : Petugas ingin menampilkan data kasus GHPR periode Minggu ke 25
sampai dengan minggu 30 di Kabupaten Pahuwato Provinsi Gorontalo.
Tampilan pemilihan varieabel
3 5
65 | P a g e
6) Klik proses untuk menampilkan tabel Jumlah kasus menurut tempat
VIII. Rangkuman
Aplikasi SKDR menggunakan data yang bersumber dari laporan mingguan yang dikirimkan
unit pelapor. Setiap unit pelapor dan petugas yang akan mengirimkan laporan harus tercatat
dalam sistem SKDR. Laporan dapat dikirimkan melalui pesan singkat SMS, WhatsApp atau
dengan melakukan data entri melalui web SKDR.
Data mingguan akan tersimpan dalam sistem dan jika kasus yang dilaporkan melebihi nilai
ambang batas yang sudah ditentukan, sistem akan memberikan sinyal “Alert” peringatan
penyakit dan petugas akan melakukan verifikasi alert dengan melengkapi informasi
berdasarkan respon yang sudah dilakukan kedalam sistem SKDR.
Data yang tersimpan dapat ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan peta.
IX. Referensi
Kementerian Kesehatan. 2021. Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon.
Kementerian Kesehatan. 2021. Algoritma Diagnosis Penyakit dan Respon.
Kementerian Kesehatan. 2020. Panduan Pengguna Piranti Lunak (Software) Peringatan Dini
Penyakit Menular.
66 | P a g e
X. Lampiran:
A. Lembar Kerja
Panduan Latihan Operasionalisasi Aplikasi SKDR
Tujuan: Setelah selesai mengerjakan penugasan ini peserta mampu mengoperasionalkan
aplikasi SKDR
Bahan: Video tutorial aplikasi SKDR, Aplikasi SKDR, dan Manual Book Aplikasi SKDR
Alokasi waktu: 3 JPL = 135 menit
Langkah-langkah penugasan
a) Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai penugasan yang akan dilakukan
selama 5 menit
b) Setiap peserta memastikan tersedianya komputer atau laptop dengan akses internet
selama 5 menit
c) Setiap peserta mempersiapkan akun dan kata kunci untuk login ke laman SKDR, bila
ada peserta yang belum memiliki akun dan kata kunci akan dibantu oleh fasilitator/
panitia selama 10 menit. Bila ada peserta yang lupa password maka harus konfirmasi
ke Admin Provinsi atau ke Admin Pusat.
d) Fasilitator menayangkan video tutorial laman SKDR atau mendemokan cara
menggunakan aplikasi SKDR selama 15 menit.
e) Setiap peserta membuka laman SKDR di https://skdr.surveilans.org/ dengan
menggunakan akun kabupatennya masing-masing. Fasilitator memandu peserta
selama 5 menit.
f) Setiap peserta membuka menu-menu yang ada di laman SKDR dipandu dan dijelaskan
oleh fasilitator mengenai fungsi menu yang ada di laman SKDR. Alokasi waktu sekitar
70 menit
Menu yang terdapat di laman SKDR:
1) Dashboard
2) Pengaturan parameter (akan dibahas lebih detil di MPI 4)
3) Manajemen daerah
67 | P a g e
4) EBS (akan dibahas lebih detil di MPI 3)
5) SKDR
6) SMS
7) Whatsapp gateaway
g) Setiap peserta melihat di menu manajemen daerah:
1) Dapat menampilkan unit pelapor di kabupaten / kota masing-masing
2) Dapat memasukkan identitas unit pelapor yang belum terdaftar atau mengkinikan
data unit pelapor
h) Setiap peserta melihat di menu SKDR:
1. Menampilkan data agregat dan individu pelaporan SKDR dari unit pelapor di
tingkat kabupaten / kota masing-masing dalam kurun waktu 12 minggu terakhir
2. Menampilkan data agregat dan individu pelaporan SKDR dari unit pelapor di
tingkat kecamatan masing-masing dalam kurun waktu 12 minggu terakhir
3. Menampilkan data alert menu SKDR di masing-masing kabupaten / kota dalam
kurun waktu 12 minggu terakhir
4. Menampilkan pemetaan adanya kasus di kabupaten/kota masing-masing dalam
kurun waktu 1 tahun terakhir
i) Setelah selesai penjelasan dan latihan, peserta diminta melakukan logout dan
kemudian melakukan login kembali secara mandiri. Fasilitator melakukan penilaian
kemampuan peserta dalam operasionalisasi aplikasi SKDR selama 20 menit.
j) Fasilitator merangkum kegiatan latihan operasionalisasi aplikasi SKDR dan
memberikan kesimpulan selama 5 menit.
68 | P a g e
MPI 1 Operasionalisasi Aplikasi SKDR
INSTRUKSI :
1. Baca skenario tugas yang diberikan
2. Lengkapi pertanyaan dengan menuliskan jawaban sesuai dengan tugas yang diberikan pada
bagian dengan warna merah
3. Gunakan aplikasi Snipping Tools atau aplikasi untuk tangkapan layar lainnya untuk
melengkapi jawaban dengan gambar
4. Selamat Bekerja
69 | P a g e
2. Tuliskan informasi dasar apa saja yang dibutuhkan untuk menambahkan data petugas
baru. Lengkapi dengan tangkapan layar/screen shoot menu dan formulir pada aplikasi
untuk menambahkan data puskesmas tersebut
Jawaban :
TANGKAPAN LAYAR
Identifikasi format 10 laporan WA teratas dari list dan identifikasi format yang tidak sesuai.
Jelaskan kesalahan format penulisan yang ditemukan
70 | P a g e
4. Tampilkan data agregat SKDR dari unit pelapor di tingkat kabupaten / kota masing-masing
dalam kurun waktu 4 minggu terakhir
Jawaban :
TANGKAPAN LAYAR
5. Tampilkan data agregat SKDR dari unit pelapor di salah satu Puskesmas di kabupaten dalam
kurun waktu 4 minggu terakhir
Jawaban :
TANGKAPAN LAYAR
6. Menampilkan data alert menu SKDR di masing-masing kabupaten / kota dalam kurun waktu
4 minggu terakhir
Jawaban :
TANGKAPAN LAYAR
7. Menampilkan tabel kinerja dari minggu ke 1 sampai dengan minggu pelaporan aktif (misal
dari minggu ke 1 sampai minggu ke 52)
Jawaban :
TANGKAPAN LAYAR
71 | P a g e
72 | P a g e
Modul Monitoring Pengisian
Laporan Mingguan Dalam Aplikasi SKDR
1|Page
Tim Penyusun
Koordinator Pembuatan Modul
• Lia Septiana SKM, M.Kes
Penyusun:
Subdirektorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dit. Surveilans dan Karantina Kesehatan
• Edy Purwanto, SKM, M.Kes
• Eka Muhiriyah, S.Pd, MKM
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM
• Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua
• dr. Likke Prawidya Putri, MPH
• dr. Muhammad Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH
• Eva Tirtabayu Hasri S.Kep., MPH
• dr. Bernadeta Rachela A
Centre of Disease Control (CDC)
• drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid
• Amalya, SKM, MSc.PH
World Health Organization (WHO)
• dr. Endang Widuri Wulandari, M.Epid
• Ubadillah, S.Si
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
2|Page
Daftar Isi
Modul Monitoring Pengisian Laporan Mingguan Dalam Aplikasi SKDR ....................................................... 1
Tim Penyusun ................................................................................................................................................ 2
I. Deskripsi Singkat ................................................................................................................................... 4
II. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................................................ 5
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ................................................................................................ 5
IV. Metode.............................................................................................................................................. 5
V. Media dan Alat Bantu ........................................................................................................................... 6
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ......................................................................................... 6
VII. Uraian Materi .................................................................................................................................... 7
A. Indikator Laporan SKDR .................................................................................................................... 7
B. Penilaian Indikator Laporan SKDR................................................................................................... 14
VIII. Rangkuman ..................................................................................................................................... 17
IX. Referensi ......................................................................................................................................... 17
X. Lampiran ............................................................................................................................................. 17
3|Page
Modul Pelatihan Inti 2. Monitoring Pengisian Laporan Mingguan Dalam Aplikasi
SKDR
I. Deskripsi Singkat
Early Warning Alert Response and System (EWARS) atau yang biasa disebut dengan Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) adalah sebuah upaya untuk deteksi dini ancaman
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular yang dilaporkan secara rutin oleh Puskesmas, RS
dan Laboratoium secara mingguan ke dalam website aplikasi SKDR
(www.skdr.surveilans.org). Sistem SKDR dapat menampilkan alert atau sinyal peringatan dini
jika ada peningkatan kasus penyakit yang melebihi nilai ambang batas di suatu wilayah. Alert
atau sinyal peringatan dini yang muncul bukan berarti sudah terjadi KLB tetapi merupakan
kejadian pra-KLB yang mengharuskan petugas untuk melakukan respon cepat atau verivikasi
agar tidak terjadi KLB.
Pelaporan SKDR dilakukan secara mingguan melalui Short Message Service (SMS) atau
layanan pesan digital Whats App (WA) dengan format laporan yang sudah dibuat. Laporan
kasus yang dilaporkan adalah Kasus Baru. Kasus baru adalah orang sakit yang datang ke
fasilitas kesehatan dalam periode satu minggu pelaporan dengan diagnosis baru atau, orang
yang berkunjung dengan diagnosis yang sama, dan pernah dinyatakan sembuh sebelumnya
dan berjenjang mulai dari unit pelayanan kesehatan paling bawah sampai ke pusat. Sasaran
populasi dalam penyelenggaraan SKDR adalah masyarakat di wilayah kerja puskesmas,
Rumah Sakit, Laboratorium. Populasi juga dapat berdasarkan wilayah administrasi mulai dari
kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional. Untuk menilai kinerja pelaksanaan SKDR maka
ditetapkan indikator SKDR yaitu ketepatan, kelengkapan dan respons alert.
4|Page
II. Tujuan Pembelajaran
A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan monitoring pengisian
laporan mingguan dalam aplikasi SKDR.
IV. Metode
Metode pembelajaran dalam modul ini yaitu:
• Ceramah dan tanya Jawab
• Latihan
5|Page
V. Media dan Alat Bantu
Media dan Alat bantu dalam modul ini yaitu:
• Buku Modul
• Bahan tayang
• Komputer atau laptop dengan akses internet
• LCD
• Internet
• Alat peraga berupa aplikasi
• Panduan latihan
6|Page
e. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya jika ada materi yang
belum jelas (5 menit)
f. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk melalukan penyegaran untuk
meningkatkan energi peserta pelatihan dengan memutarkan video atau musik
penyegaran (5 menit)
g. Fasilitator menjelaskan tujuan diskusi kelompok, output yang diharapkan dari hasil diskusi
kelompok serta tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok (5 menit)
h. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok (setiap kelompok berisi 6 orang) dan
memilih ketua, notulen dan penyaji untuk melakukan diskusi kelompok dan mengerjakan
penugasan kelompok (5 menit)
i. Setiap kelompok menyipakan laptop dengan akses internet
j. Fasilitator meminta peserta untuk membuka laptop dan mengerjakan penugasan sesuai
dengan tugas dari fasilitator (30 menit)
k. Setelah selesai diskusi kelompok, maka fasilitator meminta setiap kelompok
mengumpulkan hasil diskusi kelompok dan meminta 3 kelompok yang dipilih secara
random untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok serta kelompok lainnya akan
memberikan tanggapan (masing-masing penyajian 10 menit).
l. Fasilitator akan memberikan tanggapan secara umum terhadap hasil diskusi kelompok
yang dikumpulkan peserta (10 menit)
7|Page
• Tahun 2020: nasional/provinsi harus mencapai target ada 60% kabupaten yang
respons alertnya minimal 80%.
• Tahun 2021: target sebesar 65%
• Tahun 2022: target sebesar 70%
• Tahun 2023: target sebesar 75%
• Tahun 2024: target sebesar 80%
Respons alert yang dikehendaki dalam SKDR adalah dalam waktu 24 jam karena
menyangkut penyakit potensial KLB yang membutuhkan respon cepat
8|Page
Data diisi dan diilengkapi berdasarkan buku registrasi harian atau sistem
pencatatan dan pelaporan di unit pelapor. Khusus puskesmas datanya berasal
dari puskesmas ditambah data yang berasal dari pustu/pusling/Praktik
Mandiri/Klinik Swasta. Setiap fasilitas kesehatan harus memiliki daftar definisi
kasus (lampiran 3). Hanya kasus baru (konsultasi pertama) yang harus
dilaporkan untuk seluruh usia yang ditemukan. Jumlah kasus yang dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan kematian dilaporkan melalui web SKDR. Kasus
yang dilakukan pemeriksaan laboratorium harus dilengkapi dengan daftar kasus
dengan memasukan data melalui web SKDR.
9|Page
• Jumlah Total Kunjungan Pasien
• Semua kode ditulis tanpa spasi
Artinya:
Minggu epidemiologi ke 2, jumlah kasus diare akut= 10, jumlah kasus malaria = 15, jumlah
kasus tersangka Chikungunya = 3, jumlah kasus klaster penyakit yang tidak lazim = 4,
Jumlah kunjungan = 110
JIKA TERJADI KESALAHAN PENGIRIMAN SMS, MAKA SMS DAPAT DIKIRIM ULANG
DENGAN FORMAT SEBAGAI BERIKUT:
MINGGU#2#,A10,B15,C0,D0,E0,F0,G0,H0,J0,K0,L0,M0,N0,P0,Q0,R0,S0,T4,U0,V0,W0,Y0,Z0,X110
Atau
MANUAL#2#,A10,B15,C0,D0,E0,F0,G0,H0,J0,K0,L0,M0,N0,P0,Q0,R0,S0,T4,U0,V0,W0,Y0,Z0,X110
Artinya:
Minggu epidemiologi ke 2, jumlah kasus diare akut= 10, jumlah kasus malaria = 15,
jumlah kasus klaster penyakit yang tidak lazim = 4, Jumlah kunjungan = 110
10 | P a g e
• KODE PENYAKIT : KODE PENYAKIT POTENSIAL WABAH
DALAM SISTEM SKDR
• JUMLAH KASUS : Jumlah kasus setiap penyakit yang melaporkan
kasus pada minggu tersebut
• Jumlah Total Kunjungan Pasien
SKDR 13#2021#a10,b3,d9,x200
Artinya:
Minggu epidemiologi ke 3, jumlah kasus diare akut= 10, jumlah kasus malaria =
3, jumlah kasus tersangka Pneomonia = 9, Jumlah kunjungan = 200
2. Kelengkapan Laporan
Kelengkapan laporan merupakan indikator yang dinilai untuk melihat kinerja
pelaporan SKDR. Kelengkapan laporan dihitung berdasrkan data mingguan yang
dilaporkan satu minggu sebelunya. Perhitungan untuk kelengkapan SKDR adalah
dengan cara menilai jumlah laporan yang masuk dibagi dengan jumlah laporan yang
harus masuk dikali 100%.
Contoh:
a. Saat ini adalah minggu ke-26, Puskesmas A sampai minggu ke-26 hanya
melaporkan 20 minggu, maka kelengkapan laporan Puskesmas A adalah
20/26x100% = 76,9%
b. Kabupaten B memiliki 10 puskesmas. Saat ini adalah minggu ke 30. Jumlah laporan
yang masuk sebanyak 270 dari 10 puskesmas. Seharusnya laporan yang masuk dari
10 puskesmas adalah 300. Maka kelengkapan laporan SKDR Puskesmas di
Kabupaten B adalah 270/300x100%= 90%
11 | P a g e
3. Ketepatan Laporan
Ketepatan laporan dalam SKDR adalah laporan dari unit pelapor yang masuk tepat waktu
ke dalam sistem pada hari Senin atau Selasa pada minggu epidemiologi berikutnya.
Minggu epidemiologi adalah dimulai dari hari Senin-Minggu
Contoh:
Hari ini adalah hari Senin, minggu epid ke-30. Maka laporan yang harus dikirim adalah
laporan minggu epid ke-29. Bila puskesmas lapor hari Senin atau Selasa pukul 23.59 WIB
maka laporannya dihitung sebagai tepat waktu. Jika laporan minggu epidemiologi 29
baru dikirimkan pada minggu ke 32, maka laporan terhitung oleh sistem sebagai tidak
tepat waktu.
• Laporan Nihil dalam konteks SKDR ini adalah sumber pelapor harus mengisi angka
“nol” pada kolom penyakit dalam format mingguan SKDR bila tidak ada kasus
penyakit dari seluruh jenis penyakit/sindrom yang harus dilaporkan.
• Data Agregat: adalah jumlah kasus penyakit/sindrom atau hasil konfirmasi
laboratorium yang dilaporkan oleh puskesmas, atau rumah sakit atau
laboratorium
• Data Individu adalah data detail individu terkait penyakitnya misalnya nama,
umur, jenis kelamin, alamat KTP, alamat tinggal, diagnosis, tanggal mulai sakit,
tanggal berobat, tanggal masuk RS, dst.
• Pengumpulan data dilakukan secara berkesinambungan dan periode mingguan
12 | P a g e
tindak lanjut kesehatan masyarakat bila hasil verifikasi benar ditemukan kasus.
Alert adalah sinyal kewaspadaan yang muncul dalam sistem informasi SKDR yang wajib
diverifikasi oleh penyelenggara surveilans terkait kebenaran data. Alert belum tentu
menggambarkan suatu wilayah sudah menjadi KLB/wabah tetapi adanya kasus yang
melebihi nilai ambang batas. Setiap penyakit menular memiliki ambang batas yang
berbeda-beda.
Contoh:
Sistem aplikasi SKDR melaporkan terdapat sinyal/alert suspek demam dengue maka
respon yang harus dilakukan adalah:
a. Pengelola surveilans kabupaten/kota harus melakukan verifikasi apakah benar ada
peningkatan kasus.
b. Bila hasil verifikasi benar maka pengelola program surveilans berkoordinasi dengan
pengelola program pengendalian penyakit terkait untuk melakukan upaya
pengendalian. Selanjutnya petugas surveilans kabupaten/kota akan mengisi hasil
temuan dan rencana tindak lanjut ke dalam aplikasi SKDR.
Untuk dapat mengakses fitur alert, pengguna dapat mengklik SKDR (1) lalu ANALISA
DATA (2) kemudian mengklik tab ALERT (3) seperti yang tampak pada gambar dibawah
ini
Setelah mengklik tab alert, pengguna kemudian dapat melihat alert apa yang saat ini
13 | P a g e
sedang berlangsung di wilayahnya dan status verivikasinya.
Hasil verivikasi berupa kunjungan lapangan atau kontak pada petugas SKDR di
Puskesmas dapat dimasukkan dengan cara mengklik tombol BELUM VERIFIKASI dalam
kolom kolom status. Detail terkait proses verifikasi dapat kita baca pada modul ke-4
yakni Manajemen data dalam aplikasi SKDR.
Apabila ada peningkatan jumlah kasus dari biasanya pastikan bahwa benar ada peningkatan
kasus atau hanya merupakan kesalahan ketika menulis data (contoh: ada 10 kasus gigitan
hewan penular rabies per minggu tetapi menulis 100 gigitan)
b. Kabupaten/Kota
Melakukan analisa data di web SKDR untuk memastikan:
• Unit pelapor melaporkan data secara baik dan benar
• Memastikan bahwa periode laporan adalah benar
14 | P a g e
• Memastikan jumlah kasus yang dilaporkan untuk setiap penyakit
• Apakah data penyakit tersebut wajar (contoh: kasus diare biasanya banyak
tetapi hanya dilaporkan dalam jumlah kecil)
Apabila ada peningkatan jumlah kasus dari biasanya pastikan bahwa benar ada peningkatan
kasus atau hanya merupakan kesalahan ketika menulis data (contoh: ada 10 kasus gigitan
hewan penular rabies perminggu tetapi menulis 100 gigitan)
c. Rumah Sakit
Melakukan analisa data di web SKDR untuk memastikan:
• Unit pelapor melaporkan data secara baik dan benar
• Memastikan bahwa periode laporan adalah benar
• Memastikan jumlah kasus yang dilaporkan untuk setiap penyakit
• Apakah data penyakit tersebut wajar (contoh: kasus diare biasanya banyak
tetapi hanya dilaporkan dalam jumlah kecil)
Apabila ada peningkatan jumlah kasus dari biasanya pastikan bahwa benar ada peningkatan
kasus atau hanya merupakan kesalahan ketika menulis data (contoh: ada 10 kasus gigitan
hewan penular rabies perminggu tetapi menulis 100 gigitan)
15 | P a g e
tetapi hanya dilaporkan dalam jumlah kecil)
Apabila ada peningkatan jumlah kasus dari biasanya pastikan bahwa benar ada peningkatan
kasus atau hanya merupakan kesalahan ketika menulis data (contoh: ada 10 kasus gigitan
hewan penular rabies perminggu tetapi menulis 100 gigitan)
16 | P a g e
alert tersebut teridikasi KLB atau tidak. Jika alert yang muncul tersebut melebihi nilai
ambang batas dari masing-masing penyakit maka kabupaten/kota diwajibkan untuk
segera melakukan verifikasi kepada Unit pelapor untuk segera menindaklanjuti
sinyal/alert tersebut.
VIII. Rangkuman
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau yang biasa disebut dengan Early Warning
Alert Response and System (EWARS) adalah sebuah sistem yang berfungsi dalam mendeteksi
adanya ancaman indikasi KLB penyakit menular yang dilaporkan secara rutin oleh Puskesmas,
RS dan Laboratorium secara mingguan ke dalam aplikasi SKDR. Pelaporan SKDR yang
dilakukan secara mingguan dikirimkan melalui Short Message Service (SMS) atau layanan
pesan digital Whats App (WA) dengan format laporan yang sudah dibuat. Indikator yang
dinilai dalam pelaporan SKDR adalah kelengkapan, ketepatan serta sinyal alert yang direspon
oleh kabupaten kota.
IX. Referensi
a. Pedoman SKDR edisi Revisi tahun 2021
b. Permenkes 949/Menkes/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan SDK-KLB
c. Permenkes 45/Menkes/2014 tentang Penyelesnggaraan Surveilans Kesehatan
X. Lampiran
A. Lembar Kerja
Instruksi Lembar Kerja untuk penugasan kelompok
1) Peserta dibagi menjadi 5 kelompok
2) Waktu kerja kelompok 30 menit
3) Peserta membuka laptop dan login ke aplikasi SKDR
4) Peserta menganalisa laporan yang ada di SKDR untuk menentukan penilaian Indikator
SKDR (Kelengkapan, Ketepatan dan alert yang direspon) berdasarkan instansi institusi
17 | P a g e
5) Peserta mendokumentasikan proses Analisa laporan mingguan untuk menghitug
capaian indikator yang ada dalam web SKDR
6) Peserta membuka web SKDR dan masuk ke dalam menu SKDR untuk kinerja laporan
7) Peserta memasukkan mengidentifikasi kelengkapan, ketepatan dan alert yang
direspon berdasarkan wilayah instansi
8) Peserta mempresentasikan laporan mingguan SKDR yang sudah disubmit ke dalam
aplikasi SKDR. Waktu presentasi kelompok :10 menit yang diwakilkan dari 3 kelompok
(total 30 menit) dan diskusi pembahasan untuk membahas semua presentasi
kelompok 10 menit.
18 | P a g e
Modul Surveilans Berbasis Kejadian (EBS)
1|Page
Tim Penyusun
Penyusun:
Subdirektorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dit. Surveilans dan Karantina Kesehatan
• Lia Septiana SKM, M.Kes
• Edy Purwanto, SKM, M.Kes
• Eka Muhiriyah, S.Pd, MKM
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM
• Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua
• dr. Muhammad Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH
• dr. Likke Prawidya Putri, MPH
• Eva Tirtabayu Hasri S.Kep., MPH
• dr. Bernadeta Rachela A
Centre of Disease Control (CDC)
• drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid
• Amalya, SKM, MSc.PH
World Health Organization (WHO)
• dr. Endang Widuri Wulandari, M.Epid
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
2|Page
Daftar Isi
Tim Penyusun ................................................................................................................................................ 2
Daftar Isi ........................................................................................................................................................ 3
Daftar Tabel .................................................................................................................................................. 4
Daftar Gambar .............................................................................................................................................. 5
Daftar Istilah.................................................................................................................................................. 6
I. Deskripsi Singkat ................................................................................................................................... 7
II. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................................................ 7
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ................................................................................................ 8
IV. Metode.............................................................................................................................................. 9
V. Media dan Alat Bantu ........................................................................................................................... 9
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ......................................................................................... 9
VII. Uraian Materi .................................................................................................................................. 12
A. Konsep Surveilans Berbasis Kejadian/ Event Based Surveillance (EBS) .......................................... 12
B. Langkah-Langkah Identifikasi dan Penyaringan Rumor Penyakit ................................................... 16
C. Verifikasi Rumor Penyakit Menggunakan Prinsip-Prinsip Penyelidikan Epidemiologi ................... 21
D. Pelaporan Surveilans Berbasis Kejadian ......................................................................................... 26
E. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Follow-up (tindak lanjut) Respons Terhadap Rumor .................. 31
VIII. Rangkuman ..................................................................................................................................... 32
IX. Referensi ......................................................................................................................................... 33
X. Lampiran ............................................................................................................................................. 33
3|Page
Daftar Tabel
Tabel 1. Perbandingan Surveilans Berbasis Kejadian dan Surveilans Berbasis Indikator
Tabel 2 Contoh kejadian biasa dan kasus yang tidak biasa
Tabel 3 Kriteria seleksi untuk sinyal kewaspadaan
4|Page
Daftar Gambar
Gambar 1 Alur Pelaksanaan Surveilans Berbasis Kejadian
Gambar 2 Matriks Penilaian Risiko
Gambar 3 Tampilan awal SKDR
Gambar 4 Formulir EBS bagian Informasi Dasar
Gambar 5 Formulir EBS bagian Informasi Penyakit
Gambar 6 Formulir EBS bagian Respon KLB
Gambar 7 Formulir EBS
5|Page
Daftar Istilah
Ad hoc : Panitia khusus
Baseline : garis dasar
CFR : Case Fatality Rate
EBS : Event based surveillance / Surveilans berbasis kejadian
GPS : Global Positioning System
Hoax : berita bohong
IHR : International Health Regulations
IBS : Indicator based surveillance/ Surveilans berbasis indikator
KKMMD : Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresehkan Dunia
KKP : Kementerian Kelautan dan Perikanan
KLB : Kejadian Luar Biasa
NGO : non-governmental organization
PMI : Palang Merah Indonesia
SARS : Severe acute respiratory syndrome
SDM : Sumber Daya Manusia
SKDR : Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Stakeholder : pihak yang memiliki kepentingan atau pemangku kepentingan
suatu perusahaan atau organisasi
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
6|Page
Modul Pelatihan Inti 3. Surveilans Berbasis Kejadian (EBS)
Deskripsi Singkat
Secara umum surveilans dapat dikelompokan menjadi Event – based Surveillance /
EBS (surveilans berbasis kejadian/ rumor) dan Indicator – based Surveillance yaitu surveilans
berbasis indikator). Keduanya dapat digunakan untuk menangkap alert (sinyal) penyakit
berpotensi KLB/ wabah yang selanjutnya harus dilaksanakan kegiatan respons untuk
mencegah atau menanggulangi penyakit tersebut di masyarakat pada lokasi terdampak.
Surveilans berbasis kejadian dan Surveilans berbasis indikator saling melengkapi.
Surveilans berbasis kejadian (EBS) didefinisikan sebagai pengumpulan, pemantauan,
penilaian dan interpretasi informasi ad hoc yang sebagian besar tidak terstruktur mengenai
kejadian atau risiko kesehatan, yang mungkin merupakan risiko akut bagi kesehatan manusia.
Tujuan dari surveilans berbasis kejadian adalah mendeteksi kejadian kesehatan masyarakat
(public health event) yang tidak biasa yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat yang
mungkin merupakan sinyal (alert) atau telah menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), sehingga
dapat dilakukan respon cepat untuk mencegah masalah lebih luas dan memberikan arahan
langkah-langkah pengendalian penyakit selanjutnya. Modul ini membahas mengenai
langkah-langkah identifikasi dan penyaringan rumor penyakit, verifikasi rumor penyakit,
langkah – langkah pelaporan surveilans berbasis kejadian diaplikasi SKDR, serta perencanaan,
pelaksanaan, dan follow-up (tindak lanjut) respons terhadap rumor.
Tujuan Pembelajaran
A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan surveilans berbasis
kejadian (EBS)
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelathian ini, peserta mampu:
• Memahami konsep surveilans berbasis kejadian
• Menjelaskan langkah-langkah identifikasi dan penyaringan rumor penyakit.
7|Page
• Melakukan verifikasi rumor penyakit menggunakan prinsip-prinsip penyelidikan
epidemiologi
• Melakukan pelaporan surveilans berbasis kejadian
• Melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan follow-up (tindak lanjut) respons
terhadap rumor
8|Page
Metode
Metode pembelajaran dalam modul ini yaitu:
• Ceramah dan tanya jawab
• Studi kasus
• Latihan pengisian pelaporan dalam aplikasi
• Latihan menyusun dokumen perencanaan dan laporan pelaksanaan kegiatan
9|Page
Langkah 2: Pembahasan per Mata Pelatihan
a. Langkah – langkah identifikasi dan penyaringan rumor penyakit:
1) Fasilitator melakukan presentasi mengenai langkah – langkah identifikasi
dan penyaringan rumor penyakit yang meliputi definisi rumor penyakit,
langkah-langkah identifikasi rumor penyakit, penyaringan rumor penyakit,
dan contoh kasus surveilans berdasarkan rumor.
2) Meminta peserta untuk menyebutkan contoh rumor yang diterima di
daerahnya masing-masing, dan pengajar memilih beberapa peserta untuk
menjelaskan contoh rumor tersebut.
3) Melakukan tanya jawab untuk materi yang belum jelas
b. Verifikasi rumor penyakit menggunakan prinsip-prinsip penyelidikan epidemiologi
1) Fasilitator melakukan presentasi mengenai verifikasi rumor penyakit
menggunakan prinsip-prinsip penyelidikan epidemiologi yang meliputi
langkah-langkah verifikasi rumor, verifikasi rumor penyakit berdasarkan
algoritme diagnosis kasus SKDR, prinsip-prinsip penyelidikan epidemiologi,
penentuan KLB atau tidak KLB.
2) Fasilitator memberikan kesempatan tanya jawab untuk materi yang belum
jelas.
c. Pelaporan surveilans berdasarkan kejadian
1) Fasilitator melakukan presentasi mengenai pelaporan surveilans
berdasarkan kejadian, meliputi informasi yang dilaporkan dan metode
pelaporan.
2) Fasilitator menayangkan contoh pelaporan EBS
d. Perencanaan, pelaksanaan, dan follow-up (tindak lanjut) respons terhadap rumor
Fasilitator melakukan presentasi mengenai materi perencanaan, pelaksanaan,
dan follow-up (tindak lanjut) respons terhadap rumor meliputi langkah-langkah
monitoring setelah rumor terverifikasi atau tidak terverifikasi dan rekaman rumor
10 | P a g e
yang didapat. Materi dalam sesi ini dijelaskan dengan melibatkan partisipasi aktif
peserta.
Langkah 3: Penugasan
a. Fasilitator membagi peserta menjadi enam kelompok untuk melakukan diskusi
kelompok dan mengerjakan penugasan kelompok. Setiap kelompok berisi 5 orang.
b. Fasilitator meminta peserta untuk membuka laptop serta membagikan lembar
penugasan kepada peserta
c. Setiap kelompok melakukan studi kasus untuk dianalisis, disajikan, dan dimanfaatkan
sesuai dengan materi yang telah diberikan. Salah satu kelompok dipilih secara random
untuk menyajikan dan kelompok lain memberikan tanggapan. Fasilitator akan
memantau jalannya diskusi kelompok. Fasilitator akan memberikan tanggapan secara
umum terhadap hasil diskusi kelompok yang dikumpulkan peserta.
d. Fasilitator memberikan penjelasan penugasan selanjutnya dan menunjukkan manual
book kepada peserta mengenai praktek pengisian pelaporan dalam aplikasi
e. Peserta melanjutkan mengerjakan tugas mengisi laporan dalam menu EBS laporan
SKDR. Salah satu kelompok menyajikan dan kelompok lain memberikan tanggapan.
Fasilitator dan fasilitator akan memantau jalannya diskusi kelompok.
f. Fasilitator memberikan penugasan terakhir kepada peserta berupa praktek menyusun
dokumen perencanaan dan laporan pelaksanaan kegiatan.
g. Peserta melanjutkan mengerjakan tugas penyusunan dokumen perencanaan dan
laporan pelaksanaan kegiatan. Salah satu kelompok menyajikan dan kelompok lain
memberikan tanggapan. Fasilitator dan fasilitator akan memantau jalannya diskusi
kelompok.
Langkah 4: Penutup
a. Fasilitator merangkum tentang pembahasan materi dengan mengajak seluruh
peserta untuk melakukan refleksi, dilanjutkan memberikan apresiasi atas partisipasi
aktif peserta.
11 | P a g e
b. Rencana evaluasi dilakukan melalui pre dan post test (yang disatukan dengan materi
lainnya) dan hasil penugasan.
Uraian Materi
A. Konsep Surveilans Berbasis Kejadian/ Event Based Surveillance (EBS)
1. Pengertian
Secara umum surveilans dapat dikelompokan menjadi Event – based Surveillance /
EBS (surveilans berbasis kejadian/ rumor) dan Indicator – based Surveillance yaitu surveilans
berbasis indikator). Keduanya dapat digunakan untuk menangkap alert (sinyal) penyakit
berpotensi KLB/ wabah yang selanjutnya harus dilaksanakan kegiatan respons untuk
mencegah atau menanggulangi penyakit tersebut di masyarakat pada lokasi terdampak.
Surveilans berbasis indikator adalah surveilans yang dilaksanakan oleh program selama ini,
maupun SKDR yang laporannya berbasis fasilitas kesehatan yang pelaporannya dilakukan
secara rutin dan terstruktur (umumnya mingguan atau bulanan). Sedangkan surveilans
berbasis kejadian pelaporannya dilakukan dengan segera bila terdapat rumor seperti klaster
penyakit, rumor adanya kematian yang tidak dijelaskan penyebabnya.
Surveilans berbasis kejadian dan Surveilans berbasis indikator saling melengkapi.
Ketika suatu kejadian kesehatan masyarakat atau KLB/ wabah itu muncul atau terjadi,
seringkali surveilans berbasis indikator itu sering gagal. Selain itu sistem surveilans berbasis
indikator tidak cocok untuk mendeteksi penyakit yang jarang terjadi/ muncul atau KLB
dengan impact yang tinggi (seperti SARS, Avian Influenza, Covid-19, KLB Keracunan Pangan,
dll) atau penyakit emerging maupun penyakit yang tidak diketahui.
Surveilans berbasis kejadian (EBS) didefinisikan sebagai pengumpulan, pemantauan,
penilaian dan interpretasi informasi ad hoc yang sebagian besar tidak terstruktur mengenai
kejadian atau risiko kesehatan, yang mungkin merupakan risiko akut bagi kesehatan manusia.
EBS adalah komponen fungsional dari SKDR. Informasi yang dikumpulkan untuk EBS bersifat
beragam dan berasal dari banyak sumber, seringkali tidak ditentukan sebelumnya, baik resmi
maupun tidak resmi, termasuk rumor yang diberitakan oleh media atau laporan ad hoc dari
12 | P a g e
jaringan informal. Proses pengumpulan informasi terutama aktif dan dilakukan melalui
sistematika.
Tujuan dari surveilans berbasis kejadian adalah mendeteksi kejadian kesehatan
masyarakat (public health event) yang tidak biasa yang berdampak terhadap kesehatan
masyarakat yang mungkin merupakan sinyal (Alert) atau telah menjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB), sehingga dapat dilakukan respon cepat untuk mencegah masalah lebih luas dan
memberikan arahan langkah-langkah pengendalian penyakit selanjutnya.
13 | P a g e
Surveilans Berbasis Kejadian Surveilans berbasis indikator
(Event Based Surveilans) (Indicator Based Surveillance)
berpotensi KLB berdasarkan trend kasus, musiman, faktor risiko
informasi laporan kejadian dari
berbagai sumber.
Unit Dapat dilaporkan oleh: Sektor Dapat dilaporkan oleh: Dinas
Pelapor kesehatan (instansi/sarana Kesehatan, Puskesmas, Laboratorium
kesehatan, organisasi profesi dan Rumah Sakit, KKP
kesehatan, asosiasi bidang
kesehatan, dan lain-lain), serta di luar
sektor kesehatan (instansi
pemerintah non kesehatan,
kelompok masyarakat, media,
jejaring sosial dan lain-lain
Kredibiltas Laporan memerlukan verifikasi untuk Kredibilitas laporan sudah cukup baik,
informasi menentukan definisi kasus yang karena berasal dari dinas kesehatan,
tepat, dan konfirmasi dari fasyankes yang telah di diagnose oleh
laboratorium. Petugas dinas dokter dan dikonfirmasi laboratorium
kesehatan akan melakukan verifikasi
< 24 jam.
Penggunaan Bisa digunakan dimana saja karena Berasal dari fasyankes dan laboratorium
sumber informasi tidak terorganisir yang menjadi bagian system surveilans
secara khusus
Penyakit yang Semua kejadian yang berdampak Penyakit sudah ditentukan
dipantau dan terhadap kesehatan masyarakat
dilaporkan termasuk kejadian yang disebabkan
oleh penyakit yang belum diketahui
14 | P a g e
2. Alur Pelaksanaan EBS
Alur Surveilans berbasis kejadian dapat digambarkan sebagai berikut:
15 | P a g e
luar sektor kesehatan (instansi pemerintah non kesehatan, kelompok masyarakat,
media, jejaring sosial dan lain-lain) dan sumber internasional.
16 | P a g e
Rumor penyakit adalah informasi penyakit yang dapat berpotensi menimbulkan
KLB, tetapi belum terverifikasi kebenarannya. Rumor penyakit didapatkan dari
informasi media, masyarakat, fasilitas kesehatan dan sumber informasi lainnya.
2. Langkah-langkah identifikasi rumor penyakit
Identifikasi rumor dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Identifikasi rumor secara
pasif, petugas menerima laporan rumor dari sumber rumor. Identifikasi rumor secara
aktif, petugas melakukan identifikasi rumor melalui media massa (TV, radio, media
sosial, website, dll).
3. Penyaringan Rumor Penyakit
Rumor yang diterima dari berbagai sumber rumor sangat banyak. Maka
diperlukan penyaringan rumor penyakit untuk prioritas respon. Penyaringan rumor
dilakukan dengan triase yang terdiri dari penyaringan, seleksi untuk identifikasi sinyal
untuk verifikasi lebih lanjut.
Triase sangat penting untuk memastikan terdeteksinya secara efektif kejadian
yang berpotensi KLB atau kejadian yang berpotensi menimbulkan kedarutatan
kesehatan masyarakat dan menghindari sistem intelejen epidemi yang berlebihan.
Tahapan triase terdiri dari menyortir data dan informasi ke dalam kategori "mungkin
relevan" dan "tidak mungkin relevan” untuk deteksi dini kejadian kesehatan yang
memerlukan respon cepat. Tidak semua data kejadian yang diterima merupakan
kejadian akut yang dapat mengakibatkan kedaruratan. Beberapa kejadian mungkin
penyakit ringan atau modifikasi dari trend jangka panjang penyakit endemis yang
memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Maka diperlukan prioritas penyakit melalui
proses triase. Setelah diprioritaskan, maka data dan informasi menjadi sinyal.
Karena sifat informasi yang dikumpulkan dan karena bertujuan untuk sangat
sensitif, EBS cenderung menghasilkan proporsi rumor yang tinggi serta informasi
duplikat dan tidak relevan. Triase informasi EBS bertujuan untuk membatasi verifikasi
yang tidak perlu dan penyelidikan sinyal yang tidak relevan, dan untuk memastikan
respon yang efektif dan tepat untuk kejadian yang berpotensi menimbulkan KLB.
Triase informasi EBS dibagi dalam dua langkah: penyaringan dan seleksi.
17 | P a g e
• Penyaringan (Filtering)
Penyaringan adalah proses menyaring duplikat dan informasi yang tidak
relevan.
- Mengidentifikasi duplikat, yaitu peristiwa yang sama dilaporkan oleh
sumber yang sama. Misalnya, kluster yang sama dari infeksi saluran
pernapasan akut di antara anak-anak dapat dilaporkan oleh beberapa
surat kabar/ berita lokal.
- Mengidentifikasi dan membuang informasi yang tidak relevan dengan
SKDR, sesuai dengan tujuan untuk peringatan dini. Penyaringan harus
dirancang untuk memastikan sensitivitas yang memadai; jika ragu,
sinyalnya harus dikirim ke langkah berikutnya (seleksi).
• Seleksi
Seleksi adalah pemilahan informasi menurut kriteria prioritas.
“mengeluarkan” informasi dan laporan tentang penyakit yang tidak
diprioritaskan seperti: flu biasa, atau terkait dengan peningkatan kasus yang
konsisten dengan periodisitas musiman yang sudah diketahui. Seleksi
berdampak besar pada kapasitas EBS untuk memberikan deteksi dini. Seleksi
dilakukan oleh personil terlatih secara epidemiologi untuk mengidentifikasi
kejadian yang perlu dilakukan verifikasi dan dinilai risikonya. Seleksi perlu
memperhatikan tingkat kejadian (termasuk di tingkat provinsi dan lokal),
musiman biasa dan variasi tahunan, distribusi regional penyakit, yang
diketahui pada populasi berisiko dan tingkat keparahan kejadian yang
dilaporkan.
EBS harus dapat memprioritaskan dan menseleksi sebuah kejadian yang
termasuk sebuah kejadian serius, tidak biasa dan tidak terduga. Proses
seleksi harus berdasarkan daftar prioritas EBS, sumber yang dapat
diandalkan dan akses data baseline epidemiologi seperti tingkat insidens
(termasuk provinsi dan lokal), variasi musiman dan tahunan, distribusi
penyakit regional, populasi yang berisiko dari kejadian yang dilaporkan. Pada
18 | P a g e
saat melakukan penilaian informasi yang ada, perangkap klasik harus
dihindari. Contohnya:
- Sinyal yang mengacu pada penyakit serius yang mengancam jiwa atau
penyakit yang berpotensi menjadi epidemi tidak berarti bahwa
peristiwa ini akan relevan untuk EBS pada umumnya dan SKDR.
Misalnya, satu kasus meningitis di daerah endemik (dan tercakup oleh
IBS) tidak memerlukan intervensi segera.
- Sejumlah besar kasus tidak berarti bahwa suatu peristiwa harus
“serius”, sementara satu kasus penyakit baru dapat mewakili ancaman
nyata.
- Sebuah laporan sensasional di pers seperti “peningkatan tiga kali lipat
kasus influenza dilaporkan” sebenarnya bisa saja merupakan trend
musiman yang sudah diketahui.
19 | P a g e
Elemen lain yang terkait dengan kejadian yang perlu juga
dipertimbangkan dalam proses seleksi:
20 | P a g e
4. Contoh Kasus Surveilans Berdasarkan Rumor Penyakit
Laporan media adanya kasus pneumonia dengan kematian yang signifikan dan
terdapat kasus juga pada tenaga kesehatan dengan kematian yang cukup signifikan.
21 | P a g e
Verifikasi sangat penting dilakukan untuk EBS. Karena sensitivitasnya yang tinggi,
EBS berpeluang mendeteksi hoax dan rumor palsu. Sumber potensial informasi EBS
tidak selalu dapat dipercaya atau dianggap dapat diandalkan. Misalnya, pers dan media
internet dapat menyajikan informasi dengan cara yang sensasional atau dari sudut
pandang yang bias. Oleh karena itu, kebenaran kejadian perlu ditetapkan sebelum
memulai pada tahap berikutnya (penilaian risiko). Verifikasi sistematis dari semua
sinyal yang terdeteksi melalui EBS harus ditetapkan sebagai prasyarat. Setelah sinyal
diverifikasi, itu disebut “kejadian".
22 | P a g e
potensial transimi, staus imunologi, dosis dan durasi paparan dan informasi
lainnya yang mempengaruhi paparan. Pada penilaian paparan melakukan
perkiraan jumlah orang atau kelompok yang terpapar dan kelompok rentan /
berisiko yang terpapar (tidak memiliki kekebalan).
• Analisis konteks mempertimbangkan konteks/ kapasitas yang dapat
mempengaruhi risiko, termasuk faktor lingkungan, iklim, musim, kapasitas
pengendalian, sosial budaya, dan informasi lainnya.
• Karakterisasi risiko. Dengan mempertimbangkan bahaya, paparan dan konteks,
maka dilakukan karakterisasi risiko. Karakterisasi risiko dapat menggunakan
matrik:
Berdasarkan data yang ada dan analisis risiko, maka dapat dilakukan karaktrisasi
risiko untuk menentukan apakah kejadian tersebut dikeluarkan/ tidak perlu
ditindaklanjuti, dimonitor, direspon atau kejadian tersebut ditutup karena tidak ada
tindakan lebih lanjut.
Discard Peristiwa yang tidak menimbulkan risiko langsung terhadap kesehatan
(Dikeluarkan) manusia harus dikeluarkan.
Monitor Klasifikasi ini sesuai ketika respons spesifik belum diperlukan, tetapi ada
potensi kejadian yang serius dan membutuhkan respons yang tepat.
Kategori ini dapat mencakup situasi di mana informasi tambahan sedang
dikumpulkan, hasil laboratorium tertunda, ada peristiwa internasional
dengan potensi impor kasus ke negara tersebut, ada risiko kesehatan
tanpa kasus manusia untuk saat ini, dll. Tindak lanjut dan penilaian risiko
tambahan harus diulang berdasarkan informasi yang baru diterima.
23 | P a g e
Respon Respon harus terjadi ketika penyelidikan lapangan lebih lanjut atau
tindakan pengendalian diperlukan untuk menghentikan transmisi.
Respon dapat berupa saran teknis, penyelidikan epidemiologi dan
penaggulangan, atau koordinasi tanggapan untuk wabah multi-provinsi.
Ditutup Kejadian harus ditutup ketika tidak ada tindakan lebih lanjut yang
diperlukan berdasarkan penilaian risiko. Misalnya, risiko terhadap
(Closed)
kesehatan manusia dapat hilang, kasus berhenti dilaporkan, atau hasil
laboratorium negatif.
24 | P a g e
3. Verifikasi Rumor Penyakit Berdasarkan Algoritme Diagnosis Kasus SKDR
Verifikasi rumor dapat melihat alur pada “Algoritme diagnosis Penyakit dan
Respon serta Format Penyelidikan Epidemiologi” sebagai panduan dalam mencari
data tambahan dan verifikasi. Pada algoritme diagnosis penyakit ini dilakukan dengan
cara mengenali gejala dan sindrom dari penyakit tersebut serta dilakukan konfirmasi
penegakan diagnosis oleh dokter dan hasil pemeriksaan laboratorium sederhana.
25 | P a g e
d) Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan
dalam tahun sebelumnya.
e) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
f) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasussuatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
g) Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Jika suatu daerah memenuhi kriteria diatas, maka kepala dinas kesehatan
kabupaten/ kota, kepala dinas kesehatan provinsi, atau Menteri yang akan
menetapkan daerah tersebut dalam keadaan KLB.
26 | P a g e
EBS
27 | P a g e
Gambar 5 Formulir EBS bagian Informasi Penyakit
28 | P a g e
Gambar 7 Formulir EBS
Langkah-langkah masuk ke dalam menu EBS dan melakukan pelaporan EBS:
1. Menyiapkan informasi rumor dan hasil verifikasi serta informasi lainnya yang
sudah ada.
2. Login masuk ke dalam aplikasi SKDR
3. Klik menu EBS
4. Klik formulir EBS dan mengisi informasi yang terdiri dari informasi dasar,
informasi penyakit, respon dan KLB serta lampiran pendukung.
29 | P a g e
iv. Tanggal pelaporan
v. Status rumor
vi. Sumber informasi
vii. Nama pelapor, no telp pelapor, koordinat GPS (latitude/ longitude)
2. Informasi penyakit terdiri dari penyakit rumor, penyakit terverifikasi, jumlah
kasus, jumlah kematian, apakah diperiksa laboratorium, hasil laboratorium,
jenis kelamin (laki/ laki/ wanita), kelompok usia (0-7 hari, 8-28 hari, 1 tahun,
1-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun, 15-19 tahun, 20 -44 tahun, 45-54 tahun,
55-69 tahun, > 70 tahun)
3. Deskripsi Kejadian berisi informasi kejadian, kronologi kejadian, tindakan dan
saran.
4. Respon dan KLB yang terdiri dari: apakah direspon dalam 24 jam / tidak,
formulir W1, apakah merupakan KLB atau bukan, tanggal dimulai kejadian,
tanggal berakhir kejadian, tanggal kejadian dikethaui, tanggal kejadian
ditanggulangi, status KLB saat pelaporan dilakukan, no ID KLB.
5. lampiran file pendukung, yaitu melampirkan lampiran file pendukung yang
diupload.
Deskripsi singkat kejadian, jumlah kasus, kematian, gejala klinis, waktu kejadian,
tempat, tindakan yang sudah dilakukan dan sumber informasi.
2. Metode pelaporan
Kejadian yang terdeteksi dari EBS langsung dilaporkan (real time) ke dalam menu
EBS di aplikasi SKDR. Pelaporan dapat menggunakan akses web maupun android.
30 | P a g e
E. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Follow-up (tindak lanjut) Respons Terhadap Rumor
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan yang sistematis mengenai
kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan dapat pula diartikan
sebagai cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber daya yang ada
supaya lebih efisien dengan memperhatikan lingkungan sosial budaya, fisik dan biologik
(Litbangkes Depkes RI, 2002)
Menurut Leavy dan Loomba, PERENCANAAN diartikan sebagai suatu proses
penganalisaan dan pemahaman tentang suatu sistem, perumusan tujuan umum dan
tujuan khusus, perkiraan segala kemampuan yang dimiliki, penguraian segala
kemungkinan rencana kerja yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan umum serta
khusus tersebut, menganalisa efektifitas dari berbagai alternatif rencana dan memilih
satu diantaranya yang dipandang baik serta menyusun rencana kegiatan dari rencana
yang terpilih secara lengkap agar dapat dilaksanakan dan mengikutinya dalam suatu
sistem pengawasan yang terus menerus sehingga tercapai hubungan yang optimal antara
rencana tersebut dengan sistem yang ada.
Sebagaimana tujuan dari surveilans berbasis kejadian adalah mendeteksi kejadian
kesehatan masyarakat (public health event) yang tidak biasa yang berdampak terhadap
kesehatan masyarakat yang mungkin merupakan signal/alert atau telah menjadi Kejadian
Luar Biasa (KLB), sehingga dapat dilakukan respon cepat untuk mencegah masalah lebih
luas dan memberikan arahan langkah-langkah pengendalian penyakit selanjutnya. Oleh
karena itu maka perencanaan dalam rangka merespons adanya public health event
menjadi penting. Perencanaan yang dibuat adalah terkait dengan kegiatan yang akan
dilakukan dalam respons kejadian tersebut sehingga tujaun dari pencegahan,
pengendalian dan penanggulangan kejadian menjadi efektif dan efisien. Dalam
perencanaan sebuah kejadian perlu dipertimbangkan besarnya kejadian, jumlah sumber
daya yang dibutuhkan seperti anggaran, SDM, logistik, waktu serta koordinasi lintas
program maupun lintas sektor.
31 | P a g e
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan respons awal biasanya tidak memerlukan perencanaan yang panjang,
detail dan mendalam. Biasanya pelaksanaan respons awal dilakukan belum secara spesifik
tetapi ada kemungkinan atau potensi kejadian yang serius. Oleh karena itu perlu
dikumpulkan informasi tambahan, hasil laboratorium belum ada, dan penilaian risiko
tambahan perlu dilakukan sesuai dengan informasi yang baru diterima. Sedangkan
pelaksanaan respons yang membutuhkan perencanaan yang matang adalah bila
diperlukan penyelidikan epidemiologi lapangan lebih lanjut serta diperlukan tindakan
pengendalian dan penanggulangan untuk menghentikan penularan serta diperlukan
koordinasi lintas program/ sektor.
3. Follow Up
Follow-up (tindak lanjut) adalah kegiatan yang dilakukan setelah ada rekomendasi
dari hasil investigasi awal. Follow up juga dilakukan setelah mendapatkan hasil, temuan
dan informasi yang baru sehingga follow-up (tindak lanjut) dapat dilakukan beberapa kali.
Follow up akan selesai bila event tersebut tidak menimbulkan kedaruratan kesehatan
yang serius. Antara perencanaan, pelaksanaan dan follow-up (tindak lanjut) merupakan
kegiatan yang saling terkait dan berhubungan.
Rangkuman
• Surveilans berbasis kejadian (EBS) didefinisikan sebagai pengumpulan, pemantauan,
penilaian dan interpretasi informasi ad hoc yang sebagian besar tidak terstruktur
mengenai kejadian atau risiko kesehatan, yang mungkin merupakan risiko akut bagi
kesehatan manusia.
• Sumber informasi EBS dapat berasal dari fasilitas kesehatan, petugas kesehatan, institusi
non kesehatan, masyarakat, media, internet, dll. Langkah-langkah EBS: deteksi rumor
penyaringan (filtering) dan seleksi rumor, analisis risiko, karakterisasi kejadian, verifikasi,
penyelidikan epidemiologi, penentuan KLB/ bukan KLB, respon.
32 | P a g e
• Pelaporan EBS merupakan bagian dari SKDR. Rumor dilaporkan pada menu EBS. Informasi
yang dilaporkan: deskripsi singkat kejadian, jumlah kasus, kematian, gejala klinis, waktu
kejadian, tempat, tindakan yang sudah dilakukan dan sumber informasi.
• Setelah dilakukan verifikasi, informasi dapat dilengkapi dengan hasil laboratorium apabila
tersedia dan informasi lainnya.
• Rumor yang dilaporkan dalam EBS harus dimonitor dengan menambahkan hasil
penyelidikan epidemiologi, respon yang dilakukan dan apakah kejadian tersebut sudah
ditanggulangi sehigga dapat ditutup statusnya dalam pelaporan EBS.
Referensi
• Pedoman SKDR
• Permenkes 949 tahun 2004
• Permenkes 45 tahun 2014
• Permenkes No 1501 Tahun 2010
• Pedoman Penyelidikan Epidemiologi KLB tahun 2017
• Early detection, assessment and response to acute public health events:
Implementation of EWARS with a focus on event-based surveillance
https://apps.who.int/iris/handle/10665/112667
• Litbangkes Depkes RI, 2002
33 | P a g e
Lampiran
Panduan Studi Kasus Verifikasi rumor penyakit menggunakan prinsip-prinsip
penyelidikan epidemiologi
1. Tujuan Penugasan
Setelah melakukan latihan, peserta mampu melakukan verifikasi rumor penyakit
menggunakan prinsip-prinsip penyelidikan epidemiologi
2. Bahan Latihan
a. Aplikasi SKDR
b. Data dalam aplikasi SKDR
c. Format Verifikasi Data
d. Google News / search engine / social media
e. Daftar penyakit/ kejadian yang wajib dilaporkan segera < 24 jam
3. Alokasi Waktu: 1 Jam Pelajaran = 45 menit
4. Langkah-langkah Penugasan
a. Fasilitator menjelaskan penugasan yang akan dilakukan dan membagi peserta
kedalam 6 kelompok, masing-masing kelompok tdd 5 orang peserta, selama 5
menit.
b. Setiap kelompok menentukan ketua, sekretaris dan penyaji hasil diskusi.
c. Setiap kelompok mencari berita terkait penyakit yang harus dilaporkan < 24
jam, setelah itu melakukan verifikasi ke unit pelapor dengan aplikasi SKDR
Bila tidak mendapat berita maka fasilitator memberikan lembar rumor atau
contoh berita lanjut melakukan verifikasi ke unit pelapor dengan aplikasi SKDR
latihan, selama 30 menit
34 | P a g e
Panduan Latihan Pengisian Pelaporan dalam aplikasi
1. Tujuan Penugasan
2. Setelah melakukan latihan, peserta mampu melakukan pelaporan surveilans
berbasis kejadian
3. Bahan Latihan
a. Aplikasi SKDR
b. Data dalam aplikasi SKDR
c. Format Verifikasi Data
d. Google News / search engine / social media
e. Daftar penyakit/ kejadian yang wajib dilaporkan segera < 24 jam
4. Alokasi Waktu: 1 Jam Pelajaran = 45 menit
5. Langkah-langkah Penugasan:
a. Fasilitator memberikan penjelasan mengenai penugasan ini, dan
menunjukkan manual book selama 3 menit.
b. Peserta masih dalam kelompok yang sama, setelah selesai melakukan
verifikasi rumor, peserta melanjutkan pengisian laporan dalam aplikasi
Latihan SKDR, selama 30 menit.
c. Dua kelompok menyajikan presentasi mengenai pengisian laporan dalam
aplikasi Latihan SKDR selama @3 menit, dan kelompok lain memberikan
tanggapannya selama @2 menit.
d. Fasilitator merangkum dan menyampaikan kesimpulan selama 2 menit.
35 | P a g e
Panduan Latihan Menyusun Dokumen Perencanaan dan Laporan Pelaksanaan Kegiatan
1. Tujuan Penugasan
Setelah melakukan latihan, peserta mampu melakukan perencanaan, pelaksanaan,
dan follow-up (tindak lanjut)
2. Bahan Latihan
a. Aplikasi SKDR
b. Data dalam aplikasi SKDR
c. Format Verifikasi Data
d. Google News / search engine / social media
e. Daftar penyakit/ kejadian yang wajib dilaporkan segera < 24 jam
3. Alokasi Waktu: 1 Jam Pelajaran = 45 menit
4. Langkah-langkah Penugasan:
a. Fasilitator memberikan penjelasan mengenai penugasan ini selama 3 menit.
b. Peserta masih dalam kelompok yang sama, setelah selesai melakukan
verifikasi rumor, peserta melanjutkan dengan membuat perencanaan
respon selanjutnya yang berisi penilaian resiko dan apa yang harus
dilakukan, event ini mellibatkan lintas sector atau tidak, perencanaan SDM,
perencanaan logistik, dll, selama 25 menit. Lihat template form
perencanaan.
c. Setiap kelompok membuat laporan pelaksanaan kegiatan sesuai template
laporan investigasi di aplikasi Latihan SKDR menu Analisa EBS selama 15
menit.
d. Satu kelompok yang belum maju presentasi, menyajikan presentasi
mengenai laporan pelaksanaan kegiatan selama @5 menit, dan 1 kelompok
lain memberikan tanggapannya selama @2 menit.
e. Fasilitator merangkum dan menyampaikan kesimpulan selama 2 menit
36 | P a g e
Lembar Kerja Peserta:
Skenario:
• Saat ini Anda berperan sebagai petugas surveilan Sudinkes Jakarta Timur
• Hari ini adalah hari Jumat tanggal 5 November 2021.
• Pada hari Selasa yang lalu, tanggal 2 November 2021 Kepala Puskesmas Kelurahan Pulo
Gebang, Kecamatan Cakung melaporkan melalui telpon dan juga mengirimkan laporan W1
ke Sudinkes Jakarta Timur bahwa telah terjadi peningkatan kasus DBD yang signifikan pada
minggu ini dibandingkan dengan beberapa minggu sebelumnya.
• Pada hari Jumat, 5 November 2021 muncul berita diharian Pos Kota tentang adanya kasus
DBD yang tinggi di Kelurahan Pulo Gebang dengan jumlah kasus total 302 orang dengan
kematian sebanyak 24 orang.
• Berdasarkan analisa tren data SKDR minggu ini ditemukan adanya peningkatan kasus
demam dengue lebih dari 2 kali dibandingkan minggu sebelumnya di Puskesmas Kelurahan
Rambutan, Puskesmas Kelurahan Setu, Puskesmas Kelurahan Lubang Buaya dan Puskesmas
Kelurahan Pulo Gebang.
• Berdasarkan analisa data tgl 5 November ditemukan kasus suspek difteri 2 org di Puskesmas
Kelurahan Kebon Pala, ditemukan kasus suspek difteri 1 org di Puskesmas Balai Kambang,
ditemukan kasus suspek campak 8 org di Puskesmas Rawa Bunga
• Tanggal 5 November ada laporan 1 orang Suspek flu burung pada manusia dilaporkan oleh
RS Islam Pondok Kopi, 2 orang kasus malaria dari RSUD Pasar Rebo,
• Tanggal 4 November 2021 menerima informasi dari Kepala Sudinkes Jakarta Timur adanya
keracunan makanan di salah satu wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu.
Tugas:
1. Sebagai petugas surveilans di Sudinkes Jakarta Timur, apa yang akan anda lakukan bila
menghadapi situasi tersebut? Jelaskan secara detail.
2. Lakukan entri data EBS ke dalam aplikasi SKDR EBS.
3. Buatlah perencanaan, pelaksanaan dan followup/ tindak lanjut respons terhadap rumor
atau kejadian tersebut.
37 | P a g e
Waktu Kejadian
13.10 Laporan RS A, terdapat 25 orang anak SD Rambutan 01 pagi berobat
karena diare, mual, muntah.
Keterangan:
- RS A melaporkan ke Dinkes Kab G
13.15 Laporan Puskesmas B, terdapat 15 orang anak SD Rambutan 01 pagi
berobat karena diare, mual, muntah.
Keterangan:
- Puskesmas belum melakukan investigasi
13.20 News Flash TV lokal: Telah terjadi keracunan makanan pada 51 orang
siswa SD Rambutan 01 pagi sebagian besar dilarikan ke puskesmas dan
RS terdekat.
13.25 Laporan Kepala Desa Manggis, ada 5 orang warganya yang dirawat di
RS C setelah 3 hari yang lalu ikut menyembelih sapi milik seorang
warga.
Keterangan:
- RS C tidak melaporkan ke Dinkes Kab. G. Bila ada verifikasi dari
Dinkes Kab. G, RS C memberikan informasi benar ada kasus suspek
anthrax tetapi jumlahnya 8 orang.
- Kepala Desa Manggis lapor ke Puskesmas F
- Puskesmas F lapor ke Dinkes Kab G
- Puskesmas F sedang melakukan investigasi
13.30 Laporan Puskesmas D: ada 7 kasus suspek campak di RT 005 RW 001
Desa Pisang.
Keterangan:
- Puskesmas D belum melakukan investigasi
- Puskesmas minta arahan selanjutnya ke Dinas Kesehatan Kab. G
13.50 Analisa trend demam dengue adanya peningkatan kasus yang
signifikan 3 minggu berturut-turut di wilayah kerja Puskesmas E,
minggu ke 50 ada 14 kasus, minggu ke-51 ada 30 kasus dan minggu ke-
52 ada 60 kasus dengan total kematian sebanyak 5 orang.
13.50 Menerima informasi dari PHEOC Kementerian Kesehatan bahwa hasil
sample kasus AFP dari laboratorium Litbangkes adalah positif virus
polio liar tipe 1 dari salah satu pasien yang berobat ke Puskesmas F.
Aturan main:
• Skenario akan diberikan oleh fasilitator sesuai waktu yang telah ditentukan
• Pengiriman informasi dari unit pelapor (faskes : Puskesmas dan RS) menggunakan WA
• Selama permainan komunikasi hanya via WA
• Dinas Kesehatan Kabupaten yang melakukan entri data EBS, membuat rencana respons
penanggulangan
• Dinas Kesehatan Kabupaten membuat karakteristik risiko penyakit yang akan ditentukan oleh
fasilitator
• Dinas Kabupaten G membuat presentasi untuk rencanakan respons penanggulangan penyakit
yang memiliki konsekuensi tinggi
38 | P a g e
Daftar Peran
• Petugas Surveilans RS A: Nama Peserta, No HP
• Petugas Surveilans Puskesmas B: Nama Peserta, No HP
• Petgas Surveilans RS C: Nama Peserta, No HP
• Petugas Surveilans Puskesmas D: Nama Peserta, No HP
• PHEOC Kemkes: Nama Peserta, No HP
• Kepala Sekolah SD Rambutan 01: Nama Peserta, No HP
• Kepala Desa Manggis: Nama Peserta, No HP
• Kepala Desa Pisang: Nama Peserta, No HP
• Petugas Surveilans Puskesmas E: Nama Peserta, No HP
• Petugas Surveilans Puskesmas F: Nama Peserta, No HP
• Petugas Surveilans Dinkes Kab. G: Nama Peserta, No HP
• Petugas Surveilans Dinkes Kab. G: Nama Peserta, No HP
• Program P2 Dinkes Kab. G: Nama Peserta, No HP
• Dinkes Pertanian/Kesehatan Hewan Kab. G: Nama Peserta, No HP
• Kasi P2 Dinkes Kab. G: Nama Peserta, No HP
• Kasi Surveilan dan Imunisasi Dinkes Kab. G: Nama Peserta, No HP
• Kabid P2P Dinkes Kab. G: Nama Peserta, No HP
• Kabid Yankes Kab G: Nama Peserta, No HP
• Kabid Kesmas Kab G: Nama Peserta, No HP
39 | P a g e
Modul Manajemen Data Dalam Aplikasi SKDR
1|Page
Tim Penyusun
Koordinator Pembuatan Modul
• Ubadillah, S.Si
Penyusun:
Subdirektorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dit. Surveilans dan Karantina Kesehatan
• Lia Septiana SKM, M.Kes
• Edy Purwanto, SKM, M.Kes
• Eka Muhiriyah, S.Pd, MKM
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM
• Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua
• dr. Muhammad Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH
• dr. Likke Prawidya Putri, MPH
• Eva Tirtabayu Hasri S.Kep., MPH
• dr. Bernadeta Rachela A
Centre of Disease Control (CDC)
• drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid
• Amalya, SKM, MSc.PH
World Health Organization (WHO)
• dr. Endang Widuri Wulandari, M.Epid
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
2|Page
Daftar Isi
Modul Manajemen Data Dalam Aplikasi SKDR ............................................................................................. 1
Tim Penyusun ................................................................................................................................................ 2
I. Deskripsi Singkat ................................................................................................................................... 4
II. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................................................ 4
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokokpokok pada mata pelatihan ini adalah sebagai berikut: ............. 4
IV. Metode.................................................................................................................................................. 5
V. Media dan Alat Bantu ........................................................................................................................... 5
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ............................................................................................. 6
VII. Uraian Materi ........................................................................................................................................ 6
A. Verifikasi dan entri data hasil verifikasi kedalam aplikasi................................................................. 6
B. Analisis dan interpretasi data dalam aplikasi SKDR ........................................................................ 11
VIII. Rangkuman ......................................................................................................................................... 13
IX. Referensi ............................................................................................................................................. 13
X. Lampiran ............................................................................................................................................. 14
3|Page
Modul Pelatihan Inti 4. Manajemen Data Dalam Aplikasi SKDR
I. Deskripsi Singkat
Peningkatan kemampuan pengolahan data dan informasi kesehatan memerlukan sistem
surveilans kesehatan secara nasional agar tersedia data dan informasi secara teratur,
berkesinambungan, serta valid sehingga dapat digunakan sebagai salah satu bahan untuk
menyusun kebijakan (PMK nomor 45 tahun 2014).
Surveilans Kesehatan dilakukan melalui pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, dan diseminasi untuk menghasilkan informasi yang objektif, terukur, dapat
dibandingkan antar waktu, antar wilayah, dan antar kelompok masyarakat.
Pengolahan data dilakukan dengan cara merekam data, validasi, koding, transform dan
pengelompokan berdasarkan tempat, waktu, dan orang. Analisis data dilakukan dengan
metode epidemiologi deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai
dengan tujuan surveilans yang ditetapkan (PMK monor 45 tahun 2014). Modul ini membahas
detail tentang verifikasi dan entri data hasil verifikasi kedalam aplikasi, analisis dan
interpretasi data dalam aplikasi SKDR.
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokokpokok pada mata pelatihan ini adalah sebagai be
A. Verifikasi dan entri data hasil verifikasi kedalam aplikasi:
a. Verifikasi data
4|Page
b. Format verifikasi data
c. Entri perbaikan data kasus jika salah
1) Jumlah kasus perbaikan
2) Hasil verifikasi alert
d. Pengenalan Alert
e. Alert
B. Analisis dan interpretasi data dalam aplikasi SKDR:
a. Identifikasi data
b. Analisis jumlah kasus, tren penyakit
c. KLB dan respon
IV. Metode
Teknik penyampaian pembelajaran dilakukan melalui:
• Ceramah tanya jawab
• Latihan
5|Page
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran mata pelatihan
ini.
Langkah 1.
Pengkondisian
Fasilitator menyapa peserta dan melakukan perkenalan jika belum pernah menyampaikan
sesi di kelas. Setelah itu, sampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini dan materi pokok
yang akan disampaikan sambil menampilkan bahan tayang.
Langkah 2.
Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang verifikasi dan entri data hasil verifikasi
kedalam aplikasi dengan menggunakan bahan tayang.
1. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
2. Fasilitator memfasilitasi peserta untuk latihan verifikasi dan entri data hasil verifikasi
3. Fasilitator merangkum hasil diskusi dengan para peserta dan menyampaikan tanggapan
singkat.
Langkah 3.
Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang analisis dan interpretasi data dalam
aplikasi SKDR dengan menggunakan bahan tayang.
1. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
2. Fasilitator memfasilitasi peserta untuk latihan analisis dan interpretasi data dalam aplikasi
SKDR.
3. Fasilitator merangkum hasil diskusi dengan para peserta dan menyampaikan tanggapan
singkat.
6|Page
a. Kelengkapan dan Ketepatan Laporan
Petugas dinas kesehatan memberikan umpan balik kelengkapan dan ketepatan
laporan mingguan setiap senin dan selasa kepada petugas unit pelapor.
b. Data kasus penyakit SKDR
Petugas dinas kesehatan membuat kurva epidemiologi atau tabel penyakit potensial
SKDR. Berdasarkan grafik dan tabel melakukan identifikasi penyakit-penyakit yang
dilaporkan menunjukan adanya peningkatan kasus atau jumlah yang tidak wajar.
2. Format verifikasi data
FORMAT VERIFIKASI SKDR PETUGAS PROVINSI DAN KABUPATEN
No Kegiatan Keterangan Catatan (Gunakan Pilihan) Rencana Tindak Lanjut
7|Page
Petugas dinas kesehatan melakukan proses verifikasi data kelengkapan laporan
melalui media komunikasi dengan menghubungi Petugas unit pelapor yang tidak ada
dalam grafik kelengkapan dan ketepatan laporan mingguan SKDR.
Gambar. Kelengkapan dan Ketepatan Laporan dalam bentuk grafik untuk periode
minggu pelaporan aktif
Gambar. Kelengkapan dan Ketepatan Laporan dalam bentuk tabel untuk periode minggu
pelaporan kumulatif
8|Page
Umpan Balik Kelengkapan Laporan Senin dan Selasa
Petugas dinas kesehatan memberikan umpan balik kelengkapan dan ketepatan laporan
mingguan setiap Senin dan Selasa kepada petugas unit pelapor.
Gambar. Kasus penyakit SKDR dalam bentuk Tabel Laporan Jumlah Kasus Menurut
Penyakit
9|Page
Kasus penyakit SKDR dalam bentuk Trend Penyakit
10 | P a g e
f) Status Respon < 24
g) Nama Petugas
Hasil verifikasi dientri kedalam web SKDR melalui menu Analisa Alert SKDR
11 | P a g e
- Hasil kegiatan response penyakit atau KLB minggu sebelumnya
- Rekomendasi kegiatan
b. Berdasarkan informasi kasus dan alert penyakit, petugas melakukan respon KLB
dengan melakukan penyeledikan epidemiologi. Laporan penyelidikan
epidemiologi dicatat dalam format laporan penyelidikan epidemiologi sesuai
dengan penyakit atau dapat menggunakan format penyelidikan epidemiologi
umum. Informasi yang didaptkan dapat dianalisa melalui web SKDR atau
menggunakan apalikasi pengolah data lainnya untuk mendapatkan analisa lebih
lanjut untuk mendapatkan analisa waktu menurut waktu, tempat dan orang.
Pada saat melakukan penyeledikan epidemiologi tim juga melakukan :
• Rencana pengambilan sample klinis dan lingkungan
• Formulir hipotesis mengenai sumber pajanan dan cara penuluaran
• Test hipotesis
Hasil penyelidikan epidemilogi dapat dituliskan dalam laporan dan dilengkapi
dengan rekomendasi dan tindakan berdasrakan data-data yang sudah ada.
12 | P a g e
VIII. Rangkuman
Verifikasi data dilakukan dengan cara menilai kelengkapan dan ketepatan laporan serta
data kasus penyakit. Setelah verifikasi akan muncul alert. Alert merupakan signal
kewaspadaan untuk penyakit yang dilaporkan. Alert penyakit ditentukan berdasarkan
nilai kasus dalam paramater alert dan dapat disesuaikan dengan masing-masing wilayah
unit pelapor. Ada dua jenis alert dalam sistem SKDR, Fix Case dan Peningkatan Kasus.
Setelah muncul alert maka dilakukan analisis dan interpretasi data dalam aplikasi SKDR.
IX. Referensi
Kementerian Kesehatan. 2021. Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon.
Kementerian Kesehatan. 2021. Algoritma Diagnosis Penyakit dan Respon.
Kementerian Kesehatan. 2020. Panduan Pengguna Piranti Lunak (Software) Peringatan Dini
Penyakit Menular.
13 | P a g e
X. Lampiran
A. Lembar Kerja
Panduan Latihan Verifikasi dan Entri Data Hasil Verifikasi
1. Tujuan Penugasan
Setelah melakukan latihan, peserta mampu melakukan verifikasi dan entri data hasil
verifikasi ke dalam aplikasi
2. Bahan Latihan
a. Aplikasi SKDR
b. Data dalam aplikasi SKDR
c. Format Verifikasi Data
d. Video Analisa W2 mingguan SKDR-verifikasi alert
3. Alokasi Waktu: 1 Jam Pelajaran = 45 menit
4. Panduan Penugasan
a. Setelah melakukan tanya jawab materi “Verifikasi dan entri data hasil verifikasi kedalam
aplikasi”, fasilitator membagi kelompok berdasarkan kedekatan lokasi geografis, waktu 5
menit.
b. Setiap peserta kelompok membuka aplikasi SKDR sesuai kabupaten yang disepakati
selama 3 menit.
c. Fasilitator mendemonstrasikan pengenalan treshold alert pada 1 penyakit didalam
aplikasi SKDR sesuai nilai ambang batas penyakit tersebut selama 5 menit.
d. Setiap kelompok melakukan penilaian alert yang belum verifikasi didalam aplikasi SKDR
masing - masing, dilanjutkan dengan melakukan verifikasi data sesuai format verifikasi
data pada salah satu alert dan melakukan entri data hasil verifikasi selama 15 menit.
e. 1 kelompok yang belum pernah maju presentasi diberikan waktu 5 menit untuk
mempresentasikan hasil verifikasi, dan 1 kelompok lain untuk memberikan tanggapan
selama 5 menit.
f. Fasilitator memberikan klarifikasi apabila diperlukan dan menyimpulkan hasil latihan
selama 5 menit.
14 | P a g e
Panduan Latihan Analisis dan interpretasi data dalam aplikasi SKDR
1. Tujuan Penugasan
Setelah melakukan latihan, peserta mampu melakukan analisis dan interpretasi data
dalam aplikasi SKDR
2. Bahan Latihan
a. Aplikasi SKDR
b. Data dalam aplikasi SKDR
c. Format Verifikasi Data
d. Video Analisa W2 mingguan SKDR-peta
e. Video Analisa W2 mingguan SKDR-grafik
f. Video Analisa W2 mingguan SKDR-tabel
3. Alokasi Waktu: 1 Jam Pelajaran = 45 menit
4. Langkah-langkah:
a. Fasilitator menjelaskan penugasan yang akan dilakukan dan membagi peserta dalam
kelompok yang sama seperti sebelumnya berdasarkan kedekatan lokasi geografis,
selama 5 menit.
b. Setiap peserta kelompok membuka aplikasi SKDR sesuai kabupaten yang disepakati
selama 3 menit.
c. Fasilitator mendemonstrasikan video Analisa W2 mingguan SKDR-peta, Analisa W2
mingguan SKDR-grafik, Analisa W2 mingguan SKDR-tabel, selama 5 menit.
d. Setiap kelompok mengikuti langkah-langkah yang ada di dalam video tersebut ke
dalam aplikasi SKDR masing - masing, dilanjutkan dengan mendownload atau
mencapture hasil pengolahan data dalam bentuk peta, tabel, dan grafik, kemudian
data tersebut dimasukkan ke dalam word atau powerpoint dan diberikan narasi dari
data tersebut, selama 20 menit.
e. Fasilitator memberikan klarifikasi apabila diperlukan dan menyimpulkan hasil latihan
selama 5 menit.
15 | P a g e
Nilai Ambang Batas setiap Penyakit
Kode MASA NILAI AMBANG
PENYAKIT DEFINISI KRITERIA KLB
SMS INKUBASI BATAS
BAB yang frekuensinya
lebih sering dari biasanya
Peningkatan Peningkatan
(pada umumnya 3 kali atau
kasus 2 kali dari kasus 2 kali dari
A Diare akut lebih per hari dengan 1-3 hari
periode waktu periode waktu
konsistensi cair dan
sebelumnya sebelumnya
berlangsung kurang dari 7
hari)
Fase
Pemberantasan
dan Pre-
Penderita yang di dalam eliminasi:
tubuhnya ditemukan peningkatan
plasmodium atau parasit kasus 2 kali dari Peningkatan
malaria yang dibuktikan periode kasus 2 kali dari
B Malaria 12-30 hari
dengan pemeriksaan sebelumnya periode waktu
Mikroskopis positif dan Eliminasi dan sebelumnya
atau RDT (Rapid Diagnostic Pemeliharaan:
Test) positif Jika ditemukan
1 kasus
indegenous
16 | P a g e
tourniquet (rumple leed) • Sebelumny
positif. a tidak ada
kasus
• Peningkata
n kematian
>50%
Untuk
tersangka
dengue tidak
ada kriteria KLB
Pada usia <5 thn ditandai
dengan batuk DAN/ATAU
tanda kesulitan bernapas
(adanya nafas cepat <
14hr, kadang disertai
tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam
(TDDK) atau gambaran
radiologi foto torak
menunjukan infiltrat paru Peningkatan
akut), frekuensi nafas kasus 2 kali dari
D Pneumonia
berdasarkan usia periode waktu
penderita: sebelumnya
• <2 bulan: RR> 60/menit
• 2-12 bulan: RR>
50/menit
• 1-5 tahun: RR> 40/menit
Pada usia >5thn ditandai
dengan demam ≥ 38°C,
batuk DAN/ATAU kesulitan
bernafas, dan nyeri dada
saat menarik nafas
Diare Diare dengan darah dan
Peningkatan Peningkatan
E Berdarah/Disent lendir dalam tinja dapat 1-4 hari
kasus 2 kali dari kasus 2 kali dari
ri disertai dengan adanya
17 | P a g e
tenesmus. Disentri berat periode waktu periode waktu
adalah disentri yang sebelumnya sebelumnya
disertai dengan
komplikasi.
Penyakit yang disebabkan
oleh kuman Salmonella
Peningkatan Peningkatan
typhi, dengan gejala
Tersangka kasus 2 kali dari kasus 2 kali dari
F demam naik turun, 7-14 hari
Demam Tifoid periode waktu periode waktu
gangguan pencernaan, dan
sebelumnya sebelumnya
kadang disertai gangguan
kesadaran.
Untuk sindrom
klaster ≥20
Kumpulan gejala yang jaundice: <14 Klaster ≥2 kasus
kasus Hepatitis
terdiri dari kulit dan sklera hari Hepatitis A yang
Sindrom A yang
G berwarna kuning dan urine Untuk hepatitis berhubungan
Jaundice Akut berhubungan
berwarna gelap yang A: 10-50 hari, secara
secara
timbul secara mendadak rata-rata 28 epidemiologi
epidemiologi
hari
Demam mendadak <38,5o
Peningkatan Peningkatan
C dan nyeri sendi yang
Tersangka kasus 2 kali dari kasus 2 kali dari
H hebat (severe artralgia) 3-7 hari
Chikungunya periode waktu periode waktu
dan atau dapat disertai
sebelumnya sebelumnya
adanya ruam (rush).
ILI dengan kontak unggas
sakit atau mati mendadak
1 kasus 1 kasus
Tersangka Flu atau produk unggas ATAU
J 1-7 hari konfirmasi lab tersangka flu
Burung leukopenia ATAU
burung*
pneumonia pada Manusia
dalam 7 hari terakhir
KLB Suspek
Campak:
Setiap kasus dengan gejala 1 kasus
Tersangka 5 atau lebih
K minimal demam dan ruam 7-18 hari tersangka
Campak kasus suspek
makulo papullar. campak
campak dalam
waktu 4 minggu
18 | P a g e
berturut-turut
dan ada
hubungan
epidemiologi
KLB Campak
Pasti/Konfirmas
i:
Apabila hasil lab
minimum 2
spesimen
positif IgM
Campak dari
hasil
pemeriksaan
kasus pada KLB
Suspek Campak
ATAU hasil
pemeriksaan
kasus pada
CBMS
ditemukan
minimum 2
spesimen
positif campak
dan ada
hubungan
epidemiologi
19 | P a g e
lepas, mudah berdarah hubungan
apa bila dilepas atau epidemiologi
dilakukan manipulasi. dengan kasus
kultur positif
Batuk lebih dari 2 minggu
disertai minimal satu
gejala di bawah ini: 1 kasus
• batuk yang khas tersangka
(terus-menerus/ pertussis
paroxysmal) dengan hasil
• napas dengan bunyi lab konfirm 1 kasus
Tersangka
M “whoop” 9-10 hari positif atau tersangka
Pertussis
• muntah setelah batuk mempunyai pertussis
tanpa sebab yang lain hubungan
• untuk anak usia <1 epidemiologi
tahun: henti napas dengan kasus
dengan atau tanpa positif
sianosis (bibir
kebiruan)
Kasus lumpuh layuh
AFP (Lumpuh mendadak, BUKAN
1 kasus konfirm
N Layuh disebabkan oleh ruda 1-14 hari 1 kasus AFP
polio
Mendadak) paksa/ trauma pada anak <
15 tahun.
Kasus gigitan hewan
(anjing, kucing, monyet, Peningkatan 2
Kasus Gigitan 1 kasus lyssa
atau penyakit berdarah kali kasus GHPR
P Hewan Penular 2-8 minggu (kematian
panas lainnya) yang dapat tanpa diganggu
Rabies karena rabies)
menularkan rabies pada (provokasi)
manusia .
20 | P a g e
(1). Antraks Kulit Daerah bebas
(Cutaneus Anthrax); Papel antraks:
pada inokulasi, rasa gatal • Terdapat 1
tanpa disertai rasa sakit, 2- Antraks Kulit: kasus
3 hari vesikel berisi cairan 1- 5 hari suspek
kemerahan, haemoragik antraks
menjadi jaringan nekrotik, pada
ulsera ditutupi kerak Antraks Saluran Daerah bebas manusia
hitam, kering, Eschar Pencernaan: antraks: • Terdapat
(patognomonik), demam, 2-5 hari • KLB terjadi hewan
sakit kepala dan bila ternak
pembengkakan kelenjar ditemukan sakit/mati
limfe regional 1 kasus mendadak
(2). Antraks Saluran Antraks Paru- positif yang
Pencernaan Paru: antraks mengeluark
(Gastrointestinal 1-5 hari an darah
Anthrax); Rasa sakit perut Daerah dari lubang
Tersangka
Q hebat, mual, muntah, tidak endemis hidung,
Antraks
nafsu makan, demam, antraks: mulut,
konstipasi, gastroenteritis • Bila ada kuping, dan
akut kadang disertai darah, peningkata dubur.
hematemesis, pembesaran n kasus
kelenjar limfe daerah antraks Daerah endemis
inguinal, perut membesar dari antraks:
dan keras, asites dan oede periode • Peningkata
m scrotum, melena. waktu n suspek
(3). Antraks Paru-Paru sebelumny antraks
(Pulmonary Anthrax); a pada
Gejala klinis antraks paru- manusia
paru sesuai dengan tanda- • Terdapat
tanda bronchitis. Dalam hewan
waktu 2-4 hari gejala ternak
semakin berkembang sakit/mati
dengan gangguan respirasi mendadak
berat, demam, sianosis, yang
21 | P a g e
dispnue, stridor, keringat mengeluark
berlebihan, detak jantung an darah
meningkat, nadi lemah dan dari lubang
cepat. Kematian biasanya hidung,
terjadi 2-3 hari setelah mulut,
gejala klinis timbul. kuping, dan
(4). Antraks Meningnitis dubur.
Kompilasi dari 2 bentuk
utama antraks
(pencernaan dan paru),
dengan gambaran klinis
demam, nyeri kepala
hebat, kejang, kaku kuduk,
dan penurunan kesadaran.
Mortalitas hampir 100%.
Demam akut dengan
≥38.5o C, dan atau nyeri
kepala hebat, dengan nyeri
otot, malaise, conjunctival
Sesuai kriteria
suffusion (radang pada
KLB di di daerah yang
Tersangka konjungtiva), nyeri betis,
R 3-7 hari Permenkes rentan tertular
Leptospirosis disertai dengan adanya
1501 Tahun leptospira
riwayat kontak dengan
2010
lingkungan yang
terkontaminasi leptospira
(daerah banjir,
persawaahan, selokan)
Penderita menjadi
dehidrasi berat karena
diare akut cair secara tiba- 1 kasus 1 kasus
Tersangka
S tiba (biasanya disertai 2 jam – 5 hari konfirmasi tersangka
Kolera
muntah dan mual), kolera kolera
tinjanya cair seperti air
cucian beras.
22 | P a g e
Didapatkan dua atau lebih
kasus/kematian dengan
gejala sama di dalam satu
kelompok masyarakat/ Peningkatan 2 atau lebih
Klaster Penyakit desa tidak lazim dalam kasus 2 kali dari kasus klaster
T ±7 hari
yang tidak lazim satu periode waktu yang periode waktu penyakit yang
sama (±7 hari), yang tidak sebelumnya tidak lazim
dapat dimasukan ke dalam
definisi kasus penyakit
yang lain.
Panas > 38°C mendadak,
sakit kepala, kaku kuduk, 1 kasus KLB bila Peningkatan
Tersangka
kadang disertai penurunan belum pernah kasus 2 kali dari
U Meningitis
kesadaran dan muntah. ditemukan periode waktu
/Ensefalitis
Pada anak < 1 tahun ubun- sebelumnya
ubun besar cembung.
Setiap bayi lahir hidup
umur 3-28 hari sulit
Tersangka
menyusu/menetek, dan 1 kasus
V Tetanus 3-28 hari 1 kasus KLB
mulut mencucu dan tersangka TN
Neonatorum
disertai dengan kejang
rangsang.
Ditandai dengan kontraksi 1 kasus
1 kasus
dan kekejangan otot tersangka
Tersangka kematian
W mendadak, dan 3-12 hari tetanus
Tetanus (tanya kepada
sebelumnya ada riwayat
para pakar )
luka.
Penderita dengan riwayat
ILI (Influenza
Y demam dan demam ≥
Like Illness)
38°C disertai batuk <10 hr
. HFMD: Peningkatan
Tersangka Klaster ≥ 2
Demam atau riw. Demam, kasus 2 kali
HFMD (Hand, kasus dalam
Z bercak papulovesikular di 3-7 hari (cluster) dari
Foot, Mouth satu institusi
telapak tangan dan kaki periode waktu
Disease) yang memiliki
dengan/tanpa ulcer di sebelumnya
23 | P a g e
mulut. Biasanya terjadi hubungan
pada anak dibawah 10 epidemioogi Klaster ≥ 2
tahun. kasus dalam
satu institusi
HFMD dengan satu atau yang memiliki
lebih gangguan system hubungan
saraf pusat: epidemiologi
Demam ≥39°C atau ≥48
jam, muntah, letargi,
iritabilitas, myoclonal jerk,
kelemahan tungkai,
truncal ataxia, dispn/
takipnu.
Jumlah kunjungan pasien
yang datang berobat dan
X Total Kunjungan terdaftar di fasilitas
kesehatan (puskesmas
atau pustu)
24 | P a g e
b. 3 kelompok diberikan waktu @5 menit (waktu: 3 kelompok x 5 menit = 15 menit)
untuk mempresentasikan hasil analisis dan interpretasi data
c. Fasilitator memberikan klarifikasi apabila diperlukan dan menyimpulkan hasil latihan.
25 | P a g e
26 | P a g e
27 | P a g e
MPI 4 Manajemen Data SKDR
1. Tampilkan grafik kelengkapan laporan minggu 51 untuk kabupaten atau unit pelapor diwilayah
kerja anda. Tuliskan unit pelapor yang belum mengirimkan laporan mingguan atau kabupaten
yang belum mencapai kelengkapan 90%. Dengan cara apa anda memberikan umpan balik ke
unit pelapor
Jawaban :
GRAFIK KELENGKAPAN LAPORAN MINGGU 51 TAHUN 2021
Nama Unit pelapor yang belum mengirimkan laporan mingguan/ Nama Kabupaten dengan
kelengkapan belum mencapai 90 %
28 | P a g e
2. Tampilkan tabel kelengkapan laporan mingguan dari minggu ke 40 sampai minggu 50.
Identifikasi unit pelapor yang belum mengirimkan laporan mingguan
Jawaban :
TABEL KELENGKAPAN LAPORAN MINGGU 51 TAHUN 2021
Nama Unit pelapor yang belum mengirimkan laporan mingguan/ Nama Kabupaten dengan
kelengkapan belum mencapai 90 %
1. Tampilkan tabel penyakit Laporan Jumlah Kasus Menurut Penyakit dari 4 minggu terakhir sesuai
wilayah kerja anda. Tuliskan penyakit yang menurut anda mengalami peningkatan kasus atau
perlu diverikasi. Lengkapi dengan alasan kenapa perlu diverifikasi. Dengan cara apa anda
melakukan verifikasi ke unit pelapor. Lakukan perbaikan data yang diperlukan berdasarkan hasil
verifikasi
Jawaban :
TABEL LAPORAN JUMLAH KASUS MENURUT PENYAKIT 4 MINGGU TERAKHIR
2. Tampilkan grafik penyakit SKDR yang menunjukan adanya peningkatan dalam 4 minggu terakhir.
Grafik bisa lebih dari 1
29 | P a g e
Jawaban :
GRAFIK PENINGKATAN KASUS PENYAKIT : ............
3. Tampilkan list alert SKDR untuk minggu 51 tahun 2021 melalui menu analisa.
Jawaban :
PILIH SALAH SATU ALERT YANG ADA DAN TANGKAPAN LAYAR HASIL ISIAN VERIFIKASI DIBAWAH
1. Berdasarkan templete Laporan Mingguan SKDR, siapkan umpan balik SKDR untuk minggu 51
(Link untuk templete :
https://drive.google.com/file/d/1hCJmvDuKqLJuPe1jxKggB_TCy7JzD9A7/view?usp=sharing )
Jawaban :
PESERTA MENYAMPAIKAN ANALISA SITUASI SKDR
30 | P a g e
Modul Respon Terhadap Informasi Dari SKDR
1|Page
Tim Penyusun
Penyusun:
Subdirektorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dit. Surveilans dan Karantina Kesehatan
• Lia Septiana SKM, M.Kes
• Edy Purwanto, SKM, M.Kes
• Eka Muhiriyah, S.Pd, MKM
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM
• Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua
• dr. Likke Prawidya Putri, MPH
• Eva Tirtabayu Hasri S.Kep., MPH
• dr. Bernadeta Rachela A
Centre of Disease Control (CDC)
• drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid
• Amalya, SKM, MSc.PH
World Health Organization (WHO)
• dr. Endang Widuri Wulandari, M.Epid
• Ubadillah, S.Si
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
2|Page
Daftar Isi
Modul Respon Terhadap Informasi Dari SKDR ............................................................................................. 1
Tim Penyusun ................................................................................................................................................ 2
I. Deskripsi Singkat ................................................................................................................................... 4
II. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................................................ 4
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokokpokok pada mata pelatihan ini adalah sebagai be ..................... 5
IV. Metode.................................................................................................................................................. 6
V. Media dan Alat Bantu ........................................................................................................................... 6
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ............................................................................................. 7
VII. Uraian Materi ........................................................................................................................................ 8
A. Pemberian Umpan balik terhadap laporan dalam aplikasi SKDR ..................................................... 8
B. Rencana Respon terhadap informasi dari SKDR berdasarkan penyelidikan epidemiologi ............... 9
C. Penyusunan buletin sebagai diseminasi informasi ......................................................................... 20
VIII. Rangkuman ......................................................................................................................................... 38
IX. Referensi ............................................................................................................................................. 39
X. Lampiran ............................................................................................................................................. 40
3|Page
Modul Pelatihan Inti 5. Respon Terhadap Informasi Dari SKDR
I. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang umpan balik terhadap laporan dalam aplikasi
SKDR, dan rencana respon terhadap informasi dari SKDR berdasarkan data penyelidikan
epidemiologi. Daerah harus dapat melakukan respon yang sesuai terhadap data yang
dikirimkan oleh unit pelapor baik dalam bentuk respon segera maupun respon terencana
setelah melakukan penyelidikan epidemiologi. Menurut permenkes 1501 tahun 2010,
penyelidikan epidemiologi dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab, sumber dan cara
penularan serta faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya wabah. Penyelidikan
epidemiologi yang dilakukan juga harus bersifat efektif meski dengan keterbatasan waktu,
biaya dan SDM kesehatan yang diterjunkan.
Respon daerah terhadap adanya Wabah atau Informasi potensial wabah dapat meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Penyelidikan epidemiologis untuk menentukan respon yang tepat
b. Tatalaksana penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan,
perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina
c. Tindakan pencegahan dan pengebalan (vaksinasi)
d. Pemusnahan sumber penyakit;
e. Penanganan jenazah akibat wabah;
f. Penyuluhan masyarakat
4|Page
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu:
1. Memberikan umpan balik terhadap laporan dalam aplikasi SKDR
2. Menyusun rencana respon terhadap informasi dari SKDR berdasarkan
penyelidikan epidemiologi
3. Melakukan penyusunan buletin sebagai diseminasi informasi
5|Page
4. Penyusunan rencana respon
C. Penyusunan buletin sebagai diseminasi informasi
1. Penyiapan bahan (data-data)
2. Penyiapan buletin mingguan sesuai template
3. Langkah-langkah dalam menyusun buletin
4. Analisis dan intepretasi data untuk konten buletin
5. Distribusi / diseminasi buletin ke pemangku kepentingan terkait
IV. Metode
Teknik penyampaian pembelajaran dilakukan melalui:
• Ceramah dan tanya Jawab
• Latihan pemberian umpan balik
• Latihan menyusun rencana respon
• Latihan menyusun buletin
6|Page
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Berikut langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran mata pelatihan ini.
Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas.
2. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
3. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan memperkenalkan
diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan tujuan
pembelajaran yang akan disampaikan.
4. Menggali pendapat peserta (apersepsi) menggunakan meta plan tentang Respon
terhadap informasi dari SKDR.
Langkah 2. Pembahasan Per Mata Pelatihan
1. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang konsep Penyelidikan Epidemiologi KLB
Penyakit Menular potensial KLB dan wabah
2. Melakukan penyelidikan epidemiologi KLB penyakit menular potensial KLB dan wabah:
a. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 Kelompok
b. Fasilitator meminta peserta dalam kelompok untuk Diskusi Kasus
c. Fasilitator meminta peserta dalam kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi kasus
d. Fasilitator meminta peserta untuk melakukan pengisian format Penyelidikan
epidemiologi
Langkah 3. Evaluasi dan Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi terhadap peserta
2. Fasilitator merangkum dan menjelaskan kembali hal-hal yang harus dipahami dalam
Respon terhadap informasi dari SKDR
3. Menutup materi dengan mengucapkan terima kasih dan mengucapkan salam
7|Page
VII. Uraian Materi
A. Pemberian Umpan Balik terhadap Laporan dalam Aplikasi SKDR
Umpan balik dibuat di setiap level dari Kementerian Kesehatan, Provinsi dan
Kabupaten. Umpan balik tersebut akan disampaikan berupa buletin bulanan yang
didalamnya memuat informasi meliputi, Alert (sinyal siaga), Informasi epidemiologi yang
relevan, Rekomendasi kegiatan yang dianjurkan untuk mengendalikan tersangka KLB, Hasil
kegiatan minggu sebelumnya untuk mengendalikan KLB dan Indikator kinerja SKDR.
8|Page
kejadian (benar atau tidak alert/ rumor tersebut). Bila benar maka informasi yang
harus dilengkapi sesuai dengan format Surveilans Terpadu Penyakit (STP) berbasis KLB
(Lampiran 1).
Selain itu unit pelapor juga perlu untuk melakukan analisa data di web SKDR untuk
memastikan:
a. Unit pelapor melaporkan data secara baik dan benar
b. Memastikan bahwa periode laporan adalah benar
c. Memastikan jumlah kasus yang dilaporkan untuk setiap penyakit
d. Apakah data penyakit tersebut wajar (contoh: kasus diare biasanya banyak
tetapi hanya dilaporkan dalam jumlah kecil)
f. Setelah menjalankan laporan mingguan, cek hasilnya (tabel, grafik dan peta)
apakah ada kesalahan/ error
Apabila hasil verifikasi benar menunjukan sebagai KLB maka selanjutnya petugas
surveilans kabupaten/kota menghubungi petugas laboratorium untuk mengambil
spesimen dan memeriksa spesimen tersebut. Apabila Laboratorium Provinsi tidak
memiliki kemampuan dalam melakukan pemeriksaan spesimen tertentu maka dapat
meminta bantuan Laboratorium Rujukan Nasional.
1. Penyelidikan Epidemiologi
a. Konfirmasi awal
Langkah pertama investigasi KLB adalah untuk melakukan konfirmasi KLB
dan melihat besarnya masalah KLB tersebut. Tim Provinsi dan kabupaten/kota
akan bergabung dengan petugas dari Puskesmas dan memulai investigasi dan
menemukan kasus secara aktif. Setiap KLB diinvestigasi dengan menggunakan
format PE KLB khusus sesuai dengan penyakitnya.
Dalam memastikan terjadinya KLB, perlu diperhatikan pola kenaikan
frekuensi penyakit dengan membandingkan frekuensi penyakit pada waktu yang
sama pada tahun yang berbeda. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah
adanya peningkatan kasus benar benar berbeda daripada tahun-tahun
sebelumnya atau hanya pola peningkatan kasus yang biasa. Jika insiden penyakit
yang sedang terjadi melebihi insiden penyakit yang biasa, maka biasanya
dianggap terjadi KLB.
Konfirmasi awal KLB dilakukan dengan melakukan pengecekan data di
Puskesmas seperti W2 dan register pasien.
Pada saat yang sama respon tim sebaiknya melakukan:
1) Rencana pengambilan sample klinis dan lingkungan.
2) Formulasi hipotesis mengenai sumber pajanan dan cara penularan.
3) Tes hipotesis
10 | P a g e
4) Menulis laporan dan rekomendasi.
Serta melakukan tindakan pengendalian awal dengan:
1) Tatalaksana kasus
2) Pengendalian infeksi
3) Pencarian kontak kasus
4) Pengendalian lingkungan
5) Mobilisasi sosial
6) Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat
b. Pelaporan
Laporan awal dibuat dalam format KLB Umum (Lampiran 2) atau format KLB
khusus jika ada. Semua informasi tentang kasus KLB tersebut dicatat dalam
program spreed sheet (program microsoft excel). Kemudian melakukan analisa
data dengan aplikasi program pengolahan data (seperti excel, Epi Info, Epi Data,
stata, SPSS, dll) untuk menghasilkan analisis epidemiologi secara deskriptif (orang,
tempat dan waktu) maupun secara analitik untuk mengetahui hubungan faktor
risiko dengan kejadian penyakit atau KLB.
Pelaporan segera KLB melalui SMS/Telp/Email dalam 24 jam pertama secara
berjenjang dari puskesmas ke kab/kota dan provinsi serta pusat, kemudian
ditindaklanjuti dengan perngiriman laporan W1.
c. Persiapan Penyelidikan Epidemiologi (SDM, sarana prasarana)
1) Pembentukan tim investigasi dan surat tugas, koordinasi tim dengan
lintas program/sektor
2) Pengumupulan data informasi awal yang meliputi wilayah KLB, data total
populasi dan populasi berisiko di wilayah KLB, pemetaan kasus, dan
mempersiapkan sarana serta prasarana (transportasi dan bahan yang
dibutuhkan selama penyelidikan epidemiologi).
3) Persiapan logistik penyelidikan KLB seperti formulir pendataan, alat dan
bahan pengambilan spesimen, obat-obatan yang dibutuhkan.
11 | P a g e
d. Penyelidikan Epidemiologi
i. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus menggunakan formulir penyelidikan yang sudah
disiapkan sebelumnya. Informasi yang diperlukan antara lain adalah:
1) Identitas dan karakteristik kasus: Nama, Umur, Jenis kelamin,
Alamat tempat tinggal, kerja, atau sekolah, Pekerjaan).
2) Gejala dan tanda – tanda penyakit, Riwayat perjalanan penyakit,
termasuk komplikasi yang terjadi.
3) Pengobatan yang sudah didapat, hasil – hasil pemeriksaan
laboratorium dan radiologis yang sudah dilakukan.
ii. Identifikasi Resiko
Informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi factor risiko antara lain
adalah:
1) Riwayat penyakit penyerta.
2) Potensi pajanan sebelum timbul gejala sakit.
3) Riwayat perjalanan ke daerah terjangkit.
4) Informasi rinci tentang waktu, durasi, dan intensitas pajanan dan
jenis pajanan (orang yang sakit, hewan, atau bahan makanan).
iii. Identifikasi kontak erat
Selama penyelidikan, petugas dilapangan melakukan identifikasi siapa saja
yang telah melakukan kontak erat dengan kasus yang sedang diselidiki.
Pelacakan dilakukan terutama di lingkungan sarana pelayanan Kesehatan,
anggota keluarga/ rumah tangga, tempat kerja, sekolah, dan lingkungan
sosial. Informasi lainnya yang perlu diidentifikasi adalah waktu kontak
terakhir, bentuk/jenis kontak, durasi kontak, dan frekuensi kontak.
Identifikasi ini diperlukan untuk mendeteksi pola penularan dan masa
inkubasi.
iv. Pengambilan Spesimen
12 | P a g e
Setiap penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang tidak
dapat dilakukan oleh puskesmas atau laboratorium tingkat kabupaten,
maka Laboratorium Provinsi berfungsi sebagai rujukan bagi setiap
kabupaten/kota. Stok media transport yang adekuat perlu disediakan di
setiap kabupaten/kota. Pedoman pengumpulan spesimen dan transportasi
akan didistribusikan ke seluruh unit pelapor seperti pada Lampiran 3, 4, 5,
dan 6. Setiap petugas surveilans kabupaten/kota perlu memiliki daftar
nama dan nomor telpon dari staf laboratorium unit khusus seperti bagian:
Bakteriologi, Virologi, Serologi, Parasitologi, dan Toksikologi. Pengambilan
spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium puskesmas ATLM (Ahli
Teknologi Laboratorium Medik).
Setiap saat spesimen dikumpulkan oleh petugas di lapangan perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
13 | P a g e
7) Beritahukan kepada penerima spesimen di laboratorium perkiraan
waktu kedatangan spesimen.
8) Konfirmasi dari laboratorium penerima bahwa siap untuk menerima
spesimen.
9) Bila spesimen tiba di luar jam kerja, maka petugas laboratorium
harus diberitahukan agar siap menerima spesimen.
Biosafety
Memberikan perlindungan terhadap pasien dan petugas
pengambil spesimen dari risiko terpapar/kontak dengan kuman pathogen
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Prinsipnya adalah harus “SELALU” menggunakan peralatan sekali
pakai (disposible) dan tidak boleh digunakan lagi. Misalnya pada kondisi di
lapangan, jika anda merencanakan untuk mengambil spesimen dari pasien
yang tidak dapat dibawa ke RS, cobalah membuat zona bersih untuk
mengurangi risiko terkontaminasi.
Tabel ini memberikan informasi tentang perlindungan diri dari
kemungkinan terpapar/ kontak dengan kuman pathogen.
14 | P a g e
Droplet Penularan dapat terjadi - Sarung Tangan (Gloves)
melalui droplet yang - Baju Pelindung (Gown)
mengandung kuman - Masker
penyakit dengan ukuran - Kaca mata (Goggle)
partikel partikel > 5 micron,
droplet dapat dihasilkan
ketika mereka batuk, bersin
atau berbicara.
Udara Penularan dapat terjadi - Sarung Tangan (Gloves)
melalui udara. - Baju Pelindung (Gown)
- Kaca mata (Goggle)
- Masker N95
- Ruang isolasi (di RS)
v. Penanggulangan Awal
15 | P a g e
7) Melakukan tata laksana kasus.
e. Pengolahan dan analisis data
Pengolahan dan analisa data dilakukan untuk mengambil kesimpulan dan
rekomendasi tindak lanjut. Pengolahan dan analisa data dapat dilakukan dengan
membuat analisa epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat, dan waktu.
Pengolahan dan analisa data dapat dilakukan juga dengan menghitung Attack
Rate/AR, menghitung Angka Kematian (Case Fatality Rate), membuat kurva
epidemiologi, dan memetakan kasus serta kontak erat.
f. Penyusunan laporan PE
Setelah selesai melakukan penyelidikan epidemiologi, hasil penyelidikan dibuat
dalam laporan tertulis yang meliputi:
I. Pendahuluan
Berisi sumber informasi adanya KLB, dampak KLB terhadap kesehatan
masyarakat, gambaran endemisitas penyakit penyebab KLB dan besar
masalah KLB tersebut pada waktu sebelumnya.
II. Tujuan Penyelidikan Epidemiologi
Sesuai dengan kebutuhan penyelidikan KLB, apabila etiologi KLB sudah
ditemukan, maka penyelidikan KLB tidak diarahkan pada upaya untuk
penegakan diagnosis KLB tetapi lebih diarahkan untuk menemukan sumber
dan cara penyebaran KLB. Pada laporan penyelidikan KLB pertama dijelaskan
kepastian adanya KLB dan penegakan etiologi KLB serta besarnya masalah KLB
pada saat penyelidikan dilakukan.
III. Metode Penyelidikan Epidemiologi
Cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penyelidikan KLB, antara lain:
1) Desain penyelidikan KLB.
Apabila terdapat beberapa sasaran dan desain penyelidikan KLB, maka
masing-masing sasaran dan desain penyelidikan perlu dijelaskan secara
sistematis.
16 | P a g e
2) Daerah penyelidikan KLB, populasi dan sampel penyelidikan KLB.
3) Cara mendapatkan dan mengolah data primer dan data sekunder.
4) Cara melakukan analisis.
IV. Hasil Penyelidikan Epidemiologi
1) Memastikan adanya KLB dengan membandingkan data kasus yang ada
pada periode KLB sesuai dengan kriteria kerja KLB.
2) Gambaran klinis kasus dan distribusi gejala .
3) Hasil pemeriksaan laboratorium
4) Etiologi atau diagnosis banding etiologi
5) Kurva Epidemi.
Kurva epidemi dibuat berdasarkan tanggal mulai sakit atau tanggal
berobat.
6) Gambaran epidemiologi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
7) Gambaran epidemiologi berdasarkan tempat.
8) Gambaran epidemiologi berdasarkan faktor risiko lain yang berhubungan
dengan sumber dan cara penyebaran KLB, termasuk hasil pemeriksaan
laboratorium pada lingkungan atau makanan.
9) Pembahasan temuan penting, termasuk sumber dan cara penyebaran
kasus KLB.
10) Pembahasan tentang kondisi KLB saat penyelidikan KLB dilakukan serta
kemungkinan peningkatan, penyebaran KLB, dan kemungkinan
berakhirnya KLB.
V. Kesimpulan
VI. Rekomendasi
Rekomendasi berisi antara lain rekomendasi tentang perlunya penyelidikan
KLB lebih lanjut dalam bidang tertentu, rekomendasi perlunya bantuan tim
penanggulangan KLB provinsi dan sebagainya.
17 | P a g e
2. Algoritma Konfirmasi Penyebab Penyakit
Algoritme ini dimaksudkan untuk memberikan panduan alur pelaporan dan
langkah yang diperlukan untuk melakukan konfirmasi suatu dugaan KLB, termasuk jenis
specimen dan metode pemeriksaan laboratorium sesuai dengan dugaan KLB. Secara
lengkap algoritme setiap dugaan KLB penyakit atau gejala yang ada dalam daftar SKDR
dapat dilihat dalam Algoritma Diagnosis Penyakit yang merupakan salah satu bagian dari
Pedoman SKDR Kementerian Kesehatan.
Di bawah ini salah satu contoh Algoritme Diagnosis Penyakit:
18 | P a g e
3. Algoritma Respon Penyakit
Algoritme respon penyakit merupakan alur respon yang harus dilakukan jika ada kejadian
KLB, yang meliputi respon tatalaksana, respon pelaporan dan respon kesehatan
masyarakat. Secara lengkap respon dari setiap KLB penyakit atau gejala yang ada dalam
daftar SKDR dapat dilihat dalam Algoritma Diagnosis Penyakit yang merupakan salah satu
bagian dari Pedoman SKDR Kementerian Kesehatan.
Di bawah ini salah satu contoh Algoritme Respon Penyakit:
19 | P a g e
4. Penyusunan Rencana Respon
Petugas kabupaten/kota melakukan respon terhadap sinyal/alert yang muncul di
dalam SKDR berupa:
a. Hasil verifikasi alert dan validasi data
b. Jika verifikasi alert dan validasi data benar atau menunjukkan adanya dugaan KLB,
maka dilakukan penyelidikan epidemiologi mengikuti langkah-langkah
penyelidikan KLB dan melaksanakan rencana tindak lanjut kesehatan masyarakat
untuk penanggulangan KLB.
a. Kompilasi/Perekaman Data
20 | P a g e
Proses kompilasi/perekaman data sebagian tahap awal pemrosesan data baik
secara manual maupun komputer. Langkah awal dari tahapan ini adalah
melakukan perhitungan data sesuai dengan karakteristik yang diinginkan.
b. Verifikasi Data
Langkah verifikasi data dilakukan setelah proses kompilasi/perekaman, untuk
menjamin agar data yang telah dikompilasikan terbebas dari kesalahan dan
semaksimal mungkin validitasnya bisa dijamin. Kegiatan ini dimulai dengan
pembersihan data yang sebaiknya dilakukan sejak penjumlahan data dari
buku register, bila pada tahapan ini dijumpai adanya kejanggalan nilai yang
dihasilkan maka perlu segera dilakukan koreksi untuk kegiatan perekaman
data.
Bila hasil verifikasi diatas semua data sudah konsisten, dapat dinyatakan
bahwa data siap untuk dilakukan proses selanjutnya. Namun bila ada dari
verifikasi masih dijumpai adanya inkonsistensi, maka perlu dilakukan
pengecekan ulang terhadap kelengkapan datanya, perhitungannya, data
dasar (sumber datanya).
c. Transformasi/Manipulasi Data
Transformasi/manipulasi data adalah mengubah bentuk nilai variabel awal
menjadi bentuk baru sesuai dengan rencana analisis, sedangkan nilai variabel
aslinya masih ada. Pengubah variabel tersebut sedapat mungkin menjaga
aspek ilmiahnya, antara lain dengan menggunakan ukuran “Gold Standard”
(standar emas) yang merupakan kesepakan para ahli atau kegiatan ilmiah
sebelumnya. Jika nilai Gold Standard tidak didapatkan, maka dapat ditetapkan
nilai standar.
Proses pengolahan data tersebut dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap
editing, coding dan tabulating.
a. Edit Data (Editing)
21 | P a g e
Setiap dataset mengandung beberapa kesalahan. Tahap editing adalah
tahap pertama dalam pengolahan data penelitian statistik kesehatan dan
dikategorikan sebagai proses kerja yang dibutuhkan sebelum data ditabulasi
dan dianalisis secara statistik. Editing merupakan proses memeriksa data yang
telah dikumpulkan melalui instrumen penelitian sebelum data diolah. Pada
tahap editing ini data yang kurang harus dilengkapi dan memperbaiki atau
mengkoreksi data yang sebelumnya belum jelas (Chan 2018).
Dalam tahap editing, menyiapkan data melalui data pre-processing terdiri
dari serangkaian langkah untuk mengubah data mentah yang berasal dari
ekstraksi data menjadi kumpulan data "bersih" dan "rapi" sebelum dilakukan
analisis statistik (Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2013).
Data pre-processing bertujuan untuk menilai dan meningkatkan kualitas
data untuk memungkinkan analisis statistik yang berkualitas. Beberapa langkah
berbeda terlibat dalam data pre-processing. Berikut adalah langkah-langkah
umum yang diambil:
1) Data “cleaning”
Data cleaning adalah proses yang harus dilakukan untuk
mengidentifikasi data yang tidak akurat, tidak lengkap, atau tidak
mungkin, dan kemudian memperbaikinya jika memungkinkan.
Pembersihan data adalah proses dua langkah yang mencakup
deteksi dan koreksi. Langkah ini berkaitan dengan data yang hilang,
noise, outlier, dan duplikat atau catatan yang salah sambil
meminimalkan masuknya bias ke dalam database.
2) Integrasi data
Data mentah yang diekstraksi dapat berasal dari sumber yang
heterogen atau dalam kumpulan data terpisah. Langkah ini
mengatur ulang berbagai kumpulan data mentah menjadi
kumpulan data tunggal yang berisi semua informasi yang
22 | P a g e
diperlukan untuk analisis statistik yang diinginkan. “Transformasi
data”—Langkah ini menerjemahkan dan/atau menskalakan
variabel yang disimpan dalam berbagai format atau unit dalam
data mentah ke dalam format atau unit yang lebih berguna untuk
metode statistik yang ingin digunakan peneliti.
3) Reduksi data
Setelah kumpulan data terintegrasi dan ditransformasi, langkah ini
menghapus record dan variabel yang berlebihan, serta menata
ulang data dengan cara yang efisien dan “rapi” untuk analisis.
25 | P a g e
Proses ini untuk mengurangi sebagian besar informasi, yaitu data
mentah dalam bentuk yang disederhanakan dan bermakna
sehingga dapat dengan mudah oleh orang biasa dalam waktu yang
lebih singkat.
2) Menghadirkan Fitur-Fitur Penting dari Data
Proses ini dapat memunculkan karakteristik utama/utama dari
data. Sehingga mampu menyajikan fakta secara jelas dan tepat
tanpa penjelasan tekstual.
3) Memfasilitasi Perbandingan
Penyajian data dalam baris & kolom sangat membantu dalam
perbandingan rinci simultan berdasarkan beberapa parameter.
4) Memfasilitasi Analisis Statistik
Tabel berfungsi sebagai sumber terbaik dari data terorganisir untuk
analisis statistik lebih lanjut. Begitupun dengan penghitungan
rerata, disperse, korelasi akan lebih mudah jika data disusun di
dalam data terlebih dahulu.
5) Menghemat Ruang
Tabel dapat menyajikan fakta dengan cara yang lebih baik daripada
bentuk tekstual serta dapat menghemat ruang
Bagian dari Tabel terdiri dari kolom dan baris (jajar). Tabel yang sederhana
mempunyai 4 bagian penting. Keempat bagian penting itu antara lain:
1) Nomor dan judul tabel
2) Stub
3) Box Head
4) Body (badan)
Box Head
26 | P a g e
Body
Variable Frequency (n) Percent (%)
Male 480 46.6
Female 551 53.4
total 1031 100.0
Stub
27 | P a g e
28 | P a g e
29 | P a g e
3. Langkah-langkah dalam menyusun buletin
Berikut merupakan prosedur penyusunan buletin mingguan
Mutu
No Aktivitas
Kelengkapan
1 Menjabarkan program kerja menjadi rencana
operasional yang harus dilaksanakan Catatan dan disposisi
30 | P a g e
Mutu
No Aktivitas
Kelengkapan
4 Pembuatan surat untuk anggota team yang ditunjuk
menulis hasil analisls ke buletin Surat edaran
5 Menerima dan meneliti bahan yang diterima Soft file melalui email atau
google-drive
6 Mempelajari karakteristik dan spesifikasi hal yang File yang telah disesuaikan
terkait dengan laporan sesuai prosedur penerbitan format dan templatenya
7 Mengkompilasi semua data yang telah dikumpulkan ke File draft yang sudah
dalam buletin yang akan diterbitkan disusun menjadi satu
sebagai darft buletin
8 Mengontrol dan menganalisls kelengkapan bahan
Draft buletin
kompilasi
9 Rapat team penyusun redaktur, editing dengan
contributor (pemaparan bahan materi buletin oleh Draft Buletin
contributor)
10 Perbaikan materi oleh editor Draft Buletin
11 Penyempurnaan materi buletin Draft Buletin
12 Koordinasi dengan staf untuk membuat cover dan Draft cover dan Layout
layout buletin
13 Koreksi cover dan lay out buletin Draft cover dan layout yang
sudah direvisi
14 Koreksi final draft buletin Draft buletin yang sudah
direvisi dan di-acc
15 Cetak draft perbaikan Draft buletin yang sudah
acc tercetak
16 Menetapkan buletin Buletin
17 Penggandaan buletin Buletin
18 Distribusi buletin Surat pengantar
pendistribusian & buletin
19 Dokumentasi hard dan soft file Soft file dan hard copy
31 | P a g e
menginformasikan kesimpulan, dan mendukung pengambilan keputusan (Brown and
Kudyba 2014).
Untuk analisis sebagian besar data surveilans, metode deskriptif biasanya sesuai.
Tampilan frekuensi (jumlah) atau tingkat masalah kesehatan dalam tabel dan grafik
sederhana adalah metode yang paling umum untuk menganalisis data untuk surveilans.
Rate berguna - dan sering lebih disukai - untuk membandingkan kejadian penyakit untuk
wilayah atau periode geografis yang berbeda karena memperhitungkan ukuran populasi
dari mana kasus muncul.
Untuk menentukan apakah insiden atau prevalensi masalah kesehatan telah
meningkat, data harus dibandingkan baik dari waktu ke waktu atau di seluruh wilayah.
Pemilihan data untuk perbandingan tergantung pada masalah kesehatan yang disurvei
dan apa yang diketahui tentang pola kejadian temporal dan geografis yang khas.
Data dari satu wilayah geografis terkadang dibandingkan dengan data dari wilayah
lain. Misalnya, data dari suatu kabupaten dapat dibandingkan dengan data dari
kabupaten yang berdekatan atau dengan data dari negara bagian. Kami sekarang
menjelaskan metode umum untuk, dan memberikan contoh, analisis data berdasarkan
waktu, tempat, dan orang. Data surveilans kesehatan yang diperoleh kemudian
dikelompok-kelompokkan, dikategorikan, dan dimanipulasi serta diolah sedemikian rupa
sehingga mempunyai makna untuk menjawab masalah kesehatan/surveilans ataupun
menguji hipotesis. Manipulasi berarti mengubah data dari bentuk awalnya menjadi suatu
bentuk yang dapat memperlihatkan hubungan antar fenomena yang diteliti. Setelah
hubungan yang terjadi dianalisis, dibuat penafsiran terhadap hubungan antara fenomena
tersebut, dan dibandingkan dengan fenomena lain di luar penelitian. Jenis analisis data:
a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat gambaran atau
mendeskripsikan nilai – nilai suatu variable data dan merupakan jenis statistik
yang digunakan untuk menjelaskan atau mengkarakteristikan data dengan
meringkasnya agar lebih dipahami tanpa kehilangan atau memutarbalikan
32 | P a g e
informasi. Umumnya menggunakan table, chart, frequency, percentage, dan
ukuran – ukuran tendensi sentral untuk menjelaskan karakteristik dasar dari
sampel (Munro, 2005). Analisis deskriptif ini lebih sering memberikan informasi
kecenderungan dan penyebaran penyakit, masalah kesehatan, kondisi
lingkungan atau karakteristik populasi tertentu lainnya.
Analisis deskriptif umumnya dilakukan di awal analisis data sebelum analisis
analitik/inferensial dilakukan. Analisis deskriptif meliputi: nilai maksimum –
minimum, range, perhitungan tendensi sentral (mean, median, mode);
standard deviasi, varian, ratio, absolute, proporsi, rate.
b. Analitik
Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variable terikat
(dependent variable) dengan variable bebas (independent variable). Dalam
melihat hubungan antar variable tersebut metode statistic dibedakan menjadi
beberapa kelompok, yaitu analisis bivariat dan analisis multivariate. Bivariate
Analysis, adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisis hubungan dua
variabel. Dalam analisis ini, dua pengukuran dilakukan untuk masing-masing
observasi. Dalam analisis bivariat, sampel yang digunakan bisa saja
berpasangan atau masing-masing independen dengan perlakuan tersendiri.
Sedangkan multivariate analysis, adalah analisis yang dilakukan untuk
menganalisis hubungan lebih dari dua variable. Analisis ini juga salah satu dari
teknik statistik yang diterapkan untuk memahami struktur data dalam dimensi
tinggi. Di mana variabel-variabel yang dimaksud tersebut saling terkait satu
sama lain.(Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2012)
Analisis juga dapat dibagi berdasarkan Determinan. Berikut merupakan
pembagian analisi berdasarkan determinan:
a. Analisis berdasarkan waktu
Analisis dasar data surveilans berdasarkan waktu biasanya dilakukan untuk
mengkarakterisasi tren dan mendeteksi perubahan insiden penyakit. Untuk
33 | P a g e
penyakit yang dapat dilaporkan, analisis pertama biasanya merupakan
perbandingan jumlah laporan kasus yang diterima untuk minggu ini dengan
jumlah yang diterima pada minggu-minggu sebelumnya. Data ini dapat diatur
ke dalam tabel, grafik, atau keduanya. Peningkatan tiba-tiba atau penumpukan
bertahap dalam jumlah kasus dapat dideteksi dengan melihat tabel atau grafik.
b. Analisis berdasarkan tempat
Analisis kasus berdasarkan tempat biasanya ditampilkan dalam tabel atau peta.
Departemen kesehatan negara bagian dan lokal biasanya menganalisis data
pengawasan berdasarkan lingkungan atau kabupaten. CDC secara rutin
menganalisis data pengawasan menurut negara bagian. Rate dihitung dengan
menyesuaikan perbedaan ukuran populasi dari berbagai kabupaten, negara
bagian, atau wilayah geografis lainnya.
c. Analisis berdasarkan waktu dan tempat
Secara praktis, kejadian penyakit sering dianalisis berdasarkan waktu dan
tempat secara bersamaan. Analisis berdasarkan waktu dan tempat dapat diatur
dan disajikan dalam tabel atau serangkaian peta yang menyoroti periode atau
populasi yang berbeda
d. Analisis berdasarkan Individu
Karakteristik individu yang paling sering dikumpulkan dan dianalisis adalah usia
dan jenis kelamin. Data mengenai ras dan etnis kurang tersedia secara
konsisten untuk dianalisis. Karakteristik lain (misalnya, sekolah atau tempat
kerja, rawat inap, dan adanya faktor risiko penyakit tertentu seperti perjalanan
baru-baru ini atau riwayat merokok) mungkin juga tersedia dan berguna untuk
analisis, tergantung pada masalah kesehatannya.
e. Faktor Risiko Terkait Individu atau Penyakit Lainnya
Untuk penyakit tertentu, informasi tentang faktor risiko spesifik lainnya
(misalnya, ras, etnis, dan pekerjaan) dikumpulkan secara rutin dan dianalisis
secara teratur. (Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2012)
34 | P a g e
Interpretasi Data
Ketika insiden penyakit meningkat atau polanya di antara populasi tertentu pada
waktu dan tempat tertentu bervariasi dari pola yang diharapkan, atau terjadi outbreak,
penyelidikan lebih lanjut atau peningkatan yang ditekankan pada tindakan pencegahan
atau pengendalian sangat diperlukan. Jumlah peningkatan tindakan biasanya ditentukan
secara lokal dan mencerminkan prioritas untuk berbagai penyakit, kemampuan dan
sumber daya departemen kesehatan setempat, dan terkadang perhatian atau tekanan
publik, politik, atau media.
Untuk penyakit tertentu, satu kasus penyakit yang penting bagi kesehatan
masyarakat atau kecurigaan sumber infeksi yang sama untuk dua atau lebih kasus
merupakan alasan yang cukup untuk memulai penyelidikan. Kecurigaan mungkin juga
timbul dari penemuan bahwa pasien memiliki kesamaan (misalnya, tempat tinggal,
sekolah, pekerjaan, latar belakang ras/etnis, atau waktu mulai sakit).
Akan tetapi, peningkatan atau penurunan yang teramati dalam insiden atau
prevalensi mungkin merupakan hasil dari aspek cara surveilans dilakukan daripada
perubahan nyata dalam kejadian penyakit.
37 | P a g e
VIII. Rangkuman
a. Pemberian umpan balik terhadap laporan dalam aplikasi SKDR disampaikan dalam
bentuk buletin yang didalamnya memuat informasi meliputi, Alert (sinyal siaga),
Informasi epidemiologi yang relevan, Rekomendasi kegiatan yang dianjurkan untuk
mengendalikan tersangka KLB, Hasil kegiatan minggu sebelumnya untuk
mengendalikan KLB dan Indikator kinerja SKDR
b. Unit Surveilans Kabupaten/Kota harus melakukan pemeriksaan setiap minggu
terhadap seluruh laporan penyakit yang telah dientri dalam sistem aplikasi, baik dari
kelengkapan laporan, penyimpangan atau kesalahan, sampai alert yang muncul.
c. Apabila ditemukan alert (sinyal peringatan) / rumor terhadap suatu penyakit maka
petugas kabupaten/kota menghubungi petugas dari unit pelapor untuk melakukan
verifikasi terhadap sinyal dan apabila hasil verifikasi benar menunjukan sebagai KLB
maka selanjutnya petugas surveilans kabupaten/kota menghubungi petugas
laboratorium untuk mengambil spesimen dan memeriksa spesimen tersebut
d. Langkah dalam melakukan rencana respon terhadap informasi dari SKDR berdasarkan
Penyelidikan Epidemiologi (PE), dari melakukan konfirmasi awal, pelaporan,
persiapan PE, melakukan PE, penanggulangan awal, pengolahan dan analisis data, dan
diakhiri dengan penyusunan laporan PE.
e. Terdapat Algoritme Diagnosis Penyakit dan Respon yang merupakan alur dalam
melakukan pelaporan dan langkah yang diperlukan untuk melakukan konfirmasi suatu
dugaan KLB serta alur respon yang harus dilakukan jika ada kejadian KLB, yang
meliputi respon tatalaksana, respon pelaporan dan respon kesehatan masyarakat.
f. Langkah – langkah dalam proses penyusunan buletin sebagai diseminasi informasi.
adalah pengolahan data, yang dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap
editing, coding dan tabulating.
g. Proses Diseminasi buletin diantaranya dilakukan di Puskesmas, Dinas kesehatan
kabutpaten/ kota dan dinas kesehatan provinsi.
38 | P a g e
IX. Referensi
▪ Brown, Meta S., and S. Kudyba. 2014. “Transforming Unstructured Data into Useful
Information.” in Big Data, Mining, and Analytics: Components of Strategic Decision
Making. Taylor & Francis.
▪ Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2012. “Public Health Surveillance -
Analyzing and Interpreting Data.” Retrieved
(https://www.cdc.gov/csels/dsepd/ss1978/lesson5/section5.html).
▪ Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2013. “Managing Data Participant
Work Book.” Managing Data 100(2):1–35.
▪ Chan, B. K. C. 2018. Biostatistics for Human Genetic Epidemiology. Springer
International Publishing.
39 | P a g e
X. Lampiran
A. Lembar Kerja
Panduan Latihan Menyusun Rencana Respon terhadap informasi dari SKDR berdasarkan
penyelidikan epidemiologi
1. Tujuan Penugasan
Setelah melakukan latihan, peserta mampu menyusun rencana respon terhadap
informasi dari SKDR berdasarkan penyelidikan epidemiologi
2. Bahan Latihan
a. Aplikasi SKDR
b. Data dalam aplikasi SKDR
c. Contoh – contoh informasi dari SKDR
3. Alokasi Waktu: 1 Jam Pelajaran = 45 menit
4. Panduan Penugasan
a. Fasilitator memberikan penjelasan mengenai penugasan ini selama 3 menit.
b. Peserta masih dalam kelompok yang sama, setelah selesai melakukan verifikasi alert
dan hasil asesmen menunjukkan ancaman KLB maka peserta melanjutkan dengan
membuat perencanaan respon selanjutnya, selama 20 menit.
c. Setiap kelompok membuat laporan pelaksanaan kegiatan sesuai template laporan
verifikasi di aplikasi SKDR menu SKDR, Analisa Data, Alert, selama 15 menit.
d. Fasilitator merangkum dan menyampaikan kesimpulan selama 2 menit.
40 | P a g e
c. Template Buletin
3. Alokasi Waktu: 2 Jam Pelajaran = 90 menit
4. Langkah-langkah:
a. Setiap kelompok melanjutkan melakukan latihan penyusunan buletin sesuai dengan
format buletin selama 30 menit
b. Setiap kelompok diberikan waktu @5 menit untuk mempresentasikan hasil buletin,
dan kelompok lain dapat memberikan tanggapan @3 menit.
c. Fasilitator memberikan klarifikasi apabila diperlukan dan menyimpulkan hasil latihan
selama 12 menit.
B. Informasi Lain
41 | P a g e
Lampiran 1
PROVINSI : TAHUN:
KAB/KOTA : BULAN:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 20 21 22 23 24 25
...................................................
NIP.
43 | P a g e
Lampiran 2
44 | P a g e
Lampiran 3
Menetapkan diagnosa penyakit menular adalah penting. Hasil laboratorium digunakan untuk:
• Mendiagnosa suatu penyakit
• Memantau hasil pengobatan
• Memverifikasi penyebab (etiologi) dari suatu KLB yang dicurigai.
Spesimen-spesimen KLB harus dikumpulkan dan dikirim ke laboratorium dengan memperhatikan
persyaratan sebagai berikut:
• Prosedur pengambilan dilakukan dengan cara yang benar dan aman (memperhatikan universal
precaution)
• Spesimen disimpan di dalam wadah dan media transport yang sesuai.
• Spesimen dijaga di dalam suatu cakupan temperatur yang spesifik dan dilakukan pengiriman ke
laboratorium sesegera mungkin.
• Tambahkan label identitas pasien (nama dan usia) pada wadah spesimen
• Pengemasan/pengepakan spesimen sesuai dengan ketentuan UN3373 Triple Packaging System
(Sistem Pengepakan 3 Lapis)
• Pengiriman spesimen harus disertai dengan surat pengantar (formulir pemeriksaan, W1, laporan
PE jika ada)
Spesimen KLB yang tiba di laboratorium harus memenuhi syarat pengiriman yang baik dan benar
dengan memperhatikan stabilitas spesimen. Kondisi spesimen yang diterima oleh laboratorium sangat
berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Laboratorium harus dapat memastikan bahwa hasil
pemeriksaan yang dilakukan berkualitas dan dapat dipercaya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hasil uji di laboratorium. Hasil pemeriksaan
laboratorium yang tidak berkualitas menyebabkan terjadinya kesulitan dalam menginterpretasikan hasil
pemeriksaan. Beberapa faktor penyebab ketidak tepatan hasil laboratorium antara lain:
• Spesimen serum atau plasma yang dikirim telah mengalami hemolisis
• Spesimen yang telah diambil tidak segera dikirim ke laboratorium dan tidak disimpan pada suhu
yang dipersyaratkan (suhu dingin), hingga menyebabkan terjadinya pertumbuhan mikroorganisme
secara cepat.
• Sarana penyimpanan tidak adekuat sehingga menyebabkan kelangsungan hidup organisme atau
antibodi menjadi berkurang.
• Spesimen tidak dibiakkan pada media dan reagen yang tepat.
• Adanya kontaminasi dari lingkungan/wadah yang digunakan
• Cara pengambilan spesimen yang tidak sesuai dengan SOP
45 | P a g e
Jika semua persyaratan dalam pengambilan, penyimpanan, pengiriman dan prosedur pemeriksaan
laboratorium telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman, maka hasil pemeriksaan laboratorium akan
dapat memberikan jawaban terhadap penyebab suatu KLB yang dicurigai. Tabel referensi pada halaman
berikut ini adalah daftar tes laboratorium yang dianjurkan untuk konfirmasi penyakit dan kondisinya. Tabel
berikut berisi informasi tentang:
• Jenis pemeriksaan laboratorium untuk menentukan suatu penyebab penyakit (KLB)
• Jenis spesimen yang dikumpulkan
• Waktu pengumpulan spesimen
• Prosedur mempersiapkan, menyimpan dan mengirimkan spesimen ke laboratorium
• Waktu yang dibutuhkan dalam pemeriksaan laboratorium
• Sumber/referensi sebagai informasi tambahan
Tabel konfirmasi pemeriksaan laboratorium ini dapat digunakan sebagai acuan bagi petugas terkait,
ketika terjadi KLB atau penyakit lain yang dicurigai.
46 | P a g e
Lampiran 4
TABEL TES DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN SPESIMEN BEBERAPA PENYAKIT DI LABORATORIUM
Cara Penyiapan,
Suspek Penyakit/ Kondisi Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyimpanan dan Hasil
Pengiriman
Acute flaccid paralysis Isolasi virus polio Stool (tinja) Ambil sample dari setiap ✓ Letakan tinja, masukan Hasil tes awal umumnya
(Suspected polio) kasus suspek AFP. kedalam tersedian antara 14-28
container/wadah yg tdk hari setelah spesime
Ambil specimen pertama bocor, beri label secara diterima lab.
waktu investigasi kasus. jelas.
✓ Segera tempatkan dalam Bila virus polio liar
REFERENCE: Ambil specimen kedua kulkas atau coldbox tdk ditemukan, maka
WHO global action plan pada pasien yg sama 24 dignakan untuk program nasional segera
for laboratory s/d 48 jam kemudian. menyimpan vaksin atau membuat rencana aksi yg
containment of wild Note: Jika tdk ada specimen obat. tepat.
polio viruses. yang dikumpulkan, evaluasi ✓ Kirim specimen, sampai
WHO/V&B/99.32, pasien setelah 60 hari untuk di lab polio dalam waktu
Geneva, 1999 konfirmasi klinis polio (AFP) kurang dari 72 jam.
✓ Bila tertunda, spesimen
Manual for the tdk terkirim dlm jangka
virological investigation 72 jam, bekukan
of polio spesimen pada suhu
WHO/EPI/GEN/97.01 minus 20oC atau lebih
Geneva, 1997 dingin. Kemudian kirim
spesimen dgn dry ice
atau cold packs juga beku
pada suhu -20oC or lbh
dingin.
47 | P a g e
Cara Penyiapan,
Suspek Penyakit/ Kondisi Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Hasil
Penyimpanan dan Pengiriman
Diare Berdarah Isolasikan Shigella Stool or rectal swab. Kumpulkan sampel ✓ Tempatkan stool Hasil kultur biasanya
(Shigella dysenteriae dysenteriae jenis 1 (SD1) ketika terjadi suspek swab atau rectal tersedia 2 sampai 4 hari
jenis 1) dan shigellae di dalam kultur untuk KLB. Kumpulkan tinja swab dalam media setelah diterima oleh
lain mengkonfirmasikan KLB dari 5-10 pasien yang transport Cary- laboratorium.
shigella mempunyai diare Blair. Segera kirim Jika ditemukan Isolat
Catatan: SD1 berdarah dan: ke laboratorium. SD1 lanjutkan dengan
infeksi/peradangan Jika SD1 telah ✓ Onset di dalam 4 uji kepekaan antibiotik.
bersifat mudah konfirmasi, lakukan uji hari yang terakhir, ✓ Jika media transport Setelah konfirmasi awal
mewabah dan yang kepekaan antibiotik dan Cary-Blair tidak 5-10 kasus dalam KLB,
dihubungkan dengan dengan obat yang sesuai. ✓ Sebelum pengobatan tersedia, kirim sample sampel kasus diperiksa
tingkat tingginya antibiotik diberikan. ke laboratorium hanya dalam jumlah
terhadap ketahanan dalam waktu 2 jam sampai KLB berakhir.
antibiotik. SD1 adalah Ambil/kumpulkan dalam wadah yang Lihat pada petunjuk
shigella paling spesimen tinja dalam bersih, kering dengan penyakit spesifik di
signifikan karena dapat wadah yang kering dan penutup yang kuat. Section 8 untuk
menyebabkan tingkat steril. Hindari terjadinya Spesimen tidak informasi tambahan
kematian yang cukup kontaminasi oleh dipelihara di Cary- tentang potensi yang
tinggi pada usia muda material lain. Ambil Blair secara signifikan mewabah dari Shigella
maupun tua. Hal ini spesimen tinja pada akan mengurangi dysenteriae 1
disebabkan karena bagian yang berdarah shigellae setelah 24
bakteri ini dapat atau berlendir. jam.
berasosiasi dengan
sindrom uremic yang ✓ Jika ruang simpan
hemolytic (HUS). Jika stool tidak bisa diperlukan, gunakan
dikumpulkan, maka temperatur
ACUAN: dapat dilakukan penyimpanan 4oC
- Metoda-metoda pengambilan spesimen s.d 8oC. Hindari
Laboratorium untuk rectal swab dengan penyimpanan pada
Diagnosis dari Epidemic menggunakan lidi kapas temperatur beku
Dysentery dan Cholera". steril.
CDC/WHO, 1999
48 | P a g e
Cara Penyiapan,
Suspek Penyakit/ Kondisi Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyimpanan dan Hasil
Pengiriman
Malaria ▪ Adanya parasit dalam Darah Untuk Blood Smear: Untuk Blood Smear: Hasil usap tebal dan tipis
sediaan darah untuk Biasanya diambil dari persiapkan film sediaan Ambil/kumpulkan darah tersedia pada hari yang
kasus suspek pembuluh kapiler di jari. darah untuk semua secara langsung, benar, sama sebagai persiapan.
Pada bayi/balita kasus yang dicurigai bersih dan beri label slide
Referensi: ▪ Hematokrit atau pengambilan sampel pada fasilitas rawat mikroskop dan lakukan Pemeriksaan mikroskop
“Basic Laboratory hemoglobin untuk darah dapat dilakukan inap, atau menurut usap tebal dan tipis. slide malaria dapat juga
Methods in Medical suspek malaria pada pada tungkai atau petunjuk manajemen mengungkapkan adanya
Parasitology” WHO, anak-anak 2 bulan tempat lainnya kasus malaria nasional ✓ Biarkan usapan parasit lain dalam
Geneva, 1991 sampai 5 tahun. mengering secara darah.
Untuk hematokrit atau menyeluruh. Perhatikan mutu
hemoglobin: ✓ Gunakan Giemsa yang digunakan
Dalam pengaturan pewarnaan dengan
pasien rawat inap, teknik yang sesuai.
lakukan uji laboratorium ✓ Simpan stained dan
bagi pasien dengan slide dikeringkan
anemia berat secara menyeluruh
pada suhu-kamar,
hindari cahaya
matahari langsung.
49 | P a g e
Cara Penyiapan,
Suspek Penyakit/ Kondisi Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyimpanan dan Hasil
Pengiriman
Campak Adanya IgM antibody virus Serum ✓ Ambil/Kumpulkan ✓ Untuk anak-anak, kumpulkan 1 Spesimen sebaiknya sampai di
campak dalam serum sampel darah 5 sampai 5 ml dari darah vena. laboratorium dalam 3 hari
suspek campak saat Kumpulkan ke dalam suatu tabung setelah diambil/dikumpulkan..
KLB campak (biasanya reaksi, pipa kapiler atau microtainer
Referensi: lebih dari 5 kasus Hasil lab biasanya tersedia
WHO Guidelines for dalam ✓ Pisahkan sel darah dari serum: setelah 7 hari.
Epidemic Preparedness and kabupaten/kota - Biarkan darah selama 30 sampai
Response to Measles dalam satu bulan) 60 menit pada suhu- kamar Jika sedikitnya 2 dari 5 kasus
Outbreaks supaya terjadi pemisahan atau suspek campak adalah
WHO/CDS/CSR/ISR/99.1 Di Negara dalam fase gumpalan darah. Lakukan konfirmasi laboratorium, maka
eliminasi: sentifuge pada kecepatan 2000 KLB tersebut ditetapkan sebagai
✓ Ambil/Kumpulkan rpm selama 10-20 menit dan KLB Campak.
spesimen setiap tuangkan serum ke dalam tabung
ada suspek kasus kaca yang bersih Hindari spesimen dari
campak. goncangan sebelum serum
Kumpulkan serum ✓ Jika tidak ada centrifuge, letakan dikumpulkan.
untuk uji antibodi pada sampel dalam lemari pendingan
kesempatan pertama semalam (4 sampai 6 jam) Untuk mencegah pertumbuhan
atau pada kunjungan di sampai terjadi gumpalan dan bakteri terlalu cepat, pastikan
fasilitas kesehatan pemisahan serumi. Tuangkan bahwa serum itu dituangkan ke
serum besoknya. dalam suatu tabung reaksi
gelas/kaca yang bersih. Tabung
✓ Jika tidak ada centrifuge dan tdk tidak perlu steril tetapi bersih.
ada lemari es, biarkan darah
mengendap sedikitnya 60 menit Angkut serum dalam satu
(tanpa goncangan atau sarana pengangkut vaksin tangan EPI
lain). Tuangkan serum ke dalam pada suhu 4-8 derajat celcius
suatu tabung yang bersih. untuk mencegah pertumbuhan
bakteri terlalu cepat (sampai
✓ Letakan serum pada 4°C. dengan 7 hari). Jika tidak
didinginkan, serum disimpan di
✓ Kirim sampel gunakan suatu tabung yang bersih
pengemasan yang sesuai untuk dalam waktu sedikitnya 3 hari.
mencegah kerusakan atau
kebocoran-kebocoran selama
pengiriman.
50 | P a g e
Cara
Suspek Penyakit/ Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyiapan, Hasil
Kondisi Penyimpanan
PES Isolasi hama Yersinia dari Aspirat dari bubo-bubo, darah, ✓ Kumpulkan spesimen dari ✓ Spesimen harus
dan Kultur hanya dikirim ke
aspirat bubo atau dari kultur CSF, dahak, mencuci tracheal kasus pertama suspek pes. dikumpulkan dengan teknik
Pengiriman laboratorium yang memiliki
dari darah, CSF atau dahak. atau bahan-bahan otopsi untuk Jika lebih dari satu suspek aseptik. Bahan untuk kultur kemampuan diagnostik Pes
REFERENSI: kultur kasus, kumpulkan harus dikirim ke atau WHO Collaborating
“Plague Manual: Identifikasi zat darah penyerang spesimen 5 sampai 10 laboratorium menggunakan Center untuk Pes.
Epidemiology, kuman kepada Y.pestis F1 Darah untuk uji serological kasus sebelum administrasi media transport Cary Blair
Distribution, antigen dari serum. antibiotik. atau dibekukan Hasil kultur akan tersedia
Surveillance and (terutama/lebih disukai sedikitnya dalam 3 sampai 5
Control”. ✓ Dengan bubo, suatu jumlah dengan batu karbon hari kerja setelah diterima
WHO/CDS/EDC/99.2 yang kecil dari bersifat dioksida (CO2 beku). oleh laboratorium.
WHO, Geneva, 1999 garam yang steril (1-2 ml) Spesimen yg tdk diawetkan
bisa disuntik ke dalam bubo harus sampai di Pengobatan antibiotik harus
“Laboratory Manual of itu untuk memperoleh satu laboratorium pada hari diaktipkan sebelum kultur
Plague Diagnostic tests”. spesimen yang cukup yang sama. muncul diperoleh.
CDC/WHO publication,
2000, Atlanta, GA ✓ Jika antibiotik mulai ✓ Cairan Spesimen (aspirat) Pasien Pes seroconvert
diberikan, pes dapat harus terserap oleh suatu kepada antigen F1 Ypestis 7-
ditetapkan oleh kain penyeka kapas yang 10 hari setelah serangan.
seroconversion (4-fold atau steril dan menempatkannya
lebih besar titer) kepada ke dalam media transport
antigen F1 oleh Cary-Blair. Mendinginkan.
hemaglutinasi yang pasif
yang menggunakan sera ✓ Jika pengangkutan akan
yang dikupas. Serum harus memerlukan 24 jam atau
digambar/ditarik di dalam 5 lebih dan medi transport
hari serangan lalu lagi; Cary Blair tidak tersedia,
kembali setelah 2-3 minggu. maka bekukan spesimen
dan mengirimkannya
dengan kemasan dingin.
51 | P a g e
Cara
Suspek Penyakit/ Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyiapan, Hasil
Kondisi Penyimpanan
Demam-demam Adanya IgM antibody terhadap Untuk ELISA: Kumpulkan spesimen suspek TANGANI DANdan
KIRIM Jasa diagnostik untuk VHF
hemorrhagic karena virus Ebola, Marburg, CCHF, Lassa kasus pertama. SPESIMEN PASIEN SUSPEK VHF
Pengiriman tidak secara rutin tersedia.
atau Demam Dengue Darah utuh, serum atau plasma WITH PERINGATAN EXTREME. Pengaturan- pengaturan
REFERENSI: Untuk PCR: Jika lebih dari satu suspek, GUNAKAN PAKAIAN advance biasanya diperlukan
atau Gumpal Darah atau darah utuh, kumpulkan spesimen 5 PELINDUNG DAN untuk jasa VHF diagnostik.
Infection Control for Viral serum/plasma atau jaringan/tisu sampai10. MENGGUANAKAN BARRIER Hubungi otoritas National yang
Hemorrhagic Fevers in Adanya Ebola di kulit post- PRECAUTION. sesuai atau WHO.
the African Health Care mortum necropsy Untuk immunohistochemistry:
Setting spesimen Kulit atau jaringan/tisu Untuk ELISA atau PCR:
WHO/EMC/ESR/98.2 dari kasus-kasus fatal.
✓ Dinginkan serum atau gumpal
Viral Infections of
Humans; Epidemiology ✓ Pembekuan (-20C atau
and Control. 1989. Evans, lebih dingin) spesimen-
A.S. (ed). Plenum Medical spesimen jaringan/tisu
Book Company, New York untuk pengasingan virus
Untuk Immunohistochemistry:
✓ Menentukan/memperbaiki
spesimen carik kulit di
dalam formalin. Spesimen
dapat disimpan sampai 6
minggu. Spesimen itu
tidaklah cepat menyebar
saat dalam formalin.
✓ Spesimen Formalin-fixed
bisa dikirimkan pada
suhu-kamar.
52 | P a g e
Cara
Suspek Penyakit/ Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyiapan, Hasil
Kondisi Penyimpanan
Demam Kuning ELISA untuk menentukan adanya Serum Kumpulkan spesimen dari ✓ Kumpulkandan
10 ml darah Spesimen sebaiknya sampai di
IgM antibodi demam kuning suspek kasus pertama demam vena orang dewasa, 1-5 ml
Pengiriman laboratorium dalam 3 hari
Referensi: kuning. Jika lebih dari 1 dari anak-anak. Di suatu setelah pengumpulan.
District guidelines for suspek, kumpulkan spesimen tabung reaksi gelas/kaca
Yellow Fever 5 sampai 10 sampel yang standar, pipa kapiler Hindari goncangan spesimen
Surveillance, atau microtainer. sebelum serum dikumpulkan.
WHO/GPVI/EPI/98.09
✓ Sel darah terpisah dari serum: Untuk mencegah
pertumbuhan bakteri terlalu
Yellow Fever. 1998.
- Gumpal dibiarkan menarik cepat, pastikan bahwa serum
WHO/EPI/Gen/98.11
kembali selama 30 sampai itu dituangkan ke dalam suatu
60 menit pada suhu-kamar. tabung reaksi
53 | P a g e
Pneumonia Real time PCR Flu Usap tenggorok atau Usap tenggorok atau diambil dan dimasukkan Hasil untuk deteksi secara PCR
2 – 4 hari, sementara
A,B,H5,H3, H1,H7, Sars, nasofaring dengan usap nasofarings (bila ke dalam 1 tabung pemeriksaan kultur bisa 7 – 10
MERSCov media transport virus dicurigai penyebabnya Falcon steril berisi 1,5-2 hari
Kultur dan PCR (Hank's) atau sputum virus) ml Virus Transport
Legionella, atau BAL Medium (VTM). Setelah
Pneumococcal , Anthrax Darah/serum itu secara aseptis
Paru Tinja spesimen dialiquot ke
Urine dalam 2-3 cryotubes
untuk beberapajenis
Spesimen lingkungan
pemeriksaan
laboratorium
54 | P a g e
Spesimen darah diambil 5-10 ml darah vena
sebelum diberikan kasus dewasa
terapi antibiotika. menggunakan syringe
atau Vacutainer ™dan
3-5 ml darah vena
anak-anak
menggunakan wing
needle diambil dan
dimasukkan ke dalam
tabung darah bertutup
karet merah tanpa zat
anti koagulan.
Darah kasus dewasa
langsung diproses untuk
menghasilkan serum.
Serum dialiquot ke
dalam paling sedikit 2
cryotube
55 | P a g e
Tersangka Demam Kultur, Serologi widal, Darah Spesimen darah diambil Serum dikumpulkan Hasil untuk serologi
Tifoid PCR Serum sebelum diberikan terapi dengan cara Sedikitnya bisa didapatkan pada
Tinja antibiotika. Spesimen 3-5 ml darah hari yang sama
darah diambil pada dikumpulkan dari orang pengambilan
pekan pertama demam, dewasa dan anak-anak
bila pengambilan secara aseptis Hasil kultur bisa 7 -10
spesimen dilakukan pada menggunakan syringe hari
pekan 2-3 demam maka atau teknik Vacutainer™.
yang diambil adalah Darah dimasukkan ke Hasil PCR 2 – 4 hari
spesimen tinja. dalam tabung tanpa zat
anti beku darah (anti
coagulant). Darah
disentrifus agar menjadi
serum dan dimasukkan
ke dalam cryotube.
57 | P a g e
Cara
Suspek Penyakit/ Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyiapan, Hasil
Kondisi Penyimpanan
Tersangka Difteri Mikroskopik, Kultur, PCR Usap Tenggorok Usap tenggorok dan usap dan dan usap
Usap tenggorok Hasil 7 – 10 hari
dan Elek test Usap Nasopharing nasofarings diambil Pengiriman
nasopharing dimasukkan
dengan menggunakan lidi ke dalam media transport
kapas steril, pengambilan Amies pada suhu ruang,
dilakukan sebaiknya pengiriman diupayakan
sebelum diberi antibiotik. dalam kondisi suhu dingin
swab tetap diambil jika 2 – 8 °C
sudah diberi antibiotik
Tersangka Pertusis Tes antibodi fluoresen Usap nasopharing Usap nasopharing/ Usap nasopharing diambil PCR dan DFA 2 – 4
langsung (DFA= Direct Aspirate nasopharing menggunakan kapas lidi hari
Fluoresent Antibody) Aspirate nasopharing untuk kultur dan DFA steril menggunakan
diambil 0-2 minggu onset. medium transport amies Kultur 7-10 hari
Kultur Bakteri Untuk PCR diambil 0 – 4 atau
minggu onset 1 % asam amino dalam
PCR phosphate buffered saline
Aspirate nasopharing
menggunakan Vacuum
assisted/syringe/bulb
method
58 | P a g e
Tersangka Anthrax Mikroskopik pewarnaan Usap kulit Untuk pemeriksaan Usap kulit dibuat apusan Hasil mikroskopik 24
gram (Anthrax tersangka anthrax kulit: pada gelas obyek (2-3 jam
cutaneous/kulit) Usap dari lesi di orofaring, Diambil usap dari lesi di slide).
usap dubur, tinja,) kulit Hasil kultur 7 – 10
Kultur isolasi Usap lesi dimasukkan ke hari
Serodiagnostik (uji ascoli) Untuk pemeriksaan pemeriksaan tersangka dalam medium transport
tersangka anthrax anthrax digestive diambil amies Hasil serologi 2 hari
Serologi inhalasi: sputum, Cairan Usap dari lesi di orofaring,
pleura, cairan bronchial 1 usap dubur, tinja dan Tinja segar (5gr) dalam
ml dalam wadah steril. darah. Spesimen darah wadah steril
diambil sebelum
diberikan terapi Darah diambil Kurang
antibiotika. lebih 5 ml, darah vena
diambil secara aseptik
dengan syringe atau
Vacutainer™ Serum sebisa
mungkin langsung
dipisahkan dari darah
(whole blood)
59 | P a g e
Cara
Suspek Penyakit/ Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyiapan, Hasil
Kondisi Penyimpanan
Tersangka Rapid diagnostic test (Lateral Darah Untuk kultur Darah dandarah
Untuk kultur, Kultur 7 – 10 hari
Flow) untuk melihat antibodi Pengiriman
Leptospirosis IgM
Serum diambil minggu pertama diambil 3-5 mL diambil 2
Urine sakit, diambil dua kali kali pada hari yang sama PCR 2-4 hari
kultur bakteri. dalam medium sodium
PCR polyamethol sulfonate
Untuk pemeriksaan PCR RDT 2 – 3 jam
Pemeriksaan MAT (Microscopic
darah diambil minggu (SPS) → stabil selama
Agglutination Test) sebagai gold
standard pertama – kedua sakit seminggu
60 | P a g e
Cara
Suspek Penyakit/ Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyiapan, Hasil
Kondisi Penyimpanan
Tersangka Kolera Kultur Tinja Segera mungkin Tinja segar dan
(2-3 gram ), 7-10 hari
serotype Swab Rectal Pengiriman
dimasukkan ke dalam
wadah steril. dikirim ke
laboratorium dalam
waktu 2 jam
61 | P a g e
Cara
Suspek Penyakit/ Tes Diagnostik Spesimen Waktu Pengumpulan Penyiapan, Hasil
Kondisi Penyimpanan
Tersangka Pemeriksaan gram CSF Segera mungkin setelah dan
Cairan Cerebro Spinal (CSF) Kultur 7 -10 hari
meningitis gejala timbul diambil dengan metoda
Pengiriman
lumbal punksi yang dilakukan
Kultur Darah PCR 2 – 4 hari
oleh tenaga kesehatan yang
ahli, secara aseptis, sebanyak
PCR 0,5-1 ml.
Cairan langsung dimasukkan
ke dalam 2 tabung steril yaitu:
Tabung berisi Trans-isolate
(TI) media (media transport
dan media pertumbuhan).
Tabung tanpa media.
62 | P a g e
Lampiran 5
34 | P a g e
Lampiran 6
Umur:
Dokter/ Pemeriksa:
Nomor Telepon:
35 | P a g e
Modul Komunikasi dan Advokasi
1|Page
Tim Penyusun
Koordinator Pembuatan Modul
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
Penyusun:
Subdirektorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dit. Surveilans dan Karantina Kesehatan
• Lia Septiana SKM, M.Kes
• Edy Purwanto, SKM, M.Kes
• Eka Muhiriyah, S.Pd, MKM
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM
• Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua
• dr. Muhammad Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH
• dr. Likke Prawidya Putri, MPH
• Eva Tirtabayu Hasri S.Kep., MPH
• dr. Bernadeta Rachela A
Centre of Disease Control (CDC)
• drg. Catharina Yekti Praptiningsih, M.Epid
• Amalya, SKM, MSc.PH
World Health Organization (WHO)
• dr. Endang Widuri Wulandari, M.Epid
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto
• Wawan Wahyudin, S.Si, Apt.MM
2|Page
Daftar Isi
Tim Penyusun ................................................................................................................................................ 2
Daftar Tabel .................................................................................................................................................. 4
Daftar Gambar .............................................................................................................................................. 5
Daftar Istilah.................................................................................................................................................. 6
I. Deskripsi Singkat ................................................................................................................................... 7
II. Tujuan Pembelajaran ............................................................................................................................ 7
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ................................................................................................ 8
IV. Metode.............................................................................................................................................. 8
V. Media dan Alat Bantu ........................................................................................................................... 8
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran ......................................................................................... 8
VII. Uraian Materi .................................................................................................................................... 9
A. Komunikasi dan Advokasi Kepada Pembuat Kebijakan .................................................................... 9
B. Komunikasi dan Advokasi Kepada Unit Pelapor ............................................................................. 34
VIII. Rangkuman ..................................................................................................................................... 74
IX. Referensi ......................................................................................................................................... 74
X. Lampiran: ............................................................................................................................................ 75
3|Page
Daftar Tabel
Tabel 1 Langkah Perencanaan Strategi Komunikasi
Tabel 2 Lembar Kerja Penyusunan Pesan Advokasi
Tabel 3 Contoh Lembar Kerja Penyusunan Pesan Advokasi
Tabel 4 Ciri - ciri Komunikasi yang efektif dan tidak efektif
4|Page
Daftar Gambar
Gambar 1 Strategi Komunikasi Risiko
Gambar 2 Bentuk Komunikasi Risiko
Gambar 3 Penentu keberhasilan komunikasi lisan
Gambar 4 6 Unsur mendengarkan dengan efektif
5|Page
Daftar Istilah
Audience : Hadirin
Factsheet : Lembar fakta
Hazard : Bahaya
KTR : Kawasan tanpa rokok
LSM : Lembaga swadaya masyarakat
Ormas : Organisasi kemasyarakatan
Outrage : Kekuatiran
Perda : Peraturan daerah
Risk : Risiko
SKDR : Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Stakeholder : Pihak yang memiliki kepentingan atau pemangku kepentingan
suatu perusahaan atau organisasi
TGC : Tim Gerak Cepat
WHO : World Health Organization
6|Page
Modul Pelatihan Penunjang 4. Komunikasi dan Advokasi
I. Deskripsi Singkat
Pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial. Dalam hidupnya ia selalu memerlukan
orang lain. Karena itu, komunikasi merupakan kebutuhan bagi kehidupannya. Di manapun
manusia berada, betapapun sederhananya tata kehidupannya disuatu masyarakat.
Komunikasi menjadi bagian penting dalam kehidupan. Melalui komunikasi seseorang
berinteraksi dengan yang lainnya baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi.
Sebagian besar interaksi manusia berlangsung dalam komunikasi interpersonal. Interaksi
antar individu dapat berjalan dengan baik apabila terjalin komunikasi yang baik diantara
mereka.
Sebagai petugas SKDR perlu mempunyai kemampuan berkomunikasi yang efektif karena
dalam menjalankan tugasnya perlu berkomunikasi dengan baik pihak pembuat kebijakan
maupun unit pelapor untuk menyampaikan informasi-informasi kesehatan. Modul ini juga
mengkaji lebih dalam tentang komunikasi risiko. Selain kemampuan komunikasi, petugas
SKDR diharapkan mampu melakukan advokasi kesehatan baik kepana unit pembuat
kebijakan maupun unit pelapor. Diakhir modul akan dipaparkan beberapa contoh teknis
advokasi kesehatan, antara lain: melalui lobi, negosiasi, dan presentasi interaktif.
7|Page
III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
A. Komunikasi dan advokasi kepada pembuat kebijakan
1. Komunikasi pada kesehatan masyarakat
2. Advokasi pada pemangku kebijakan
B. Komunikasi dan advokasi kepada unit pelapor
1. Komunikasi efektif kepada unit pelapor
2. Advokasi ke unit pelapor
IV. Metode
Teknik penyampaian pembelajaran dilakukan melalui:
• Ceramah dan tanya jawab
• Latihan membuat pesan kunci
8|Page
c. Fasilitator menggali informasi dari peserta mengenai pemahaman dan pengalaman
peserta tentang komunikasi dan advokasi
Langkah 2: Pembahasan Materi
a. Fasilitator melakukan presentasi mengenai materi komunikasi dan advokasi kepada
pembuat kebijakan dan unit pelapor dengan metode ceramah dan tanya jawab
b. Fasilitator memberikan kesempatan tanya jawab untuk materi yang belum jelas
Langkah 3: Penugasan
a. Fasilitator menjelaskan tujuan tugas pembuatan pesan kunci, output yang
diharapkan dari hasil diskusi kelompok serta tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh
setiap kelompok
b. Peserta mengerjakan tugas pembuatan pesan kunci
c. Beberapa peserta mempresentasikan hasilnya dan peserta lainnya memberikan
tanggapan (masing – masing penyajian 10 menit)
d. Fasilitator akan memberikan tanggapan secara umum terhadap hasil diskusi
kelompok yang dikumpulkan peserta
Langkah 4: Penutup
Fasilitator merangkum tentang pembahasan materi dengan mengajak seluruh peserta untuk
melakukan refleksi, dilanjutkan memberikan apresiasi atas partisipasi aktif peserta.
9|Page
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, sehingga rantai penularan penyakit dapat
di putus. Materi ini mengajak anda mengkaji lebih dalam tentang komunikasi risiko.
Pengertian
Pengertian komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian
proses meminimalkan risiko, yang terdiri dari tiga komponen, yaitu persepsi risiko,
manajemen risiko dan komunikasi risiko. Persepsi risiko adalah suatu proses
penentuan faktor-faktor dan tingkat risiko berdasarkan data-data ilmiah. Sedangkan
manajemen risiko adalah proses penyusunan dan penerapan kebijakan dengan
mempertimbangkan masukan dari bebagai pihak untuk melindungi masyarakat dari
risiko, dalam hal ini risiko terhadap kesehatan. Komponen ketiga adalah komunikasi
risiko yang merupakan pertukaran informasi dan opini secara timbal balik dalam
pelaksanaan manajemen risiko. Komunikasi risiko adalah proses pertukaran
informasi secara terus-menerus, baik langsung dan tidak langsung dengan
pemberitaan yang benar dan bertanggung jawab yang terbuka dan interaktif atau
berulang di antara individu, kelompok atau lembaga.
Komunikasi harus terbuka, interaktif dan transparan. Karakterisasi risiko yang
diperoleh dari penilaian risiko serta pengendalian risiko atau kebijakan yang akan
diimplementasikan, harus dikomunikasikan kepada semua pihak yang terkait,
sehingga semua pihak yang terkait dalam rantai penanganan memperoleh informasi
yang cukup mengenai pencegahan dan tindakan tepat yang harus dilakukan.
Komunikasi dengan berbagai pihak baik kepada tokoh agama, tokoh masyarakat,
peternak dan masyarakat yang baik dan benar sangat penting sehingga tidak ada
prasangka bahwa masyarakat akan selalu dirugikan atau diberi beban oleh peraturan
atau kebijakan.
Komunikasi risiko juga harus bersifat mendidik dan melindungi masyarakat, serta
meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan dan kemungkinan bahaya
yang akan terjadi seperti bahaya kejadian luar biasa (KLB). Komunikasi risiko juga
bertujuan memberi pengertian kepada masyarakat yang merupakan titik awal rantai
10 | P a g e
pencegahan penyakit. Memberikan pengertian kepada masyarakat bukanlah hal yang
mudah, terlebih masyarakat dengan pendidikan relatif rendah. Tanpa adanya
kesadaran masyarakat, konsep bagaimana menyadarkan masyarakat untuk dapat
melakukan pencegahan sulit diterapkan. Komunikasi yang efektif akan menentukan
penerimaan masyarakat akan informasi. Konflik atau perbedaan pendapat di antara
pihak yang terlibat dapat diselesaikan dengan komunikasi yang efektif.
Tujuan
Tujuan komunikasi risiko adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam
kesiapsiagaan penanggulangan KLB dan atau wabah, yaitu:
1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mensiapsiagaan masyarakat
dalam penanggulangan KLB dan atau wabah.
2. Prinsip dasar komunikasi risiko, sebagai landasan umum pengambilan
keputusan dan penetapan kegiatan kesiapsiagaan.
3. Prosedur penyelenggaraan kegiatan komunikasi risiko.
4. Upaya menggalang kemitraan dalam menghadapi KLB dan atau wabah.
5. Mengembangan pesan-pesan KLB dan atau wabah.
11 | P a g e
sasaran sekunder adalah kader, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas
kesehatan, petugas pemerintah, organisasi profesi, organisasi kepemudaan,
organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan sebagainya.
3. Sasaran tersier adalah individu, kelompok atau organisasi yang memiliki
kewenangan untuk membuat kebijakan dan keputusan dalam pelaksanaan
penanggulangan yang termasuk dalam sasaran tersier adalah para pejabat
eksekutif, legislatif, penyandang dana, pimpinan media massa, dan
sebagainya.
Pemahaman mengenai sasaran komunikasi sangat diperlukan agar tidak terjadi
kesalahan dalam penetapan tujuan suatu kegiatan komunikasi, penyusunan isi pesan,
pemilihan metode, alat dan bahan, dan hal-hal lain yang diperlukan dalam persiapan
kegiatan.
Perilaku
Perilaku adalah respon individu rangsangan, baik yang berasal dari luar maupun
dari dalam dirinya atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi
spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku juga merupakan
kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa
interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat
memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat
penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu
mengubah perilaku tersebut. Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
pada perilaku, didasarkan atas 3 faktor esensial:
1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu
penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah
perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana
12 | P a g e
& petugas kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk
memperkecil kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, dan adanya
kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan.
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang
dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang
di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan
perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.
Sosial Budaya
Sosial budaya adalah keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Perubahan perilaku harus mempertimbangkan nilai-nilai tersebut yang ada di
masyarakat, nilai-nilai yang sudah baik bisa diteruskan dan dipertahankan agar tidak
hilang, sedangkan nilai yang tidak mendukung pemeliharaan/pencegahan kesehatan
bisa diubah menjadi lebih baik lagi.
Aspek sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara
interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang
mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Cara hidup dan gaya hidup manusia
merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam
penyakit. Peran sosial budaya sangat besar di masyarakat dalam penanggulangan
penyakit, untuk itu diharapkan adanya perubahan sosial budaya yang lebih baik
dimasyarakat dari yang baik terhadap diri, keluarga dan masyarakat hidup dengan
unggas yang lebih sehat.
13 | P a g e
Gambar 1 Strategi Komunikasi Risiko
1. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan elemen yang sangat penting dalam komunikasi.
Pada dasarnya masyarakat akan mau mengikuti anjuran petugas apabila
mereka mempunyai kepercayaan terhadap petugas. Sebaliknya petugas juga
harus mempunyai kepercayaan pada masyarakat. Kepercayaan bukan hal
yang diperoleh secara instant, jadi perlu dibangun secara terus-menerus. Jika
terdapat situasi dimana masyarakat tidak menaruh kepercayaan pada
petugas atau pemerintah, maka tugas pertama nya adalah membangun atau
mengembalikan kepercayaan masyarakat terlebih dahulu.
2. Pemberitahuan Pertama / Mengumumkan lebih awal
Jika telah dideteksi terjadinya kasus, maka Juru Bicara yang ditunjuk perlu
memberitahu secepatnya kepada masyarakat, bahkan meskipun penjelasan
lebih rinci belum diperoleh masyarakat perlu mengetahui keadaan
sebenarnya dari petugas yang berwenang, tidak dari pihak lain.
3. Transparansi
Petugas atau Juru Bicara harus memberikan informasi sejujur mungkin
mengenai keadaan yang sedang terjadi. Tidak perlu ragu untuk menjelaskan
hal yang sudah diketahui dan hal yang belum diketahui atau belum jelas pada
saat itu. Petugas juga harus menjelaskan hal-hal yang dapat dilakukan oleh
masyarakat untuk membantu mengendalikan keadaan.
14 | P a g e
4. Mendengarkan Pendapat dan Sikap Masyarakat
Pada situasi krisis sangat penting untuk mengetahui apa yang menjadi
pendapat dan concern masyarakat. Secara khusus perlu ditanyakan dan
ditelusuri apa kata masyarakat, termasuk sikap, kepercayaan, kebiasaan dana
perilaku yang lain. Hal ini tentunya akan menjadi pertimbangan yang berguna
dalam menyusun pesan kunci maupun strategi komunikasi.
5. Perencanaan
Perencanaan, atau persiapan, betapapun krisis situasinya merupakan hal
yang harus dilakukan. Perlu disusun rencana komunikasi krisis, yang antara
lain mencakup penetapan juru bicara, penetapan waktu pemberitahuan
pertama, pesan kunci, hubungan dengan pihak lain, dan sebagainya.
Perencanaan ini juga akan menempatkan kegiatan komunikasi sebagai bagian
integral dari manajemen resiko dan kegiatan pengendalian penyakit secara
keseluruhan.
1. Situasi pertama adalah dimana bahaya tinggi, namun masyarakat tidak terlalu
peduli;
2. Situasi Kedua bahaya sedang dan perhatian masyarakat juga sedang;
3. Situasi ketiga, bahaya rendah, namun menimbulkan kepanikan atau
kemarahan di masyarakat;
4. Situasi keempat, keadaan dimana bahaya tinggi dan masyarakat sangat kuatir
(situasi ini banyak dihadapi oleh TGC).
15 | P a g e
Pemahaman terhadap situasi ini diperlukan sebagai pertimbangan dalam
mengambil bentuk komunikasi yang paling sesuai.
Dibawah ini akan diuraikan mengenai bentuk komunikasi yang disarankan untuk
setiap situasi. Untuk setiap situasi, diuraikan pengenalan terhadap ciri-ciri audiens,
type tugas apa yang secara spesifik perlu dilakukan oleh komunikator, dan jenis
media atau saluran komunikasi yang cocok. Juga diuraikan tantangan atau kendala
yang harus dipertimbangkan, serta sebaliknya, situasi yang mendukung dan dapat
mempermudah komunikasi.
1. Pendidikan Kesehatan: Bahaya Tinggi, Kekuatiran Rendah (Masa bodoh)
▪ Audiens: Apatis, tidak ada perhatian, dan tidak tertarik untuk
berbicara mengenai permasalahan atau bahaya yang mengancam. Ini
adalah situasi umum yang terjadi pada hampir setiap masyarakat,
setiap waktu dan setiap masalah.
▪ Tugas: Mengembangkan dan menyebar-luaskan informasi yang
singkat, padat dan mengena. Untuk masalah yang serius, ini dapat
berarti memprovokasi audiens.
▪ Media: Media massa, secara monolog.
16 | P a g e
▪ Tantangan: Ketidak-pedulian audiens, besarnya jumlah audiens,
keengganan media massa, penyusunan informasi yang menarik, dan
implikasi dari provokasi.
▪ Dukungan: Tidak perlu mendengarkan, atau memikirkan keinginan
dan keberatan audiens. Biasanya mereka tidak ambil pusing.
2. Bina Suasana: Bahaya Sedang, Kekuatiran Sedang (Waspada/Perhatian)
▪ Audiens: Peduli, perhatian, namun tidak panik atau marah. Audiens
ideal, jarang terjadi.
▪ Tugas: Membahas masalah secara terbuka dan rasional,
menjelaskan kebijakan dan program, menjawab pertanyaan dan
keingin-tahuan audiens.
▪ Media: Dialog interaktif, didukung dengan media massa khusus
(website, newsletter, dan sebagainya).
▪ Tantangan: Tidak ada, kecuali mungkin inefisiensi pada dialog
personal, serta perlunya mempersiapkan materi teknis lengkap
(karena audiens inilah satu-satunya yang ingin mendengarkannya).
▪ Dukungan: Ini adalah suasana terbaik untuk berkomunikasi.
Menciptakan suasana seperti ini merupakan tujuan dari ketiga jenis
komunikasi resiko yang lain.
3. Penenangan Massa: Bahaya Rendah, Kekuatiran Tinggi (Panik/Marah)
▪ Audiens: Sekelompok orang yang marah atau panik. Kelompok ini
biasanya kecil, namun sering diikuti oleh orang-orang yang
mengamati apa yang akan terjadi selanjutnya.
▪ Tugas: Meredam kemarahan dan kepanikan dengan
mendengarkan, menunjukkan pengertian, meminta maaf,
membagi pengalaman dan penguasaan keadaan, dan sebagainya.
Kemarahan biasanya akan berakhir setelah kelompok ini merasa
’menang’.
17 | P a g e
▪ Media: Komunikasi langsung. Beri kesempatan audiens untuk lebih
banyak berbicara.
▪ Tantangan: Kemarahan audiens terhadap petugas, kemarahan
petugas terhadap audiens, dan keharusan petugas untuk
berkonsentrasi pada tugas menurunkan kepanikan daripada
menjelaskan substansi teknis.
▪ Dukungan: Setidaknya auidens menunjukkan kepedulian terhadap
masalah kesehatan yang dihadapi.
4. Komunikasi Krisis: Bahaya Tinggi, Kekuatiran Tinggi
▪ Audiens: Publik luas yang sangat kuatir. Dalam situasi seperti ini,
biasanya bukan kemarahan yang muncul, namun kepanikan,
ketidak-berdayaan dan kebingungan. Sikap yang muncul
selanjutnya dapat berupa pengingkaran, teror atau depresi.
▪ Tugas: Membantu audiens untuk mengatasi rasa takut dan
kebingungan. Strategi komunikasi mencakup menghindari jaminan
yang berlebihan, menjelaskan dilema yang ada, bersikap manusiawi
dan empatik, serta memberikan tips tentang hal-hal yang harus
dilakukan.
▪ Media: Media massa, secara monolog. Jika memungkinkan,
komunikasi langsung dengan masyarakat. Dalam situasi ini
sesungguhnya tidak ada ’audiens’ atau ’publik’, karena setiap orang
terlibat langsung.
▪ Tantangan: Stres akibat krisis itu sendiri. Komunikasi krisis berbeda
dengan kegiatan komunikasi atau kehumasan rutin. Jubir yang
terlatih untuk komunikasi rutin harus melakukan adaptasi untuk
komunikasi krisis.
▪ Dukungan: Kemarahan masyarakat tidak tertuju pada petugas,
setidaknya hingga krisis berakhir.
18 | P a g e
Keempat situasi di atas mungkin saja dihadapi di lapangan, walaupun
kemungkinan terbesar yang dihadapi TGC adalah situasi dimana bahaya dan
kekuatiran masyarakat sama-sama tinggi.
Unsur Penting Komunikasi Risiko
a. Ketepatan Informasi dan Kecepatan Penyampaian (kredibilitas)
Lembaga yang pertama memberikan informasi akan dianggap sebagai sumber
informasi utama. Tanggapan cepat menunjukkan ada sistem yang diterapkan
dan tindakan yang sesuai sedang diambil
b. Empati dan Keterbukaan (Kepercayaan)
Empati bisa dirasakan publik apabila si pembawa pesan dan isi pesan
menunjukkan kepedulian, ketulusan, komitmen, dan dedikasi. Selain itu pesan
dan si pembawa pesan harus dipercaya, jujur, dan terbuka
Dengan adanya 2 unsur penting ini, publik dapat menerima, menafsirkan, dan
mengevaluasi pesan sebelum mengambil suatu tindakan.
No Langkah Keterangan
1 Analisis Situasi Komrisk Lakukan analisis situasi untuk aspek komunikasi
dalam penanganan risiko krisis kesehatan
2 Analisis Stakeholder Lakukan analisis dan pemetaan siapa saja yang
terlibat dan memiliki kepentingan terhadap
pengelolaan komunikasi risiko.
19 | P a g e
Risiko sesuai tujuan, khalayak sasaran, dan pesan yang
ingin disampaikan.
7 Saluran Komunikasi Tentukan saluran komunikasi sesuai dengan tujuan,
strategi, khalayak sasaran, jenis pesan, alat komunikasi
yang relevan dan tersedia, mitra pelaksana, serta
anggaran yang tersedia.
20 | P a g e
Advokasi bidang kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan
masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi
global Promosi Kesehatan. Advokasi bidang kesehatan adalah usaha untuk
mempengaruhi para penentu kebijakan atau pengambil keputusan untuk membuat
kebijakan publik yang bermanfaat untuk peningkatan kesehatan masyarakat.
21 | P a g e
kebjakan publik yang telah ditetapkan tersebut. Contoh: Perda Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) yang dikeluarkan oleh Walikota Bogor, ditindak lanjuti oleh
peraturan perusahaan, peraturan organda dll tentang mewujudkan
perusahaan KTR serta KTR di dalam kendaraan umum.
4. Dukungan sistem (system support). Adanya sistem atau organisasi kerja
yang memasukkan program kesehatan dalam program kerjanya (partnership).
Upaya mengatasi masalah kesehatan tidak dapat dilakukan hanya oleh
sektor kesehatan saja, melainkan dengan berbagai lintas sektor terkait,
misalnya: upaya perbaikan gizi masyarakat terkait dengan sektor pertanian,
pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan rakyat. Pengendalian flu
burung dan rabies terkait dengan sektor peternakan dan transportasi, dll.
Sehubungan dengan itu untuk mengatasi masalah kesehatan, maka sektor
kesehatan harus bekerjasama dengan lintas sektor terkait. Agar hasilnya
optimal, maka upaya advokasi kesehatan perlu dirancang serta dikelola
dengan baik.
22 | P a g e
e. Penyelenggaraan program kesehatan akan lebih optimal sehingga dapat
berdampak lebih maksimal terhadap upaya mengatasi masalah
kesehatan masyarakat.
f. Meningkatkan kinerja eksekutif dan legislatif dalam pembangunan
kesehatan masyarakat.
23 | P a g e
2. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi kesehatan.
Adanya data dan riset pendukung sangat penting agar keputusan yang
dibuat berdasarkan informasi yang tepat dan benar. Karena itu data dan riset
diperlukan dalam menentukan masalah yang akan diadvokasi, identifikasi
solusi pemecahan masalah, maupun penentuan tujuan yang realistis. Selain
itu, adanya data dan fakta tersebut seringkali sudah bisa menjadi argumentasi
yang sangat persuasif.
3. Identifikasi sasaran advokasi kesehatan.
Bila isu dan tujuan telah disusun, upaya advokasi harus ditujukan bagi
kelompok yang dapat membuat keputusan dan idealnya ditujukan bagi orang
yang berpengatuh dalam pembuat keputusan. Siapa saja yang membuat
keputusan agar tujuan advokasi dapat dicapai? Siapa dan apa pengaruhnya
dari pembuat keputusan ini yang perlu dipelajari? Sasaran advokasi para
penentu kebijakan (stakeholders) harus dipetakan dengan menggunakan
metode analisa pemercaya. Misalnya sasaran advokasi pejabat pemerintah,
legislatif, eksekutif dan yudikatif, para petugas kesehatan, para media massa,
wartawan, swasta. Juga kelompok yang bertentangan, untuk mendapatkan
saling pengertian, mungkin bisa dipengaruhi terhadap isu yang akan dibahas.
4. Pengembangan dan penyampaian pesan advokasi kesehatan.
Khalayak sasaran akan berbeda bereaksi atas suatu pesan. Seorang tokoh
politik mungkin termotivasi kalau dia mengetahui bahwa banyak dari
konstituen yang diwakilinya peduli terhadap masalah tertentu. Menteri
kesehatan mungkin akan mengambil keputusan ketika disajikan data rinci
mengenai besarnya masalah kesehatan tertentu. Jadi penting diketahui,
pesan apa yang diperlukan agak khalayak sasaran yang dituju dapat
membuat keputusan yang mewakili kepentingan advokator. Misalnya
menyusun materi pesan advokasi berupa data, informasi sebagai bukti yang
dikemas dalam bentuk table, grafik, atau diagram, disertai foto sebagai alat
bukti.
24 | P a g e
5. Membangun koalisi.
Sering kali kekuatan advokasi dipengaruhi oleh jumlah orang atau
organisasi yang mendukung advokasi tersebut. Hal ini sangat penting dimana
situasi di negara tertentu sedang membangun masyarakat demokratis dan
advokasi merupakan suatu hal yang relatif baru. Dalam situasi ini melibatkan
banyak orang dan mewakili berbagai kepentingan, sangat bermanfaat bagi
upaya advokasi maupun dukungan politis. Bahkan dalam satu organisai
sendiri, koalisi internal yaitu melibatkan berbagai orang dari berbagai divisi
dalam mengembangkan program baru, dapat membangun konsensus untuk
aksi bersama. Pertimbangkan siapa saja yang dapat diajak bermitra dalam
aliansi atau koalisi upaya advokasi yang dirancang.
6. Membuat presentasi yang persuasif.
Kesempatan untuk mempengaruhi khalayak sasaran kunci seringkali
terbatas waktunya. Seorang tokoh politik mungkin memberi kesempatan
sekali pertemuan untuk mendiskusikan isu advokasi yang dirancang. Seorang
pejabat hanya punya waktu 10 menit bertemu dengan tim advokator.
Kecermatan dan kehati-hatian dalam menyiapkan argument yang meyakinkan
atau memilih cara presentasi dapat mengubah kesempatan terbatas ini
menajdi upaya advokasi yang berhasil. Apa yang akan disampaikan, dan
bagaimana penyampaian pesan tersebut menjadi penting.
7. Penggalangan dana untuk advokasi kesehatan.
Semua kegiatan termasuk upaya advokasi memerluan dana.
Mempertahankan upaya advokasi yang berkelanjutan dalam jangka panjang
memerlukan waktu dan energi. Jadi memerlukan sumber dana lain untuk
menunjang upaya advokasi. Perlu menjadi pemikiran tim advokasi bagaimana
caranya dalam menggalang dana atau sumber daya lain.
8. Pemantauan dan penilaian upaya advokasi kesehatan
Pemantauan dan penilaian terhadap upaya advokasi kesehatan yang telah
dilaksanakan sangat penting. Pemantauan dan penilaian pelaksanaan
25 | P a g e
advokasi kesehatan ditujukan untuk mengetahui apakah tujuan advokasi yang
telah ditetapkan dapat dicapai? Bagaimana penerapan metode dan teknik
advokasi sesuai atau tidak, atau ada hal-hal yang harus disempurnakan dan
diperbaiki? Untuk menjadi advokator yang tangguh diperlukan umpan balik
berkelanjutan serta evaluasi atas upaya advokasi yang telah dilakukan.
26 | P a g e
manusiawi tersebut dapat berupa pengalaman pribadi, anekdot, data/fakta yang
dapat menghidupkan isi pesan.
Suatu pesan advokasi dapat dikatakan efektif dan kreatif jika memenuhi tujuh
kriteria (Seven C’s for Effective Communication) sebagai berikut:
1. Command Attention.
Kembangkan satu isu/ide yang singkat, jelas, terfokus dan dapat menarik
perhatian sasaran
2. Clarify the massage
Pesan yang efektif harus dapat memberikan informasi yang relevan dan baru
bagi penentu kebijakan
3. Creative trust
Pesan advokasi harus dapat dipercaya kebenarannya sehingga harus
didukung oleh data yang akurat.
4. Communicate a benefit
Tindakan yang diharapkan dilakukan oleh sasaran advokasi harus
menyentuh nilai keuntungan baginya
5. Consistency
Pesan advokasi harus konsisten artinya sampaikan satu pesan utama di
media apa saja secara terus menerus
6. Cater to the main, market and heart share
Pesan advokasi harus dapat menambah pengetahuan, membentuk opini
sasaran advokasi secara luas, serta dapat menyentuh hati/rasa sehingga
pesan tersebut dapat memberikan sentuhan emosional serta
membangkitkan kebutuhan yang nyata.
7. Call to action
Pesan advokasi harus dapat mendorong sasaran untuk bertindak (pesan
aksi)
Disamping itu, pesan yang efektif juga dapat menjawab 5W dan 1H yaitu: What,
Where, Who, When, Why, How. Isi pesan tentang kejadian masalah kesehatan dapat
27 | P a g e
mencangkup dari peristiwa apa yang terjadi, siapa yang terkena masalah, mengapa
kejadian itu timbul, kapan terjadinya masalah, dimana kejadiannya, dan bagaimana
peristiwa itu terjadi.
Sedangkan isi pesan advokasi terhadap upaya pemecahan masalah kesehatan
tersebut berisi apa yang dapat diperbuat oleh pejabat publik dalam mengatasi
masalah itu, apa nilai atau keuntungan yang diperoleh pejabat publik apabila
memberikan dukungan terhadap pemecahan masalah kesehatan itu, siapa saja yang
terlibat dalam proses membuat kebijakan itu, mengapa kebijakan itu harus ada,
kapan kebijakan atau dukungan itu harus diterbitkan atau harus ada, dimana
kebijakan itu harus diterapkan, dan bagaimana proses penyusunan serta penerapan
kebijakan itu.
Berikut merupakan langkah-langkah dalam pengembangan pesan advokasi:
1. Merumuskan ide-ide khusus atau permasalahan yang sedang terjadi.
2. Menetapkan topik atau head line pesan.
3. Merumuskan latar belakang permasalahan kesehatan yang ada secara jelas
serta peran dan kewenangan pejabat publik dalam mengatasi masalah
kesehatan tersebut.
4. Menetapkan sasaran advokasi beserta pelajari karakteristiknya.
5. Menetapkan tujuan advokasi yaitu dukungan apa yang diharapkan dari
sasaran advokasi tersebut terhadap pemecahan masalah kesehatan yang
ada.
6. Mengembangkan pemosisian pesan (positioning) yang dapat membangun
citra atau value sasaran advokasi.
7. Mengembangkan pesan advokasi yang secara spesifik mengandung nilai
dan menyentuh kepentingan sasaran advokasi.
8. Menuangkan pesan pendukung yang dapat menggugah atau memotivasi
sasaran advokasi tentang pentingnya mengatasi masalah kesehatan
tersebut.
28 | P a g e
9. Menetapkan respon sasaran advokasi terhadap upaya pemecahan
masalah kesehatan yang ada
10. Memilih serta menetapkan saluran informasi dan jenis media, serta
mengembangkan desain media tersebut.
11. Menyediakan dana, sarana dan tenaga untuk mengembangkan desain
kreatif bentuk pesan yang akan disampaikan kepada sasaran advokasi,
sesuai pesan yang sudah diformulasikan.
29 | P a g e
Pernyataan pendukung Alasan-alasan pendukung terhadap perilaku yang
dianjurkan, misalnya dari hasil penelitian fakta-fakta
yang ada, pengakuan/ testimoni, kisah sukses,
ilustrasi, anjuran orang terkenal, grafik, gambar, dll
Misalnya: Kab. K yang meningkat kinerjanya serta
dapat menghemat dana Jamkesda sebesar 2
milyar/th karena masyarakat telah melakukan PHBS
secara mandiri.
Respon yang diinginkan Merupakan tindakan spesifik yang diharapkan
dilakukan oleh Pejabat Publik untuk mengatasi
masalah kesehatan tersebut. Misalnya:
dikeluarkannya Perda KTR di tempat umum, tempat
ibadah, tempat kerja. Atau adanya peningkatan
jumlah dana APBD untuk kegiatan promosi
pengendalian TB.
Nada penyampaian Instruksi, himbauan, emosional, mengajak,
meneladani, rasa bangga, dll
Lembar Kerja
Penyusunan Pesan Advokasi dalam Pengendalian ISPA pada Anak Balita
di Kecamatan B Tahun 2012
Topik “Selamatkan Balita Kita Dari Serangan ISPA” Setiap
Tahun Lebih dari 40.000 Balita di Kecamatan B
Terserang ISPA
atau
“Ibu...Jangan Renggut Hak-ku Untuk Mendapatkan
30 | P a g e
ASI-mu”
atau
“84% bayi di Kota B tidak mendapatkan ASI Eksklusif”
Latar Belakang - Data Puskesmas yang dihimpun oleh Dinas
Kesehatan Kota B, ISPA menjadi penyaki nomor
satu terbanyak yang diderita oleh anak Balita.
- Tahun 2011 sekitar 45.612 anak balita menjadi
pasien baru sebagai penderita ISPA di Kota B.
- Jumlah balita yang ada di Kota B pada tahun
2011, adalah sekitar 95.651 balita.
- Tingginya kasus ISPA pada balita di Kota B,
dipengaruhi oleh:
o Rendahnya perilaku Ibu Menyusui
untuk memberikan ASI Eksklusif pada
bayinya. Pemberian ASI Eksklusif di Kota
B, pada tahun 2011 hanya sekitar 14%.
Hal ini menyebabkan bayi tidak
mempunyai daya tahan tubuh yang
bagus, sehingga mudah terserang ISPA.
o Rendahnya kemampuan masyarakat
melakukan PHBS di RT. Cakupan PHBS di
RT tahun 2011, baru mencapai 50%.
Artinya 50% Rumah Tangga di Kota B
belum ber PHBS.
o Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan
yang sudah di Keluarkan oleh Walikota B,
perlu ditingkatkan implementasinya.
Sasaran advokasi - Di tingkat Kota: Walikota, Bappeda, DPRD, Ketua
TP.PKK, Ormas, Organisasi Profesi, Dinkes Kota B,
Wartawan/ media massa.
- Di Kecamatan: Camat, Sekcam, Ketua TP.PKK,
Ormas, Organisasi Profesi, Puskesmas,
Wartawan/ media massa.
- Di Kelurahan: Lurah, BPD, BPMD, LPM, TP.PKK,
Ketua Tim Kelurahan Siaga Aktif, media massa
31 | P a g e
ISPA pada balita
32 | P a g e
Nada penyampaian Himbauan, mengajak, meneladani dan membangun
rasa bangga.
Saluran media Melalui televisi lokal, radio, koran, dll.
komunikasi
33 | P a g e
B. Komunikasi dan Advokasi Kepada Unit Pelapor
1. Komunikasi Efektif kepada Unit Pelapor
Sebelum mendefinisikan komunikasi yang efektif, barangkali kita perlu merujuk
dahulu kepada kata “efektif” itu sendiri. Secara etimologis kata ‘efektif’ sering
diartikan sebagai mencapai sasaran yang diinginkan (producing desired result),
berdampak menyenangkan (having a pleasing effect), bersifat aktual, dan nyata
(actual and real). Dengan demikian, komunikasi yang efektif dapat diartikan sebagai
penerimaan pesan oleh komunikan atau reciever sesuai dengan pesan yang dikirim
oleh sender atau komunikator, kemudian reciever atau komunikan memberikan
respon yang positif sesual dengan yang diharapkan. Jadi, komunikasi efektif itu terjadi
apabila terdapat aliran informasi dua arah antara kemonikator dan komunikan dan
informasi tersebut sama-sama direspon sesuai dengan harapan kedua pelaku
komuniaksi tersebut (komunikator dan komunikan).
34 | P a g e
benar-benar apa yang mernang kita ketahul. Inilah yang dimaksud akurasi di
sini.
3. Konteks (contex): bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai
dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Bisa saja kita
menggunakan bahasa dan informasi yang jelas dan tepat tetapi karena
konteksnya tidak tepat, reaksi yang kita peroleh tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Contohnya, sepulang kerja seorang suami berkata kepada
istrinya: “Dindaku, tolong kanda berikan segelas air nan jernih, kanda haus
sekali.” Dari segi kejelasan dan keakuratan bahasa dan informasi tidak ada
masalah. Tetapi konteksnya tidak tepat, sehingga mungkin sang istri tidak
segera mengambil air melainkan bertanya tentang keadaan sang suami.
4. Alur (flow): keruntutan alur bahasa dan informasi akan sangat berarti
dalam menjalin komunikasi yang efektif. Sewaktu kita meminjam uang,
misalnya, kita cenderung mengemukakan kesulitan-kesulitan kita terlebih
dahulu sebelum kita menyampaikan maksud kita untuk meminjarn uang.
Mungkin begitu juga pada saat kita pertama kali menyampaikan perasaan
jatuh cinta pada seseorang.
5. Budaya (culture): aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi,
tetapi juga tata krama atau etika. Bersalaman dengan satu tangan bagi orang
Sunda mungkin terkesan rada kurang sopan, tetapi bagi etnis lain mungkin
suatu hal yang biasa. Kata “juancu” bagi arek arek Suroboyo merupakan kata
yang lumrah didengar dan dapat diterima. Tetapi bagi wong Solo atau Jogja,
mungkin risih mendengar kata itu.
35 | P a g e
Kita harus sangat sadar dengan siapa kita bicara. Apakah dengan orang tua,
anak-anak, laki-laki atau perempuan, status sosialnya seperti apa - pangkat,
jabatan, dan semacamnya — petani, pengusaha, guru, kiayi, dan lain-lain.
Dengan mengetahui audience kita, kita harus cerdik dalam memilih kata-kata
yang digunakan dalam menyampaikan informasi atau buab fikiran kita.
Artinya, bahasa yang dipakal harus sesuai dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh audience kita. Berbicara dengan orang dewasa tentu akan
sangat berbeda dengan berbicara kepada anak-anak. Berbicara dengan atasan
tentu akan berbeda dengan berbicara pada bawahan atau teman sederajat.
Pengetahuan mitra bicara kita pun harus diperhatikan. Informasi yang
disampaikan mungkin saja bukan hal yang baru bagi mitra kita, tetapi kalau
penyampaiannya dengan menggunakan jargon - jargon atau istilah-istilah
yang tidak dipahami oleh mitra, informasi atau gagasan yang kita sampaikan
bisa saja tidak dapat dipahami. Jadi, dengan memperhatikan mitra bicara kita,
kita akan dapat menyesuaikan din dalam berkomunikasi dengannya.
2. Ketahui tujuan.
Tujuan kita berkomunikasi akan sangat menentukan cara kita
menyampaikan informasi. Bila kita bermaksud sekedar menyampaikan
informasi, tentu komunikasi kita bersifat pengumuman. Tetapi bila kita
bermaksud membeli atau menjual barang komunikasi kita akan bersifat
negosiasi. Lain pula cara kita berkomunikasi apabila tujuan kita untuk
menghibur, membujuk, atau sekedar basa-basi. Misalnya kita bertanya: “Anda
man pergi kemana?” Apakah pertanyaan ini dimaksudkan untuk benar-benar
mengetahui agenda orang yang ditanya ataukah kita bertanya sekedar basa-
basi? Jadi, kejelasan tujuan dalam berkomunikasi harus diketahui sebelum
kita berkomunikasi.
3. Perhatikan konteks.
Konteks di sini bisa berarti keadaan atau lingkungan pada saat
berkomunikasi. Pada saat berkomunikasi, konteks sangat berperan dalam
36 | P a g e
memperjelas informasi yang disampaikan. Dalam hal pemakalan kata,
misalnya. Kata ‘hemat’ dalam kalimat: “Kita harus menghemat uang, waktu
dan tenaga kita”, sangat benbeda dengan kata ‘hemat’ dalam kalimat
“Menurut hemat saya, kita harus lebih jujur dan terbuka dalam berkomunikasi
dengan sesama rekan sekerja.” Tidak hanya kata konteks kalimat, tetapi cara
mengucapkan dan kepada siapa kata itu diucapkan akan membuat makna
yang disampaikan berbeda pula. “Ah, dasar gila.” Kalimat ini bisa bermakna
cacian bisa juga bermakna kekaguman, tergantung bagaimana kita
mengucapkannya. Bila diucapkan dengan nada tinggi berarti cacian, tetapi bila
diucapkan dengan nada datar apalagi dibarengi dengan gelengan kepala,
kalimat in! bisa berarti kekaguman. Ungkapan “he” disampaikan kepada
teman dekat, pasti dipahami sebagai ungkapari biasa yang tidak bermakna
negatif. Tetapi bila disampaikan kepada orang yang belum atau baru kita kenal
ungkapan ini tentu akan dipahami sebagal ungkapan yang memiliki makna
negatif.
Formalitas dalam konteks tertentu juga dapat mempengaruhi cara
berkomunikasi seseorang. Coba perhatikan gaya komunikasi atasan dan
bawahan di lingkungan dunia kerja, bahkan komunikasi antar sesama atasan
maupun sesama bawahan pasti berbeda. Apabila orang-orang ini bertemu di
mall atau di undangan (tempat resepsi) gaya komunikasi diantara mereka
akan sangat lain dengan gaya pada saat mereka berada di kantor.
Mengirim bunga kepada orang yang berulang tahun atau kepada orang
yang kita kasihi, akan berbeda maknanya bila disampaikan kepada orang yang
sedang berduka. Bahkan jenis bunga yang disampaikan pun membawa pesan
atau kesan tersendiri. Dengan ilustrasi singkat di atas, jelaslah bahwa konteks
sangat mempengaruhi makna apapun yang disampaikan.
4. Pelajari Kultur.
Kultur atau budaya, habit atau kebiasaan orang atau masyarakat juga perlu
diperhatikan dalam berkomunikasi. Orang Jawa atau Sunda pada umumnya
37 | P a g e
dikenal dengan kelembutannya dalam bertutur kata. Kegemulaian bertutur ini
akan sangat balk bila diimbangi dengan cara serupa. Tetapi tentu tidak berarti
mutlak. Maksudnya, bukan berarti orang non Jawa atau non Sunda mutlak
harus seperti bertuturnya orang Jawa atau Sunda, meskipun kalau memang
bisa itu lebih balk. Atau orang Batak yang dikenal bernada tinggi dalam
bertutur perlukah diimbangi dengan nada tinggi pula oleh orang yang bukan
Batak? Perimbangan di sini tidak berarti orang Jawa harus bertutur seperti
orang Batak bila bermitra bicara dengannya, atau orang Batak harus bertutur
seperti orang Sunda, orang Maluku, orang Papua, dan sebagainya pada saat
mereka berkomunikasi. Yang penting adalah pelaku komunikasi harus
memahami kultur mitra bicaranya sehingga timbul saling pengertian dan
penyesuaian gaya komunikasi dapat terjadi. Ingat peribahasa: “Dimana bumi
dipijak di situ langit dijunjung” atau “When in Rome, do as the Romans do.”
5. Pahami Bahasa.
“Bahasa menunjukkan bangsa” artinya bahasa dapat menjadi ciri atau
identitas suatu bangsa. Berbicara identitas berarti berbicara harga din atau
kebanggaan. Dengan memahami bahasa orang lain berarti berusaha
menghargai orang lain. Tetapi memahami bahasa di sini tidak berarti harus
memahami semua bahasa yang dipakai oleh mitra bicara kita. Istimewa sekali
kalaupun memang demikian. Yang lebih penting adalah memahami gaya
orang lain berbahasa (bukan gaya bahasa). Coba perhatikan bagaimana anak
muda berbahasa dengan sesamanya, atau bagaimana cara orang terminal (bis
atau angkutan kota) berbahasa. Bahasa orang kantoran, bahasa pedagang,
bahasa petani, bahasa politisi tentu semuanya ada perbedaan. Perhatikan
kalimat berikut. “Masyarakat Indonesia pada umumnya masih berada pada
tingkat kehidupan pra-sejahtera.” Apa bedanya dengan: “Masyarakat
Indonesia pada umumnya masih miskin”? Siapa memakai kalimat yang mana
akan membantu kita memahami pesan yang disampaikannya. Orang
38 | P a g e
kebanyakan tentu akan lebih suka memakai kalimat yang kedua daripada yang
pertama.
Para politisi biasanya cenderung memakai bahasa yang sumir-sumir,
eufimistis, atau diplomatis. Untuk memperjelas pesan yang hendak
disampaikan dalam berkomunikasi, gunakanlah kalimat-kalimat sederhana
yang mudah dipahami. Kalimat panjang dan kompleks seringkali
mengaburkan makna. Kepiawaian dalam menggunakan kalimat-kalimat yang
sederhana dan tepat dalam berbahasa akan sangat mempengaruhi efektifitas
komunikasi kita. Bagaimana bila kita berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa asing? Sama saja. Memahami bahasa asing memang prasyarat mutlak
untuk dapat berkomunikasi secara global.
Efektifitas Komunikasi
Pada dasarnya, berkomunikasi secara efektif menjadi cita-cita setiap orang yang
berkomunikasi. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila (Agus M. Hardjana,
Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal):
a. Pesan diterima dan dimengerti sebagaimana yang dimaksud oleh pengirim.
b. Pesan disetujui oleh penerima dan ditindak lanjuti dengan perbuatan yang
dikehendaki oleh pengirim.
c. Tidak ada hambatan untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk
menindak lanjuti pesan yang dikirim.
Tabel 4 Ciri - ciri Komunikasi yang efektif dan tidak efektif
40 | P a g e
Gambar 3 Penentu keberhasilan komunikasi lisan
41 | P a g e
yang berpakaian tepat (misalnya: berpakaian berdasi, jas, berpakaian
bisnis), maka yang berpakalan tepat akan mempunyal rasa percaya din
yang lebih dibandingkan dengan yang berpakaian tidak tepat, dan
hasilnya ia akan mendapatkan pekerjaan dengan gaji pertama yang lebih
balk. Jadi, pakailah pakaian yang tepat untuk suasana yang tepat pula.
2. Waktu.
Bagi sebagian orang, semestinya bagi kita semua, waktu adalah
sesuatu yang sangat berarti. “Time is money” adalah prinsip yang
dipegang oleh para pengusaha bahkan oleh orang-orang yang
memanfaatkan hidupnya untuk suatu produktifitas yang bermanfaat.
Dokter, akuntan, dosen, bahkan sebagian guru, sering dibayar
berdasarkan jam kerja. Dalam konteks organisasi, dimana masing-
masing mempunyai tugas yang harus diselesaikan, berkomunikasilah
secara tepat. Artinya, dalam berkomunikasi manfaatkan waktu sebaik-
baiknya.
3. Tempat
Sama seperti waktu, tempatpun sangat menentukan efektifitas
komunikasi. Kantor adalah tempat bekerja, restoran adalah tempat
makan, lapangan golf adalah tempat olah raga, diskotik atau karaoke
adalah tempat hiburan, dan sebagainya. Meskipun demikian, seringkali
urusan kantor bisa diselesaikan di tempat makan atau lapangan olah
raga. Informalitas seringkali menyelesaikan masalah-masalah formal.
Jadi, dalam berkomunikasi kita perlu memperhitungkan tempat yang
tepat untuk mencapal tujuan komunikasi kita. Untuk itu, kita harus jeli
tentang suasana: lingkungan kerja, rekan kerja, bahkan beban kerja.
Meskipun ada ungkapan bahwa urusan kantor adalah urusan
kantor dan harus diselesaikan di kantor. Tetapi, bariyak sekali urusan
kerja yang dapat diselesaikan pada acara konsinyasi di luar kantor.
42 | P a g e
Selain tiga aspek di atas, untuk membangun efektifitas dalam komunikasi
non verbal, kita perlu juga menunjukkan ke-nonverbal-an komunikasi.
Diantaranya adalah:
1. Repetition (pengulangan). Pengulangan pesan dari individu dilakukan
dengan verbal.
2. Contradiction (pertentangan/penyangkalan). Penyangkalan pesan yang
dilakukan terhadap seseorang. Misalnya, mengangkat bahu artinya
“tidak tahu”, menggerakkan telapak tangan ke kin dan ke kanan dan
menghadap ke depan artinya “tidak”, atau menggelengkan kepala
artinya “tidak”. Akan tetapi untuk orang India, menggelengkan kepala
artinya “Ya”. Pada momen tertentu, komunikasi non verbal mungkin saja
lebih akurat da pada komunikasi verbal.
3. Substitution (pengganti pesan). Misalnya seseorang berkomunikasi
dengan “fire in his eyes” (mendelik, berkomunikasi dengan mengepalkan
tangan, dan sebagainya.
4. Complementing (me pesan verbal). Misalnya mengatakan “bagus”
santhil menunjukkan “ibu ja mengatakan seseorang tidak waras dengan
menunjuk “kening dengan jari telunjuk miring”.
5. Accenting (Penekanan). Penekanan di sini artinya menggaris bawahi
pesan verbal. Misalnya berbicara dengan sangat pelan, atau menekan
kaki.
Pengirim pesan dapat secara terus menerus menggunakan non verbal komunikasi
untuk meningkatkan dampak dan verbal komunikasi. Misalnya Tanda “A-OK” dengan
ibu jari dan jari lainnya melingkar. Di Amerika hal ini diartikan sebagai hal yang sangat
baik. Akan tetapi, hal yang sama di Brazil mempunyai anti yang cabul, dan di Jepang
artinya adalah uang. Seorang menejer Jepang mungkin selalu tersenyum dalam suatu
rapat. Apakah ini berarti rapat mengalami kemajuan? Nanti dulu. Orang Jepang
dalam bicara sangat jarang menggunakan kontak mata, ekspresi wajah atau isyarat
dengan tangan. Buat mereka tersenyum dapat saja menyembunyikan rasa
43 | P a g e
ketidakpuasannya atau keadaan yang memalukan. Oleh karena itu dalam
menggunakan non verbal komunikasi harus hati-hati. Karena penggunaan non verbal
komunikasi akan mempunyal arti yang berbeda antara satu suku bangsa dengan suku
bangsa lainnya, antara satu bangsa dengan bangsa lainnya, antara satu orang dengan
orang lainnya.
44 | P a g e
membuat keputusan atau generalisasi tentang latar belakang, orangnya,
atau sifat-sifatnya adalah upaya untuk memahami gambaran perilaku.
Serupa halnya dengan gambarari perasaan, dimana setiap orang mempunyai
ciri atau tanda yang lain seperti narna, analogi, atau sesuatu yang mewakili,
yang mi semuanya dapat meningkatkan keaktifan dalam mendengarkan.
Teknik mendengarkan efektik dapat membantu dan memastikan komunikator/
sender mempunyai informasi yang akurat. Memastikan bahwa kualitas informasi
yang baik tidak hanya merupakan tantangan dalam komunikasi. Baik pengirim/sender
maupun penerima/ reciever ingin memastikan babwa mereka mempunyai kualitas
ketepatan informasi yang benar.
Perkembangan kemampuan mendengarkan mernbutuhkan pengidentifikasian
dart elernen-elernen individu dalam mendengarkan serta kemampuan kemampuan
tertentu yang dapat nieningkatkan keefektifan mendengar. Brownell menyatakan
bahwa efektifitas mendengarkan dapat dimengerti melalut indikator perilaku bahwa
seseorang merasa berhubungan dengan mendengarkan secara efektif, sebagaimana
orang-orang merasa berhubungan dengan mendengarkan efektif dalam enam unsur
yang dikenal dengan HURlER Model (Hearing, Understand, Remembering,
Interpreting, Evaluating and Responding) seperti pada bagan berikut.
45 | P a g e
Pada kenyataanya, melaksanakan teori dan Hurier model ini tidaklan mudah,
sebab itu sangat tergantung pada individu masing-masing orang. Namun kita tidak
boleh berhenti belajar.
46 | P a g e
yang disediakan oleh orang lain yang secara langsung berhubungan dengan interaksi
atau dengan kata lain adalah tambahan pada interaksi yang sebenarnya.
Prinsip-prinsip memberi umpan balik menurut Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan
Neil Kenworthy adalah:
a. Bersifat spesifik. Sebuah pernyataan yang jelas tentang apa yang tepatnya
diamati akan lebih berguna daripada sebuah generalisasi yang luas.
b. Seimbang. Kalau mengangkat aspek kekuatan perlu juga memasukkan
aspek-aspek yang perlu diperbaiki/diperhatikan sebagai aspek
kukurangannya.
c. Tawarkan alternatif yang mungkin. Berikan komentar usulan tentang
bagaimana hal-hal dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Hindari
nasehat yang dogmatis.
d. Lebih menyoroti perilaku dan bukan karakteristik pribadi, karena perilaku
dapat diubah sedang karakteristik pribadi tidak dapat diubah.
Jika ada sesuatu tugas, tetaplah berada dalam batasannya. Dengan kata lain jika
diperlukan umpan balik yang spesifik, inilah yang perlu dikomentari. Pikirkan tentang
apa yang dikatakan oleh umpan balik anda tentang diri anda. Sedangkan prinsip-
prinsip menerima umpan balik menurut Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil
Kenworthy adalah:
a. Mempunyai pikiran yang terbuka. Hindari sikap mempertahankan diri atau
argumentative dan jangan menolak umpan balik.
b. Mintalah klarifikasi. dengarkan, pertimbangkan, dan putuskan apa yang akan
anda lakukan sesuai dengan yang dinyatakan dalam umpan balik tersebut
c. Memberi umpan balik kepada orang lain merupakan keterampilan komunikasi
tersendiri. Umpan balik dapat diberikan secara konstruktif atau secara
destruktif. Umpan balik yang konstruksif menghasilkan keempat hal tersebut
di atas. Sedangkan umpan balik destruktif membuat penerimanya merasa
negatif dan tidak jelas bagaimana memperbaiki hal tersebut.
47 | P a g e
2. Advokasi Ke Unit Pelapor
Pengertian Teknik Advokasi
Teknik advokasi adalah suatu instrumen atau taktik menghantar metode advokasi
yang diterapkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
48 | P a g e
sesuai dengan karakteristik sasaran advokasi. Berikut beberapa teknik advokasi yang
dapat digunakan:
49 | P a g e
Berbeda dengan sistem politik yang otoriter melakukan lobi
merupakan hal yang sulit diperkirakan, kadang pada moment yang tepat
lobi dapat mudah dilakukan, namun bisa menjadi hal yang sulit. Dapat
terjadi lobbying pada suatu pihak atau seorang tokoh telah dihasilkan
dukungan tertentu, tetapi kemudian hal itu dianulir (dibatalkan atau
dimentahkan oleh pihak lain yang lebih berkuasa tanpa alasan yang jelas)
sehingga lobi yang dilakukan menjadi sia-sia. Dalam sistim seperti ini
berbagai peraturan dan perhitungan-perhitungan rasional menjadi sulit
dijadikan pegangan, karena hukum dan peraturan ditangan pemegang
kekuasaan yang bisa berubah setiap saat sesuai kehendaknya sendiri.
2. Norma dan Etika
Lobi pada intinya adalah suatu upaya untuk memaksimalkan
penggunaan tehnik komunikasi untuk mempengaruhi pihak lain yang
semula cenderung menolak, agar menjadi setuju atau untuk memberikan
dukungan. Namun tidak berarti harus menghalalkan semua cara, norma
dan etika harus tetap dihormati dan menjadi pegangan, karena jangan
sampai terjebak dalam situasi korupsi dan kolusi.
Bagi orang yang menjujung tinggi norma dan etika, lobi tidak perlu
disertai janji-janji yang seharusnya tidak boleh diberikan ataupun dengan
mendiskreditkan pihak lain agar memperoleh simpati dan dukungan dari
pihak yang dilobi. Sehubungan dengan itu, dalam melakukan lobi jangan
sampai menjual janji-janji yang hanya menguntungkan kepentingan
pribadi, tetapi juga harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas
3. Norma Hukum dan Peraturan
Hukum yang dibuat untuk mengatur masyarakat agar diperoleh
ketertiban dalam kehidupan bersama harus dihormati dan dipatuhi oleh
semua masyarakat. Dalam melakukan lobi batas batas hukum juga harus
tetap dihormati dan ditaati. Lobi tidak boleh dilakukan dengan
mengabaikan batas batas hukum, misalnya dengan melakukan atau
50 | P a g e
memanipulasikan data dan informasi sedemikian rupa agar yang dilobi
menjadi percaya dan kemudian mendukungnya, atau melakukan cara –
cara lain yang menipu atau menyesatkan pihak yang dilobi sehingga
memperoleh kesan atau kesimpulan yang salah/keliru yang tentunya
dilarang oleh hukum/tidak boleh dilakukan. Dengan demikian maka
kejelasan batas batas hukum dan juga tegaknya hukum itu sendiri ikut
mempengaruhi praktek lobi. Sama halnya dengan norma dan etika
pelanggaran dan atau penyimpangan terhadap hukum yang dilakukan
dalam lobi mungkin saja malah melancarkan pendekatan yang dilakukan
namun harus tetap diwaspadai agar lobi dapat menguntungkan
masyarakat luas, dan tidak hanya pihak pihak tertentu saja.
4. Memperhatikan Adat Istiadat
Adat dan istiadat yang berkembang dalam masyarakat perlu juga
diperhatikan, terlebih bagi pihak yang melakukan lobi harus
memperhatikan agar tidak melakukan Tindakan yang bertentangan
dengan adat istiadat yang dihormati oleh sasaran lobi. Hal ini dapat
menimbulkan antipati atau perasaan kurang simpati misalnya lobi
dilakukan pada orang yang sedang berduka cita atau sedang terkena
musibah
5. Mengetahui Siapa yang Akan Dilobi
Keberhasilan lobi juga dipengaruhi oleh siapa yang akan dilobi,
karena sifat dan perilaku orang bermacam-macam. Ada orang yang
kompromi, namun ada pula yang kaku, ada yang suka bercanda dan
terbuka sementara juga ada yang mudah tersinggung. Latar belakang
pendidikan sosial dan ekonomi juga beragam demikian pula pandangan
dan visinya terhadap suatu hal sehingga sikapnya terhadap lobi juga bisa
berbeda beda. Bagi pihak yang melakukan lobi, harus dapat memahami
siapa yang akan dilobi, sehingga bisa mengatur dan merancang teknik
komunikasi yang sebaik baiknya sesuai dengan sifat, pandangan,
51 | P a g e
kegemaran, dan lainnya dari pihak yang dilobi. Dengan demikian, bisa
diharapkan terbangun rasa simpati dan dukungan yang diharapkan dapat
diperoleh.
6. Siapa yang Melobi
Pelaku Lobi adalah mereka yang berada pada pihak yang paling
memerlukan sehingga harus aktif, melakukan pendekatan tidak sekedar
menunggu. Dengan demikian maka peranan atau pihak yang melobi
sangat penting. Sedemikian pentingnya sehingga orang yang melakukan
lobi haruslah orang yang mempunyai kemampuan tertentu. Kemampuan
tersebut bukan saja bersifat intelegensia berupa kecerdasan, penguasaan
terhadap masalah yang dihadapi, keleluasaan pengetahuan dan wawasan,
mempunyai sikap yang baik dan penampilan yang menarik dalam arti
menyenangkan, serta mempunyai kredibilitas. Orang yang integritasnya
diragukan atau kurang dipercaya, akan mengalami kesulitan apabila
melakukan lobi.
Disamping itu sesuai dengan esensi lobi itu sendiri maka pelaku
lobi harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, sabar, dan
telaten (tidak mudah tersinggung dan marah).
Ada 4 (empat) macam cara untuk melobi:
1. Tidak Langsung
Lobi bisa dilakukan dengan cara tidak langsung. Hal mengandung
pengertian tidak harus satu pihak atau satu orang yang berkepentingan
menghubungi mendekati sendiri pihak lain yang mau dilobi. Pendekatan
itu bisa dilakukan dengan perantaraan pihak lain (terutama yang
dianggap punya akses atau mempunyai hubungan yang dekat dan terkuat
dengan pihak yang dilobi).
Jangan sampai kegiatan lobi dilakukan dengan menggunakan jasa
pihak lain (pihak ketiga), yang justru dapat merusak hubungan yang sudah
ada, karena kesalahan atau ulah pihak ketiga tersebut. Kendala lain dalam
52 | P a g e
menggunakan cara tidak langsung adalah pihak ketiga atau perantara
tersebut tidak selalu menguasai atau mengerti permasalahan atau obyek
yang jadi sasaran. Disamping itu, apabila obyek yang jadi sasaran bersifat
rahasia maka akan membuka kemungkinan bagi kebocoran rahasia
tersebut.
2. Langsung
Berbeda dengan cara tidak langsung maka disini pihak yang
berkepentingan (berusaha), bisa bertemu atau berkomunikasi secara
langsung dengan pihak yang dilobi dengan kata lain tidak menggunakan
perantara atau pihak ketiga. Cara langsung ini jelas lebih baik dari pada
cara tidak langsung tetapi ada pula kendalanya, yaitu:
- Pihak pihak yang terlibat tidak selalu saling mengenal.
- Tidak semua orang mempunyai kemampuan berkomunikasi
dengan baik
- Kesan terhadap pribadi tidak selalu sama dengan dengan kesan
terhadap lembaga. Jelasnya seseorang mungkin saja kurang suka
atau kurang menghormati orang tertentu tetapi terhadap lembaga
yang dipimpinnya dia tidak ada masalah. Dalam kondisi seperti ini
akan lebih baik apabila yang melakukan lobi adalah orang lain
yang ada di lembaga tersebut.
3. Terbuka
Yang dimaksud dengan cara terbuka adalah lobi yang dilakukan
tanpa ketakutan untuk diketahui orang lain. Lobi yang dilakukan secara
terbuka memang tidak harus berarti dengan sengaja diekspose atau
diberitahukan kepada khalayak, tetapi kalaupun diketahui masyarakat
bukan merupakan masalah.
4. Tertutup
Yang dimaksud lobi dengan cara tertutup adalah apabila lobi
dilakukan secara diam - diam agar tidak diketahui oleh pihak lain apalagi
53 | P a g e
masyarakat. Lobi dengan cara ini biasanya bersifat perorangan yaitu yang
dilakukan secara pribadi atau oleh seseorang pada orang tertentu
Lobi cara ini dilakukan karena apabila sampai diketahui oleh pihak lain
maka bisa berakibat negatif atau merugikan pihak yang melakukan
lobi tersebut maupun pihak yang dilobi.
Berikut adalah langkah-langkah pengembangan teknik lobi:
Tahap Persiapan
a. Tentukan Siapa Yang Akan Dilobi?
b. Bagaimana Melobi?
Tahapan melobi
i. Melakukan pertemuan pribadi
ii. Melakukan pendekatan melalui percakapan/pembicaraan telepon
iii. Melakukan surat tertulis pribadi kepada sasaran advokasi
iv. pribadi kepada beberapa orang secara terpisah
v. Surat terbuka/massal
vi. Banjir pesan elektronis atau serbuan elektronis
vii. Pernyataan
c. Kapan Melobi?
- Sebelum pemilihan umum/lokal
- Sebelum isu dimasyarakatkan
- Pada puncak publisitas
- Sebelum isu masuk dan selama pembahasan parlemen
- Dalam situasi sehari-hari
Tahap Pelaksanaan
- Kuasai masalah yang dibicarakan. Rumuskan apa yang ingin disampaikan
dengan singkat, jelas, padat, dan runtut
- Persiapkan baik-baik pertemuan
- Jangan terlambat
54 | P a g e
- Segera perkenalkan diri begitu komunikasi dimulai
- Berkonsentrasi dan fokus pada tujuan
- Gunakan cara-cara yang persuasif
- Mulai berbicara bila situasi telah memungkinkan
- Mengarahkan dengan tepat agar dapat memancing perhatian
- Cara berbicara harus jelas dan jangan terlalu cepat, mengatur volume suara,
dan mempersiapkan kata –kata dengan baik.
- Memperhatikan sikap, pandangan mata, gerak-gerik yang membantu
- Sopan, saling menghormati, dan menyiratkan rasa persaudaraan.
- Jangan sok tahu
- Utarakan segala sesuatunya secara singkat, jelas, padat, dan runtut
- Fokuskan isu/pesan advokasi
- Bila mulai menyimpang, kembalikan ke pokok pembicaraan
- Berikan lembar fakta yang berisi rangkuman permasalahan
- Utarakan kapan ingin bertemu kembali
- Tawarkan bantuan
- Mintalah nama dan alamat
- Ucapkan terimakasih, uraikan secara rinci untuk isu supaya yang
bersangkutan tidak lupa
Agar lobi yang dilakukan berhasil dengan baik atau sekurang- kurangnya tidak
menimbulkan penolakan yang mungkin keras atau sikap antipati maka perlu kiranya
diperhatikan beberapa petunjuk teknis sebagai berikut:
1. Perlu Mengenal/Mengindentifikasi Target Lobi dengan Baik
Hal ini sangat perlu karena teknik yang akan dipergunakan tergantung
dari siapa yang akan dilobi. Untuk mencapai keberhasilan yang optimal,
maka pelobi harus memahami atau mengenal dengan baik sifat, sikap dan
pandangan bahkan mungkin perilaku orang (orang-orang) yang akan dilobi.
Pengenalan ini diperlukan agar bisa ditentukan cara pendekatan yang akan
55 | P a g e
dilakukan, atau pemilihan teknik komunikasi yang akan dipergunakan. Mendekati
orang yang mudah tersinggung dan selalu serius dengan mendekati orang yang
penyabar dan suka bercanda, tentu sangat berbeda. Kekeliruan atas hal ini akan
berakibat fatal.
2. Perfomance/Penampilan Diri yang Baik
Seorang pelobi harus mampu menampilkan diri dengan baik, sehingga
menimbulkan kesan yang positif bagi pihak yang dilobi. Penampilan diri ini tidak
berarti semata-mata hannya bersifat fisik (lahiriah) seperti pakaian dan
sebagainya, tetapi juga kepribadian dan intelektualitas.
3. Memperhatikan Situasi dan Kondisi
Situasi dan kondisi yang ada atau melingkupi suasana lobi harus
diperhatikan oleh pelobi, demikian pula perubahan-perubahan yang terjadi. Hal
ini terutama sangat penting dalam penggunaan cara menyampaikan pesan.
Di tempat umum misal di restoran, atau ditempat terbuka misal dalam olahraga
cara berbicara yang dipakai tentu berbeda dengan apabila dirumah atau
dikantor Tentu tidak tepat berbicara keras-keras diantara banyak orang lain,
sementara dengan berbisik-bisik di dalam rumah justru akan menimbulkan kesan
yang negatif bagi tuan rumah.
Pada saat pembicaraan tengah berlangsung dan dianggap lancarpun,
pelobi harus tetap memperhatikan situasi dan kondisi yang sewaktu-waktu bisa
berubah. Jangan meneruskan ketika ada orang lain datang atau alihkan pada topik
lain dengan cara yang wajar, karena meskipun mungkin pelobi tidak
berkeberatan, tetapi mungkin yang dilobi yang tidak berkenan.
Hal lain yang perlu diperhatikan mengenai cara menyampaikan pesan
adalah berkaitan dengan pihak yang dilobi. Apabila pihak yang didekati adalah
pribadi atau orang-orang tertentu maka cara yang dilakukan bersifat persuasif.
Usahakan untuk mengundang simpati dan dukungan yang bersangkutan. Tetapi
apabila yang didekati adalah kelompok maka pesan yang disampaikan harus
mengandung argumentatif. Pelobi harus menyampaikan alasan- alasan dan
56 | P a g e
pertimbangan-pertimbangan yang logis dan rasional yang bisa membuat pihak
yang dilobi menjadi lebih jelas, lebih mengerti dan memahami obyek sasaran
sehingga pada gilirannya mereka bisa menerima dan mendukung.
4. Mengemas Pesan
Seeorang akan mudah tertarik bila menyaksikan sesuatu dikemas atau
diatur dengan rapi, misalnya makanan yang disajikan dimeja makan yang ditata
rapi dan indah tentu akan menimbulkan selera yang berbeda apabila hanya
disajikan dalam bungkusan atau kotak. Sama halnya dalam masyarakat kita
memberikan sesuatu dengan tangan kanan dengan tangan kiri pasti akan
menimbulkan kesan yang berbeda. Dalam melakukan lobi seorang pelobi harus
bisa menyampaikan atau menyajikan pesan yang dibawanya kepada pihak
yang dilobi agar tertarik dan kemudian memperhatikan, sehingga bisa mengerti
dan memahami apa yang diinginkan dan pada gilirannya dapat menerima dan
ahirnya mendukung.
5. Jangan Takut Gagal
Pepatah mengatakan kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
Adalah hal yang biasa bahwa tidak semua usaha pasti berhasil apalagi dalam
waktu cepat dan singkat, lebih-lebih dalam lobi. Lobi dilakukan untuk membuat
atau mengubah pihak atau orang yang semula tidak suka menjadi suka, yang
semula menolak menjadi menerima dan yang menentang menjadi mendukung.
Dengan demikian maka ada kalanya memang sulit merubah sikap
tersebut, apalagi kalau sikap semula yang ditunjukan keras. Dalam keadaan
tetentu merupakan hal yang biasa apabila orang cenderung menjaga gengsi,
sehingga tidak perlu mudah mengalah meskipun dalam akal dan hatinya
mengakuinya.
Oleh karena itu, maka dukungan yang diharapkan tidak selalu bisa
diperoleh berulangkali. Dengan demikian maka pelobi tidak boleh takut gagal, dia
harus memiliki optimisme, telaten, sabar, gigih dan fleksibel.
57 | P a g e
Ketakutan akan gagal, membuat orang menjadi mudah cemas, kurang
percaya diri dan kemudian mudah gugup sehingga sangat mengganggu
penampilannya. Kalau sudah demikian maka justru akan merusak lobi yang
dibangunnya, sehingga akan menggagalkan lobi yang dilakukan. Kalaupun pada
akhirnya ternyata gagal, tidak boleh membuat pelobi frustasi. Karena kegiatan
lain atau masalah lain akan selalu muncul dan lobi kembali akan harus
dilakukannya.
58 | P a g e
cara yang teratur, dengan jadwal tertentu, dengan proses dan teknik
tertentu, termasuk acara-acara yang bersifat seromonial didahului
dengan pidato pengantar, dilanjutkan dengan penanda tanganan naskah
persetujuan dll.
b. Bentuknya Baku
Negosiasi biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai
kepentingan yang berbeda atas obyek atau sasaran yang sama. Disamping
itu pihak-pihak itu juga merasa mempunyai hak dan kedudukan yang
sama, oleh karena itu maka negosiasi atau perundingan mempunyai
bentuk yang baku yaitu pihak-pihak yang berunding biasanya duduk
berhadap-hadapan, dan melakukan komunikasi langsung atau tatap
muka.
c. Pelakunya Telah Ditentukan
Aktor atau pelaku dalam negosiasi telah ditentukan atau dipilih
sehingga tidak semua orang boleh ikut dalam suatu perundingan. Yang
ikut terlibat dalam perundingan adalah orang-orang yang telah dipilih dan
diberi mandat atau wewenang untuk itu. Para peserta perundingan
tersebut biasanya disebut dengan utusan, wakil, atau delegasi.
Apabila karena sesuatu hal ada peserta/pelaku yang harus diganti maka
perubahan atau pergantian tersebut harus diberitahukan kepada pihak
yang lain atau lawan rundingnya Adakalanya pergantian harus dengan
persetujuan pihak lain/ lawan runding.
d. Tempat dan Waktu Ditentukan Berdasarkan Kesepakatan
Tempat dan waktu perundingan ditentukan dengan pasti dan
disepakati oleh pihak-pihak yang berunding. Dalam kasus-kasus yang
pelik, soal tempat dan waktu ini adakalanya membutuhkan perundingan
tersendiri.
e. Pendekatan Dua Arah, Masing-Masing Pihak Berusaha Mempengaruhi
59 | P a g e
Negosiasi dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang saling
membutuhkan sehingga semua pihak ingin mempengaruhi pihak lain
sebagai lawan rundingnya. Masing-masing berusaha agar keinginannya
itu diterima atau disetujui pihak yang lain. Keengganan atau sikap kurang
sungguh-sungguh dari salah satu pihak bisa sangat mempengaruhi sikap
pihak yang lain, sehingga pihak tersebut tidak mau melanjutkan negosiasi
atau perundingan atau menjadi gagal.
f. Target
Sasaran yang ingin dicapai oleh suatu negosiasi adalah
diperolehnya suatu kesepakatan atau adalah kesepakatan atau
persetujuan yang bisa diterima oleh pihak-pihak yang berunding.
g. Kemampuan Negosiasi
- Tiga elemen kunci: mendengarkan, mengamati, dan
menyampaikan
- SHAPE: sincere, sensitive (tulus, peka); honest, humorous
(perhatian, humoris); attentive, articulate (perhatian, pandai
bicara); proficient (pandai, cakap); enthustiastic, emphatic
(antusias, bisa merakan perasaan orang lain).
Dalam uraian tahapan negosiasi diatas telah disebutkan, apabila tahap
awal telah dilalui maka tahap selanjutnya tahap berlangsungnya negosiasi,
dimana keterampilan dan strategi sangat dibutuhkan pada tahapan ini. Untuk
melakukan negosiasi selain ketrampilan individu ada beberapa hal yang harus
diketahui atau disiapkan sebagai strategi oleh pelaku atau negosiator
sebagaimana yang dikemukan oleh Maschab (1997), yaitu:
a. Pelaku/Negosiator harus tahu persis target yang ingin dicapai.
Seorang negosiator tidak selalu merupakan orang pertama atau
pimpinan, atau pengambil keputusan di lingkungannya, oleh karena itu dia
harus mengetahui dengan tepat apa yang diinginkan oleh pimpinannya
atau lembaga yang diwakilinya. Adalah hal yang sangat mengganggu atau
60 | P a g e
tidak baik apabila dalam suatu negosiasi ada peserta atau utusan/wakil
pihak yang berundingharus sering meninggalkan tempat atau bolak-balik
harus berkonsultasi kepada pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya
karena ketidaktahuannya mengenai apa yang diinginkan pimpinan atau
lembaga tersebut.
b. Pelaku/ harus memiliki wewenang untuk melakukan negosiasi.
Seseorang negosiator harus mempunyai wewenang untuk
menerima atau menolak keinginan lawan rundingnya dan membuat
kesepakatan dalam perundingan tersebut. Tidak boleh terjadi suatu
pandangan atau keinginan serta kesepakatan yang telah diterima oleh
para perunding kemudian dimentahkan kembali atau ditolak oleh
pimpinan dari lembaga yang diwakilinya. Apabila terjadi hal begitu maka
bukan saja akan merusak kredibilitas para wakil atau perunding itu
sendiri/tetapi juga nama baik lembaga yang bersangkutan.
c. Perlu mendalami masyalah yang dirundingkan secara baik.
Setiap perunding harus menguasai atau memahami dengan baik
permasyalahan yang dirundingkan. Pemahaman atas semua aspek dari
obyek perundingan akan sangat membantu menumbuhkan pengertian
atau kesediaan tawar-menawar dengan pihak lain; karena dalam
perundingan tidak ada pihak yang mau menang sendiri.
d. Perlu mengenali lawan rundingnya dengan baik.
Seorang perunding juga perlu mengenali lawan rundingnya
dengan baik agar dia bisa menemukan cara untuk menarik perhatian,
memahami argumentasi yang diajukan dan kemudian menyetujuinya.
Pengenalan lawan runding tersebut tidak hanya mengenai kepribadiannya
tetapi juga mengenai pengetahuan dan pandangannya terhadap masalah
yang sedang dirundingkan baik mengenai kekuatan maupu
kelemahannya.
61 | P a g e
Meskipun suatu perundingan tidak sama dengan peperangan,
tetapi mungkin bisa dinalogkan dengan semacam axioma yang
menyatakan bahwa ‘mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan adalah
separoh kemenangan. Hal ini terasa sekali manfaatnya apabila
perundingan yang dilakukan melibatkan lebih dari 2 pihak, karena
penguasaan atas masalah dan pemahaman atas kekuatan dan
kelemahan lawan bisa dipergunakan untuk memperoleh dukungan dari
pihak ketiga atau yang lain sehingga secara bersama-sama kemudian
mendorong atau menekan lawan runding untuk menerima keinginannya
e. Perlu memahami mana hal-hal yang prinsip atau bukan prinsip.
Seorang perunding diberi wewenang untuk menerima atau
memberikan persetujuan usulan atau keinginan lawan runding. Agar apa
yang dilakukan tidak bertentangan atau menyimpang dari kemauan
pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya, maka perunding harus
mengetahui hal-hal yang prinsip bagi pihaknya dan hal-hal mana yang
bukan prinsip. Hal-hal yang prinsip tentu saja tidak boleh diabaikan
apalagi dikorbankan dalam perundingan.
Dalam perundingan yang biasanya juga dilakukan tawar-
menawar untuk memberi dan menerima, maka yang boleh dipertaruhkan
adalah hal-hal yang tidak prinsip. Pelanggaran atas hal-hal yang prinsip
bisa mengakibatkan dibatalkannya kesepakatan yang telah dicapai atau
kalau dalam perjanjian - perjanjian internasional maka ratifikasi atas hasil
persetujuan tersebut tidak dapat diberikan sehingga perlu ditinjau
kembali.
f. Tujuh Elemen Ukuran Keberhasilan Negosiasi
i. Alternatif
Alternatif adalah kemungkinan jalan keluar yang dipunyai pihak-
pihak yang bernegosiasi apabila tidak diperoleh kesepakatan, yaitu
62 | P a g e
tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
tanpa persetujuan pihak lain
Akan tetapi sedapat mungkin sebuah kegiatan negosiasi dapat
menghasilkan kesepakatan yang terbaik buat semua pihak (win
win solution) atau apabila terpaksa elakukan tindakan tanpa
persetujuan pihak lain setidak-tidaknya tidak merugikan pihak lain
ii. Kepentingan (harapan, keinginan dan kebutuhan)
Kedua belah pihak memiliki kepentingan masing-masing yang
menjadi dasar ketika melakukan negosiasi. Kepentingan yang
menyangkut orang banyak hendaknya jangan dikirbankan ketika
melakukan negosiasi, akan tetapi kepentingan yang bersifat
individu atau kelompok sebaiknya tidak mengorbankan
kepentingan bersama (yang bermanfaat bagi orang banyak).
iii. Opsi
Didalam proses negosiasi sering kali menghasilkan tidak hanya
satu pilihan, namun beberapa pilihan inilah yang disebut opsi.
Negosiasi yang baik akan menghasilkan kesepakatan yang berupa
pemilihan opsi yang terbaik diantara yang beberapa opsi yang ada.
iv. Legitimasi
Negosiasi dapat dikatakan berlangsung dengan baik apabila yang
dihasilkannya mendapat legitimasi/ pengakuan baik dari pihak
internal (kedua belah pihak yang sedang bernegosiasi) maupun
eksternal (pihak lainnya).
v. Komunikasi
Yang dimaksud komunikasi dalam negosiasi adalah kegiatan
pertukaran ide-ide, pesan-pesan atau informasi yang terjadi
selama proses negosiasi.
vi. Hubungan
63 | P a g e
Hubungan kerja dalam negosiasi adalah hubungan antara pihak-
pihak yang terlibat dalam proses negosiasi. Hubungan kerja ini
sebaiknya dilandasi saling percaya, saling menghargai dan tidak
ada pihak yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah
kedudukkannya selama proses negosiasi. Hubungan kerja yang
baik ini hendaknya tetap dijaga walaupun tidak tercapai
kesepakatan dalam bernegosiasi.
vii. Komitmen
Komitmen adalah pernyataan lisa atau tertulis mengenai hal yang
diinginkan atau tidak diinginkan oleh pihak-pihak yang melakukan
negosiasi. Komitmen dapat berkembang selama proses negosiasi
dan dapat dicantumkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dalam perjanjian/ksepakatan yang dihasilkan. Komitmen
hendaknya dirancang yang praktis, tahan lama, mudah dipahami
bersama dan dapat diverifikasi dengan mudah apabila diperlukan.
g. Menghadapi Perilaku yang Sulit
i. Jangan bereaksi
ii. Dengarkan dan nyatakan
iii. Rekam dan susun apa yang mereka katakan dalam alur pikir kearah
pemecahan masalah
h. Langkah-langkah Negosiasi
Negosiasi merupakan suatu proses yang memiliki tahapan atau langkah
sebagaimana proses kegiatan lainnya yaitu persiapan, pelaksanaan dan
tahap akhir negosiasi.
1. Persiapan
• Persamaan persepsi/pemahaman
Sebelum pelaksanaan negosiasi, masing-masing pihak hendaknya
melakukan kegiatan persiapan intern, kegiatan persiapan tersebut
pada hakekatnya berupa penyamaan pemahaman/persepsi
64 | P a g e
antara anggotanya yang akan terlibat dalam kegiatan negosiasi
dengan pihak lain. Hal- hal yang perlu disamakan pemahamannya
adalah tujuan negosiasi, isu yang perlu dibahas, kepentingan, apa
saja alternatifnya. Opsi keputusan terbaik kriteria
keberhasilannya, posisi yang akan diajukan dll.
• Mencari tahu keadaan pihak lain
Hal-hal yang perlu diketahui dari pihak lain adalah tujuan,
kepentingan, opsi, keputusan terbaik, posisi yang akan diajukan,
dll untuk memperlancar jalannya negosiasi.
• Persiapan fisik
Meliputi persiapan ruangan pertemuan, akomodasi, transportasi,
dan kegiatan penunjang lainnya (media)
2. Pelaksanaan Negosiasi
• Menyepakati agenda negosiasi termasuk apa yang akan
dibicarakan
• Masing-masing mempresentasikan tujuan, isu, ungkapan, posisi
• Memberikan kesempatan pihak lain meminta klarifikasi atau
penjelasan tentang apa yang dikemukakan.
• Mencermati kepentingan masing-maing untuk dipertemuakan
dengan kepentingan pihak lain.
• Pertemuan hendaknya didasari saling mempercayai dan saling
menghargai masing-masing pihak hendaknya bersedia
menggeser posisinya agar dicapai kesepakatan.
3. Tahap Akhir Negosiasi
• Jangan berlarut-larut
• Buatlah catatan tertulis selengkap mungkin
• Identifikasi kebutuhan akan tindakan dan tanggung jawab dari
masing-masing pihak yang berbegosiasi
65 | P a g e
• Buatlah komitmen yang praktis, mudah dipahami dan dapat
dibverifikasi dengan mudah
• Apabila negosiasi gagal, hendaknya tetap dijaga hubungan baik
dianatara pihak-pihak yang bernegosiasi.
66 | P a g e
• Informasi dijejalkan secara berlebihan sehingga melampaui kapasitas
memori peserta.
Langkah-langkah untuk melakukan advokasi melalui resentasi Interaktif
Langkah 1: Tentukan Tujuan Presentasi
Untuk melakukan hal ini, kita harus menjawab pertanyaan pendengar
berikut:
1. Mengapa kami disini?
2. Mengapa hal ini penting bagi saya?
3. Apa manfaatnya untuk saya?
Pertanyaan berikut adalah untuk pembicara:
1. Bila presentasi ini selesai apa yang kita ingin pendengar lakukan?
2. Bila presentasi ini selesai apa yang kita ingin pendengar katakan?
3. Bila presentasi ini selesai apa yang kita ingin pendengar yakini?
Apakah presentasi kita dimaksudkan untuk:
1. Membujuk?
2. Mengilhami?
3. Menginformasikan?
4. Meyakinkan?
5. Memberi instruksi?
6. Menghibur?
Tuliskan tujuan presentasi dalam bentuk pernyataan, karena ini akan melandasi:
isi presentasi, tingkat detail presentasi serta waktu/lamanya presentasi.
67 | P a g e
kita presentasikan, sikap dan opini mereka tentang apa yang kita presentasikan.
Semakin akurat atau mendekati kenyataan asumsi kita atas hal-hal tersebut,
semakin visible tujuan kita tercapai. Agar dapat membuat asumsi yang baik, kita
harus berusaha mendapatkan informasi tentang apa dan atau siapa
pendengar/sasaran kita.
68 | P a g e
4. Sentuh hal yang menarik minat, misalnya: cerita pengalaman pribadi
yang relevan dengan subyek/materi.
5. Kaitkan dengan hal yang baru-baru ini terjadi, yang ada relevansinya
dengan subyek.
6. Pastikan pertanyaan-pertanyaan berikut telah terjawab:
a) Mengapa kita semua berada di tempat ini?
b) Apa agendanya?
c) Apa yang ingin kita peroleh?
d) Apa manfaatnya bagi pendengar?
Hal yang harus dihindari:
• Jangan gunakan humor bila anda bukan humoris
• Jangan berikan penjelasan kamus dari kata-kata (dari materi anda)
• Jangan katakan “Saya senang berada disini bersama anda”, kecuali
dengan bahasa tubuh juga mendukung
• Jangan meminta maaf
• Jangan menunjuk skema organisasi dan menjelaskan sejarah dari
departemen/ organisasi anda
• Jangan matikan lampu
• Jangan hanya membaca semua tulisan pada gambar
• Diatas segalanya, jangan membaca materi yang akan dipresentasikan.
69 | P a g e
• Kategorial
• Masalah/ pemecahannya
• Perbandingan/ kontras
• Ideal vs Kenyataan
• Bentuk vs manfaat
• Cara lama/ cara baru
• Keuntungan/ kerugian
• Goal/jalan menuju sukses
• Tujuan/jawaban
Dengan catatan semuanya harus didukung oleh alasan/ fakta/ data atau contoh
yang mendukung tujuan presentasi.
70 | P a g e
• Kita dapat menyampaikan cerita yang sama dengan waktu 25-40% lebih
sedikit
Berikut adalah aturan bagi visual aid, yaitu:
• Sederhana.
• Gunakan warna, tapi bukan pelangi
• Buat bagan atau blukona (bulatan, kotak dan panah)
• Minimalkan kata, jangan gunakan kalimat lengkap, menggunakan poin
• Gunakan gambar, bagan, simbol, kartun yang relevan dengan materi
• Hanya satu poin penting per visual
• Gambar terbaik adalah riil, kedua terbaik adalah gambar dari yang riil
• Pilih visual dan media yang merasa nyaman, dan yakin menggunakannya.
• Biarkan lampu terang benderang, jangan dimatikan. Karena andalah
pesan yang akan disampaikan. Gambar dan visual aid yang terbaik adalah
anda.
71 | P a g e
Langkah 9: Pastikan Informasi atau Materi Presentasi Memang untuk “DIA”
Cek kembali untuk memastikan bahwa seluruh materi telah sesuai dengan
audience, baik pembuka, isi, penutup dan telah diupayakan sesuai dengan
bahasa dan cara penyampaian serta bisa diterima oleh audience, termasuk
“bumbu” nya cerita ilustrasi, pengalaman, humor dan sebagainya.
72 | P a g e
6. Upayakan agar audience tetap antusias selama presentasi. Antusias
dapat ditunjukkan dari sikap ceria, bersemangat, memperhatikan,
menanggapi dan berinteraksi, dll.
7. Gunakan alat bantu audiovisual yang tepat dan menarik selama
presentasi berlangsung.
8. Berikan umpan balik yang positif kepada audience selama penyajian.
Contoh: “terima kasih untuk menceritakan pengalaman anda”
9. Gunakan humor secara positif
10. Melakukan perpindahan antara dua topik secara lembut.
11. Berlaku sebagai model ideal bagi suatu peran. Menjadi teladan dalam
berpakaian, antusiasme, datang tepat waktu dan selesai tepat waktu.
73 | P a g e
VIII. Rangkuman
• Pengertian komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian proses
meminimalkan risiko, yang terdiri dari tiga komponen, yaitu persepsi risiko, manajemen risiko
dan komunikasi risiko.
• Komunikasi risiko adalah proses pertukaran informasi secara terus-menerus, baik langsung
dan tidak langsung dengan pemberitaan yang benar dan bertanggung jawab yang terbuka dan
interaktif atau berulang di antara individu, kelompok atau lembaga.
• Advokasi bidang kesehatan adalah usaha untuk mempengaruhi para penentu kebijakan atau
pengambil keputusan untuk membuat kebijakan publik yang bermanfaat untuk peningkatan
kesehatan masyarakat.
• Advokasi kesehatan dapat menyampaikan pesan atau isu kesehatan melalui berbagai jenis
saluran komunikasi kepada sasaran advokasi dengan tujuan agar para pejabat publik
meningkat pengetahuannya dan kepeduliannya yang pada akhirnya bertindak memberikan
dukungan dalam bentuk kebijakan publik atau sumberdaya untuk mengatasi berbagai
masalah kesehatan yang ada
• Komunikasi efektif dapat diartikan sebagai penerimaan pesan oleh komunikan atau reciever
sesuai dengan pesan yang dikirim oleh sender atau komunikator, kemudian reciever atau
komunikan memberikan respon yang positif sesual dengan yang diharapkan
• Teknik advokasi adalah suatu instrumen atau taktik menghantar metode advokasi yang
diterapkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
• Ada beberapa langkah pengembangan teknik advokasi kesehatan, antara lain melalui lobi,
negosiasi, serta presentasi interaktif
IX. Referensi
• Pedoman SKDR
• Permenkes 949 tahun 2004
• Permenkes 45 tahun 2014
• Pedoman Penyelidikan Epidemiologi KLB tahun 2017
• Komunikasi dan Advokasi Kebijakan Kesehatan
74 | P a g e
X. Lampiran:
Lembar Kerja Panduan Latihan Membuat Pesan Kunci
1. Tujuan penugasan
Setelah melakukan latihan ini, peserta mampu membuat pesan kunci
2. Alokasi waktu: 1 Jpl = 45 menit
3. Langkah-langkah penugasan:
a. Peserta masih dalam kelompok yang sama, menentukan masalah kesehatan
berdasarkan data dari SKDR
b. Kelompok mendiskusikan pesan kunci sesuai dengan form selama 15 menit
c. Setiap kelompok memberikan paparan pesan kunci yang dibuat, selama 5 menit
d. Fasilitator merangkum dan menyampaikan kesimpulan selama 10 menit
Lembar Kerja Adaptasi Pesan
Khalayak Pesan Utama Saluran Materi Adaptasi Pesan
Sasaran (Arahan Media (luring, Penyampaian (Sesuai format,
Nasional/ daring, budaya, atau bahasa)
Program) konferensi Tanpa mengubah
pers, dll) Makna Pesan Utama
75 | P a g e