JURNAL REVIEW
TELAAH
KURIKULUM
PRODI
PENDIDIKAN
TEKNIK MESIN
Skor Nilai :
MEDAN
SEPTEMBER 2021
EXECUTIVE SUMMARY
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berfikir analitis siswa di
sekolah, salah satunya dengan Model Problem Based Learning (PBL). Hal ini sejalan dengan
pendapat menurut Perez dan Uline (Schechter, 2011) bahwa PBL telah banyak dipahami sebagai
manfaat bagi mempersiapkan para pemimpin sekolah dengan berkontribusi terhadap kemampuan
berfikir analitis dan strategis mereka. Selain itu, John Dewey (Miller, 2004) yang merupakan
seorang filsuf dan pendidik, menjelaskan bahwa "masalah adalah stimulus untuk berfikir”. Kedua
pendapat tersebut menguatkan bahwa PBL berkontribusi baik bagi para guru maupun siswa untuk
meningkatkan kemampuan berfikir analitis dan strategi dalam pembelajaran. Kajian ini
menggunakan metode kuasi eksperimen, dan bentuk kuasi eksperimen yang dipilih adalah
Nonequivqlenty Control Group Design. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan tes,
observasi, dan studi dokumentasi sedangkan teknik analisis data menggunakan uji-t untuk melihat
perbedaan peningkatan kemampuan berfikir analitis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Subjek penelitian ini yaitu Kelas XI AP 4 sebagai kelas eksperimen dan Kelas XI AP 2 sebagai
kelas kontrol. Hasil kajian menunjukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berfikir analitis
yang signifikan antara kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning
(PBL) dengan kelas kontrol yang menggunakan model Guide Discovery Learning. Namun,
perolehan rata-rata skor kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Artinya, sekolah dapat menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan
kemampuan berfikir analitis siswa.
KATA PENGHANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas matakuliah Pengembangan Program
Pengajaran Fisika yang berjudul “Implementasi Problem of active learning di tingkat Sekolah
Menengah Pertama
”. Penulis berterima kasih kepada Bapak Dr.Yuniarto Mudjisusatyo,M.Pd selaku dosen yang
mengampu matakuliah ini.
Penulis sangat berharap review jurnal ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam review jurnal ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan review jurnal yang penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga review jurnal sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya.
Penulis
Bab I. PENDAHULUAN
A. Pendahuluan............................................................................... 3
B. Deskripsi Isi............................................................................... 4
Bab IV PENUTUP
A. KESIMPULAN.............................................................................27
B. DAFTAR PUSTAKA....................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
Disaat kita membtuhkan sebuah referensi, yaitu journal sebagai sumber bacaan kita selain buku
dalam mempelajari mata kuliah kepemimpinan, sebaiknya kita terlebih dahulu mengkritisi journal
tersebut agar kita mengetahui journal mana yang lebih relevan untuk dijadikan sumber bacaan.
B. Tujuan Penulisan CJR
C. Manfaat CJR
1. Sebagai rujukan bagaimana untuk menyempurnakan sebuah jounal dan mencari sumber bacaan
yang relevan.
2. Membuat saya sebagai penulis dan mahasiswa lebih terasah dalam mengkritisi sebuah journal.
3. Edisi terbit :-
5. Penerbit : UNS
PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN
Era globalisasi yang merupakan ajang persaingan bebas, menuntut kesiapan siswa agar memiliki
ketangguhan dalam persaingan global tersebut. Ketangguhan dalam hal ini ditentukan oleh
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, yang merupakan inti pengatur tindakan siswa.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dimiliki siswa, akan menentukan kemampuannya dalam
menyusun strategi dan taktik untuk meraih peluang memenangkan persaingan global (Liliasari,
2001). Pendapat atau pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa saat ini (abad XXI) merupakan
abad yang menuntut guru untuk mengelola kegiatan berpikir agar siswa memperoleh kemampuan
berpikir tingkat tinggi, sehingga tangguh menghadapi persaingan di abad ini.
Ada kaitan antara pengetahuan dan berpikir. Keduanya saling mengisi, tambahan
pengetahuan diperlukan untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir, dan sebaliknya
kemampuan berpikir dapat menambah koleksi pengetahuan yang dimiliki siswa. Siswa tidak
dapat berpikir tanpa isi. Isi berkenaan dengan pengetahuan. Senada dengan pendapat tersebut
Gagne (Arnone, 1998), menjelaskan bahwa pengetahuan mempengaruhi perkembangan berpikir
siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget (1981), bahwa pengetahuan dibangun dalam
pikiran siswa, dan hasil kegiatan bepikir, menambah pengetahuan yang ada (subsumer)
Berpikir secara umum dianggap sebagai suatu proses kognitif (Fudyrtanto, 2002). Menurut
para ahli
kognitif, pemecahan masalah seharusnya menjadi target perolehan hasil belajar karena
pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk kreativitas dalam berpikir yang termasuk
dalam kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi (Gagne, 1988). Anderson and Krathwohl
(2001) merevisi hasil belajar kognitif taksonomi Bloom menjadi 6 dimensi proses kognitif
yakni; pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan kreativitas. Menurut Costa,
et al (1985), kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi penyelesaian masalah, pembuatan
keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
Hasil analisis guru khususnya pada pembelajaran sistem pencernaan dari hasil tugas dan
capaian yang lainnya misalnya melalui tes, ternyata siswa mengalami permasalahan pada hasil
belajar kognitif pada kemampuan memecahkan masalah yang masuk dalam hasil belajar
kognitif tingkat tinggi yakni analisis (C4), evaluasi (5) dan kreativitas (C6). Siswa akan sampai
pada kemampuan pemecahan masalah jika memiliki kemampuan analisis, evaluasi, dan
kreativitas. Bertolak dari permasalahan ini sehingga guru dalam pembelajaransistem
pencernaan, ingin mencobakan model pembelajaran problem based learning (PBL) yang
merupakan salah satu model pembelajaran agar terjadi pembelajaran kontekstual, melalui
prosedur kelas eksperimen dan kelas kontrol.
DESKRIPSI ISI
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan atau 1 semester, mulai dari bulan Mei sampai bulan
Oktober tahun 2015. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Sekolah SMAN 5 kota Samarinda
kelas XI yang dijadikan obyek penelitian dengan penerapan model pmbelajaran problem based
learning (PBL)
a. Pada penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas adalah model pembelajaran problem based learning (PBL) dengan media
lingkungan dan power poin, sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar siswa setelah
proses pembelajaran menggunakan dan tidak menggunakan model pembelajaran problem
based learning (PBL).
b. Definisi Operasional
Untuk menggambarkan yang lebih jelas tentang permasalahan yang akan diteliti, maka
penulis perlu merumuskan definisi operasional, yaitu sebagai berikut :
Menurut Arends (Tritanto, 2007), probelm based learning merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana siswa dihadapakan pada masalah autentik (nyata) sehingga
diharapkan merekadapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan
keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siiswa dan meningkatkan
kepercayaan dirinya. Berdasarkan definisi konsepsiobal tersebut, maka definisi
operasional dalam penelitian ini adalah model problem based learning (PBL), adalah
pelaksanaan pembelajaran dengan mengacu pada sintaks model pembelajaran problem
based learning (PBL), yang diawali dengan observasi permasalahan nyata di lapangan
terkait sistem pencernaan, selanjutnya siswa merumuskan permasahalan, menentukan
prosedur kerja penylesaian masalah, hasil penyelesaian masalah, kesimpulan. Tahapan ini
dikerjakan mahasinswa dalam kelompok dan dipresentasikan. Di akhir pembelajaran
siswa mengumpulkan tugas secara mandiri.
1) Hasil belajar adalah capaian kemampuan siswa, setelah proses pembelajaran dengan dan
tanpa menerapkan model pembelajaran prolem based learning (PBL), untuk menentukan
capaian siswa berupa nilai menggunakan pengukuran skor 10 sampai 100, berdasarkan
hasil tugas mandiri problem based, dan tes akhir setelah kegiatan pembelajaran selesai.
Bentuk soal tes adalah essay.
Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN5 Kelas XI dimana terdiri dari 6 (kelas) IPA
yaitu (IPA1, IPA2, IPA3, IPA4, IPA5, IPA6).
Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 dan IPA2masing-masing terdiri dari 30
siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling dengan
memperhatikan perolehan nilai rata-rata siswa, pada mata pelajaran biologisebelum
menggunakan atau tanpa menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL)..
Prosedur Penelitian
a. Melakukan Pre-test pada siswa kelas XI yang berjumlah 6 kelas. Kegiatan ini bertujuan untuk
mendapatkan dua kelas dengan rata-rata nilai awal tidak memiliki perbedaan rentang yang
jauh. Kriteria tersebut dipenuhi oleh kelas IPA1 dan IPA2
b. Menentukan kelas perlakukan dan kelas kontrol. Kegiatan ini dilakukan pada awal sebelum
c. perlakuan. Penentuan kelas perlakuan dan kelas kontrol dilaksanakan dengan undian.
Hasilnya adalah kelas perlakukan (kelas eksperimen) kelas IPA1 sedangkan kelas kontrol
adalah kelas IPA2
Rancangan Penelitian
C Y1 X Y2
A Y3 - Y4
Keterangan :
O1 adalah pre test untuk kelas perlakuan dalam proses pembelajaran menggunakan model
pembelajaran problem based learning (PBL) dengan media power point
O2 post test untuk kelas perlakuan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran
problem based learning (PBL) dengan media power point
O3 pre test untuk kelas kontrol dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran
langsung (diarec learning) dengan media power poin.
04 post test untuk kelas kontrol dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran
langsung (diarec learning) dengan media power point.
Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data hasil post test dari kedua kelas yakni
kelas perlakuan dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem based
learning (PBL) dengan media power point (O2) dengan kelas kontrol dalam proses pembelajaran
menggunakan model pembelajaran langsung (diarec learning) dengan media power point (O4).
Teknik analisis menggunakan teknik pengujian statistik deskriptif terutama untuk permasalahan
penelitian no 1 dan 2 dan pengujian hipotesis menggunakan uji-t (test) untuk permasalahan
penelitian no 3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis merupakan langkah untuk memberikan jawaban terhadap rumusan masalah
dalam penelitian. Adapun uji hipotesis yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah uji t-test.
Hipotesis yang akan di uji kebenarannya adalah:
a. Ha: Ada pengaruh penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) terhadap
hasil belajar Biologi materi sistem pencernaan manusia siswa kelas XI
SMA
b. Adapun rumus yang digunakan untuk melakukan uji beda adalah t-test yang ditujukan pada
rumus berikut.
juga menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa terkait
pembuatan laporan pemecahan masalah gangguan sistem pencernaan yang dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) dengan bantuan media
power point dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang dalam pembelajaran menggunakan
pembelajaran langsung (diarec learning) dengan bantuan media power point dengan hasil 65.
Pelaksanaan pembelajaran pada kelas perlakuan dengan model pembelajaran problem
based learning (PBL) dengan media power poin berjalan melalui skenario pembelajaran dimana
kegiatan awal guru memberikan apersepsi dan motivasi, dilanjutkan dengan menyampaikan dan
menayangkan topik pembelajaran serta menyampaikan dan menayangkan tujuan atau
kompetensi capaian setelah pembelajaran selama 10 menit. Kegiatan inti pembelajaran guru
memberikan pembelajaran singkat selama 10 menit yang terkait dengan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemecahan masalah sistem pencernaan yakni berupa tahapan pemecahan
masalahan yang mengacu pada model pembelajaran problem based learning (PBL), yakni
observasi pada lingkungan tercemar, merumuskan permasalahan, merumukan hipotesis,
menyusun prosedur kerja, merumuskan hasil pemecahan masalahan dan pembuktian hipotesis,
merumuskan kesimpulan, selanjutnya memberikan kesempatan kepada kelompok yang kena
giliran presentasi untuk mempresentasikan hasil pembuatan
ℎ𝑖
= 1̅ ̅ − ̅2̅
1 1
√ +
12
laporan pemecahan masalah yang dikerjakan oleh kelompok dalam diskusi
klasikal pembelajaran dengan bantuan media power poin, dilanjutkan dengan
diskusi yang berisi pertanyaan serta tanggapan dari siswa yang ada pada
kelompok yang tidak mendapat giliran presentasi. Pada kegiatan inti
√ 1 2 (1 − 1)2 − (2 − 1)2
1 +2− 2
Keterangan:
−(1−1/2)(1+2−2) ≤ ℎ𝑖 ≤ (1−1/2)(1+2−2)
Atau
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata kelas perlakuan dengan rata-rata kelas kontrol terjadi perbedaan dimana rata-rata kelas
perlakuan lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol, hasil ini penelitian ini, dapat diiterpretasikan
bahwa pencapaian hasil belajar kelas perlakuan terkait pembuatan laporan kegiatan pemecahan
masalah materi sistem pencernaan, dalam pembelajaran biologi siswakelas XI, lebih tinggi dari
pada kelas kontrol. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t
pembelajaran guru sebagai fasilitator, motifator, baik pada kegiatan diskusi maupun pada
kegiatan memberian kesempatan bertanya pada siswa di sesi akhir kegiatan inti yang berjalan
selama 70 menit. Kegiatan penutuppembelajaran berjalan selam 10 meit diisi dengan siswa
membuat kesimpulan dan guru memberikan reword serta mengingatkan tugas individual
kepada siswa berupa pembuatan laporan pemecahan masalah secara mandiri dimana masalah
sistem pencernaan manusia telah diperoleh siswa saat melaksanakan kegiatan observasi secara
berkelompok, untuk dikerjakan di luar pembelajaran. Diakhir pembelajaran guru memberikan
test. Jadi hasil belajar dalam penelitian ini diukur melalui hasil test dan penilaian kinerja berupa
tugas individual hasil pembuatan laporan pemecahan masalah terkait gangguan pencernaan
secara mandiri oleh siswa.
Pelaksanaan pembelajaran pada kelas kontrol berjalan melalui skenario pembelajaran
pembelajaran langsung (diarec learning) dengan media power point sebagai berikut kegiatan
awal selama 5 menit diisi oleh guru dengan melaksanakan apersepsi motivasi dan menayangkan
serta menyampaikan topik dan tujuan atau kompetensi capaian setelah proses pembelajaran.
Kegiatan inti terlaksana melalui kegiatan penjelasan guru terkait hal-hal yang harus
diperhatikan yakni tahapan pemecahan masalah, yakni penjelasan-penjelasan terkait dengan
observasi, perumusan masalah, perumusan hipotesis, penyusunan prosedur kerja, hasil
pemecahan masalah dan pembuktian hipotesis, serta penyusunan kesimpulan. Setiap akhir
penjelasan satu indikator hal yang perlu diperhatikan dalam pemecahan masalah sistem
pencernaan, siswa diberi kesempatan untuk bertanya.Kegiatan inti terjadi selama 80 menit.
Kegiatan penutup dilaksanakan selama 5 menit dengan guru menyimpulkan dan memberikan
tugas kepada siswa secara individu untuk membuat laporan pemecahan masalah lingkungan
secara mandiri yang dikerjakan oleh setiap siswa , untuk dikerjakan di luar jam pembelajaran,
dan memberikan tes diakhir pembelajaran.
Hasil belajar siswa yang didasarkan pada hasil tes dan hasil kinerja berupa hasil pembuatan
laporan pemecahan masalah
....sistem pencernaan, menunjukkan hasil belajar siswa yang
dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL)
dengan media power poin (kelas perlakuan), lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang dalam
proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung (diarec learning) dengan
media power poin (kelas kontrol), hal ini terjadi karena dalam pembelajaran kelas perlakuan
siswa telah membuat terlebih dahulu laporan pemecahan masalah sistem pencernaan bersama
kelompok, dimana dalam kelompok terrsebut terjadi proses diskusi internal antar siswa dalam
kelompoknya, sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan pemahaman siswa melalui
penjelasan yang diperolehnya dalam tutor teman sebaya sesama anggota kelompok.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pustakapustaka berikut yang menyatakan bahwa Hasil
penelitian ini menunjang hasil penelitian Roth (1994), dan Brown (2003) bahwa tugas yang
dikerjakan secara berkelompok akan meningkatkan hasil belajar kognitif siswa atau siswa yang
berkemampuan awal rendah dan tinggi, karena melalui tugas kelompok siswa memperoleh
pemahaman yang komprehensif dari hasil diskusi dengan teman sebaya. Hasil belajar kognitif
dimensi bahwah yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan erat kaitannya dengan kemampuan
berpikir tingkat tinggi yakni analisis, evaluasi, dan kreatif (hasil belajar kognitif dimensi atas)
(Gashen, 1996). Kemampuan berpikir tingkat tinggi (hasil belajar kognitif dimensi atas)
diperoleh siswa atau siswa melalui model pembelajaran problem based learning (PBL) karena
melalui pembelajaran ini siswa memiliki kesempatan untuk memecahkan permasalahan nyata
yang ada di sekitar siswa atausiswa, sehingga menjadi pelaku berpikir (Lee, 1999; Lawson, 2000;
Clifford, 2000).
pintar menjadi lebih baik (Slavin, 1995). Hal ini didukung oleh Ellis dan Fouts (1993), Ibrahim,
dkk (2000), dan Johnson dan Johnson (1991) yang mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa atau siswa pintar maupun kurang pintar.
Kelompok kurang pintar memperoleh penjelasan dari teman sebaya yang memiliki orientasi
dan bahasa yang sama. Akibatnya pemahaman siswa yang kurang pintar ini menjadi lebih baik.
Sementara siswa atau mahasiwa pintar pemahamannya akan meningkat, karena memberikan
pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam tentang hubungan ide-
ide yang terdapat dalam materi yang dibahasnya.
Lord (2001) mengemukakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pemahaman
materi biologi siswa. pembelajaran kooperatif menjadikan siswa lebih banyak bertanya,
berbicara, dan menjawab pertanyaan, sehingga pemahaman mereka akan materi pelajaran
menjadi lebih baik Lawrence and Harvey (1998), dan Tejada (2002) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa. Pembelajaran
kooperatif, menjadikan motivasi belajar semua anggota kelompok meningkat berkat adanya
dorongan belajar dari setiap anggota kelompok. Siswa atau siswa yang lemah akan termotivasi
untuk belajar karena semua tertantang untuk saling mengemukakan ide-idenya.
Menurut teori Vigotsky (dalam Ibrahim dan Nur, 2000) bekerja secara kooperatif
menyediakan peluang pada para peserta didik untuk lebih mungkin dapat memecahkan masalah
kompleks yang barangkali tidak akan mereka capai bila bekerja sendirian. Saling memberikan
bimbingan dan balikan dari teman sebaya sangat diperlukan. Bekerja dalam kelompok teman
sebaya membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan mereka melalui argumentasi,
kontroversi berstruktur, dan pengajaran timbal balik. Menurut Johnson dan Johnson (1991)
pembelajaran kooperatif mengarahkan aktivitas kelas berpusat pada peserta didik.
Pembelajaran berpusat pada peserta didik menyediakan peluang kepada guru atau guru
menggunakan lebih banyak waktu untuk melakukan diagnosis dan koreksi terhadap masalah-
masalah yang dialami para peserta didik. Guru dapat melayani peserta didik melakukan
konsultasi secara individual dan menyediakan kesempatan berlangsungnya pengajaran one – on
– one dan dalam kelompok kecil.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis
mengembangkan interaksi yang silih asah (saling mencerdaskan), silih asih (saling
menyayangi), dan silih asuh (saling tenggang rasa) antara sesama siswa, latihan hidup dalam
masyarakat nyata (Jamhir, 2001). Interaksi kooperatif akan memungkinkan siswa menjadi
sumber belajar bagi sesamanya. Penataan lingkungan pembelajaran dan jumlah anggota dalam
kelompok kooperatif terdiri dari 4 – 5 orang, heterogenitas anggota kelompok, bekerja sama
face–to–face untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan tanggung jawab secara individual
dan rasa salin
bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan penguasaan materi yang dipelajari. Di dalam
pembelajaran ini terjadi proses saling membantu di antara anggota kelompok agar semua anggota
kelompok menguasai materi yang sedang dipelajari. Pada saat diskusi kelompok akan muncul
konflik kognitif dan rasional yang lemah dibantu ketergantungan secara positif antar
anggota.Melalui komponen masyarakat belajar (learning community) dalam pembelajaran
kontekstual.
Menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain.
Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke pada
yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok- kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok- kelompok yang anggotanya
heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu kepada yang tidak
tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera
memberi usul, dan seterusnya. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar
memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi
yang diperlukan dari teman belajarnya (Nurhadi, 2002; Depdiknas, 2003)
Kegiatan saling belajar bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi,
tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu,
semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain
memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Kalau
setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar. Ini
berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman (Lawrence and
Harvey, 1998; Tejada, 2002).
Dalam jurnal yang saya rangkum memiliki kekurangan antar bab namun tidak banyak
kekurangan dari jurnal ini bahkan nyaris tidak ada kesalahan karena jurnal ini benar-benar di susun
secara teliti oleh penulis di bidangnya.Jadi dari beberapa bab saya simpulkan kekurangannya yaitu
penulis tidak memaparkan cara pengolahan data menggunakan rumus seperti rumus untuk mencari
nilai rata-rata, nilai gain,nilai pretes dan postes pada bagian hasil penelitian dan pembahasan..
Jurnal ini memang memberikan dampak positif bagi para pembaca khususnya para
mahasiswa fisika dalam mengatasi kurangnya kemampuan mahasiswa dalam memahami materi
kuliah FISIKA UMUM I,namun jika berbicara tentang kelemahan jurnal ini masih kurang
memberikan tarikan untuk para pembaca dalam memiliki keinginan membacanya walaupun sudah
di rancang sedemikian baik.
BAB IV
KESIMPULAN
Mengacu pada mmasalah, hasil penelitian dan pembahasan, maka terdapat beberapa hal yang
dapat dijadikan kesimpulan sebagai berikut:
a. Hasil belajar (rata-rata postest) mata pelajaran Biologi SMAN 5 kota samarinda kelas XI
setelah proses pembelajaran tidak menerapkan model pembelajaran problem based learing
adalah sebesar 65
b. Hasil belajar (rata-rata postest) mata pelajaran IPA biologi SMAN 5 kota Samarinda kelas
XI tahun ajaran 2015 setelah proses pembelajaran menerapkan model pembelajaran
problem based learing adalah sebesar 2,60
c. Penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) dalam pembelajaranBiologi
berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa SMAn 5 kota samarinda kelas XI tahun
ajaran 2015. Hasil ini dibuktikan melalui hasil uji statistik dengan menggunakan uji t
diperoleh 2,60.
4. SARAN
Mengacu pada kesimpulan maka ada beberapa hal yang menjadi saran agar pihak yang tertarik
menggunakan hasil penelitian ini dapat memperoleh hasil yang maksimal sebagai berikut:
a. Sebelum pembelajaran guru telah mempersiapkan tugas pemecahan masalah gangguan
sistem pencernaan yang akan di kerjakan secara berkelompok dengan secara mandiri
misalnya tugas kelompok terkait sistem pencernaan (gangguan pencernaan) sedangkan
tugas individual terkait ganguan pencernaan..
b. Pastikan bahwa siswa tidak mengalami lagi kebingungan sebelum mereka melaksanakan
pemecahan masalah sistem pencernaan baik secara berkelompok maupun secara mandiri,
dan guru tetap menjadi fasilitator sewaktuwaktu siswa butuh konsultasi.
c. Pembagian waktu saat kelompok pemaparan secara klasikal dalam pembelajaran harus
dipatuhi demikian juga dengan pembagian peran dalam presentasi misalnya presenter,
moderator, penjawab, penulis pertanyaan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A.A. Gede. (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu
Pendidikan.
Ali, Mohhamad. (2009). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : PT Imperial Bhakti Utama
Amir, M. Taufiq. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based learning. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Budhayanti, Clara Ika Sari. (2008). Pemecahan Masalah Matematika. Direktorat Jendral
Pendidikan tinggi.
London: Routledge.
Riedesel, C. A..Scchwart, J.E., & Clement, D.H. (1996). Teaching Elementry School
mathematic. Boston: Allyn and Bacon.
Tan, Oon-seng. (2003). Problem Based Learning Innovation: Using Problem to Power
Learning. in 21st Century, thompson Learning.
Wee Keng & Megan A. Kek. (2002). Authentic Problem Based lear