Anda di halaman 1dari 26

CRITICAL

JURNAL REVIEW
TELAAH
KURIKULUM
PRODI
PENDIDIKAN
TEKNIK MESIN
Skor Nilai :

Implementasi Problem of active learning di itngkat Sekolah Menengah Pertama

(Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Pembelajaran IPA


untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa MI Walisongo Gempol Risa Aristia,2017)

NAMA MAHASISWA : Julius Rivaldo Sitorus


NIM : 5202321002
:Dr.Yuniarto
DOSEN PENGMPU
Mudjisusatyo,M.Pd
MATA KULIAH : Telaah Kurikulum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

SEPTEMBER 2021
EXECUTIVE SUMMARY

Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berfikir analitis siswa di
sekolah, salah satunya dengan Model Problem Based Learning (PBL). Hal ini sejalan dengan
pendapat menurut Perez dan Uline (Schechter, 2011) bahwa PBL telah banyak dipahami sebagai
manfaat bagi mempersiapkan para pemimpin sekolah dengan berkontribusi terhadap kemampuan
berfikir analitis dan strategis mereka. Selain itu, John Dewey (Miller, 2004) yang merupakan
seorang filsuf dan pendidik, menjelaskan bahwa "masalah adalah stimulus untuk berfikir”. Kedua
pendapat tersebut menguatkan bahwa PBL berkontribusi baik bagi para guru maupun siswa untuk
meningkatkan kemampuan berfikir analitis dan strategi dalam pembelajaran. Kajian ini
menggunakan metode kuasi eksperimen, dan bentuk kuasi eksperimen yang dipilih adalah
Nonequivqlenty Control Group Design. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan tes,
observasi, dan studi dokumentasi sedangkan teknik analisis data menggunakan uji-t untuk melihat
perbedaan peningkatan kemampuan berfikir analitis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Subjek penelitian ini yaitu Kelas XI AP 4 sebagai kelas eksperimen dan Kelas XI AP 2 sebagai
kelas kontrol. Hasil kajian menunjukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berfikir analitis
yang signifikan antara kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning
(PBL) dengan kelas kontrol yang menggunakan model Guide Discovery Learning. Namun,
perolehan rata-rata skor kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Artinya, sekolah dapat menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan
kemampuan berfikir analitis siswa.
KATA PENGHANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas matakuliah Pengembangan Program
Pengajaran Fisika yang berjudul “Implementasi Problem of active learning di tingkat Sekolah
Menengah Pertama

”. Penulis berterima kasih kepada Bapak Dr.Yuniarto Mudjisusatyo,M.Pd selaku dosen yang
mengampu matakuliah ini.
Penulis sangat berharap review jurnal ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam review jurnal ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan review jurnal yang penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga review jurnal sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya.

Medan,29 September 2021

Penulis

Julius Rivaldo Sitorus


DAFTAR ISI

EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................................................... 2


KATA PENGHANTAR................................................................................................................. 3
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 4

Bab I. PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi pentingnya CJR................................................... 1


B. Tujuan Penulisan........................................................................ 1
C. Manfaat Critical Jurnal Review.................................................. 1
D. Identitas Artikel........................................................................... 2

Bab II. Ringkasan Materi

A. Pendahuluan............................................................................... 3

B. Deskripsi Isi............................................................................... 4

BAB III. PEMBAHASAN/ANALISIS

A. Pembahasan isi jurnal................................................................ 3


B. Kelebihan dan kekurangan isi Artikel Journal.............................26

Bab IV PENUTUP

A. KESIMPULAN.............................................................................27

B. DAFTAR PUSTAKA....................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR

Disaat kita membtuhkan sebuah referensi, yaitu journal sebagai sumber bacaan kita selain buku
dalam mempelajari mata kuliah kepemimpinan, sebaiknya kita terlebih dahulu mengkritisi journal
tersebut agar kita mengetahui journal mana yang lebih relevan untuk dijadikan sumber bacaan.
B. Tujuan Penulisan CJR

1. Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah kepemimpinan.

2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meringkas, menganalisa, dan membandingkan


serta memberi kritik pada jurnal.

3. Memperkuat pemahaman pembaca terhadap pentingnya kepemimpinan dalam kehidupan.

C. Manfaat CJR

1. Sebagai rujukan bagaimana untuk menyempurnakan sebuah jounal dan mencari sumber bacaan
yang relevan.

2. Membuat saya sebagai penulis dan mahasiswa lebih terasah dalam mengkritisi sebuah journal.

3. Untuk menambah pengetahuan tentang kepemimpinan.

D. Identitas Artikel dan Journal yang direview

1. Judul artikel : Implementasi Problem of active learning di itngkat Sekolah Menengah


Pertama
2. Nama journal : Proceeding Biology Education Conference

3. Edisi terbit :-

4. Pengarang artikel : Rita Magdalena

5. Penerbit : UNIVERSITAS MULAWARMAN

6. Kota terbit : Samarinda

7. Nomor ISSN : ISSN : 2528-5742


8. Alamat Situs : https://media.neliti.com/media/publications/173504-
IDpenerapan-model-pembelajaran-problem-bas.pdf

D. Identitas Artikel dan Journal Pembanding

1. Judul artikel : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED


LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROSES BERPIKIR
KOGNITIF SISWA
KELAS XI MIPA-1 SMA NEGERI 3 SURAKARTA

2. Nama journal : JURNAL INKUIRI

3. Edisi terbit : 2016

4. Pengarang artikel : Rita Magdalena

5. Penerbit : UNS

6. Kota terbit : Surakarta

7. Nomor ISSN : ISSN : 2252-7893

8. Alamat Situs : https://media.neliti.com/media/publications/173504-IDpenerapan-model-


pembelajaran-problem-bas.pdf
BAB 2

PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN

Era globalisasi yang merupakan ajang persaingan bebas, menuntut kesiapan siswa agar memiliki
ketangguhan dalam persaingan global tersebut. Ketangguhan dalam hal ini ditentukan oleh
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, yang merupakan inti pengatur tindakan siswa.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dimiliki siswa, akan menentukan kemampuannya dalam
menyusun strategi dan taktik untuk meraih peluang memenangkan persaingan global (Liliasari,
2001). Pendapat atau pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa saat ini (abad XXI) merupakan
abad yang menuntut guru untuk mengelola kegiatan berpikir agar siswa memperoleh kemampuan
berpikir tingkat tinggi, sehingga tangguh menghadapi persaingan di abad ini.
Ada kaitan antara pengetahuan dan berpikir. Keduanya saling mengisi, tambahan
pengetahuan diperlukan untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir, dan sebaliknya
kemampuan berpikir dapat menambah koleksi pengetahuan yang dimiliki siswa. Siswa tidak
dapat berpikir tanpa isi. Isi berkenaan dengan pengetahuan. Senada dengan pendapat tersebut
Gagne (Arnone, 1998), menjelaskan bahwa pengetahuan mempengaruhi perkembangan berpikir
siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget (1981), bahwa pengetahuan dibangun dalam
pikiran siswa, dan hasil kegiatan bepikir, menambah pengetahuan yang ada (subsumer)
Berpikir secara umum dianggap sebagai suatu proses kognitif (Fudyrtanto, 2002). Menurut
para ahli

kognitif, pemecahan masalah seharusnya menjadi target perolehan hasil belajar karena
pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk kreativitas dalam berpikir yang termasuk
dalam kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi (Gagne, 1988). Anderson and Krathwohl
(2001) merevisi hasil belajar kognitif taksonomi Bloom menjadi 6 dimensi proses kognitif
yakni; pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan kreativitas. Menurut Costa,
et al (1985), kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi penyelesaian masalah, pembuatan
keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.

Kemampuan berpikir dihubungkan dengan proses perilaku dan memerlukan keterlibatan


aktif pemikir. Hubungan kompleks dikembangkan melalui berpikir. Hubungan ini dapat saling
terkait dengan simultan yang mampu dan dapat diekspresikan oleh pemikir dengan bermacam-
macam cara (Costa, et al, 1985). Jadi, berpikir dapat merupakan upaya yang kompleks dan
reflektif bahkan suatu pengalaman yang kreatif. Kemampuan berpikir selalu berkembang dan
dapat dipelajari (Nickerson, et al, 1985). Kemampuan berpikir berhubungan dengan prestasi
belajar termasuk keterampilan laboratorium dan keterampilan berpikir kreatif (Lawson, 1992).
Para ahli tersebut menyatakan bahwa kemampuan siswa ditentukan oleh aktivitas yang terjadi
di dalam pembelajaran. Aktivitas dalam pembelajaran atau dalam pembelajaran sangat
ditentukan oleh strategi pembelajaran yang digunakan guru. Salah satu bentuk strategi adalah
model pembelajaran.Kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan hasil belajar kognitif
sangat berkaitan erat dengan kemampuan awal siswa. Menurut Gagne (1988), kemampuan
berpikir tingkat tinggi membutuhkan aturan-aturan yang telah dimiliki siswa yang tidak lain
merupakan kemampuan awal. Menurut Lee (1999) melalui pembelajaran kontekstual memiliki
kesempatan untuk mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi karena pembelajaran
dikontekskan dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Salah satu model pembelajaran yang memfasilitasi terjadinya pembelaran kontekstual baik
di sekolah maupun di pembelajaran adalah model pembelajaran PBL (problem based learning).
Menurut pendapat ahli, jika dalam pembelajaran menerapkan sedangkan pembelajaran
kontekstual berarti memberikan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan konsep yang
dimilikinya ke dalam situasi nyata, sehingga hasil belajar dapat lebih diterima dan berguna bagi
siswa bilamana mereka meninggalkan sekolah ( Lee, 1999; Ardhana, 2000; Clifford, 2000). Hal
ini menyebabkan hasil belajar kognitif siswa meningkat dari dimensi bawah (pengetahuan,
pemahaman, penerapan) sampai dimensi atas analisis, evaluasi, dan kreatif (kemampuan berpikir
tingkat tinggi) (Ausubel, 1968; Novak, 1985; Gunter, et al, 1990 ; Sanchez, 1991, Brown, 2003).
Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk mengajarkan
proses- proses berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk
didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Santyasa (dalam Ghofur: 2013), Problem Based
Learning (PBL) merupakan suatu strategi atau pendekatan yang dirancang untuk membantu
proses belajar sesuai dengan langkahlangkah yang terdapat pada pola pemecahan masalah yakni
mulai dari analisis, rencana, pemecahan, dan penilaian yang melekat pada setiap tahap. problem
based learning (PBL) tidak disusun untuk membantu guru dalam menyampaikan banyak
informasi tetapi guru sebagai penyaji masalah, pengaju pertanyaan, dan fasilitator. Menurut
Dasna (2007), problem based learning (PBL) sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena:
(1) Dengan problem based learning (PBL) akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang
belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang
dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada
pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semak in bermakna dan dapat diperluas ketika siswa
berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi problem based learning
(PBL), siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai
dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalahmasalah dalam aplikasi suatu konsep
atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi
internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja
kelompok
Proses pembelajaran selama ini khususnya materi pencernaan manusiaguru mengelola
pembelajaran dengan cara memberikan penjelasan di dalam pembelajaran, yang didominansi
pembelajaran adalah guru dengan acuan materi yang sudah disiapkan guru. Tugas pembelajaran
biasanya diberikan di akhir pembelajaran yakni berupa tugas individual, misalnya
mengumpulkan makalah terkait materi sistem pencernaan. Jadi proses interaksi di dalam
pembelajaran tidak terjadi atau jarang terjadi secara multi arah, karena yang terjadi hanya dari
guru kepada siswa kepada guru. Interaksi antara siswa dengan siswa tidak pernah terjadi.

Hasil analisis guru khususnya pada pembelajaran sistem pencernaan dari hasil tugas dan
capaian yang lainnya misalnya melalui tes, ternyata siswa mengalami permasalahan pada hasil
belajar kognitif pada kemampuan memecahkan masalah yang masuk dalam hasil belajar
kognitif tingkat tinggi yakni analisis (C4), evaluasi (5) dan kreativitas (C6). Siswa akan sampai
pada kemampuan pemecahan masalah jika memiliki kemampuan analisis, evaluasi, dan
kreativitas. Bertolak dari permasalahan ini sehingga guru dalam pembelajaransistem
pencernaan, ingin mencobakan model pembelajaran problem based learning (PBL) yang
merupakan salah satu model pembelajaran agar terjadi pembelajaran kontekstual, melalui
prosedur kelas eksperimen dan kelas kontrol.
DESKRIPSI ISI

2. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan atau 1 semester, mulai dari bulan Mei sampai bulan
Oktober tahun 2015. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Sekolah SMAN 5 kota Samarinda
kelas XI yang dijadikan obyek penelitian dengan penerapan model pmbelajaran problem based
learning (PBL)

Variabel dan Definisi Operasional

a. Pada penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas adalah model pembelajaran problem based learning (PBL) dengan media
lingkungan dan power poin, sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar siswa setelah
proses pembelajaran menggunakan dan tidak menggunakan model pembelajaran problem
based learning (PBL).
b. Definisi Operasional

Untuk menggambarkan yang lebih jelas tentang permasalahan yang akan diteliti, maka
penulis perlu merumuskan definisi operasional, yaitu sebagai berikut :

Menurut Arends (Tritanto, 2007), probelm based learning merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana siswa dihadapakan pada masalah autentik (nyata) sehingga
diharapkan merekadapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan
keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siiswa dan meningkatkan
kepercayaan dirinya. Berdasarkan definisi konsepsiobal tersebut, maka definisi
operasional dalam penelitian ini adalah model problem based learning (PBL), adalah
pelaksanaan pembelajaran dengan mengacu pada sintaks model pembelajaran problem
based learning (PBL), yang diawali dengan observasi permasalahan nyata di lapangan
terkait sistem pencernaan, selanjutnya siswa merumuskan permasahalan, menentukan
prosedur kerja penylesaian masalah, hasil penyelesaian masalah, kesimpulan. Tahapan ini
dikerjakan mahasinswa dalam kelompok dan dipresentasikan. Di akhir pembelajaran
siswa mengumpulkan tugas secara mandiri.
1) Hasil belajar adalah capaian kemampuan siswa, setelah proses pembelajaran dengan dan
tanpa menerapkan model pembelajaran prolem based learning (PBL), untuk menentukan
capaian siswa berupa nilai menggunakan pengukuran skor 10 sampai 100, berdasarkan
hasil tugas mandiri problem based, dan tes akhir setelah kegiatan pembelajaran selesai.
Bentuk soal tes adalah essay.

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN5 Kelas XI dimana terdiri dari 6 (kelas) IPA
yaitu (IPA1, IPA2, IPA3, IPA4, IPA5, IPA6).

Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 dan IPA2masing-masing terdiri dari 30
siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling dengan
memperhatikan perolehan nilai rata-rata siswa, pada mata pelajaran biologisebelum
menggunakan atau tanpa menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL)..

Prosedur Penelitian

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

a. Melakukan Pre-test pada siswa kelas XI yang berjumlah 6 kelas. Kegiatan ini bertujuan untuk
mendapatkan dua kelas dengan rata-rata nilai awal tidak memiliki perbedaan rentang yang
jauh. Kriteria tersebut dipenuhi oleh kelas IPA1 dan IPA2
b. Menentukan kelas perlakukan dan kelas kontrol. Kegiatan ini dilakukan pada awal sebelum
c. perlakuan. Penentuan kelas perlakuan dan kelas kontrol dilaksanakan dengan undian.
Hasilnya adalah kelas perlakukan (kelas eksperimen) kelas IPA1 sedangkan kelas kontrol
adalah kelas IPA2
Rancangan Penelitian

Penelitian dirancang dengan menggunakan quasi experimental model PretestPostest Control


Group. Pengukuran dilakukan setelah diberi perlakuan untuk kelas perlakukan dan tidak
diberi perlakukan untuk kelas kontrol.
Kelas perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning
(PBL) dengan bantuan media power point dalam proses pembelajaran, sedangkan kelas
kontrol menggunakan model pembelajaran langsung (diarec learning) yang didominasi oleh
guru dengan bantuan media power point. Kemudian mengadakan pengamatan untuk
pengukuran tahap variabel terikat.

Tabel 2. Desain Penelitian Pretest dan postest control group.

Kelas Pretest Perlakuan Postest

C Y1 X Y2

A Y3 - Y4

Keterangan :

O1 adalah pre test untuk kelas perlakuan dalam proses pembelajaran menggunakan model
pembelajaran problem based learning (PBL) dengan media power point
O2 post test untuk kelas perlakuan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran
problem based learning (PBL) dengan media power point
O3 pre test untuk kelas kontrol dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran
langsung (diarec learning) dengan media power poin.
04 post test untuk kelas kontrol dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran
langsung (diarec learning) dengan media power point.

Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui:


a. Observasi, dilakukan dengan cara mengamati lasung jalannya proses pembelajaran baik
untuk kelas perlakuan yakni penerapan model pembelajaran problem based learning
(PBL) dengan media power poin dan untuk kelas kontrol yakni penerapan model
pembelajaran langsung (diarec learning) dengan media power poin
b. Tes dilakukan untuk mengukur hasil belajar. Tes terdiri dari dua jenis yaitu test awal (pre
test) untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum diterapkan perlakuan, dan tes akhir
(post test) untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan perlakuan.
c. Tugas berupa laporan hasil pemecahan masalah terkait materi sistem pencernaan yang
dibuat secara mandiri oleh siswa.

Teknis Analisis Data

Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data hasil post test dari kedua kelas yakni
kelas perlakuan dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem based
learning (PBL) dengan media power point (O2) dengan kelas kontrol dalam proses pembelajaran
menggunakan model pembelajaran langsung (diarec learning) dengan media power point (O4).
Teknik analisis menggunakan teknik pengujian statistik deskriptif terutama untuk permasalahan
penelitian no 1 dan 2 dan pengujian hipotesis menggunakan uji-t (test) untuk permasalahan
penelitian no 3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis merupakan langkah untuk memberikan jawaban terhadap rumusan masalah
dalam penelitian. Adapun uji hipotesis yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah uji t-test.
Hipotesis yang akan di uji kebenarannya adalah:
a. Ha: Ada pengaruh penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) terhadap
hasil belajar Biologi materi sistem pencernaan manusia siswa kelas XI
SMA

b. Adapun rumus yang digunakan untuk melakukan uji beda adalah t-test yang ditujukan pada
rumus berikut.
juga menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa terkait
pembuatan laporan pemecahan masalah gangguan sistem pencernaan yang dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) dengan bantuan media
power point dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang dalam pembelajaran menggunakan
pembelajaran langsung (diarec learning) dengan bantuan media power point dengan hasil 65.
Pelaksanaan pembelajaran pada kelas perlakuan dengan model pembelajaran problem
based learning (PBL) dengan media power poin berjalan melalui skenario pembelajaran dimana
kegiatan awal guru memberikan apersepsi dan motivasi, dilanjutkan dengan menyampaikan dan
menayangkan topik pembelajaran serta menyampaikan dan menayangkan tujuan atau
kompetensi capaian setelah pembelajaran selama 10 menit. Kegiatan inti pembelajaran guru
memberikan pembelajaran singkat selama 10 menit yang terkait dengan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemecahan masalah sistem pencernaan yakni berupa tahapan pemecahan
masalahan yang mengacu pada model pembelajaran problem based learning (PBL), yakni
observasi pada lingkungan tercemar, merumuskan permasalahan, merumukan hipotesis,
menyusun prosedur kerja, merumuskan hasil pemecahan masalahan dan pembuktian hipotesis,
merumuskan kesimpulan, selanjutnya memberikan kesempatan kepada kelompok yang kena
giliran presentasi untuk mempresentasikan hasil pembuatan

ℎ𝑖
= 1̅ ̅ − ̅2̅

1 1
√ +

12
laporan pemecahan masalah yang dikerjakan oleh kelompok dalam diskusi
klasikal pembelajaran dengan bantuan media power poin, dilanjutkan dengan
diskusi yang berisi pertanyaan serta tanggapan dari siswa yang ada pada
kelompok yang tidak mendapat giliran presentasi. Pada kegiatan inti

√ 1 2 (1 − 1)2 − (2 − 1)2

1 +2− 2

Keterangan:

̅1̅= nilai rata-rata kelas 1

̅2̅= nilai rata-rata kelas 2

1= simpangan baku kelas 1

2= simpangan baku kelas 2

S = simpangan baku gabungan Ho diterima apabila :

−(1−1/2)(1+2−2) ≤ ℎ𝑖 ≤ (1−1/2)(1+2−2)

Atau
3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata-rata kelas perlakuan dengan rata-rata kelas kontrol terjadi perbedaan dimana rata-rata kelas
perlakuan lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol, hasil ini penelitian ini, dapat diiterpretasikan
bahwa pencapaian hasil belajar kelas perlakuan terkait pembuatan laporan kegiatan pemecahan
masalah materi sistem pencernaan, dalam pembelajaran biologi siswakelas XI, lebih tinggi dari
pada kelas kontrol. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t
pembelajaran guru sebagai fasilitator, motifator, baik pada kegiatan diskusi maupun pada
kegiatan memberian kesempatan bertanya pada siswa di sesi akhir kegiatan inti yang berjalan
selama 70 menit. Kegiatan penutuppembelajaran berjalan selam 10 meit diisi dengan siswa
membuat kesimpulan dan guru memberikan reword serta mengingatkan tugas individual
kepada siswa berupa pembuatan laporan pemecahan masalah secara mandiri dimana masalah
sistem pencernaan manusia telah diperoleh siswa saat melaksanakan kegiatan observasi secara
berkelompok, untuk dikerjakan di luar pembelajaran. Diakhir pembelajaran guru memberikan
test. Jadi hasil belajar dalam penelitian ini diukur melalui hasil test dan penilaian kinerja berupa
tugas individual hasil pembuatan laporan pemecahan masalah terkait gangguan pencernaan
secara mandiri oleh siswa.
Pelaksanaan pembelajaran pada kelas kontrol berjalan melalui skenario pembelajaran
pembelajaran langsung (diarec learning) dengan media power point sebagai berikut kegiatan
awal selama 5 menit diisi oleh guru dengan melaksanakan apersepsi motivasi dan menayangkan
serta menyampaikan topik dan tujuan atau kompetensi capaian setelah proses pembelajaran.
Kegiatan inti terlaksana melalui kegiatan penjelasan guru terkait hal-hal yang harus
diperhatikan yakni tahapan pemecahan masalah, yakni penjelasan-penjelasan terkait dengan
observasi, perumusan masalah, perumusan hipotesis, penyusunan prosedur kerja, hasil
pemecahan masalah dan pembuktian hipotesis, serta penyusunan kesimpulan. Setiap akhir
penjelasan satu indikator hal yang perlu diperhatikan dalam pemecahan masalah sistem
pencernaan, siswa diberi kesempatan untuk bertanya.Kegiatan inti terjadi selama 80 menit.
Kegiatan penutup dilaksanakan selama 5 menit dengan guru menyimpulkan dan memberikan
tugas kepada siswa secara individu untuk membuat laporan pemecahan masalah lingkungan
secara mandiri yang dikerjakan oleh setiap siswa , untuk dikerjakan di luar jam pembelajaran,
dan memberikan tes diakhir pembelajaran.

Hasil belajar siswa yang didasarkan pada hasil tes dan hasil kinerja berupa hasil pembuatan
laporan pemecahan masalah
....sistem pencernaan, menunjukkan hasil belajar siswa yang

dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL)
dengan media power poin (kelas perlakuan), lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang dalam
proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung (diarec learning) dengan
media power poin (kelas kontrol), hal ini terjadi karena dalam pembelajaran kelas perlakuan
siswa telah membuat terlebih dahulu laporan pemecahan masalah sistem pencernaan bersama
kelompok, dimana dalam kelompok terrsebut terjadi proses diskusi internal antar siswa dalam
kelompoknya, sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan pemahaman siswa melalui
penjelasan yang diperolehnya dalam tutor teman sebaya sesama anggota kelompok.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pustakapustaka berikut yang menyatakan bahwa Hasil
penelitian ini menunjang hasil penelitian Roth (1994), dan Brown (2003) bahwa tugas yang
dikerjakan secara berkelompok akan meningkatkan hasil belajar kognitif siswa atau siswa yang
berkemampuan awal rendah dan tinggi, karena melalui tugas kelompok siswa memperoleh
pemahaman yang komprehensif dari hasil diskusi dengan teman sebaya. Hasil belajar kognitif
dimensi bahwah yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan erat kaitannya dengan kemampuan
berpikir tingkat tinggi yakni analisis, evaluasi, dan kreatif (hasil belajar kognitif dimensi atas)
(Gashen, 1996). Kemampuan berpikir tingkat tinggi (hasil belajar kognitif dimensi atas)
diperoleh siswa atau siswa melalui model pembelajaran problem based learning (PBL) karena
melalui pembelajaran ini siswa memiliki kesempatan untuk memecahkan permasalahan nyata
yang ada di sekitar siswa atausiswa, sehingga menjadi pelaku berpikir (Lee, 1999; Lawson, 2000;
Clifford, 2000).

pintar menjadi lebih baik (Slavin, 1995). Hal ini didukung oleh Ellis dan Fouts (1993), Ibrahim,
dkk (2000), dan Johnson dan Johnson (1991) yang mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa atau siswa pintar maupun kurang pintar.
Kelompok kurang pintar memperoleh penjelasan dari teman sebaya yang memiliki orientasi
dan bahasa yang sama. Akibatnya pemahaman siswa yang kurang pintar ini menjadi lebih baik.
Sementara siswa atau mahasiwa pintar pemahamannya akan meningkat, karena memberikan
pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam tentang hubungan ide-
ide yang terdapat dalam materi yang dibahasnya.
Lord (2001) mengemukakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pemahaman
materi biologi siswa. pembelajaran kooperatif menjadikan siswa lebih banyak bertanya,
berbicara, dan menjawab pertanyaan, sehingga pemahaman mereka akan materi pelajaran
menjadi lebih baik Lawrence and Harvey (1998), dan Tejada (2002) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa. Pembelajaran
kooperatif, menjadikan motivasi belajar semua anggota kelompok meningkat berkat adanya
dorongan belajar dari setiap anggota kelompok. Siswa atau siswa yang lemah akan termotivasi
untuk belajar karena semua tertantang untuk saling mengemukakan ide-idenya.
Menurut teori Vigotsky (dalam Ibrahim dan Nur, 2000) bekerja secara kooperatif
menyediakan peluang pada para peserta didik untuk lebih mungkin dapat memecahkan masalah
kompleks yang barangkali tidak akan mereka capai bila bekerja sendirian. Saling memberikan
bimbingan dan balikan dari teman sebaya sangat diperlukan. Bekerja dalam kelompok teman
sebaya membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan mereka melalui argumentasi,
kontroversi berstruktur, dan pengajaran timbal balik. Menurut Johnson dan Johnson (1991)
pembelajaran kooperatif mengarahkan aktivitas kelas berpusat pada peserta didik.
Pembelajaran berpusat pada peserta didik menyediakan peluang kepada guru atau guru
menggunakan lebih banyak waktu untuk melakukan diagnosis dan koreksi terhadap masalah-
masalah yang dialami para peserta didik. Guru dapat melayani peserta didik melakukan
konsultasi secara individual dan menyediakan kesempatan berlangsungnya pengajaran one – on
– one dan dalam kelompok kecil.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis
mengembangkan interaksi yang silih asah (saling mencerdaskan), silih asih (saling
menyayangi), dan silih asuh (saling tenggang rasa) antara sesama siswa, latihan hidup dalam
masyarakat nyata (Jamhir, 2001). Interaksi kooperatif akan memungkinkan siswa menjadi
sumber belajar bagi sesamanya. Penataan lingkungan pembelajaran dan jumlah anggota dalam
kelompok kooperatif terdiri dari 4 – 5 orang, heterogenitas anggota kelompok, bekerja sama
face–to–face untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan tanggung jawab secara individual
dan rasa salin
bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan penguasaan materi yang dipelajari. Di dalam
pembelajaran ini terjadi proses saling membantu di antara anggota kelompok agar semua anggota
kelompok menguasai materi yang sedang dipelajari. Pada saat diskusi kelompok akan muncul
konflik kognitif dan rasional yang lemah dibantu ketergantungan secara positif antar
anggota.Melalui komponen masyarakat belajar (learning community) dalam pembelajaran
kontekstual.
Menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain.
Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke pada
yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok- kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok- kelompok yang anggotanya
heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu kepada yang tidak
tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera
memberi usul, dan seterusnya. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar
memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi
yang diperlukan dari teman belajarnya (Nurhadi, 2002; Depdiknas, 2003)
Kegiatan saling belajar bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi,
tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu,
semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain
memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Kalau
setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar. Ini
berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman (Lawrence and
Harvey, 1998; Tejada, 2002).

Praktik learning community dalam pembelajaran ini terwujud dalam pembentukan


kelompok kecil atau besar, kelompok berkesempatan berdiskusi dengan ahli terkait masalah
sistem pencernaan, bekerja dengan teman sederajat, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya,
bekerja dengan masyarakat. Kerja kelompok me kegiatan pemecahan masalah sistem pencernaan
yang diterapkan dalam penelitian ini merujuk pada ketentuan-ketentuan pembelajaran kooperatif,
learning community, yang dipersyaratkan oleh para ahli yang telah disebutkan pada alinea di atas.
Pencapaian hasil belajar kognitif lebih baik oleh siswa pada pembelajaran dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) dan kerja kelompok telah
menunjang teori tentang keberhasilan pembelajaran kooperatif dan/atau learning community
(Nurhadi, 2002; Lawrence and Harvey, 1998; Tejada, 2002).
Teori lain yang dibuktikan adalah teori perkembangan kognitif, teori elaborasi
kognitif, dan teori motivasi. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
dilaksanakan dalam kelompok kecil yang
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivis, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Sebuah kelas
dikatakan menggunakan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) jika menerapkan
ketujuh komponen tersebut dalam pembelajaran.
Menurut Ardana (2000) dan Gilbert, et al (2002) pembelajaran kontekstual memungkinkan
penggunaan prinsip-prinsip belajar yang berorientasi yang lebih mampu sehingga terjadi
perbaikan konsep dan pada akhir diskusi akan muncul pemahaman yang lebih baik. Kelompok
kurang pintar memperoleh penjelasan dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa
yang sama sehingga memotivasi belajar pada anggota kelompok. Akibatnya pemahaman siswa
yang kurang pintar ini menjadi lebih baik. Sementara siswa pintar pemahamannya akan
meningkat, karena memberikan pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran yang lebih
mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat dalam materi yang dibahasnya (Slavin,
1995; Lord, 2001)
Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran diterapkan melalui model pembelajaran
problem based learning (PBL) bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari
satu konteks ke konteks lainnya (Depdiknas, 2002). Lee (1999) mendefinisikan transfer
adalah kemampuan untuk berpikir dan berargumentasi tentang situasi baru melalui penggunaan
pengetahuan awal. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep yang didukung oleh
berbagai penelitian aktual di dalam ilmu kognitif (cognitive science). Pembelajaran kontekstual
menempatkan siswa dalam konteks belajar bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal
siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan
individual siswa dan peran guru (Depdiknas, 2002).
Center for Occupational Research and

Development (CORD) menyampaikan 5 strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan


pembelajaran kontekstual yang disingkat dengan REACT, yaitu,
(1) relating belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata, (2) experiencing
belajar ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan
penciptaan(invention), (3) applying belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam
konteks pemanfaatannya,
(4) cooperating belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dan (5)
transferring belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru
(Depdiknas, 2002).
Menurut Nurhadi (2002), pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan belajar secara kolaboratif, belajar kontekstual yang
didasarkan pada dunia nyata dan belajar yang berdasarkan pada motivasi intrinsik diharapkan
akan memberikan hasil yang lebih baik. Melalui belajar secara kooperatif memungkinkan terjadi
kolaborasi pengetahuan di antara siswa (Slavin, 1995; Ibrahim, 2000; Lie, 2002). Pembelajaran
kontekstual adalah perpaduan dari berbagai praktik pengajaran yang baik yang berupaya
mengadakan pendekatan pembaharuan pendidikan, sehingga diharapkan pembelajaran makin
relevan dan berguna secara fungsional bagi seluruh siswa (Nur,
2001; Sears, et al, 2001; Johnson, 2002) Hasil penelitian ini menunjang hasil penelitian Roth
(1994), dan Brown (2003) bahwa peta konsep kelompok akan meningkatkan hasil belajar kognitif
siswa yang berkemampuan awal rendah dan tinggi, karena melalui peta konsep kelompok siswa
memperoleh pemahaman yang komprehensif dari hasil diskusi dengan teman sebaya. Hasil
belajar kognitif dimensi bahwah yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan erat kaitannya
dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi yakni analisis, evaluasi, dan kreatif (hasil belajar
kognitif dimensi atas) (Gashen, 1996). Kemampuan berpikir tingkat tinggi (hasil belajar kognitif
dimensi atas) diperoleh siswa melalui pembelajaran kontekstual karena melalui pembelajaran ini
siswa memiliki kesempatan untuk memecahkan permasalahan nyata yang ada di sekitar siswa,
sehingga menjadi pelaku berpikir (Lee, 1999; Lawson, 2000; Clifford, 2000).
Pembelajaran kontekstual dalam hal ini melalui penerapan model pembelajaran problem
based learning (PBL) memberikan pengaruh lebih baik terhadap hasil belajar kognitif. Ini berarti
bahwa siswa belajar lebih efisien pada saat mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama-
sama (cooperative) dengan siswa lainnya dalam satu kelompok atau tim (Fouts, 1993; Harvey,
1998; Lord, 2001). Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa pembagian kelompok
dalam penelitian ini mengacu pada prinsip pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
yang memiliki kadar CBSA yang tinggi. Salah satu kemasan pembelajaran yang memiliki aspek
kolaborasi adalah kemasan pembelajaran kooperatif (Slavin,1995). Menurut teori motivasi, setiap
kelompok kooperatif akan berusaha memperoleh skor/nilai yang tinggi dengan harapan
memperoleh reinforcement/rewards. Motivasi pada setiap anggota kelompok akan saling
membantu antar sesamanya untuk menguasai materi pelajaran dengan baik. Slavin (1995)
mengemukakan bahwa menurut teori perkembangan kognitif, interaksi yang terjadi antar anggota
kelompok kooperatif akan dapat meningkatkan penguasaan dan pemahaman konsep- konsep yang
dipelajari. Pasangan yang lebih mampu akan membantu pasangan yang lemah. Pada saat diskusi
kelompok akan muncul konflik kognitif dan rasional yang lemah dibantu yang lebih mampu
sehingga terjadi perbaikan konsep dan pada akhir diskusi akan muncul pemahaman yang lebih
baik.
BAB III

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN JURNAL

4.1 Keterkaitan Antar Bab

Dalam jurnal yang saya rangkum memiliki kekurangan antar bab namun tidak banyak
kekurangan dari jurnal ini bahkan nyaris tidak ada kesalahan karena jurnal ini benar-benar di susun
secara teliti oleh penulis di bidangnya.Jadi dari beberapa bab saya simpulkan kekurangannya yaitu
penulis tidak memaparkan cara pengolahan data menggunakan rumus seperti rumus untuk mencari
nilai rata-rata, nilai gain,nilai pretes dan postes pada bagian hasil penelitian dan pembahasan..

4.2 Kemutakhhiran Jurnal

Jurnal ini memang memberikan dampak positif bagi para pembaca khususnya para
mahasiswa fisika dalam mengatasi kurangnya kemampuan mahasiswa dalam memahami materi
kuliah FISIKA UMUM I,namun jika berbicara tentang kelemahan jurnal ini masih kurang
memberikan tarikan untuk para pembaca dalam memiliki keinginan membacanya walaupun sudah
di rancang sedemikian baik.
BAB IV

KESIMPULAN

Mengacu pada mmasalah, hasil penelitian dan pembahasan, maka terdapat beberapa hal yang
dapat dijadikan kesimpulan sebagai berikut:
a. Hasil belajar (rata-rata postest) mata pelajaran Biologi SMAN 5 kota samarinda kelas XI
setelah proses pembelajaran tidak menerapkan model pembelajaran problem based learing
adalah sebesar 65
b. Hasil belajar (rata-rata postest) mata pelajaran IPA biologi SMAN 5 kota Samarinda kelas
XI tahun ajaran 2015 setelah proses pembelajaran menerapkan model pembelajaran
problem based learing adalah sebesar 2,60
c. Penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) dalam pembelajaranBiologi
berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa SMAn 5 kota samarinda kelas XI tahun
ajaran 2015. Hasil ini dibuktikan melalui hasil uji statistik dengan menggunakan uji t
diperoleh 2,60.

4. SARAN

Mengacu pada kesimpulan maka ada beberapa hal yang menjadi saran agar pihak yang tertarik
menggunakan hasil penelitian ini dapat memperoleh hasil yang maksimal sebagai berikut:
a. Sebelum pembelajaran guru telah mempersiapkan tugas pemecahan masalah gangguan
sistem pencernaan yang akan di kerjakan secara berkelompok dengan secara mandiri
misalnya tugas kelompok terkait sistem pencernaan (gangguan pencernaan) sedangkan
tugas individual terkait ganguan pencernaan..
b. Pastikan bahwa siswa tidak mengalami lagi kebingungan sebelum mereka melaksanakan
pemecahan masalah sistem pencernaan baik secara berkelompok maupun secara mandiri,
dan guru tetap menjadi fasilitator sewaktuwaktu siswa butuh konsultasi.
c. Pembagian waktu saat kelompok pemaparan secara klasikal dalam pembelajaran harus
dipatuhi demikian juga dengan pembagian peran dalam presentasi misalnya presenter,
moderator, penjawab, penulis pertanyaan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, A.A. Gede. (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu
Pendidikan.

Ahmadi, Abu (1991). Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Ali, Mohhamad. (2009). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : PT Imperial Bhakti Utama

Amir, M. Taufiq. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based learning. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Budhayanti, Clara Ika Sari. (2008). Pemecahan Masalah Matematika. Direktorat Jendral
Pendidikan tinggi.

Hudojo, Herman. (1988). Strategi Pembelajaran Matematika. Malang: Balai Pustaka.

McNiff, J. (1992). Action Reaseach Principles.

London: Routledge.

Nurhadi. (2004). Pembelajaran Kontekstual (Contextual teaching and Learning/CTL).

Malang : Universitas Malang.

Poerwadarminta, W.J.S. (1984). Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka.

Riedesel, C. A..Scchwart, J.E., & Clement, D.H. (1996). Teaching Elementry School
mathematic. Boston: Allyn and Bacon.

Tan, Oon-seng. (2003). Problem Based Learning Innovation: Using Problem to Power
Learning. in 21st Century, thompson Learning.

Wee Keng & Megan A. Kek. (2002). Authentic Problem Based lear

Anda mungkin juga menyukai