Anda di halaman 1dari 9

AQIDAH ISLAMIAH

A. AQIDAH

1. Definisi Aqidah
Secara bahasa (etimologi), aqidah diambil dari kata al-aqdu yang berarti asy-syaddu
( pengikatan ), ar-babtu (ikatan ), al-itsaaqu ( mengikat ), ats-tsubut ( penetapan ), al-
ihkam ( penguatan ).

Aqidah juga bermakna ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang
pasti, wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Al- Qur’an mengajarkan aqidah tauhid
kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu, yang tidak
pernah tidur dan tidak beranak pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu
butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut
sebagai orang orang kafir.

Secara istilah ( terminologi ) yang umum, aqidah adalah iman yang teguh dan pasti
yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Ada definisi lain
yaitu, aqidah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tentram
karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti
tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang meyakininya dan harus

sesuai dengan kenyataanya.4

Maka Aqidah Islamiyah adalah keimanan yang pasti kepada Allah SWT dengan
melaksanakan kwajiban bertauhid kepadaNya, beriman kepada para MalaikatNya,

Rasul-RasulNya, Hari Kiamat, dan Taqdir yang baik dan yang buruk. 5 Dan mengimani

pula seluruh apa apa yang telah shahih tentang prinsip prinsip agama (ushuluddin) 6.
Dari definisi di atas, baik definisi secara etimologi atau definisi secara terminologi maka
bisa ditarik kesimpulan bahwa aqidah itu bersifat harus mengikat, pasti, kokoh, kuat,
teguh, yakin. Begitu juga aqidah pantang untuk ragu, hanya sekedar berprasangka.
Harus yakin seyakin yakinya jika tidak sampai tingkat keyakinan yang kokoh maka
bukanlah aqidah. Dinamakan aqidah karena orang tersebut mengikat hatinya dengan
hal tersebut. Maka sudah selayaknya seorang muslim untuk mempelajari mana aqidah
yang shahih dan mana yang bathil. Karena jika keyakinanya di atas keyakinan yang
salah atau aqidah yang salah maka hal itu juga akan membawa kehancuran di dunia
ataupun di akherat.

2. Obyek Kajian Ilmu Aqidah


Secara global obyek kajian ilmu aqidah meliputi Tauhid, Iman, Islam,

Ghaibiyat (hal hal ghaib), Kenabian, Taqdir, Berita berita tentang kejadian masa lalu
atau yang akan datang, Dasar dasar hukum yang telah pasti, seluruh dasar dasar
agama atau keyakinan, termasuk pula bantahan terhadap semua aliran atau sekte yang

menyempal lagi menyesatkan7.

3. Penanamaan Aqidah Islam dan Sumber Hukum


Sebagai bentuk dari pengukuhan hati terhadap ajaran islamiyah, maka sumber hukum
Islam tentulah berasal dari alquran selaku firman yang diturunkan oleh Allah SWT.
Selain alquran sebagai sumber hukum tertinggi/terkuat, sumber hukum islam juga
disandarkan kepada hadist/sunnah Rasulullah SAW selalu utusan Allah SWT.
Berdasarkan pengertian serta sumber hukumnya, maka aqidah islam sendiri memiliki
beberapa nama sebutan lain seperti berikut:

1. Al Iman, artinya aqidah membahas perkara yang berkaitan dengan keimanan


sesuai alquran dan hadist
2. Tauhid, aqidah islam disebut sebagai tauhid karena akidah mengkaji keimanan
terhadap keesaan Allah SWT
3. As Sunnah, aqidah disebut as-sunnah karena para pemeluk aqidah islam tentu
mengikuti ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW lewat sunnah dan
hadist.
4. Asy Syariah, yakni meyakini segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT dan Rasululah SAW sebagai petunjuk utama bagi kehidupan
5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah, yang artinya aqidah pastilah bersangkutan
dengan rukun iman, rukun islam dan nilai-nilai islami lainnya

B. BAHAYA PENYIMPANGAN PADA AQIDAH

Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena


aqidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa
aqidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-
raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan
yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia
ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekali pun dengan
bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan
hidayah aqidah yang benar.
Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahimi
(hewani), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekali pun mereka bergelimang
materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana
yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah.
Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam
penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah shahihah.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:

”Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
shalih.” (Al-Mu’minun: 51)

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami
berfirman): ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang
bersama Daud’, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi
yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh.
Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (Saba’: 10-11)

Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal
itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan
berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-
negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki aqidah shahihah.

Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui yaitu:

1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau (enggan) mempelajari


dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga
tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak
mengetahui lawan atau kebalikannya.Akibatnya, mereka meyakini yang haq
sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq.
Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar Radhiallaahu anhu :
“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di
dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”
2. Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek
moyangnya, sekali pun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya,
sekali pun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhannahu wa
Ta’ala: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Baqarah: 170)
3. Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah
tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.
Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah
dan lainnya. Mereka bertaqlid kepada orang-orang sebelum mereka dari para
imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari aqidah shahihah.
4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta
mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada
diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa
mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudharatan.Juga menjadikan
para wali itu sebagai perantara antara Allah dan makhlukNya, sehingga sampai
pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah.
Mereka bertaqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hewan qurban, nadzar,
do’a, istighatsah dan meminta pertolongan.Sebagaimana yang terjadi pada kaum
Nabi Nuh Alaihissalam terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata:
“Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan
pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” [1] (Nuh: 23) Dan demikianlah yang
terjadi pada pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.
“Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr adalah nama berhala-berhala yang
terbesar pada kabilah-kabilah kaum Nabi Nuh, yang semula nama-nama orang
shalih. (Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI. pen.).
5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat
raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam KitabNya
(ayat-ayat Qur’aniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi
dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi
manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta
menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia
semata.Sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan: “Sesungguhnya
aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash: 78)Dan
sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong: “Ini adalah hakku …”
(Fushshilat: 50)”Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena
kepintaranku”. (Az-Zumar: 49)Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat
keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun
berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan
manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan
keistimewaan-keistimewaan alam serta mengfungsikannya demi kepentingan
manusia.
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.
(Ash-Shaffat: 96)

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala
sesuatu yang diciptakan Allah, …” (Al-A’raf: 185)

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya
bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan
(pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah
menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (Ibrahim: 32-
34)

6. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang


benar(menurut Islam). Padahal baginda Rasulullah telah bersabda:
‫ُك ُّل َم ْولُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف ِْط َر ِة َفَأ َب َواهُ ُي َهوِّ دَا ِن ِه َأ ْو ُي َنص َِّرا ِن ِه َأ ْو ُي َمجِّ َسا ِن ِه َك َم َث ِل ْال َب ِهي َم ِة ُت ْن َت ُج ْال َب ِهي َم َ\ة َه ْل َت َرى فِي َها َج ْد َعا َء‬

“Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang-tuanyalah yang
(kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-
Bukhari). Jadi, orangtua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan
hidup anak-anaknya.

7. Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan


tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang
cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama
sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik berubah
menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan
pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata. Tidak memperhatikan hal-
hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan aqidah serta menangkis
aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata,
yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.

C. FAEDAH MEMPELAJARI AQIDAH ISLAMIAH


Tujuan Mempelajari Akidah Islam

 Untuk mengetahui petunjuk hidup yang benar dan dapat membedakan mana
yang benar dan mana yang salah sehingga hidup untuk mencari keridhaan Allah
SWT.
 Untuk menghindarkan diri dari pengaruh kehidupan yang sesat atau jauh dari
petunjuk hidup yang benar.
 Dapat Meningkatkan ibadah kepada Allah
 Dapat Membersihkan akal dan pikiran untuk ketenangan jiwa
 Dapat mengikuti para rasul akan tujuan dan perbuatannya.
 Dapat beramal baik hanya semata-maya karna ALLAH SWT
 Dapat Ikhlas Dan Selalu menegakkan agamanya serta memperkuat tiang
penyanggahnya.
 Mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sumber – sumber Hukum Aqidah

1. Al- Qur’an al – Karim


2. Al – Hadits al – Syarif
3. Ijma’

Sumber hukum bagi Aqidah Islam dibatasi hanya pada Tiga (3) sumber ini saja
disebabkan karena masalah Aqidah adalah masalah pokok dalam ajaran agama Islam
dan tidak boleh ada sedikitpun keraguan didalamnya. Maka yang menjadi sumber
penetapan Aqidah Islam hanya tiga (3) sumber hukum saja, dan tidak dapat diterima
sumber hukum lainnya seperti qiyas ( analogi ), urf ( adat ), maslahat mursalah; dan
lainnya.

Fungsi akidah islam

1. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.


2. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidahyang
kuat pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia,
dan bermu’amalat dengan baik.
3. Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka
ibadah kita tersebut tidak akan diterima.

Manfaat Aqidah Islam

 Terbentuk individu yang sempurna, sosial masyarakat yang peduli     dan peka,
negara yang makmur dan sejahtera.
 Mencapai kemerdekaan dunia dan akhirat
 Keseimbangan pola hidup
 Berfikir dan bersikap positif
 Bertemu dengan Allah SWT

Sumber

https://www.jatikom.com/pengertian-aqidah-tujuan-fungsi-dan/#ixzz7fCs4RKic

Abdullah bin Abdil Aziz Al Jibrin. Mukhtasar Syarah Tashil Aqidah Al-Islamiyah: cet.V(Riyadh. Maktabah
Ar-Rusyd, 1435), hal. 3
Abd. Chalik. Pengantar Studi Islam: cet.6(Surabaya.Kopertais IV Pres, 2014) ), hal 46
Yazid Abdul Qadir Jawas. Syarah Aqidah Alhussunnah Wal Jama’ah: cet. XVI (Jakarta.Pustaka Imam
Syafi’i, 2017) ), hal 27

Abd. Chalik. Pengantar Studi Islam: cet.6(Surabaya.Kopertais IV Pres, 2014)47


Abdullah bin Abdil Aziz Al Jibrin. Mukhtasar Syarah Tashil Aqidah Al-Islamiyah: cet.V(Riyadh. Maktabah
Ar- Rusyd, 1435)3
Yazid Abdul Qadir Jawas. Syarah Aqidah Alhussunnah Wal Jama’ah: cet. XVI (Jakarta.Pustaka Imam
Syafi’i, 2017)27

Ustadz Wahyudin

Anda mungkin juga menyukai