BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai
manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah
ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak
kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari
pada orang yang tidak mengenal penciptanya.
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap- lengkapnya
bentuk dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka
dengan mengutus para Rasul-Nya (menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa
jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang sebenarnya hanya Allah saja
yang mengetahuinya), semuanya menyerukan kepada tauhid (diriwayatkan oleh Al Bukhari
dalam At Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179). Sementara dari
jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (diriwayatkan oleh
Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 8/139) agar
mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh
Sang Rasul. Orang yang menerima disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir
serta orang yang ragu-ragu disebut munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan
Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan
masalah aqidah ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan merupakan
landasan bangunan Islam. Oleh karena itu, maka para dai dan para pelurus agama dalam
setiap masa selalu memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah sebelum
mereka mengajak kepada perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan Rasul
sebelum Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-dakwah mereka kepada
umatnya.
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga janji, ikatan
(kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian. Aqidah secara definisi adalah
suatu keyakinan yang mengikat hati manusia dari segala keraguan. Aqidah dalam istilah
umum yaitu keimanan yang mantap dan hukum yang tegas, yang tidak dicampur keragu-
raguan terhadap orang yang mengimaninya. Ini adalah aqidah secara umum, tanpa
memandang aqidah tersebut benar atau salah. Aqidah secara terminology adalah sesuatu yang
mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang
bersih dari kebimbangan dan keraguan. Aqidah menurut syara’ berarti iman kepada Allah,
para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, serta kepada
qadar dan qadha, baik takdir yang baik maupun yang buruk.
Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu umat
sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu. Di sinilah
pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan
akhirat. Aqidah merupakan kunci kita menuju surga. Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh
hukum-hukum agama yang berada di atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu mengesakan
Tuhan yang diungkapkan dalam syahadat pertama. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi
terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik ideologi, politik, sosial,
budaya, pendidikan dan sebagainya.
Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah Rasul.
Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang
datang dari Islam. Oleh karena itu, menjadi seorang Muslim berarti meyakini dan
melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan
kepada ajaran Islam. Hal ini seperti yang tersebut dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 208,
Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam keseluruhannya
dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata
bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
2.Tujuan
Dengan di buatnya makalah ini berharap mempunyai banyak manfaat dan mempunyai
banyak tujuan yang baik yang harus dipegang teguh, yaitu untuk mengihlaskan niat dan
ibadah kepada AllahI semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagiNya,
maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepadaNya juga membebaskan akal
dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari kosongnya hati dari akidah. Karena orang yang
hatinya kosong dari akidah ini, adakalanya kosong hatinya dari setiap akidah serta
menyembah materi yang dapat di indera saja dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan
akidah dan khurafat. Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang
dalam pikiran. Karena akidah ini akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya
lalu rela bahwa Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat tasyri'. Oleh karena
itu hatinya menerima takdir-Nya, dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak mencari
pengganti yang lain. Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah
kepada Allah dan bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar akidah ini adalah
mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka ya
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PE NGE RT IAN
•
QS Az Zumar: 65
•
QS. An Nahl: 36
•
Iman, yaitu: sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan
diamalkan dengan anggota tubuh.
•
Fiqh Akbar, artinya: fiqh besar. Istilah ini muncul berdasarkan pemahaman
bahwa tafaqquh fiddin yang diperintahkan Allah dalam surat At-Taubah ayat 122,
bukan hanya masalah fiqih, tentu dan lebih utama masalah aqidah. Dikatakah fiqh
akbar, adalah untuk membedakannya dengan fiqh dalam masalah hukum.
Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakini adanya, kecuali bila akal
saya mengatakan ”tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.
•
Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa
menjangkaunya dengan indera mata.
•
Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh
inderanya.
•
Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dalam ruang dan waktu.
•
Keyakinan pada hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang
adanya Allah.
2. Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya,
sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu
benar. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 170, yang artinya:
”Dan apabila dikatakan kepada mereka, ’ikutilah apa yang telah diturunkan Allah ’,
mereka menjawab, ’(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga ), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”
3. Taqlid Buta
Dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa megetahui dalilnya
dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.
4. Ghuluw (berlebihan)
Dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas
derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu
dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun meolak
kemudharatan. Juga menjadikan para wali itu perantara antara Allah dan makhlukNya,
sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah
Allah.
5. Ghaflah (lalai)
Terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat
kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat Qura’niyah). Di
samping itu, juga terbuai dengan hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira
bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-
agungkan manusia dan menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan
penemuan manusia semata. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari
pengarahan yang benar menurut Islam.
1. Kembali pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam untuk
mengambil aqidah shahihah. Sebagaimana para Salafush Shalih mengambil aqidah
mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang
telah memperbaiki umat terdahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan yang sesat
dan mengenal syubuhat-syubuhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena
siapa yang tidak mngenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai jenjang
pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat
dalam menyajikan materi ini.
3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan
kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
4. Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah
salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah batil
Orang beriman wajib juga percaya kepada AL-Quran, Malaikat, Hari akhir, qodlo
dan qodar. Karena semua itu merupakan perangkat dalam seting kehidupan.
Dalam AL-Quran Surat at-Tahrim ayat 6,diJelaskan bahwa orang yang beriman
diperintahkan untuk : “ Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ”. Ayat ini
menekankan orang yang beriman untuk menimpa berupa harta dan pahala.
F. AQIDAH ISLAMIYAH
Akidah Islam mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus dipegang teguh, yaitu :
1. Untuk mengihlaskan niat dan ibadah kepada AllahI semata. Karena Dia adalah
pencipta yang tidak ada sekutu bagiNya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan
hanya kepadaNya.
2. Membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari kosongnya hati dari
akidah. Karena orang yang hatinya kosong dari akidah ini, adakalanya kosong hatinya
dari setiap akidah serta menyembah materi yang dapat di indera saja dan adakalanya
terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat.
3. Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang dalam
pikiran. Karena akidah ini akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya lalu
rela bahwa Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat tasyri'. Oleh karena
itu hatinya menerima takdir-Nya, dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak mencari
pengganti yang lain.
4. Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah
dan bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar akidah ini adalah mengimani
para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka yang lurus dalam tujuan dan perbuatan.
Nabi Muhammad SAW juga menghimbau untuk tujuan ini dalam sabdanya :
"Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang
mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah
terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta mohonlah pertolongan dari Allah dan
janganlah lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, maka jaganlah engkau katakan :
seandainya aku kerjakan begini dan begitu. Akan tetapi katakanlah : itu takdir Allah dan
apa yang Dia kehendaki dia lakukan. Sesungguhnya mengada-ada itu membuka
perbuatan setan." ( HR. Muslim)
6. Menciptakan umat yang kuat yang mengerahkan segala yang mahal maupun yang
murah untuk menegakkan agamanya serta memperkuat tiang penyanggahnya tanpa
peduli apa yang akan terjadi untuk menempuh jalan itu.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang –rang yang benar." (QS. Al
Hujurat : 15),
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina setiap individu
muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasi-
konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan serta
menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya. Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur
kekuatan yang mampu menciptakan mu’jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman
permulaan Islam.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai dengan
prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang
tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang
memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya.
Dengan demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman
tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan sehari-hari.