Disusun Oleh
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS VOKASI
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seperti yang diketahui, UUD RI 1945 telah mengalami perubahan
sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Perubahan UUD RI 1945 dipicu oleh era reformasi dan demonstrasi besar-
besaran pada tahun 1998. Selain itu jika dikulik secara mendalam, terdapat
beberapa kecacatan pada UUD RI 1945 sebelum amandemen. Selain itu,
perubahan UUD RI 1945 merupakan jawaban atas tantangan negara di masa
mendatang.
Perubahan UUD RI 1945 mencakup berbagai aspek, seperti aspek politik,
ketatanegaraan, hak asasi manusia, pendidikan, dan masih banyak lagi.
Salah satu yang dirubah cukup mencolok adalah dalam kegiatan politik
demokrasi. Setelah perubahan UUD RI 1945, penyelengaraan demokrasi di
Indonesia semakin transparan dan fleksibel.
Salah satu tindak demokrasi yang transparan dan fleksibel adalah pemilu
dan pilkada. Di sini rakyat memiliki hak pilih untuk memilih calon kepala
daerah secara manusia jika sebelumnya kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Pilkada memiliki tujuan yang mulai yakni kesejahteraan bersama. Selain itu
rakyat akan mampu memilih calon kepala daerah yang dinilai bertanggung
jawab dan bijaksana dalam memimpin.
Mahasiswa sebagai generasi muda yang memiliki peran besar dalam
pembangunan Indonesia. Mahasiswa diharapkan mampu berpartisipasi
politik demokratis untuk kemajuan Indonesia. Selain itu, mahasiswa harus
mampu merangkul dan mengajak rakyat untuk mewujudkan pemilu
berkualitas sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan bersama dan
kemajuan Indonesia yang lebih baik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Tunjukkan manfaat perubahan UUD RI tahun 1945 bagi bangsa
masyarakat Indonesia dalam bidang politik dan ketatanegaraan?
2. Tunjukkan dampak negatif dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah
secara langsung oleh rakyat?
1
3. Bagaimana cara mahasiswa agar dapat ikut berpartisipasi politik
dalam politik demokratis?
4. Bagaimana upaya mahasiswa agar dapat mendorong proses pemilu
dan pilkada di Indonesia agar lebih bermartabat dan irit biaya?
C. TUJUAN
1. Menunjukkan manfaat dari perubahan UUD RI tahun 1945 bagi
bangsa masyarakat Indonesia dalam bidang politik dan
ketatanegaraan.
2. Menunjukkan dampak negatif dari pelaksanaan pemilihan kepala
daerah secara langsung oleh rakyat.
3. Menganalisis dan menemukan cara mahasiswa agar dapat ikut
berpatisipasi politik dalam politik demokratis.
4. Menemukan upaya mahasiswa agar dapat mendorong proses pemilu
dan pilkada di Indonesia agar lebih bermartabat dan irit biaya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi menjadi 5 tahun dan
dapat mengikuti pemilihan umum selama dua periode.
5. Lembaga kehakiman (yudikatif) mendapat jaminan yang kuat dalam
bidang peradilan. Dengan demikian, negara Indonesia diantar untuk
menjadi negara konstitusinalisme. Hal ini berarti seluruh tindakan dan
hasil dari lembaga-lembaga pemerintahan akan diuji terlebih dahulu
apakah sesuai dengan konstitusi atau tidak.
4
2. Biaya untuk pilkada yang sangat besar sehingga memberatkan
APBD. Selain itu masih ada anggaran lain, seperti anggaran calon
kepala daerah untuk membeli suara sehingga memungkinkan untuk
terjadi politik transaksional.
3. Terjadinya kerusuhan dan konflik antar masyarakat. Hal ini biasanya
terjadi pada antar pendukung pasangan calon kepala daerah.
Indonesia sudah lama mengenal istilah menang-kalah. Ditambah
dengan isu manipulasi pemungutan suara yang menjadikan rakyat
sudah tidak percaya pada sistem yang ada.
4. Mudahnya terjadi kecurangan. Seperti yang disebutkan di atas yaitu
adanya manipulasi hasil pemungutan suara. Untuk mengembalikan
kepercayaan rakyat terhadap sistem diperlukan waktu dan proses
yang tidak singkat.
5
Selain itu pendidikan politik bagi mahasiswa sangat penting karena dapat
menciptakan demokrasi yang berkualitas serta pemahaman dalam politik,
terutama politik demokrasi. Demokrasi yang berkualitas di antaranya adalah
mampu menampung segala aspirasi, kritik, serta bersaing secara sehat tanpa
ada kecurangan.
6
BAB III
PENUTUP
7
DAFTAR RUJUKAN
Mutiarin, D., Hayati, N., & Asriyani, D. (2011). Analisis Dampak Positif dan
Negatif Dalam Pemilukada Bagi Kualitas Pelayanan Publik di Daerah.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Diakses pada 18 Februari 2022
dari http://dyahmutiarin.staff.umy.ac.id/files/2012/02/Forum-Ilmiah-
Analisis-Dampak-Positif-dan-Negatif-Dalam-Pemilukada-Langsung-Bagi-
Kualitas-Pelayanan-Publik-di-Daerah.pdf.
8
Peran Mahasiswa Dalam Sosial Politik Untuk Mewujudkan Indonesia Lebih Maju.
(2017). Fakultas Filasafat, Universitas Gadjah Mada. Diakses pada 18
Februari 2022 dari https://sosialpolitik.filsafat.ugm.ac.id/2017/08/03/peran-
mahasiswa-dalam-sosial-politik-untuk-mewujudkan-indonesia-lebih-maju/.
Supratiwi, Herawati, N. R., Harsastro, P., Fitriyah, Marlina, N., & Iskandar, D.
(2021). Pendidikan Politik Untuk Meningkatkan Partisipasi Politik
Mahasiswa Pada Pilkada Serentak. Jurnal Pengabdian Vokasi, 2(1), 5-9.
9
TUGAS INDIVIDU MAKALAH
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS VOKASI
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi sebagai suatu sistem politik sangat erat sekali
hubungannya dengan hukum. Demokrasi tanpa hukum tidak akan
terbangun dengan baik, bahkan mungkin menimbulkan anarki,
sebaliknya hukum tanpa sistem politik yang demokratis hanya akan
menjadi hukum yang elitis dan represif (Moh. Mahfud MD, 1999: 1).
S.Pamudji,(1995:1) menyatakan bahwa banyak negara di dunia
hampir semuanya menjadikan demokrasi sebagai asas negaranya,
berdasarkan hasil studi UNESCO awal 1950, dengan mengumpulkan
100 sarjana Barat dan timur ternyata di negara-negara demokrasi itu
pemberian peranan epada negara dan masyarakat dalam porsi berbeda-
beda. Di samping itu, demokrasi telah memberi arah agar masyarakat
ikut berperan dalam bernegara. Namun ternyata disetiap negara memiliki
rute berbeda-beda mengenai demokrasi.
Jadi, ide demokrasi itu dalam pelaksanaannya mempunyai arti
ganda. Hal ini dapat dilihat betapa negara-negara yang sama-sama
menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara
tidak sama. Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hanya pada
pembentukan lembaga-lembaga atau aparatur demokrasi, tetapi juga
menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi peranan negara
maupun peranan rakyat (Moh. Mahfud MD, 1999: 9).
11
lembaga. Kedaulatan negara dipisahan menjadi 3 yaitu legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Pemerintahan negara dijalankan oleh Presiden dan Wakil Presiden
yang dibantu oleh menteri- menteri.
B. Rumusan Masalah
a. Tunjukkan manfaat perubahan UUD RI tahun 1945 bagi bangsa
masyarakat Indonesia dalam bidang politik dan ketatanegaraan?
b. Tunjukkan dampak negatif dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah
secara langsung oleh rakyat?
c. Bagaimana cara mahasiswa agar dapat ikut berpartisipasi politik
dalam politik demokratis?
d. Bagaimana upaya mahasiswa agar dapat mendorong proses pemilu
dan pilkada di Indonesia agar lebih bermartabat dan irit biaya?
C. Tujuan penulisan
1. Penulis/pembaca dapat mengetahui manfaat dari perubahan UUD RI
1945 bagi bangsa masyarakat Indonesia dalam bidang politik dan
ketatanegaraan.
2. Penulis/pembaca dapat menganalisis dampak negatif dan dampak
positif dari perubahan UUD RI 1945 bagi masyaraat dibidang politik.
3. Penulis/pembaca dapat memahami dan menganalisis tentang politik
demokratis.
4. Penulis/pembaca dapat memahami permasalahan dan menemuan
upaya untuk mendorong proses pemilu dan pilkada di Indonesia.
12
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia menjadi negara yang demokratis, dimana segala
aktivitas yang melibatkan interaksi atar manusia sebagai homo social
memerlukan yang namanya demokratis. Demokrasi sebagai suatu sistem
alternatif dalam aktivitas bermasyarakat dan bernegara, dan memiliki
sifat kebebasan. Dimana setiap individu tanpa terkecuali dapat bebas
mengutaraan pendapat. Suatu negara dapat dikatakan menganut hukum
demokratis dapat dilihat dari kesesuaian dengan kriteria- kriteria negara
demokratis.
Menurut Konperensi The International Commision of Yurist,
Bangkok (1965), terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi oleh
Representative Government Under The Rule of Law (Negara hukum
yang demokratis) dimana ini juga termasuk kedalam dampak dalam
bidang politik adalah:
1. Adanya proteksi konstitusional.
Proteksi konstitusional adalah adanya perlindungan dari negara
kepada rakyatnya mengenai hak-hak asasi manusia secara
konstitusional. Hal ini termasuk adanya jaminan dalam hukum, cara
memperoleh perlindungan tersebut.
Pada UUD 1945 sebelum diamandemen tahun 2000, terdapat
tujuh butir ketentuan yang mengatur tentang HAM, yaitu pasal 27
ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat
(1), Pasal 31 ayat (1), dan pasal 34.Dari pasal-pasal tersebut hanya
ada satu yang benar-benar menjamin konstitusional atas HAM, yaitu
Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Sedangkan ketentuan-ketentuan yang lain, sama sekali bukanlah
rumusan tentang HAM atau human rights, melainkan hanya
ketentuan mengenai hak warga negara atau the citizens‟ rights.
BPUPKI bertugas untuk menyiapkan Rancangan Hukum Dasar
(UUD 1945), pada saat itu pun sudah terjadi silang selisih tentang
perumusan HAM. Terjadi perbedaan pendapat antara Soekarno-
13
Soepomo di satu pihak dan Hatta-Yamin di pihak lain. Pihak pertama
menolak dimasukkannya HAM ke dalam UUD, karena menurut
pendapat mereka Indonesia harus dibangun sebagai negara
kekeluargaan. Sedangkan pihak kedua menghendaki untuk HAM
hatus ada di UUD secara eksplisit agar ada jaminan yang tegas bagi
perlindungan hak-hak rakyat, sebagaimana negara Indonesia
menganut sistem politik demokrasi. Karena adanya perbedaan
pendapat, menyebabkan UUD 1945 hanya memuat tujuh pasal saja.
Declarations of Human Right. Sebenarnya pada waktu itu sudah
ada beberapa Piagam yang memuat tentang HAM, antara lain
Declarations of Independence dan Declaration des droit de l‟homme
et du citoyen, yang dapat dijadikan bahan untuk penyusunan pasal-
pasal tentang HAM yang lebih lengkap dari apa yang ada sekarang
dalam UUD 1945 (Muhamad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983:
316.
Disahkannya perubahan kedua UUD 1945 pada 2000, ada
sepuluh pasal dimuat dalam Pasal 28, Pasal 28A sampai dengan
Pasal 28I . Berbagai ketentuan yang telah dituangkan dalam rumusan
UUD 1945 itu merupakan substansi yang berasal dari rumusan
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia,
yang selanjutnya menjelma menjadi materi UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, untuk memahami
substansi yang diatur dalam UUD 1945, kedua instrumen yang terkait
tersebut, yaitu Tap MPR No. XVII/MPR/1998 dan UU No. 39 Tahun
1999 perlu dipelajari juga dengan seksama. Selain itu, secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan tentang
HAM yang telah diadopsikan ke dalam sistem hukum nasional
Indonesia berasal dari konvensi-konvensi internasional dan deklarasi
universal HAM.
Banyaknya ketentuan yang mengatur tentang HAM dalam UUD
1945, menunjukkan bahwa negara benar-benar ingin melindungi
warganya terhadap perlakuan yang kurang manusiawi. Namun pada
kenyataannya saat ini secara materi dapat dikatakan bahwa
14
pemerintah belum bisa benar-benar mewujudkan pasal-pasal
tersebut.
2. Adanya lembaga pengadilan yang bebas dan tidak memihak.
Lembaga pengadilan yang bebas dan tidak memihak adalah
adanya lembaga kehakiman yang mandiri, dan di dalam
melaksanakan proses peradilan tidak akan mendapatkan pengaruh
dari mana pun dan tidak boleh memihak kepada siapa pun, termasuk
kepada penguasa.
Pasal 1 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum
Republik Indonesia”.
Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa “Kekuasaan
Kehakiman yang merdeka ini mengandung pengertian didalamnya
kekuasaan Kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak
kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan.
Sejak disahkan UU Nomor 35 Tahun 1999 yang mengatur
kedudukan para hakim di bawah Mahkamah Agung dan Amandemen
ke-3 UUD 1945 khususnya Pasal 24B yang mengatur tentang
pembentukan Komisi Yudisial, maka para hakim dapat diharapkan
dalam memeriksa dan memutus perkara selalu harus memperhatikan
hukum yang berlaku. Sehingga dapat terciptanya hukum yang adil,
tidak akan terpengaruh untuk memihak salah satu pihak tertentu.
3. Adanya pemilihan umum yang bebas.
Pemilihan umum yang bebas adalah terselenggaranya pemilihan
umum dengan tanpa adanya paksaan dan penekanan kepada rakyat
yang melakukan hak pilihnya. Sistem politik yang mengakui bahwa
yang berkuasa (berdaulat) dalam suatu negara adalah rakyat
biasanya disebut demokrasi. Kedaulatan rakyat berarti rakyatlah yang
mempunyai kekuasaan yang tertinggi, rakyatlah yang menentukan
corak dan cara pemerintahan, dan rakyatlah yang menentukan tujuan
apa yang hendak dicapainya.
15
Pemilu, menurut Miriam Budiardjo, berfungsi sebagai alat
penyaring bagi politikuspolitikus yang akan mewakili dan membawa
suara rakyat di dalam lembaga perwakilan. Mereka yang terpilih di
dalam Pemilu dianggap sebagai orang atau kelompok yang
mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk berbicara dan
bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar melalui partai
politik (Moh. Mahfud MD, 1999: 221).
4. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat.
Kebebasan menyatakan pendapat adalah rakyat berhak dan
memperoleh jaminan dalam hukum untuk dapat mengeluarkan
pendapat baik secara tertulis maupun lisan, baik sendiri maupun
bersama-sama.
Menyatakan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak
asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945
berbunyi bahwa „Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat‟ juncto Pasal 28 UUD 1945
yang berbunyi „Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang‟.
sejak tanggal 26 Oktober 1998 pada prinsipnya setiap warga
negara secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan
pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun,
perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam
menyampaikan pikiran secara lisan, tulisan, dan sebagainya harus
tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan kelembagaan baik
infra struktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari
penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan
maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam
pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan
disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman
dalam kehidupan masyarakat.
Bertolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat
dari sisi kepentingan nasional maupun dari kepentingan hubungan
16
antarbangsa, menurut Pasal 3 UU Nomor 9 Tahun 1998, maka
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus
berlandaskan:
1. Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban.
2. Asas musyawarah dan mufakat.
3. Asas kepastian hukum dan keadilan.
4. Asas proposionalitas.
5. Asas manfaat.
Berlandaskan atas kelima asas kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum tersebut maka pelaksanaannya diharapkan
dapat mencapai tujuan untuk:
1. Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai
salah satu hak asasi manusia, sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945.
2. Mewujdukan perlindungan hukum yang konsisten dan
berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan
menyampaikan pendapat.
3. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembangan
partisipasi dan kreativitas setiap warganegara sebagai
perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi.
4. Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa
mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
5. Adanya kebebasan berserikat dan melakukan oposisi.
Kebebasan berserikat dan melakukan oposisi adalah adanya
jaminan dalam hukum bagi rakyat untuk mendirikan perserikatan atau
partai politik yang didirikan tersebut, dan rakyat mempunyai
kebebasan melakukan oposisi atau kritik yang membangun baik
melalui wakil rakyatnya (dalam forum lembaga perwakilan rakyat)
maupun tidak, asalkan menurut peraturan perundang-undangan.
UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus
dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat
17
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum. Sejak
diundangkan UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, setiap
warga Negara Indonesia dapat dengan mudah mendirikan partai
politik, tetapi belum tentu partai politik tersebut dapat menjadi peserta
dalam pemilihan umum.
6. Adanya pendidikan civic.
Pendidikan civic ialah dilakukannya pendidikan kewarganegaraan
kepada rakyat, sehingga rakyat dapat mengetahui dan mengerti hak
apa saja yang dimiliki dan kewajiban apa saja yang harus dilakukan
berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (Toto
Pandoyo, 1983: 98)
Kesadaran kebangsaan tidak timbul secara instan tetapi tumbuh
sedikit demi sedikit sehingga dapat menyadarkan masyarakat.
Berawal dari kalangan pelajar dan merambat keseluruh lapisan
masyarakat. Awalnya, kesadaran dalam berbangsa merupakan
semangat kemerdekaan, yaitu reaksi terhadap kekuasaan asing yang
menindas. Namun dengan berkembangnya jaman, kesadaran
kebangsaan ini mengubah pola pikir masyarakat dengan menjadi
cita-cita nasional, tujuan nasional, sasaran nasional serta sistem
nasional yang akan diwujudkan dalam kenyataan.
Perlu adanya pembiasaan terhadap kesadaran kebangsaan, baik
dengan cara memasyarakatkan sejarah pertumbuhan kesadaran
kebangsaan tersebut kepada generasi berikutnya yang lahir dalam
masyarakat maupun dengan mewujudkan cita-cita nasional
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025, serta seluruh peraturan
perundang-undangan.
Di bidang hukum, pendidikan kewarganegaraan diarahkan
supaya masyarakat mempunyai budaya hukum terbuka. Budaya
hukum terbuka.
Menurut Satjipta Rahardjo, budaya hukum sebagai perwujudan
dari keadaan masyarakat di mana kebebasan untuk melakukan
pilihan menjadi terbuka, dalam arti bahwa masing-masing anggota
18
masyarakat diberi kebebasan untuk menentukan bagaimana ia akan
menerima hukum dan lembaga-lembaga yang berlaku
(Abdurrahman,1987: 92)
Sudah menjadi rahasia umum, jika ingin menjadi anggota legislatif atau kepala
daerah harus berani mengeluarkan modal yang besar. Hal ini yang
menyebabkan banyaknya anggota legislatif atau kepala daerah yang akhirnya
memilih korupsi untuk mengembalikan modal yang mereka keluarkan agar dapat
balik modal. Disinilah demokrasi menurun sedangkan korupsi meningkat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pemaparan diatas dapat disimpulkan
bahwa Negara Indonesia merupaan Negara Hukum yang demokratis.
Karena sesuai yang dirumuskan oleh The International Commision Of
Yurist di Bangkok telah terpenuhi semua.
19
Namun harus kita ingat demi terwujudnya demokrasi yang sesuai
dengan cita- cita berbangsa dan bernegara dibutuhkan adanya
kesadaran, bukan hanya pada masyarakatnya saja namun kepada
pemerintah. Dan semoga segala cita-cita yang diharapkan dapat tercapai
dan terwujud sehingga menjadi negara yang diharapkan oleh seluruh
warga negara Indonesia yang aman, tentram, damai, dan adil.
DAFTAR PUSTAKA
20
Indonesia. 2008. Undang-Undang Nomor 2 tentang Partai Politik.
Yogjakarta: Pustaka Yustisia
https://www.republika.co.id/berita/qogj31354/jusuf-kalla-biaya-demokrasi-
indonesia-terlalu-mahal
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/28/070000469/dampak-demokrasi-
terpimpin-di-berbagai-bidang?page=all
https://nasional.sindonews.com/read/414928/12/terlalu-mahal-demokrasi-di-
indonesia-dinilai-perlu-dikaji-ulang-1619856347
https://www.republika.co.id/berita/qyyb9r396/fahri-biaya-politik-mahal-jadi-
bumerang-sistem-demokrasi
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5817976/apa-itu-demokrasi-liberal-ini-
sejarah-hingga-masa-berakhirnya-di-indonesia
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11776
21
TUGAS INDIVIDU MAKALAH
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Indah Puspitasari
214140201111003
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS VOKASI
22
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal dengan negara demokrasi. Demokrasi Indonesia
adalah demokrasi berdasarkan pancasila dan masih dalam taraf
perkembangan. Dalam sejarah perkembangan demokrasi, Indonesia
mengenal bermacam-macam istilah demokrasi, antara lain demokrasi
konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi
pancasila, dan sebagainya. Semua konsep tersebut memakai istilah
demokrasi.
Hasil penelitian UNESCO tahun 1949 menunjukkan bahwa
demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk
semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan (probably
for the first time in history democracy is claimed as the proper ideal
description of all systems of political and social organization advocated
by in fluent proponents).
1). Disamping itu UNESCO juga berpendapat bahwa ide demokrasi
dianggap ambiguous atau mempunyai berbagai pengertian mengenai
lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide,
atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi
istilah, ide dan praktik demokrasi (either in the institutions or devices
employed to effect the idea or in the cultural or historical circumstances
by which word, idea, and practice are conditioned).
2). Pertanyaan mendasar dari para mahasiswa sering terlontar
dalam sistem PBM di kelas, yaitu apakah Indonesia termasuk dalam
negara yang demokratis atau bukan. Jawaban pertanyaan tersebut
tergantung pada reasoning para mahasiswa. Bagi mereka yang
reasoningnya pro terhadap demokratis, maka Indonesia dapat
dikategorikan sebagai negara yang demokratis. namun jika
menggunakan reasoning yang kontra demokratis, maka Indonesia
digolongkan sebagai negara yang non demokratis.
23
Untuk itulah pentingnya diadakan penelitian mengenai posisi Indonesia
sebagai negara yang demokratis ditinjau dari proses pembentukan
undang-undang, terutama proses pembahasannya.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Tunjukkan manfaat perubahan UUD RI 1945 bagi bangsa
masyarakat Indonesia dalam bidang politik dan ketatanegaraan?
b. Tunjukkan dampak negatif dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah
secara langsung oleh rakyat?
c. Bagaimana cara mahasiswa agar dapat ikut berpartisipasi politik
dalam politik demokratis?
d. Bagaimana upaya mahasiswa agar dapat mendorong proses pemilu
dan pilkada di Indonesia agar lebih bermartabat dan irit biaya?
C. Tujuan penulisan
1. Penulis/pembaca dapat mengetahui manfaat perubahan UUD RI1945
bagi bangsa masyarakat indonesia dalam bidang politik dan
ketatanegaraan
2. Penulis/pembaca dapat menganalisis dampak negatif dari
pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat
3. Penulis/pembaca dapat memahami dan menganalisis tentang politik
demokratis
4. Untuk mengetahui mahasiswa supaya bisa mendorong proses pemilu
dan pilkada pada indonesia supaya lebih bermartabat dan hemat
biaya
24
BAB 2
PEMBAHASAN
25
kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
i. pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnyakecuali urusan pemerintah yang oleh undan-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
26
rakyat dalam konteks politik dan pemerintahan. Proses pemilihan
kepala daerah langsung memberikan ruang dan pilihan terbuka
bagi masyarakat untuk mengidentifikasi calon pemimpin dengan
komitmen dan kompetensi yang kuat serta legitimate di mata
masyarakat sehingga kepemimpinan baru mendapat dukungan
dan kepercayaan dari komunitas secara umum dan juga harus
menciptakan rasa tanggung jawab timbal balik. Sebaliknya kepala
daerah merasa didukung oleh masyarakat.
Selain dampak positif atau kelebihan pasi ada pula dampak
negatif atau kekurangan dari pemilihan umum kepala daerah
langsung adalah :
a. Kecenderungan memerlukan biaya yang besar
Berbagai pengorbanan baik uang maupun nilai-nilai yang
terdapat didalam masyarakat, seolah-olah demokrasi adalah
segala-galanya tanpa memperhatikan manfaat dan akibat.
Individualis dan matrealistis seakan menjajah dan mengikis
nilai-nilai pancasila pada jiwa sebagai bangsa.
b. Mengutamakan figur publik atau aspek akseptabilitas saja,
tetapi kurang memperhatikan kapabilitasnya untuk memimpin
organisasi maupun masyarakat.
c. Kemungkinan akan terjadi konflik horisontal antar pendukung
apabila kematangan politik rakyat disuatu saerah belum cukup
matang. Pada masa lalu, rakyat sudah terbiasa dengan
menang-kalah dalam berbagai pemilihan. Tetapi pada masa
orde baru pemilihan kepala daerah penuh dengan rekayasa,
sehingga sampai saat ini rakyat masih belum percaya pada
sistem yang ada.
3. Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang
bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik.
Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warga
negara, bukan politikus ataupun pegawai negeri dan sifat
partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi olh
negara ataupun partai yang berkuasa.
27
Bentuk-bentuk partisipasi politik mahasiswa menurut Samuel P.
Huntington dan Joan Nelson :
a. Kegiatan Pemilihan
Kegiatan pemilihan yang ada di Fisipol dilakukan dengan
kampanye untuk mencari dukungan dan mencari suara agar
dapat memenangkan pemilihan tersebut.
b. Lobby
Lobby adalah upaya seseorang untuk menghubungi pimpinan
kampus dengan maksud dapat mempengaruhi keputusan
pimpinan kampus tentang sesuatu isu yang ada pada saat
pemilihan.
c. Kegiatan Organisasi
Kegiatan organisasi yaitu menyangkut kegiatan-kegiatan
seseorang sebagai anggota organisasi yang memiliki tujuan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pejabat
tertinggi dikampus.
d. Contacting (mencari koneksi)
Mencari koneksi yaitu tindakan seseorang mencari dukungan
dari pihak yang memiliki jabatan tinggi seperti Dekan dan
Rektor.
e. Tindakan Kekerasan
Tindakan kekerasan ini dilakukan oleh kandidat sendiri atau
tim sukses guna mendapatkan posisi pertama. Seperti
memanipulasi jumlah surat suara dan membakar surat suara
lawannya.
4. Melakukan eskalasi kebijakan moneter, pemilihan kepala
daerah langsung dapat bertentangan dengan pandangan bahwa
efek positifnya adalah kedaulatan rakyat daerah lebih terasa dan
suara rakyat lebih dihormati. Nyatanya, pemilihan langsung tidak
sepenuhnya menghilangkanpraktik monetarisme di masyarakat,
dimana politik moneter sebelumnya berada di tingkat DPRD. Bagi
sebagian kalangan, praktik kebijakan moneter sudah mejadi hal
yang lumrah. Misalnya di Jawa Timur ada tradisi pada saat
pemilu, setiap calon harus memberikan pekerjaan kepada
28
pemilih, jumlah ini tergantung pada kemampuan masing-masing
dari calon.
Di beberapa daerah praktik kebijakan moneter ini bahkan
dilegalkan, karena diatur oleh kebijaksanaan panitia yang
memutuskan berapa banyak yang harus dibayar setiap kadidat
untuk penggantian. Hasil penelitian pusat studi demokrasi
menunjukkan bahwa Surabaya masih memiliki sejumlah besar
pemilih di tingkat desa yang menunggu imbalan materi dalam
pemilihan kepala daerah pasca konflik.
Berdasarkan fakta yang terjadi apabila dalam pemilihan
umum kepala daerah langsung masih terjadi kecurangan, konflik-
konflik dan terutama moneter maka dampak positif dari pemilihan
umum kepala daerah yang hendak dicapai maka akan terbentah
karena suara rakyat tidak ada lagi dan suara rakyat ternyata bisa
dibeli dengan uang.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
29
Dampak negatif dari pemilihan kepala daerah secara
langsung oleh rakyat adalah cenderung memerlukan biaya yang
besar, hanya mengutamakan aspek aspektabilitas saja, dan bisa
jadi memungkinkan adanya konflik horizontal antar pendukung.
Seorang mahasiswa bisa ikut berpartisipasi dalam politik
demokrasi dengan ikut serta memilih kepala daerahnya masing-
masing atau tidak golput, karena suara pemilihan dari kita
termasuk dibutuhkan untuk mendukung terpilihnya kepala daerah
yang konpeten dan bertanggungjawab merawat daerahnya.
Para mahasiswa bisa mengadakan sosisalisasi mengenai
pentingnya ikut pilkada dan memberikan penjelasan dengan
bahasa yang bisa diterima oleh masyarakat sekitar rumah
mereka. Karena beberapa masyarakat masih belum sadar akan
pentingnya pilkada bagi daerahnya, bahkan hasil dari pemilu
tersebut menentukan bagaimana daerah mereka berjalan
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
30
Budiardjo, Mirian. 2018. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:Pt. Gramedia
Pustaka Utama.
31
32