Anda di halaman 1dari 8

RAGAM HIAS PADA PENDAPA TERAS

CANDI PANATARAN DI BLITAR


Rustarmadi
Universitas Negeri Surabaya, Jalan Jalan Ketintang, Surabaya 60231
E-mail: rustamadi_unesa@ymail.com

Abstrak

Sasaran penelitian ini adalah ragam hias Pendapa Teras di kompleks candi
Panataran. Tujuan penelitian ini untuk memahami dan memberikan gambaran
menyeluruh mengenai perwujudan ragam hias candi pada Pendapa Teras di dalam
kompleks candi Panataran, yang meliputi aspek visual, makna simbolik dan nilai-
nilai pendidikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan teori
yang digunakan adalah teori semiotika Pierce, Roland Bathes dan Saussure, untuk
memandang ragam hias candi sebagai tanda-tanda yang terbentuk dari unsur-unsur
dan prinsip visual yang memiliki makna secara simbolis serta mengandung nilai-
nilai pendidikan. Hasil penelitian ragam hias candi sebagai berikut: (1) Secara visual
ragam hias terdiri dari ragam hias ceritera dan non ceritera, dengan objek manusia,
tumbuhan, binatang, serta makhluk-makhluk ajaib, (2) Model penggambarannya
dekoratif realistis dan dekoratif imajinatif, (3) Makna simbolis dari ragam hias
melalui ragam hias ceritera, bahwa manusia pada dasarnya sedang melakukan
perjalanan, menghadapi banyak rintangan, dan bila rintangan dapat diatasi akan
mendapatkan kemuliaan. Kemuliaan ternyata bukan dari pangkat, derajat, dan
kekayaan tetapi dari keikhlasan dan kasih sayang. Nilai-nilai pendidikannya adalah
manusia tidak boleh sombong, hidup sederhana, ikhlas dan sabar.

Variety of Decorative on Pendapa Terace


of Panataran Temple in Blitar
Abstract

Subject of this research are variety of decorative on pendapa terrace of Panataran temple
complex. Purpose this research are to show and give an overview thorough regarding the
embodiment fad ornamental temple on pendapa terrace inside of Panataran temple complex,
covering aspects of visual, symbolic meaning and education values. This study uses a quali-
tative approach, while the theory used is the theory of semiotics Pierce, Roland bathes and
Saussure, to look decorative temple as the signs are formed from the elements and principles
of visual that has a symbolic meaning as well as containing the values of education. The
results of temple decorative as follows: (1) Visually, the ornament consisting of a decorative
stories and non-stories, with the object of people, plants, animals, and magical beings, (2)
Model depiction are decorative realistic and decorative imaginative, (3) the meaning of sym-
bolic ornamentation through ornament story, that people are basically traveling, faces many
hurdles, and if the hurdles can be overcome to get the glory. Glory was not of rank, degree,
and wealth but of sincerity and affection. Education value is that man must not be arrogant,
living a simple, sincere and patient.

Kata kunci: ragam hias, aspek visual, makna simbolis, nilai-nilai pendidikan.

173
174 HARMONIA, Volume 12, No. 2 / Desember 2012

PENDAHULUAN keagamaan, sebab di depannya ditemukan


batur kecil untuk seorang pedanda (pen-
Penelitian-penelitian candi melalui deta) melakukan atau memimpin upacara
pendekatan kajian visual kesenirupaan peribadatan (Ngadiono, 2003:11). Berbeda
belum banyak dilakukan. Beberapa pene- dengan bangunan Bale Agung yang polos
litian yang sudah dilakukan berupa des- bangunan Pendapa Teras ini dindingnya
kripsi dari bentuk-bentuk ragam hias se- dikelilingi oleh ragam hias candi yang
cara umum, misalnya Oemar, dkk. (1989), dibuat dengan teknik pahat (ukir). Hampir
dan Murwandani, dkk (2003). Tinjauan semua bagian kaki Pendapa Teras ini dipe-
dari sudut teori semiotik belum ada yang nuhi ragam hias, baik pada bagian pelipit
melakukan. Demikian pula buku-buku dinding kaki bangunan, sudut bangunan,
yang dipakai sebagai acuan mata kuliah maupun relief-relief cerita pada dinding
Sejarah Seni Rupa dan Ragam Hias, misal- kaki Pendapa Teras. Bangunan Pendapa
nya Kempers (1959), Affandi (1973), Mik- Teras ini berangka tahun 1297 Saka atau
sic (2002), KIAS (1991) tinjauan estetisnya 1375 Masehi (Wisnoewardhono, 1995:11).
kurang mendapatkan perhatian, mengi- Sinha (dalam Kurniawan, 2001:49)
ngat buku-buku tersebut ditulis oleh ahli mengemukakan Semiologi dan semiotika
bukan dari bidang seni rupa. Ngadiono berakar dari studi klasik dan skolastik atas
dkk (2003) telah menulis secara lengkap, seni logika, retorika, dan poetika. Akar na-
namun belum membahas lebih mendalam manya sendiri adalah “semeion”, nampak-
tentang kajian visual, makna simbolis dan nya diturunkan dari kedokteran hipokra-
nilai-nilai pendidikannnya. Tabrani (2005) tik atau asklepiadiki dengan perhatiannya
telah menyusun reverensi, salah satunya pada simtomatologi dan diagnostik infe-
berisi hasil penelitiannya tentang candi rensial. Sejak kemunculan Saussure dan
melalui pendekatan komunikasi visual Peirce, maka semiologi menitikberatkan
atau bahasa rupa, namun belum meneliti dirinya pada studi tentang tanda dan se-
candi-candi di Jawa Timur. Candi-candi gala yang berkaitan dengannya. Meskipun
di Jawa Timur belum banyak diteliti lebih dalam semiotika Peirce masih ada kecen-
mendalam, apabila dibandingkan dengan derungan meneruskan tradisi sklolastik
candi-candi di Jawa tengah. Buku-buku yang mengarah pada inferensi (pemikiran
yang berada di perpustakaan perguruan logis) dan Saussure menekankan pada lin-
tinggi seni rupa yang dikembangkan dari guistik, pada kenyataannnya semiologi
hasil penelitian belum banyak, terbukti juga membahas signifikansi dan komuni-
sulit sekali menemukan daftar buku yang kasi yang terdapat dalam sistem tanda non
membahas secara detail masalah candi- linguistik.
candi di Jawa timur. Candi Penataran se- Semiotika dilibatkan apabila orang
bagai salah satu candi di Jawa Timur be- disibukkan dengan perilaku-perilaku in-
lum pula dikaji lebih mendalam, terutama terpretative, dengan penunjuk (ini yang
dari aspek kajian visual. mengganti itu); dengan tanda (cara kebe-
Salah satu bangunan pada kompleks radaannya, fungsinya, hubungannya de-
candi Panataran adalah Pendapa Teras ngan tanda lain, penggunaannya, timbul-
dan sering disebut pula sebagai Batur Pen- tenggelamnya dan sebagainya), dengan
dapa, atau Undak Pendapa. Lokasi ban- pembentuk arti, kebiasaan-kebiasaan arti,
gunan Pendapa Teras berada di sebelah dan seterusnya. Zoest (dalam Soekowati
tenggara bangunan Bale Agung. Bangu- 1993:7).
nan tersebut seluruhnya dari batu, berben- Barthes (dalam Kurniawan 2001:53)
tuk empat persegi panjang dengan ukuran mengemukakan semiologi hendak mem-
panjang 29,05 meter, lebar 9,22 meter dan pelajari bagaimana kemanusiaan (humani-
tinggi 1,5 meter. Diduga bangunan Penda- ty) dan memaknai hal-hal (things). Kehidu-
pa Teras ini berfungsi sebagai tempat un- pan sosial apapun bentuknya merupakan
tuk menaruh sesaji dalam rangka upacara suatu sistem tanda tersendiri. Pandangan
Rustarmadi, Ragam Hias pada Pendapa Teras Candi Panataran di Blitar 175

Barthers ini banyak dianut oleh semiolog akan pria yang menggunakan topi “tekes”
lain, sehingga semakin luas ruang lingkup atau topi “panji”. Yaitu topi bulat yang ti-
dan objek penelitian semiologi. dak menutup seluruh rambut. Contoh to-
Peirce (dalam Kurniawan, 2001:52) koh cerita yang menggunakan tekes adalah
membagi tanda berdasar acuannya men- Sidapaksa, Sang Satyawan, dan Gaganga-
jadi tiga, yaitu: (1) objeknya (sesuatunya), king. Tokoh-tokoh lain yang dekat dengan
(2) interpretannya (orang yang mengin- tokoh utama rambutnya diikat di atas dan
terpretasi), (3) ground (respek atau peng- ujungnya terurai, berambut pendek, berto-
hargaan). Relasi dari ketiganya tersebut pi pendeta yang sangat besar ukurannya.
menentukan ketepatan proses semiosis. Tokoh pria kebanyakan diikuti oleh pela-
Menurut Zoest (1993:23) objek (sesuatu- yan “punakawan” yang dibuat atau dipahat
nya) dapat menggunakan istilah yang ber- lebih kecil (kerdil) dan rambutnya diikat
beda, dan Peirce lebih suka menggunakan dengan ujung rambut runcing. Pelayan
istilah denotatum. Isnaoen (2005:32), da- untuk pendeta umumnya juga menggu-
lam kaitannya dengan tanda Peirce me- nakan ikat kepala/topi. Tokoh pendeta di-
musatkan perhatiannnya pada fungsi. buat dengan topi yang sangat besar yang
Tanda akan berfungsi bila unsur-unsur terbuat dari litan-lilitan kain atau mirip-
tanda saling berhubungan, yaitu (1) objek dengan anyaman pita kain..
(denodatum), yaitu suatu keadaan benda Pakaian pria juga berupa kain pan-
yang ditampilkan melalui tanda, (2) dasar jang sampai di atas lutut, sebagian kecil
(ground), yaitu latar belakang yang dimiliki dililitkan atau diikatkan ke atas sehingga
oleh penafsir tanda untuk dapat menafsir- mirip cawat. Asessoris sangat minim, ke-
kan tanda, dan subyek (interpretant), yaitu cuali gelang dan anting-anting. Sebagian
pengertian tanda yang muncul dari benak dilengkapi dengan gelang bahu, dan ka-
orang yang menggunakan sehingga tanda lung. Untuk menggambarkan raja Naga
original akan dapat berkembang menjadi dan Durga pakaiannya lebih banyak ases-
tanda baru. sorisnya yang menempel di selendang dan
kainnya, juga pada kalung, sumping (hia-
METODE san yang dipasang di telinga selain anting-
anting), dan topi raja.
Metode penelitian adalah kualita- Tokoh wanita yang masih muda
tif, dengan pendekatan teori semiotik dari umumnya rambutnya terurai, dan di de-
Charles Sanders Peirce dengan analisis katnya umumnya adalah pelayannya
sintaksis, sematik, dan pragmatiknya dan dengan rambut digelung. Pakain wanita
Ronald Barthes dengan analisis denotasi tersebut berupa kain panjang dengan ga-
dan konotasi. ris-garis bukaan di depan, dilengkapi de-
Teknik pengambilan data dilakuka ngan selendang. Kebanyakan tidak meng-
dengan observasi, wawancara, dokumen- gunakan kemben (kain penutup dada)
tasi, dan studi literatur. tetapi sebagaian ternyata sudah memakai
Analisis data menggunakan analisis kemben. Pada sisi utara Pendapa Teras
interaktif dari Miles dan Huberman de- terdapat penggambaran wanita dengan
ngan rangka disesuaikan dengan pende- menggunakan topi semacam peci, dan ba-
katan-pendekatan yang ditetapkan di atas. nyak tokoh yang menggunakan topi pen-
deta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam relief terdapat pula gambar-
gambar makhluk hidup yang imajinatif,
Relief pada dinding soubasemen raja binatang (raja naga), binatang ikan
Pendapa Teras merupakan cerita dalam dan burung, bethari Durga, manusia ber-
bentuk relief. Cerita yang dipahatkan me- kepala dan tubuh tumbuhan, manusia ber-
rupakan cerita-cerita yang telah berkem- kepala lidah api dan raksasa dengan ram-
bang di pulau Jawa. Tokoh cerita kebany- but gimbal.
176 HARMONIA, Volume 12, No. 2 / Desember 2012

Di sekitar tokoh objek manusia juga dibuat kecil pula. Pangeran yang men-
digambar/dipahat aneka tumbuhan. Ke- ghadap sang putri tadi, tampaknya pergi
banyakan mereka adalah pohon palem, melakukan perjalanan, ditemani saudara-
pohon mangga, dan pohon yang tampak nya dan abdi kinasihnya. Saudara laki-laki
direkayasa dengan batang yang berbelit sang pangeran dan abdi kinasihnya di da-
seperti tampar. Selain itu terdapat pohon lam perjalanan tidak ada henti-hentinya
pandan, pohon kelapa, semak-semak kecil melakukan percakapan. Tampak laki-laki
yang jumlahnya lebih sedikit. Kebanyakan muda dengan menggunakan topi tekes
dalam membuat pohon di bawahnya sela- akan mengirim surat kepada orang disebe-
lu diberi undak/batur atau semacam tim- rang lautan. Dia menggunakan jasa seekor
bunan batu yang ditata rapi. burung yang besar (mirip burung kakatua)
Ragam hias yang bersifat ornamen- milik seorang pendeta. Dengan kaki dilipat
tik, yang dalam seni ukir/pahat sering di- satu di atas kaki yang lain, maka laki-laki
sebut pepatran, atau kakarangan, atau ada ini sedang berpikir keras, punya masalah,
yang menyebutkan hiasan karang. Pepat- atau menghadapi problem. Pohon melilit
ran ini antara lain pepatran tumbuhan, pe- yang tumbuh di atas undak, membuktikan
patran awan, dan hiasan-hiasan lain seba- bahwa orang dahulu sangat menghargai
gai pemanis relief. keindahan, menata lingkungannya dengan
Beberapa digambar pula sungai atau baik. Seekor burung dengah gigih terbang
laut dengan bentuk gelombang mirip sisik di atas lautan. Di dalam lautan terdapat
ikan (bulatan oval bergaris, yang tersusun ikan-ikan besar yang memiliki sungut, be-
rapi) berapa sedang mengamati burung terbang
Pahatan rumah panggung, kuil seolah mengharapkan burung tersebut
(pura), binatang mirip sapi, dan anjing jatuh dan dapat dimakan. Seorang putri
mengikuti tokoh-tokoh manusia dalam ce- akan menerima surat dari seorang laki-la-
rita. ki (kekasihnya), ditemani seorang pendeta
Pada pelipit atas terdapat pahatan- perempuan atau bisa saja ibunya, dayang/
pahatan binatang, seperti kuda, sapi, bua- inang dan abdi laki-laki dengan rambut di
ya, harimau, banteng, kancil, kijang, kera, kucir. Seorang pendeta muda sedang ber-
dan tikus. Pelipit bawah dipahat badan bincang dengan seorang perempuan, di-
ular dan kepalanya tersembul di setiap temani seorang cantrik atau seorang abdi.
sudut candi, dan dua di sisi timur candi. Tampaknya pendeta ini sedang memba-
Yang menarik dua badan ular saling mem- has tentang sesaji, seperti yang disusun
lilit pada bagian dekat kepala, kemudian di atas dua meja di belakangnya. Ragam
kepala ular hanya satu. Bentuk ular ini hias ceritera pada taferil ini penuh dengan
ujuga sangat imajinatif. Pada tangga juga adegan seks sehingga tampak agak porno.
dipakatkan ular di kiri dan kanannya. Ada kemungkinan ini hanya bayangan
dari pendeta tersebut terhadap pengen-
Analisis semantik: denotasi dan konotasi dalian nafsunya kepada perempuan. Juga
(relief Sri Tanjung) bayangan nakal seorang abdi terhadap
Tampaknya laki-laki yang dibuat seorang perempuan. Makhluk ajaib atau
besar adalah pengeran, di depannya seo- makhluk imajinatif ini sebagai patung bu-
rang dayang yang sedang menyembah. rung garuda, meskipun sebenarnya lebih
Perempuan duduk adalah dayang yang tepat disebut sebagai patung raksasa ber-
sedang menunggui sang putri yang se- sayap. Garuda merupakan lambang bu-
dang sakit, atau sedang tiduran. Dayang rung yang gagah perkasa, dapat terbang
yang sedang mmenyembah mengantar- tinggi mengarungi dirgantara, terbang di
kan seorang pangeran yang akan men- atas lautan, daratan, sungai, pegunungan,
ghadap sang putri ditemani orang-orang hutan, dengan mata tajam penuh kewas-
kerdil para pelayan atau punakawan. Pe- padaan. Garuda dibuat berbadan raksasa,
layan kedudukannya kecil, maka ukuran untuk menunjukkan kekuatan, keper-
Rustarmadi, Ragam Hias pada Pendapa Teras Candi Panataran di Blitar 177

kasaan, dan kecerdasan. Garuda adalah tempat. Kelihatannya akan menanyakan


adalah tunggangan dewa Wisnu. Garuda sesuatu bagaimana cara memecahkan ma-
melambangkan kecepatan, kecerdasan, salah yang sedang dihadapi.
kewaspadaan, kecermatan dalam men- Seorang laki-laki meninggalkan
jaga habitatnya. Negara Indonesia memi- tempat pendeta tersebut, dan melanjutkan
liki burung Garuda sebagai simbol negara perjalanan sendirian. Sampailah laki-laki
kesatuan dan negara dengan dasar Panca- yang melakukan perjalanan tadi di sebuat
sila. Dengan cepat garuda dapat terbang taman atau tempat yang dituju. Seorang
mengarungi samudra dan kepulauan In- perempuan menghadap laki-laki tersebut
donesia sehingga dengan cepat dapat me- dengan duduk timpuh dan menyembah. Di
melihara Indonesia suatu negara dengan belakang perempuan duduk pula seorang
beribu-ribu kepulauan. Kepala naga yang perempuan (inang atau emban) sedang me-
berada di samping kanan dan kiri candi, noleh ke belakang. Tampaknya inang ter-
seakan badannya berada di bawah bangu- sebut tidak ingin mengganggu percakapan
nan gugus Pendapa Teras, Tampaknya tuannya. Perempuan tadi terlibat perbin-
naga-naga ini ikut mengangkat bangunan cangan dengan laki-laki, yang duduknya
suci ini, seperti halnya naga-naga yang mulai santai. Melalui alur ceritera yang
berada di setiap ujung candi, dan naga diketahui bahwa laki-laki yang duduk
dua naga di sisi timur. Ragam hias pada dengan melipat dan menempatkan satu
tangga ini disusun semetris. Dua pemuda kaki di atas kai lainnya biasanya meng-
sedang melakukan perjalanan jauh meny- gambarkan kegelisahan , berfikir berat,
eberang lautan, diikuti seorang panaka- atau merenung. Laki-laki dan perempuan
wan/abdi yang membawa payung, dan yang sedang berbincang tadi (sisi barat 15)
tombak Sesampainya di pantai mereka melanjutkan perjalanan ditemani oleh abdi
menambatkan perahunya dan melanjut- (punakawan). Abdi tersebut tampaknya
kan perjalannya. Seorang pemuda sedang berposisi sebagai penunjuk jalan. Seorang
melihat pertunjukan tarian yang diiringi perempuan menggendong anaknya, dari
musik gendang dan kecer.Permainan mu- perjalanan jauh melalui daratan luas dan
sik ini tampaknya untuk menyambut ke- menyeberangi sungai yang mengalir de-
datangan pemuda tersebut di suatu dae- ras, sampailah perempuan itu pada per-
rah/perkampungan. Sejak jaman dahulu, batasan sebuah desa yang ditandai oleh
orang membutuhkan hiburan dengan me- bangunan tugu. Seorang perempuan (ibu)
nari dan memainkan alat musik. Rasa in- yang bersusah payah membawa anaknya
dah sebenarnya merupakan fitrah manu- melakukan perjalanan jauh mencari sua-
sia. Oleh karena itu manusia primitifpun minya. Setelah berhasil bertemu ibu ter-
sudah mulai menari, bermain musik dan sebut menyerahkan anaknya kepada sua-
membuat barang kerajinan dan menggam- minya. Kemungkinan lain seorang inang
bar. Seorang laki-laki sedang memperbin- mengantarkan anak yang diasuhnya kepa-
cangkan sesuatu dengan seorang perem- da bapaknya yang masih keturunan nin-
puan. Seorang inang datang menyembah. grat. Pangeran Sidapeksa sedang duduk
Tampaknya pemahat ingin menampakkan bersila di sebuah taman keraton, sedang
bahwa perempuan tersebut cantik jelita berfikir keras mencari cara untuk pergi
dengan membuat postur tubuh langsing, ke Kayangan mengantarkan surat kepada
tangan membengkok (gendewa pinenthang), para dewa Siwa. Tugas ini dari rajanya
rambut terurai. Seorang laki-laki jatuh cin- yang bernama Prabu Sulakrama. Pangeran
ta pada perempuan jelita. Seorang laki-laki Sidapaksa berbincang serius dengan Sri
sedang meninggalkan rumah atau tempat Tanjung. Sidapaksa berpamitan mau pergi
peristirahatan, dan di melanjutkan per- ke Kayangan mau mengantarkan surat ka-
jalanannya. Laki-laki yang keluar rumah rena diperintah oleh rajanya. Sri Tanjung
pada gambar sisi barat 11, ternyata ingin tentu menjadi kawatir terhadap keselama-
menghadap seorang pendeta pada suatu tan suaminya Kemungkinan ke dua Sida-
178 HARMONIA, Volume 12, No. 2 / Desember 2012

paksa sudah sampai Kayangan, sebab ada kan jalan keluar. Sri Tanjung yang hidup
binatang aneh. Sidapaksa dijemput salah kembali memberi kabar bahwa pangeran
satu bidadari. Pangeran Sidapaksa telah Sidapaksa sedang mencari dirinya. Pan-
sampai di Kayangan, di sambut tiga orang geran Sidapaksa akhirnya dapat bertemu
bidadari. Seekor binatang surga (sebab bi- kembali dengan Sri Tanjung yang dahu-
natang tersebut ajaib) menemani ketiga bi- lu dibunuhnya. Sri Tanjung dapat hidup
dadari tersebut. Dua perempuan berjalan kembali karena tidak bersalah dan belum
tergopoh-gopoh. Salah satu perempuan waktunya meninggal. Para inang atau pe-
dalam posisi menyembah mengabarkan/ layannya ikut senang. Suasana ini meng-
membicarakan sesuatu kepada perempu- gambarkan suatu pertapaan atau rumah
an di depannya. Seorang inang mengata- tangga pendeta. Terlihat dari model topi
kan bahwa pangeran Sidapaksa kembali. yang dipakai oleh ketiga orang tersebut.
Sri Tanjung sedang gundah ingin sekali Orang suci atau orang yang memberi con-
bertemu suaminya yang sudah lama me- toh dan mengajarkan tentang moral sangat
ninggalkannya. Laki-laki tersebut melam- diperlukan dalam kehidupan ini.
baikan tangan kepada perempuan yang
duduk di atas ikan besar, tampaknya pe- Analisis Pragmatik: Nilai-nilai Pendidi-
rempuan tersebut akan pergi jauh. Pang- kan
eran Sidapaksa terpaksa membunuh istri- Perempuan dewasa muda, seperti
nya karena dituduh berselingkuh dengan digambarkan pada tokoh Sri Tanjung dan
raja Sulakrama. Seorang laki-laki muda Dewi Suwistri ikon visualnya adalah gam-
dewasa ditemani abdinya melakukan per- bar perempuan muda yang langsing tidak
jalanan jauh. Pangeran Sidapaksa pergi terlalu tinggi, tangannya memiliki ciri
bersama abdi punakawannya untuk men- gendewa pinenthang (istilah bahasa Jawa),
cari Sri Tanjung yang telah dibunuhnya. rambut terurai ikal sampai ke bahu., ser-
Sidapaksa mengharapkan Sri Tanjung bisa ta tidak banyak menggunakan assesoris
hidup kembali. Sepasang pendeta (laki-la- atau perhiasan. Nilai pendidikannya ada-
ki dan perempuan) mengantarkan seorang lah wanita yang baik dalam hidupnya
perempuan muda berpergian. Sepasang tidak boleh makan minum dan berhias
laki-laki dan perempuan adalah Begawan secara berlebihan. Bahkan wanita wak-
Tambapetra dan Sri Warni menerima ke- tu itu idealnya adalah wanita yang suka
datangan pangeran Sidapaksa dan abdi- berpuasa, dapat merawat tubuh dengan
nya jamu-jamu dari tumbuh-tumbuhan dan
Dua orang kesatria sedang menga- rempah-rempah sehingga tubuh menjadi
dakan perjalanan diikuti oleh seorang abdi langsing dan padat. Tampak pula bentuk
(punakawan). Seorang inang memberitakan wanita yang ideal dalam wayang kulit
sesuatu kepada tuannya. Seorang inang/ Jawa Tengah umumnya. Wanita di buat
dayang melakukan perjalanan jauh. Ada lebih kecil langsing, pinggangnya sangat
kesan takut. Tampaknya dayang tersebut kecil. Wanita yang baik tidak boleh terlalu
sedang mendapatkan tugas dari tuannya menuruti hawa nafsu, makan tidak boleh
untuk menemui seseorang. Seorang inang mendahului suami dan anak, dalam arti
mengantarkan surat kepada tuan putri. tidak mementingkan diri sendiri (”ngalah”
Tuan putri ditemani oleh seorang pendeta bahasa Jawa), tidak hidup boros. Wanita
perempuan (tampak pada model topinya) harus selalu bersolek, tetapi tidak boleh
di belakangnya terdapat tiga inang. Perem- berlebihan (sederhana), sehingga terkesan
puan yang duduk di undak itu tampaknya cantik alamiah.
memiliki inang yang cukup banyak. Tiga Pria dewasa muda, seperti digam-
orang inang terlibat pembicaraan dengan barkan pada tokoh Pangeran Sidapaksa
sang putri. Tampaknya sang putri sedang dan Sang Satyawan, ikon visualnya adalah
gundah memikirkan sesuatu, dan para hampir sama dengan ikon pada wanita,
inang/dayang menghibur dan memberi- yaitu badan langsing, tingginya sedang-
Rustarmadi, Ragam Hias pada Pendapa Teras Candi Panataran di Blitar 179

sedang saja tetapi semampai, dan tidak tentu mengalami kesusahan dan kebaha-
banyak menggunakan assesoris. Perbe- giaan silih berganti. Dalam kehidupan
daannya adalah berambut pendek dan seseorang juga mengalami banyak rin-
menggunakan topi yang sering disebut te- tangan. Keberhasilan dapat dicapai apa-
kes, atau topi Panji. Nilai pendidikannya bila seseorang tersebut dapat mengatasi
adalah, pria yang baik juga tidak boleh rintangan. Kisah-kisah atau ceritera selalu
terlalu gemuk seperti halnya tokoh wani- dimulai dari perenungan atau memiliki
ta. Pria harus tetap kuat tetapi halus atau tujuan, kemudian perjalanan, menemukan
sopan. Pria yang baik melalui ikon-ikon kebahagiaan, dan kembali menemukan
gambar tokoh muda tersebut juga harus masalah dan akhir ceritera kembali hidup
memiliki kekuatan batin untuk mendu- bahagia.
kung pisiknya, dengan sendirinya harus Makna simbolisnya para tokoh ter-
sering menahan hawa nafsunya (bertapa). sebut adalah orang-orang yang sederha-
Ikon semacam ini tampak pula dalam wa- na, meskipun mereka seorang pungga-
yang kulit. Tokoh Arjuna yang terkenal wa kerajaan, bahkan dewa. Orang yang
itu adalah tokoh yang lemah lembut, suka berpangkat dan punya derajat tinggi juga
bertapa, kalau berjalan tidak tergesa-gesa, mengalami berbagai cobaan seperti orang-
selalu waspada, sakti, trampil dan tidak orang lainnnya. Hal ini dibuktikan bah-
sombong. Arjuna ini jarang muncul di pa- wa pakaian seorang raja yang mendekati
keliran dengan bertolak pinggang, bahkan dewa atau raja yang tidak memiliki sifat
dalam berperang sekalipun. Pakaiannya kesederhanaan dibuat pakaiannya dan
pun juga sangat sederhana, dengan kain perhiasannya dibuat lebih lengkap.
yang dipakai model bulat di belakang
(bokongan), dan kain selendang yang di- Kandungan Nilai-Nilai Pendidikan
kaitkan di belakang. Arjuna tidak meng- Nilai pendidikan yang utama bah-
gunakan perhiasan yang berlebihan tidak wa orang hidup jangan cepat menyerah
bergelang, tidak berkalung tidak menggu- terhadap semua rintangan yang ada. Para
nakan topi, kecuali hanya menggunakan tokoh ceritera memberikan inspirasi ke-
hiasan telinga sederhana (suweng dan sum- pada pemirsa bahwa manusia tidak perlu
ping) . Rambutnya panjang, tetapi di ge- sombong, hidup sederhana, tidak mudah
lung rapi, maknanya meskipun sederhana menyerah, selalu beraktivitas, serta hidup
tetapi harus tetap merawat penampilan- itu harus saling mengasihi. Seorang abdi
nya. Merawat tubuh bukan sekedar untuk (terutama abdi laki-laki) selalu digambar
kepentingan pribadinya, tetapi juga un- kecil tetapi selalu ada. Makna pendidi-
tuk kepentingan lingkungan masyarakat- kannya bagaimanapun juga orang kecil
nya. Apabila masyarakat melihat orang- sangat dibutuhkan dalam kehidupan para
orang suka kebersihan dan rapi, meskipun pemimpin/orang besar. Tanpa orang ke-
sederhana tentu perasaan masyarakat di cil, orang besar tidak akan hidup, begitu
sekitarnya menjadi nyaman dan aman. sebaliknya.
Berbeda dengan orang yang kurang mem-
perhatikan tubuhnya dan pakaiannya, dan DAFTAR PUSTAKA
tempat tinggalnya dan bahkan lingkun-
gannya tentu membuat masyarakat men- Affandi. 1973. Sejarah Seni Rupa Indonesia.
jadi kurang senang. Yogyakarta: Swadaya.
Alwasilah, A. Chaedar. 2002. Pokoknya
SIMPULAN DAN SARAN Kualitatif. Dasar-dasar Merancang dan
Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakar-
Makna Simbolis ta: Pustaka Jaya.
`Makna simbolis dari ragam ceritera Apriyatno, Veri. 2004. Cara Mudah Meng-
pada Pendapa Teras adalah hidup seseo- gambar dengan Pensil. Jakarta: Kawan
rang tidak pandang pangkat dan derajat Pustaka
180 HARMONIA, Volume 12, No. 2 / Desember 2012

Azwar, Saifuddin. 2003. Sikap Manusia Teo- dalam Budaya Jawa. Yogyakarta:
ri dan Pengukurannnya. Yogyakarta: Hanindita.
Pustaka Pelajar. Isnoun, Iswidayati, S. 2006. Pendekatan
Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Pene- Semiotik seni Lukis Jepang Periode 80-
litian Kualitatif. Surabaya: Insan 90an Kajian Estetika Tradisional Jepang
Cendekia. Wabi-Wabi. Semarang: Unnes Press.
Bungin, burhan. 2003. Analisis Data Peneli- Kempers, A.J. Bernet. 1959. Ancient Indone-
tian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo sian Art. Cambridge, Massachusetts:
Persada. Harvard University Press.
Cahyono, Dwi. M. 2010. Kepurbakalaan Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes.
Kompleks Candi Penataran, Wujud Magelang: Yayasan Indonesiatera
Ekspresi Seni Rupa Gaya Jawa Timuran
Masa Hindu-Buddha. Makalah disaji- Miksic, John. 2002. Sejarah Awal. Jakarta:
kan dalam hajatan seni Festival Pe- Buku Antar Bangsa untuk Grolier
nataran, Blitar 12-13 Juni. International, Inc. Dan Jayakarta
Dharmojo. 2005. Sistem Simbol dalam Muna- Agung Offset.
ba Waropen Papua. Jakarta: Pusat Ba- Moleong, J., Lexy. 2004. Metodologi Peneli-
hasa Pendidikan Nasional. tian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung.
Dharsono. 2007. Estetika. Bandung: Rekay- PT Remaja Rosdakarya.
asa Sains. Muhajir, Noeng. 1991. Metodologi Penelitian
Dillistone, F.W. 2002. The Power of Symbols. Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
(diterjemahkan A. Widyamartaya. Murwandani, Nunuk Giari. 2003. Tinjauan
Daya Kekuatan Simbol) Yogyakarta: Visual Relief Candi Penataran. Hasil
Penerbit Kanisius Penelitian tidak dipublikasikan).
Faisal, Sanafiah. 1990. Penelitian Kualita- Surabaya: Jurusan Seni Rupa, FBS
tif Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: Unesa.
YA3. Ngadiono, dkk. 2003. Peninggalan Sejarah
Hadi, Sumandiyo. 2003. Studi tentang dan Kepurbakalaan Candi Panataran.
Inkulturasi di Gereja Katolik Paroki Surabaya: Dinas Pendididkan dan
Ganjuran, Bantul, Yogyakarta dalam Kebudayaan Propinsi Jawa Timur.
Haris Supratna (Ed.) Kunstruksi Il- Rustarmadi. 2002. Metodologi Penelitian.
mu-Ilmu sosial. Surabaya: Unesa Uni- Surabaya: Unesa University Press.
versity Press. Sagala, Syaiful, H. 2009. Konsep dan Makna
Herusatoto, Budiono. 2000. Simbolisme Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai