Anda di halaman 1dari 9

Christina Ivana Larasati

19/443106/SP/28970
Ujian Akhir Semester
Komunikasi Antar Manusia

Mengetahui dan Memahami Jenis, Teori dan Kompetensi Komunikasi Antar Manusia

Menurut saya pribadi, mata kuliah Komunikasi Antar Manusia adalah mata
kuliah yang cukup menarik dan informatif. Karena, mata kuliah ini memberikan
materi berupa gambaran detail tentang proses dan seluk beluk komunikasi yang
terjadi pada manusia, dan hal tersebut menurut saya mata kuliah tersebut tidak hanya
sekadar materi, tetapi sangat berguna dan dapat diterapkan pada kehidupan kita
sebagai manusia sehari-hari agar proses interaksi dan penyampaian pesan kita kepada
orang lain dapat berjalan lancar dan sesuai dengan maksud serta tujuan.
Salah satu dari materi yang menurut saya menarik pada mata kuliah Komunikasi
Antar Manusia ini adalah rangkaian materi tentang komunikasi interpersonal. Materi
ini membicarakan tentang proses komunikasi yang terjadi pada dua individu. Pada
pertemuan ke-8 mata kuliah ini, kami mahasiswa diberikan materi pengantar tentang
komunikasi interpersonal, seperti definisi dari komunikasi interpersonal itu sendiri,
dan apa saja jenis-jenis komunikasi interpersonal yang ada. Sebagai pengenalan
materi komunikasi interpersonal, Mas Widodo dan Mba Rajiyem (2020),
mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai proses penggunaan pesan untuk
mencapai kesamaan makna antara dua orang atau lebih di dalam sebuah situasi yang
memungkinkan adanya kesempatan yang sama bagi pembicara dan pendengar.
Komunikasi interpersonal pun tidak hanya terbatas pada interaksi yang kita lakukan
kepada orang yang kita kenal saja, melainkan interaksi interpersonal bisa saja terjadi
pada kita dengan orang asing, seperti ketika kita berinteraksi pada penjual di pasar,
atau berbicara dengan orang asing di jalan, hal tersebut sudah bisa dikategorikan
dengan interaksi interpersonal. Komunikasi interpersonal ini pun memiliki banyak
fungsi, salah satunya adalah untuk mengembangkan hubungan interpersonal antara
dua orang yang berinteraksi itu sendiri.
Pengertian dan fungsi komunikasi interpersonal dari Mas Widodo dan Mba
Rajiyem ini pun didukung oleh definisi hubungan interpersonal oleh Pearson, dkk
(2009) yakni yang dimaksud dengan hubungan interpersonal adalah asosiasi antara
dua orang (minimal) yang bergantung satu sama lain, yang menggunakan beberapa
pola interaksi secara konsisten, dan yang berinteraksi untuk jangka waktu tertentu.
Dari definisi tersebut, maka fungsi komunikasi interpersonal untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang dimaksud dengan contoh hubungan interpersonal dapat
berkembang di antara individu yang bekerja sama di dalam sebuah organisasi, orang-
orang yang bekerja sama dalam sebuah tim, hubungan antara laki-laki dan perempuan
seperti pernikahan, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan antara anak dan
orang tua, dan hubungan antara teman-teman. Hubungan interpersonal pun bisa
berkembang juga dari sebuah kelompok, seperti ketika kita melakukan kerja
kelompok, pasti ada kemungkinan untuk kita berinteraksi secara interpersonal dengan
salah satu anggota kelompok tersebut. Hubungan interpersonal ini dapat dikatakan
berhasil tergantung dari keefektifan komunikasi yang terjalin antara dua individu
tersebut.
Hubungan interpersonal dan komunikasi interpersonal tidak sekadar hanya untuk
mengembangkan interaksi yang terjadi pada dua orang, melainkan ada manfaat untuk
diri sendiri. Karena menurut para ahli yang disadur dari Rajiyem & Setianto (2020),
individu yang memiliki hubungan interpersonal yang baik akan berumur lebih
panjang, jarang mengalami gangguan kesehatan fisik maupun psikologis, dan
mengalami kepuasan yang besar terhadap kehidupan. Namun sebaliknya, jika
hubungan interpersonal yang berkembang juga tidak baik atau tidak berhasil, dapat
menimbulkan dampak negatif juga, seperti dapat mengakibatkan orang untuk
melakukan bunuh diri, menimbulkan masalah kejiwaan, menimbulkan tekanan sosial,
dan menciptakan ketidakstabilan dalam keluarga.
Dalam teori Joseph DeVito (2013) yang disadur dari Rajiyem & Setianto (2020),
hubungan interpersonal pun dapat dikategorikan sebagai empat macam jenis
hubungan, yakni hubungan pertemanan, hubungan percintaan, hubungan keluarga,
dan hubungan profesional.
Yang pertama dan pasti kita dalam kehidupan sehari-hari jalankan adalah
hubungan pertemanan. Hubungan pertemanan ini didefinisikan oleh Mba Rajiyem dan
Mas Widodo (2020) sebagai hubungan interpersonal tanpa syarat antara dua orang
yang saling bergantung yang sama-sama produktif dan ditandai dengan adanya ikatan
positif. Hubungan pertemanan ini pun dapat terjadi antara laki-laki dengan laki-laki,
perempuan dengan perempuan, maupun laki-laki dengan perempuan. Hubungan
pertemanan ini pun juga memiliki beberapa jenis, seperti pertemanan resiprokal,
pertemanan asosiatif, pertemanan reseptif, dan pertemanan dengan keuntungan.
Hubungan pertemanan resiprokal adalah jenis hubungan interpersonal yang solid
antara individu-individu yang didasarkan pada kesetaraan. Hubungan pertemanan ini
pun dapat dikatakan sebagai hubungan pertemanan yang paling ideal dibanding
hubungan pertemanan yang lain. Hubungan pertemanan resiprokal memiliki sifat
saling memberi dan menerima keuntungan dan manfaat dari hubungan pertemanan
yang dijalin. Hubungan pertemanan jenis ini ditandai dengan adanya rasa setia kawan
dan komitmen.
Berkebalikan dengan hubungan resiprokal, hubungan pertemanan reseptif adalah
hubungan yang memiliki ketidakseimbangan dalam hal memberi dan menerima.
Hubungan ini dikatakan tidak seimbang karena satu pihak menjadi pihak yang selalu
memberi dan pihak lainnya menjadi pihak yang selalu menerima. Namun, hubungan
ini tidak dapat kita katakan sebagai hubungan yang negatif karena bisa saja dengan
interaksi yang seperti itu masing-masing individu memiliki keuntungan dari hubungan
yang terjalin. Hubungan ini bisa ditemukan pada guru les dan murid, mesikupun guru
les selalu memberikan materi dan murid tidak bisa memberikan timbal balik berupa
verbal, namun guru les dan murid sama-sama diuntungkan dari hubungan tersebut.
Jika hubungan resiprokal dan hubungan reseptif merujuk pada hubungan yang
intim atau memiliki intensitas tinggi, hubungan asosiatif adalah hubungan pertemanan
antara individu-individu yang lebih menekankan pada hubungan yang ramah dan
bukan pada hubungan teman sejati, atau bisa disebut hubungan yang berdasar pada
formalitas saja. Hubungan ini memiliki sifat positif, namun kurang memiliki rasa setia
kawan, kurang komitmen, minim rasa kepercayaan, dan kurang adanya give and take.
Hubungan ini dapat kita temukan pada hubungan kita dengan teman sekelas, tetangga,
atau rekan kerja yang tidak terlalu dekat.
Jenis hubungan kedua menurut Joseph DeVito adalah hubungan percintaan.
Hubungan ini adalah hubungan interpersonal antara dua orang yang ditandai dengan
adanya perasaan cinta, kedekatan, perhatian, keintiman, hasrat, kepercayaan, saling
hormat, saling menghargai, dan komitmen. Hubungan percintaan ditandai dengan
adanya ikatan yang dalam dan khusus. Dalam hubungan percintaan, masing-masing
pihak harus percaya satu sama lain, saling menghormati, saling menghargai, dan
membalas perasaan satu sama lain dalam rangka menjaga hubungan agar tetap
langgeng. Mas Widodo dan Mba Rajiyem pun juga menambah kategori dalam
hubungan percintaan, yakni hubungan percintaan di tempat kerja. Sama seperti
hubungan percintaan pada umumnya, namun terkadang hubungan percintaan di
tempat kerja menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang sepakat dengan adanya
hubungan di tempat kerja didasarkan pada beberapa hasil studi yang menunjukkan
bahwa hubungan percintaan di tempat kerja dapat meningkatkan produktifitas kerja.
Sementara itu, mereka yang tidak sepakat didasarkan pada beberapa hasil yang
menunjukkan bahwa hubungan percintaan di tempat kerja memberikan dampak buruk
bagi dunia bisnis.
Namun, di antara hubungan pertemanan dan hubungan percintaan, di tengah-
tengah ada hubungan yang dinamakan hubungan platonik. Hubungan ini adalah
hubungan yang terjadi antara dua individu tanpa disertai adanya perasaan tertentu atau
hasrat seksual untuk satu sama lain. Hubungan platonik yang terjalin antara laki-laki
dan perempuan ini sejatinya adalah hubungan pertemanan dan tidak
mencampurkannya dengan perasaan cinta. Namun, hubungan platonik juga dapat
berubah menuju ke hubungan percintaan apabila ada perasaan di antara mereka.
Selain hubungan pertemanan dan hubungan percintaan, terdapat juga hubungan
keluarga. Hubungan ini berasal dari pernikahan yang berasal dari hubungan
percintaan dan ikatan darah hasil pernikahan itu sendiri. Hubungan keluarga ini pun
juga dapat dibagi lagi dalam beberapa kategori, yakni hubungan setara, hubungan
seimbang, hubungan tidak seimbang, maupun hubungan monopoli. Tetapi, keempat
hubungan ini tidak hanya sebatas hubungan keluarga saja, melainkan hubungan ini
juga dapat terjadi dalam kondisi dan konteks tertentu.
Seperti hubungan setara. Hubungan setara ini dapat kita temui pada hubungan
keluarga, pertemanan, maupun percintaan. Dalam hubungan ini, masing-masing pihak
melakukan transaksi komunikasi dan memiliki peran yang setara. Masing-masing
pihak memiliki derajat kredibilitas yang sama, terbuka, dan terikat dalam
pengungkapan diri yang lebih dari yang seharusnya. Komunikasi bersifat terbuka,
jujur, langsung, dan bebas. Namun, hubungan setara ini sangat sulit ditemui pada
kehidupan sehari-hari dan hanya ada dalam tataran teori.
Mirip dengan hubungan setara, hubungan seimbang adalah hubungan yang setara,
namun dalam porsi masing-masing. Masing-masing pihak memliki peran gender
pengambilan keputusan di ranah yang berbeda. Contoh yang diberikan Mba Rajiyem
dan Mas Widodo adalah pada keluarga inti tradisional, seorang suami memiliki
kredibilitas yang tinggi di bidang bisnis dan politik. Sementara itu, seorang istri
memiliki kredibilitas yang tinggi di bidang pola asuh anak dan memasak. Walaupun
memiliki ranah yang berbeda-beda, namun keluarga tersebut dianggap sama-sama
memiliki kekuatan, maka dari itu disebut hubungan yang seimbang.
Ada hubungan yang seimbang, ada pula hubungan yang tidak seimbang. Pada
hubungan yang tidak seimbang, satu pihak dalam hubungan interpersonal ini
mendominasi peran, sehingga interaksi yang terjalin dalam suatu hubungan dikatakan
tidak seimbang dan lebih dikuasai oleh satu pihak.
Mirip dengan hubungan yang tidak seimbang, dalam ranah hubungan
interpersonal ada hubungan monopoli. Jika hubungan tidak seimbang ini dikatakan
satu pihak menguasai hubungan, hubungan monopoli dikatakan sebagai satu pihak
memiliki otoritas terhadap hubungan tersebut namun tidak menguasai hubungan itu.
Kekuasaan yang dimaksud lebih menekankan pada “mengajarkan” dibandingkan
dengan “mengkomunikasikan” sesuatu kepada orang lain. Pihak yang memonopoli
hubungan biasanya lebih cenderung menentukan apa yang dibicarakan, lebih sering
berbicara, dan inisiatif berbicara di luar topik.
Jenis hubungan terakhir yang disebutkan oleh Joseph DeVito adalah hubungan
profesional. Hubungan ini adalah hubungan interpersonal yang terjadi di tempat kerja.
Terdapat beberapa jenis hubungan interpersonal yang terjadi di dunia profesional atau
seputar pekerjaan yaitu hubungan jaringan, hubungan pengawasan, dan hubungan
percintaan di tempat kerja. Hubungan profesional ini bersifat vertikal. Hubungan
semacam ini melibatkan dua orang dengan satu pihak memiliki otoritas formal atas
yang lainnya. Dalam beberapa kasus, hubungan semacam ini melibatkan beberapa
tantangan komunikasi dan ganjaran yang berbeda dari jenis hubungan di tempat kerja
lainnya.
Selain hubungan pertemanan, percintaan, keluarga, dan profesional serta
kategori-kategori kecil di dalamnya, masih ada beberapa jenis hubungan interpersonal
yang lain, seperti hubungan secara daring, hubungan mentoring, maupun hubungan
dengan kekerasan.
Hubungan secara daring adalah hubungan interpersonal yang terjalin melalui
media internet. Hubungan ini memungkinkan interaksi antara kedua belah pihak
terjalin tanpa melalui tatap muka secara langsung. Hubungan ini pun dapat diterapkan
pada hubungan pertemanan, profesional, keluarga, bahkan hubungan percintaan sekali
pun. Hubungan secara daring ini memiliki banyak dampak positif, terutama dalam
situasi Covid-19 yang sedang kita alami sekarang ini. Kita jadi mudah dalam
mengontak individu yang ingin kita hubungi tanpa perlu bertatap muka, dan
meminimalisir adanya miskomunikasi di tengah situasi pandemi ini. Namun,
hubungan secara daring ini juga memiliki beberapa dampak negatif, seperti adanya
kejahatan dalam media sosial, dan lain sebagainya.
Lalu ada hubungan mentoring. Hubungan ini lebih merujuk ke hubungan
kemitraan dimana individu yang berpengalaman membantu seseorang yang kurang
berpengalaman belajar bagaimana cara mencapai tujuan mereka. Dalam hubungan
jenis ini, satu pihak berfungsi sebagai pembimbing yang membantu orang lain
mencapai tujuan karir mereka. Hubungan mentoring dapat bersifat formal maupun
informal. 
Yang terakhir ada hubungan dengan kekerasan. Hubungan ini adalah salah satu
contoh hubungan interpersonal yang negatif. Terdapat tiga jenis hubungan yang
disertai dengan kekerasan yaitu hubungan yang disertai dengan pelecehan secara
verbal atau emosional, hubungan yang disertai dengan pelecehan fisik, dan hubungan
yang disertai dengan pelecehan seksual. Hubungan seperti ini dapat memberikan
dampak buruk seperti luka fisik, luka psikologis, dan luka secara ekonomi. Hubungan
dengan kekerasan ini pun dapat kita jumpai dalam hubungan pertemanan, percintaan,
profesional, maupun keluarga.
Dari materi di atas, kita jadi dapat mengetahui jenis-jenis dan kategori dari
hubungan interpersonal. Dengan mengetahui jenis-jenis hubungan tersebut,
diharapkan kita dapat semakin menerapkan hubungan-hubungan tersebut dengan baik,
dan lebih berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam hubungan interpersonal yang
negatif serta dapat mengembangkan hubungan interpersonal kita ke dalam hubungan
yang berkualitas dan berdampak positif pada diri kita maupun orang lain.
Namun, tak cukup dengan hanya mengetahui jenis-jenis hubungan interpersonal
saja jika ingin mengembangkan hubungan dan komunikasi interpersonal dengan baik.
Kita sebagai mahasiswa ilmu komunikasi juga perlu mengetahui dan memahami dasar
teori apa saja yang ada pada komunikasi interpersonal. Teori tersebut dikenal dengan
istilah Interpersonal Communication Theory (IPC) dan sudah dijelaskan oleh Mba
Rajiyem dan Mas Widodo pada mata kuliah Komunikasi Antar Manusia. Tidak hanya
teori saja, namun Mas Widodo dan Mba Rajiyem memiliki lingkup pembahasan,
yakni pengantar tentang teori komunikasi interpersonal, pertumbuhan teori, tokoh-
tokoh, dan lingkup kajian teori.
Menurut Littlejohn yg disadur dari Rajiyem & Setianto (2020), IPC ini
menjelaskan bagaimana seseorang dalam sebuah hubungan interpersonal berbicara,
mengapa mereka memilih pesan yang disampaikan, dan efek dari pesan terhadap
individu serta hubungan yang ada. Mempelajari IPC ini juga sangat penting, karena
komunikasi bermanfaat bagi kesehatan jiwa (psikologis) & fisik, makna diri didapat
bukan dari kesendirian tapi melalui komunikasi dan interaksi sehingga jika kita
mempelajari IPC, kita dapat memahami siapa diri kita melalui komunikasi kita ke
orang lain. Selain itu, IPC sangat penting dalam hal praktik agar kita mendapatkan
keinginan / tujuan kita dalam berkomunikasi, serta dengan memahami komunikasi
interpersonal beserta teorinya, dapat mendorong kesuksesan dan kepuasan hubungan.
Teori komunikasi interpersonal ini mulai berkembang secara pesat di era 1955-
1959 karena Ervin Goffman memunculkan buku-buku tentang human interaction dan
George Homans menulis artikel “Social Behavior as Exchange”. Selanjutnya, pada
tahun 1970 -1974, Irwin Altman & Dalmas Taylor mencetuskan teori penetrasi sosial
dan Harold Kelley mencetuskan social attribution theory yang membuat teori
komunikasi interpersonal menjadi kajian mayor dalam ranah ilmu komunikasi.
Setelah menjadi kajian mayor, teori komunikasi interpersonal pun dikembangkan
dengan penelitian empiris yang membuat teori ini bertumbuh semakin pesat. Era ini
terjadi pada tahun 1975-1979 dengan Charles Berger mempublikasikan uncertainty
reduction theory, Penelope Brown & Stephen Levinson memperkenalkan politeness
theory, dan Nancy Rollins meneliti tentang adanya power relations. Setelah era
tersebut, teori komunikasi interpersonal tetap berkembang sampai sekarang mengikuti
zaman, terutama terkait teknologi komunikasi digital. Selain tokoh-tokoh tersebut,
masih banyak lagi tokoh-tokoh yang berjasa dalam teori komunikasi interpersonal
dengan bidang-bidang yang lebih terperinci lagi.
Komunikasi interpersonal pun memiliki syarat-syarat agar komunikasi dan
interaksi yang dijalankan dapat disebut sebagai komunikasi interpersonal. Syarat yang
utama adalah adanya orang dari 2-5 dalam interaksi tersebut, lalu adanya channel
dalam interaksi tersebut, baik tatap muka, maupun ada media perantaranya. Dalam
komunikasi interpersonal pun juga memiliki syarat adanya feedback. Karena, semakin
peserta responsif dengan pesan, maka semakin interpersonal komunikasinya. Privasi
pun juga menjadi syarat dalam komunikasi interpersonal, karena jika komunikasi
semakin melibatkan banyak orang, komunikasi sulit menjadi intim dan tidak dapat
dikatakan sebagai komunikasi interpersonal lagi. Komunikasi interpersonal pun juga
harus memiliki tujuan personal yang intim dan berkisar dengan topik maupun situasi
yang dialami bersama. Mengetahui latar belakang lawan bicara pun menjadi syarat
dalam komunikasi interpersonal, karena jika kita memiliki basic knowledge terhadap
pihak yang diajak berinteraksi, kita semakin bisa diprediksi reaksinya, maka semakin
personal komunikasinya. Dan yang terakhir, pada komunikasi interpersonal juga
dibiutuhkan mutual influence, karena semakin reaksi satu sama lain saling
memengaruhi, maka komunikasi semakin personal.
Komunikasi interpersonal pun juga dapat dipengaruhi oleh 3 faktor. Yang
pertama yakni psychologically based predictions. Yang dimaksud pada faktor ini
adalah, ketika kita berinteraksi dengan orang-orang, kita meresponnya berdasarkan
data-data yang kita punya tentang lawan bicara kita. Semakin kita memiliki data
sosiologis, semakin kita tahu bagaimana harus merespon. Sebaliknya, jika kita tidak
mengetahui orang tersebut, kita semakin kesulitan untuk merespon dan berinteraksi
dengan lawan bicara kita, sehingga psychologically based predictions ini sangat
mempengaruhi komunikasi dan interaksi interpersonal yang kita jalin. Komunikasi
interpersonal pun juga dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita miliki dan pemahaman
kita terhadap pesan yang disampaikan oleh lawan bicara. Semakin kita memahami,
semakin lancar hubungan dan interaksi interpersonal yang kita jalankan. Selain kedua
itu, komunikasi interpersonal juga dipengaruhi oleh personally established rules, atau
aturan-aturan yang dimiliki antara dua individu dalam hubungan interpersonal.
Biasanya, semakin dekat, kedua individu semakin memiliki aturan yang hanya
berlaku di antara mereka berdua.
Lingkup kajian dalam Interpersonal Communication Theory ini pun bermacam-
macam. Yang pertama adalah teori yang berkaitan dengan makna pada sebuah
hubungan. Teori ini dikaji karena manusia hidup dan memproduksi tanda dan simbol
dalam mempertukarkan makna, yang ikut berpengaruh dalam keberlangsungan
hubungan. Teori yang berkaitan dengan makna ini adalah teori Constructivism,
Coordinated Management of Meaning, Symbolic interactionism.
IPC juga mengkaji tentang teori tentang makna atau tujuan dibalik suatu
hubungan, termasuk pilihan dalam berasumsi, interpretasi, dan pemenuhan kebutuhan.
Teori yang berkaitan dengan hal ini adalah Attribution theory, Fundamental
interpersonal relationship orientation theory, dan Uncertainty Reduction Theory.
Selain makna dan tujuan, IPC juga mengkaji tentang pesan dalam hubungan pada
Action Assembly Theory, Communication Accomodation Theory, Expectation
Violation Theory, Politeness Theory, dan Speech Act Theory. Juga, IPC mengkaji
tentang pergerakan dalam hubungan pada Relational dealectics theory, Social
Exchange Theory, Social Penetration Theory, dan The Relationship Development
Model.
Selain hal-hal diatas, kita juga perlu memerhatikan bahwa komunikasi
interpersonal adalah proses yang akan berjalan terus menerus dan ditentukan oleh self
disclosure, komunikasi interpersonal juga merupakan proses yang dinamis, dapat
berubah-ubah dan dipengaruhi oleh pesan yang tersampaikan. Selain itu, komunikasi
interpersonal juga memiliki konsekuen dan bertujuan untuk belajar, menolong,
memengaruhi, dan bermain antar individu yang menjalin hubungan. Hubungan
interpersonal pun juga bersifat irreversible atau tidak dapat dikembalikan dan ditarik,
sehingga dalam menjalin hubungan interpersonal kita perlu berhati-hati dan
memperhatikan segala aspek. Tetapi tak perlu takut, karena pada hakikatnya tidak ada
hubungan maupun komunikasi interpersonal yang sempurna karena pada dasarnya
komunikasi bukanlah bakat yang natural.
Karena komunikasi bukanlah bakat yang natural, maka dari itu kita perlu
mengembangkan kemampuan dan kompetensi pada bidang komunikasi agar kita
dapat berkomunikasi semakin baik dan memelihara hubungan yang terjalin kepada
siapa saja. Maka dari itu, setelah kita belajar tentang jenis hubungan interpersonal dan
teori komunikasi interpersonal, pada mata kuliah Komunikasi Antar Manusia, Mba
Rajiyem dan Mas Widodo menjelaskan tentang Kemampuan Komunikasi dan
Kompetensinya.
Sebelum mengetahui lebih lanjut, kita perlu mengetahui apa itu kemampuan
komunikasi dan kompetensi. Menurut Rajiyem & Setianto (2020), communication
skill atau kemampuan berkomunikasi hanya menyangkut kemahiran atau kualitas
kinerja komunikatif seseorang. Pada kemampuan komunikasi, Komunikator yang baik
lebih bahagia dan sehat, menikmati hubungan interpersonal yang lebih memuaskan,
dan kinerja lebih baik di kuliah dan dalam pekerjaan mereka. Sedangkan, Mba
Rajiyem dan Mas Widodo mendefinisikan kompetensi sebagai kemampuan individu
untuk berinteraksi secara tepat dan efektif dengan orang lain dalam konteks tertentu.
Kompetensi ini memerhatikan dan mengkaji tentang sejauh mana seseorang
menghasilkan efek yang diinginkan dalam proses interaksi.
Teori tentang kemampuan komunikasi ini pun sudah berkembang dari tahun
1900an dengan benang disipliner I yang berasal dari pengaruh sosial, kelompok dan
kekuatan normatif, empati dll. Lalu, benang disipliner II muncul dengan munculnya
kognitivisme (Frederic Bartlett pada 1950) Alan Newell, Herbert Simon, John
Anderson, dll, mengajukan gagasan bahwa keterampilan kognitif tingkat tinggi dapat
dipelajari dan dipahami dengan cara analogis. Lalu, benang disipliner III muncul
dengan munculnya National Assosiation Academic dan Theather of Public Speaking
(National Communication Association).
Kemampuan dalam berkomunikasi ini pun diatur dalam dua teori, yakni Theories
of Skill Acquisition dan Theories of Skilled Performance. Teori akuisisi keterampilan
ini berisi tentang berbagai faktor pribadi dalam kemampuan berkomunikasi, termasuk
kecerdasan, motivasi berprestasi, dan usia, akan mempengaruhi jalannya peningkatan
kinerja. Teori ini juga memerhatikan tentang proses perolehan keterampilan ditandai
dengan sejumlah perubahan perilaku dan kognitif. Sedangkan theories of skilled
performance mengkaji tentang nature of communication skill yang dibagi dalam lima
tingkat hierarki. Tingkat hierarki pertama membahas tentang komunikasi yang
kompeten dicirikan oleh efektivitas dan ketepatan, tingkat hierarki kedua membahas
tentang pembentuk keterampilan komunikasi yang berasal dari perspektif teoritis yang
menekankan bahwa semua interaksi sosial melibatkan presentasi bersama dan
negosiasi "realitas sosial". Lalu, di tingkat hierarki ketiga, keterampilan komunikasi
dipandang sebagai pandangan yang menekankan sifat umum dari perilaku yang lebih
atau kurang terampil, dan di tingkat hierarki keempat, karakterisasi keterampilan
komunikasi berfokus pada kemampuan pemrosesan informasi yang diperlukan untuk
bertindak dengan cara yang efektif dan tepat. Sedangkan, di tingkat hierarki kelima,
dibahas tentang perilaku yang dianggap lebih terampil secara sosial mencakup lebih
banyak kontak mata, lebih banyak tersenyum, lebih banyak gerakan, dan lebih sedikit
adaptor (yaitu, gelisah).
Selain kemampuan dalam berkomunikasi, kompetensi pun juga memiliki konsep
dan dasar teori. Kompetensi komunikasi memiliki 5 konsep dasar, yakni Fundamental
competence, dimana kemampuan kognitif yang membantu individu berkomunikasi
secara efektif dalam situasi yang berbeda, lalu Social competence, kompetensi yang
menekankan keterampilan khusus seseorang. Yang ketiga adalah linguistic
competence, kompetensi yang memfokuskan bahasa dan pesan dalam proses interaksi,
lalu interpersonal competence , dimana kompetensi ini lebih berorientasi pada tujuan
dan berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyelesaikan tugas dengan
menunjukkan keterampilan komunikasi yang berhasil tertentu. Dan yang terakhir, ada
relational competence dimana kompetensi ini berfokus pada pentingnya proses
interaksi timbal balik. Sedangkan pada bagian dasar teori, kompetensi memiliki dua
dasar pendekatan teori. Yang pertama ada teori harapan dan teori atribusi dimana teori
ini menyangkut tentang orang-orang menghadiri, menafsirkan, dan mengevaluasi
perilaku komunikatif dalam interaksi, dan yang kedua ada teori kritis yang dimiliki
oleh Harbernas, dimana pendekatan ini menunjukkan kekuatan potensinya ketika
mengidentifikasi kompetensi dalam konteks komunikasi antar budaya.
Kompetensi dalam berkomunikasi ini juga memiliki common themes atau kriteria
keefektifan dan kesesuaian sebagai indikator kompetensi yang valid, yakni
kemampuan kognitif, elemen afektif, dan aspek dalam berperilaku.
Kemampuan kognitif ini dapat dilihat dari kesadaran diri manusia atau
pemantauan diri mereka dalam situasi dan proses komunikasi sesuai dengan
kebutuhan atau tujuan dari komunikasi tersebut. Kemampuan dan pengetahuan
kognitif yang dimaksud dalam proses komunikasi ini termasuk didalamnya adalah
tentang kemampuan dan konteks verbal.
Kriteria keefektifan yang kedua adalah elemen afektif. Elemen afektif ini adalah
sebuah kompetensi yang mengutamakan emosi pribadi atau perubahan perasaan yang
disebabkan oleh konteks komunikasi yang berbeda atau orang yang terlibat dalam
interaksi. Peneliti dalam materi Mba Rajiyem & Mas Widodo (2020), telah membagi
lima atribut pribadi yang termasuk dalam elemen afektif ini, yakni self-concept atau
cara kita melihat diri sendiri, empati atau cara kita memandang dari perspektif lawan
bicara, lalu ada open mindedness dimana keinginan diri untuk berbagi pikiran dengan
orang lain, setelah itu social relaxation dimana hal tersebut adalah kemampuan kita
dalam mengatasi kecemasan saat berinteraksi dengan orang lain, dan yang terakhir
ada being nonjudgemental atau cara kita menghindari stereotip terhadap orang lain.
Dengan memerhatikan dan menerapkan elemen afektif ini dengan baik, diharapkan
kita dapat meningkatkan kompetensi kita dalam berkomunikasi sehingga komunikasi
yang kita lakukan kepada orang lain dapat lebih berkualitas.
Kriteria keefektifan yang ketiga atau yang terakhir ini adalah aspek perilaku
dimana kriteria ini merupakan dimensi yang menyangkut kemampuan untuk
mencapai tujuan komunikasi melalui penerapan keterampilan perilaku yang efektif.
Ada 5 aspek perilaku yang menandakan kita memiliki keterampilan perilaku yang
kompeten, yakni keterampilan kita dalam mengolah pesan yang kita terima dari orang
lain, cara kita memanajemen interaksi dengan orang lain, lalu fleksibilitas perilaku
kita dari satu orang kepada orang lain, lalu bagaimana kita memanajemen identitas
pada lingkungan kita berinteraksi, dan yang terakhir adalah bagaimana kita
mengultivasi atau menanamkan sebuah hubungan pada pribadi kita. Jika kita dapat
mengelola 5 aspek perilaku, menurut para ahli, kita sudah memiliki keterampilan
perilaku yang kompeten.
Tidak hanya dari kriteria keefektifan, namun kompetensi komunikasi juga dapat
dinilai dari 3 hal, yakni dengan meminta data dari individu melalui penilaian diri atas
kemampuan mereka sendiri, lalu kita juga dapat melatih penilai untuk memberikan
objektif dan dapat diandalkan pengamatan perilaku interaksi, sehingga dalam
penilaian kompetensi komunikasi terdapat nilai yang valid dan penilaian bersifat
objektif, dan penilaian juga dapat dilakukan dengan meminta pandangan orang yang
berinteraksi dari rekan mereka terhadap kemampuan komunikasi.
Dengan memahami tentang jenis-jenis hubungan interpersonal, teori komunikasi
interpersonal, dan kemampuan serta kompetensi komunikasi, banyak sekali hal yang
dapat kita dapatkan. Dengan mempelajari tiga materi tersebut pada mata kuliah
Komunikasi Antar Manusia selama tiga minggu terakhir ini, saya menjadi bisa
mengkategorikan jenis-jenis hubungan interpersonal dan berdampak saya jadi tahu
bagaimana menempatkan diri dalam hubungan interpersonal saya dengan satu
individu dan yang lainnya. Selain itu, saya juga menjadi dapat memahami teori
komunikasi interpersonal dan bisa menjadi acuan saya dalam melakukan praktik
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dan menurut saya, materi kemampuan dan
kompetensi komunikasi membuat saya menjadi mengetahui apa saja yang harus
diperhatikan dalam berkomunikasi, baik aspek luar maupun diri saya, sehingga saya
jadi tahu apa saja yang dapat meningkatkan kualitas, kemampuan, dan kompetensi
pribadi dalam berkomunikasi. Penyampaian Mba Rajiyem dan Mas Widodo yang
tidak bertele-tele dalam menjawab pertanyaan atau menyampaikan materi biasa pun
membuat saya lebih mudah memahami materi ini dan lebih antusias untuk
menerapkannya dalam kehidupan saya sehari-hari maupun kehidupan saya sebagai
mahasiswa ilmu komunikasi.

DAFTAR REFERENSI

Rajiyem. Setianto, Widodo Agus. (2020). Komunikasi Interpersonal dalam


membangun hubungan individu Kuliah ke 8. (Materi perkuliahan mata kuliah
Komunikasi Antar Manusia)

Rajiyem. Setianto, Widodo Agus. (2020). INTERPERSONAL COMMUNICATION


THEORY (IPC). (Materi perkuliahan mata kuliah Komunikasi Antar Manusia)

Rajiyem. Setianto, Widodo Agus. (2020). Communication Skill, & Competence.


(Materi perkuliahan mata kuliah Komunikasi Antar Manusia)

Anda mungkin juga menyukai