Anda di halaman 1dari 31

Menu

Cari

Catatan Kuliahnya Nilna

Public Health Science : Think Globally Act Locally

DITULIS DALAM KOMUNIKASI KESEHATAN

HEALTH BEHAVIOR & BEHAVIOR CHANGE THEORY

Tugas kuliah Komunikasi Kesehatan oleh Mr. Defriman Djafri, SKM, MKM (Dosen FKM UNAND)

by : Nilna R. Isna (dari berbagai sumber)

HEALTH BELIEF MODEL THEORY (TEORI MODEL KEPERCAYAAN KESEHATAN)

Model Kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio psikologis. Munculnya model ini
didasarkan pada kenyataan bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakat.
Untuk menerima usaha sama dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan
oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan
penyakit atau preventif behavior, yang oleh Becker tahun 1974 mengembangkan dari teori lapangan
(field theory) oleh Lewin tahun 1954 menjadi model kepercayaan kesehatan/ health belief model.

Health Belief Model (HBM) menjadi salah satu kerangka konseptual yang digunakan secara luas di dalam
perilaku kesehatan selama 5 dasawarsa. HBM digunakan untuk menjelaskan perubahan dan
pemeliharaan dari perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, serta sebagai sebuah kerangka
pedoman dari intervensi perilaku kesehatan. HBM menggambarkan, membandingkan, dan menganalisa
dengan menggunakan sebuah aturan yang luas dari beraneka ragam teknik analitik. Lebih dari 2
dasawarsa yang lalu, lebih banyak penelitian yang melakukan penetapan ukuran dari kepercayaan orang
yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan dan hubungan antara kepercayaan-kepercayaan ini.

Tinjauan dini dari penelitian HBM menemukan tersedianya konteks sejarah untuk cabang ini (Becker,
1974 ; Janz & Becker, 1984). HBM baru saja melanjutkan penelitian untuk menegaskan kepercayaan
individu yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan, lalu menempatkannya di berbagai ragam
analisis & memeriksa kualitas dari prediktifnya.

Iklan

LAPORKAN IKLAN INI

HBM mulai berkembang pada tahun 1950 oleh sebuah kelompok ahli ilmu jiwa sosial di US. Pelayanan
kesehatan masyarakat menjelaskan kegagalan yang tersebar luas dari keikutsertaan individu dalam
program untuk pencegahan dan pendeteksian penyakit (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974).
Kemudian model ini menyampaikan tentang respon orang untuk berbagai gejala (Kirscht, 1974) dan
tingkah laku mereka sebagai respons untuk mendiagnosa penyakit, dengan factor-faktor yang adheren
untuk aturan hidup dalam kedokteran (Becker, 1974). Pada umumnya, sekarang timbul kepercayaan/
keyakinan bahwa orang lebih memilih tindakan pencegahan, perlindungan atau untuk mengontrol
keadaan sakit dan sehat.

KUNCI KONSEP & DEFINISI DARI HEALTH BELIEF MODEL

KONSEP

DEFINISI
Merasa Rentan

(Perceived susceptibility)

Kepercayaan seseorang mengenai kesempatan untuk mengkondisikan sesuatu

Merasa Berat

(Perceived severity)

Kepercayaan seseorang tentang bagaimana seriusnya suatu kondisi dan bagaimana akibat dari kondisi
itu

Merasakan Manfaat

(Perceived benefits)

Kepercayaan seseorang tentang kemanjuran/ keampuhan dari nasehat, untuk mengurangi resiko atau
dampak yang serius

Merasakan Rintangan

(Perceived barriers)

Kepercayaan seseorang tentang kenyataan & harga kejiwaan dari tindakan menasehati
Pedoman Tindakan

(Cues to action)

Strategi-strategi untuk memacu “keadaan siap” seseorang

Keampuhan diri sendiri

(Self-efficacy)

Kepercayaan seseorang terhadap kemampuan- nya untuk mengambil tindakan

KOMPONEN-KOMPONEN & HUBUNGAN DARI HBM

COMMUNICATION/ PERSUASION MODEL

Berdasarkan Oxford English Dictionary, communication berasal dari bahasa Latin. Sekarang kita
memberikan definisi communication sebagai hasil dan pertukaran informasi dan bisa diartikan dengan
menggunakan lambang/ isyarat dan dengan menggunakan symbol (Gerbner, 1985). Ianya meliputi
proses encoding, transmisi, decoding, dan pembentukan informasi sekaligus artinya.

Karena yang menjadi pusat dari communication adalah hubungan antara tiap individu, maka banyak
tuntutan studi seperti empiris, kritikal, dan diwujudkan dalam praktek, termasuk kesehatan masyarakat.
Perwujudan communication perspective dengan menggunakan fakta-fakta mempengaruhi kesehatan
masyarakat.
PILIHAN TEORI KOMUNIKASI DAN TINGKATAN ANALISISNYA

THEORY OF REASONED ACTION

Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967, teori ini lebih
memperhatikan hubungan antara kepercayaan yang berhubungan dengan perilaku & norma, sikap,
tujuan, dan perilaku. Pada tahun 1967, TRA mengalami perkembangan (oleh Fishbein) yaitu sebuah
usaha untuk mengerti/ memahami hubungan antara sikap dan perilaku. Banyak studi sebelumnya dari
hubungan ini yang menemukan secara relative korespondensi yang rendah diantara sikap-sikap dan
perilaku, serta beberapa teori yang bertujuan menghapuskan sikap sebagai sebuah factor yang
mendasari perilaku (Fishbein, 1993; Abelson, 1972; Wicker, 1969).

Theory of Reasoned Action mengambil sebuah rangkaian sebab musabab yang menghubungkan
kepercayaan yang berhubungan dengan perilaku dan keyakinan norma untuk tujuan yang berhubungan
dengan perilaku dan tingkah laku, melalui sikap dan norma subjektif. Ukuran dari komponen model dan
hubungan sebab musabab diantara komponen yang ditentukan dengan jelas (Ajzen dan Fishbein, 1980).
Semua tipe ukuran menggunakan 5 atau 7 titik skala.

THEORY OF REASONED ACTION & THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB)

TRANSTHEORETICAL MODEL

Transtheoretical Model (TTM) menggunakan tingkatan dari perubahan untuk proses integrative dan
prinsipel dari perubahan across major theories dari intervensi; karena itulah teori ini diberi nama
transtheoritical. Model ini timbul dari analisis komperatif leading theories psikoterapi dan perubahan
perilaku. Tujuannya adalah untuk mencapai integrasi secara teratur dari sebuah lapangan yang
memecahnya menjadi lebih dari 300 teori psikoterapi (Prochaska,1979). Setiap tahap perkembangan,
analisis komperatif mengidentifikasi 10 proses dari perubahan.

Mereka menaksir bahwa frekuensi setiap kelompok digunakan di setiap proses dalam analisis empirical
dari perbandingan perubahan diri seorang perokok dalam laporan professional (DiClemente dan
Prochaska, 1982). Penelitian partisipan menuturkan bahwa mereka menggunakan proses perbedaan
waktu dalam perjuangan mereka dalam merokok.

KONSEP DARI TRANSTHEORETICAL MODEL

PRECEDE/ PROCEED MODEL

Adopsi dari sebuah tindakan pencegahan baru atau penghentian dari sebuah perilaku berbahaya
memerlukan tindakan yang sengaja tenang dan berhati-hati. Precaution Adoption Model lebih suka
mempergunakan tipe ini untuk bertindak dibandingkan perkembangan yang berangsur-angsur dari pola
kebiasaan perilaku, contohnya latihan (exercise) dan diet. Ianya juga menggunakan penjelasan mengapa
dan bagaimana seseorang membuat perubahan sengaja tenang dan berhati-hati (deliberate) di dalam
pola kebiasaan mereka.

Tujuan dari model ini adalah untuk menjelaskan bagaimana seseorang dapat memutuskan untuk
mengambil tindakan, dan bagaimana seseorang menterjemahkan keputusan menjadi tindakan.
Meskipun beberapa aspek dari teori ini didiskusikan pada tahun 1988 (Weinstein, 1988), formulasi saat
ini di publikasikan pada tahun 1992 (Weinstein dan Sandman, 1992). Dalam model ini dikenal ada 7
tingkatan sepanjang jalur mulai dari kekurangan kesadaran sampai dengan tindakan. Dalam beberapa
poin inisial, orang tidak sadar dengan persoalan kesehatan (tingkatan 1). Ketika mereka pertama kali
mempelajari tentang isu-isu itu, mereka tidak menyadari secara jangka panjang, tetapi tidak terikat
dengan isu-isu tersebuts (tingkatan 2). Orang yang meraih ketegasan akan membuat tingkatan
(tingkatan 3) menjadi perjanjian melalui persoalan dan mempertimbangkan tanggapan mereka.
Ketegasan ini membuat proses dapat menghasilkan 1 dari 2 hasil. Jika suatu keputusan tidak
mengakibatkan tindakan, maka adopsi tindakan pencegahan mengakhiri proses (tingkatan 4), tingkatan
selanjutnya untuk memulai perilaku (tingkatan 6). Pada tingkatan 7, jika relevant, ini merupakan
indikaasi bahwa perilaku dapat dipelihara dalam waktu yang lebih (tingkatan 7).
DIFFUSION OF INNOVATION MODEL

Meskipun upaya yang sungguh-sungguh dan berbagai sumber dicurahkan untuk mengembangkan dan
menguji intervensi perilaku kesehatan, sedikit perhatian biasanya memberikan metode pengembangan
yang efektif untuk difusi penyebarannya. Difusi dapat memaksimalkan pembukaan dan meraih
intervensi yang baik, jadi meningkatkan pengaruh yang kuat di kesehatan masyarakat. Cabang provider
ini merupakan sebuah konseptual kerangka kerja untuk memahami proses difusi dan jenis tingkatan,
sebuah peninjauan luar dari kunci metodologi dan isu penelitian, serta beberapa aplikasi dari Teori
Difusi untuk mengembangkan dan mengimplementasi inovasi perubahan perilaku kesehatan.

Edisi terakhir dari edisi buku “Diffusion of Innovations”, catatan Roger di topik literature difusi, luas dan
sangat banyak, hampir menekankan 4 ribu publikasi pada tempat subjek dari penelitian agricultural
untuk penelitian kontraseptif, produk consumer, dan ilmu pasti modern di sekolah serta promosi
kesehatan (Rogers, 1995). Walaupun demikian, banyak inovasi perubahan perilaku kesehatan gagal
diakhir, karena “batasan frekuensi yang telah hilang antara inovasi dan akhir pengembangan serta
merencanakan awal difusi” (Orlandi, Landers, Weston, dan Haley, 1990). Asumsi ini timbul setelah
terjadinya pengembangan inovasi, dan menunjukkan keampuhan serta keefektifitasan, adopsinya
tersebar luas dan ditemukan dengan otomatis. Bagaimanapun, bayak fakta-fakta bahwa pengguna
daftar percobaan inisial dalam implementasi tidak khusus mengarahkan penggunaan substansi dari
sebuah program pendidikan kesehatan yang efektif, cepat mengerti dan melebihi pengguna lainnya ini
adalah tipe dari orang miskin

Roger (1983) menegaskan bahwa inovasi adalah “sebuah ide, praktek atau objek yang baru dari seorang
individu atau unit lain dari adopsi.” Difusi didefinisikan sebagai “ proses dari sebuah inovasi yang
disampaikan melalui saluran yang pasti melebihi waktu diantara anggota-anggota dari sebuah sistem
sosial,” dengan maksud memaksimalkan pembukaan dan meraih berbagai inovasi, strategi, atau
program (Rogers, 1983). Proses ini adalah tipe difusi yang meliputi 5 tingkatan: pengembangan inovasi,
diskriminasi, adopsi, implementasi, dan pemeliharaan.

TINGKATAN DARI DIFFUSION OF INNOVATIONS DALAM ORGANISASI


TINGKATAN

GAMBARAN

Agenda Setting

Agenda adalah pemicu dari (1) menerima masalah organisasi dan memprioritaskannya untuk dicari
solusi atau (2) kesadaran akan eksistensi dari sebuah inovasi yang pasti

Matching

Sebuah inovasi adalah pilihan untuk mencocokkan sebuah pokok persoalan atau masalah dan mencoba
keluar dari organisasi

Redefining atau restructuring

Membentuk organisasi yang memiliki inovasis sebagai objektif dan struktur

Clarifying

Menyusun antara organisasi dan inofasi

Routinizing

Inovasi termasuk dalam kebiasaan organisasi


SOCIAL LEARNING THEORY

Teori ini bertujuan sekaligus sebagai ilmu dinamika psychososial didalam melancarkan perilaku
kesehatan dan sebagai metode untuk mempromosikan perubahan yang berhubungan dengan perilaku.
Dalam teori ini, perilaku manusia merupakan penjelasan terminology dari sebuah tritunggal, ilmu
dinamika, dan model timbal balik dalam perilaku, faktor personal, serta pengaruh dari likngkungan.
Diantara semuanya, faktor personal sangat penting karena ia merupakan kemampuan dari setiap
individu untuk melambangkan perilaku, untuk mengharapkan hasil dari perilaku, untuk belajar dari
berbagai pengamatan, untuk memiliki kepercayaan dalam menunjukkan sebuah perilaku, untuk
menentukan diri sendiri atau untuk mengatur prilaku diri sendiri, dan untuk reflex serta menganalisa
pengalaman (Bandura, 1997).

Pendidik kesehatan dan para ahli ilmu perilaku dengan kreatif menggunakan teori ini untuk
mengembangkan intervensi, prosedur, atau tekhnik yang dapat mempengaruhi pokok variable-variabel
kognitif, dengan demikian hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya perubahan perilaku. Cabang
provider ini adalah sebuah sejarah singkat dari perkembangan Social Cognitive Theory, yang meliputi
sebuah gambaran dari berbagai konsep kunci, dan menganalisis dua contoh baru dari bagaimana teori
ini digunakan untuk mendesign program pendidikan dalam kesehatan.

PERILAKU KESEHATAN

Menurut batasan perilaku dari Skiner, maka yang dimaksud dengan perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesahatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, prilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan ( health maintenance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit
dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. Oleh karena itu, perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari
3 aspek yaitu:
Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila
telah sembuh dari penyakit.

Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa
kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya
mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan
kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya
kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku
orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut
perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau
kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari
pengobatan ke luar negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan
sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain,
bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri,
keluarga, atau masyarakat. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat
pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.

Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.

a. Perilaku hidup sehat

Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan
dan meningkatkan kesehatannya.

Perilaku ini mencakup antara lain:


1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang disini dalam arti kualitas
(mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi tidak juga lebih). Secara kualitas mungkin di Indonesia
dikenal dengan ungkapan 4 sehat 5 sempurna.

2) Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu
yang digunakan untuk olahraga. Dengan sendirinya kedua aspek ini akan tergantung dari usia, dan status
kesehatan yang bersangkutan.

3) Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai macam penyakit.
Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di Indonesia, seolah-olah sudah membudaya. Hampir 50%
penduduk Indonesia usia dewasa merokok. Bahkan dari hasil suatu penelitian, sekitar 15% remaja kita
telah merokok. Inilah tantangan pendidikan kesehatan kita.

4) Tidak minum minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan mengonsumsi narkoba
(narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya, juga cenderung meningkat). Sekitar 1% penduduk
Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minum miras ini.

5) Istirahat yang cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidu akibat tuntutan untuk penyesuaian
dengan lingkungan modern, mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga waktu
istirahat berkurang. Hal ini juga dapat membahayakan kesehatan.

6) Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya bermacam-macam bagi
kesehatan. Lebih-lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup yang keras seperti diuraikan di atas.
Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang. Stres tidak dapat kita hindari, yang penting
dijaga agar stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan atau
mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan yang positif.

7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak berganti-ganti pasangan
dalam hubungan seks, penyesuaiaan diri kita dengan lingkungan, dan sebagainya.

b. Perilaku sakit (illness behavior)


Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit,
pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang sakit (right)
dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit
sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit
(the sick role). Perilaku ini meliputi:

1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

2) Mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang layak

3) Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan
sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama
kepada dokter/ petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan.

Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat
aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur
pokok, yakni: sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara
lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:

Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif
(mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar
dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan
penyakit, yakni:

Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, (health promotion behavior),
misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan sebagainya.

Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan
pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,
imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku untuk
melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau
mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantra, dokter praktek, dan
sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).

Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang
berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya
melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang terhadap system pelayanan
kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut
respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang
terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas, dan obat-obatan.

Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai
kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek kita
terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan
sebagainya sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita.

Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup
kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup:

Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalmnya komponen, manfaat, dan penggunaan air
bersih untuk kepentingan kesehatan.

Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higien pemeliharaan
teknik, dan penggunaannya.

Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk di dalamnya
system pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak
baik.

Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai, dan
sebagainya.
Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector), dan sebagainya.

Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa factor yang
berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain: susunan syaraf
pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan, dan sebagainya. Susunan syaraf pusat
memegang peranan yang penting dalam perilaku manusia, karena merupakan sebuah bentuk
perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan
oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan
energi-energi di dalam impuls-impuls syaraf. Impuls-impuls syaraf pendengaran, penglihatan,
pembauan, pencecepan dan perabaab disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan melalui impuls-
impuls syaraf ke susunan syaraf pusat.

Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah
sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang
berbeda, meskipun mengamati objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk
bertindak mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul
karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani,
yang pada hakikatnya merupakan factor keturunan (bawaan). Manusia dalam mencapai kedewasaan
semua aspek tersebut di atas akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan.

Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktek-praktek dalam
lingkungan kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu
(sebelumnya). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu proses
dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related
behavior) sebagai berikut:

Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk
mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebaginya.

Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Termasuk di sini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit,
penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh
terhadap kesehatan/ kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama kepada
anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.

Saparinah Sadli (1982) menggambarkan individu dengan lingkungan social yang saling mempengaruhi di
dalam suatu diagram sebagai berikut:

INTERAKSI PERILAKU KESEHATAN

Keterangan:

Perilaku kesehatan individu; sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan lingkungan.

Lingkungan keluarga; kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan.

Lingkungan terbatas; tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan kesehatan.

Lingkungan umum; kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang kesehatan, undang-undang kesehatan,


program-program kesehatan, dan sebagainya.

Setiap individu sejak lahir terkait di dalm suatu kelompok, terutama kelompok keluarga. Dalam
keterkaitannya dengan kelompok ini membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi
anggota-anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan
dan norma-norma sosial tertentu, maka perilaku tiap individu anggota kelompok berlangsung di dalam
suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap masalah-masalah kesehatan.

Kosa dan Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh
kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang
berdasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, tiap individu mempunyai cara
yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan berbeda, meskipun gangguan
kesehatan sama. Pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin
dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa
gangguan yang dirasakan individu menstimulasikan dimulainya suatu proses social psikologis. Proses
semacam ini menggambarkan berbagai tindakan yang dilakukan si penderita mengenai gangguan yang
dialami, dan merupakan bagian integral interaksi sosial pada umumnya. Proses ini mengikuti suatu
keteraturan tertentu yang dapat diklasifikasikan dalam 4 bagian, yakni:

Ada suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan atau ancaman kesehatan.
Dalam hal ini persepsi individu yang bersangkutan atau orang lain (anggota keluarga) terhadap
gangguan tersebut berperan. Selanjutnya, gangguan dikomunikasikan kepada orang lain (anggota
keluarga), dan mereka yang diberi informasi tersebut menilai dengan criteria subjektif.

Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut. Disadari bahwa setiap
gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik bagi yang bersangkutan maupun bagi anggota
keluarga lainnya. Bahkan gangguan tersebut dikaitkan dengan ancaman adanya kematian. Dari
ancaman-ancaman ini akan menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.

Penerapan pengetahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah
kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang dialami. Oleh karena gangguan kesehatan terjadi secara
teratur di dalam suatu kelompok tertentu, maka setiap orang di dalam kelompok tersebut dapat
menghimpun pengetahuan tentang berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin terjadi. Dari sini
sekaligus orang menghimpun berbagai cara mengatasi gangguan kesehatan itu, baik secara tradisional
maupun secara modern. Berbagai cara penerapan pengetahuan baik dalam menghimpun berbagai
macam gangguan maupun cara-cara mengatasinya tersebut adalah merupakan pencerminan dari
berbagai bentuk perilaku.

Dilakukannya tindakan manipulative untuk meniadakan atau menghilangkan kecemasan atau gangguan
tersebut. Di dalam hal ini baik orang awam maupun tenaga kesehatan melakukan manipulasi tertentu
dalam arti melakukan sesuatu untuk mengatasi gangguan kesehatan. Dari sini lahirlah pranata-pranata
kesehatan baik tradisional maupun modern.

TEORI-TEORI PERUBAHAN PERILAKU

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku.
Karena perubahan perilaku adalah merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan
sebagai penunjang program-program kesehtan yang lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku
ini, antara lain akan diuraikan dibawah ini.

a. Teori Stimulus-Organisme-Respon (S-O-R)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada
kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber
komunikasi (sources) misalnya: kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan
keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama
dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada
individu yang terdiri dari:

Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus
tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu,
dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan
stimulus tersebut efektif.

Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan
dilanjutkan kepada proses berikutnya.

Setelah itu organisme mengolah stimu;lus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi
stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai
efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang
diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini
berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini
faktor “reinforcement” memegang peranan penting.

Proses perubahan perilaku berdasarkan teori S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut:

TEORI S-O-R

b. Teori Festinger (Dissonance Theory)

Finger (1957) telah bayak pengaruhnya dalam psikologi social. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep
“imbalance” (= tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan “cognitive dissonance” adalah
ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai
keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah tidak
terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut “consonance” (keseimbangan).

Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang
saling bertentangan. Yang dimaksud dengan elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat atau
keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan
pendapat atau keyakinan yang berbeda/ bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah
dissonance. Sherwood dan Borrou merumuskan dissonance itu sebagai berikut:

Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan menyebabkan
perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang
dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang serta sama-sama pentingnya. Hal ini akan
menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.

c. Teori Fungsi

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada keutuhan. Hal
ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus
tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku
dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan, Katz berasumsi bahwa:

Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap
kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan
kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku
negative. Misalnya, orang mau membuat jamban apabila jamban tersebut benar-benar sudah menjadi
kebutuhannya.

Perilaku dapat berfungsi sebagai “defence mecanism” atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi
lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya manusia dapat melindungi
ancaman-ancaman yang dating dari luar. Misalnya, orang dapat menghindari penyakit demam berdarah,
karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam perannya dengan tindakannya
itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari
tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus
yang dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkantindakan-tindakan tersebut dilakukan
secara spontan dan daalam waktu yang singkat. Misalnya, bila seseorang merasa sakit kepala, maka
secara cepat, tanpa berpikir lama ia akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan
membeli obat di warung dan meminumnya, atau dengan tindakan-tindakan lain.

Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai
ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh
sebabitu perilaku dapat merupakan “layar” dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya,
orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya.

Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu, dan
senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu, di dalam
kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relative.

d. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan yang seimbang antara
kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces).
Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam
diri seseorang.

Sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni:

1. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang
mendorong untuk terjadinya perubahn-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-
penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya:
seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara penting anak sedikit, dengan kepercayaan
bayak anak bayak rezeki) dapat berubah perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan pendorong yakni
pentingnya ber-KB dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usah-usaha lain.
2. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi adanya stimulus-stimulus yang
memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya contoh tersebut di atas, dengan pemberian
pengertian kepada orang tersebut bahwa banyak anak banyak rezeki, bayak adalah kepercayaan yang
salah, maka kekuatan penahan tersebut melemah, dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang
tersebut.

Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan pendorong menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga
akan terjadi perubahan perilaku. Seperti pada contoh di atas juga, penyuluhan KB yang berisikan
memberikan pengertian terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya
kepercayaan anak bayak rezeki akan meningkatkan kekuatan pendorong, dan sekaligus menurunkan
kekuatan penahan.

Sponsored Content

Indon education minister rejects Msia's proposal to make Malay ASEAN's second language

CNA

Meet the Singaporean couple collecting Chanel handbags as art pieces and future heirlooms

CNA Luxury

Where to find the best babi guling in Bali


CNA Lifestyle

September 3, 20124 Balasan

Ilmu Perilaku

Perilaku adalah aktivitas organism atau makhluk hidup.

Perilaku merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus.

Stimulus —- organism — respon

Jenis respon

1. Respondent respons (Reflexive respons0

Yaitu respon yang ditimbulkan oleh stimulus tertertu yang disebut ecliting stimuli karena menimbulkan
respon yang relative tetap

2. Operant respon

Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli lain (Reinforcing stimuli/reinforce)

Jenis Perilaku

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain secara jelas. Covert
behavior dapat diukur : pengetahuan, sikap

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan yang dapat diamati oleh orang
lain.

Ilmu-ilmu Dasar Perilaku

Perilaku terbentuk dari 2 faktor :

1. Stimulus 9eksternal)
Lingkungan fisik, sosial, budaya

2. Respons (internal)

Perhatian, pengamatan, motivasi, persepsi, intelegensi, fantasi

Respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan sehat, sakit, penyakit dan faktor-faktor
yang mempengaruhi sekahat sakit

Perilaku kesehatan :

1. Perilaku orang sehat

Perilaku preventif dan promotif

2. Perilaku orang sakit

Perilaku mencari pertolongan pengobatan untuk mencari kesembuhan

Perilaku sehat (Healthy behavior)

1. Makan dengan minum seimbang

2. Kegiatan fisik cukup dan teratur

3. Tidak merokok dan minum-minuman keras

4. Istirahat yang cukup

5. Pengendalian atau manajemen stress

6. Perilaku/gaya hidup positif

Perilaku sakit (illness behavior)

1. Didiamkan saja (no action)

2. Pengobatan sendiri (self treatment)

3. Mencari penyembuhan/pengobatan

Peranan (hak dan kewajiban) orang sakit ;


1. Tindakan untuk mengenal, mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh
kesembuhan

2. Melakukan kewajibannya sebagai pasien

3. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan proses penyembuhannya

4. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya

Pengetahuan

Adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indranya

Tingkat pengetahuan :

1. Tahu (know)

2. Memahami (comperehensif)

3. Aplikasi (application)

4. Analisa 9analysisi

5. Sintesis 9synthesis0

6. Evaluasi (evaluation)

Sikap

Adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi (Campbell)

Adalah kesiapan seseorang untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu
9Newcomb)

Komponen sikap :

1. Kepercayaan, keyakinan, ide, konsep trehadap objek

2. Kehidpan emosionil/evaluasi terhadap objel

3. Kecenderungan orang untuk bertindak

Tingkatan sikap :

1. Menerima (receiving)
2. Menghargai (valuing)

3. Menanggapi (responding)

4. Bertanggungjawab (responsible)

Desember 16, 20081 Balasan

Steps in the Health Communication Process

Langkah-langkah dalam komunikasi kesehatan

Stages in the health communication process

1. Planning : perencanaan

2. Development : pengembangan

3. Implementation : hasil

4. Evaluation : evaluasi

Langkah-langkah Precede-Proceed

Fase 1. Diagnosis sosial

Diagnosis sosial adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya atau kualitas
hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk meingkatkan kualitas hidupnya melalui partisipasi dan
penerapan berbagai informasi yang dirancang sebelumnya

Fase 2. Diagnosis epidemiologi

– Masalah kesehatan – kualitas hidup

– Efek : langsung dan tidak langsung

– Identifikasi faktor kesehatan – kualitas hidup

1. Kelompok mana yang terkena masalah kesehatan

2. Pengaruh masalah kesehatan : mprtalitas, morbiditas, disability, tanda, gejala

3. Cara menanggulangi masalah tersebut

– Prioritas masalah : tujuan program = who, howmuch, what outcome, when


Fase 3. Diagnosis perilaku dan lingkungan

– Identifikasi : masalah perilaku, lingkungan

– Masalah perilaku yang dapat dikontrol secara individu, institusi

– Indikator perilaku ;

1. Utilisasi penggunaan pelayanan kesehatan

2. Upaya pencegahan-pencegahan

3. Kepatuhan (compliance)

4. Upaya pemeliharaan kesehatan (selfcare)

– Dimensi perilaku : earliness, quality, persistence, frequency, range

– Indicator lingkungan : keadaan sosial, ekonomi, fisik, pelayanan kesehatan

Dimesi : keterjangkauan, kemampuan, perataan

Langkah-langkah diagnosis dan perilaku lingkungan :

1. Memisahkan faktor perilaku dan non perilaku penyebab masalah kesehatan

2. Mengidentifikasi perilaku yang dapat mencegah timbulnya masaah kesehatan, perawatan, dan
pengobatan. Faktor lingkungan : mengeliminasi faktor yang tidak dapat dirubah = genetic dan
demografis

3. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh terhadap masalah
kesehatan

4. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan yang berdasarkan kemungkinan untuk dirubah

5. Tetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program

6. Tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai

Fase 4. Diagnosis pendidikan dan organisasional

Determinan perilaku yang mempengaruhi perilaku kesehatan

1. Faktor predisposisi : pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan, norma, nilai

2. Faktor enabling : faktor lingkungan yang memfasilitasi perilaku seseorang

3. Faktor reinforcing (pendorong)

Perilaku orang lain yang berpengaruh


Menetapkan tujuan pendidikan berdasarkan ;

1. Faktor predisposisi (tujuan pembelajaran)

2. Faktor pemungkin, penguat (tujuan organisasional : upaya pengembangan organisasi menjadi


pengembangan sumber daya

Fase 5. Diagnosis Administratif kebijakan

Analisis kebijakan, sumber dayam peraturan yang berlaku yang dapat memfasilitasi atau mengambat
pengembangan program promosi kesehatan

3 penilaian dalam diagnosis administrative :

1. Sumber daya yang dibutuhkan

2. Sumber daya yang ada di organisasi dan masyarakat

3. Hambatan pelaksanaan program

Penilaian dalam diagnosis kebijakan : Dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional
yang memfasilitasi program, pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat.

Langkah selanjutnya dari perencanaan dengan Precede ke implementasi dan evaluasi dengan proceed

Precede digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan
individu dan masyarakat sasaran.

Proceed untuk meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima, dan dapat
dipertanggunjawabkan

Penilaian sumber daya -> keberadaan program

Perubahan organisasi -> program dapat dijangkau

Perubahan politis dan peraturan -> program dapat diterima masyarakat

Evaluasi -> program dapat dipertanggungjawabkan

Desember 16, 20081 Balasan

Ujian Komkes

1. Peranan komunikasi :
• Influence perceptions, beliefs, attitude, and social norms

Mempengaruhi persepsi, kepercayaan, sikap, dan norma-norma sosial

• Prompt action

Promosi

• Demonstrate or illustrate skills

Mendemontrasikan atau menggambarkan keahlian

• Show the benefit or behavior change

Memperlihatkan keuntungan atau perubahan sikap

• Reinforce demand for health service

Memperkuat permintaan terhadap pelayanan kesehatan

• Refute myths and misconsceptions

Membuktikan kesalahan mistik dan konsep yang salah

• Help coalesce organizational relationship

Membantu menyatukan hubungan organisatoris

• Advocate for a health issue or a population group

Mendukung suatu isu kesehatan atau suatu kelompok populasi

2. Tujuan komunikasi :

• Relay information – meneruskan informasi kesehatan dari suatu sumber kepada pihak lain secara
berangkai (hunting)

• Enable informed decision making – memberi informasi akurat untuk memungkinkan pengambilan
keputusan

• Promote Healthy behavior – informasi untuk memperkenalkan hidup sehat

• Promote peer information exchange and emotional support – mendukung pertukaran informasi
pertama dan mendukung secara emosional pertukaran informasi kesehatan

• Promote self care – memperkenalkan pemeliharaan kesehatan diri sendiri

• Manage demand for health service – memenuhi permintaan layanan kesehatan


3. Perbedaan perilaku dan sikap :

• Perilaku merupakan respons atau reaksi seorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar)

• Sikap merupakan respon tertutup terhadap stimulus yang melibatkan faktor pendapat dan emosi

• Perilaku merupakan aktivitas

• Sikap merupakan kesiapan intuk bertindak, bukan ativitas atau pelaksanaan

4. Contoh perilaku sehat dan perilaku sakit :

• Perilaku sehat :

– Makan dengan menu seimbang

– Kegiatan fisik yang cukup dan teratur

• Perilaku sakit :

– Mengabaikan (no action)

– Mencari penyembuhan atau pengobatan

5. Determinan perilaku yang mempengaruhi perilaku kesehatan

• Faktor predisposisi (predisposing factors) — meliputi pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan,


norma, nilai

• Faktor enabling (enabling factors) — faktor lingkungan yang memfasilitasi perilaku seseorang atau
fasilitas lain yang member peluang bagi individu untuk berubah

• Faktor reinforcing/penguat (reinforcing factors) — Perilaku orang lain yang berpengaruh : positif
atau negatif

6. Langkah-langkah dalam komunikasi kesehatan (Stages in the health communication process)

• Planning : perencanaan

• Development : pengembangan

• Implementation : hasil
• Evaluation : evaluasi

7. Mengapa pemasaran sosial penting? Karena pemasaran sosial tidak hanya berpikir tentang ‘barang’
dan ‘jasa’ dalam proses penyebarannya tapi juga bagaimana “mengemasnya” dengan strategi sehingga
informasi tentang barang dan jasa tersebut bisa sampai kepada khalayak/konsumen.

8. Difusi inovasi adalah transformasi suatu bentuk yang baru yang disampaikan kepada masyarakat,
terdiri dari pendekatan, gagasan, dan strategi. Difusi inovasi dikemukakan oleh Everet M. Rogerts.

9. Cara merencanakan iklan kesehatan :

• Meneliti karakteristik public atau target konsumen : Know your costumer!

• Meneliti pesan iklan yang dibutuhkan : Adapun yang harus diteliti adalah struktur pesan, gaya pesan,
dan Appeals message (motif-motif psikologis dari pesan)

• Meneliti pemilihan cara/media penyebaran informasi : Personal selling – siapa yang patut menjual ;
Non personal selling – media (merupakan yang paling baik digunakan)

10. Mengapa masyarakat butuh iklan?

• Consumer need : apa yang dihasilkan oleh produsen adalah apa yang benar-benar dibutuhkan oleh
konsumen

• Marketing and production expertise : apa yang dihasilkan itu tidak saja merupakan kebutuhan
konsumen semata melainkan juga bagaimana cara mengemas produk tersebut.

• Filling a niche in the marketplace : oleh karena itu, pihak produsen harus memiliki intuisi yang tajam
mengenai area pasar.

November 6, 20082 Balasan

Ujian Komkes (Lagi… lagi-lagi)

Pertama : Maafkan saya

Kedua : maafkan saya


Mengapa saya meminta maaf? Yah, entah mengapa setelah ujian tadi saya banyak merasa bersalah.
Rasanya saya mengecewakan (seseorang) dalam pelaksanaan ujian tadi. Lebih dari itu, saya sangat
kecewa pada diri saya sendiri. Semua itu karena … (Oh, I can’t continue that. Huuf…)

Ada tiga hal yang menjadi faktor pemerkuat (reinforcing factors) terhadap rasa bersalah saya ini
sekaligus sebagai clue : (1) Pak dosen, (2) The xxx nextchair, (3) soal ujian. Konsentrasi saya terpecah
pada tiga hal ini.

Akibatnya, hasil ujian saya hancur-hancuran. Padahal saya itu sudah hapal dan sudah belajar. Cuma,
karena adanya faktor-faktor tadi, saya nyah jadi sangat sangat bego’ di ujian. Saya blank. Whua….
Makanya, saya tadi memilih keluar sejenak untuk mencari penyegaran.

Duuh, saya benar-benar kecewa pada diri sendiri. Mungkin, ya…, the next test saya harus dating pagi-
pagi agar bisa memilih dimana saya harus memilih posisi. 4 hari terakhir ini, saya selalu datang telat.
Huuf.

Hmm…, (inilah point penting yang harus saya kemukakan : tentang apa yang saya isi di ujian tadi)

1. Soal No.1 , harusnya itu ‘influence’ saya bikin ‘informed’ — hehehe *masih bisa cengengesan nih
orang

2. Soal No.2, berhubungnya saya nyah sudah ‘ditekan’ dengan segala macam ketegangan yang
ditimbulkan dari 3 faktor di atas, saya nyah jadi blank. Harusnya 6 point, cuma bikin 4 point.

Gini lho gambarannya :

1.Relay information (hunting)

2.Enable informed decision making

3. peer information exchange

4.Promote Healthy behavior

5.

6.
*Whuahua…………

3. Soal No.3, saya yakin udah menjawab dengan benar — yaah, walaupun nggak ‘textbook’ tapi saya
pikir emang gitulah gambarannya.

4. Soal No. 5, yang ditanya itu ‘determinant’ yang saya isi ‘domain’ — arrrggh…….!!!!

5. Soal No. 6, kan yang ditanya tahapan tuh, trus saya ngisi fase. Pas fase point 4, saya baca soal lagi.
Trus, ngingat2. Trus keingat kalo yang saya bikin sekarang ini ‘fase’ sementara yang ditanya ‘tahap’. Nah,
daripada jelek dicoret-coret. Saya terusin aja bikin fase itu. Trus, di bawahnya baru deh saya tulis
‘tahapannya’. Anggap aja ‘fase’ tadi pengantar. — hehehehua…. *tertawa sambil menitikkan air mata.

6. Soal No. 7, Ok, jawaban untuk soal No. 7 saya taruh di No. 10 — why? No comment deh

7. Soal No. 10, jawaban untuk soal No. 10 saya taruh di No. 7 — why? Idem

8. No. 9, yang ditanya ituh ‘cara merencanakan iklan kesehatan’ yang saya isi ‘cara penembangan media’
— ntah apo-apo se!!! [terjemahan bebas : entah apa-apa aja *lho? kok jadi aneh ya???]

Umm,saya tahu ini salah dan tak bisa dibiarkan. Mungkin yang di atas itu hanya segelintir yang saya
lebih-lebihkan (hiperbola) dan saya miris-miriskan (litotes).Whua…. Pak Dosen, bisakah saya menjadi
lebih baik lagi? Misalnya, saya diizinkan remedial. Mungkin bisa lewat email? Lewat lisan? Atau… lewat
blog ini sajah??? Whua……………………………

The last but not least : maafkan saya. Jika saya memang tak ‘ok’ di uTs, saya akan ‘ok’ di UAS. Saya yakin
dan harus yakin. Satu lagi, tak akan saya sia-siakan kesempatan yang diberikan atas proposal DIKTI itu.
*FIGHT!

November 6, 2008Tinggalkan Balasan

Tulisan yang lebih lama

Lihat Situs Lengkap

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai