Anda di halaman 1dari 28

Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

PENAFSIRAN HUKUM OLEH HAKIM


DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
Afif Khalid

Abstrak

Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini dinyatakan secara tegas di dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasca amandemen.
Sebagai negara hukum maka hukum harus dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri
beberapa elemen, salah satu elemen peradilan. Dalam memeriksa, mengadili dan memutus
suatu perkara, seorang Hakim haruslah menggunakan hukum tertulis sebagai dasar
putusannya. Akan tetapi apabila dalam hukum tertulis tidak ditemukan atau dirasa tidak
cukup, maka Hakim dapat melakukan penafsiran hukum.
Secara yuridis maupun filosofis, hakim Indonesia mempunyai kewajiban atau hak untuk
melakukan penafsiran hukum atau penemuan hukum agar putusan yang diambilnya dapat
sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Penafsiran hukum oleh hakim dalam
proses peradilan haruslah dilakukan atas prinsip-prinsip dan asas-asas tertentu.yang menjadi
dasar sekaligus rambu-rambu bagi hakim dalam menerapkan kebebasannya dalam
menemukan dan menciptakan hukum. Dalam upaya penafsiran hukum, maka seorang hakim
mengetahui prinsip-prinsip peradilan yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan dunia peradilan, dalam hal ini Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945,
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman .
Kata Kunci: Penafsiran Hukum, Hakim, Sistem Peradikan di Indonesia

PENDAHULUAN (law administration) dan kegiatan


peradilan atas pelanggaran hukum (law
Negara Indonesia adalah negara
adjudicating) atau yang biasa disebut
hukum. Hal ini dinyatakan secara tegas di
dengan penegakan hukum dalam arti
dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
sempit (law enforcement)1.
Dasar Negara Republik Indonesia 1945
pasca amandemen. Sebagai negara hukum Indonesia sebagai negara hukum
maka hukum harus dipahami sebagai satu modern (welfare state) dalam rangka
kesatuan sistem yang terdiri dari elemen- mewujudkan tujuan negara yakni
elemen kelembagaan (institusional), memberikan kesejahteraan bagi
kaedah aturan (instrumental) dan perilaku masyarakatnya dan melindungi hak-hak
para subyek hukum (elemen subyektif dan warga negaranya, harus menganut prinsip
cultural). Ketiga elemen sistem hukum utama atau asas pokok yang terdiri atas
tersebut mencakup; kegiatan pembuatan asas legalitas, asas pengakuan dan
hukum (law making), kegiatan
1
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan
pelaksanaan hukum atau penerapan hukum Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer, Penerbit
The Biography Institute, Jakarta, 2007, hlm. 131.
9
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

perlindungan hak asasi manusia, asas Dalam praktik penyelenggaraan negara


pembagian kekuasaan negara, asas atau pemerintahan sering terjadi hal-hal
peradilan yang bebas dan tidak memihak, yang tidak normal dalam menata
asas kedaulatan rakyat, asas demokrasi kehidupan kenegaraan, di mana sistem
dan asas konstitusional2. hukum yang biasa digunakan tidak mampu
mengakomodasi kepentingan negara atau
Makna atau nilai dari asas negara
masyarakat sehingga memerlukan
hukum tersebut adalah bahwa hukum
pengaturan tersendiri untuk menggerakan
merupakan sumber tertinggi (supremasi)
fungsi-fungsi negara agar dapat berjalan
dalam mengatur dan menentukan
secara efektif guna menjamin
mekanisme hubungan hukum antara
penghormatan kepada negara dan
negara dan masyarakat, maupun antara
pemenuhan hak-hak dasar warga negara.
anggota atau kelompok masyarakat yang
Dengan demikian maka penggunaan
satu dengan yang lainnya dalam
perangkat hukum biasa sejak semula
mewujudkan tujuannya.
haruslah mengantisipasi berbagai
Pemerintah (bestuur) selaku pelaksana kemungkinan keadaan yang bersifat tidak
kebijakan politik negara mempunyai normal agar negara dapat menjamin
wewenang sebagaimana diberikan oleh kelangsungan hidup berbangsa dan
peraturan perundang-undangan yang bernegara.
berlaku atau berdasarkan pada asas
PENAFSIRAN HUKUM DALAM
legalitas untuk mengendalikan
TEORI HUKUM TATA NEGARA
pemerintahan, memimpin atau mengatur
warga negaranya, memberi petunjuk, Penafsiran hukum (interpretasi)
menggerakan potensi, memberi arah, adalah sebuah pendekatan pada penemuan
mengkoordinasikan kegiatan, mengawasi, hukum dalam hal peraturannya ada tetapi
mendorong dan melindungi masyarakat3. tidak jelas untuk dapat diterapkan pada
peristiwanya. Sebaliknya dapat terjadi juga
hakim harus memeriksa dan mengadili
perkara yang tidak ada peraturannya yang
2
Imran Juhaefah, Hal Ihwal Kegentingan
Yang Memaksa Sebagai Landasan Pembentukan khusus. Di sini hakim menghadapi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, kekosongan atau ketidak-lengkapan
Disertasi, Pascasarjana Universitas Muslim
Indonesia, Makassar, 2011, hlm. 2. undang-undang yang harus diisi atau
3
Muin Fahmal, Peran Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Layak Dalam Mewujudkan dilengkapi, sebab hakim tidak boleh
Pemerintahan Yang Bersih, Penerbit Kreasi Total
Media, Yogyakarta, 2008, hlm. 100. menolak memeriksa dan mengadili perkara
10
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

dengan dalih tidak ada hukumnya atau penafsiran ke dalam 5 (lima) macam
tidaklengkap hukumnya. Hakim metode penafsiran, dan 3 (tiga) macam
menemukan hukum itu untuk mengisi metode konstruksi. Dalam hal ini, metode
kekosongan hukum tersebut. konstruksi dianggap tidak termasuk ke
dalam pengertian penafsiran. Tetapi, ada
Penafsiran merupakan kegiatan
pula sarjana yang menganggap metode
yang sangat penting dalam hukum.
konstruksi itu tiada lain merupakan varian
Penafsiran merupakan metode untuk
saja atau termasuk bentuk lain dari metode
memahami makna yang terkandung dalam
penafsiran juga, sehingga macam dan jenis
teks-teks hukum untuk dipakai dalam
metode penafsiran itupun dikelompokkan
menyelesaikan kasus-kasus atau
secara berbeda dari sarjana lainnya5.
mengambil keputusan atas hal-hal yang
dihadapi secara konkrit. Di samping hal Para pakar hukum telah
itu, dalam bidang hukum tata negara, menguraikan adanya 9 (sembilan) teori
penafsiran dalam hal ini judicial penafsiran yang berbeda
interpretation (penafsiran oleh hakim), penggambarannya dari apa yang
juga dapat berfungsi sebagai metode dikemukakan oleh Arief Sidharta.
perubahan konstitusi dalam arti Kesembilan teori penafsiran tersebut
6
menambah, mengurangi, atau adalah:
memperbaiki makna yang terdapat dalam
1. Teori penafsiran letterlijk atau
suatu teks Undang-Undang Dasar. Seperti
harfiah (what does the word
dikemukakan oleh K.C. Wheare, Undang-
mean?)
Undang Dasar dapat diubah melalui (i)
formal amandement, (ii) judicial Penafsiran yang menekankan pada
interpretation, dan (iii) constitutional arti atau makna kata-kata yang
usage and conventions4. tertulis. Misalnya, kata servants

Dikarenakan pentingnya hal 5


Jimly Asshidiqie, Teori & Aliran
tersebut diatas, maka dalam setiap buku Penafsiran Hukum Tata Negara, cet. I, (Jakarta:
Ind. Hill Co.,1997), hlm. 17-18.
teks ilmu hukum lazim diuraikan adanya 6
Lihat dan bandingkan pendapat sarjana
yang memasukkan metode interpretasi (penafsiran)
berbagai metode penafsiran. Banyak sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum
sarjana hukum yang membagi metode yang dilakukan dengan cara Interpretasi Gramatikal
(kebahasaan). Sistematis (logis), Historis, dan
Teleologis (sosiologis). Lihat, misalnya, Bambang
4
Ph. Visser’t Hoft, Penemuan Hukum, Sutiyoso dan Sri Hastuti, Aspek-Aspek
judul asli Rechtsvinding, diterjemahkan oleh B. Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di
Arief Sidharta, (Bandung: Laboratorium Hukum Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm.
FH Univ Parahyangan, 2001), hlm.25. 131-134.
11
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

dalam Konstitusi Jepang Art. 15 pemakaian bahasa sehari-hari atau


(2), “All public officials are makna teknis-yuridis yang lazim
servants of the whole community atau dianggap sudah baku.7
and not of any group there of”. Menurut Vissert’t Hoft di negara-
Contoh lain mengenai kata a negara yang menganut tertib
natural association dalam Art. 29 hukum kodifikasi, maka teks
ayat (1) dan kata the moral dalam harfiah undang-undang sangat
ayat (2) konstitusi Italia yang penting. Namun, penafsiran
menyatakan : gramatikal saja dianggap tidak
mencukupi, apalagi jika mengenai
“(1) The Republic recognizes the
rights of the family as a natural norma yang hendak ditafsirkan itu
association founded on marriage; sudah menjadi perdebatan8.
(2) Marriage is based on the moral
and legal equality of the spouses,
3. Teori penafsiran historis (what is
within the limits laid down by law
to safeguard the unity of the historical background of the
family”.
formulation of a text)
Contoh berikutnya lagi, misalnya
Penafsiran historis mencakup dua
terlihat pada kata inconsistent
pengertian : (1) penafsiran sejarah
dalam ayat (1) Article 13
perumusan undang-undang; dan (ii)
Konstitusi India, yaitu :
penafsiran sejarah hukum.
“All always in force in the territory Penafsiran yang pertama,
of India immediately before the
commencement of this memfokuskan diri pada latar
Constitution, in so far as they are belakang sejarah perumusan
inconsistent with the provisions of
this part, shall, to the extent of
such inconsistency, be void”. 7
Ph. Visser;t Hoft, Penemuan Hukum,
2. Teori penafsiran gramatikal atau judul asli Rechtsvinding, diterjemahkan oleh B.
Arief Sidharta, (Bandung: Laboratorium Hukum
interpretasi bahasa (what does it FH Univ. Parahiayangan, 2001), hlm.25.
8
Ibid, hlm. 26. Misalnya, basis sistem
linguistically mean?) ekonomi sosialis Cina, seperti dalam Art. 6 ayat (1)
Konstitusi Cina: (1) “The basis of the socialist
economic system of the People’s Republic of China
Penafsiran yang menekankan pada is socialist public ownership of the means of
makna teks yang di dalamnya production, namely, ownership by the whole people
and collective ownership by the working people”.
kaidah hukum dinyatakan. Dan makna dari sistem kepemilikan public, seperti
dalam Art 6 ayat (2) “The system of socialist public
Penafsiran dengan cara demikian ownership supersedes the system of exploitation of
man by man; it applies the principle of from each
bertolak dari makna menurut according to his ability, to each according to his
work”.
12
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

naskah. Bagaimana perdebatan perhatian untuk menafsirkan


yang terjadi ketika naskah itu naskah yang bersangkutan.
hendak dirumuskan. Oleh karena Peristiwa yang terjadi dalam
itu yang dibutuhkan adalah kajian masyarakat acapkali
mendalam tentang notulen-notulen mempengaruhi legislator ketika
rapat, catatan-catatan pribadi naskah hukum itu dirumuskan.
peserta rapat, tulisan-tulisan Misalnya pada kalimat “dipilih
peserta rapat yang tersedia baik secara demokratis” dalam Pasal 18
dalam bentuk tulisan ilmiah ayat (4) Undang-Undang Dasar
maupun komentar tertulis yang 1945 yang menyatakan,
pernah dibuat, otobiografi yang “Gubernur, Bupati, dan Walikota
bersangkutan, hasil wawancara masing-masing sebagai kepala
yang dibuat oleh wartawan dengan pemerintah daerah provinsi,
yang bersangkutan, atau kabupaten, dan kota dipilih secara
wawancara khusus yang sengaja demokratis.”
dilakukan untuk keperluan
5. Teori penafsiran sosio-historis
menelaah peristiwa yang
(asbabunnuzul dan asbabulwurud,
bersangkutan. Penasiran kedua,
what does the social context behind
mencari makna yang dikaitkan
the formulation of the text)
dengan konteks kemasyarakatan
masa lampau. Dalam pencarian Berbeda dengan penafsiran
makna tersebut juga kita merujuk sosiologis, penafsiran sosio-historis
pendapat-pendapat pakar dari masa memfokuskan pada konteks sejarah
lampau, termasuk pula merujuk masyarakat yang mempengaruhi
kepada norma-norma hukum masa rumusan naskah hukum. Misalnya,
lalu yang masih relevan9. ide persamaan dalam konteks
konstitusi Republik V Perancis,10
4. Teori penafsiran sosiologis (what
ide ekonomi kekeluargaan dalam
does social context of the event to
be legally judged)

Konteks sosial ketika suatu naskah 10


Constitution of The Fifth French
dirumuskan dapat dijadikan Republic, 1958, Article 2, “France is an
indivisible, secular, democratic and Sosial
Republic. It shall insure equality before the law for
all citizens without distinction of origin, race, or
9
Ibid, hlm.29. religion. It shall respect all beliefs..”
13
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

Pasal 33 UUD 1945, dan ide 7. Teori penafsiran teleologis (what


Negara Kekaisaran Jepang.11 does the articles would like to
achieve by the formulated text)
6. Teori penafsiran filosofis (what is
philosophical thought behind the Penafsiran ini difokuskan pada
ideas formulated in the text) penguraian atau formulasi kaidah-
kaidah hukum menurut tujuan dan
Penafsiran dengan fokus perhatian
jangkauannya. Tekanan tafsiran
pada aspek filosofis. Misalnya, ide
pada fakta bahwa pada kaidah
Negara hukum dalam Kostitusi
hukum terkandung tujuan atau asas
Republik Perancis Article 66 : “No
sebagai landasan dan bahwa tujuan
person may be detained
dan atau asas tersebut
arbitrarily”. Ide Negara hukum
mempengaruhi interpretasi. Dalam
dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
penafsiran demikian juga
Undang Dasar Republik Indonesia
diperhitungkan konteks kenyataan
Tahun 1945 yang menyatakan
kemasyarakatan yang aktual13.
bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum. Contoh lain lagi 8. Teori penafsiran holistik.
adalah rumusan ide demokrasi
Penafsiran ini mengaitkan suatu
terpusat (centralized democrazy)
naskah hukum dengan konteks
dalam Konstitusi Cina12.
keseluruhan jiwa dari naskah
tersebut. Misalnya, The individual
11
Art. 1 (Symbol of State) : “The Emperor economy14 dalam Article 11 ayat
shall be the symbol of the State and of the unity of
the people, deriving his position from the will of the (1) Konstitusi Cina :
people with whom resides sovereign power”.
Article 2 (Dysnatic Throne) : “The Imperial Throne
shall be dysnatic and succeeded to in accordance
“The individual economy of
with the Imperial House Law Passed by The Diet”. urban and rural working
12
Konstitusi Cina, Article 3 (Democratic
Centralism) : “(1) The state organs of the People”s under the unified leadership of the central
Republic of China apply the principle of authorities.”
13
democratic centralism. (2) The National People’s Visser’t Hoft, Op. cit,hlm. 30.
14
Congress and the Local people’s congresses at Istilah the individual economy dalam
different levels are instituted through democratic konteks Negara sosialis yang dianut Cina menjadi
election. They are responsible to the people and jiwa dari sistem sosialis, seperti yang dinyatakan
subject to their supervison. (3) All administrative, dalam konstitusi Cina, Article (1) “The People’s
judicial and procuratorial organs of the state are Republic of China is a socialist state under the
created by the people’scongress to which they are people’s democratic dictatorship led by the
responsible and under whose supervision they working class and based on the alliance of workers
operate. (4) The division of functions and powers and peasants”; (2) “The socialist system is the
between the central and local state organs is basic system of The People’s of China. Sabotage of
guided by the principle of giving full play to the the socialist system by any organization or
initiative and enthusiasm of the local authorities individual is prohibited”.
14
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

people, operated within the Assembly shall convene on the


limits prescribed by law, is a second Thursday following the
complement to the socialist elections of at least two thirds of
public economy. The state the total number of Deputies. Until
protects the lawful rights and the election of the total number of
interest of the individual Deputies. Until the election of the
economy”, (2) “The state President of National Assembly, its
guides, helps, and supervises meetings shall be chaired by the
the individual economy by Deputy who is most senior in age.”
exercising administrative
control”, (3) “The state “The regular sessions of the
permits the private sector of National Assembly shall convene
the economy to exist and twice per year from the second
develop within the limits Monday of September to the second
prescribed by law. The private Wednesday of December and from
sector of the economy is a the first Monday of February to the
complement to the socialist second Wednesday of June. The
public economy. The state sittings of the National Assembly
protects the lawful rights and shall be open to the public. Closed
interest of the private sector of door sittings may be convened by a
the economy, and exercises resolution of the National
guidance, supervision and Assembly.”
control over the private sector
Disamping itu, dalam
of the economy.”
perkembangan pemikiran dan
9. Teori penafsiran holistik tematis-
praktik penafsiran hukum di dunia
sistematis (what is the theme of the
akhir-akhir ini, telah berkembang
articles formulated, or how to
pula berbagai corak dan tipe baru
understand the articles
dalam penafsiran hukum dan
systematically according to the
konstitusi di berbagai negara. Oleh
grouping of the formulation).
karena itu, pendapat-pendapat yang
Dalam hal ini, misalnya, regular biasa kita diskusikan di berbagai
election dalam Article 68 dan 69 fakultas hukum di tanah air juga
Kontitusi Amerika Serikat : perlu memperhatikan dinamika
perkembangan di dunia ilmu
“Regular elections to the National
Assembly shall be held within sixty hukum pada umumnya. Oleh sebab
days prior to the expiration of the itu, berbagai pandangan para
term of the current Assembly.
Procedures for elections to the sarjana mengenai ragam metode
National Assembly Assembly shall penafsiran itu, perlu kita himpun
be prescribed by law. The date of
elections shall be fixed by dan kita sarikan sebagaimana
Presidential decree. The first mestinya.
session of a newly elected National

15
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

Selain ke-9 teori penafsiran tersebut sejarah penetapan. Kalau penafsiran


diatas, dapat pula dikemukakan adanya menurut sejarah penetapan dilakukan
pendapat Utrecht mengenai penafsiran dengan cara mencermati laporan-laporan
undang-undang : perdebatan dalam perumusannya, surat-
surat yang dikirim berkaitan dengan
1. Penafsiran menurut arti kata atau
kegiatan perumusan, dan lain-lain,
istilah (taalkundige interpretasi)
sedangkan penafsiran menurut sejarah
Hakim wajib mencari arti kata hukum dilakukan menyelidiki asal naskah
dalam undang-undang dengan cara dari sistem hukum yang pernah
membuka kamus bahasa atau meminta diberlakukan, termasuk pula meneliti asal
keterangan ahli bahasa. Kalaupun belum naskah dari sistem hukum lain yang masih
cukup, hakim harus mempelajari kata diberlakukan di negara lain17.
tersebut dalam susunan kata-kata kalimat
Bagi hakim, menurut Scolthen,
atau hubungannya dengan peraturan-
makna penafsiran historis berdasarkan
peraturan lainnya. Cara penafsiran ini,
kebutuhan praktik. Pada umumnya yang
menurut Utrecht, yang pertama ditempuh
penting bagi hakim ialah mengetahui
atau usaha permulaan untuk menafsirkan15.
maksud pembuat naskah hukum yang
2. Penafsiran Historis (historis ditetapkan. Hukum bersifat dinamis dan
interpretatie) perkembangan hukum mengikuti
perkembangan masyarakat. Oleh karena
Cara penafsiran historis ini,
itu, makna yang dapat diberikan kepada
menurut Utrecht,16 dilakukan dengan (i)
suatu kata dalam naskah hukum positif
menafsirkan menurut sejarah hukum
sekarang berbeda dengan maknanya pada
(rechtshistorische interpretatie), dan; (ii)
waktu ditetapkan. Oleh sebab itu pula,
menafsirkan menurut sejarah penetapan
penafsiran menurut searah hakikatnya
suatu ketentuan (wetshistorische
hanya merupakan pedoman saja18. Akan
interpretatie). Penafsiran menurut sejarah,
tetapi, penafsiran historis tidak hanya
menurut Utrecht, merupakan penafsiran
menelaah risalah sebagai story perumusan
luas atau mencakup penafsiran menurut
naskah, tetapi juga menelaah sejarah
15
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum
sosial, politik, ekonomi, dan social event
Indonesia, disadur dan direvisi oleh Moh. Saleh
Djindang, cet. XI, PT. (Jakarta : Ichtiar Baru,
1983), hlm. 208.
16
Pendapat Utrecht ini sangant mirip
17
dengan pendapat Visser”t Hoft yang pada nantinya Utrecht, Op. cit, hlm.209
18
akan diuraikan secara tersendiri. Ibid., hlm. 210-211.
16
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

lainnya ketika rumusan naskah tersebut merupakan jaminan kesungguhan hakim


dibahas. dalam membuat keputusan, oleh karena
keputusannya dapat mewujudkan hukum
3. Penafsiran sistematis
dalam suasana yang senyatanya dalam
Penafsiran sistematis merupakan masyarakat20.
penafsiran menurut sistem yang ada dalam
5. Penafsiran otentik atau resmi
rumusan hukum itu sendiri (systematische
(authentieke atau officiele
interpretative). Penafsiran sistematis juga
interpretatie)
dapat terjadi jika naskah hukum yang satu
dan naskah hukum yang lain, di mana Penafsiran otentik ini sesuai
keduanya mengatur hal yang sama, dengan tafsir yang dinyatakan oleh
dihubungkan dan dibandingkan satu sama pembuat undang-undang (legislator)
lain. Jika misalnya yang ditafsirkan itu dalam undang-undang itu sendiri.21
adalah pasal dari suatu undang-undang, Misalnya, arti kata yang dijelaskan dalam
maka ketentuan-ketentuan yang sama, pasal atau dalam penjelasannya. Jikalau
apalagi satu asas dalam peraturan lainnya, ingin mengetahui apa yang dimaksud
19
harus dijadikan acuan . dalam suatu pasal, maka langkah pertama
adalah lihat penjelasan pasal itu. Oleh
4. Penafsiran sosiologis
sebab itu, penjelasan undang-undang
Menurut Utrecht, setiap penafsiran selalu diterbitkan tersendiri, yaitu dalam
undang-undang harus diakhiri dengan Tambahan Lembaran Negara, sedangkan
penafsiran sosiologis agar keputusan naskah undang-undang diterbitkan dalam
hakim dibuat secara sungguh-sungguh Lembaran Negara.
sesuai dengan keadaan yang ada dalam
Sementara itu, Visser’t Hoft
masyarakat. Utecht mengatakan bahwa
mengemukakan 7 (tujuh) model penafsiran
hukum merupakan gejala sosial, maka
hukum, yaitu :22
setiap peraturan memiliki tugas sosial
yaitu kepastian hukum dalam masyarakat. 1. Penafsiran Gramatikal atau
Tujuan sosial suatu peraturan tidak Interpretasi Bahasa
senantiasa dapat dipahami dari kata-kata
Dalam model ini, penafsiran
yang dirumuskan. Oleh karena itu, hakim
grmatikal yang dimaksud mempunyai
harus mencarinya. Penafsiran sosiologis
20
Ibid., hlm. 216.
21
Ibid., hlm. 217
19 22
Ibid., hlm. 212-213. Ph. Visser’t Hoft, Loc. cit.
17
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

pengertian yang sama sebagaimana telah berhubungan dengan pembahasan


dikemukakan sebelumnya. termasuk surat menyurat yang
berhubungan dengan penyusunan suatu
2. Penafsiran Sistematis
undang-undang.
Makna formulasi sebuah kaidah
4. Penafsiran Sejarah Hukum
hukum atau makna dari sebuah istilah
yang ada di dalamnya ditetapkan lebih Penafsiran dengan cara
jauh dengan mengacu pada hukum sebagai menentukan arti suatu rumusan norma
sistem. Langkah yang dilakukan yaitu hukum dapat memperhitungkan sejarah isi
dengan mencari makna kata-kata yang norma atau pengertian hukum dengan cara
terdapat di dalam suatu peraturan yang ada mencari keterkaitan dengan pendapat
kaitannya dan melihat pula kaidah-kaidah penulis-penulis, atau konteks
lainnya. Menurut Visser’t Hoft, dalam kemasyarakatn masa lalu.
sebuah sistem hukum yang
5. Penafsiran Teleologis
menitikberatkan pada kodifikasi, maka
merujuk pada pada sistem undang-undang Maksudnya yaitu menafsirkan
atau kitab undang-undang merupakan hal dengan cara mengacu kepada formulasi
yang biasa. Perundang-undangan adalah norma hukum menurut tujuan dan
sebuah sistem. Ketentuan-ketentuan yang jangkauannya. Fokus perhatian dalam
ada didalamnya saling berhubungan dan menafsirkan adalah fakta bahwa pada
sekaligus keterhubungan tersebut dapat norma hukum mengandung tujuan atau
menentukan suatu makna. Akan tetapi, asas yang menjadi dasar sekaligus
dalam tatanan hukum yang tidak mempengaruhi interpretasi.
terkodifikasi, merujuk pada sistem
6. Penafsiran Antisipatif
dimungkinkan sepanjang karakter
sistematis dapat diasumsikan atau Menurut Visser’t Hoft. Metode
diandaikan. penafsiran ini dilakukan dengan cara
merujuk RUU yang sudah disiapkan untuk
3. Penafsiran Sejarah Undang-
dibahas atau sedang dibahas dalam
Undang
parlemen. Dengan cara ini sebenarnya
Penafsiran dengan cara merujuk hakim melihat ke masa yang akan datang
pada sejarah penyusunannya, membaca (forward looking). Dengan perkataan lain,
risalah, catatan pembahasan oleh komisi- hakim dapat saja berpendirian bahwa
komisi dan naskah-naskah lain yang penafsiran terhadap norma hukum yang
18
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

dilakukannya didasarkan atas penelahaan keseluruhan sistem perundang-


dari sudut pandang hukum baru. undangan.
4. Interpretasi Sosiologis atau
7. Penafsiran Evolutif-Dinamis
Teleologis, makna undang-undang
Penafsiran ini dilakukan karena ada dilihat berdasarkan tujuan
perubahan pandangan masyarakat dan kemasyarakatannya, sehingga
situasi kemasyarakatan. Makna yang penafsiran dapat mengurangi
diberikan kepada suatu norma bersifat kesenjangan antara sifat positif
mendobrak perkembangan setelah hukum dengan kenyataan hukum.
diberlakukannya hukum tertentu. Salah 5. Interpretasi Komparatif,
satu cirri penting penafsiran ini ialah menafsirkan dengan cara
pengabaian maksud pembentuk undang- membandingkan dengan berbagai
undang. Makna obyektif atau aktual sistem hukum.
maupun subyektif dari suatu norma sama 6. Interpretasi Fituristik, menafsirkan
sekali tidak berperan lagi. undang-undang dengan cara
melihat pula RUU yang sedang
Jazim Hamidi, dengan mengutip
dalam proses pembahasan.
pendapat Sudikno Mertokusumo, A. Pitio,
7. Interpretasi Restriktif, membatasi
Achmad Ali, dan Yudha Bhakti, mencatat
penafsiran berdasarkan kata yang
11 (sebelas) macam metode penafsiran
maknanya sudah tertentu.
hukum, yaitu :23
8. Interpretasi Ekstensif, menafsirkan
1. Interpretasi Gramatikal, dengan melebihi batas hasil
menafsirkan kata-kata dalam penafsiran gramatikal.
undang-undang sesuai kaidah 9. Interpretasi Otentik, penafsiran
bahasa dan kaidah hukum tata yang hanya boleh dilakukan
bahasa. berdasarkan makna yang sudah
2. Interpretasi Historis, yaitu jelas dalam undang-undang.
penafsiran sejarah undang-undang 10. Interpretasi Interdisipliner,
dan sejarah hukum. menggunakan logika penafsiran
3. Interpretasi Sistematis, lebih dari satu cabang ilmu hukum.
menafsirkan undang-undang 11. Interpretasi Multidisipliner,
sebagai sebagai bagian dari menafsirkan dengan menggunakan
tafsir ilmu lain di luar ilmu hukum.
23
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum,
cet. I, (Yogyakarta : UII Press 2005), hlm. 53-57.
19
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

Dalam hubungannya dengan i. Substansive reasons.


penafsiran, dapat dikembangkan pula j. The argument from intention.
pendapat Jerzy Wroblewski yang
William Eskrige dalam bukunya
mengembangkan meta-teori rasionalistik
mengembangkan teori dinamika penafsiran
dan relativistik mengenai penafsiran dan
undang-undang (dynamic theory of
implementasi undang-undang (legal
statutory interpretation) dengan
statutes), yaitu teori tentang interpretasi
menyatakan, “… that statutory
atau teori tentang ideologi-ideologi
interpretation changes in response to new
penafsiran undang-undang24.
political aligments, new interpreters, and
Dalam penafsiran dikenal pula adanya new ideologies”. Sementara Aulis Aarnio
tipe-tipe argumen-argumen yang mengatakan, tugas dogmatik hukum
digunakan, (McCormick and Summers, adalah menginterpretasikan dan
25
1991), yaitu : mensistematisasi norma-norma hukum
(The tasks of legal dogmatic are
a. The argument from ordinary
interpretation and systematization of legal
meaning, atau menggunakan
norms). Dua kebutuhan pokok dalam
argument makna umum yang
penafsiran hukum menurutnya, adalah
berlaku dalam masyarakat.
rasionalitas dan akseptabilitas.
b. The argument from technical
Sistematisasi bermaksud melakukan
meaning, atau menggunakan
reformulasi norma-norma hukum dalam
argument teknis yang dipakai
pengungkapan abstrak dalam hubungannya
dalam istilah teknis.
terhadap konsep-konsep dasar.
c. The argument from contextual-
harmonization. Sistematisasi adalah pembawa
d. The argument from precedent. tradisi hukum. Dikatakan oleh Aulis
e. The argument from analogy. Aarnio, interpretasi adalah aktivitas
f. The argument from relevant hermenutik yang menjustifikasi dalam
principles of law. hubungannya terhadap audien hukum,
g. The argument from history. yang dikarakterisasikan sebagai esensia
h. The argument from purpose. secara relativistik dalam pengertian
24 mengakui kemungkinan perselisihan
Jerzy Wroblewsky, dalam Alexander
Peczenik, “Kinds of Theory of egal tentang evaluasi. Dworkin mengatakan :
Argumentation”, http://www.
Ivr2003/Peczenik_Argumentation.htm, diakses
pada tanggal 5 mei 2015
25
Alexander Peczenik, loc. cit.
20
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

“The adjudicative principle of adalah simbol-simbol atau tanda-tanda


integrity instructs judges to identify legal
yang disusun sedemikian rupa dalam
rights and duties, so far as possible, on the
assumption that they were all created by a bentuk pasal yang dituangkan dalam
single author – the community personified
rumusan Undang-Undang Dasar, undang-
– expressing a coherent conception of
justice and fairness. (…) According to law undang, atau peraturan-peraturan tertulis
as integrity, propositions of law are true if
lainnya.
they figure in or follow from the principles
of justice, fairness, and procedural due
process that provide the best constructive Hukum yang tertulis dalam batas-
interpretation of the community’s legal batas tertentu dapat ditelusuri maksudnya,
practice”.
meskipun adakalanya ketika harus
Selanjutnya Dworkin mengatakan
diterapkan pada suatu kasus dalam banyak
pula :
situasi dan kondisi sosial ternyata tidak
“Law as integrity (…) holds that mudah. Korupsi, misalnya, adalah kata
people have as legal rights whatever rights yang memerlukan kecermatan dalam
are sponsored by the principles that
provide the best justification of legal penerapannya meskipun sudah jelas
practice as a whole. Dworkin claim’s … rumusannya. Demikian pula kata “jasa”
that the true theory of legal practice is the
theory that’s puts legal practice in its best dalam konteks hukum, apakah orang yang
light. By “best lights” Dworkin means a menerima imbalan atas jasanya membantu
measure of desirability or goodness : the
true theory of legal practice, says memperkenalkan kepada panitera kepala
Dworkin, potrays the practiceat its most pengadilan dapat dianggap terlibat dalam
desirable. Now why would that be the
case? What’s between the desirability of a kejahatan, jikalau ternyata orang
theory and its truth?”. diperkenalkan itu kemudian menyuap
Terlepas dari segala macam panitera tersebut.
metode atau teori penafsiran di atas, suatu
Dalam penerapan hukum selain
hal yang perlu menjadi perhatian serius
penafsiran, seperti telah diuraikan
adalah bahwa hukum, baik yang tertulis
sebelumnya, dikenal pula kegiatan
maupun tidak tertulis, adalah konsep yang
penemuan hukum atau metode konstruksi.
berasal dari kata-kata yang dahulunya
Metode ini digunakan ketika juris (hakim,
diucapkan oleh satu, dua, atau lebih
penuntut umum, dan pakar hukum)
banyak orang yang kemudian disusun
menghadapi ketiadaan dan kekosongan
dalam kalimat. Tiap-tiap perkataan itu di
aturan untuk menyelesaikan persoalan
dalamnya mengandung beberapa atau
konkrit. Penemuan hukum secara lebih
bahkan banyak makna, sehingga hukum
umum pada prinsipnya adalah reaksi
dalam konteks norma sesungguhnya
terhadap situasi-situasi problematikal yang
21
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

dipaparkan dalam peristilahan hukum. hal lain yang sebaliknya dapat ditafsirkan
Tujuannya adalah memberi jawaban sebaliknya.
terhadap persoalan-persoalan dan mencari
3. Metode Penyempitan Hukum.
penyelesaian sengketa konkret.26 Tentang
Misalnya, “perbuatan melawan
penemuan hukum ini sebagian pakar
hukum” dapat dipersempit artinya
memisahkannya dari penafsiran hukum,
untuk peristiwa tertentu yang
sebagian lagi menganggapnya termasuk
termasuk perbuatan melawan
metode penafsiran hukum.
hukum, sehingga terdapat peristiwa
Konstruksi hukum menurut teori dan yang dapat dikatagorikan perbuatan
praktek dapat dilakukan dengan 4 (empat) melawan hukum.
metode, yaitu : 4. Fiksi Hukum.
Menafsirkan atau menginterpretasi,
1. Analogi atau Metode argumentum
menurut Arief Sidharta, intinya adalah
per analogium.
kegiatan mengerti atau memahami27.
Cara kerjanya, metode ini diawali Hakikat memahami sesuatu adalah yang
dengan pencarian esensi umum suatu disebut filsafat hermeneutika atau metode
peristiwa hukum yang ada dalam undang- memahami atau metode interpretasi
undang. Esensi yang diperoleh kemudian dilakukan terhadap teks secara holistik
dicoba terhadap peristiwa yang dihadapi. dalam bingkai keterkaitan antara teks,
Apakah peristiwa itu memiliki kesamaan konteks, dan kontekstualisasi28.
prinsip dengan prinsip yang terdapat dalam Memahami sesuatu adalah
esensi umum tadi. Umpamanya apakah menginterpretasi sesuatu agar
seseorang yang “memancing belut” dapat memahaminya. Dalam hubungan ini
diberi sanksi, sementara larangan yang Gadamer mengatakan, seperti dikutip oleh
tertera di sudut kolam berbunyi “dilarang Arief Sidharta,29 Ilmu Hukum adalah
memancing ikan”. sebuah eksamplar Hermeneutika in optima
forma, yang diaplikasikan pada aspek
2. Metode Argumentum a Contrario.
kehidupan bermasyarakat. Sebab, dalam
Ini digunakan jika ada ketentuan menerapkan Ilmu Hukum ketika
undang-undang yang mengatur hal tertentu menghadapi kasus hukum, maka kegiatan
untuk peristiwa tertentu, sehingga untuk
27
B. Arief Sidharta, dalam kata pengantar,
Jazim Hamidi, Op. cit., hlm. XI-XV
28
Hamidi, Op. cit., hlm. 45.
26 29
J.A. Pointer, Loc. cit. Ibid., hlm. Xiii.
22
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

interpretasi tidak hanya dilakukan terhadap dalam kerangka hermeneutika pada


teks yuridis, tetapi juga terhadap umumnya32.
kenyataan yang menyebabkan munculnya Dalam hubungan dengan
masalah hukum itu sendiri. penafsiran atau interpretasi, Alexander
Dalam melakukan interpretasi tentu Peezenick menyatakan, “…statements are
saja antara penafsir dan teks yang hendak partly a result of the author’s
ditafsirkan terdapat perbedaan waktu philosophical background, partly a useful
bertahun-tahun bahkan puluhan atau tool for political debate”.33 Pandangan
ratusan tahun. Oleh karena itu, ketika konvensional dalam penafsiran undang-
melakukan interpretasi acapkali muncul undang menganggap bahwa pengadilan
dua sudut pandang yang berbeda antara harus berupaya menemukan tujuan atau
teks yang hendak ditafsirkan dengan maksud dari pembuat undang-undang (the
pandangan penafsir sendiri. Kedua farmer’s intent). Penafsiran demikian
pandangan itu kemudian diramu dengan sejalan dengan pandangan bahwa proses
berbagai aspek yang dipedomani oleh pembentukan undang-undang didominasi
penafsir, yaitu keadilan, kepastian hukum, oleh kesepakatan nilai-nilai di antara
prediktabilitas, dan kemanfaatan. berbagai kelompok kepentingan. Bagi
Titik tolak hermeneutika adalah
32
Ibid., hlm. 45.
kehidupan manusiawi dan produk 33
Posner, Op. cit, hlm. 576-577. The
conventional view of statutory interpretation is that
budayanya, termasuk teks-teks hukum the court endeavors (mengusahakan) to discover
(menemukan) and effect to the intentions of the
yang dihasilkan olehnya30. Gregory Leyh enacting legislature. This is consisten with viewing
mengatakan, hermeneutika hukum adalah the legislative process as one dominated by deals
(kesepakatan) among intrest groups; in this view
merekonstruksikan kembali dari seluruh legislative enactment is a bargained sale and the
same methods used in the interpretation of
problema hermeneutika dan kemudian ordinary private contracts are appropriate (tepat).
The process od discovering legislative intent,
membentuk kembali kesatuan however, is more difficult than that of discovering
the intent behind an ordinary contract because of
hermeneutika secara utuh, di mana ahli
the plural nature of enacting body. The statements
hukum dan teologi bertemu dengan para of individual legislators, even of legislative
committees, cannot automatically be assumed to
ahli humaniora31. Tujuan hermeneutika express the views of the “silent majority” that
necessary for enactment. Furthermore, the
hukum itu adalah untuk menempatkan proponents (pendukung) of interest groups
legislation may conceal the true objective of the
perdebatan kontemporer tentang true objective of the legislation in order to increase
the informant cost of opponents.yet to some extent
penafsiran atau interpretasi hukum di at least, this reticense is self-defeating. What is
concealed from the public is likely to be concealed
from the judges, leading the construct a public
interest rationale that may blunt the redistributive
30
Ibid., hlm. 39. thrust of the legislation (but sometimes exaggerate
31
Ibid., hlm. 42. it-when?).
23
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

pembentuk undang-undang, kesepakatan mengungkapkan makna essensi hukum


adalah produk tawar menawar (political sebagai suatu pendirian atau sikap. Hukum
bargain). konstitusi tertulis juga tunduk pada
Metode serupa juga digunakan perubahan, dan Mahkamah Konstitusi
dalam penafsiran perjanjian-perjanjian disebut pada tahap tertentu berperan dalam
perdata. Proses penemuan maksud perubahan-perubahannya melalui
pembentuk undang-undang, pelaksanaan fungsi-fungsi yudisialnya
bagaimanapun, lebih sulit ketimbang
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI
menemukan maksud yang
INDONESIA
melatarbelakangi kontrak-kontrak perdata,
sebab badan pembuat undang-undang Kekuasaan Kehakiman dengan
memiliki ciri kemajemukan. Pernyataan- para hakimnya diatur dalam BAB IX UUD
pernyataan pribadi anggota badan 1945 Pasal 24 dan 25. Dalam penjelasan
pembentuk undang-undang tidak bisa UUD 1945 dicantumkan, bahwa negara
secara otomatis dianggap pengungkapan Republik Indonesia adalah negara hukum
pandangan mayoritas yang paling dan konsekuensi dari padanya ialah
mempengaruhi suatu undang-undang. menurut UUD ditentukan adanya suatu
Pendukung kelompok-kelompok kekuasaan kehakiman yang merdeka
kepentingan boleh jadi menyembunyikan artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
tujuan yang sebenarnya dari legislasi. pemerintah dan berhubung dengan itu
Penafsiran konstitusi, di Jerman harus diadakan jaminan dalam Undang-
misalnya, menurut Leibholz, Mahkamah Undang tentang kedudukan para hakim.
Konstitusi Jerman adalah mahkamah yang Adanya suatu kekuasaan kehakiman
bebas, membantu dengan memberikan (Badan Yudikatif) yang merdeka mandiri
jaminan kebebasan bagi pengadilan dan dalam melaksanakan tugasnya
menjalankan fungsi administrasi hukum menandakan bahwa negara Republik
dalam pengertian materiel. Putusan- Indonesia adalah suatu negara hukum.
putusan Mahkamah Konstitusi Jerman Fungsi kekuasaan kehakiman diatur dalam
disebut hukum yang sesungguhnya (real Pasal 1 (satu) Undang-Undang Nomor 48
law). Keputusan-keputusannya merupakan Tahun 2009 yang berbunyi “Kekuasaan
putusan yang murni bersifat hukum, di kehakiman adalah kekuasaan negara yang
mana hakim-hakim tidak melakukan merdeka untuk menyelenggarakan
penemuan-penemuan di luar batas peradilan guna menegakkan hukum dan
substansi hukum dasar, melainkan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
24
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

terselenggaranya negara Hukum Republik menafsirkan hukum atau


Indonesia”34. Undang-Undang melalui
cara/metoda penafsiran yang
Dalam Pasal 10 Undang-Undang
lazim berlaku dalam ilmu
Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009
hukum.
disebutkan “ Pengadilan dilarang menolak
c. Dalam kasus yang belum ada
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
Undang-Undang/hukum
suatu perkara yang diajukan dengan dalih
tertulis yang mengaturnya,
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
maka hakim harus menemukan
melainkan wajib untuk memeriksa dan
hukumnya dengan menggali
mengadilinya”35.
dan mengikuti nilai-nilai
Selanjutnya dalam pasal 5 ayat (1) hukum yang hidup dalam
Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 masyarakat.
menyebutkan:
Pada akhirnya hakim harus
“Hakim dan Hakim konstitusi memutuskah perkara yang diadilinya
wajib menggali, mengikuti dan memahami semata-mata berdasarkan hukum,
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang kebenaran dan keadilan dengan tiada
36
hidup dalam masyarakat” . membeda-bedakan orang dengan pelbagai
resiko yang dihadapinya. Agar supaya
Berpijak dari Undang-Undang
putusan hakim diambil secara adil dan
tersebut diatas maka dalam mengadili
obyektif berdasarkan hukum, kebenaran
perkara-perkara yang dihadapinya maka
dan keadilan, maka selain pemeriksaan
hakim akan bertindak sebagai berikut :
harus dilakukan dalam sidang yang
a. Dalam kasus yang hukumnya terbuka untuk umum (kecuali Undang-
atau Undang-Undangnya Undang menentukan lain), juga hakim
sudah jelas tinggal wajib membuat pertimbangan-
menerapkan saja hukumnya. pertimbangan hukum yang dipergunakan
b. Dalam kasus dimana untuk memutus perkaranya.
hukumnya tidak atau belum
Demi mencegah subyektivitas
jelas maka hakim akan
seorang hakim, maka Pasal 5 Undang-
34
Undang-Undang RI, Nomor 48 Tahun Undang Nomor 48 Tahun 2009
2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1,
Jakarta 2009. menentukan bahwa hakim wajib menggali,
35
Ibid, Pasal 10.
36
Ibid, Pasal 5. mengikuti dan memahami nilai-nilai
25
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

hukum yang hidup dalam masyarakat. Dengan mempertimbangkan nilai-


Namun tentu saja menggali dan nilai hukum yang baik dalam masyarakat
menemukan nilai-nilai hukum yang baik untuk kemudian disaringnya menurut rasa
dan benar yang sesuai dengan Pancasila keadilan dan kesadaran hukumnya sendiri,
dan “According to the law of civilizied maka hakim berarti telah memutus perkara
Nations”37. berdasarkan hukum dan rasa keadilan
dalam kasus yang dihadapinya.
Apabila hakim memutus
berdasarkan hukum/undang-undang Seandainya dalam menemukan
nasional, maka ia tinggal menerapkan isi hukumnya, hakim berpendapat bahwa bila
hukum/undang-undang tersebut, tanpa nilai-nilai hukum yang hidup dalam
harus menggali nilai-nilai hukum dalam masyarakat tidak sesuai dengan Pancasila,
masyarakat, karena hukum/undang-undang UUD 1945 atau perundang-undangan
nasional adalah ikatan pembuat Undang- lainnya, maka hakim tidak wajib
Undang (DPR bersama Pemerintah) atas mengikutinya karena hakimlah yang oleh
nama rakyat Indonesia. Akan tetapi bila negara diberi kewenangan untuk
hukum/undang-undang tersebut adalah menentukan hukumnya bukan masyarakat.
produk kolonial atau produk zaman orde
Bukankah putusan hakim yang
lama, maka hakim dapat menafsirkan agar
baik harus dapat memenuhi dua
dapat diterapkan yang sesuai dengan
persyaratan, yakni memenuhi kebutuhan
situasi dan kondisi masa kini. Dalam hal
teoritis maupun praktis. Yang
ini hakim harus menggali nilai-nilai
dimaksudkan kebutuhan teoritis disini
hukum yang hidup dalam masyarakat.
ialah bahwa menitikberatkan kepada fakta
Demikian pula dalam hal hukum/undang-
hukum beserta pertimbangannya maka
undangnya kurang jelas atau belum
putusan tersebut harus dapat
mengaturnya dan khususnya dalam hal
dipertanggungjawabkan dari segi ilmu
berlakunya hukum adat atau hukum tidak
hukum bahkan tidak jarang dengan
tertulis, maka hakim perlu menggali nilai-
putusannya yang membentuk
nilai hukum dalam masyarakat, hakim
yurispundensi yang dapat menentukan
harus menemukan hukum yang sesuai
hukum baru (merupakan sumber hukum).
dengan kebutuhan zaman.
Sedangkan yang dimaksud dengan
kebutuhan praktis ialah bahwa dengan
putusannya diharapkan hakim dapat
37
Mahkamah Agung RI, (Bina Yustitia:
Jakarta, 1994), hlm.12. menyelesaikan persoalan/sengketa hukum
26
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

yang ada dan sejauh mungkin dapat menjadi referensi terhadap pembaruan
diterima oleh pihak-pihak yang hukum, dalam era reformasi dan
bersengketa, maupun masyarakat pada transformasi sekarang ini ? Untuk itulah
umumnya karena dirasakan adil, benar dan hakim harus melengkapi diri dengan ilmu
berdasarkan hukum38. hukum, teori hukum, filsafat hukum dan
sosiologi hukum. Hakim tidak boleh
Karena itulah tugas hakim menjadi
membaca hukum itu hanya secara normatif
lebih berat karena ia akan menentukan isi
(yang terlihat) saja. Dia dituntut untuk
dan wajah hukum serta keadilan dalam
dapat melihat hukum itu secara lebih
masyarakat kita, ia merupakan
dalam, lebih luas dan lebih jauh kedepan.
penyambung rasa dan penyambung lidah,
Dia harus mampu melihat hal-hal yang
penggali nilai-nilai hukum dan rasa
melatarbelakangi suatu ketentuan tertulis,
keadilan bagi masyarakat, ia pula yang
pemikiran apa yang ada disana dan
diharapkan oleh masyarakat menjadi
bagaimana rasa keadilan dan kebenaran
benteng terakhir dalam menegakkan
masyarakat akan hal itu.
hukum dan keadilan dalam negara.
Mengapa penemuan hukum
Pada kenyataannya hakim dalam
diperlukan? Hakim dalam pemeriksaan
memeriksa dan memutus perkara sering
dan memutus perkara ternyata seringkali
menghadapi suatu keadaan, bahwa hukum
menghadapi suatu kenyataan bahwa
tertulis tersebut ternyata tidak selalu dapat
hukum yang sudah ada tidak dapat secara
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
pas untuk menjawab dan menyelesaikan
Bahkan seringkali hakim harus
sengketa yang dihadapi. Hakim harus
menemukan sendiri hukum itu dan/atau
mencari kelengkapannya dengan
menciptakan untuk melengkapi hukum 39
menemukan sendiri hukum itu .
yang sudah ada, dalam memutus suatu
perkara hakim harus mempunyai inisiatif Menurut Sudikno Mertokusumo,
sendiri dalam menemukan hukum, karena kegiatan kehidupan manusia itu sangat
hakim tidak boleh menolak perkara dengan luas, tidak terhitung jumlah dan jenisnya,
alasan hukum tidak ada, tidak lengkap atau sehingga tidak mungkin tercakup dalam
hukum samar-samar. suatu peraturan perundang-undangan
dengan tuntas dan jelas. Maka wajarlah
Masalahnya sekarang, bagaimana
membuat putusan yang baik agar dapat 39
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo ;
Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Jakarta, PT.
38
Ibid, hlm.17. Citra Aditya Bhakti, 1993), hlm.10.
27
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

kalau tidak ada peraturan perundang- (rechtstoepassing) ? Untuk menjawab


undangan yang dapat mencakup akan pertanyaan tersebut haruslah dicari dalam
keseluruhan kehidupan manusia, sehingga aturan perundang-undangan yang
tidak ada peraturan perundang-undangan berkaitan dengan dunia peradilan atau
yang selengkap-lengkapnya dan yang yang mengatur kekuasaan kehakiman
sejelasjelasnya. Oleh karena hukumnya yakni Undang-Undang Dasar NRI Tahun
tidak jelas maka harus dicari dan 1945, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
ditemukan40. tentang Kekuasaan Kehakiman.

Untuk itu, hakim harus Dalam hal menemukan hukum


menerapkan hukum sesuai dengan untuk memutuskan suatu perkara dimana
peraturan perundang-undang yang seorang hakim wajib mengadili, mengikuti
mencakup dua aspek hukum : pertama dan memahami nilai-nilai hukum dan
hakim harus menggunakan hukum keadilan yang hidup dalam masyarakat.
tertulis terlebih dahulu, akan tetapi Selanjutnya dapat dipahami bahwa
apabila hukum tertulis tersebut ternyata “Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan
tidak cukup atau tidak pas, maka hakim sesuai dengan hukum dan rasa
keduanya barulah hakim mencari dan keadilan yang hidup didalam
menemukan sendiri hukum itu dari masyarakat.”
sumber-sumber hukum lainnya. Sumber-
Dari ketentuan diatas tersirat secara
sumber hukum tersebut adalah
yuridis maupun filosofis, hakim Indonesia
yurispundensi, doktrin, traktat, kebiasaan
mempunyai kewajiban atau hak untuk
atau hukum tidak tertulis.
melakukan penafsiran hukum atau
Dari uraian-uraian diatas timbul penemuan hokum agar putusan yang
pertanyaan, bagaimana dengan hakim diambilnya dapat sesuai dengan hukum
Indonesia, adakah dia berhak untuk dan rasa keadilan masyarakat. Ketentuan
melakukan penemuan hukum ini berlaku bagi semua hakim dalam
(rechtsvinding) dan penciptaan atau semua lingkungan peradilan dan dalam
pembentukan hukum (Rechts schcipping) ruang lingkup hakim tingkat pertama,
ataukah hakim Indonesia hanya sekedar tingkat banding maupun tingkat kasasi
corong dari undang-undang atau Hakim Agung.

Hal yang sangat menarik ialah :


40
Sudikno Mertokusumo, Penemuan
Hukum SebuahPengantar, (Yogyakarta; Liberty ”Dalam memeriksa perkara, Mahkamah
Yogyakarta, 2001), hlm.37.
28
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

Agung berkewajiban mengadili, mengikuti mudah untuk diubah dengan cepat


dan memahami rasa keadilan yang hidup mengikuti perubahan masyarakat. Disisi
dalam masyarakat.” Disebut menarik yang lain dalam kehidupan modern dan
karena tugas dan tanggungjawab seorang kompleks serta dinamis seperti sekarang
Hakim Agung karena keluhuran ini, masalah-masalah hukum yang
jabatannya dapat melakukan penemuan dihadapi masyarakat semakin banyak dan
hukum bahkan kalau mungkin terobosan beragam yang menuntut pemecahannya
hukum dalam upaya mewujudkan dan segera.
memenuhi rasa keadilan masyarakat
Penafsiran hukum hakim dalam
melalui putusan-putusan yang diambilnya
proses peradilan haruslah dilakukan atas
dalam penyelesaian perkara yang
prinsip-prinsip dan asas-asas tertentu.yang
disodorkan kepadanya.
menjadi dasar sekaligus rambu-rambu bagi
Hakim Agung sebagai hakim hakim dalam menerapkan kebebasannya
kasasi, memang tidak merekonsiliasi fakta- dalam menemukan dan menciptakan
fakta, tetapi hanya menilai apakah Judex hukum. Dalam upaya penemuan dan
Facti benar atau salah dalam menegakan penciptaan hukum, maka seorang hakim
hukum, yakni ketika memasuki tahapan mengetahui prinsip-prinsip peradilan yang
kualifikasi dan tahap konstitusi. Kecuali ada dalam peraturan perundang-undangan
dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di yang berkaitan dengan dunia peradilan,
mana Hakim Kasasi dalam mengabulkan dalam hal ini Undang-Undang Dasar NRI
permohonan tersebut dan memutuskan Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 48
untuk mengadili kembali, maka dalam hal Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
ini Hakim Agung selaku hakim kasasi Kehakiman .
bertindak tidak semata-mata sebagai Judex
Dari peraturan perundang-
Juris tetapi juga bertindak sebagai Judex
undangan tersebut di atas dapat ditemukan
Facti. Selanjutnya, pada dasarnya hakim
beberapa prinsip sebagai berikut :
memang harus menegakan hukum yang
ada dalam peraturan perundang-undangan. 1. Putusan pengadilan adalah
Adanya hukum yang tertulis dalam bentuk untuk melindungi segenap
perundang-undangan sebagai wujud dari bangsa Indonesia serta
asas legalitas memang lebih menjamin memajukan kesejahteraan
adanya kepastian hukum. Tetapi undang- umum dan mewujudkan
undang sebagai produk politik tidak keadilan sosial bagi seluruh

29
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

rakyat Indonesia. Prinsip ini 2009. Dalam pasal 24 ayat (1)


diambil dari alinea keempat Undang-Undang Dasar NRI
Pembukaan Undang-Undang 1945 dan pasal 1 Undang-
Dasar NRI Tahun 1945 yang Undang Nomor 48 Tahun
berisi lima dasar negara yang 2009 ditegaskan bahwa
disebut Pancasila. Prinsip ini kekuasaan kehakiman adalah
merupakan landasan filosofis kekuasaan negara yang
setiap hakim dalam memeriksa merdeka. Dalam penjelasan
dan mengadili suatu perkara. terhadap pasal 1 tersebut
2. Peradilan dilakukan Demi disebutkan bahwa kekuasaan
Keadilan Berdasarkan kehakiman bebas dari segala
Ketuhanan Yang Maha Esa. campur tangan pihak
Asas atau prinsip ini terdapat kekuasaan extra judisial
dalam pasal 2 ayat (1) kecuali dalam hal-hal yang
Undang-Undang Nomor 48 diatur dalam Undang-Undang
Tahun 2009 yang dalam Dasar NRI Tahun 1945,
penjelasannya dinyatakan sedangkan pasal 3 Undang-
sesuai dengan pasal 29 Undang Nomor 48 Tahun
Undang-Undang Dasar NRI 2009, menegaskan hakim
Tahun 1945. Dalam harus bersikap mandiri.
prakteknya kalimat Demi 4. Prinsip pengadilan tidak boleh
Keadilan Berdasarkan menolak perkara.
Ketuhanan Yang Maha Esa Prinsip ini tertuang dalam
harus dijadikan kepala putusan pasal 10 ayat (1) yang
(irah-irah) dalam setiap menyatakan bahwa pengadilan
putusan Pengadilan, jika tidak tidak boleh menolak untuk
maka putusan tersebut tidak memeriksa, mengadili dan
mempunyai daya eksekutorial. memutus suatu perkara yang
3. Prinsip Kemandirian Hakim. diajukan dengan dalih bahwa
Prinsip ini tertuang dalam hukum tidak ada atau kurang
pasal 24 ayat (1) Undang- jelas, melainkan wajib untuk
Undang Dasar NRI Tahun memeriksa dan mengadilinya.
1945 Jo. Pasal 1 dan Undang- 5. Hakim wajib menggali,
Undang Nomor 48 Tahun mengikuti dan memahami nilai
30
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

hukum dan rasa keadilan yang tersebut. Transformasi saperti ini menurut,
hidup dalam masyarakat. Sunaryati Hartono42 dikarenakan adanya
Prinsip tersebut di atas perubahan masyarakat secara mendadak
dimaksudkan agar putusan dan cepat (revolusioner), transformasi
hakim dapat sesuai dengan seperti ini sering kali terjadi sebagai akibat
hukum dan rasa keadilan bagi dari peristiwa berdarah yang bertujuan
masyarakat. menggantikan pimpinan negara ataupun
asas-asas pemerintahan secara tiba-tiba.
Selanjutnya, mengingat selain
Indoensia dalam menerima cara ini, adalah
sistem hukum Eropa sebagai warisan
merupakan suatu kelemahan yang sangat
zaman penjajahan sebagai hukum positif
dirasakan saat ini, pemikiran bangsa
maka di negeri ini dikenal sistem hukum
Indonesia masih terbelenggu dengan cara-
adat dan sistem hukum Islam, maka
cara konservatisme. Bukan saja di
pengertian nilai hukum yang hidup dalam
Indonesia, hukum liberal ini telah
ketentuan diatas haruslah diartikan, nilai-
menyebar ke seluruh dunia. Eropa atau
nilai hukum adat dan nilai-nilai hukum
barat telah memenangkan perjuangan
Islam.
untuk memastikan sistem mana yang
HAKIM, SISTEM HUKUM, DAN dipakai di dunia. Jadi apabila sistem liberal
KARAKTER PENAFSIRAN HUKUM di pakai di dunia, itu lebih didasarkan
kepada konsensus. Hal ini bisa merupakan
Hukum kita yang diwariskan oleh
perlakuan yang tidak adil kepada bangsa-
Hindia Belanda tersebut, sebenarnya
bangsa yang sebetulnya memiliki kultur
berasal dari keluarga sistem hukum
dan perkembangan yang berbeda. Di
continental (Civil Law System) atau yang
Indonesia, sejak dibukanya pendidikan
disebut oleh Rene David41 sebagai “The
hukum, seperti jaksa, advokat, dan hakim.
Romano- Germanic Familiy”. Yang penuh
Maka sangatlah tidak mengherankan
dengan sikap-sikap kapitalisme.
apabila mereka menganggap sistem
Kekhawatiran seperti inilah yang tengah
tersebut sangat absolut, yaitu tak dapat
kita bicarakan, takutnya jiwa ini meresap
diganggu gugat.
ke dalam Negara Republik Indoenesia ini.
Dari sedikit uraian tersebut di atas,
Dengan latar belakang sejarahnya, maka
maka jelas Indonesia ini menganut sistem
Indonesia menerima hukum Eropa
42
Sunaryati Hartono, Bhineka Tunggal Ika
41
Rene David & John C. Brierly, Major : Sebagai Asas Hukum Bagi Pembangunan Hukum
Legal System in The World Today (Stevens & Sons Nasional, ( PT. Citra Aditya Bakti: Bandung,
: London, 1987), hlm 24. 2006), hlm, 26.
31
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

hukum “civil law system”, selain hukum lainnya, yakni penasehat hukum
Indonesia, negara yang menganut civil law dan jaksa yang dinilai mempunyai reputasi
system ini adalah : Perancis; Jerman; tinggi44.
Austria; Negara-negara Amerika Latin; Pengajaran hukum dalam hukum
Turki; sejumlah negara Arab; Afrika keluarga sistem “Civil Law” pada dasarnya
Utara; dan Madagaskar. Ada beberapa berasal dari tradisi kuno Civil Law45, yang
faktor yang dapat dijadikan indikator dikembangkan oleh Irnerius di Stadium
untuk menggolongkan sistem hukum Civile di Bologno pada abad ke-11, tradisi
negara tertentu, untuk menjadi suatu ini sangat kuat pengaruhnya di Eropa
keluarga hukum tersendiri, faktor itu sampai Amerika pada abad ke-19. Metode
antara lain meliputi :43 Latar belakang pengajarannya mengacu kepada doktrin-
sejarah dan pembangunan sistem doktrin, baru berubah secara dramatis di
hukumnya (the historical background and Amerika Serikat pada tahun 1870-an, yang
development of the system); Karakteristik dirintis oleh Christoper Columbus
khas dari cara berpikir (its characteristic Langdell di Universitas Harvard. Ia dalam
typical mode og thought); Pranata- pengajarannya menciptakan metode
pranatanya yang berbeda (its distinctive perkara (case method)46, yang
institution); Jenis sumber hukum yang mengarahkan mahasiswanya untuk lebih
dikenal dan penggunaannya (the types of
legal sources it acknowledges and its 44
Peter de Cruz, Comparative Law in A
Changing World. Op. cit, hlm. 3.
treatment of these) dan ideology (it is 45
Ibid¸hlm 36.
46
ideology). Dalam sejarah pendidikan Hukum di
Amerika Serikat, pada mulanya diterapkan sistem
Hakim dalam keluarga sistem Civil pengajaran kuliah mimbar sepihak (Lecture
Method). Kemudian, Richmond M Pearson dari
Law, direkrut langsung dari tamatan negara bagian North Carolina memimpin sebuah
sekolah Hukum Swasta yang berjalan sampai
Universtas sebagian besar diantara mereka decade 1870-an. Kemudian Parson menggunakan
metode pengajaran Sokrates, Plato, dan Aristoteles.
menekuni profesi hukum sebagai karier
Mahasiswanya membaca bukunya, kemudian
mereka di bidang hukum. Dalam sistem datang ke kantor Person 2 kali seminggu, di
tempatnya mahasiswa kemudian diuji. Selanjutnya
hukum ini, hakim sering dianggap sebagai Langdel meneruskan cara pembelajaran dengan
metode Sokrates. Dengan metode kasus Langdel
puncak karir dari berbagai profesi hukum, mengubah cara belajar di kelas, tidak ada lagi
pemberian mimbar kuliah sepihak dengan
rekrutmen hakim dilakukan dari profesi menelaah hukum dari buku teks, akan tetapi posisi
seorang dosen sekarang telah banyak menjadi
43
Dikatakan menganut Civil Law System, pembimbing (Sokrates Guide), yang memimpin
karena yang menjadi sumber utamanya adalah mahasiswanya untuk memahami konsep dan
Undang-Undang Dasar; Undang-Undang; Case prinsip-prinsip yang tersembunyi dalam kasus-
Law; Doktrin. Lihat Dalam. Fokkema (et al). kasus tersebut. Lihat dalam : Lawrence M.
Introduction to Dutch Law for Foreign Lawyers. Friedman, Law in A Changing Society, (New York
Kluwer : Deventer, 1978, hlm. 298. : Columbia University Press, 1972), hlm 611-613.
32
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

banyak mempelajari dan mengupas adalah : (1) Statutes (Undang-Undang)


laporan (terbitan) perkara yang diptuskan yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan
Pengadilan Banding, yang kemudian legislative; (2) Regulation, adalah
perkara-perkara itu dihimpun dalam buku peraturan-peraturan yang pembuatnya
perkara (Casebook) yang awalnya di susun telah melalui “Power Delegation” dari
sendiri oleh Langdell. Metode ini lebih legeslatif ke eksekutif, (3) Custom, atau
dikenal dengan metode pembelajaran kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan
Sokrates. diterima sebagai hukum oleh masyarakat
Pengajaran Langdell sangat selama tidak bertentangan dengan
dipengaruhi oleh paham formalism klasik Undang-Undang. Berdasarkan sumber
dalam ilmu hukum, yang memandang ilmu hukum itu, maka sistem hukum Eropa
hukum sama dengan ilmu fisika yang Kontinental penggolongannya ada dua,
bekerja atas dasar temuan hubungan yaitu penggolongan ke dalam bidang
kausal. Dalam setiap pengajarannya “Hukum Publik” dan “Hukum Privat”.
Langdell selalu mengatakan, bahwa para Hukum Publik mencakupi
juris itu harus mendayagunakan pengaturan hukum yang mengatur
perpustakaan hukum sebagaimana para kekuasaan dan wewenang penguasa atau
ilmuwan fisika dapat menemukan negara serta hubungannya antara
hubungan sebab akibat di laboratoriumnya masyarakat dengan negara. Yang termasuk
itu, demikian pula para juris itu dengan ke dalam hukum publik adalah : (1)
melakukan analisis-analisis hukum Hukum Tata Negara; (2) Hukum
diperpustakaan idealnya akan dapat Administrasi Negara; (3) Hukum Pidana.
dengan mudah menemukan hubungan Sedangkan hukum privat mencakupi
antara suatu perbuatan hukum yang peraturan-peraturan hukum yang mengatur
berfungsi sebagai penyebab dan apa yang tentang hubungan hukum antara individu-
akan menjadi akibat hukumnya47. individu dalam memenuhi kebutuhan
Uraian tersebut di atas menjelaskan kehidupan demi hidupnya, yang termasuk
bagaimana prinsip utama dan pengajaran ke dalam bidang hukum privat adalah : (1)
hukum pada negara-negarayang bertradisi Hukum Sipil, (2) Hukum Dagang.
Civil Law. Kemudian yang menjadi Pada umumnya, para ahli hukum
sumber dari keluarga hukum Civil Law keluarga sistem hukum Civil Law, lebih
mengarahkan kepada “Law as it is written
47
Cristopher Columbus Langdell, Harvard in the books”. Pola seperti ini makin
Celebration Speeches. Dalam Law Quaterly
Review, 1887 No. 3, hlm 123-125. mendapat penguatan pada abad ke -19,
33
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

yakni setelah Hans Kelsen mengintrodusir 2. Mempertahankan hukum akibat


Ajaran Hukum Murni (Reine Rechtslehre)- terjadi pelanggaran atas suatu
nya. Pola penalaran hukum seperti ini, aturan hukum seperti yang
masih sejalan dengan akar historis yang dilakukan oleh badan peradilan.
dibangun sejak ilmu Romawi. Apabila kita
Dalam hal ini penafsiran hukum
bandingkan dengan Hakim dalam sistem
adalah tugas dari badan peradilan yang
hukum Common Law, maka hakim
pada hakekatnya merupakan tugas dan
tersebut berfungsi tidak hanya sebagai
wewenang seorang hakim untuk dapat
pihak yang bertugas menetapkan dan
memutus suatu perkara dengan
menafsirkan peraturan-peraturan hukum
pertimbangan-pertimbangan yang ada.
saja, melainkan sangat besar yaitu
KESIMPULAN
membentuk tata kehidupan seluruh
masyarakat. Hakim dalam hal ini Penafsiran hukum (interpretasi)
mempunyai wewenang yang sangat luas adalah sebuah pendekatan pada penemuan
dalam hal menafsirkan peraturan yang hukum dalam hal peraturannya ada tetapi
berlaku dan melakukam penafsiran hukum tidak jelas untuk dapat diterapkan pada
untuk dapat menciptakan prinsip-prinsip peristiwanya. Sebaliknya dapat terjadi juga
hukum baru yang akan menjadi pegangan hakim harus memeriksa dan mengadili
bagi hakim lain untuk memutuskan perkara yang tidak ada peraturannya yang
perkara. khusus. Di sini hakim menghadapi
kekosongan atau ketidak-lengkapan
Dalam hal ini penafsiran hukum
undang-undang yang harus diisi atau
yang dilakukan oleh hakim sebagai salah
dilengkapi, sebab hakim tidak boleh
satu penegak hukum, harus dilandasi
menolak memeriksa dan mengadili perkara
dengan pertimbangan dari asas-asas
dengan dalih tidak ada hukumnya. Hakim
penerapan hukum positif, yang dilakukan
menemukan hukum itu untuk mengisi
dalam rangka :48
kekosongan hukum tersebut.
1. Melaksanakan hukum sebagai
Penafsiran merupakan kegiatan
suatu fungsi pelayanan atau
yang sangat penting dalam hukum.
pengawasan terhadap kegiatan
Penafsiran merupakan metode untuk
masyarakat .
memahami makna yang terkandung dalam
teks-teks hukum untuk dipakai dalam
48
http://adzata.blogspot.com, diakses pada menyelesaikan kasus-kasus atau
tanggal 10 Mei 2015
34
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

mengambil keputusan atas hal-hal yang menemukan dan menciptakan hukum.


dihadapi secara konkrit. Di samping hal Dalam upaya penafsiran hukum, maka
itu, dalam bidang hukum tata negara, seorang hakim mengetahui prinsip-prinsip
penafsiran dalam hal ini judicial peradilan yang ada dalam peraturan
interpretation (penafsiran oleh hakim), perundang-undangan yang berkaitan
juga dapat berfungsi sebagai metode dengan dunia peradilan, dalam hal ini
perubahan konstitusi dalam arti Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945,
menambah, mengurangi, atau Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
memperbaiki makna yang terdapat dalam Tentang Kekuasaan Kehakiman .
suatu teks Undang-Undang Dasar. Hakim
DAFTAR PUSTAKA
dalam hal ini mempunyai wewenang yang
sangat luas dalam hal menafsirkan Buku-Buku
peraturan yang berlaku dan menciptakan
Asshidiqie, Jimly, 1997, Jakarta, Teori &
prinsip-prinsip hukum baru yang akan Aliran Penafsiran Hukum Tata
menjadi pegangan bagi hakim lain untuk Negara, Cet I. Ind. Hill Co.

memutuskan perkara. Asshidiqie, Jimly, 2007, Konstitusi dan


Ketatanegaraan Indonesia
Secara yuridis maupun filosofis, Kontemporer, (Jakarta, Penerbit The
Biography Institute.
hakim Indonesia mempunyai kewajiban
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti, 2005,
atau hak untuk melakukan penafsiran Aspek-Aspek Perkembangan
hukum atau penemuan hukum agar Kekuasaan Kehakiman di Indonesia,
(Yogyakarta: UII Press)
putusan yang diambilnya dapat sesuai
dengan hukum dan rasa keadilan Fahmal, Muin, 2008, Peran Asas-asas
Umum Pemerintahan Yang Layak
masyarakat. Ketentuan ini berlaku bagi Dalam Mewujudkan Pemerintahan
semua hakim dalam semua lingkungan Yang Bersih, (Yogyakarta, Penerbit
Kreasi Total Media).
peradilan dan dalam ruang lingkup hakim
Hamidi, Jazim, 2005, Hermeneutika
tingkat pertama, tingkat banding maupun Hukum, (Yogyakarta, cet. I : UII
tingkat kasasi atau Hakim Agung. Press)
Hartono, Sunaryati, 2006, Bhineka
Penafsiran hukum oleh hakim Tunggal Ika : Sebagai Asas Hukum
dalam proses peradilan haruslah dilakukan Bagi Pembangunan Hukum Nasional,
( Bandung: PT. Citra Aditya Bakti)
atas prinsip-prinsip dan asas-asas
Hoft, Ph. Visser’t, 2001, Penemuan
tertentu.yang menjadi dasar sekaligus
Hukum, judul asli Rechtsvinding,
rambu-rambu bagi hakim dalam diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta,
menerapkan kebebasannya dalam
35
Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, Januari-Juni 2014 ISSN 1979-4940

Bandung, Laboratorium Hukum FH


Univ Parahyangan.
Juhaefah, Imran, 2011, Hal Ihwal
Kegentingan Yang Memaksa Sebagai
Landasan Pembentukan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, Disertasi, Pascasarjana
Universitas Muslim Indonesia,
Makassar.
Mertokusumo, Susdikno, 2001, Penemuan
Hukum Sebuah Pengantar,
(Yogyakarta, Cet. II : Liberty)
Saleh Djindang, Moh, 1983, Pengantar
Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta,
cet. XI, PT. Ichtiar Baru)
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993,
Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum,
Jakarta, PT. Citra Aditya Bhakti.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar NRI tahun
1945
Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Internet
Jerzy Wroblewsky, dalam Alexander
Peczenik, “Kinds of Theory of egal
Argumentation”, http://www.
Ivr2003/Peczenik_Argumentation.htm
Constitution of The Fifth French Republic,
1958, Article 2, http://www.
Ivr2003/Peczenik_Argumentation.htm
Konstitusi Cina, Article 3 (Democratic
Centralism), http://www.
Ivr2003/Peczenik_Argumentation.htm

36

Anda mungkin juga menyukai