Ikan tuna termasuk komoditas utama dalam program Revitalisasi
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang merupakan strategi pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan daya saing produk, serta menjaga kelestarian sumberdaya alam (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2005). Tuna dipilih karena produksinya masih dapat ditingkatkan, terutama di kawasan Timur Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan potensi pelagis besar secara nasional mencapai 1.165,36 ribu ton (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005). Komoditas tuna merupakan produk hasil tangkapan yang dalam pemanfaatannya harus memperhatikan kelestariannya karena komoditas tersebut dapat punah jika dieksploitasi dalam jumlah yang tinggi. Upaya pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan diwujudkan melalui Peraturan Menteri nomor PER.01/ MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) untuk menerapkan Code of Conduct for Responsible Fisheries atau Tatanan Pengelolaan Perikanan yang bertanggung jawab atau berkelanjutan. Potensi tuna di Kabupaten Pulau Morotai pada tahun 2017 sebesar 496 ton (BPS Kabupaten Pulau Morotai, 2018). Sumberdaya ikan yang potensial ini menjadikan Kabupaten Pulau Morotai menjadi daerah yang kaya jika dapat memanfaatkan tuna dengan maksimal. Hal ini didukung oleh Sofiati (2016), yang mengemukakan bahwa komoditas unggulan perikanan di Kabupaten Pulau Morotai adalah tuna. Pemanfaatan tuna di Kabupaten Pulau Morotai meliputi: dijual mentah langsung ke konsumen dan diolah menjadi produk olahan. Namun, tuna loin yang dihasilkan hanya dipasarkan di pasar nasional. Produk tuna loin yang berstandar internasional ini diproduksi oleh PT. Harta Samudra.