BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
1.5. Hipotesis
a) Adanya potensi resiko pengembangan budidaya laut di KJA yang tidak terkendali.
b) Potensi ancaman mengakibatkan degradasi lingkungan perairan teluk ekas dan Konflik
Latar Belakang
(1) Krisanti dkk (2006), meneliti tentang daya dukung lingkungan perairan untuk
kegiatan budidaya ikan kerapu pada karamba jaring apung. Cakupan
penelitian ini meliputi keseluruhan perairan Teluk Ekas. Sumber cemaran
limbah organik hanya dilihat berdasarkan konsentrasi parameter kualitas air
di perairan yaitu nitrogen (N) dan menghitung Indeks Pencemarannya. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa beberapa parameter kualitas air yaitu amonia
dan nitrat tidak lagi bisa mendukung untuk kegiatan budidaya laut.
(2) Ramdhan (2015), melakukan studi tentang kualitas air berdasarkan komponen
fisika-kimia. Pengambilan data kualitas perairan dilakukan secara purposive
sampling dengan menggunakan alat multiparameter WQC-24 TOA-DKK,
floating drought secara in situ dan pengambilan sampel air untuk diperiksa di
laboratorium. Parameter yang diukur yaitu Suhu, Salinitas, DO, SigmaT, pH,
Kecepatan Arus, Turbiditas, TOM, NO2, NH3, PO4P, Klorofil dan TSS.
Analisa data dilakukan secara deskriptif dan menggunakan analisa grafik
Biplot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan parameter fisika-
kimia yang terukur, masih dalam kondisi bagus. Hanya nilai fosfat rata-rata
16
sebesar 0.41 mg/L yang berada diatas standar baku mutu kepmenneg LH no
51 tahun 2004 yaitu 0,015mg/L.
(3) Radiarta (2015), melakukan penelitian indeks kualitas air dan sebaran nutrien
sekitar budidaya laut terintegrasi di perairan Teluk Ekas untuk aspek penting
budidaya rumput laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan
sebaran nutrien (amonium, nitrat, dan orto-fosfat) menunjukkan fluktuasi
secara spasial dan temporal. Konsentrasi nutrien umumnya tersedia dengan
baik pada jarak 60 m dari KJA. Hasil penelitian ini dapat memberikan
gambaran tentang kondisi kualitas perairan dan ketersediaan nutrien untuk
mendukung pertumbuhan dan produktivitas budidaya rumput laut dengan
sistem IMTA.
Sedangkan penelitian yang terkait dengan analisis keberlanjutan dan
strategi pengelolaan antara lain adalah sebagai berikut :
(6) Yusuf dkk (2012), menganalisis status keberlanjutan budidaya rumput laut
(Kappaphycus alvarezii Doty) di Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.
Analisis menggunakan MDS (multidimensional scalling) dengan pendekatan
Rap-fish. Penelitian menetapkan empat dimensi yaitu dimensi ekologi,
ekonomi, sosial-budaya, dan kelembagaan.
1 Sitorus, S.W., 2013. Deskriptif kuantitatif dengan Desa Kota Pari pada dimensi ekologi dan Hanya menggunakan empat dimensi dalam
Analisis analisis Multi Dimension ekonomi berada pada status kurang menilai status keberlanjutan, yaitu dimensi
Keberlanjutan Scalling (MDS) dengan berkelanjutan, dimensi sosial berada pada ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan.
Budidaya Udang perangkat Rapfish, analisis, status tidak berkelanjutan, sementara
Vaname (Litopenaeus riset lapangan dimensi kelembagaan berada pada status Objek penelitian berbeda, penelitian ini
vannamei) Dalam cukup berkelanjutan. Sedangkan Desa lebih pada kawasan budidaya payau.
Pengembangan Pantai Cermin Kiri dan Desa Kuala Lama
Kawasan Minapolitan memiliki dimensi ekologi, ekonomi, sosial
di Beberapa Desa pada status kurang berkelanjutan sementara
Kecamatan Pantai dimensi kelembagaan berada pada status
Cermin Kabupaten tidak berkelanjutan. Atribut sensitive yang
Serdang Bedagai mempengaruhi keberlanjutan budidaya
Provinsi Sumatera udang dari dimensi ekologi yaitu
Utara. perbandingan mangrove dengan areal
budidaya, kualitas air, kualitas tanah,
persentase luas lahan yang berpotensi.
Dilihat dari dimensi ekonomi sistem
permintaan pasar, kepemilikan asset
budidaya dan industri penunjang, untuk
dimensi sosial yaitu persentase penduduk
bekerja di sektor perikanan, frekuensi
terjadinya konflik, pemahaman dan
kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan. Sementara dari dimensi
kelembagaan menunjukkan atribut
20
2 Budianto, S., 2012. sample survey dan analisa status keberlanjutan pengelolaan perikanan Berbeda kegiatannya antara perikanan
Pengelolaan status keberlanjutannya tangkap komoditas udang di Kabupaten tangkap dengan perikanan budidaya
Perikanan Tangkap menggunakan Rapfish Cilacap menunjukkan dimensi ekologis 83,6
Komoditas Udang (berkelanjutan), ekonomi 52,15 (cukup
Secara Berkelanjutan berkelanjutan), sosial 58,75 (cukup
di Kabupaten Cilacap. berkelanjutan), teknologi 93,11
(berkelanjutan) dan etika (cukup
berkelanjutan) dan secara multidimensi
menunjukkan nilai indeks sebesar 70,04
(cukup berkelanjutan).
3 Fauzi dan Anna, Analisis keberlanjutan dengan Terdapat tiga atribut yang dominan pada Berbeda objek penelitiannya antara
2002. Evaluasi status menggunakan Rapfish aspek ekonomi : marketable right, sector perikanan tangkap dengan perikanan
keberlanjutan employment, dan other income. budidaya.
pembangunan
perikanan: aplikasi Aspek sosial terdapat tiga atribut yang
pendekatan rapfish mempengaruhi aspek keberlanjutan : tingkat
(Studi kasus perairan pendidikan, pengetahuan lingkungan dan
pesisir DKI Jakarta). fishing income.
4 Taslim (2007), Indeks Multidimensional scaling Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi Berbeda objek penelitiannya, serta
Keberlanjutan (MDS) dengan pendekatan ekologi adalah sebesar 55,467 untuk lokasi pendekatan hanya pada dimensi ekologi dan
21
Ekologi-Teknologi pendekatan Rap-Insus- Pulau Lembeh dan 41,796 untuk lokasi tekknologi
Ekosistem Terumbu COREMAG pesisir Bitung. Atribut yang paling sensitif
Karang di Selat adalah sumber-sumber pembuangan limbah,
Lembeh Kota Bitung sedimentasi, pola pemanfaatan terumbu
karang, dan spesies endemik. Nilai indeks
keberlanjutan dimensi teknologi sebesar
49,559 untuk Pulau Lembeh dan 36,034
untuk lokasi pesisir Bitung. Atribut yang
paling sensitif adalah penggunaan alat bantu
penangkapan.
5 Yusuf dkk, (2012), Multidimensional scaling Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berbeda objek penelitiannya antara
Keberlanjutan (MDS) dengan pendekatan tingkat keberlanjutan kegiatan budidaya kegiatan budidaya rumput laut dengan
Budidaya Rumput pendekatan Rap-Fish rumput laut di Kecamatan Binamu budidaya laut
Laut (Kappaphycus Kabupaten Jeneponto berada dalam kategori
alvarezii Doty) di cukup berkelanjutan. Dimensi ekologi Penelitian ini hanya menggunakan
Kecamatan Binamu (58.56%), dimensi ekonomi (52.19%), pendekatan 4 dimensi yaitu ekologi,
Kabupaten Jenoponto dimensi sosial-budaya (52.85%), dimensi ekonomi, sosial-budaya, dan kelembagaan.
kelembagaan (57.45%) berada pada status
cukup berkelanjutan, dimensi kelembagaan
(48.02%) berada pada status kurang
berkelanjutan. Atribut-atribut yang sensitif
dan berpengaruh atau perlu diintervensi
terhadap peningkatan indeks dan status
keberlanjutan kegiatan budidaya rumput
laut di Kecamatan Binamu sebanyak 14
atribut dari 35 atribut
6 Wibowo (2014), Menggunakan Rap-fish, Hasil penelitian menunjukkan bahwa status Jenis kegiatan yang dijadikan objek
Pengembangan sedangkan penentuan prioritas keberlanjutan pengembangan kawasan penelitian berbeda yaitu penelitian ini
Kawasan Minapolitan kebijakan menggunakan minapolitan kecamatan Sawangan untuk meneliti objek pada jeniis kegiatan
Berkelanjutan Analytical Hierarchy Process dimensi ekologi, infratruktur, hukum dan
budidaya air tawar
22
Berbasis Perikanan (AHP). kelembagaan cukup berkelanjutan, Penggunaan atribut dan dimensi ada
Budidaya Air Tawar sedangkan diimensi ekonomi dan sosial perbedaan, pada peneltian ini menggunakan
di Kabupaten berstatus kurang berkelanjutan. Kebijakan dimensi infratruktur dan tdak menggunakan
Magelang utama untuk mendukung keberlanjutan
dimensi teknologi.
kawasan minapolitan adalah pencegahan
terhadap kekeringan, peningkatan kontribusi
PDRB, mempermudah akses informasi,
sistemjaringan irigasi dan sandarisasi mutu
benih
7 Marzuki (2013), Deskriptif kuantitatif dengan Status keberlanjutan pengelolaan budidaya Atribut pada peneltian ini berbeda, dimana
Desain pengelolaan analisis Multi Dimension laut untuk budidaya rumput laut sistem pada penelitian di Teluk Ekas atribut
budidaya laut Scalling (MDS) dengan long-line dan budidaya ikan kerapu sistem banyak mengacu pada standarisasi ataupun
berkelanjutan di Teluk perangkat Rapfish KJA di Teluk Ekas Kabupaten Lombok
acuan nasional/internasional seperti FAO-
Shaleh Kabupaten Timur saat ini secara multidimensi termasuk
Lombok Timur kategori “Kurang Berkelanjutan”. code of conducct, IUCN, dan Indo-GAP
Dalam perumusan prioritas kebijakan atau
Adapun strategi pengelolaan yang dapat strategi dalam penelitian ini tidak
dilakukan untuk meningkatkan nilai menggunakan pendekatan AHP
keberlanjutan adalah peningkatan kapasitas
kelembagaan, peningkatan penerapan
teknologi dan inovasi, peningkatan kualitas
dan kompetensi SDM, peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya;
peningkatan kualitas lingkungan dan
pengendalian serta penanggulangan
pencemaran.
8 Ramdhan (2015), Metode pengambilan sampel Hasil yang didapat nilai kisaran hampir Penelitian ini tidak mengukur status
Studi tentang kualitas dilakukan secara purposive untuk semua parameter masih sesuai dengan keberlanjutan kawasan pengembangan
air berdasarkan sampling yang diharapkan Kepmenneg Lingkungan Hidup (LH) no 51 budidaya laut di Teluk Ekas
komponen fisika- dapat mewakili lokasi tahun 2004, berdasarkan parameter fisika-
kimia di Perairan penelitian. Pengukuran yang kimia yang terukur, masih dalam kondisi
23
Teluk Ekas dilakukan meliputi bagus. Hanya nilai fosfat rata-rata sebesar
pengukuran kualitas perairan 0.41 mg/l yang berada diatas standar baku
secara in situ dengan alat mutu kepmenneg LH no 51 tahun 2004
multiparameter WQC- 24 yaitu 0,015mg/l.
merk TOA-DKK.
9 Radiarta (2015), Data kualitas air hasil program Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Penelitian ini tidak mengukur status
Indeks kualitas air dan pemantauan selama enam indeks kualitas air di lokasi penelitian keberlanjutan kawasan pengembangan
sebaran nutrien sekitar bulan di lokasi penelitian telah tergolong kategori sedang-baik. Bulan Juli budidaya laut di Teluk Ekas
budidaya laut dianalisis untuk melihat merupakan bulan dengan nilai indeks yang
terintegrasi di perairan kisaran indeks kualitas air dan baik dengan kategori sedang-sangat baik
Teluk Ekas untuk sebaran nutrien yang terjadi di (50-83); sedangkan bulan September
aspek penting sekitar unit budidaya laut memiliki nilai indeks yang relatif rendah
budidaya rumput laut terintegrasi berbasis integrated dengan kategori buruk- sedang (33-60).
multi-trophic aquaculture Berdasarkan sebaran nutrien (amonium,
(IMTA) di Teluk Ekas nitrat, dan orto-fosfat) menunjukkan
fluktuasi secara spasial dan temporal.
Konsentrasi nutrien umumnya tersedia
dengan baik pada jarak 60 m dari KJA.
Hasil penelitian ini dapat memberikan
gambaran tentang kondisi kualitas perairan
dan ketersediaan nutrien untuk mendukung
pertumbuhan dan produktivitas budidaya
rumput laut dengan sistem IMTA.
10 Kristanti (2006), Analisis kesesuaian perairan Berdasarkan analisis daya dukung perairan Penelitian ini tidak menghitung daya
Daya dukung dan pendugaan beban limbah Teluk Ekas beberapa parameter ((amonia dukung berdasarkan kapasitas perairan dan
lingkungan perairan buangan organik pakan dan nitrat) tidak mendukung untuk budidaya tidak melakukan anaisis keberlanjutan
Teluk Ekas untuk kerapu di KJA.
multidimensi.
Pengembangan
Budidaya Ikan Kerapu
24