Anda di halaman 1dari 3

CERITA RAKYAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BATU UMBUNG DAYANG RONCENG

Batu umbung Dayang Ronceng adalah batu besar yang berada di tengah-tengah sungai
Kalawai, dimana masyarakat di desa Nanga pintas, dusun Boli percaya terdapat
seorang gadis yang berubah menjadi naga. Batu Umbung Dayang Ronceng memiliki
kisah asal usulnya yang masih diceritakan turun menurun hingga sekarang.

Dahulu kala di sebuah desa Nanga pintas hiduplah sepasang suami istri yang baik dan
kaya raya bernama pak Aroy dan ibu Endang, mereka hidup Bahagia dan serba
berkecukupan tapi di balik kebahagiaan yang mereka tunjukan terdapat kesedihan yang
mereka sembunyikan, mereka selama ini menantikan seorang anak untuk menemani
hari-hari tua mereka, tetapi sampai saat ini doa mereka belum di kabulkan.Pasangan
suami istri itupun tidak putus asa mereka terus berusaha dan berdoa kepada Tuhan agar
segera diberi keturunan. Hingga pada suatu hari mereka dikagetkan dengan kabar
gembira yaitu ibu Endang sedang mengandung, mereka sangat bersyukur karena Tuhan
telah mengabulkan doa mereka, pasangan suami istri itupun langsung mengundang
masyarakat di desa untuk membuat syukuran, hari-hari mereka lalui dengan penuh
bahagian karena anak pertama mereka sebentar lagi akan lahir, dan tibalah saatnya ibu
Endang melahirkan, pak Aroy langsung memanggil bidan desa untuk membantu
persalinan istrinya, hingga terdengar tangisan seorang anak pak aroy langsung berlari
untuk melihat anak dan istrinya. Betapa bahagian pasangan suami istri itu melihat anak
yang mereka nantikan kelahirannya adalah seorang anak perempuan yang cantik, pak
Aroy pun menamai putri kecilnya Dayang Ronceng. Pak Aroy dan ibu Endang
membesarkan Dayang Ronceng dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, sehingga
Dayang Ronceng tumbuh menjadi gadis yang cantik dan cerdas. Ketika usia Dayang
Ronceng menginjak delapan belas tahun. Ayah Dayang Ronceng merasa bahwa
putrinya sudah siap untuk melaksanakan adat istiadat setempat, yaitu Bumbung
(bumbung dalam bahasa daerah Nanga Pintas adalah rumah kecil yang tertutup, tidak
ada jendela dan hanya diberi lobang kecil untuk masuknya cahaya dan untuk tempat
mengantarkan kebutuhan sang gadis yang berada di dalamnya). Dimana adat ini dibuat
untuk anak gadis yang masih perawan untuk mempercantik diri dan untuk
mendapatkan menantu yang terpandang dan bijaksana. Adat ini tidak semua orang bisa
melakukannya, karena biaya yang dibutuhkan sangatlah besar, sehingga masyarakat
Kalanga biasa tidak mampu untuk mengikuti adat ini. Di tambah lagi waktu yang
dibutuhkan seorang gadis untuk tinggal di dalam umbung adalah tiga tahun lamanya.
Setelah pembangunan rumah umbung selesai ayah dan ibu Dayang Ronceng mengajak
para warga mengantarkan Dayang Ronceng untuk tinggal ke rumah bumbung. Dayang
Ronceng pun masuk dan meminta kepada ayah dan ibunya untuk sering-sering datang
mengunjungi nya agar Dayang Ronceng tidak kesepian. Setelah selesai mengantarkan
Dayang Ronceng ayah dan ibunya serta para warga kembali ke rumah mereka,
keesokan harinya ayah dan ibu dayang ronceng datang untuk mengunjungi putri
mereka, sambil membawa makanan dan juga barang-barang untuk mempercantik
Dayang Ronceng,seperti lulur dan bahan-bahan kecantikan lainnya. Hari demi hari
telah dilalui keluarga kecil itu. Tak terasa satu tahun telah berlalu, karena merasa sangat
bosan tinggal di rumah bumbung Dayang Ronceng berkata kepada kedua orang
tuannya; ayah, ibu aku merasa sangat bosan terus menerus tinggal disini, aku ingin
pergi dari bumbung ini untuk merasakan dunia luar lagi. Ayahnya pun menjawab ;
maaf nak bukannya ayah dan ibu tidak ingin mengizinkan kamu keluar, tetapi ini belum
saatnya untuk kamu keluar dari bumbung, bersabarlah semua ini ayah dan ibu lakukan
demi kebaikan mu. Dayang ronceng hanya mengangguk mendengar perkataan
ayahnya. Hari demi hari telah berlalu, tak terasa pembukaan umbung Dayang Ronceng
sebentar lagi, karena merasa pembukaan umbung putrinya sebentar lagi ibu Dayang
Ronceng berkata kepada sang suami, “suamiku sudah hampir tiba waktunya untuk
membuka umbung putri kita, kapan kamu pergi untuk mencari Hati Bintang Tanggung
Kaleber Langit Luar, mendengar perkataan istrinya ayah Dayang Ronceng berencana
berangkat besok. Keesokan harinya Ayah Dayang Ronceng pun pergi meninggalkan
anak dan istrinya untuk berkelanan mencari Hati Bintang Tanggung Kaleber Langit
Luar. Tak terasa sudah berganti bulan tetapi ayah Dayang Ronceng belum juga
kembali, Ketika ibu Dayang Ronceng pergi untuk mengunjungi putrinya seperti biasa
Dayang Ronceng bertanya
“ mak, apak pan gik datang, Ibunya pun menjawab “ sabar nak ai, ngogak Hati Bintang
Tanggung Kaleber Langit Luar ndak mudah, Singkat waktu setelah delapan bulan
berlalu ayah Dayang Ronceng pun kembali, dengan hati yang gembira ibu Dayang
Ronceng bertanya kepada sang suami “pak, kati dah dapat pai Hati Bintang Tanggung
Kaleber Langit Luar, bulan depan umbung anak kita dah nak dibuka” dengan wajah
yang murung dan juga sedih suaminya pun menjawab “aduh, kati onsuk aku dah
keliling dunia ngogak tapi pan ketomu gam” mendengar hal itu sang istri pun sedih dan
khuatir akan nasib Dayang Ronceng. Ibu dan ayah dayang ronceng pun langsung pergi
untuk menemui putrinya, mendengar ada suara ayahnya, sambil menangis Dayang
Ronceng langsung bertanya “pak, kapan duan mukak umbungku” ayahnya hanya bisa
menangis dan meminta maaf karna belum bisa membuka umbung putrinya. Seketika
langit berubah menjadi gelap, cuaca yang mulanya cerah menjadi penuh dengan badai
petir dan kilat. Ayah dan ibu Dayang Ronceng panik dan terus menerus memanggil
putrinya, Dayang Ronceng pun mengatakan “pak duan dah terlambat mukak
umbungku, bapak udah melanggar adat, sekarang aku dah bun panai gik keluar badan
ku dah besisik pak, mak. Mendengar perkataan putrinya suami istri itu hanya bisa
menangis dan menyesali semuanya, mereka hanya bisa melihat perlahan-lahan rumah
umbung Dayang Ronceng berubah menjadi batu dan terjatuh kedalam sungai Kelawai.
Sungai inilah yang banyak dikunjungi masayarakat ketika surut, karena untuk bisa
melihat Batu Umbung Dayang Ronceng sungai Kelawai harus benar-benar surut
barulah terlihat, dan masyarakat di Desa Nanga Pintas selalu melakukan Tolak Bala
setahun sekali untuk membuang segala keburukan yang menimpa desa mereka.

Anda mungkin juga menyukai