Anda di halaman 1dari 80

SKRIPSI

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PERATURAN WALIKOTA (PERWALI)

MAKASSAR NOMOR 27 TAHUN 2022 TENTANG PERANAN KELEMBAGAAN

DAN PENGUATAN FUNGSI RT DAN RW

OLEH :

MUH. OHAN SETIAWAN

04020170568

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas


Akhir Studi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022
HALAMAN JUDUL

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PERATURAN WALIKOTA (PERWALI)


MAKASSAR NOMOR 27 TAHUN 2022 TENTANG PERANAN
KELEMBAGAAN DAN PENGUATAN FUNGSI RT DAN RW

SKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam rangka penyelesaian Studi

Oleh:

MUH. OHAN SETIAWAN

040 2017 0568

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat,

taufik dan inayah-Nya sehingga hasil penelitian ini dengan judul

“Efektivitas Kebijakan Peraturan Walikota (Perwali) Makassar No. 27

Tahun 2022 Tentang Peranan Kelembagaan dan Penguatan Fungsi RT

dan RW” dapat dirampungkan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Tak lupa penulis kirimkan salawat dan salam kepada Nabi Muhammad

SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia.

Disadari bahwa hasil penelitian ini kurang sempurna, hal ini

disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang ada pada penulis.

Oleh karena itu, kritik, saran dan koreksi untuk perbaikan dan

penyempurnaan sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah Penulis menyampaikan rasa

terima kasih diiringi do’a kepada Allah SWT, kepada kedua orang tua

penulis Ayahanda Ma’ruf Umar dan Ibunda saya Mislawati Anshar yang

telah memberikan kasih saying dan kesabaran dalam mendidik,

membesarkan dan membimbing serta do’a yang tulus. Dan kepada

saudara-saudara saya yang selalu memotivasi dan membimbing penulis

dalam menuntut ilmu. Do’a serta dukungan dari seluruh keluarga Penulis

yang selalu mendorong penulis untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan

viii
studi di Universitas Muslim Indonesia. Selanjutnya diucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Basri Modding, SE.,M.SI., selaku Rektor

Universitas Muslim Indonesia

2. Bapak Prof. Dr. H. La Ode Husen, SH.,MH., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Muslim Indonesia

3. Bapak Dr. Agussalim A. Gajong, SH.,MH., selaku Ketua Bagian

Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia;

yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada

penulis selama mengikuti pendidikan Program Sarjana.

4. Bapak Dr. Hamzah Baharuddin, SH.,MH. dan Bapak Rizki

Ramadhani, SH.,MH. selaku Ketua dan Anggota Pembimbing yang

memberikan bimbingan dengan penuh keseriusan, kecermatan, dan

kebijakan dalam memberi petunjuk-petunjuk perihal prinsipil

penulisan karya tulis ilmiah kepada Penulis.

5. Bapak Prof. Dr. H. Lauddin Marsuni, SH.,MH. dan Bapak Dr. Ahmad

Fadhil, SH.,MH. selaku penilai yang memberikan masukan dan saran

pada ujian Seminar Proposal sampai Ujian Skripsi.

6. Segenap jajaran Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas

Muslim Indonesia yang telah berjasa mendidik Penulis dalam

memahami ilmu hokum dan menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga Besar Solidarity Of Intellectual Law Study Club (SOIL SC),

yang telah menjadi rumah kedua bagi Penulis dalam

ix
mengembangkan keilmuan hukum dan mengajarkan arti struggling

yang sebenarnya selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum

Universitas Muslim Indonesia.

8. Keluarga Besar HMI KOMISARIAT HUKUM UMI, sebagai organisasi

Penulis yang selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas

Muslim Indonesia.

9. Keluarga Besar HMI KOR. KOMISARIAT UMI, sebagai organisasi

Penulis yang selama menuntut ilmu di Universitas Muslim Indonesia.

10. Keluarga Besar HMI CABANG MAKASSAR, sebagai wadah

perjuangan sekaligus organisasi Penulis selama menuntut ilmu di

Kota Makassar.

11. Kepada seluruh Sahabat seperjuangan yang sudah Penulis anggap

sebagai keluarga yang telah menemani dan berbagi keluh kesah

dalam suka dan duka, Irham Ashari, Yusril Ambo Lapaleng, A. Muh.

Iqra Pahlawan, Muh. Fadel Mapallawa, Muh. Idzal Rezy, Muh. Taufik

Husein. Dan kepada seluruh sahabat yang tidak sempat penulis

sebutkan satu persatu

12. Kepada seluruh Senior seperjuangan yang sudah Penulis anggap

sebagai keluarga sekaligus kakak, Kak Marwan Prabowo, Kak Muh.

Fatahillah, Kak Arsyi Jailolo, Kak Emir Syahid, Kak Iqram, Kak Fail

Mafasan Annas, Kak Teguh Affandih, Kak Rizki Naufaldi, Kak Ivan,

yang telah memberikan support dukungan dan motivasi selama

berkuliah di Universitas Muslim Indonesia.

x
13. Kepada seluruh teman seperjuangan di Fakultas Hukum UMI kelas

A8 Ang. 2017 yang telah menemani dan menjadi sahabat selama

menjalani proses perkuliahan di Fakultas Hukum UMI.

14. Kepada Saudara seperjuangan, Maulana Aksan, Ilham Basmar,

yang telah menjadi tempat berbagi keluh kesah selama berada di

Kota Makassar.

Akhirnya Penulis mengharapkan semoga dengan hadirnya Skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi. Semoga Allah

SWT, senantiasa memberkati dan Merahmati segala aktivitas keseharian

sebagai suatu Ibadah disisi- Nya Amin.

Makassar, 24 Agustus 2022

Muh. Ohan Setiawan

xi
ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan antara lain untuk mengetahui

Efektivitas Kebijakan Peratauran Walikota (Perwali) Makassar Nomor 27

Tahun 2022 Tentang Peranan Kelembagaan dan Perkuatan Fungsi Ketua

RT dan Ketua RW. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian hukum empiris, penelitian hukum empiris dilakukan

dengan cara meneliti data primer, yang diperoleh dari lapangan, dan data

sekunder yang dilakukan dengan melalui study kepustakaan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas hukum ditentukan oleh lima

faktor yang terdiri dari, faktor hukum, faktor penegak hukum, selanjutnya

faktor sarana dan fasilitas, kemudian faktor masyarakat, dan yang terakhir

faktor kebudayaan. Serta peraturan yang tepat untuk mengatur

kelembagaan dan fungsi RT dan RW. Rekomendasi perlunya dibuatkan

perwali sesuai patokan dan keseragaman dari aturan perda, dan

diharapkan kepada pihak terkait untuk lebih aktif mensosialisasikan

perwali terkait aturan yang mengatur lembaga RT dan RW sehingga

memberikan kesadaran hukum dan ketaatan hukum masyarakat dalam

melaksanakan aturan, sehingga menghindari terjadinya ketimpangan

hukum.

Kata Kunci : Efektivitas, Faktor, Aturan

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... iii

HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii

PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................................ iv

PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...................................................... vii

KATA PENGANTAR .............................................................................. viii

DAFTAR ISI ........................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................9

C. Tujuan Penelitian ........................................................................10

D. Kegunaan Penelitian ...................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................11

A. Kebijakan Hukum ........................................................................12

1. Pengertian Kebijakan ..............................................................12

2. Konsep Kebijakan Hukum .......................................................13

B. Efektivitas....................................................................................14

xiii
1. Pengertian Efektivitas .............................................................14

2. Teori Efektivitas Hukum ..........................................................16

C. Peraturan Walikota......................................................................17

1. Pengertian ..............................................................................16

2. Prosedur Pembentukan Peraturan Walikota ...........................17

D. Peraturan Daerah ........................................................................18

1. Pengertian ..............................................................................18

2. Mekanisme Pembuatan Peraturan Daerah .............................19

E. Rukun Tetangga (RT)..................................................................21

1. Pengertian ..............................................................................21

2. Fungsi .....................................................................................22

F. Rukun Warga (RW) .....................................................................23

1. Pengertian ..............................................................................24

2. Fungsi .....................................................................................24

G. Sejarah Rukun Tetangga dan Rukun Warga di Indonesia...........25

BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................29

A. Lokasi Penelitian .........................................................................29

B. Tipe Penelitian ............................................................................29

C. Jenis dan Sumber Data ...............................................................29

D. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................30

xiv
E. Analisis Data ...............................................................................30

BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................31

A. Efektivitas Peraturan Walikota No. 27 Tahun 2020 tentang Peranan

Kelembagaan dan Perkuatan Fungsi Ketua RT dan RW ...............32

B. Peraturan Yang Tepat Dalam Mengatur Kelembagaan dan Fungsi

Ketua RT dan Ketua RW ...............................................................50

BAB V PENUTUP ...................................................................................58

A. Kesimpulan ...................................................................................58

B. Saran ............................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................60

LAMPIRAN..............................................................................................64

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era ini, hukum termasuk instrumen untuk mencapai

sebuah keadilan. Hukum merupakan peraturan-peraturan yang

dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi perintah ataupun

larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna memperoleh

keadilan, keseimbangan, keselarasan dalam hidup serta untuk

mencegah kekacauan dan lain sebagainya didalam kehidupan ini.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang tidak

dapat hidup sendiri, karena manusia adalahZoon Politicon. Yang

berarti Makhluk sosial, dimana manusia adalah makhluk yang tidak

bisa hidup tanpa kehadiran orang lain atau sendirian. Secara

harfiah Zoon Pooliticon berarti Makhluk yang bermasyarakat,

dikarenakan manusia merupakan makhluk yang dikodratkan untuk

hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Dari setiap

manusia tentu saja banyak yang memiliki kesamaan dalam

mencapai suatu tujuan tertentu terutama dalam sebuah kelompok

atau organisasi, dimana tujuan merupakan sesuatu yang wajib

dimiliki bagi seorang pemimpin.

Dalam kehidupan manusia selaku makhluk yang saling

membutuhkan antara satu dengan yang lain ternyata memiliki

perbedaan dengan individu lainnya, hal ini merupakan sesuatu

1
yang wajar dalam kehidupan kelompok makhluk hidup tersebut.

Perbedaan ini tidak hanya meliputi hal seperti ras, etnis, gender,

namun lebih luas lagi hingga mencakup variabel usia, pendidikan,

bahasa, agama, dan lain-lain. Dimensi-dimensi tersebut merupakan

karakteristik penting yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin

yang berpengaruh pada nilai-nilai, kesempatan, dan persepsi

individu terhadap dirinya serta orang lain.Tugas dan fungsi ini

menjadi sebuah tanggung jawab bagi setiap lembaga

kemasyarakatan untuk dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dengan

harapan bahwa setiap lembaga kemasyarakatan yang ada dapat

menjadi penggerak serta fasilitator agar masyarakat dapat ikut

serta dan berperan aktif dalam pemerintahan.

Hal ini tentu juga berlaku pada proses kepemimpinan di kota

Makassar, salah satu kota metropolitan di Indonesia dan sekaligus

sebagai ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Kota ini berperan

sebagai pusat perdagangan dan jasa, dan juga pusat kegiatan

pemerintahan. Kota Makassar tergolong salah satu kota terbesar di

Indonesia dari aspek pembangunannya dan secara geografis

karena dihidupi oleh berbagai suku bangsa yang menetap di kota

ini.

Perkembangan Kota Makassar hari ini ditinjau dari data yang

dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Kota Makassar mengalami

kenaikan, dimana pada tahun 2020 terdapat 1.538.207,00 jumlah

2
penduduk, menjadi 1.571.814,00 di tahun 2022. Hal ini tentu

merupakan terjadinya pemadapatan dalam ruang lingkup

masyarakat di Kota Makassar.Ini mengartikan bahwa perlunya

peranan besar seorang pemimpin (Walikota) untuk mengorganisir

suatu wilayah, ditengah padatnya penduduk. Pemimpin berarti

melibatkan orang lain atau karyawan yang dipimpin. Sehingga

Walikota melalui struktural perlu melibatkan peranan lembaga

rukun tetangga (RT) serta rukun warga (RW) dalam rangka

menghimpun masyarakat untuk senantiasa berkolaborasi menjadi

kota yang memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain

pada kawasan Timur Indonesia.RT/RW tergolong dalam enacted

institutions, yang dibentuk untuk meningkatkan peranan,

pelayanan, kesejahteraan dan partisipasi masyarakat. RT/RW

merupakan organisasi paling bawah dan paling dekat dengan

masyarakat serta memahami kondisi dan permasalahan yang

dihadapi masyarakat di lingkungannya.

Peranan RT dan RW sangatlah penting dalam

pemberdayaan masyarakat, dimana RT/RW sebagai lembaga

kemasyarakatan mempunyai tugas untuk memberdayakan

masyarakat dan ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan serta pelayanan masyarakat di Kota Makassar.

Kegiatan itupun bertujuan guna memahami kapasitas, yang

mempunyai peran strategis sebagai mitra Pemerintahan. Untuk itu,

3
perlu ada pengoptimalan agar peran para garda terdepan

pelayanan pemerintah tersebut dapat lebih maksimal. Sesuai bunyi

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 5 Tahun 2007

yang menyebut RT/RW dibentuk melalui musyawarah di wilayah

kerjanya, dalam rangka pelayanan pemerintahan dan

kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Desa atau

Lurah. Seperti yang dinyatakan oleh Saparin (1986), yaitu: “sebagai

organisasi kependudukan/ kemasyarakatan RT dan RW dahulu

adalah Rukun Kampung atau RK, untuk mula pertama diintrodusir

oleh Pemerintahan Balatentara Jepang sejak tahun 1943 sebagai

alat politik, antara lain sebagai alat komunikasi Pemerintah

Pendudukan dengan rakyat setempat guna mencukupi kebutuhan

Pemerintah Pendudukan tersebut dalam hubungan dengan

masalah penyerahan tenaga untuk mengerjakan proyek-proyek

tertentu, penanaman jenis bahan produksi, untuk kepentingan

keamanan, distribusi bahan makanan kepada penduduk, dan

sebagainya”.

Dalam hal ini kedudukan RT/RW pada wilayah Kota

Makassar menjadi polemik ketika dikeluarkannya Peraturan

Walikota (Perwali) No. 27 Tahun 2022 tentang Peranan

Kelembagaan dan Perkuatan Fungsi Ketua RT dan Ketua RW. Hal

ini menjadi buntut dari pemberhentian 5.975 ketua RT/RW di Kota

Makassar. Dimana Moh Ramdhan atau lebih dikenal dengan Danny

4
Pomanto selaku Walikota Makassar mengeluarkan aturan tersebut

pada Maret 2022 lalu.Hal ini tentunya menjadi Pro dan Kontra pada

kalangan masyarakat yang dimana selama ini menganggap

pemilihan RT/RW dilakukan secara musyawarah namun yang

terjadi malah sebaliknya, dimana Walikota Makassar Danny

Pomanto menunjuk langsung penjabat (Pj) untuk mengisi

kekosongan yang ditinggalkan RT/RW. Hal tersebut menimbulkan

gejala “Personalisasi” dimana terlihat tatkala organisasi mengalami

kesulitan dalam melakukan suksesi atau pergantian kepemimpinan.

Selama suatu organisasi belum dapat mengatasi krisis dalam

pergantian kepemimpinannya, dan belum berhasil meletakkan

dasar pengaturan yang dapat diakui dan dipercaya oleh

anggotanya, maka selama itu pula lembaga organisasi tersebut

masih bermasalah dan belum dapat dikatakan kuat. Karena

organisasi merupakan sejumlah pemikiran dan konsep yang

menjelaskan atau memperkirakan bagaimana organisasi/ kelompok

dan individu didalamnya “berperilaku”.

Fenomena penunjukan PJ tersebut tentunya menuai

kontroversi. Dimana penolakan datang dari warga, serta ketua

RT/RW yang telah diberhentikan. Pemberhentian tersebut dinilai

diskriminatif dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda)

Kota Makassar Nomor 41 Tahun 2001, yang dimana pada pasal 19

Perda tersebut menerangkan bahwa Lembaga Pemberdayaan

5
Masyarakat (LPM), RW, dan RT yang ada pada setiap kelurahan

masih melaksanakan tugas sampai terbentuknya pengurus baru

berdasarkan Peraturan Daerah. Dalam Perda tersebut juga sangat

jelas menegaskan tata cara pemberhentian, pemilihan sampai

peralihan sehingga tidak bisa bertentangan dengan peraturan

lainnya. Demikian pula perumusan sistem pemilihan umum sebagai

instrumen untuk menciptakan sistem politik demokrasi. Contohnya

tata cara penentuan penjabat RT/RW itu melalui sistem

musyawarah mufakat pemilihan oleh masyarakat setempat di

wilayah tersebut, bukan melalui penunjukan sepihak yang jauh dari

harapan masyarakat khususnya masyarakat Kota Makassar. Hal ini

tentunya berdampak bagi ekologi politik yang ada di Kota Makassar

pada saat ini.

Sebagaimana yang seharusnya sistem politik yang

demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas

dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh

rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip

kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya

kebebasan politik.

Lebih lanjut Henry B. Moyo menyatakan bahwa demokrasi

didasari oleh beberapa nilai, yaitu:

6
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara

melembaga (institutionalized peaceful settlement of

complict)

2. Menjamin terselenggarakannya perubahan secara damai

dalam suatu masyarakat yang sedang berubah (peaceful

change in a changing society)

3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur

(conderly succession inccession of rulers)

4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum

(minimum of coercion)

5. Meyakini dan menganggap wajar keanekaragaman

dalam masyarakat yang tercermin dalam

keanekaragaman pendapat, kepentingan, dan tingkah

laku

6. Menjamin tegaknya keadilan.

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia harusnya tidak

menghilangkan dan didasari oleh sila-sila pancasila dimana

identitas demokrasi adalah sila keempat yang dijiwai oleh sila

kesatu, kedua, ketiga dan kelima. Dalam demokrasi, rakyat tidak

sebagai objek demokrasi melainkan sebagai subjek demokrasi,

artinya rakyat secara keseluruhan berhak ikut serta secara efektif

menentukan keinginan-keinginan dengan jalan turut serta dalam

penentuan garis-garis besar hukum Negara.

7
Hal ini tentunya merupakan harapan daripada masyarakat

Kota Makassar yang senantisa mengharapkan dinamika pemilihan

atau pergantian ketua RT/RW yang langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil. Perspektif yang digunakan seharusnya

bukan melalui pencegahan, melainkan melalui penegakan hukum.

Sesuai asas-asas pemilu yang termaktub didalam Undang-undang

Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Maka Ini tentunya

menjadikan demokrasi dimaknai sebagai suatu konsep yang

menghargai hak-hak dan kemampuan individu dalam kehidupan

bermasyarakat.

Demikian juga menurut para ulama dan cendekiawan

muslim, dimana mereka berpendapat bahwa di antara nilai-nilai

kemanusiaan paling asasi dibawa oleh Islam yang dijadikan

sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga, dan masyarakat

ialah “Keadilan”. Sehingga Al-Qur’an menjadikan keadilan di antara

manusia itu sebagai hadaf (tujuan) risalah langit, sebagaimana

firman Allah SWT:

ِْ ‫ب َم َع ُه ُْم َواَن َزل َنا ِبال َبي ِّٰن‬


ْ‫ت ُر ُسلَ َنا اَر َسل َنا لَ َقد‬ َْ ‫ال ِك ٰت‬

َ ‫ط ال َّناسُْ لِ َيقُو َْم َوال ِمي َز‬


ْ‫ان‬ ِْ ‫ِبالقِس‬

Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami

8
turunkan bersama mereka Al Kitab dan Neraca (Keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan Keadilan” (Q.S Al-
Hadid; 25).

Maka dengan atas nama keadilan kitab-kitab diturunkan dan

para rasul diutus, dengan keadilan ini pula tegaklah kehidupan di

langit dan bumi. Dan yang dimaksud dengan keadilan adalah

hendaknya kita memberikan kepada segala yang berhak akan

haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara

nilai apapun, tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak

sampai mengurangi haknya dan tidak pula menyelewengkan hak

orang lain.

Demikian hal tersebut maka penting bagi pemerintah Kota

Makassar untuk memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Kota

Makassar No. 41 Tahun 2001 tentang Pedoman Pembentukan

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Dalam Daerah Kota

Makassar. Karena tujuan utama di bentuknya lembaga ini adalah

untuk meningkatkan prakarsa dan swadaya masyarakat dalam

menjalankan program pembangunan secara partisipatif.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan

penelitian yang dituangkan dalam bentuk proposal dengan judul

“Efektivitas Kebijakan Peraturan Walikota (Perwali) Makassar

Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Peranan Kelembagaan dan

Perkuatan Fungsi Ketua RT dan Ketua RW”

9
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah efektivitas kebijakann Peraturan Walikota

(Perwali) Makassar No. 27 Tahun 2022 tentang Peranan

Kelembagaan dan Perkuatan Fungsi Ketua RT dan Ketua RW

2. Bagaimanakah seharusnya peraturan yang tepat dalam

mengatur kelembagaan dan fungsi RT dan RW di Kota

Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana efektivitasPeraturan Walikota

(Perwali) No. 27 tahun 2022 tentang Peranan Kelembagaan

dan Perkuatan Fungsi Ketua RT dan Ketua RW di Kota

Makassar

2. Untuk mengetahui bagaimanaperaturan yang tepat untuk

mengatur kelembagaan dan fungsi RT dan RW di Kota

Makassar

D. Kegunaan Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang implementasi Peraturan Walikota (Perwali) No. 27

Tahun 2022 tentang Peranan Kelembagaan dan Perkuatan

Fungsi Ketua RT dan Ketua RW di Kota Makassar

10
2. Sebagai bahan kajian, rujukan menambah ilmu pengetahuan

serta sebagai informasi bagi kalangan akademis lainnya

yang akan melaksanakan penelitian terhadap ruang lingkup

yang sama.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Hukum

1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi

pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu

diterapkan pada pemerintahan, dan cara bertindak. Istilah ini

dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi, dan kelompok

serta swasta, serta individu.

Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hokum. Jika

hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku

(misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak

penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang

paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.

Menurut Anderson (1984) dalam buku Agustino (2008:7,

menyatakan bahwa:

“Kebijakan adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai


maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan
oleh seorang actor atau sekelompok actor yang
berhubungan dengan suatu hal yang diperhatikan.” 1

Kebijakan selalu menjadi polemik yang tak henti-hentinya

dipermasalahkan, baik itu kebijakan yang dibuat pemerintah

maupun kebijakan yang dikeluarkan instansi, ataupun

1Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, 2008, Bandung,


hlm. 7.

12
organisai. Secara etimologi, istilah kebijakan atau policyberasal

dari Bahasa Yunani “polis” yang berarti Negara atau Kota yang

kemudian masuk ke dalam Bahasa latin menjadi “politia” yang

berarti Negara. Kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa

Inggris “police” yang artinya berkenaan dengan pengendalian

masalah-masalah publik atau administrasi Pemerintahan. Istilah

kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk pelaku

atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. 2

2. Konsep Kebijakan Hukum

Kebijakan Hukum pada dasarnya ialah keseluruhan dari

peraturan yang menentukan perbuatan apa yang diperbolehkan

dan perbuatan apa yang dilarang. Kebijakan hukum juga

diartikan sebagai Politk Hukum dalam Hukum Pidana. Secara

teori, Barda Nawawi berpendapat bahwa istilah “Kebijakan”

diambil dari istilah “policy” (Inggris) dan “politiek” (Belanda),

sehingga “Kebijakan Hukum” dapat juga disebut “Politik

Hukum” dan yang sering di kenal dengan istilah “penal policy”,

“criminal law policy” atau “strafrechpolitiek”.3

Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat

dilihat dari politik hukum maupun dari politik criminal. Menurut

2Andi Cudai Nur, Analisis Kebijakan Publik, Badan Penerbit Universitas


Negeri Makassar, Makassar, 2019, hlm. 1
3Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana

Perkembangan Konsep RKUHP, Kencana Prenadamedia, Jakarta, 2008,


hlm. 26.

13
Sudarto, politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan

peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan

situasi pada waktu itu.4

Pendapat lainnya berasal dari A. Mutler, “Strafrechpolitiek”

atau Penal Policy ialah garis dari kebijakan untuk menentukan:

a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku

perlu diubah atau diperbaharui

b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya

tindak pidana

c. Cara bagaimana penyidikan, penentuan, peradilan, dan

pelaksanaan pidana harus dilaksanakan5

Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa “Kebijakan Hukum” atau “Penal Policy”

merupakan suatu peraturan hukum yang dirumuskan dan

ditetapkan oleh badan-badan berwenang sebagai suatu

pedoman (hukum positif) bagi masyarakat maupun penegak

hukum yang bertujuan menanggulangi suatu kejahatan.

B. Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasa dari kata “efek” yang artinya hubungan

sebab-akibat, efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab

4Sudarto,Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru,


Bandung, 1983, hlm. 20.
5Barda Nawawi Arief, Op. cit, hlm 27.

14
dari variable lain. Efetivitas berarti, tujuan yang telah disusun

disebelumnya dapat tercapai atau dengan kata lain tercapai

karena adanya proses.

Menurut David J. L dan Donnely dalam (Gibson: 1985), ia

memandang konsep keefektivitas dari tiga prepektif, yaitu:

1) Efektivitas Individu

Prespektif ini menekankan pada pelaksanaan tugas-

tugas dan tanggung jawab individu sebagai pekerja dari

suatu organisasi. Keberhasilan prestasi individu sangat

berkaitan dengan kerja dalam kelompok karena individu

bekerja dalam suatu organisasi pasti berhubungan

langsung dengan kelompok

2) Efektivitas Kelompok

Prespektif ini menekankan pada kinerja yang dapat

diberikan kelompok pekerja. Dalam konteksini, individu

tersebut juga disebut “team work” dimana satu tugas

dilakukan secara kelompok bukan secara perorangan.

3) Efektivitas Organisasi

Prespektif ini pada dasarnya merupakan hasil efektivitas

individu dan kelompok. Artinya organisasi dapat

mendapatkan tingkat prestasi yang lebih tinggi bahkan

baik daripada jumlah prestasi masing-masing.

15
2. Teori Efektivitas Hukum

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

suatu hal dapat dikatakan efektif, apabila hal tersebut sesuai

dengan apa yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang

dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya

tindakan-tindakan untuk mencapai hal tersebut. Apabila tujuan

tersebut adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian

tujuan merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program

atau kegiatan menurut wewenang, tugas, dan fungsi instansi

tersebut.

Apabila kita melihat efektivitas dalam bidang hukum,

Achmad Ali berpendapat bahwa:

“Ketika ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari


hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur
sejauh mana aturan hukum tersebut ditaati atau tidak
ditaati.”6

Pada umumnya faktor yang mempengaruhi efektivitas

suatu perundang-undangan adalah professional dan optimal

pelaksanaan peran, wewenang, dan fungsi dari para penegak

hukum, baik dalam menjalankan tugas yang diberikan terhadap

diri mereka ataupun dalam menegakkan perundang-undangan

tersebut.

6Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Kencana,


Jakarta, 2010, hlm. 375.

16
Teori Efektivitas menurut Soejono Soekanto, adalah bahwa

efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima)

faktor, yaitu:

a. Faktor hukumnya sendiri

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang

membentuk maupun menerapkan hukum

c. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan

hukum

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum

tersebut berlaku atau diterapkan

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan

rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam

pergaulan hidup7

C. Peraturan Walikota

1. Pengertian

Peraturan Walikota adalah termasuk jenis peraturan

perundang-undangan yang ditetapkan oleh Walikota. Adapun

definisi Peraturan Walikota dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-

Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan berbunyi: “Jenis Peraturan Perundang-

undangan selain dalam pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan

7Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka


Pembangunan di Indonesia, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta,
1976, hlm. 45.

17
yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah

Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,

Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga,

atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-

Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,

Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”8

Jelas bahwa Peraturan Walikota adalah jenis peraturan

perundang-undangan yang ditetapkan oleh Walikota. Namun,

Peraturan Walikota baru diakui keberadaannya dan mempunyai

kekuatan hokum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk

berdasarkan kewenangan (Pasal 8 ayat [2] UU 12/2011)

2. Prosedur Pembentukan Peraturan Walikota

Proses pembuatan Peraturan Kepala Daerah

sebagaimana termuat didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

No. 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 80 Tahun 2015 tentang

Pembentukan Produk Hukum Daerah. Pasal 110 Permendagri

120/18 kemudian menguraikan bahwa:

8Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan

18
a. Rancangan Perkada yang telah dilakukan pembahasan

disampaikan kepada kepala daerah untuk dilakukan

penetapan dan pengundangan

b. Penandatanganan rancangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dilakukan kepala daerah

c. Dalam hal ini kepala daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), berhalangan sementara atau berhalangan tetap,

penandatanganan rancangan Perkada dilakukan oleh

Pelaksana Tugas, Pelaksana Harian, Penjabat Sementara,

atau Penjabat Daerah

d. Pelaksana Tugas, Pelaksana Harian, Penjabat Sementara

atau Penjabat Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), dalam melakukan penandatanganan rancangan

Perkada, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari

Menteri

D. Peraturan Daerah

1. Pengertian

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota termasuk salah satu

jenis peraturan perundang-undangan yang disebut dalam Pasal

7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 tahun 2011. Adaun

definisinya itu kemudian tercantum pada Pasal 1 angka 8 UU

12/11 yaitu: “Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah

19
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan

persetujuan bersama Bupati/Walkota.”

Perbedaan mendasar antara Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota dan Peraturan Walikota adalah:

1. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota

dengan persetujuan bersama walikota, sedangkan

Peraturan Walikota dibentuk oleh Walikota tanpa

melibatkan DPRD Kota

2. Peraturan Daerah Kota diundangkan dalam Lembaran

Daerah, sedangkan Peraturan Walikota diundangkan

dalam Berita Daerah9

2. Mekanisme Pembuatan Peraturan Daerah

Penyusunan program pembentukan Peraturan Daerah

secara rinci dalam dilihat dalam ketentuan Undang-Undang No.

12 tahun 2011, serta Permendagri No. 1 tahun 2014 tentang

Pembentukan Produk Hukum Daerah. Dalam Pasal 10

Permendagri 1/14 menentukan bahwa penyusunan Peraturan

Daerah melalui Prolegda adalah sebagai berikut:

9Hukum Online, “Perbedaan Peraturan Daerah Kota dan Peraturan


Walikota”, https://hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-peraturan-daerah-
kota-dan-peraturan -walikota-lt5514ad1af157a (diakses pada 31 Mei
2022, pukul 14.37)

20
a. Kepala Daerah memerintahkan pimpinan SKPD

menyusun Prolegda di lingkungan pemerintah daerah

b. Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 tahun

berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan

Perda

c. Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap

tahun sebelum penetapan rancangan perda tentang

APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota

Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Kepala Daerah

menurut pasal 239 (7) dapat mengajukan rancangan Peraturan

Daerah diluar program pembentukan Peraturan Daerah, karena

alasan:

a. Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau

bencana alam

b. Menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain

c. Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan

adanya urgensi atas suatu Rancangan Perda yang

dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD

yang khusus menangani bidang pembentukan

Peraturan Daerah dan unit yang menangani bidang

hokum pada Pemerintah Daerah

21
d. Akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi

dan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat

untuk Perda Kabupaten/Kota

e. Perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi setelah program pembentukan Perda

ditetapkan

E. Rukun Tetangga (RT)


1. Pengertian

Rukun Tetangga (RT) merupakan gambaran daripada

sistem pemerintahan presidensial terkecil yang ada dalam

kehidupan masyarakat Indonesia. Setiap wilayah Indonesia

dalam pengertian daerah otonom memiliki RT yang tujuannya

sebenarnya ialah menjadi perpanjang-tangan dari tugas-tugas

yang diberikan kepada pemerintah yang kemudian disampaikan

dalam masyarakat. Dalam Rukun Tetangga ini dalam sebuah

sistem pemerintahan menggabungkan diri untuk menjadi Rukun

Warga (RW). Sehingga dalam satu RW biasanya terdiri antara

4 sampai dengan 5 RT atau bahkan bisa lebih yang sesuai

dengan luas wilayah masyarakat setempat.

RT (Rukun Tetangga) merupakan organisasi yang ada di

lingkungan masyarakat dengan proses pembentukannya

dilakukan berdasarkan kedekatan alam tempat tinggal yang

22
bisa disebut saling bertetangga. Sehingga dalam hal ini setiap

anggota RT terdiri dari para kepala keluarga yang saling

bertetangga satu sama lainnya.

2. Fungsi

Rukun Tetangga (RT) sebagaimana diatur dalam

Permendagri No. 5 Tahun 2007 adalah lembaga yang dibentuk

melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka

pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ditetapkan

oleh Pemerintah Kota, ataupun Desa. Rukun Tetangga (RT)

mempunyai fungsi, antara lain:

a. Membantu menjalankan tugas pelayanan kepada

masyarakat yang menjadi tanggung jawab Pemerintah

b. Memelihara kerukunan hidup warga

c. Menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan

dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni

masyarakat

d. Pengkoordinasian antar warga

e. Pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar

sesama dan antar masyarakat dengan Pemerintah

Daerah dalam penanganan masalah-masalah

kemasyarakatan yang dihadapi warga

23
F. Rukun Warga (RW)

1. Pengertian

Rukun Warga adalah istilah pembagian wilayah dibawah

Kelurahan. Rukun Warga (RW) adalah Lembaga Masyarakat

yang dibentuk melalui musyawrah pengurus RT (Rukun

Tetangga) di wilayah kerjanya dalam rangka pelayanan

pemerintah dan masyarakat yang diakui dan dibina oleh

Pemerintah Daerah yang ditetapkan oleh Lurah.

Rukun Warga (RW) merupakan Lembaga Masyarakat

yang diakui oleh Pemerintah untuk memelihara dan

melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang

berdasarkan kegotongroyongan dan kekeluargaan serta untuk

membantu meningkatkan kelancaran tugas pemerintahan,

pembangunan, dan kemasyarakatan di Kelurahan.

2. Fungsi

Rukun Warga (RW) sebagaimana diatur dalam

Permendagri No. 5 Tahun 2007 memiliki fungsi, yaitu:

1. Membuat data penduduk akan pengamatan tertentu

yang diperlukan sebagai arsip Desa atau Kelurahan

2. Menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

kegiatan tertentu

3. Membuat gagasan berdasarkan aspirasi masyarakat

24
4. Melakukan koordinasi atas masyarakat serta

organisasi itu sendiri

5. Mengurus fasilitas masyarakat

6. Menjadi jembatan penghubung antar masyarakat dan

Pemerintah Desa/Kelurahan

G. Sejarah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di

Indonesia

Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) merupakan

salah satu organisasi yang cukup tua di Indonesia, bahkan lebih tua

dari usia kemerdekaan Republik Indonesia. Sejarah RT/RW berasal

dari bentukan pemerintahan kolonial Jepang yang bernama

tonarigumi dan azzazyokai, yang masing-masing kita kenal dengan

sebutan RT dan RW.10

Organisasi bentukan Jepang ini dimaksudkan untuk

memobilisasikan dana dan daya penduduk demi kepentingan serta

pemenuhan kebutuhan untuk memenangkan perang Asia Pasifik.

Tonarigumi diadopsi dari organisasi serupa di Jepang yang

awalnya memang dirancang untuk kota-kota besar di sana pada

1938.11

10Wikipedia (diakses pada 20 Mei 2022, pukul 19.55)


11Ibid.

25
Melansir dari Kodansha Encyclopedia of Japan, dua tahun

kemudian, tepatnya 11 September 1940, diberlakukan secara

nasional sebagai neighborhood group, Nicole Nessen dalam

tulisannya, Indonesian Municipalities Under Japanese Rules dalam

Issue in Urban Development-Case Studies from Indoneisa,

mengungkapkan, aktivitas RT pada saat itu didasarkan pada

semangat gotong royong sebagai dasar dari RT dalam membangun

solidaritas komunitas. Dalam jurnalnya, Eko menyebutkan bahwa

Niessen menyatakan RT merupakan unit terendah dalam sistem

pemerintahan pendudukan Jepang yang terdiri dari 10 hingga 20

unit rumah tangga. Seorang antropologi Amerika, Clifford James

Geertz dalam penelitiannya pada 1986 menemukan hal serupa

didaerah yang disebut Geertz sebagai Mojokuto pada masa

pendudukan Jepang. Mojokuto merupakan sebuah ‘nama samaran’

untuk sebuah kota kecil di Jawa Timur yang menjadi fokus

penelitian Geertz, diperkirakan kota kecil tersebut adalah Pare,

Kediri.12

P.J Suwarno dalam bukunya menyebutkan, meski secara

formal pemerintahan Jepang telah menjadikan tonarigumi dan

azzazyokai sebagai embrio dari RT dan RW, dalam penelitiannya di

Yogyakarta, Suwarno meyakini bahwa jauh sebelum Jepang hadir

di Nusantara dan melahirkan tonarigumi dan azzazyokai pada

12EkoSurvianto, Quo Vadis RT RW, Jurnal Ilmu Administrasi, Volume 5,


Nomor 3, 2008.

26
1943, telah terdapat perkumpulan atau paguyuban sosial seperti

sinoman, pralenan, dan sebagainya. Kemiripan latar belakang

sosial budaya dan politik di Yogyakarta seperti kerukunan,

kesetiaan kepada atasan atau raja serta sifat kegotongroyongan

dengan latar belakang sosial budaya dan politik tonarigumi dan

azzazyokai di Jepang menjadikan organisasi tersebut mudah

diterima masyarakat sebagai sebuah institusi sosial.13

Setelah Indonesia merdeka, tonarigumi dan azzazyokai

kemudian diadaptasi menjadi bentuk Rukun Tetangga (RT) dan

Rukun Kampung (RK) dengan fungsi yang berubah. Pada masa

kolonial Jepang, tonarigumi dan azzazyokai difungsinkan sebagai

mobilisator untuk mengerahkan romusha. Setelah Indonesia

merdeka, RT/RK merupakan pelayan masyarakat yang

menyediakan bahan makanan bagi masyarakat yang

membutuhkan, mengusahakan perlindungan bagi gerilyawan,

mengamankan barang-barang yang ditinggalkan pemiliknya dan

sebagainya.

Pada 1960 hingga 1989 ketika demokrasi terpimpin dan Orde

Baru berkuasa dengan paham sentralisme, RT/RK semakin terikat

13P.J Suwarno, Dari Azzazyokai dan Tonarigumi ke Rukun Kampung dan


Rukun Tetangga di Yogyakarta, Pusat Studi dan Dokumentasi Sejarah
Indonesia Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma,
1995.

27
pada birokrasi pemerintahan.14Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

7 Tahun 1983 menetapkan Rukun Tetangga/Rukun Warga sebagai

perpanjang tangan birokrasi pemerintahan tanpa mengubah

statusnya sebagai lembaga sosial.

Reformasi 1998 menjadi jalan bagi perubahan struktur

kemasyarakatan Indonesia. Sejalan dengan perkembangan

reformasi dan luruhnya asas sentralisme dalam pemerintahan

negara dan tumbuhnya paradigma otonomi masyarakat,

pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri mulai mengganti

dan merevisi peraturan-peraturan hukum yang tidak selaras

dengan semangat perubahan dan paradigma otonomi daerah yang

diawali dengan Permendagri No. 4 Tahun 1999, termasuk

didalamnya mencabut Permendagri No. 7 Tahun 1983 tentang

Pembentukan RT/RW. Juga dalam pasal. Adapun yang menjadi

dasar hukumnya ialah Peraturan Menteri dalam Negeri No. 18

Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan

Lembaga Adat Desa, dimana pada pasal 6 dijelaskan bahwa

Lembaga Kemasayarakatan Desa (LKD) paling sedikit meliputi RT

dan RW.15 Mengingat Undang Undang No. 9 Tahun 2015 tentang

14Hendrik Khoirul Muhid, “Sejarah RT/RW di Indonesia, Benarkah Warisan


Jepang?”,
https://google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1517666/sejarah-rtrw-di-
indonesia-benarkah-warisan-jepang (diakses pada 20 Mei 2022, pukul
20.05).
15Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018

28
Pemerintahan Daerah yang menjadi landasan hukum terbentuknya

Permendagri No. 18 Tahun 2018 tersebut.16

Namun demikian, setiap daerah, baik pemerintahan Provinsi

maupun Kabupaten atau Kota, diberikan kebebasan untuk tetap

mempertahankan, mengubah, atau memodifikasi sesuai kebutuhan

sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 49 Tahun 2001

tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau

sebutan lain.

16Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah

29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Dalam usaha pengumpulan data ini, peneliti memilih lokasi di

Kota Makassar. Lokasi ini dipilih berdasarkan objek penelitian

terkait Efektivitas kebijakan hukum di Kota Makassar.

B. Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan untuk penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian yang

mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum

positif secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu.

Pengkajian tersebut bertujuan untuk memastikan apakah hasil

penerapan pada peristiwa hukum itu sesuai atau tidak dengan

ketentuan undang-undang.

C. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini mencari bahan hukum dalam bentuk fakta-fakta.

Fakta-fakta diperoleh dengan mengumpulkan data-data yang

diperoleh dari dua sumber yaitu:

1. Data Primer

Yaitu Data yang akan digunakan dan diperoleh secara

langsung di lokasi penelitian melalui wawancara langsung

kepada narasumber.

30
2. Data Sekunder

Data ini diperoleh dengan mempelajari bahan-bahan

pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan,

literatur-literatur (kepustakaan), doktrin, jurnal hukum, dan

internet. Serta dalam penelitian ini didukung oleh data

primer yang didapat dari penelitian lapangan yang

berhubungan dengan permasalahan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data untuk

penelitian ini yaitu:

1. Data Primer, yakni dengan menggunakan teknik

wawancara, penulis mengadakan tanya jawab dengan

pihak yang terkait langsung dengan masalah yang diteliti

2. Data Sekunder, yakni penulis mengambil data dengan

mengamati literature-literatur, jurnal hukum, serta internet

E. Analisis Data

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analitik,

yakni metode untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data

yang mengandung makna secara signifikan dapat mempengaruhi

subtansi penelitian terhadap permasalahan yang dapat ditarik

dengan kesimpulan.

31
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Efektivitas Peraturan Walikota Makassar No. 27 tahun 2022

tentang Peranan Kelembagaan dan Penguatan Fungsi RT &

RW

Efektivitas hukum merupakan keberhasilan hukum untuk

mencapai tujuannya. Efektivitas diartikan sebagai sesuatu atau

kondisi di mana telah sesuai dengan target ataupun tujuan yang

akan ditempuh atau diharapkan. Hukum itu dikatakan efektif

apabila warga masyarakat berperilaku sesuai yang diharapkan

atau dikehendaki oleh hukum.

Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas hukum atau

aturan, maka yang harus diketahui adalah sejauh mana hukum

atau aturan itu ditaati atau tidak ditaati oleh masyarakat. Yaitu jika

aturan tersebut ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi

sasaran ketaatan, dalam hal ini adalah masyarakat terkhususnya

yang menjadi ketua RT dan ketua RW.

Teori Efektivitas menurut Soejono Seokanto, adalah bahwa

efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) factor,

yaitu :

a. Faktor hukumnya sendiri

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di

32
lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara

kepastian hukum dan keadilan. Sebuah peraturan mestinya

memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan. Maka dari itu peneliti akan mencoba

mengkontraskan Peraturan Walikota (Perwali) Makassar

No. 27 Tahun 2022 Tentang Peranan Kelembagaan dan

Perkuatan Fungsi RT dan RW ini.

Didalam Pasal 5 Huruf G Undang-Undang No. 12 Tahun

2011. Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah

bahwa pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

mulai dari perencanaan, pembahasan, pengesahan atau

penetapan dan pengundangan bersifat transparan dan

terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat

mempunyai kesempatan yang sama seluas-luasnya untuk

memberikan masukan dalam pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan. Dari penjelasan tersebut mesti

digaris bawahi tentang transparansi dan partisipasi publik

dikarenakan hal tersebut menjadi pokok dari penjabaran

daripada asas keterbukaan.

Partisipasi publik pada dasarnya adalah jaminan yang

harus diberikan kepada rakyat untuk dapat turut serta

dalam proses penyelenggaraan Negara dan mengakses

kebijakan publik secara bebas serta terbuka. Hal tersebut

33
menjadi perwujudan dari sistem yang secara ideal

mensyaratkan kedaulatan berada ditangan rakyat dan

dilaksanakan dalam bentuk demokrasi partisipatoris.

Hakikat penting dalam pembentukan peraturan daerah

yaitu: (i) memberikan landasan yang baik untuk membuat

kebijakan publik dalam menciptakan suatu good

govermance. (ii) memastikan adanya implementasi yang

lebih efektif karena warga mengetahui dan terlibat dalam

pembentukan kebijakan publik. (iii) meningkatkan

kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislative. (iv)

efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan publik

dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui

kebijakan publik, maka sumber daya yang digunakan

dalam sosialisasi kebijakan publik dapat dihemat.

Selain daripada asas keterbukaan merupakan suatu

modal penting, asas partisipasi juga adalah satu hal yang

harus diperhatikan. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela

oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya

sendiri. Memahami arti bahwa partisipasi merupakan kata

kunci utama dalam pemberdayaan, partisipasi berkaitan

dengan tiga hal yakni :

a. Arena utama partisipasi adalah kebijakan (baik dalam

bentuk peraturan maupun program) sebab kebijakan

34
merupakan tempat yang mempertemukan antara

pemerintah dan masyarakat

b. Substansi partisipasi pada prinsipnya mencangkup

tiga hal yakni suara (voice), akses dan kontrol

masyarakat terhadap pemerintahan dan

pembangunan yang mempengaruhi kehidupan sehari-

hari

c. Proses partisipasi adalah berbagai kegiatan yang

mempertemukan antara pemerintah dan masyarakat,

atau kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam

menyampaikan suara, akses, dan kontrol

Sesuai dengan penjelasan diatas, dalam pasal 96

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 dengan menjelaskan

bagaimana mekanisme partisipasi dalam pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan lalu dispesifikasikan

dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 2015

Jo No. 120 Tahun 2018 Tentang Pembentukan Produk

Hukum Daerah. Masyarakat diberikan kesempatan seluas-

luasnya dalam proses pembentukan rancangan peraturan

daerah, yang didalamnya menyebutkan: (1) Masyarakat

berhak memberikan masukan secara lisan dan/ atau tulisan

dalam pembentukan Perda, Perkada, dan/ atau Peraturan

DPRD. (2) Masukan secara lisan dan/ atau tertulis

35
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

melalui: Rapat dengar pendapat umum; Kunjungan kerja;

Sosialisasi; dan/ atau Seminar, Lokakarya, dan/ atau

Diskusi. (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) adalah perseorangan atau kelompok orang yang dapat

berperan serta aktif memberikan masukan atas substansi

rancangan Perda, Perkada, dan/ atau Peraturan DPRD. (4)

Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan

masukan secara lisan dan/ atau tertulis, sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Perda,

Perkada, dan/ atau Peraturan DPRD harus dapat diakses

dengan mudah oleh masyarakat.

Sebagaimana penjelasan tersebut, maka Perwali No. 27

Tahun 2022 Tentang Peranan Kelembagaan dan

Perkuatan Fungsi RT dan RW di Kota Makassar ini belum

dapat dikatakan efektif, dikarenakan dalam proses

pembentukannya tidak mengedepankan Asas Keterbukaan

dan Asas Partisipasi. Berdasarkan keterangan Ibu

Rosdiana selaku eks Ketua RT 01 RW 01 Kec.

Panakukang, Kel. Karuwisi yang mengatakan bahwa

memang dalam proses pembentukan Perwali tersebut tidak

melibatkan masyarakat secara langsung dan juga pihak

dari Pemerintah Kota Makassar tidak melakukan sosialiasi

36
yang baik dengan adanya Perwali tersebut. Sebagaimana

dikatakan oleh Ibu Rosdiana:

“Tidak ada sama sekali pemberitahuan dari pemkot


tentang ini aturan, baru tiba-tiba juga langsung ada. Kita
ini yang masih jadi RT tidak diajak juga cerita tentang itu
aturan RT nya”

Selain dari itu, dalam Perwali ini juga dianggap cacat

atau tidak sempurna dikarenakan adanya pertentangan

antara Perwali dan Perda yang berlaku. Dimana Walikota

Makassar menentukan serta memilih PJ (sementara) Ketua

RT dan RW yang jelas-jelas tidak berdomisili di wilayah

kerjanya. Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan

Perda No. 41 Tahun 2001 dimana pada pasal 12 poin (d),

pada syarat-syarat pengangkatan pengurus itu harus

berdomisili di wilayah kerjanya masing-masing. Pada pasal

23 poin (2) Perwali tersebut juga menjelaskan bahwa

dengan berhentinya Ketua RT dan Rw sebagimana

dimaksud pada poin (1), maka Pemerintah Daerah akan

menunjuk Pejabat Ketua RT dan Ketua RW yang baru.

Dan juga Padag Perda dijelasakan pada pasal 14 juga

disebutkan bahwa, Pengurusan berhenti apabila: (i)

Berakhirnya masa bakti sebagaimana dimaksud pada

pasal 19 setelah terpilih pengurus baru, (ii) Dijatuhi

hukuman pidana karena melakukan tindakan pidana

kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang

37
berkekuatan hukum tetap, (iii) Meninggal dunia, (iv)

Menyatakan mengundurkan diri, (v) tidak berdomisili lagi di

wilayah kerjanya. Mekanisme pemberhentian dalam Perda

tersebut telah diatur sebagaimana tercantum pada pasal

19 Perda tersebut. Hal ini tentunya bertentangan dengan

Stufenbau Theory, teori hukum yang dikemukakan oleh

Hans kelsen, yang menyatakan bahwa sistem hukum

merupakan sistem anak tangga dengan kaidah yang

berjenjang, dimana norma hukum yang paling rendah

harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi.

Berdasarkan Perwali tersebut, pihak dari Pemerintah

Kota Makassar lantas menunjuk Pj Ketua RT dan Ketua

RW untuk mengisi kekosongan jabatan dikarenakan Ketua

RT dan RW sebelumnya telah diberhentikan. Penentuan Pj

tersebut lantas menuai penolakan dari masyarakat

khususnya eks Ketua RT dan RW yang menganggap hal

tersebut terkesan diskriminatif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Rosdiana

selaku eks Ketua RT 01 RW 01 Kec. Panakukang, Kel.

Karuwisi:

“Kalau kembali lagi ke ininya, kan ini kan cuman RT dan


RW, kayaknya tidak perluji kayaknya ada Pj kan, kita ini
kan bukanji pejabat yang sebenarnya itu kayak lurah,
kita juga kan ditunjuk bukanji mestinya pak Danny yang
tnjuk, warga ji yang menunjuk, jadi kalau dipikir dari
anunya, bukanji kayaknya pak Danny yang harus ini.

38
Cocok lah kalau sk nya dia yang bertandatangan, tapi
kalau masalah memberhentikan atau memasang
kayaknya tidak cocok.”

Masyarakat menganggap ada sesuatu yang menjadikan

Pemkot Makassar mengeluarkan Perwali tersebut dengan

mekanisme yang terburu-buru, mengingat pemilihan dan

pengangkatan ketua RT dan RW perlu melalui yang

namanya pemilihan. Dan seharusnya mereka masih

bertugas sampai pada tanggal 23 Maret 2022, sedangkan

Perwali tersebut dikeluarkan pada tanggal 02 Maret 2022,

hal tersebut disampaikan berdasarkan wawancara peneliti

kepada Ibu Nuraeni RT 03/RW 01 Kec. Panakukang, Kel.

Karuwisi yang mengatakan :

“Sebenarnya itu perwali dikeluarkan bulan maret lalu,


sedangkan SK yang lama masih berlaku sampai tanggal
23 Maret 2022, sedangkan walikota kasih keluar tanggal
02 Maret 2022. Ini juga tidak sesuai mi dengan SK
sebelumnya. Ini sebenarnya politik ji.”

Maka penting peneliti untuk menjelaskan terkait

prosedur pembentukan Peraturan Kepala Daerah,

dijelaskan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 120

Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Dalam Negeri No. 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan

Produk Hukum Daerah. Proses pembuatan Perkada

diterangkan pada Pasal 42 Permendagri 120/2018 bahwa :

39
a. Kepala Daerah menetapkan perkada berdasarkan

atas perintah peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

b. Pimpinan perangkat daerah pemrakarsa menyusun

rancangan perkada

c. Rancangan Perkada, setelah disusun, disampaikan

kepada biro hukum Provinsi atau nama lainnya dan

bagian hukum Kabupaten/Kota atau nama lainnya

untuk dlakukan.

Lebih lanjut, Pasal 10 Permendagri 120/2018 kemudian

menguraikan bahwa :

a. Rancangan Perkada yang telah dilakukan

pembahasan disampaikan kepada kepala daerah

untuk dilakukan penetapan dan pengundangan

b. Penandatanganan rancangan sebagaimana dimaksud

pada ayat 1, dilakukan oleh Kepala Daerah

c. Dalam hal ini Kepala Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat 2, berhalangan sementara atau

berhalangan tetap, penandatanganan rancangan

Perkada dilakukan oleh Pelaksana Tugas, Pelaksana

Harian, Penjabat Sementara atau Penjabat Kepala

Daerah

40
d. Pelaksana Tugas, Pelaksana Harian, Penjabat

Sementara atau Penjabat Kepala Daerah,

sebagaimana dimaksud pada ayat 3, dalam

melakukan penandatanganan rancangan perkada,

harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri

Penandatanganan Perkada dibuat dalam rangkap tiga.

Pendokumentasian naskah asli Perkada kemudian

dilakukan oleh:

a. Sekretaris Daerah;

b. Perangkat Daerah yang membidangi hukum Provinsi

atau bagian hukum kabupaten/kota berupa minute;

dan

c. Perangkat Daerah pemrakarsa

Maka seharusnya Walikota Makassar berperan bijak

dalam menjaga kerukunan antar warga masyarakat.

Dikarenakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dilarang

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau

kesusilaan. Karena telah diatur didalam Undang-Undang

No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

Undang No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas

Undang-Undang No. 23 Tahun Tahun 2014 tentang

41
Pemerintahan Daerah, Perda dan Perkada dilarang

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau

kesusilaan. Bertentangan dengan kepentingan umum

meliputi :

a. Terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;

b. Terganggunya akses terhadap pelayanan public;

c. Terganggunya ketentraman dan ketertiban umum;

d. Terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, dan/atau;

e. Diskriminasi terhadap suku, agama, dan

kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.

Dimana Perda Kabupaten/Kota maupun Peraturan

Bupati/Walikota yang bertentangan dapat

dicabut/dibatalkan dengan ketentuan peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan

umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Gubernur

sebagai Wakil Pemerintahan Pusat. Maka

pembatalan/pencabutan Peraturan Kepala Daerah

ditetapkan dengan keputusan Gubernur sebagai wakil

Pemerintahan Pusat, paling lama 7 (tujuh) hari setelah

keputusan pembatalan. Lebih lanjut mekanisme

pencabutan/pembatalan Peraturan Kepala Daerah yang

42
bermasalah diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk

Hukum Daerah.

b. Faktor penegak hukum

Penegak hukum atau orang yang mempunyai

wewenang menerapkan hukum mempunyai ruang lingkup

yang sangat luas karena mencakup mereka yang secara

langsung berkecimpung di bidang penerapan hukum.

Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan dan

peranan. Oleh karena itu, seorang penegak hukum yang

mempunyai kedudukan tertentu dengan sendirinya memiliki

wewenang untuk melakukan sesuatu berdasarkan

jabatannya. Penegak hukum dalam hal ini adalah Walikota

Makassar sesuai Perda No. 41 Tahun 2001 Tentang

Pedoman Pembentukan Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat Dalam Daerah Kota Makassar, dimana

Walikota Makassar memiliki wewenang untuk mengelola

dan melakukan pengawasan terhadap lembaga

pemberdayaan masyarakat khususnya RT dan RW.

Apabila peraturan perundang-undangan sudah baik,

akan tetapi jika penegak hukum kurang baik, maka akan

43
menimbulkan efek pada sistem penegakan hukum. Aturan

yang sudah baik tapi tidak didukung oleh penegak hukum

maka cukup sulit untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat.

Dalam hal ini Walikota Makassar mempunyai kewajiban

untuk mengatur dan membuat suatu Perwali untuk

lembaga RT dan RW di Kota Makassar. Namun didalam

keputusannya, Walikota Makassar dinilai melakukan

perbuatan yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah

Kota Makassar terhadap Peraturan yang dikeluarkan, yakni

Perwali No. 27 Tahun 2022 tentang Peranan Kelembagaan

dan Perkuatan Fungsi RT dan RW di Kota Makassar.

Dikarenakan dalam prosedur pembuatannya tidak

melibatkan elemen masyarakat secara menyeluruh, maka

masyarakat menganggap bahwa Walikota Makassar

melakukan tindakan yang semena-mena. Berdasarkan

keterangan Ibu Haerani selaku PJ dari RT 03/ RW 01 Kec.

Karuwisi, Kel. Karuwisi:

“kita tidak tau kenapa walikota, sampai ada rt dan rw


yang diberhentikan sama ada yang tetap menjabat,
sebenarnya tidak usah diberhentikan, langsung saja
adakan pemilihan supaya semua masyarakat tenang,
daripada kayak sekarang, terlihat semena-mena sekaliki
kalo jadi pemimpin. Bagus seperti yang kemarin”

Dalam hasil wawancara peneliti, masyarakat yang

dimaksud juga membandingkan dengan Perwali

44
sebelumnya, yakni Peraturan Walikota No. 1 Tahun 2017

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Ketua RT dan

RW, dimana mereka merasa lebih puas dikarenakan hasil

daripada pemilihan tersebut murni adalah hasil daripada

pilihan warga setempat. PJ Ketua RT tersebut juga merasa

kurang setuju dengan tindakan Walikota memberhentikan

Ketua RT dan RW secara terpihak.Berdasarkan hasil

wawancara dengan Ibu Rosdiana selaku PJ RT 01/ RW 01

Kec. Panakukang, Kel. Karuwisi yang dimana beliau

merasa kurang setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan

oleh Walikota Makassar:

“sebenarnya kurang setuju juga dengan kebijakannya,


karena saya sudah lama berteman dengan RT dan RW
yang lain, tapi karena aturan baru jadi sedih juga saya
rasa lihat teman-teman diberhentikan.”

Sesuai penjelasan diatas, Walikota melakukan hal yang

diluar daripada harapan masyarakatnya, dan juga PJ yang

menjabat secara sementara juga menyayangkan aturan

tersebut yang dibuat tidak memperhatikan kondisi

masyarakat. Maka faktor penegak hukum yang dalam hal

ini Walikota Makassar mempunyai peran yang penting

dalam memfungsikan hukum. Ketika peraturannya sudah

baik tetapi kualitas penegak hukum rendah maka aturan

hukum tersebut tidak akan berlaku sebagaimana mestinya.

45
c. Faktor Sarana dan fasilitas

Faktor Sarana dan Fasilitas merupakan faktor yang

sangat penting untuk mengefektifkan suatu aturan itu

sendiri. Untuk memperoleh keberhasilan hukum atau

efektifitas hukum maka diperlukan sarana atau fasilitas

yang mendukung dalam menjalankan aturan tersebut.

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut tidak akan

mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang

seharusnya dengan peranan yang aktual. Dalam hal ini,

Pemkot Makassar mesti merampungkan segala hal untuk

segera melakukan pemilu raya, termasuk menyiapkan

Perwali mengenai mekanisme pemilihan Ketua RT dan RW

yang baru, dikarenakan Perwali No. 1 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemilihan Ketua RT dan RW sudah

dinyatakan berhenti. Dikarenakan hal tersebut, banyak

pihak dari mantan Ketua RT/RW yang mendesak

Pemerintah Kota agar segera melaksanakan pemilu raya,

hal itu dilakukan agar Ketua RT/RW definitif bisa segera

menjabat. Dalam hal ini juga masyarakat menilai bahwa

tidak indikator yang pasti mengenai sosok yang ditunjuk

dan menjabat sebagai Pj.

Sementara itu, dikutip dari media sindonews bahwa

Walikota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto belum dapat

46
melaksanakan Pemilu Raya lantaran Pemerintah Kota

Makassar tak memiliki anggaran. Dia mengaku anggaran

itu memang tak ada dalam anggaran pendapatan dan

belanja (APBD) pokok Pemkot Makassar tahun ini.

Walikota Makassar juga menuturkan penyiapan Pemilu

Raya Ketua RT/RW se-Kota Makassar memang

membutuhkan waktu. Namun jika Perwali dan

Penganggarannya sudah rampung, pihaknya akan

langsung melaksanakan. Berdasarkan pemberitaan yang

dilansir oleh detiksulsel, Walikota Makassar menyampaikan

keterangan terkait akan diselenggarakannya Pemilu Raya

RT dan RW yang terkendala terhadap anggaran:

“Insyaallah langsung kita gelar (Pemilu Raya Ketua


RT/RW Makassar begitu Perwali dan penganggarannya
rampung.)”

Tetapi dalam hal ini, pihak Pemerintah Kota Makassar

menjanjikan jika pelaksanaan Pemilu Raya bakal

dilaksanakan pada tahun ini. Maka perlu pihak Pemkot

Makassar untuk segera merampungkan dan memfasilitasi

agar Pemilu Raya pemilihan RT dan RW cepat

dilaksanakan.

d. Faktor masyarakat

Masyarakat dalam hal ini menjadi suatu faktor yang

cukup mempengaruhi juga didalam efektivitas hukum.

47
Apabila masyarakat tidak sadar hukum atau tidak patuh

hukum ataupun tidak senang dengan hukum yang berlaku.

Maka tidak ada keefektifan. Kesadaran hukum adalah

konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian

antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau

sepantasnya. Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan peneliti kepada Ibu Haerani RT 03/ RW 01

selaku salah satu dari beberapa Ketua RT yang tidak

diberhentikan, dimana beliau kurang senang terkait

pemberhentian teman-teman RT dan RW yang dilakukan :

“Kalau saya pribadi tidak senang juga sih, tapi kami tidak
tau faktor lainnya. Kalau saya amanji, kan juga Koran
yang say abaca itu, Walikota mauji adakan pemilu raya.
Ditunggu saja perubahan anggarannya, baru bisa
diadakan pemilihan.”

Dari hasil wawancara tersebut jelas, bahwa tidak sedikit

Ketua RT dan RW yang senang dengan kebijakan Walikota

tersebut, baik yang diberhentikan maupun yang masih

ditugaskan. Maka perlu bagi pihak Pemkot Makassar untuk

sadar bahwa kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh

pihak Pemkot terhadap masyarakat mengenai Perwali No.

27 Tahun 2022.

Beberapa masyarakat setempat di Kelurahan Karuwisi

juga menyayangkan kebijakan Pemkot Makassar terkait

pemberhentian RT dan RW setempat. Berdasarkan

48
keterangan Ibu Haerani selaku RT setempat juga

beranggapan bahwa Perwali yang baru jauh berbeda

dengan Perwali yang lama. Dimana Perwali yang baru

justru membuat warga setempat kurang senang

dikarenakan efek dari pemberhentian yang dilakukan oleh

Walikota Makassar. Berdasarkan keterangan Ibu Haerani:

“Yang lama lah, iya. Karena artinya warga juga merasa


puas dengan yang dia tunjuk, bukan yang langsung di
inikan. Artinya inilah, tidak efisien, mana lagi belum
masanya kita berakhir sudah diberhentikan. Insentifnya
juga seharusnya kita masih terima, ini belum ada. Bukan
tidak ada tapi belum ada, jangan sampai kita bilang tidak
ada lantas ada.”

Karena sesuai data diatas bahwa pandangan

masyarakat tentang aturan tersebut masih kurang baik

diterima dilingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu,

Pemerintah Kota Makassar diharapkan untuk lebih aktif lagi

memberikan pemahaman serta perbaikan pada aturan

tersebut agar masyarakat lebih menerima aturan tersebut.

e. Faktor kebudayaan

Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai

yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang

merupakan konsepsi asbtrak mengenai apa yang dianggap

baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk

(sehingga dihindari). Dikaitkan dengan Perwali ini, maka

penting Pemkot Makassar perlu memperhatikan terkait

49
budaya yang berkembang di tanah Makassar itu sendiri,

dimana masyarakat lebih mengedepankan yang namanya

Siri’ (harga diri). Siri’ merupakan konsep kesadaran hukum

dan falsafah pedoman hidup bagi masyarakat Bugis

khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya adalah

sesuatu yang dianggap sakral dalam menjalani kehidupan.

Kebudayaan tersebut didasari sebuah kebiasaan yang

berlaku di kalangan masyarakat pada khususnya Kota

Makassar. Dimana kebiasaan tersebut lah yang dijadikan

pedoman agar menciptakan suatu kerukunan,

ketentraman, serta ketertiban dalam masyarakat yang

menetap di Kota Makassar. Hal tersebut penting untuk

diperhatikan.

B. Peraturan Yang Tepat Dalam Mengatur Kelembagaan dan

Fungsi Ketua RT dan Ketua RW

Pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian menjadi Undang-Undang

No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan

secara garis umum bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang

dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dapat

dikatakan juga otonomi daerah merupakan sistem perpanjangan

50
kewenangan pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah

untuk melaksanakan pemerintahan sendiri di wilayahnya. Dengan

adanya otonomi daerah, daerah berhak mengatur daerahnya

namun tetap dalam pengawasan pemerintah pusat sesuai

peraturan perundang-undangan.

Peraturan Walikota Makassar No. 27/2020 tentang Peranan

Kelembagaan dan Perkuatan Fungsi Ketua RT dan Ketua RW

menjadi landasan dalam konteks Kelembagaan dan Fungsi

lembaga RT dan RW. Dimana pada Perwali tersebut sudah sangat

tepat dalam mengatur terkait kelembagaan RT dan RW, namun

dalam konteks pengangkatan Ketua RT dan RW perlu melihat

Perda No. 41 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pembentukan

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Dalam Daerah Kota

Makassar, dikarenakan pada Perwali No. 27 Tahun 2022 tersebut

telah memberikan wewenang sepihak kepada Walikota Makassar

untuk menunjuk langsung PJ Ketua RT dan RW. Maka dari itu

untuk mengatur pengangkatan Ketua RT dan RW mesti meliha

relugasi yang berdasarkan pasal 4 Perwali No. 27/2020 dijelaskan

bahwa:

a. Kelembagaan RT dan RW, diatur dalam Peraturan

Walikota

b. Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, terdiri

atas :

51
1) Ketua;

2) Sekretaris;

3) Bendahara; dan

4) Bidang sesuai dengan kebutuhan

Dalam konteks penataan kelembagaan, berdasarkan pasal 4

Perwali No. 27/2022 sudah merupakan hal yang bagus,

dikarenakan pada perwali sebelumnya belum menjabarkan tatanan

kelembagaan yang pasti didalam lembaa RT dan RW. Dan juga,

pada pasal tersebut sudah sesuai dengan yang tertuang didalam

Peraturan Daerah (Perda). Berdasarkan Perda No. 41/2001

tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat Dalam Daerah Kota Makassar, itu kemudian dijelaskan

pada pasal 1 poin (h) bahwa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

selanjutnya disingkat LPM merupakan wadah yang dibentuk atas

prakarsa masyarakat sebagai mitra Pemerintah Kelurahan dalam

menampung dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat

dibidang pembangunan. Serta pada pasal 2 Perda No. 41/2001

dijelaskan bahwa :

a. Disetiap Kelurahan dibentuk LPM

b. LPM sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini

menggunakan nama LPM dengan penambahan atau

penyesuaian sesuai kebutuhan dan kondisi social budaya

masyarakat

52
Dalam hal ini, maka Peraturan mengenai kelembagaan

harusnya tidak bertentangan dengan apa yang tercantum didalam

Peraturan Daerah Kota Makasssar, maka penting bagi suatu

pengambil kebijakan dalam hal ini Pemkot Makassar untuk mampu

mengambil segala kebijakan yang mereka tuangkan dalam sebuah

aturan yang tidak bertentangan dengan Perda yang lebih dahulu

telah diatur/diberlakukan.

Sedangkan dalam hal mengenai fungsi RT dan RW,

sebenarnya telah diatur diberbagai Peraturan Perundang-

undangan, seperti yang dijelaskan didalam Peraturan Menteri

Dalam Negeri No. 18 Tahun 2018 tentang Lembaga

Kemasyarakatan Desa Dan Lembaga Adat Desa. Dimana telah

diuraikan dalam Pasal 6 bahwa, jenis Lembaga Kemasyarakatan

Desa atau disingkat LKD, paling sedikit meliputi :

a. Rukun Tetangga;

b. Rukun Warga;

c. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga;

d. Karang Taruna;

e. Pos Pelayanan Terpadu; dan

f. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Lebih lanjut dijelaskan pada Permendagri No. 18/2018

tersebut telah dijelaskan mengenai fungsi daripada lembaga RT

dan RW, dimana pada pasal 7, Rukun Tetangga dan Rukun Warga

53
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) RT dan RW

bertugas untuk :

a. Membantu Kepala Desa dalam bidang pelayanan

pemerintahan;

b. Membantu Kepala Desa dalam menyediakan data

kependudukan dan perizinan; dan

c. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala

Desa

Berdasarkan Permendagri tersebut, lebih lanjut dijabarkan

mengenai Tugas dan Fungsi Lembaga Adat Desa, yang dimana

dalam hal ini meliputi RT dan RW. Maka pada pasal 10 dijelaskan :

a. LAD bertugas membantu Pemerintah Desa dan sebagai

mitra dalam memberdayakan, melestarikan, dan

mengembangkan adat istiadat sebagai wujud pengakuan

terhadap adat istiadat masyarakat desa.

b. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada

ayat 1, LAD berfungsi:

1) Melindungi identitas budaya dan hak tradisional

masyarakat hukum adat termasuk kelahiran, kematian,

perkawinan, dan unsure kekerabatan lainnya;

2) Melestarikan hak ulayat, tanah ulayat, hutan adat, dan

harta dan/atau kekayaan adat lainnya untuk sumber

54
penghidupan warga, kelestarian lingkungan hidup, dan

mengatasi kemiskinan di Desa;

3) Mengembangkan musyawarah mufakat untuk

pengambilan keputusan dalam musyawarah Desa;

4) Mengembangkan nilai adat istiadat dalam penyelesaian

sengketa pemilikan waris, tanah, dan konflik dalam

interaksi manusia;

5) Pengembangan nilai adat istiadat untuk perdamaian,

ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa;

6) Mengembangkan nilai adat untuk kegiatan kesehatan,

pendidikan masyarakat, seni, dan budaya, lingkungan,

dan lainnya;

7) Mengembangkan kerjasama dengan LAD lainnya

Berdasarkan uraian diatas, maka dipandang perlu untuk

menyesuaikan sebuah Peraturan Walikota dengan apa yang

kemudian tercantum didalam Peraturan Perundang-undangan. Hal

terkait fungsi juga telah dijabarkan didalam Peraturan Daerah Kota

Makassar, yakni Perda No. 41/2001, dimana pada perda tersebut

dijelaskan bahwa Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, dalam hal

ini meliputi RT dan RW sebagaimana dimaksud pada pasal 2,

mempunyai tugas :

a. Menyusun rencana pembangunan yang partisipatif;

b. Menggerakkan swadaya gotongroyong masyarakat;

55
c. Melaksanakan dan mengendalikan pembangunan

Lebih lanjut pada poin (2), dalam melaksanakan tugas LPM

dalam hal ini meliputi RT dan RW mempunyai fungsi antara lain :

a. Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan

kesatuan masyarakat kelurahan;

b. Pengkoordinasian dan pemupukan rasa persatuan dan

kesatuan masyarakat kelurahan;

c. Pengkoordinasian lembaga kemasyarakatan;

d. Perencanaan kegiatan pembangunan secara partisipatif

dan terpadu;

e. Penggalian dan pemanfaatan sumber daya kelembagaan

untuk pembangunan kelurahan

Berdasarkan uraian tersebut, maka penting bagi pengambil

kebijakan dalam hal ini Pemkot Makassar didalam membuat suatu

Perwali harus senantiasa sesuai dengan apa yang tercantum pada

Perda tersebut terkait Tugas dan Fungsi lembaga RT dan RW.

Dijelaskan dalam perwali tersebut yang menjadi akar permasalah

ialah terletak pada Bab XII (Ketentuan Peralihan) Pasal 23 Poin

(2), dimana pasal tersebut menjelaskan bahwa dengan berhentinya

ketua RT dan ketua RW sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

maka Pemerintah Daerah akan menunjuk Penjabat Ketua RT dan

Ketua RW yang baru. Hal ini bertentangan dengan maksud pasal 5

Perwali tersebut yang mengisyaratkan pengisian kelembagaan RT

56
dan RW dilakukan dengan pemilihan yang demokrasi. Maka perlu

pihak Pemerintah Kota Makassar untuk lebih memperhatikan apa

yang menjadi polemik ditengah-tengah masyarakat terkait dengan

Perwali yang ia keluarkan jelas-jelas tidak sesuai dengan perintah

dari Peraturan Daerah (Perda). Maka ketidaksesuaian antara

Perda dan Perwali seharusnya yang dilakukan oleh Pemerintah

Kota Makassar ialah merevisi Perwali No. 27 Tahun 2022 tersebut

dengan cara menghilangkan Pasal 23 poin 2 tentang Ketentuan

Peralihan yang menjadi sebab terjadinya kontroversi dikalangan

masyarakat, lalu pengisian kelembagaan RT dan RW Kembali ke

Pasal 5 ayat (1) dengan cara dipilih langsung oleh warga, ataupun

melakukan Judicial Review dimana jika Peraturan Walikota

bertentangan dengan Peraturan Daerah, maka dilakukan Uji

Materiil (Permohonan keberatan ke Mahkamah Agung) untuk

menilai materi muatan peraturan perundang-undangan dibawah

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

57
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan di atas,

akhirnya di tarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Efektivitas Perwali No. 27/2020 tentang Peranan Kelembagaan

dan Perkuatan Fungsi Ketua RT dan Ketua RW belum dapat

dikatakan efektif, dikarenakan berdasarkan hasil wawancara

masih terdapat beberapa faktor sehingga Perwali tersebut

belum bisa dikatakan efektif, factor tersebut antara lain:

masyarakat masih melakukan aksi demonstrasi terkait Perwali

tersebut, Perwali mengenai teknis pemilihan ketua RT dan RW

belum dikeluarkan sesuai janji Pemkot Makassar, dan

Pemilihan RT dan RW belum dilaksanakan sampai pada hari

ini

2. Peraturan Walikota atau Perwali yang tepat untuk mengatur

tentang Kelembagaan dan Fungsi RT dan RW harus sesuai

dengan ketentuan-ketentuan terkait kelembagaan dan fungsi

yang diatur didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

18/2018 serta Peraturan Daerah Kota Makassar No. 41/2001

58
B. Saran

Saran yang diajukan dalam akhir penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Sebelum menetapkan sebuah kebijakan, pemerintah kota

Makassar mesti mempersiapkan secara matang hal-hal yang

dipandang perlu untuk menetapkan sebuah peraturan, seperti

melakukan sosialisasi, agar sebuah peraturan dinilai sesuai

dengan kedaulatan rakyat

2. Pemerintah Kota Makassar perlu mendengarkan keluhan

masyarakat kepada pemerintah, untuk sosialisasi komunikasi

antara pemerintah dengan masyarakat untuk mendapatkan

solusi terkait kebijakan Perwali mengenai RT dan RW

59
DAFTAR PUSTAKA

A. AL-QUR’AN

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya Surah Al-Hadid

B. LITERATUR

Abu Tamrin, Hukum Tata Negara. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

Syariah Hidayatullah, 2010.

Ade Heryana, Organisasi dan Teori Organisasi. Tangerang: Penerbit

Republika, 2020.

Soerjono SOekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam

Kerangka Pembangunan di Indonesia, Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta, 1976, hlm. 45.

Agus Riswanto, Perihal Penegakan Hukum Pemilu. Jakarta: Penerbit

BAWASLU, 2019.

Andi Cudai Nur, Analisis Kebijakan Publik. Makassar: Badan Penerbit

Universitas Negeri Makassar, 2019.

60
Basuki, Zulfa Djoko, Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010.

Carl V. Patton and David S. Sawicki, Basic Method of Policy and

Planning. Courier Companies.

Eko Handoyo dan Puji Lestari, Pendidikan Politik. Yogyakarta:

Penerbit Pohon Cahaya, 2017.

Henry B. Moyo, An Introduction to Democratic Theory. New York:

Oxford University Press, 1960.

Indra Pahlevi, Sistem Pemilu di Indonesia. Jakarta: Sekretariat

Jenderal DPR RI, 2015.

Jimly Asshiddiqqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta:

Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi RI, 2006.

Nuryanti Mustari, Pemahaman Kebijakan Publik. Yogyakarta: PT

Leutika Nouvalitera, 2015.

P.J Suwarno, Dari Azzazyokai dan Tonarigumi ke Rukun Kampung

dan Rukun Tetangga di Yogyakarta. Yogyakarta: Pusat Studi

dan Dokumentasi Sejarah Indonesia Jurusan Sejarah Fakultas

Sastra Universitas Sanata Dharma, 1995.

61
Rahyunir Rauf, Lembaga Kemasyarakatan di Indonesia. Yogyakarta:

Penerbit Zanafa Publishing, 2015.

Sri Hardiati Wara Kustriani, Analisis Kebijakan. Jakarta: Lembaga

Administrasi Negara, 2015.

Stephen R. Covey, The 7 Habits of Highly Effective People. Free

Press, 2005.

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:

P.N Balai Pustaka, 1999.

Wayne Parsons, “Public Policy” Pengantar Teori dan Praktik Analisis

Kebijakan. Universitas London UK, 2008.

Ananda Istiqomah, “Persyaratan RT dan RW Berdasarkan Perda

Kabupaten Lamongan Nomor 3 Tahun 2018 Perspektif Imam

Al-Mawardi”. Journal of Constitutional Law, Volume 2, Nomor 2,

2020.

Eko Survianto, Quo Vadis RT RW. Jurnal Ilmu Administrasi, Volume 5,

Nomor 3, 2008

Hardi Mulyono, “Kepemimpinan (Leadership) Berbasis Karakter dalam

Peningkatan Kualitas Pengelolaan Perguruan Tinggi". Jurnal

Penelitian Pendidikan Sosial Humaniora, Volume 3, Nomor 2.

2018.

62
M. Syawaluddin, “Studi Pelaksanaan Fungsi Rukun Tetangga di

Kelurahan Tanjung Batu Kota Kecamatan Kundur Kabupaten

Karimun”. Jurnal Analisis Ilmu Pemerintahan, Volume 2, Nomor

1, 2016

C. INTERNET DAN SUMBER LAIN

Hendrik Khoirul Muhid, "Sejarah RT/RW di Indonesia, Benarkah

WarisanJepang?",

https://google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1517666/seja

rah-rtrw-di-indonesia-benarkah-warisan-jepang, (diakses pada

20 Mei 2022, pukul 20.05).

Hukum Online, “Perbedaan Peraturan Daerah Kota dan Peraturan

Walikota”,https://hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-

peraturan-daerah-kota-dan-peraturan-walikota-lt5514ad1af157a

(diakses pada 31 Mei 2022

Wikipedia, Sejarah Singkat RT dan RW

https://id.m.wikiperdia.org/wiki/Rukun_Tetangga, (diakses pada

20 Mei 2022, pukul 19.55).

D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan

63
Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 tentang

Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat.

Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 41 Tahun 2001 tentang

Pedoman Pembentukan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Dalam Daerah Kota Makassar.

LAMPIRAN

64
65

Anda mungkin juga menyukai