Anda di halaman 1dari 4

Kerajaan Mataram Kuno

a. Profil Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno adalah salah satu kerajaan terbesar era nusantara
yang berdiri sekitar abad 8 dan diperkirakan berpusat di Jawa Tengah. Ahli
berpendapat bahwa letak kerajaan Mataram Kuno ada di Medang dan Poh
Pitu.

Dikutip dari buku Sejarah 2 oleh Sardiman A.M, M.Pd., letak Poh Pitu
sendiri sampai sekarang belum begitu jelas. Dalam beberapa catatan sejarah,
hanya dijelaskan bahwa letak Mataram di kelilingi gunung, pegunungan dan
sungai-sungai.

Catatan itu kemudian dipadukan dengan kondisi geografis sekarang yang


dulunya adalah wilayah kekuasaan Mataram Kuno.

Nama Mataram diambil dari istilah Bhumi Mataram. Artinya daerah yang
dikelilingi oleh gunung-gunung.

Berdasarkan letak pemerintahannya sejarah Kerajaan Mataram Kuno terbagi


atas dua periode. Periode pertama ditandai dengan lokasi pusat pemerintah
yang terletak di Jawa Tengah pada abad ke-8. Sementara itu periode kedua
ditandai dengan lokasi pusat pemerintah di Jawa Timur pada abad ke 9-10.

Periode Jawa Tengah diwarnai dengan adanya dua wangsa (dinasti) yang
berkuasa dalam satu masa, yaitu Dinasti Sanjaya (Hindu) dan Wangsa
Syailendra (Buddha).

Salah satu peninggalan keagamaan Dinasti Sanjaya adalah Candi


Prambanan, sedangkan peninggalan Dinasti Syailendra adalah Candi
Borobudur.
b. Informasi Candi Prambanan & Candi Borobudur
Candi Borobudur dan Candi Prambanan adalah dua candi besar yang berdiri
di dataran Mataram. Merupakan salah satu peninggalan kejayaan masa lalu,
kemegahan dua candi itu dapat dilihat hingga kini. Oleh UNESCO, kedua
bangunan itu ditetapkan sebagai situs warisan dunia.
Candi Borobudur dan Prambanan merupakan puncak kesenian Jawa di era
Hindu-Buddha, khususnya di wilayah Jawa Tengah. Keduanya dibangun pada
era Jawa Klasik, yaitu antara tahun 775-900 M.

c. Kisah Cinta Rakai Pikatan & Pramordhawardhani

Candi Plaosan adalah bukti nyata bahwa kekuatan cinta mampu menyatukan
sekat perbedaan. Candi nan cantik ini dibangun oleh Rakai Pikatan yang
beragama Hindu untuk permaisuri terkasihnya Pramodhawardani yang
memeluk Budha. Mengunjungi Plaosan tidak hanya mengajarkan tentang
kekuatan cinta namun juga makna toleransi yang sesungguhnya. Candi Plaosan
sebuah kisah candi paling “romantis” .Jauh sebelum William Shakespeare
menciptakan kisah romantis Romeo Juliet – Hamlet, jauh sebelum kisah
romantis titanic sering kita lihat di televisi, dan jauh sebelum drama-drama
romantisme Korea beredar di Indonesia; Rakai Pikatan telah
mempersembahkan bukti cinta yang tulus dan tidak mengenal batasan agama,
bangsa, dan budaya. Candi Plaosan memiliki sejarah yang unik, candi ini
merupakan persembahan dari Raja Rakai Pikatan untuk Putri Mahkota
Pramodhawardhani. Kompleks candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman
Kerajaan Mataram kuno. Candi ini sebagai bukti cinta dari Raja Rakai Pikatan
yang beragama Hindu, untuk Putri Pramodhawardhani yang beragama Budha.
Walaupun pada akhirnya kisah cinta mereka tidak selalu berjalan mulus.
Perbedaan bukanlah alasan untuk melenyapkan cinta yang telah tumbuh.
Namun justru cintalah yang seharusnya bisa menjadi alat untuk menyatukan
perbedaan. Mungkin hal itulah yang dipegang teguh oleh Rakai Pikatan, hingga
akhirnya dia memutuskan untuk mendirikan bangunan nan cantik, Candi
Plaosan, bagi istrinya yang sangat dia kasihi, Pramodhawardani.
Pramodhawardhani, dia adalah Putri utama dari Samaratungga dari dinasti
Syailendra, kakak Balaputradewa yang menguasai Sriwijaya, dalam prasasti
Kayumwungan dia meresmikan bhumisambara, dalam prasasti Tri Tepusan dia
membebaskan pajak untuk pemeliharaan Bhumisambhara dengan sebutan Sri
Kahulungan, dengan demikian Pramodhawardhani secara tidak langsung adalah
Rani tanah Jawa mewakili Samaratungga ayahnya. Rakai Pikatan, dia bernama
Mpu Manuku, dan bergelar Rakai Patapan ketika dirinya menguasai daerah
Patapan, setelah bergelar Rakai Pikatan dan mendirikan sebuah daerah bernama
Mamwrati dengan kotanya bernama Mawratipura. Sepertinya memang Rakai
pikatan telah merencanakan langkah-demi langkah dengan seksama, mulai dari
cara pendekatannya ke Dinasti Syailendra, cara dirinya mendapatkan
kepercayaan untuk menyakinkan Raja Samaratungga, caranya untuk
mendapatkan hak membangun daerah Mamwrati dan paling hebat adalah
meyakinkan Pramodhawardhani menjadi istrinya. Meski sang raja Rakai
Pikatan beragama Hindu dia tetap memberikan kebebasan kepada istri dan
warganya untuk memeluk keyakinan yang berbeda. Candi Plaosan bukan hanya
menjadi tanda bersatunya dua wangsa besar, Syailendra dan Sanjaya, namun
juga menjadi bukti nyata toleransi umat beragama.
Lantas bagaimana Rakai Pikatan dapat mengawini Pramodhawardani, secara
dia adalah dari dinasti Sanjaya, dinasti yang pecah karena perbedaan agama.
Tentunya kala itu tidaklah mudah dan butuh jiwa besar untuk mengabdi ke
dinasti lain yang telah menyingkirkannya, dendam kemungkinan ada, dan
sebaliknya bagi yang menerima pengabdian yaitu Raja Samaratungga sama
beratnya untuk menerima secara terbuka. semasa mudanya Rakai Pikatan telah
memiliki ambisi besar, didukung pemikiran yang cemerlang tokoh ini tak
ubahnya cerita sosok Raden Wijaya yang tunduk kepada Kediri yang telah
menguasai Singhasari milik mertuanya, jika Rakai Pikatan mendapatkan
kedudukan untuk pertama kalinya dari dari pemerintahan Samaratungga
sepertinya inilah tonggak awal dari sebuah sejarah besar Jawa di masa Mataram
Kuno karena dari diterimanya seorang tokoh dari dinasti lain dalam barisan
pemerintahan.
Ada hal yang sama menariknya dalam proses masuknya Rakai Pikatan yang
berwangsa Sanjaya kedalam tata kepemerintahan Raja Samaratungga yang
berwangsa Syailendra, adalah keterbukaan secara elegant oleh Raja
Samaratungga, bukankah hal semacam ini sudah dapat diperkirakan lebih jauh,
terlebih dirinya dikelilingi oleh banyak penasihat namun tetap saja penerimaan
pengabdian Rakai Pikatan diterima, ada satu hal yang jarang kita lihat yaitu
“panariman ing garis pepesthen” atau penerimaan digaris nasib, inilah yang
dilakukan oleh Raja Samaratungga dengan tenang menerima apa yang harusnya
diterima secara garis nasib, namun tidak diikuti oleh anak bungsunya yang
bergelar Balaputradewa sehingga nantinya akan timbul konflik yang berakibat
tersingkirnya Balaputradewa ke Sriwijaya.
Dalam proses awal dirinya menjadi Raja Mataram dengan menyatukan 2
wangsa, tentunya Rakai Pikatan paham bahwa Raja yang berkuasa dengan
menganut Hindu Syiwa beristrikan Budha, justru memiliki bangunan pemujaan
Budha sangat besar, akan dikemanakan rakyat yang menganut ajaran Syiwa
seperti dirinya, untuk menjawab hal tersebut dan membayarkan apa yang telah
dilakukan beberapa tahun silam maka dibangunlah kompleks Syiwagrha untuk
memuliakan pemujaan kepada Hindu Syiwa, dengan demikian Rakai Pikatan
menempatkan antara Hindu dan Budha sama bergengsinya, Bhumisambhara
untuk menghormati kemuliaan Samaratungga dan Syiwagrha untuk
menghormati leluhurnya berikut kemulian Trihita Karana sekaligus ungkapan
cinta kepada Pramodhawardhani. Dengan terbangunnya Bhumisambhara dan
Syiwagrha maka kemasyuran tanah Jawa dengan pusatnya di Mataram Kuno
tidak tertandingi, kesempurnaan agama, kesempurnaan pemerintahan dengan
penguasa tunggal Sang Nalendra Gung Binathara berpermaisuri Putri Agung,
berpenasihat Utama, bagaikan Syiwa dan Parwati di kelilingi Wisnu dan
Bhrahma.
Betapa hebatnya pencapaian itu namun sampai detik ini tak ada yang
menempatkan posisi Rakai Pikatan dalam sejarah Jawa.

d. Hal Menarik Yang Terdapat di Kerajaan Mataaram Kuno


dipimpinnya dua dinasti yg berda namun hdup dmai dan brdmpingan(hindu-
budha), prkawinan politik yg mmperstukan krjaan mtram dan pembuatan
candi borobidur dan prambanan.

Anda mungkin juga menyukai