Anda di halaman 1dari 7

BAB II

Pembahasan

A.    Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Prasasti atas nama Dyah Balitung (Rahyang tarumuhun ri Medang ri Poh Pitu)

menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang adalah Rakai Mataram
Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya menggeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak
menyebutkan dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja
lain yang memerintah Pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Raja Sanna.

Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8) adalah kerajaan Hindu di Jawa (Jawa Tengah dan
Jawa Timur). Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasassti yang ditemukan,
Kerajaan Mataram Kuno bermula sejak pemerintahan Raja Sanjaya yang bergelar Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya. Ia memerintah Kerajaan Mataram Kuno hingga 732M.

Kerajaan Mataram Kuno berdiri sejak awal abad ke-8. Pada awal berdirinya, kerjaan
ini berpusat di Jawa Tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10 pusat Kerajaan Mataram
Kuno pindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua latar belakang
keagamaan yang berbedaa, yakni agama Hindu dan Buddha.

1)    Kerajaan Mataram di Jawa Tengah

Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari


dua wangsa(keluarga), yaitu wangsa Sanjaya dan Sailendraa. Pendiri wangsa Sanjaya
adalah Raja Sanjaya. Ia menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja
Sanjaya telah menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja
Sanna wafat.

Setelah Raha Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta
Sailendra, pendiri wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsa Sanjaya seperti Sri
Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai
Warak, dan Sri Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa Sailendra.
Oleh Karena adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya,
Samaratungga (raja wangs aSailendra) menyerahkan anak perempuannya,
Pramodawarddhani, untuk dikawinkan dengan anak Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan
(wangsa Sanjaya). Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno.
Melihat keadaan ini, adik Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa, mengadakan
perlawanan namun kalah dalam peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke
P. Sumatra dan menjadi raja Sriwijaya.

a.Sejarah dan lokasi

Syailendra adalah wangsa atau dinasti Kerajaan Mataram Kuno yang beragama Budha.
Wangsa Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa
sejak tahun 752 M dan hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.

b.Sumber Sejarah

Nama Syailendra pertama kali dijumpai dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun
778 M. Ada beberapa sumber yang menyebutkan asal-usul keluarga Syailendra, Yaitu :
1. Sumber India

Nilakanta Sastri dan Moens yang berasal dari India dan menetap di Palembang
menyatakah bahwa pada tahun 683 M keluarga Syailendra melarikan diri ke Jawa karena
terdesak oleh Dapunta Hyang.

2. Sumber Funan

Codes beranggapan bahwa Syailendra yang ada di Nusantara berasal dari Funan
(Kamboja). Kerusuhan yang terjadi di Funan mengakibatkan keluarga Kerajaan Funan
menyingkir ke Jawa dan menjadi penguasa di Mataram pada abad ke-8 M dengan
menggunakan nama Syailendra.

3. Sumber Jawa

Menurut Purbatjaraka, Keluarga Syailendra adalah keturunan dari Wangsa Sanjaya di


era pemerintahan Rakai Panangkaran. Raja-raja dari keluarga Sayilendra adalah asli
dari Nusantara sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi penganut agama Budha
Mahayana. Pendapatnya tersebut berdasarkan Carita Parahiyangan yang menyebutkan
bahwa Sanjaya menyerahkan kekuasaanya di Jawa Barat kepada puteranya dari
Tejakencana, yaitu Rakai Tamperan atau Rakeyan Panambaran dan memintanya untuk
berpindah agama.

Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :

1. Bhanu (752 – 775 M)

Raja Banu merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra.

2.  Wisnu (775 – 782 M)

Pada masa pemerintahannya, Candi Borobudur mulai dibangun tepatnya 778.

3.  Indra (782 – 812 M)

Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak yang berangka tahun 782 M, di
daerah Prambanan

4.  Samaratungga ( 812 – 833 M)

Raja Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya.


Sebagai raja Mataram Budha, Samaratungga sangat menhayati nilai agama dan budaya
Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai dibangun.

5.  Pramodhawardhani (883 – 856 M)

Pramodhawardhani adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau
bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar kedhaton yang menjadi tumpuan
harapan bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan,
Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.

6.  Balaputera Dewa (883 – 850 M)

Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi Tara,
puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan
oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Balaputera Dewa merasa
berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah
Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada Rakai  Pikatan
yang keturunan Sanjaya.Dalam peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami
kekalahan dan melarikan diri ke Pelembang.

2)    Kerajaan Mataram di Jawa Timur

Setelah terjadinya bencana alam yang dianggap sebagai peristiwapralaya, maka sesuai
dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru
pula. Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun kembali
kerajaan ini di Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa Timur. Mpu
Sindok naik takhta kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang
didirikan Mpu Sindok ini tetap bernama Mataram. Dengan demikian Mpu Sindok dianggap
sebagai cikal bakal wangsabaru, yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa
Timur tidak disertai dengan penaklukan karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan
Kerajaan Mataram Kuno telah meluass hingga ke Jawa Timur. Setelah masa pemerintahan
Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga
(1020). Sampai pada masa ini Kerajaan Mataram Kuno masih menjadi suatu kerajaan
yang utuh. Akan tetapi, untuk menghindari perang saudara, Airlangga membagi
kerajaan menjadi dua, yaitu Kerajaan Pangjalu dan
Janggala.                                    

Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan


Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad
ke-8, kemudian erpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini
banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang
bercorak Hindumaupun Buddha.

B.     Kejayaan dan keruntuhan Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya,
termasuk Madura. Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin
berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah harus menerima bantuan VOC pada
masa-masa akhir menjelang keruntuhannya.

Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, disebabkan


oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut
menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut
menjadi rusak. Kedua, runtuhnya kerajaan  Mataramdisebabkan oleh krisis politik
yang terjadi tahun 927-929 M. Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak
kerajaan dikarenakan pertimbangan ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur,
jarang terdapat sungai besar dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis. Sementara
di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk
perdagangan, dan dekat dengan daerah sumber penghasil komoditi perdagangan.

Sepeninggal raja Sanna, Negara menjadi kacau, Sanjaya kemudian tampil menjadi raja
atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha yang merupakan saudara perempuan dari Raja
Sanna. Nama Sanna tidak terdapat dalam daftar para raja versi prasasti Mantyasih.
Bisa jadi ia memang bukan raja Kerajaan Medang. Kemungkinan besar riwayat Sanjaya
mirip dengan Raden Wijaya (pendiri Kerajaan Majapahit akhir abad ke-13) yang
mengaku sebagai penerus takhta Kertanagara raja Singhasari, namun memerintah sebuah
kerajaan baru dan berbeda. Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam
Carita Parahyangan yang baru di tulis ratusan tahun setelah kematiannya sekitar
abad ke-16

Dan karena pernikahan antaraPramodawarddhani dengan Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya)


menimbulkan toleransi dan kedamaian mulai terusik. Wangsa Syailendra juga mulai
tenggelam karena terjadi perebutan kekuasaan dengan Balaputradewa (Putra
Samaratungga dari Dewi Tara). Kekalahannya dari perebutan kekuasaan, menjadikan
Balaputradewa hijrah ke Swarnabhumi  [Sumatra] dan kemudian menjadi salah satu raja
di Kerajaan Sriwijaya. Maka Dinasti Syailendra berakhir. Meski dengan berakhirnya
wangsa Syailendra toleransi dan kedamaian antara pemeluk hindu dan budha masih
tetap berlanjut. Rakyat seolah tak peduli dengan konflik elitis, bagi meraka hidup
damai adalah sebuah budaya dan peradaban. Jika inginmengembalikan jatidiri
bangsa maka yang seperti ini yang harus dikembalikan.

Sejak terjadi perebutan kekuasaan dan dipimpin oleh Rakai Pikatan, agama Hindu
mulai dominan menggantikan agama Budha. Sejak saat itulah berakhirnya masa Wangsa
Syailendra di Bumi Mataram.

Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di


Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan
menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan . Mpu Sindok yang membentuk dinasti
baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk  Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan
dari kerajaan sebelumnya yang berpusat
di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan
948 M. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.

a.      Kehidupan ekonomi

     Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Hal ini bisa dilihat dari usahausaha 
yang ia lakukan, seperti Mpu Sindok banyak membangun bendungan  dan memberikan
hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan suci untuk  meningkatkan kehidupan
rakyatnya. Begitu pula pada masa pemerintahan  Airlangga, ia berusaha memperbaiki
Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai
Berantas dengan memberi tanggul-tanggul untuk mencegah banjir. Sementara  itu
dibidang sastra, pada masa pemerintahannya telah tercipta satu hasil karya  sastra
yang terkenal, yaitu karya Mpu Kanwa yang berhasil menyusun kitab Arjuna Wiwaha.
Pada masa Kerajaan Kediri banyak informasi dari sumber  kronik Cina yang menyatakan
tentang Kediri yang menyebutkan Kediri banyak menghasilkan beras, perdagangan yang
ramai di Kediri dengan barang yang  diperdagangkan seperti emas, perak, gading,
kayu cendana, dan pinang. Dari keterangan tersebut, kita dapat menilai bahwa
masyarakat pada umumnya hidup dari pertanian dan perdagangan.

b.     Kehidupan sosial-budaya

       Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengi inkan penyusunan kitab
Sanghyang Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu Sindok sendiri
beragama Hindu. Pada masa pemerintahan Airlangga tercipta karya sastra Arjunawiwaha
yang dikarang oleh Mpu Kanwa. Begitu pula seni wayang berkembang dengan baik,
ceritanya diambil dari karya sastr Ramayana dan Mahabharata yang ditulis ulang dan
dipadukan dengan budaya Jawa.

Raja Airlangga merupakan raja yang peduli pada keadaan masyarakatnya. Hal itu
terbukti dengan dibuatnya tanggul-tanggul dan waduk di beberapa bagian di Sungai
Berantas untuk mengatasi masalah banjir. Pada masa Airlangga banyak dihasilkan
karya-karya sastra, hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kebijakan raja yang
melindungi para seniman, sastrawan dan para pujangga, sehingga mereka dengan bebas
dapat mengembangkan kreativitas yang mereka miliki. Pada kronik-kronik Cina
tercatat beberapa hal penting tentang Kediri yaitu:

1)     Rakyat Kediri pada umumnya telah memiliki tempat tinggal yang baik, layak
huni dan tertata dengan rapi, serta rakyat telah mampu untuk berpakaian dengan
baik.
2)     Hukuman di Kediri terdapat dua macam yaitu denda dan hukuman mati bagi
perampok.

3)     Kalau sakit rakyat tidak mencari obat, tetapi cukup dengan memuja para dewa.

Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di
Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa
Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur. Istilah Wangsa Sanjaya merujuk
pada nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya. Dinasti ini menganut
agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa pemerintahan Rakai
Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas Medang direbut
oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Mulai saat itu Wangsa
Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula menguasai Kerajaan
Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang
keturunan Sanjaya bernama Rakai       Pikatan berhasil
menikahi Pramodawardhaniputri mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia
bisa menjadi raja Medang, dan memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut
dianggap sebagai awal kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya. Menurut teori Bosch, nama
raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap sebagai anggota Wangsa Sanjaya
secara keseluruhan. Sementara itu Slamet Muljanaberpendapat bahwa daftar tersebut
adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa di Medang, dan bukan daftar silsilah
keturunan Sanjaya.
Contoh yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan
putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran
sebagai “permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian
pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh
seorang raja Sailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai
dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra.
Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta
menggantikan Rakai Garung.

      Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit,


yang bermakna “penguasa di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan
“Penguasa di Panangkaran”. Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu
Dyah Pancapana.
Slamet Muljana kemudian mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai Rakai
Garungdengan nama-nama raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui,
misalnya Dharanindraataupun Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan
bagian dari daftar para raja versi Prasasti Mantyasih.
Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru
muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang
membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya,
Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan
Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.

DAFTAR KERAJAAN MATARAM KUNO 

1.      Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno

2.      Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Sailendra

3.      Rakai Panunggalan alias Dharanindra

4.      Rakai Warak alias Samaragrawira
5.      Rakai Garung alias Samaratungga

6.      Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya

7.      Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala

8.      Rakai Watuhumalang

9.      Rakai Watukura Dyah Balitung

10.  Mpu Daksa

11.  Rakai Layang Dyah Tulodong

12.  Rakai Sumba Dyah Wawa

13.  Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur

14.  Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya

15.  Makuthawangsawardhana

16.  Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir

Sejarah - Sejarah Kerajaan - Sejarah Kerajaan Mataram Kuno  Kerajaan Mataram Kuno
Istilah Wangsa Sanjaya Diperkenalkan Oleh Seorang Sejarawan Bernama Dr. Bosch Dalam
Karangannya Yang Berjudul Sriwijaya, De Syailendrawamsa En De Sanjayawamsa (1952).
Dr. Bosch Menyebutkan Bahwa, Di Kerajaan Medang Terdapat Dua Dinasti Yang Berkuasa,
Yaitu Dinasti Sanjaya Dan Dinasti Syailendra. Istilah Wangsa Sanjaya Merujuk Kepada
Nama Pendiri Kerajaan Medang, Yaitu Sanjaya Yang Memerintah Sekitar Tahun 732.
Dinasti Ini Diyakini Menganut Agama Hindu Aliran Siwa, Dan Berkiblat Ke Kunjaradari
Di Daerah India.

PUSAT KERAJAAN MATARAM KUNO

Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di
Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa
Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur.

Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya.
Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa
pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan
atas Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana.

M,Mulai saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula
menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-
an, seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi
Pramodawardhani putri mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa
menjadi raja Medang, dan memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut
dianggap sebagai awal kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.

Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap
sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara itu Slamet Muljana
berpendapat bahwa daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa di
Medang, dan bukan daftar silsilah keturunan Sanjaya.
Contoh yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan
putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran
sebagai “permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian
pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh
seorang raja Sailendra.

Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai dari
Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra.
Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta
menggantikan Rakai Garung.

Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang
bermakna “penguasa di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan “Penguasa
di Panangkaran”. Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah
Pancapana.

Slamet Muljana kemudian mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai Rakai Garung


dengan nama-nama raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindra
ataupun Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan bagian dari daftar
para raja versi Prasasti Mantyasih.

Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru
muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang
membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya,
Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan
Rahyangta i Medang i Bhumi 

Anda mungkin juga menyukai