1) Kejadian bencana
Kejadian / peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, baik yang
terjadi secara tiba – tiba atau perlahan – lahan, dapat menyebabkan hilangnya jiwa
manusia, trauma fisik dan psikis, menyebabkan keruskan harta benda dan lingkungan,
yang melampaui kemampuan dan sumberdaya masyarakat untuk mengatasinya.
2) Tanggap darurat (Emergency response)
Upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang bertujuan untuk
menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana, terutama penyelamatan korban dan
harta benda, evakuasi dan pengungsian.
3) Pemulihan (Recorvery)
Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik dampak fisik dan
psikis, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula. Hal
ini dilakukan dengan memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan listrik, air
bersih, pasar, klinik dll), dan memulihkan kondisi trauma psikologis yang dialami anggota
masyarakat.
4) Pembangunan
Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana.
Pembangunan dapat dibedakan menjadi :
1) Rehabilitasi
Upaya yang dialkukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat
memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta menghidupkan roda
ekonomi.
2) Rekonstruksi
program jangka menengah dan jangka panjang yang meliputi perbaikan fisik, sosia; dan
ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau
lebih baik.
5) Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan
meniadakan bencana.
6) Mitigasi (mitigation)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural
melalui perundang – undangan dan pelatihan.
7) Kesiapsiagaan (preparedness)
Upaya yang dilakukan untuk mengatisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah –
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
8) Pada saat prabencana upaya pencegahan dan mitigasi serta kesiapsiagaan berperan
yang sangat besar. Pada saat kejadihan bencana upaya tanggap darurat merupakan
kegiatan utama. Sedangkan pada pasca bencana upaya pemulihan dan rekonstruksi
lebih menonjol.
b. Tujuan
a) memimpin dan mengkoordinir regu pemadam kebakaran (pj masing – masing) regu
pemadam agar mereka bekerja dengan tenang tetapi efektif.
b) selalu berkomunikasi dengan tim regu pemadam lain untuk memberikan laporan –
laporan tentang situasi terakhir serta menerima instruksi dari komandan.
4) Tim Evakuasi
a) memimpin & mengkoordinir regu evakuasi tiap – tiap ruangan jika diperlukan, agar
evakuasi ini dapat berlangsung dengan tenang dan tertib.
5) Tim Medis
6) Tim Komunikasi
a) selalu siap menghubungi unit luar (ambulance, pemadan kebakaran, kepolisian) atas
perintaan kepala klinik.
b) menjaga agar selalu ada komunikasi dengan semua tim sehingga selalu siap untuk hal
– hal yang diperlukan.
7) Tim Pengamanan
d) mengatur lalu lintas agar mobil ambulance, pemadam kebakaran serta polisi
dengan mudah dapat masuk ke area gedung.
8) Bagian Engineering
a) memastikan semua sistim listrik dan yang berkaitan dengan pekerjaan teknik
berjalan dengan baik (generator, lampu penerangan, komunikasi dll)
b) selalu komunikasi dengan semua tim tentang situasi terakhir yang terkait dengan
tugas bagian engineering.
Ujung tombak dari respons cepat pra rumah sakit yang diharapkan adalah Public
Safety Center (PSC). PSC merupakan pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan
masyarakat dalam hal – hal yang berhubungan dengan kegawat daruratan, termasuk
pelayanan medis yang dapat di akses oleh masyarakat dengan cepat. Komponen
terpenting dalam PSC adalah ambulans, pemdam kebakaran dan polisi. Sebaiknya PSC
berada pada titik – titik / simpul yang dapat di akses dengan cepat oleh masyarakat. Dalam
satu kabupaten / kota dapat memiliki lebih dari satu PSC.
1) Mempersiapkan sumber daya manusia (dokter, perawat, tenaga lain) melalui pelatihan
keterampilan dalam penanggulan penderita gawat darurat (PPGD), termasuk melatih
masyarakat dalam PPGD.
2) Membuat peta geomedik yaitu pemetaan terhadap kerawanan / hazard, vulnerable group,
sarana prasarana yang ada di wilayah kerja serta potensi – potensi yang ada.
3) Mengkoordinasikan jalur komunikasi dan transportasi yang dapat dipergunakan untuk
menanggulangi keadaan kegawat daruratan di wilayahnya serta jejaring rujukan.
Pada kejadian bencana yang menyebabkan banyak korban gawat darurat disetai
dengan rusaknya infrastruktur dan terganggunya fungsi pelayanan masyarakat, SPGDT-S akan
dieskalasi menajdi SPGDT-B melalui mobilisasi dan koordinasi sektor kesehatan dan non
kesehatan. Klinik sebagai sarana kesehatan di tingkat kecamatan dalam kejadian SPGDT
bencana sesuai dengan tahapan bencana.
Pengorganisasian
Fase Pra Bencana; disebut sebagai fase kesiapsiagaan yang terdiri dari pencegahan dan
mitigasi (prevention and mitigation)
Fase Bencana; disebut sebagai fase tanggap darurat (response ) yang terdiri dari fase akut
(acute phase) dan fase sub akut (sub acute phase)
Fase Pasca Bencana; disebut sebagai fase rekonstruksi yang terdiri dari fase pemulihan
(recovery phase) dan fase rehabilitasi / rekonstruksi (rehabilitation / reconstruction phase).
Mitigasi
Mitigasi (mitigation) adalah langkah-langkah struktural dan non struktural yang
diambil untuk membatasi dampak merugikan yang ditimbulkan bahaya alam, kerusakan
lingkungan dan bahaya teknologi (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Mitigasi dapat
dilakukan secara struktural yaitu pembangunan infrastruktur sabo, tanggul, alat
pendeteksi atau peringatan dini, dan dapat dilakukan secara non struktural seperti
pelatihan dan peningkatan kapasitas di masyarakat.
Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian,
yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam
mitigasi pasif antara lain adalah:
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat nonstruktural
(berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan
dan prasarana).
Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata
untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret
yaitu: instruksi pengungsian, pencarian dan penyelamatan korban, menjamin keamanan di
lokasi bencana, pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, pembagian dan penggunaan
alat perlengkapan pada kondisi darurat, pengiriman dan penyerahan barang material,
menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain.
Saat Bencana
Pada saat terjadi disuatu wilayah, klinik harus segera memberi informasi awal ke
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Sebelum Satlak PBP datang ke Lokasi. Klinik dapat
melakukan peran sesuai dengan kemampuan sarana dan prasarana yang dimiliki serta
kewenangan yang dilimpahkan oleh Dinas kesehatan Kabupaten / Kota yang mencakup :
Triase adalah tindakan pemilihan korban sesuai kondisi kesehatannya untuk mendapat
lebel tertentu dan kemudian dikelompokkan serta mendapatkan pertolongan / penanganan
sesuai dengan kebutuhan.
Label hijau
Korban yang tak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda,
mencakup korban dengan :
Fraktur minor
Luka minor, luka bakar minor
Label kuning
Korban dengan cidera sedang yang perlu mendapatkan perawatan khusus dan dirujuk
ke rumah sakit lain termasuk dalam kategori ini :
- Korban dengan risiko Syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen
berat)
Fraktur Dissable
Fraktur femur / pelvis
Luka bakar luas
Gangguan kesadaran / trauma kepala
Label merah (Gawat Darurat)
Kelompok korban gawat darurat yang memerlukan pertolongan stabilisasi segera,
antara lain korban dengan syok, gangguan pernafasan, trauma kepala dengan pupil
anisokor, pendarahan eksternal masif untuk mencegah kematian dan kecacatan.
Tindakan yang dilakukan oleh petugas yang terlatih adalah tindakan Bnatuan Hidup
Dasar (Basic Life Support) yang meliputi Pembebasan jalan nafas buatan (Airway),
Pemberian nafas buatan (Breathing), mencegah kecacatan (Disability) dengan prioritas
pada korban yang kemungkinan hidup lebih besar.
Stabilitas dialkukan sambil menunggu pertolongan tim gabungan pada kondisi korban
perlu dirujuk dan keadaan memnungkinkan, Klinik dapat segera melakukan rujukan
dengan tetap melakukan stabilisasi selama perjalanan ke sarana yang lebih selama
perjalanan ke sarana yang lebih mampu (RS).
Label hitam
Merupakan kelompok korban yang tidak memerlukan pertolongan medis karena sudah
meninggal. Korban perlu dikelompokan tersendiri untuk dilakukan evaluasi dan
identifikasi oelh aparat yang berwenang.
Upaya pertolongan korban melalui triase oleh tim Klinik dilaksanakan dengan
menggunakan sarana, prasarana dan obat – obatan yang tersedia di Klinik sesuai
kompetensi tenaga yang ada
Penilian Awal secara Cepat (Intial Rapid Health Assessment)
Kegiatan ini bertujuan untuk menilai suatu kejadian awal dari bencana yang terjadi di
wilayah kerja. Penilian awal tersebut dilakukan sesegera mungkin dan mencakup
Jenis kejadian bencana
Sumber bencana
Siapa yang terkena dampak
Berapa besar dampak yang ditimbulkan (jumlah korban)
Kemampuan respon oleh klinik
Risiko potensial tambahan
Bantuan yang diperlukan
Penilaian awal kejadian bencana merupakan tanggung jawab klinik dan harus segera
dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota untuk dilakukan
penilian cepat lanjutan dan pemberian bantuan. Apda kondisi bencana yang
menimbulkan banyak korban, klinik dapat langsung melaporkan kepada Rumah Sakit
setempat untuk mempercepat bantuan medis guna pertolongan korban.
Pemberdayaan Masyarakat
Pada tahap bencana peran aktif masyarakat ditujukan untuk membantu petugas
kesehatan melalui kader – kader yang sudah terlatih dalam kegawatdaruratan. Kader
terlatih sebagai komponen SPGDT diharapkan bersama klinik dapat memberikan
pertolongan awal kasus gawat darurat sambil menunggu bantuan tim kesehatan
bencana di pos medis lapangan. Peran masyarakat pada tanggap darurat adalah
membantu tim gabungan dalam memberi bantuan darurat yaitu pangan, sandang,
tempat tinggal, kebutuhan air bersih, sanitasi
Fase Pemulihan
Fase pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi
fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri
dapat memulihkan fungsinya seperti sediakala (sebelum terjadi bencana). Orang-orang
melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk
sekolah ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya.
Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka kembali
usahanya. Institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan secara normal
serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan
bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan fase
pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum
bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat
ke kondisi tenang.
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada
tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang
serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan
masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
Fase Rekonstruksi
Setelah fase tanggap darurat terlewati, berikutnya adalah fase rekonstruksi/ rehabilitasi.
Jangka waktu fase rehabilitasi/rekonstruksi juga tidak dapat ditentukan, namun ini
merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha mengembalikan
fungsifungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh
komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang
sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunakan
pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat
dikembangkan secara progresif. Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik
dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu
perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana;
Kegiatan Pokok
Identifikasi Bencana
Pembentukan Tim Tanggap Bencana beserta pembagian tugas
Penyusunan Disaster Plan
Pelatihan dan simulasi Disaster Plan
Memberikan pelatihan kepada seluruh karyawan / staff Klinik Pratama Stiesia tentang
penanggulangan bencana yang terjadi di dalam maupun di luar Klinik Pratama Stiesia
agar semua karyawan staf tanggap dan berkompeten dalam penanggulangan bencana
yang akan terjadi.
Monitoring Kesiapan menghadapi Bencana di Unit Independen
Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Rincian Kegiatan
Identifikasi Bencana
Bencana meliputi :
Kebakaran dan korsleting listrik
Kebakaran gedung terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya pembangunan
gedung / rumah yang tidak mengikuti standard keamanan bangunan serta perilaku
manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat
lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman /
gedung.
Gedung runtuh
Gedung Klinik yang runtuh bisa terjadi karena gempa bumi dan struktur bangunan yang
kurang diperhitungkan.
Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan yang terjadi membawa banyak korban mengharuskan klinik harus siap dan
sigap untuk menangani hal tersebut. harus bisa menangani korban. Jika klinik tidak bisa
menangi korban karena fasilitas kurang maka korban harus dirujuk ke Rumah Sakit terdekat.