Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MANAJEMEN KUALITAS TOTAL (TOTAL QUALITY MANAGEMENT)

"Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah

Akuntansi Manajemen dengan Ibu Dosen Ranti Melasari,S.E., M.Si"

Disusun Oleh : Kelompok 3

1. Dewi Nova Sari (102201010040)


2. M.Syahrozi (102201010017)
3. Saniah (102201010026)
4. Siska Larasaty (102201010027)
5. Siti Nurhalimah (102201010028)
6. Srimimi Wahyuni (102201010039)
7. Taniah (102201010029)

Universitas Islam Indragiri

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Prodi Akuntansi

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang berjudul “MANAJEMEN
KUALITAS TOTAL (TOTAL QUALITY MANAGEMENT) “ ini membahas mengenai
pengertian dan penjelasan dari masing-masing topik yang kami bahas.

Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai referensi
buku dan website. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang turut memudahkan penulisan makalah ini.

Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal itu di karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita.

Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.

Tembilahan, 14 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 4
A. Konsep Dasar Kualitas ......................................................................................................................... 4
B. Evolusi Konsep Kualitas ...................................................................................................................... 9
C. Biaya Kualitas ....................................................................................................................................... 10
D. Kualitas dan Produktivitas.................................................................................................................... 19
E. Filosofi TOM ........................................................................................................................................ 22
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................................... 27
A. Kesimpulan .......................................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perusahaan sangat pesat pada masa perdagangan bebas seperti saat
sekarang. Persaingan global ini memberikan banyak pilihan kepada konsumen, dimana
konsumen semakin mempertimbangkan biaya, nilai dan manfaat dari sebuah produk.
Perkembangan perdagangan dunia menuntut perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk
tetap dapat bertahan agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang akan
bermunculan dan tetap terus memperoleh keuntungan. Perusahaan yang dulu bersaing hanya
pada tingkat lokal, regional atau nasional kini harus pula bersaing dengan perusahaan-
perusahaan dari seluruh dunia. Hanya perusahaan yang mampu menghasilkan barang yang
berkualitas yang dapat bersaing dalam pasar global.

Agar suatu perusahaan dapat memiliki keunggulan dalam skala global, maka
perusahaan tersebut harus mampu melakukan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan
barang atau jasa yang berkualitas tinggi dengan harga yang wajar dan bersaing. Dengan kata
lain, dalam pasar global yang modern, kunci untuk meningkatkan daya saing adalah kualitas.
Hal ini menjadi acuan suatu perusahaan untuk lebih meningkatkan produktivitas dan mutu
usahanya agar tujuan perusahaan yang telah dicanangkan dapat tercapai.

Agar perusahaan memiliki daya saing yang tinggi dalam skala global, maka
perusahaan tersebut harus mampu melakukan pekerjaan lebih baik, efektif dan efisien dalam
menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi dan dengan harga yang bersaing.
Perusahaan dapat menggunakan tiga ide dasar untuk menghasilkan produk yang berkualitas,
yaitu : (1) setiap tindakan perusahaan dalam proses menghasilkan produk selalu berorientasi
pada pelanggan, (2) melibatkan seluruh entitas yang berkaitan dengan jalannya perusahaan,
baik pihak internal (karyawan), maupun pihak eksternal (pemasok dan pelanggan), (3)
menggunakan data dan alasan ilmiah dalam memperbaiki kinerja yang efeknya akan
memberikan keuntungan untuk perusahaan, (Roberts dalam Sari dan Siregar: 2008).

Sampai saat ini, sistem yang dianggap paling cocok sebagai alat untuk membuat
perusahaan tetap going concern adalah Total Quality Management(TQM) atau di Indonesia
dikenal dengan istilah Pengendalian Mutu Terpadu (PMT). TQM merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui

1
perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya (Sularso dan
Murdjianto: 2004). TQM membuat perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan-
perusahaan lain karena konsep dasarnya yaitu perbaikan secara berkala atau terus-menerus.
Selain itu, TQM juga memiliki prinsip yang menghargai setiap entitas atau orang yang
terlibat dalam memberikan kebebasan kepada setiap entitas tersebut untuk memberikan
pendapat demi perbaikan perusahaan secara berkesinambungan.

Menurut Nasution (2005:22), dalam penerapan TQM ada 10 karakteristik yang


dikembangkan oleh Goetsch dan Davis yang dapat mempengaruhi kinerja manajer, yaitu:
fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka
panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan
pelatihan, kebebasan yang terkendali, kesatuan tujuan, dan adanya keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan. Dengan adanya TQM perusahaan dapat selalu mengevaluasi
kinerjanya sehingga perusahaan dapat segera memperbaiki apabila ada sistem yang salah
dalam perusahaannya. Namun sebelumnya, perusahaan juga harus melakukan perubahan
budaya kerja yang sebelumnya keberatan apabila hasil kerjanya dievaluasi menjadi lebih
terbuka menghadapi evaluasi kinerja.

Konsep TQM tersebut bertolak belakang dengan pemikiran di negara barat dan
Indonesia sendiri. Di negara barat, fokus pekerjaan diletakkan pada profesionalisme dan
spesialisasi. Oleh karena itu segala hal yang berhubungan dengan pengendalian mutu hanya
dikuasai oleh para spesialis kendali mutu.

Apabila pengendalian mutu dipertanyakan pada orang-orang yang ada di divisi lain
perusahaan, selain kendali mutu, mereka pasti tidak bisa menjawabnya (Ishikawa, 1992).
Sedangkan di Indonesia, pengendalian mutu cenderung dilimpahkan ke divisi produksi.
Masih banyak yang menganggap fokus pengendalian mutu terletak pada proses produksi dan
proses penyelesaian/ pengemasan produk sehingga keberhasilan atau kinerja manajerial
dianggap tanggung jawab bagian produksi di perusahaan. Kedua anggapan tersebut masih
harus disempurnakan lagi. Seharusnya pengendalian mutu dilakukan oleh setiap orang di
setiap divisi perusahaan demi memperoleh produk yang berorientasikan pelanggan, produk
dengan mutu terbaik. Partisipasi dari seluruh anggota perusahaan merupakan hal yang wajib
untuk dilaksanakan karena kinerja baik atau buruk sebuah perusahaan bukan hanya menjadi
tanggung jawab individu atau divisi saja.

2
TQM memang dianggap sebagai alat yang dapat meningkatkan kinerja manajerial
yang dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Zulaika (2008), namun ada beberapa
penelitian yang menunjukkan hubungan negatif antara TQM dengan kinerja manajerial, salah
satunya penelitian yang dilakukan oleh Ittner dan Lacker dimana hasilnya tidak ditemukan
bahwa organisasi yang mempraktekkan TQM dapat mencapai kinerja yang tinggi (Lubis,
2005). Hal ini membuat peneliti ingin melihat kekonsistenan penelitian mengenai pengaruh
TQM terhadap kinerja manajerial.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas diharapkan kita akan mengetahui tentang :

a. Bagaimana Penjelasan Konsep Dasar dan Dimensi Kualitas?


b. Bagaimana Gambaran dari Evolusi Konsep Kualitas?
c. Bagaimana Penjelasan Makna dan Elemen Biaya Kualitas?
d. Bagaimana Penjelasan Hubungan Kualitas dan Produktivitas?
e. Bagaimana Karakteristik dari Filosofi TQM?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui penjelasan Konsep Dasar dan Dimensi Kualitas.
b. Untuk mengetahui Gambaran dari Evolusi Konsep Kualitas.
c. Untuk mengetahui penjelasan Makna dan Elemen Biaya Kualitas.
d. Untuk mengetahui penjelasan Hubungan Kualitas dan Produktivitas.
e. Untuk mengetahui Karakteristik dari Filosofi TQM.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR KUALITAS

Total Quality Management (TQM) disebut juga dengan Manajemen Mutu Terpadu
atau Manajemen Kualitas Terpadu adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi,
berpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk
kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan, dan manfaat bagi semua anggota
organisasi dan masyarakat.

Berikut ini beberapa pengertian Total Quality Management (TQM) dari beberapa
sumber buku:

Menurut Nasution (2005:22), Total Quality Management (TQM) adalah Perpaduan


semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam
falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan
kepuasan pelanggan.

Menurut Tjiptono (1995:4), Total Quality Management (TQM) merupakan suatu


pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya.

Menurut Gaspersz (2001:5), Total Quality Management merupakan suatu cara


meningkatkan performasi secara terus-menerus (continuous performance improvement) pada
setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan
menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.

Menurut Simamora (2012:28), Total Quality Management atau manajemen mutu


terpadu adalah lingkungan organisasional dimana semua fungsi bekerja sama untuk
membangun mutu ke dalam produk atau jasa perusahaan.

Menurut Ibrahim (2000:22), Total Quality Management adalah suatu manejemen


yang membuat perencanaan dan mengambil keputusan, mengorganisir, memimpin,
mengarahkan, mengolah, memanfaatkan seluruh modal peralatan dan material, teknologi,
sistem informasi, energi dan sumber daya manusia untuk membuat produk atau jasa
berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen terus menerus untuk

4
kelangsungan hidup perusahaan secara efisien, efektif dan bertanggungjawab dengan
partisipasi seluruh sumber daya manusia.

Menurut Hansen dan Mowen (2009:17), Total Quality Management adalah suatu
perbaikan berkelanjutan yang mana hal ini adalah sesuatu yang mendasar sifatnya bagi
pengembangan proses manufaktur yang sempurna. Memproduksi produk dan pengurangan
pemborosan yang sesuai dengan standar merupakan dua tujuan umum perusahaan.

Kualitas mempunyai banyak definisi dan pendefinisiannya sangat tergantung pada


peran pihak yang mendefinisikannya. Misalnya mayoritas konsumen memiliki kesulitan
dalam menentukan makna kualitas, tetapi mereka mengetahui kualitas dengan melihat secara
langsung. Contoh yang lebih konkret ketika pembeli sepatu memberikan pendapatnya
mengenai kualitas sepatu yang dia inginkan, tentu masing-masing akan memberikan pendapat
yang berbeda mengenai kualitas terbaik dari sepatu. Timbulnya kesulitan dalam
mendefinisikan kualitas produk berlaku pada produk perusahaan manufaktur maupun
organisasi jasa.

Sampai dengan saat ini, tidak ada definisi tunggal yang bersifat universal mengenai
makna kualitas. Sebagian pihak mendefinisikan kualitas sebagai "kinerja melampaui
standar", sebagian lainnya melihat kualitas sebagai "sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan" atau "memuaskan pelanggan". Ada juga yang berpendapat mengenai kualitas
sebagai tingkat atau kadar keunggulan suatu produk (degree or grade of exellence). Setelah
ini, akan dijelaskan beberapa atribut atau dimensi yang lebih umum mengenai kualitas
produk tertentu, yaitu:

 Value for price paid. Nilai untuk harga yang harus dibayar (value for price paid)
merupakan atribut yang sering digunakan konsumen untuk menilai kegunaan produk
atau jasa. Dimensi atau atribut ini menggabungkan antara nilai ekonomi dengan
kriteria konsumen dan mengasumsikan bahwa kualitas di sini sangat sensitif dengan
harga yang yang ditawarkan produk atau jasa. Untuk memudahkan Saudara
memahami dimensi kualitas ini, kita ambil contoh misalnya Saudara ingin mendaftar
untuk Pelatihan Brevet Pajak. Dari hasil pencarian informasi yang Saudara lakukan,
Saudara menemukan bahwa pelatihan yang sama yang dilaksanakan di STIE Perbanas
Surabaya lebih murah secara signifikan pada sisi biaya pelatihan dibandingkan
dengan PTS lainnya. Apabila Saudara memutuskan mendaftar pelatihan brevet pajak
di STIE Perbanas Surabaya, maka Saudara akan menerima nilai yang lebih besar

5
untuk harga. Apakah dengan contoh ini Saudara sudah memahami dimensi kualitas
ini? Coba Saudara beri contoh yang lain agar Saudara lebih dimensi ini.
 Conformance to Specifictions. Conformance to specifications mengukur seberapa
baik suatu produk atau jasa memenuhi target dan toleransi seperti yang ditentukan
oleh pembuatnya. Kita berikan contoh misalnya waktu tunggu untuk layanan kamar
hotel ditetapkan selama 20 menit, tetapi dimungkinkan untuk menerima waktu
keterlambatan tambahan selama 10 menit. Contoh lain mempertimbangkan jumlah
cahaya yang diberikan bola lampu sebesar 60 watt. Apabila bola lampu memberikan
50 watt maka hal ini tidak sesuai dengan spesifikasi. Contoh-contoh yang sudah
diberikan di atas menggambarkan bahwa kesesuaian dengan spesifikasi adalah terukur
secara langsung, meskipun berhubungan secara tidak langsung dengan ide konsumen
mengenai kualitas. Tambahan penting lagi dari dimensi ini adalah suatu produk
dikatakan sebagai produk cacat (defective product) apabila produk tersebut tidak
memenuhi spesifikasi kualitas yang telah ditentukan (conforming to spesification).
Conformance to specification yang dijelaskan di atas adalah menurut sudut pandang
pendekatan tradisional yang mengatakan bahwa produk berada pada tingkat
spesifikasi tertentu yang masih dapat ditolerir. Pendekatan kontemporer berpendapat
lebih tegas karena tidak ada batas toleransi yang diperkenankan sehingga suatu
produk dikatakan confirming to specification apabila produk tersebut persis sama
dengan spesifikasi yang ditentukan.
 Psychological Criteria. Kriteria psikologis adalah definisi subjektif yang berfokus
pada pertimbangan evaluasi tentang apa yang merupakan produk atau jasa yang
berkualitas. Faktor yang berbeda berkontribusi pada evaluasi, seperti suasana
lingkungan atau prestise yang dirasakan dari produk. Untuk lebih memahami konsep
ini, kita memberikan contoh seorang pasien rumah sakit ketika mendapatkan
perawatan kesehatan mendapati semua karyawan rumah sakit termasuk dokter dan
perawat memberikan pelayanan yang sangat ramah sehingga meninggalkan kesan
yang tidak terlupa di benak pasien. Contoh yang lain misalnya seseorang yang
memilih mobil Toyota Alphard sebagai kendaraannya karena faktor kemewahan dan
status. Beberapa contoh ini merupakan kriteria psikologi. Dengan contoh-contoh ini,
Saudara diharapkan lebih paham dan jelas serta jika perlu memberikan beberapa
contoh lainnya.

6
 Layanan dukungan (Support Sevice). Layanan dukungan yang diberikan sering
menentukan nilai dari kualitas produk atau jasa yang diberikan. Kualitas tidak hanya
berlaku untuk produk atau jasa itu sendiri, tetapi juga berlaku untuk orang-orang,
proses, dan lingkungan organisasi yang terkait dengan produk atau jasa tersebut. Kita
berikan contoh disini, kualitas universitas dinilai tidak hanya oleh kualitas dosen
pengajar dan kualitas program studi yang ditawarkan, tetapi juga oleh efisiensi dan
efektifitas sistem informasi yang berlaku. Selain itu, hubungan yang baik dengan
lingkungan eksternal misalnya ikatan alumni dan asosiasi pengguna lulusan juga turut
meningkatkan kualitas universitas. Dengan penjelasan ini, diharapkan Saudara
memahami kandungan makna support service.
 Fitness of use. Fitness for use berfokus pada seberapa baik suatu produk melakukan
fungsi atau penggunaan yang dimaksudkan. Kita berikan contoh, Mercedes Benz dan
Jeep Cherokee keduanya memenuhi definisi fitness for use jika fungsi atau
penggunaannya hanya dilihat dari fungsi transportasi. Tetapi, jika definisi fungsi atau
penggunaan menjadi lebih spesifik dan mengasumsikan bahwa fungsi atau
penggunaan yang dimaksudkan adalah untuk transportasi di jalan gunung maka Jeep
Cherokee memiliki fitness for use yang lebih besar dibandingkan dengan Mercedes
Benz. Apakah Saudara sudah merasa paham dengan dimensi fitness for use?

Perbedaan Perusahaan Manufaktur dan Perusahaan Jasa

Telah kita ketahui bahwa pandangan mengenai kualitas dapat berbeda antar pilihan
dan antar waktu. Dalam konteks organisasi manufaktur dan organisasi jasa, definisi kualitas
juga berbeda. Karakteristik kedua organisasi ini sangat berbeda. Organisasi manufaktur
menghasilkan produk yang secara nyata bisa dilihat, disentuh, dan diukur secara langsung.
Contohnya mobil, LCD, komputer, pakaian, dan makanan. Dengan karakteristik ini, definisi
kualitas pada organisasi manufaktur utamanya fokus pada fitur atau karakteristik produk yang
nyata.

Definisi kualitas yang paling umum dalam bidang manufaktur adalah quality of
conformance yang menunjukkan bagaimana suatu produk dapat memenuhi spesifikasi atau
karakteristik yang telah ditetapkan. Kualitas umum yang lain seperti performance-
menunjukkan bagaimana produk itu konsisten akan fungsinya atau seberapa baik fungsi
produk itu; serviceability - berhubungan dengan kemudahan perbaikan dan pemeliharaan
produk itu; features-menunjukkan perbedaan secara fungsional antara produk itu dengan

7
produk yang lain dilihat dari kualitas desain produk atau perbedaan karakteristik produk itu
dibandingkan dengan produk lain yang mempunyai fungsi sejenis; reliability - berhubungan
dengan kemungkinan produk itu dapat berfungsi dengan baik sebagaimana yang diharapkan
tanpa kegagalan (failure); dan durability - menunjukkan jangka waktu produk itu dapat
berfungsi dengan baik atau menunjukkan jangka waktu kegunaan produk itu.

Penting untuk ditekankan disini adalah bahwa terdapat kepentingan relatif dari tiap-
tiap definisi ini dan kepentingan ini didasarkan pada preferensi tiap-tiap pelanggan. Hal yang
sangat mudah untuk dilihat adalah bagaimana pelanggan yang berbeda memiliki definisi yang
berbeda dalam cara pandang mereka ketika berbicara tentang kualitas produk yang tinggi.

Sekarang kita lihat karakteristik organisasi jasa. Berbeda dengan organisasi manufaktur,
organisasi jasa menghasilkan produk yang tidak berwujud yang biasanya produknya tidak
dapat dilihat atau disentuh, tetapi bisa dirasakan dan dialami. Contohnya termasuk perawatan
kesehatan di klinik dan belajar di universitas. Karena sifatnya yang tidak berwujud,
mendefinisikan kualitas menjadi masalah yang sulit. Demikian juga, karena perusahaan
tersebut berpengalaman dalam menyediakan jasa, membuat persepsi tentang kualitas bisa
menjadi sangat subjektif. Sebagai tambahan dari faktor-faktor berwujud (tangible factors),
kualitas jasa sering didefinisikan juga oleh faktor-faktor perseptual. Faktor-faktor perseptual
antara lain tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, kesopanan, dan keramahan staf
perusahaan, kecepatan dan ketepatan menyelesaikan keluhan pelanggan, dan suasana proses
pelayanan itu. Definisi lain dari kualitas layanan atau jasa adalah waktu-berapa lama
pelanggan harus menunggu untuk mendapatkan layanan; dan konsistensi-sejauh mana
layanan ini bisa sama mutunya setiap waktu. Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa
mendefinisikan kualitas jasa atau pelayanan bisa lebih menantang dibandingkan dalam
manufaktur. Untuk lebih ringkasnya, kita akan membuat perbandingan dari apa yang sudah
kita uraikan pada Tabel 10,1.

8
B. EVOLUSI KONSEP KUALITAS

Konsep kualitas telah ada selama bertahun-tahun, meskipun maknanya telah berubah
dan berkembang dari waktu ke waktu. Berikut ini kita akan menguraikan tahapan evolusi
konsep kualitas.

1. Pada awal abad kedua puluh, manajemen mutu merujuk pada pemeriksaan produk
dalam rangka memastikan bahwa produk perusahaan sesuai dengan spesifikasi. Pada
tahun 1940, selama Dunia Perang II, konsep kualitas sudah menggunakan teknik
statistik. Teknik sampling statistik digunakan untuk mengevaluasi kualitas, dan grafik
pengendalian kualitas digunakan untuk memantau proses produksi.
2. Pada tahun 1960, dengan bantuan yang disebut "quality gurus," konsep kualitas
mempunyai makna yang lebih luas. Kualitas mulai dilihat sebagai sesuatu yang
mencakup seluruh organisasi, tidak hanya proses produksi. Hal ini kamena semua
fungsi di dalam organisasi bertanggung jawab atas kualitas produk dan biaya kualitas
yang dikeluarkan. Kualitas saat itu sudah dipandang sebagai konsep yang
memengaruhi seluruh organisasi.
3. Makna kualitas untuk bisnis berubah secara dramatis pada akhir 1970-an.
Sebelumnya, kualitas masih dipandang sebagai sesuatu yang perlu diperiksa dan
dikoreksi. Namun, pada 1970-an dan 1980-an banyak industri AS merasa kehilangan
pangsa pasar untuk berkompetisi dengan industri asing. Dalam industri otomotif,
produsen otomotif seperti Toyota dan Honda menjadi pemain utama di industrinya.
Dalam pasar barang konsumen, perusahaan seperti Toshiba dan Sony memimpin
pasar. Tingkat persaingan menjadi semakin besar karena pesaing asing memproduksi
produk dengan harga murah dan kualitas yang lebih tinggi. Untuk bertahan hidup,
perusahaan harus membuat perubahan besar dalam kualitas produk mereka. Banyak di

9
antara perusahaan itu menyewa konsultan dan melaksanakan program-program
pelatihan yang berkualitas bagi karyawan mereka. Konsep baru tentang kualitas
muncul pada dekade ini. Salah satunya adalah perusahaan yang sukses memahami
bahwa kualitas menyediakan kepada mereka keunggulan bersaing. Perusahaan mulai
menempatkan pelanggan sebagai prioritas dan mendefinisikan kualitas sebagai
sesuatu yang ditawarkan yang memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. Sejak
1970-an, persaingan didasarkan pada pentingnya faktor. Perusahaan di setiap lini
bisnisnya berfokus pada peningkatan kualitas agar menjadi lebih kompetitif. Kualitas
telah menjadi standar untuk menjalankan bisnis guna mencapai keunggulan di dalam
industrinya. Sebaliknya, perusahaan yang tidak memenuhi standar tidak akan lama
bertahan hidup.

C. BIAYA KUALITAS

Pada kenyataannya, organisasi telah memahami dengan sebenarnya tentang dampak


negatif tingginya biaya kualitas terhadap organisasi. Kualitas memengaruhi semua aspek
organisasi dan memiliki implikasi biaya yang sangat dramatis. Konsekuensi yang paling jelas
terjadi ketika kualitas buruk dapat menciptakan ketidakpuasan pelanggan dan pada akhirnya
ketidakpuasan pelanggan tersebut menyebabkan hilangnya keuntungan bisnis. Beberapa
orang telah mendefinisikan konsep biaya kualitas. Prawirosentono (2007) menjelaskan bahwa
biaya kualitas adalah kegiatan untuk mengidentifikasi semua biaya yang timbul berkaitan
dengan upaya mengubah produk bermutu buruk (bad quality product) menjadi produk
bermutu baik (good quality product). Biaya kualitas merupakan biaya-biaya yang timbul
karena kualitas buruk dari produk yang dihasilkan perusahaan. Biaya kualitas berkaitan
dengan dua subketegori aktivitas yang berkaitan dengan kualitas, yaitu aktivitas kontrol
(control activity) dan aktivitas kegagalan (failure activity). Aktivitas kontrol adalah aktivitas
yang dilakukan oleh organisasi untuk menghindari atau mendeteksi kualitas buruk.

Definisi lain dikemukakan oleh Hansen dan Mowen (2009) yang mengelompokkan
biaya kualitas menjadi biaya yang dapat diamati dan biaya tersembunyi. Biaya kualitas yang
dapat diamati (observable quality costs) adalah biaya-biaya yang tersedia atau dapat
diperoleh dari catatan akuntansi perusahaan, misalnya biaya perencanaan kualitas, biaya
pemeriksaan distribusi, dan biaya pengerjaan ulang. Sebaliknya, biaya kualitas yang
tersembunyi (hidden costs) adalah biaya kesempatan atau opportunity yang terjadi karena

10
kualitas produk yang buruk dan biasanya biaya opportunity ini tidak disajikan dalam catatan
akuntansi, misalnya biaya kehilangan penjualan, biaya ketidakpuasan pelanggan, dan biaya
kehilangan pangsa pasar.

Kita sekarang akan beranjak untuk menjelaskan jenis-jenis biaya kualitas. Kategori
pertama biaya kualitas dinamakan dengan biaya pengendalian (control cost) yang
didefinisikan sebagai biaya yang diperlukan untuk mencapai kualitas tinggi. Biaya
pengendalian itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu biaya pencegahan (prevention cost) dan
biaya penilaian (appraisal cost). Kategori kedua biaya kualitas disebut dengan biaya
kegagalan kualitas (quality failure cost) yang diartikan sebagai konsekuensi biaya kualitas
yang buruk. Biaya kegagalan kualitas ini terdiri dari biaya kegagalan eksternal (external
failure cost) dan biaya kegagalan internal (internal failure cost).

Elemen Biaya Kualitas

Sekarang kita akan masuk pada penjelasan tiap-tiap elemen biaya kualitas.

 Biaya pencegahan (prevention cost). Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi
dalam upaya mencegah adanya produk dengan kualitas tidak baik. Contoh biaya
pencegahan adalah biaya perencanaan kualitas, yaitu biaya mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana mutu. Contoh lainnya adalah biaya produk dan desain
proses, yaitu biaya untuk mengumpulkan informasi pelanggan dalam rangka
merancang proses agar mencapai kesesuaian dengan spesifikasi. Pelatihan yang
melibatkan karyawan dalam pengukuran kualitas termasuk juga sebagai bagian dari
biaya ini, serta biaya pemeliharaan catatan informasi dan data yang terkait dengan
kualitas.
 Biaya penilaian (appraisal cost). Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk
menentukan apakah suatu produk memenuhi karakteristik yang ditetapkan atau sesuai
dengan permintaan konsumen atau tidak. Biaya penilaian dikeluarkan dalam proses
mengungkap cacat suatu produk. Dari jenis biaya ini, kita contohkan biaya
pemeriksaan kualitas, pengujian produk, dan aktivitas audit untuk memastikan bahwa
standar kualitas terpenuhi. Contoh lain yang termasuk dalam kategori jenis biaya ini
adalah biaya pekerja untuk waktu yang dihabiskan dalam rangka mengukur kualitas
dan biaya peralatan yang digunakan untuk penilaian kualitas.
 Biaya kegagalan internal (internal failure cost). Biaya kegagalan internal adalah
biaya atau kerugian yang terjadi karena produk tidak memenuhi spesifikasi yang telah

11
ditetapkan dan produk belum sampai ke konsumen. Dari definisi ini kita bisa
mengetahui bahwa biaya kegagalan internal berkaitan dengan menemukan kualitas
produk yang buruk sebelum produk itu mencapai lokasi pelanggan. Salah satu jenis
biaya kegagalan internal adalah biaya memperbaiki item produk yang rusak.
Terkadang dalam suatu proses produksi dihasilkan item yang tingkat kerusakan sangat
parah sehingga tidak dapat diperbaiki lagi dan akhirnya harus dibuang. Produk ini
disebut produk rusak, dan biaya yang sudah dikeluarkan dalam rangka menghasilkan
produk rusak atau cacat tersebut yang terdiri dari biaya bahan, tenaga kerja, dan biaya
mesin masuk ke dalam jenis kategori biaya ini. Contoh lain biaya kegagalan internal
termasuk biaya mesin downtime yang disebabkan karena kegagalan dalam proses dan
biaya diskon barang cacat sebesar nilai sisa (salvage value)-nya.
 Biaya kegagalan eksternal (external failure cost). Biaya kegagalan eksternal adalah
biaya atau kerugian yang terjadi karena produk tidak memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan dan produk itu sudah sampai ke konsumen. Disini kita bisa menjelaskan
bahwa biaya kegagalan eksternal berhubungan dengan masalah kualitas yang terjadi
di tempat atau lokasi pelanggan. Biaya kegagalan eksternal mempunyai dampak yang
sangat merusak karena dengan sebab ini loyalitas pelanggan bisa sangat sulit
didapatkan kembali. Kita bisa memaparkan contohnya disini seperti berbagai macam
keluhan pelanggan, pengembalian produk (product return) dan perbaikan (repair),
klaim garansi, tuntutan pihak lain, dan bahkan biaya litigasi yang timbul dari masalah
kewajiban produk. Komponen terakhir biaya ini yang berdampak langsung pada
menurunnya keuntungan perusahaan adalah hilangnya penjualan dan hilangnya
pelanggan. Misalnya, produsen hot dog yang produknya telah ditarik dari peredaran
karena terkontaminasi bakteri sehingga harus berjuang untuk mendapatkan kembali
kepercayaan dari konsumen. Contoh lain termasuk produsen mobil yang produknya
telah ditarik karena kesalahan pada fungsi utama seperti sistem pengereman yang
bermasalah dan perusahaan jasa penerbangan yang sering mengalami kecelakaan
dengan banyak korban jiwa. Kegagalan eksternal terkadang bisa secara ekstrem
mengeluarkan perusahaan dari bisnis atau industrinya. Bukankah hal ini menjadi
sangat penting untuk diperhatikan perusahaan?

Saudara sudah mulai memahami dan bisa memberikan contoh yang lain misalnya
perusahaan jasa, khususnya jasa pendidikan. Untuk lebih memudahkan penggambaran
keempat jenis biaya kualitas, kita buat nama model biaya tersebut dengan model PAF pada

12
Gambar 10.1 yang membagi biaya menjadi tiga, yaitu biaya pencegahan (prevention cost),
biaya penilaian (appraisal cost), dan biaya kegagalan (failure costi) (Rasamanie and
Kanapathy, 2011). Model PAF adalah modal COQ yang paling umum digunakan di Amerika
Serikat dan Inggris.

Dari model PAF ini sering timbul pertanyaan berapa persentase biaya kualitas
terhadap nilai penjualan yang ideal. Dari banyak hasil riset yang telah dilakukan sebelumnya
menunjukkan angka biaya kualitas sekitar 10%-30% dari penjualan atau sekitar 25% sampai
40% dari biaya operasi (Zimara et al., 2013). Pengukuran yang tepat atas biaya kualitas
sangat bermanfaat bagi perusahaan. San (2000) menjelaskan manfaat umum yang akan
diperoleh perusahaan dengan menerapkan COQ di antaranya adalah (1) dapat digunakan
untuk mengukur perbaikan secara kualitatif; (2) dapat digunakan untuk menentukan area
masalah dan prioritas tindakan; (3) dapat digunakan untuk tujuan penilaian investasi dan
untuk menilai efektivitas keseluruhan program yang berkualitas.

Pengukuran Biaya Kualitas

Setelah kita mengetahui elemen-elemen biaya kualitas, tibalah saatnya mengukur


biaya kualitas. Dalam rangka pengukuran biaya kualitas yang terjadi, perusahaan harus
mampu mengidentifikasikan dan menentukan jumlah setiap elemen biaya kualitas. Akan
tetapi perlu diingat disini bahwa tidak semua elemen biaya kualitas dapat ditentukan dari
catatan atau sistem akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Mengapa hal ini terjadi? Hal
ini karena ada biaya-biaya yang tidak mudah diamati, dideteksi, bahkan diukur oleh

13
perusahaan. Kita akan menguraikan disini bahwa terkait dengan pengukuran, biaya kualitas
dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis biaya, yaitu:

 Biaya kualitas terobservasi (observable quality cost). Biaya kualitas terobservasi


adalah biaya kualitas yang dapat diketahui jumlahnya dari catatan-catatan yang
terdapat dalam sistem akuntansi yang digunakan perusahaan. Biaya kualitas yang
termasuk dalam kelompok ini adalah biaya pencegahan, biaya pengukuran, dan biaya
kegagalan internal. Pembahasan mengenai ketiga jenis biaya ini sudah kita terangkan
sebelumnya.
 Biaya kualitas tersembunyi (hidden quality cost). Biaya kualitas tersembunyi adalah
biaya atau kerugian yang muncul karena rendahnya kualitas tetapi jumlah biaya ini
tidak dapat diketahui dari catatan akuntansi perusahaan. Sebagian dari biaya
kegagalan eksternal biasanya merupakan biaya yang termasuk dalam kelompok ini.
Biaya kegagalan eksternal sudah kita jelaskan dalam uraian yang telah lalu.

Jumlah biaya kualitas dihasilkan dari penjumlahan observable quality cost dan hidden
quality cost. Karena catatan perusahaan tidak dapat menyajikan informasi mengenai biaya
yang bersifat "hidden," maka untuk menentukan jumlah hidden quality cost perlu dilakukan
estimasi.

Total Biaya Kualitas = Biaya Kualitas Terobservasi + Estimasi Biaya Kualitas Tersembunyi

Berikut akan dijelaskan mengenai cara atau metode untuk melakukan estimasi biaya
kualitas tersembunyi :

1. Metode Berganda (Multiplier Method). Metode ini sangat sederhana jika


dibandingkan dengan kedua metode yang lain. Dalam metode ini, hidden quality cost
dihitung dengan cara yang sangat sederhana yaitu dengan mengasumsikan bahwa total
biaya kegagalan eksternal adalah biaya eksternal yang dapat diukur dikalikan dengan
multiplier (k) tertentu. Multiplier ini dapat ditentukan dengan menggunakan informasi
atau data masa lalu yang dimiliki perusahaan. Metode ini akan berjalan dengan baik
bila perusahaan memiliki laporan yang memadai mengenai biaya kegagalan eksternal
pada periode sebelumnya. Untuk lebih memperjelas aplikasi metode ini, kita buat
dalam bentuk formula ringkas berikut ini:

Total External failure Cost = k (Measured External failure Cost)

14
2. Metode Penelitian Pasar (Market Research Method). Metode ini melibatkan
penelitian pasar (market research) dalam menentukan hidden quality cost. Penelitian
pasar diarahkan untuk mengetahui pengaruh rendahnya kualitas terhadap penjualan
serta pangsa pasarnya. Penelitian ini dapat diakukan dengan survey konsumen
maupun dengan wawancara dengan konsumen.
3. Fungsi Kerugian Kualitas Taguchi (Taguchi Quality Loss Function). Pencipta
metode ini adalah Dr. Genichi Taguchi. Taguchi adalah expert berkebangsaan Jepang
yang ahli dalam bidang kualitas dan bekerja di bidang desain produk. Taguchi
membuat estimasi bahwa sebanyak 80 persen dari semua cacat produk disebabkan
oleh buruknya desain produk yang dibuat. Taguchi menekankan bahwa perusahaan
harus lebih fokus pada kualitas yang dimulai sejak tahap desain produk. Hal ini
karena melakukan perubahan selama tahap desain produk jauh lebih murah dan lebih
mudah daripada perubahan yang dilakukan selama proses produksi berlangsung.

Taguchi dikenal luas dalam menerapkan konsep yang disebut dengan desain
eksperimen untuk desain produk. Metode ini merupakan pendekatan rekayasa yang
didasarkan pada pengembangan desain yang robust, yaitu desain yang dapat melakukan
berbagai kondisi dalam menghasilkan produk-produk. Filosofi Taguchi didasarkan pada
gagasan bahwa lebih mudah merancang produk dari berbagai kondisi lingkungan
dibandingkan dengan mengontrol kondisi lingkungan. Bagaimana sebenarnya pandangan
Taguchi mengenai kualitas? Kita akan menjelaskan pandangan Dr. Taguchi mengenai biaya
kualitas.

Menurut pandangan tradisional kesesuaian spesifikasi (conformance to specification),


kerugian baru dianggap terjadi dari segi biaya apabila biaya kualitas produk berada di luar
batas yang ditentukan (0.20). Menurut fungsi Taguchi, penentuan hidden quality cost
mengasumsikan bahwa fungsi biaya kualitas adalah merupakan fungsi kuadrat.
Penyimpangan dari spesifikasi yang ditetapkan (target value) akan menyebabkan adanya
biaya kualitas. Besarnya hidden quality cost dapat ditentukan dengan formula berikut ini :

L (y) = k (y-T) 2

L = Kerugian karena kualitas yang rendah

y = Kualitas sesungguhnya

T = Kualitas yang diinginkan (target value)

15
K = Koefisien yang tergantung pada struktur biaya kegagalan eksternal perusahaan

K = c/d2

C = Biaya yang muncul apabila produk di luar target value

d = Perbedaan atau jarak dari target value

Pelaporan Biaya Kualitas

Biaya kualitas perlu dilaporkan agar dapat membantu manajemen meningkatkan


perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kualitas.
Untuk itulah bentuk laporan biaya kualitas harus disusun dengan cara yang memudahkan
manajemen memanfaatkan informasi tersebut. Penyajian laporan biaya kualitas dimulai
dengan membentuk sistem yang memungkinkan mengetahui informasi biaya kualitas yang
sesungguhnya terjadi di perusahaan. Ada dua cara pelaporan biaya kualitas, yaitu laporan
biaya kualitas (quality cost report) dan analisis kecenderungan (trend analysis).

1. Laporan biaya kualitas (quality cost report)

Laporan biaya kualitas adalah laporan yang menyajikan informasi biaya kualitas
dengan cara menentukan setiap elemen biaya kualitas dalam % terhadap penjualan. Dalam
menentukan posisi optimum, ada dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan
konvensional (conventional approach) dan pendekatan kontemporer (contemporer
approach).

a. Pendekatan konvensional. Pendekatan konvensional mendasarkan pada anggapan


adanya "trade off" pada biaya kualitas, yaitu antara biaya pengendalian (control cost)
dan biaya kegagalan (failure cost). Apabila biaya pengendalian meningkat, maka
biaya kegagalan seharusnya menurun. Sebaliknya, apabila biaya pengendalian
menurun, maka biaya kegagalan meningkat. Selama penurunan biaya kegagalan lebih
besar dari peningkatan biaya pengendalian, perusahaan seharusnya terus melakukan
upaya untuk mencegah produk yang berkualitas rendah. Tingkat minimum biaya
kualitas dapat dicapai apabila tambahan peningkatan biaya pencegahan lebih besar
dari penurunan biaya kegagalan yang terjadi. Keadaan optimum adalah keadaan
dimana terjadi keseimbangan antara biaya pengendalian dan biaya kegagalan. Titik ini
dikenal sebagai acceptable quality level (AQL).

16
b. Pendekatan Kontemporer. Berbeda dengan pendekatan konvensional, pendekatan
kontemporer tidak mengenal batas toleransi tingkat kerusakan yang masih dapat
diterima (AQL). Pendekatan ini menggunakan tingkat kerusakan 0. Pada pertengahan
tahun 1980-an pendekatan tingkat kerusakan 0 diperbarui dengan konsep robust
quality yang mengharuskan produk tepat pada kualitas yang ditargetkan. Konsep ini
mengartikan produk cacat sebagai produk yang tidak tepat pada target yang
ditetapkan, semakin menjauhi target maka kerugian akan semakin besar. Pendekatan
kontemporer tidak mengganggap adanya trade-off antara biaya pengendalian dan
biaya kegagalan. Kedua jenis biaya tersebut sama-sama harus ditekan untuk mencapai
titik optimum. Titik optimum dicapai bila produk yang dihasilkan tepat pada target
yang telah ditetapkan. Secara ringkas pandangan kontemporer menjelaskan mengenai
hal-hal berikut ini:
1. Menurut pandangan kontemporer, biaya pengendalian tidak akan meningkat tanpa
batas pada saat mendekati tingkat kerusakan 0.
2. Biaya pengendalian kualitas akan meningkat tetapi kemudian menurun pada saat
mendekati tingkat kerusakan 0.
3. Biaya kegagalan dapat ditekan sampai mendekati 0.

2. Analisis Kecenderungan (Trend Analysis)

Pada jenis pelaporan pertama, pihak manajemen tidak dapat memantau bagaimana
hasil dari upaya perbaikan kualitas. Hal ini karena tidak terdapat laporan perkembangan biaya
kualitas dari tahun ke tahun, sehingga menyebabkan perusahaan tidak mengetahui perbaikan
atau kemunduran yang telah dilakukannya. Perkembangan biaya kualitas dapat ditunjukan
melalui grafik yang menunjukan perkembangan persentase biaya kualitas terhadap penjualan.
Biaya kualitas dapat digambarkan secara total maupun secara tiap-tiap jenis biaya kualitas.
Informasi perkembangan biaya kualitas ini sangat penting untuk menentukan aktivitas
perbaikan yang telah dilakukan perusahaan terhadap biaya kualitas.

Untuk mempermudah Saudara memahami bagaimana pelaporan biaya kualitas, kami


akan memberikan contoh kasus di PT ABC yang telah melaporkan biaya kualitas selama satu
periode pada tahun 2014. PT ABC telah menghitung biaya pencegahan, biaya penilaian, dan
biaya kegagalan internal. Pada periode tersebut, tidak ada biaya kegagalan eksternal yang
terjadi. Berikut adalah laporan biaya kualitas PT ABC.

17
Dari Tabel 10.2 dapat dilihat bahwa dalam laporan biaya kualitas PT ABC tidak ada
pengeluaran yang berhubungan dengan biaya kegagalan eksternal seperti keluhan pelanggan,
pengembalian produk (product return) dan perbaikan (repair), klaim garansi, tuntutan pihak
lain, dan bahkan biaya litigasi yang timbul dari masalah kewajiban produk. Laporan biaya
kualitas menunjukkan bahwa selama tahun 2014 biaya pencegahan menyumbang total biaya
kualitas terbesar yaitu Rp59.655.756, sementara biaya penilaian sebesar Rp18.836.374, dan
biaya kegagalan internal sebesar Rp15.325.295. Kita tidak dapat mengetahui bagaimana
kecenderungan tiap-tiap biaya kualitas itu setiap bulan. Untuk mengetahui kecederungan
biaya kualitas selama tahun 2014, dapat dilihat pada Gambar 10.2 di bawah ini.

18
D. KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS

Sebelum menjelaskan hubungan antara kualitas dan produktivitas, terlebih dahulu


Saudara harus memahami makna dari produktivitas. Produktivitas berkaitan dengan upaya
untuk memproduksi produk secara efisien dan lebih menekankan pada hubungan antara
output dan input yang digunakan untuk menghasilkan produk. Produk dapat dihasilkan
dengan beberapa kombinasi input tertentu. Produktivitas yang dimaksudkan disini adalah

19
efisiensi produktivitas total (total productivity efficiency). Efisiensi produktivitas total dicapai
dengan memenuhi dua kondisi, yaitu efisiensi teknus (technical efficiency) dan efisiensi
trade-off input (input trade-off efficiency):

1. Efisiensi teknis. Untuk setiap kombinasi input tertentu dapat menghasilkan output dalam
jumlah tertentu, dalam arti tidak ada kelebihan pemakaian input untuk menghasilkan
output tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Menggunakan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan output yang sama.
b. Menghasilkan output yang lebih banyak dengan menggunakan input yang sama
c. Menghasilkan output yang lebih banyak dengan menggunakan input yang relatif
lebih sedikit.
2. Input Trade-Off Efficiency. Untuk setiap kombinasi input tertentu dapat menghasilkan
output dalam jumlah tertentu dan dapat memberikan biaya yang paling rendah.
Peningkatan produktivitas harus diarahkan untuk peningkatan technical effficiency
maupun input trade-off efficiency. Meningkatkan technical efficiency dapat dilakukan
dengan penggunaan lebih sedikit input untuk menghasilkan jumlah output yang sama atau
menggunakan input yang sama untuk menghasilkan jumlah output yang lebih besar.
Sedangkan peningkatan input trade-off efficiency dapat dilakukan dengan menggunakan
kombinasi input yang memerlukan biaya yang lebih kecil.

Pengukuran Produktivitas

Sebagai variabel atau konstruk, maka produktivitas membutuhkan ukuran yang tepat
untuk mengukur nilai produktivitas. Terdapat dua ukuran (measures) untuk mengukur
produktivitas, yaitu produktivitas sebagian (partial productivity) dan produktivitas total (total
productivity), Berikut kami jelaskan masing-masing.

1. Produktivitas sebagian (partial productivity) Produktivitas parsial ditentukandengan


mengukur produktivitas untuk setiap satu jenis input saja. Apabila input dan output
yang diukur dinyatakan dalam satuan fisik disebut dengan produktivitas operasional
(operational productivity) sedangkan apabila dinyatakan dalam satuan mata uang
disebut dengan produktivitas keuangan (financial productivity). Produktivitas parsial,

20
operasional dan keuangan dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Untuk mempermudah penjelasan, kami akan memberikan contoh berikut ini. Pada
tahun 2014, perusahaan memproduksi 150.000 unit produk dengan menggunakan
37.500 jam kerja langsung, maka tingkat produktivitas operasi tenaga kerja langsung
adalah 4 unit per jam kerja langsung (150.000/37.500).

2. Produktivitas total (total Productivity). Produktivitas total ditentukan dengan


mengukur produktivitas semua jenis input yang digunakan. Pengukuran produktivitas
ini dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu:
 Profile productivity. Produktivitas dihitung untuk setiap jenis input dan
dibandingkan selama periode waktu tertentu. Profile productivity merupakan
serangkaian produktivitas partial. Pendekatan ini dapat membantu manajemen
dalam melakukan trade off tingkat produktivitas yang mungkin dilakukan
perusahaan untuk mencapai hasil optimal.
 Profit-linked productivity. Produktivitas ini dapat dilakukan dengan menghitung
perbedaan jumlah input yang akan dikeluarkan dengan tanpa adanya perubahan
produktivitas dengan jumlah input yang sesungguhnya digunakan. Perubahan
jumlah input ini menunjukan jumlah dimana laba perusahaan akan berubah
dengan adanya perubahan tingkat produktivitas.
 Price-recovery Component. Pendekatan ini diawali dengan menghitung
perbedaan laba yang akan dicapai perusahaan apabila tidak terjadi perubahan
produktivitas. Price-recovery component kemudian dihitung dengan
membandingkan perbedaan laba dan perbedaan biaya yang berkaitan dengan
perubahan produktivitas. Pendekatan ini menunjukkan kemampuan penghasilan
dalam menutup perubahan biaya apabila tidak terjadi perubahan produktivitas.

Kualitas dan produktivitas

Peningkatan kualitas dapat meningkatkan produktivitas atau sebaliknya. Hal ini


karena peningkatan kualitas biasanya disertai adanya penurunan jumlah sumber ekonomi
yang dibutuhkan dalam produksi, dan karena itu biasanya peningkatan kualitas akan
dicerminkan dengan adanya peningkatan produktivitas. Tetapi masih dimungkinkan
perusahaan berproduksi dengan tanpa adanya kerusakan tetapi masih belum efisien dalam
prosesnya. Oleh karena itu, ada cara lain untuk dapat meningkatkan produktivitas yaitu
dengan merancang ulang proses pemanufakturan yang ada di perusahaan tersebut.

21
E. FILOSOFI TOM

Manajemen kualitas total (TQM) adalah upaya terintegrasi yang dirancang untuk
meningkatkan kualitas di setiap level di dalam perusahaan TQM mengimplikasikan usaha
yang terintegrasi dan berkelanjutan/terus menerus untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan
pelanggan melalui organisasi secara keseluruhan, dan komitmen manajemen merupakan
dasar yang penting bagi keberhasilan (Bergman and Klefsjo, 2003). Lima nilai fundamental
yang membentuk TQM digambarkan oleh Bergman and Klefsjo (2003) sebagai cornerstone.
Masing masing dari cornerstone ini terpisah, tetapi mempunyai sinergi yang positif ketika
diperlakukan secara bersamaan. Gambaran cornerstone dijelaskan dalam Gambar 10.2 di
bawah ini.

Dalam bahasan ini Saudara akan belajar tentang filosofi TQM dan bagaimana dampaknya
terhadap organisasi.

Fokus pada pelanggan (customer focus)

Bila kita mencermati berbagai uraian sebelumnya, kita dapat menjelaskan bahwa
karakteristik pertama dan utama TQM adalah fokus perusahaan pada pelanggannya. Kualitas
didefinisikan sebagai upaya untuk memenuhi atau melebihi harapan (ekspektasi) pelanggan.
Perusahaan pertama kali mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan selanjutnya memenuhi
kebutuhan pelanggan tersebut. Perusahaan akan memiliki nilai yang besar apabila produk
yang ditawarkannya melebihi ekspektasi pelanggan, sebaliknya memiliki nilai yang kecil
apabila tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan. Namun, kenyataan menunjukkan

22
bahwa perusahaan tidak selalu mudah untuk menentukan atau mengidentifikasi apa yang
menjadi keinginan pelanggan, karena selera dan preferensi pelanggan senantiasa berubah.
Kesulitan lainnya karena harapan pelanggan sering bervariasi dari satu pelanggan ke yang
berikutnya. Oleh karena itu, perusahaan senantiasa mengumpulkan informasi pelanggan
melalui survey pasar dan wawancara pelanggan agar tetap selaras dengan apa yang
diinginkan pelanggan. Perusahaan harus selalu ingat bahwa mereka tidak akan berada dalam
bisnis jika bukan karena mereka, para pelanggan. Dalam kaitannya dengan fokus pelanggan,
kita berikan contoh misalnya, tren industri otomotif relatif cenderung cepat berubah, dari
mobil kecil ke mobil MPV, seperti Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia.

Perbaikan terus-menerus (continuous improvement)

Konsep lain dari filosofi TQM adalah fokus pada perbaikan terus-menerus. Sistem
tradisional beroperasi atas dasar asumsi bahwa sekali perusahaan berhasil mencapai tingkat
kualitas tertentu maka ia tidak membutuhkan perbaikan lebih lanjut. Pada sistem tradisional,
perbaikan hanya mengarah pada pencapaian sasaran tertentu, seperti lulus uji sertifikasi atau
mengurangi jumlah cacat ke toleransi tingkat tertentu seperti telah diuraikan sebelumnya.
Pada tingkat perusahaan, perubahan pernah dilakukan oleh manajer di Amerika Serikat secara
besar-besaran, seperti restrukturisasi organisasi. Tetapi filosofi Jepang agak berbeda karena
filosofi Jepang meyakini bahwa perubahan yang dilakukan secara bertahap merupakan
perubahan terbaik dan paling abadi. Filosofi ini bila kita analogikan mengambil dan
meminum obat dalam dosis kecil secara sering itu lebih baik daripada mengambil obat dalam
satu dosis besar. Perbaikan terus-menerus dalam perspektif Jepang disebut dengan "kaizen",
yang menekankan bahwa perusahaan terus berusaha menjadi lebih baik melalui proses
pembelajaran dan proses pemecahan masalah. Siapapun dari kita tidak akan pernah bisa
mencapai kesempurnaan, sehingga kita harus selalu mengevaluasi kinerja dan mengambil
langkah-langkah untuk memperbaikinya. Setelah ini, kita akan melihat dua pendekatan yang
dapat membantu perusahaan melakukan perbaikan terus-menerus: siklus plan-do-study-act
(PDSA) dan benchmarking.

1. Siklus PDSA

Siklus Plan-Do-Study-Act (PDSA) menggambarkan kegiatan perusahaan yang


diperlukan dalam rangka menggabungkan perbaikan berkelanjutan dalam kegiatan
operasinya. Siklus ini digambarkan secara melingkar yang menunjukkan bahwa perbaikan

23
terus menerus adalah proses yang tidak akan pernah berakhir. Mari kita lihat langkah-langkah
dalam siklus ini.

 Plan (rencanakan). Langkah pertama dalam siklus PDSA adalah merencanakan.


Manajer harus mengevaluasi proses saat ini dan membuat rencana berdasarkan
masalah yang ditemukan. Mereka perlu mendokumentasikan semua prosedur saat ini,
mengumpulkan data, dan mengidentifikasi masalah. Informasi ini kemudian harus
dipelajari dan digunakan untuk mengembangkan rencana dan menentukan ukuran
(measures) untuk mengevaluasi kinerja.
 Do (lakukan). Langkah berikutnya dalam siklus tersebut mengimplementasikan
rencana. Selama proses pelaksanaan, manajer harus mendokumentasikan semua
perubahan yang dibuat dan mengumpulkan data untuk evaluasi.
 Study (pelajarilah). Langkah ketiga adalah mempelajari data yang dikumpulkan dalam
tahap sebelumnya. Data tersebut selanjutnya dievaluasi untuk melihat apakah rencana
tersebut sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam tahap rencana.
 Act (bertindaklah). Tahap terakhir dari siklus ini adalah bertindak atas dasar hasil tiga
tahap yang pertama. Cara terbaik untuk melakukannya adalah mengkomunikasikan
hasil kepada anggota lain di perusahaan itu dan kemudian menerapkan prosedur baru
jika diperlukan. Catatan yang perlu digarisbawahi disini adalah setelah siklus ini,
langkah berikutnya adalah merencanakan lagi (plan). Setelah bertindak, kita perlu
terus mengevaluasi proses, perencanaan, dan mengulangi siklus lagi. Demikian
seterusnya.

2. Benchmarking

Cara lain yang bisa dilakukan perusahaan untuk menerapkan perbaikan terus menerus
adalah dengan mempelajari praktek bisnis perusahaan yang dianggap "best in class." Cara ini
disebut dengan benchmarking. Kemampuan untuk mempelajari bagaimana orang lain
melakukan sesuatu hal adalah bagian penting dari perbaikan terus-menerus. Perusahaan
benchmark tidak harus berada dalam bisnis yang sama, selama itu perusahaan benchmark
mempunyai keunggulan pada bidang tertentu, maka perusahaan dapat melakukan penelitian
dan pengembangan (research and development) untuk meniru perusahaan benchmark. Dalam
bidang pendidikan misalnya ITS menjadi benchmark bagi PT yang bergerak dalam bidang
teknologi dan informasi dan STIE Perbanas Surabaya menjadi benchmark bagi PT yang

24
bergerak dalam bidang bisnis dan perbankan. Saudara bisa memberikan contoh perusahaan
lainnya yang berbeda dalam konteks bidang yang lain.

Pemberdayaan karyawan (Employee Emporwement)

Bagian dari filosofi TQM ini adalah bagaimana memberdayakan seluruh karyawan
untuk mencari masalah kualitas dan memperbaikinya. Dalam konsep lama tentang kualitas
seperti yang telah kita terangkan sebelumnya, karyawan tidak bisa mengidentifikasi masalah
kualitas karena takut akan ditegur. Sebaliknya, filosofi konsep yang baru tentang kualitas,
yaitu total quality management (TQM), memberikan insentif bagi karyawan yang bersedia
untuk mengidentifikasi masalah kualitas. Karyawan tidak dihukum bila mengungkap masalah
kualitas, bahkan diberi reward atau nilai yang tinggi. Dalam TQM, peran karyawan sangat
berbeda dari apa yang ada dalam sistem tradisional. Pekerja diberdayakan untuk membuat
keputusan terhadap kualitas dalam proses produksi. Pekerja dianggap sebagai elemen penting
dari upaya untuk mencapai kualitas tinggi. Kontribusinya sangat dihargai, dan saran-saran
mereka dilaksanakan. Untuk melakukan fungsi ini, karyawan diberikan pelatihan secara
terus-menerus mengenai alat pengukuran kualitas.

Untuk lebih menekankan peran karyawan dalam kualitas, TQM membedakan antara
pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan eksternal adalah mereka yang membeli barang
dan jasa dari perusahaan itu, sedangkan pelanggan internal adalah bagian atau departemen di
dalam organisasi yang menerima barang atau jasa dari bagian atau departemen lain dalam
organisasi yang sama. Sebagai contoh, departemen pengemasan suatu organisasi adalah
pelanggan internal departemen perakitan. Item yang rusak tidak akan diteruskan ke pelanggan
eksternal dan juga pelanggan internal.

Manajemen proses (process management)

Menurut pandangan manajemen kualitas total (TQM), produk yang berkualitas


berasal dari proses yang berkualitas pula. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas harus
dibangun ke dalam proses. Kualitas timbul dari keyakinan bahwa mengungkap sumber
masalah kualitas dan memperbaikinya jauh lebih baik daripada membuang item yang cacat
setelah produksi. Jika sumber masalah tidak diperbaiki, masalah akan terus menerus ada dan
akan sangat merugikan perusahaan.

Sebagai contoh, perhatikan proses evaluasi masa studi mahasiswa di PT. Setiap tahun
sekali dilakukan evaluasi masa studi mahasiswa untuk menentukan apakah ada mahasiswa

25
yang masih berada di bawah standar minimum sehingga dapat diputuskan terhadap
mahasiswa tersebut apakah diberikan perpanjangan masa studi atau diberi surat peringatan
atau bahkan di drop-out. Daripada setiap tahun ada mahasiswa yang dikeluarkan atau drop-
out, lebih baik PT mengidentifikasi sumber masalahnya apakah terkait dengan kualitas input
yang kurang bagus atau sistem penilaian dosen yang belum menerapkan continuous
assessment.

Konsep kualitas dari sudut pandang ini berbeda antara konsep kualitas lama dan baru.
Konsep lama kulaitas berfokus pada pemeriksaan barang setelah diproduksi atau setelah
tahap tertentu dari produksi. Jika pemeriksaan mengungkapkan cacat, maka produk yang
cacat dibuang atau dikirim kembali untuk pengerjaan ulang. Semua ini membutuhkan biaya
dan yang sangat merugikan karena biaya tersebut dibebankan kepada pelanggan.
Pelangganlah pihak akhir yang merasa paling dirugikan. Sebaliknya, konsep baru kualitas
berfokus pada identifikasi sumber masalah kualitas dan melakukan langkah atau tindakan
koreksi. Dari contoh yang sama, diskusikan menurut pendapat Saudara bagaimana konsep
baru kualitas diterapkan pada kasus drop-out mahasiswa.

Mengelola Pemasok Kualitas (Managing Supplier Quality)

TQM memperluas konsep kualitas terhadap pemasok perusahaan. Secara tradisional,


perusahaan cenderung memiliki banyak pemasok yang terlibat dalam penawaran harga yang
kompetitif. Ketika bahan tiba, pemeriksaan dilakukan untuk memeriksa kualitas mereka.
TQM memandang praktek yang ada ini berkontribusi terhadap kualitas yang buruk, waktu
yang terbuang, dan tentu membuang biaya. Filosofi TQM memperluas konsep kualitas ke
pemasok dan memastikan bahwa pemasok harus terlibat dalam praktek kualitas yang sama.
Jika pemasok memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan perusahaan, bahan atau
material tidak harus diperiksa pada saat kedatangannya. Saat ini, banyak perusahaan di dunia
memiliki perwakilan yang berada di lokasi pemasok mereka, sehingga melibatkan pemasok
di setiap tahap dari desain produk sampai proses produksi berakhir.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh pembahasan diatas, bisa kita simpulkan bahwa Sistem manajemen Total
Quality Manajemen (TQM) mampu melahirkan keuntungan baik yang berwujud ataupun
tidak berwujud. Keuntungan nyatanya adalah dalam hal kualitas produk yang lebih baik,
peningkatan produktivitas, peningkatan pangsa pasar, dan peningkatan laba. Disisi lain,
keuntungan tidak berwujud adalah kerja tim yang efektif, peningkatan minat kerja, budaya
partisipatif, kepuasan pelanggan, peningkatan hubungan manusia, peningkatan komunikasi,
serta mampu membangun citra perusahaan yang lebih baik lagi.

Tapi, TQM juga memerlukan periode pelatihan yang cenderung signifikan untuk
karyawan yang didalamnya memiliki kepentingan. Karena pelatihan mampu membawa orang
menjauh dari rutinitas pekerjaannya, hal ini sebenarnya mempunyai efek jangka pendek yang
negatif dalam hal pembiayaan. Perusahaan harus menilai hal ini sebagai bentuk investasi
guna mengejar laba yang lebih besar.

Selain itu, TQM juga mampu melahirkan reakasi penolakan karyawan yang lebih suka
pada sistem yang saat ini sedang berjalan atau mereka merasa bahwa mereka mungkin akan
kehilangan pekerjaannya karena TQM. Hal ini disebabkan karena TQM lebih cenderung akan
melahirkan serangkaian perubahan inkremental secara kontinyu.

Sistem Total Quality Manajemen(TQM) yang baik di perusahaan akan mendapatkan


dukungan penuh manajemen untuk berinisiatif dalam melakukan perbaikan, yang di
dalamnya didukung oleh pihak karyawan, dan terus fokus dalam meningkatkan proses guna
mencegah terjadinya kesalahan. Selain itu, pihak perusahaan juga harus fokus dalam
meningkatkan manajemen keuangannya agar lebih akurat, rapih, dan efektif demi kemajuan
perusahaan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Salman, Kautsar Riza. Farid, Mochammad. (2016). Akuntansi Manajemen Alat pengukur dan
Pengambilan Keputusan Manajerial. Jakarta Barat: Indeks Jakarta.

Diakses pada tanggal 14 Juni 2022, pukul 15.30

https://www.kajianpustaka.com/2017/11/pengertian-karakteristik-metode-manfaat-total-
quality-
management.html?m=1#:~:text=Menurut%20Nasution%20(2005%3A22),%2C%20produktiv
itas%2C%20dan%20kepuasan%20pelanggan.

Diakses pada tanggal 14 Juni 2022, pukul 15.45

https://accurate.id/marketing-manajemen/total-quality-
manajemen/#:~:text=Dari%20seluruh%20pembahasan%20diatas%2C%20bisa,pangsa%20p
asar%2C%20dan%20peningkatan%20laba.

Diakses pada tanggal 14 Juni 2022, pukul 16.00

http://eprints.ums.ac.id/12116/2/3.BAB_I.pdf

Diakses pada tanggal 14 Juni 2022, pukul 16.15

28

Anda mungkin juga menyukai