BAB II
URAIAN KEGIATAN
Sebuah gagasan usaha dan/atau kegiatan tidak cukup hanya dinilai kelayakannya dari aspek
teknis dan ekonomis, melainkan juga harus layak secara lingkungan. Untuk itu selain studi
kelayakan teknis dan ekonomis, dibutuhkan telaah lingkungan secara cermat dan mendalam
melalui studi AMDAL. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, yang secara
tegas menyatakan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup merupakan bagian
dari studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan. Penyusunan dokumen ini dilakukan
secara bersamaan dengan studi kelayakan teknis dan ekonomis.
2.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan Rencana Tata
Ruang Sesuai Ketentuan Peraturan Perundangan
Secara administrasi TPST Bantargebang terletak di Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan
Cikiwul, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa
Barat dengan titik koordinat 06°20′54.1″LS, 106°59′50.6″ BT. Adapun batas-batas lokasi
kegiatan adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Jalan TPA, Pemukiman RW 04 Kelurahan Cikiwul
Sebelah Timur : TPA Sumur Batu, RW 03 Kelurahan Sumur Batu
Sebelah Selatan : Jalan Pangkalan VI, Pemukiman RW 05 Kelurahan Ciketing Udik
Sebelah Barat : Pemukiman RW 05 Kelurahan Ciketing Udik
Adapun pencapaian lokasi dari beberapa titik stategis adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Akses Pencapaian Lokasi TPST Bantargebang
No Akses Dari Jarak Keterangan
1 Pusat Pemerintahan 15 Km Dapat ditempuh via Jalan Raya Narogong
Kota Bekasi
2 Dinas Lingkungan 29 Km Dapat ditempuh via Jalan Tol Lingkar Timur
Hidup Provinsi DKI
Jakarta
3 Gerbang Tol Jati Asih 11 Km Dapat Ditempuh via Jalan Jati Asih Raya dan
Jalan Narogong
Lokasi Pengembangan TPST Bantargebang dapat dilihat pada Gambar 2.1 s/d Gambar 2.4.
Lokasi Pengembangan
TPST Bantargebang
(Pembangunan Pilot Project PLTSa)
6º21’4.31”LS 106º59’50.18”BT
Pembangunan Mesjid
Lokasi Pengembangan
TPST Bantargebang
(Pembangunan Pilot Project PLTSa)
6º21’4.31”LS 106º59’50.18”BT
Lokasi Pengembangan
TPST Bantargebang Lokasi Pengembangan
(Pembangunan Car Wash) TPST Bantargebang
06°20′59.4″S 106°59′41.9″E (Pembangunan Mesjid)
06°21′05.8″S 106°59′56.3″E
Lokasi Pengembangan
TPST Bantargebang
(Pembangunan Pilot Project PLTSa)
6º21’4.31”LS 106º59’50.18”BT
Lokasi Pengembangan
TPST Bantargebang
(Pembangunan Car Wash)
06°20′59.4″S 106°59′41.9″E
Lokasi Pengembangan
TPST Bantargebang
(Pembangunan Mesjid)
06°21′05.8″S 106°59′56.3″E
Lokasi Pengembangan TPST Bantargebang
(Pembangunan Pilot Project PLTSa)
Lokasi Pengembangan
TPST Bantargebang
(Pembangunan Pilot Project PLTSa)
6º21’4.31”LS 106º59’50.18”BT
2 5
4
3
Keterangan:
1. Pos Jaga
2. Kantor
3. Bengkel
4. Parkir Alat Berat
5.Jembatan Timbang
6. Power House
7. Daur Ulang Plastik
8. Pengomposan
Jumlah tenaga kerja dalam 1 shift di TPST Bantargebang ± 91 orang. Untuk rincian jumalah
tenaga dalam 1 shift dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 4. Jumlah Tenaga Kerja TPST Bantargebang dalam 1 Shift
No Divisi Jumlah (orang)
1 Petugas Titik Buang 6
2 Kru dan Power House 6
3 Security 20
4 Operator Alat Berat 35
5 Montir/ Teknis 9
6 Petugas Timbangan 15
Jumlah 91
Sumber: UPST Bantargebang, 2017
KEPALA DINAS
SEKRETARIAT
SUBBAGIAN
SUBBAGIAN SUBBAGIAN SUBBAGIAN
PERENCANAAN
UMUM KEPEGAWAIAN KEUANGAN
DAN ANGGARAN
BIDANG BIDANG
BIDANG PENGELOLAAN BIDANG PENGAWAS DAN BIDANG PRASARANA BIDANG PERAN SERTA
TATA LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN
KEBERSIHAN PENATAAN HUKUM DAN SARANA MASYARAKAT
KEBERSIHAN DAMPAK LINGKUNGAN
SEKSI PENANGANAN
SEKSI PERENCANAAN SEKSI PENGEMBANGAN
SEKSI PENGELOLAAN SEKSI PEMANTAUAN PENGADUAN DAN SEKSI
TEKNIS LINGKUNGAN PERAN SERTA
SAMPAH KUALITAS LINGKUNGAN PENYELESAIAN PENGADAAN
DAN KEBERSIHAN MASYARAKAT
SENGKETA
SEKSI
SEKSI MITIGASI DAN SEKSI BINA USAHA
SEKSI PENGENDALIAN PENANGGULANGAN SEKSI PENEGAKAN
ADAPTASI PERUBAGAN SEKSI PEMELIHARAAN LINGKUNGAN DAN
KEBERSIHAN PENCEMARAN HUKUM
IKLIM KEBERSIHAN
LINGKUNGAN
SUBBAGIAN
TATA USAHA
SUBBAGIAN TATA
USAHA
SEKSI PENGAWASAN
SEKSI PENGELOLAAN SEKSI PERAN SERTA
DAN PENGENDALIAN SEKSI PRASARANA DAN
KEBERSIHAN DAN MASYARAKAT DAN
DAMPAK LINGKUNGAN SARANA
LIMBAH B3 PENATAAN HUKUM
DAN KEBERSIHAN SEKSI PENGENDALIAN SEKSI PERAN SERTA
DAMPAK LINGKUNGAN MASYARAKAT DAN
DAN KEBERSIHAN PENATAAN HUKUM
SATUAN PELAKSANA
LINGKUNGAN HIDUP SUBKELOMPOK
KECAMATAN JABATAN FUNGSIONAL
Keterangan:
SUBKELOMPOK Pengelola Lingkungan
JABATAN FUNGSIONAL KELOMPOK JABATAN TPST Bantargebang
FUNGSIONAL
Kepala UPST
Bantargebang
Kepala Subbagian
Tata Usaha
Sub Kelompok
Jabatan Fungsional
Berikut adalah trend kegiatan yang ada didalam TPST Bantargebang dari tahun 2011 - 2016
Plastik: 14%
Lainnya: 17%
Kertas: 15%
Organik: 54%
6.561,99
6.419,14
5.651,44 5.664,88
5.263,63
5.172,84
Gambar 2.9 Trend TPST Bantargebang berdasarkan rata-rata berat sampah per hari
(Ton/hari)
(Sumber: UPST Bantargebang, 2017)
1.057,72
960,47
835,24
777,95
744,41
672,88
Dari gambar diatas terlihat hampir pada setiap tahun dari 2011 sampai 2016 terjadi
peningkatan baik berdasarkan rata-rata berat sampah perhari (ton/hari) yang berimbas kepada
meningkatanya rata rata kendaraan masuk perhari (rit/hari) dari kegiatan TPST
Bantargebang.
Jenis kegiatan yang dilaksanakan didalam TPST Bantargebang antara lain, adalah :
2.1. Sanitary Landfill
Sanitary landfill adalah metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan menyebarkan
sampah secara lapis-perlapis pada sebuah lahan. Pemadatan dilakukan dengan alat berat, dan
pada akhir proses, urugan sampah tersebut ditutup dengan tanah penutup (Damanhuri, 1993).
Konstruksi sanitary landfill di TPST Bantargebang terdiri dari beberapa lapisan.
1. Lapisan pertama yaitu pelapis dasar, terdiri dari geomembrane HDPE dan geotextile.
Geomembrane berfungsi untuk mencegah masuknya air sampah dan pencemar lainnya
kedalam tanah. Di atas lapisan geomembrane di lapisi dengan geotextile yang berfungsi
sebagai pelindung bagi geomembrane HDPE ketika terkena tumpukan sampah.
2. Lapisan kedua, pipa-pipa dibuat untuk mengalirkan air sampah menuju Instalasi
Pengolahan Air Sampah (IPAS). Pipa dilapisi kerikil-kerikil di bagian pinggir yang
berfungsi mencegah terjadinya sampah masuk ke dalam pipa (filter).
3. Lapisan ketiga, terdiri dari tumpukan-tumpukan sampah yang ditutup tanah dan begitu
seterusnya hingga ketingian yang diinginkan. Tumpukan akhir pada landfill ditutup
dengan geomembrane HDPE. Fungsi dari geomembrane HDPE yaitu mencegah gas
metan menguap ke udara.
Sampah di wilayah DKI Jakarta dikumpulkan di TPS dan kemudian diangkut ke TPST
Bantargebang menggunakan truk-truk setiap harinya dengan jumlah truk sebanyak ±1.200
truk dan total sampah yang dihasilkan ± 7.000 ton/hari. Truk yang mengangkut sampah akan
membuang sampah di sanitary landfill yang telah ditentukan.
Sanitary landfill di TPST Bantargebang memiliki 5 zona. Untuk memperpanjang usia pakai
TPST dilakukan peninggian dan penggabungan zona. Penggabungan dilakukan dengan
menggunakan jalan kerja antar zona sebagai tempat pembuangan sampah setelah dilakukan
konstruksi lapisan kedap air (liner) terlebih dahulu dengan mengacu pada kondisi zona dan
sub zona yang masih dapat digabung. Saat ini di Bantargebang telah dilakukan penggabungan
Zona I – Zona II dengan Zona IV – Zona V.
- Zona I dan Zona II
Zona ini terletak paling depan dengan luas 36 ha. Sampah pada zona I dan zona II
berkisar ± 10.800.000 m3 dengan ketinggian sampah mencapai 30-40 m.
- Zona III
Zona ini terletak sebelah selatan TPST Bantargebang. Zona III memiliki luas 25,41 ha
dan volume sampah pada zona ini berkisar ± 7.623.000 m3 dengan ketinggian sampah
mencapai ± 30-40 m.
c. Ventilasi
Setelah dilakukan penutupan sampah dengan tanah, maka dilakukan pemasangan
ventilasi udara dengan menanam pipa PVC dengan diameter 100 mm jarak antara
pipa ventilasi adalah 30 x 30 m.
d. Penghijauan
Untuk mengurangi bau sampah dapat dipilih jenis pohon dengan kriteria pohon yang
beraroma dan bermanfaat mengurangi polusi udara. Pada jalur menuju lokasi TPA
digunakan jenis pohon pengarah. Karena pepohonan tersebut selain berfungsi sebagai
pengarah dan fungsi keindahan, maka pepohonan tersebut mampu menyerap polusi
dan pepohonan tersebut juga berfungsi untuk mendukung keindahan lingkungan.
Tanaman jenis perdu yang beraroma juga dapat digunakan dimana bau harum
tanaman tersebut akan mampu mereduksi bau sampah di lingkungan TPST
Bantargebang. Revegetasi pada TPST Bantargebang diharapkan dapat berfungsi
untuk mereduksi polusi udara, menjaga kestabilan sampah/tanah urugan landfill dan
keindahan.
teknologi Advance Oxydation Process (AOP). Adapun luas area IPAS yaitu sebagai
berikut :
IPAS 1 : 1.7 Ha
IPAS 2 : 1.0 Ha
IPAS 3 : 1.2 Ha
IPAS 4 : 1,2 Ha
Air sampah dari zona 1 seluruhnya mengalir ke IPAS 1. Air sampah dari zona 2, zona 4
dan zona 5 seluruhnya mengalir ke IPAS 2. Air sampah dari zona 3 mengalir ke IPAS 3.
Kapasitas masing-masing IPAS yaitu 200 m3 dengan waktu pengolahan selama 10 jam.
RBD
Kolam Kolam (Rotary Sludge Clarifier
Landfill Inlet Sand Filter Outlet
Ekualisasi Fakultatif Biological Holding Tank Biologi
Denitrification)
Kolam
Penyeimbang
Kolam
Pengendap
Proses pengolahan air sampah di IPAS meliputi proses pengolahan pendahuluan, fisika,
kimia dan biologi. Pengolahan air sampah bertujuan untuk menguraikan pencemar-
pencemar yang ada di dalam air sampah tersebut terutama pencemar organik, padatan
tersuspensi dan logam berat. Berikut merupakan penjelasan alur proses pengolahan air
sampah di IPAS TPST Bantargebang.
a. Sump-it
Air sampah dari setiap zona dan enclave seluruhnya mengalir menuju IPAS melalui
sistem perpipaan bawah tanah dan masuk ke sump-it.
b. Kolam Ekualisasi
Pada kolam ekualisasi terjadi penyeragaman konsentrasi dan penghilangan amonia dengan
metode penyuplaian oksigen dengan blower dan aerator. Pengendapan lumpur berukuran
besar terjadi di kolam ini, menyebabkan penurunan nilai COD sebesar 30%-35%. Nilai pH
pada kolam ini berkisar antara 8.5 – 9. Nilai pH sangat fluktuatif , jika nilai pH terlalu
ADDENDUM ANDAL RKL-RPL
PENGEMBANGAN TPST BANTARGEBANG (PEMBANGUNAN PILOT PROJECT PLTSa)
II-19
Uraian Kegiatan 2017
tinggi (sekitar11-12), maka dilakukan netralisasi dengan menggunakan asam sulfat. Jika
nilai pH rendah (sekitar 4-5) maka dilakukan penambahan NaOH. Netralisasi atau
penambahan larutan kimia tersebut hanya bersifat kondisional jika pH rendah atau tinggi.
c. Kolam fakultatif
Air sampah mengalir menuju kolam fakultatif secara gravitasi. Kolam ini berfungsi untuk
menurunkan kandungan oksigen dalam air sampah dan meningkatkan jumlah bakteri
anaerob. Bakteri anaerob diperlukan untuk mereduksi nitrit pada proses RBD (Rotating
Biological Denitrification). Pada proses ekualisasi, banyak tumbuh bakteri aerob. Kolam
ini memiliki dimensi luas, sehingga waktu tinggal pada kolam ini cukup lama yaitu 24
jam. Dengan kondisi tersebut maka terjadi pengendapan lumpur yang sebelumnya tidak
terendapkan dan menyebabkan penurunan nilai COD sebesar 35%-38%. Nilai pH pada
kolam ini berkisar antara 8.5 – 9.
d. RBD (Rotating Biological Denitrification)
Setelah melalui proses pengolahan di kolam fakultatif, air sampah kemudian dipompakan
menuju RBD. Unit ini berfungsi untuk mengembangbiakan bakteri anaerob untuk
mereduksi nitrit. Perkembangbiakan bakteri di dalam unit RBD terjadi secara menempel
(attached) pada piringan (disk).
e. Kolam Aerasi
Secara gravitasi air lindi mengalir dari RBD menuju kolam aerasi. Padakolam ini air
sampah disuplai oksigen dengan menggunakan blower. Terjadi pertumbuhan kembali
bakteri aerob setelah sebelumnya mengalami proses anaerob. Bakteri aerob berfungsi
untuk mendegradasi pencemar organik yang ada di dalam air lindi. Kondisi pH pada
kolam ini sekitar 7 - 7.5. Penurunan nilai COD pada kolam ini sebesar 40% - 45%.
f. Proses Kimia
Setelah melalui proses aerasi, air sampah kemudian dipompakan menuju ruang
proses. Dalam ruang proses air sampah ditambahkan dengan bahan kimia kemudian
dilakukan pengadukan. Bahan kimia yang akan digunakan disimpan didalam gudang,
sedangkan untuk kemasan bahan kimia akan disimpan di tempat yang aman dan khusus.
Proses yang terjadi setelah penambahan bahan kimia yaitu koagulasi dan flokulasi. Bahan
kimia yang digunakan yaitu alumunium sulfat (Al2(SO4)3). Setelah melalui proses
tersebut, padatan yang ada di dalam air sampah membentuk flok berukuran besar.
Setelah itu, air sampah masuk menuju clarifier. Flok mengendap oleh gaya gravitasi di
dalam clarifier. Setelah melalui proses kimia, air sampah terlihat menjadi lebih cerah dari
sebelumnya. Untuk penggunaan bahan kimia pada proses pengolahan air sampah dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 5. Penggunaan Bahan Kimia
No. Jenis Bahan Kimia Jumlah
1 Koagulan (Alumunium Sulfat) 600 kg/h
2 Flokulan (Polymer) 10 kg/h
3 Hidrogen Peroksida (H2O2) 300 liter/h
Sumber: UPST Bantargebang
2.3. Pengomposan
Proses pengomposan di TPST Bantargebang berkapasitas 200 ton/hari sampah organik
yang telah terpilah, proses pengomposan dilakukan dengan metode Aerobik
(OpenWindows) yaitu proses pemilahan, pencacahan, pembalikan, pengayakan,
penyimpanan sementara dan pengemasan (packaging), dan sistem tersebut dikembangkan
dengan cara menyuntikkan mikro organisme (BioActivator). Kompos yang dihasilkan dari
proses pengomposan tersebut berupa kompos serbuk (powder), granul dan Organic Soil
Treatment (OST).
Kesempatan Kerja
dan Berusaha
Gas metan
Landfill Blower dan Chiller Gas Engine Generator
Kualitas Udara,
Energi Listrik
Kebisingan
Gambar 2.19 Diagram Proses Power House Beserta Dampak di TPST Bantargebang
TPST Bantargebang menggunakan 4 jenis pipa yang terbuat dari bahan HDPE. Tiap jenis
pipa memiliki ukuran dan fungsi yang berbeda-beda. Pipa vertikal memilki ukuran Ø200,
pipa vertikal berfungsi sebagai pipa pengambil gas di dalam sumur. Pipa vertikal
dihubungkan dengan pipa lateral dengan ukuran Ø110. Pipa lateral berfungsi sebagai
penyalur gas dari pipa vertikal menuju pipa header. Pipa header berukuran Ø315,
dihubungkan ke pipa main header berukuran Ø500. dari pipa main header, gasdiproses ke
mesin-mesin yang ada dipower house. Setelah pemasangan sumur di zona landfill,
dilakukan pemasangan geomembrane HDPE. Pemasangan geomembrane HDPE berfungsi
sebagai pengahalang gas metan terbang ke atmoser dan menghalangi air hujan masuk
kedalam landfill.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.20Alur Pengambilan Gas Pada Pipa. (a) Pipa Vertikal yang Tersambung ke
Pipa Lateral, (b) Pipa Lateral yang Tersambung ke Pipa Sub Header, (c) Pipa Main
Header yang Tersambung ke Power House, (d) Pemasangan Geomembrane HDPE
(Sumber: Dokumentasi Survey tanggal 16 November 2017)
- Filtrasi II
Setelah landfill gas (LFG) keluar dari chiller, dilakukan filtrasi yang kedua.
Tujuannya agarengine berjalan secara optimal dan tidak terjadi kerusakan. Proses
filtrasi dilakukan kembali, karena pada filtrasi pertama kandungan air tidak
seluruhnya tersaring. Hal ini disebabkan karena hisapan blower yang sangat kuat.
Proses filtrasi kedua dilakukan di dalam condensate filter yang terdapat di belakang
power house. Prosesnya yang terjadi sama seperti pada saat filtrasi pertama. Setelah
proses filtrasi, landfill gas (LFG) masuk ke dalam blower, di dalam blower tidak
terjadi proses apapun dan diteruskan menuju gas engine.
(a) (b)
Gambar 2.23 (a) Filtrasi II; (b) Blower
(Sumber: Dokumentasi Survey tanggal 16 November 2017)
- Pembangkit Listrik
Proses ini terjadi di dalam gas engine. Gas engine berfungsi untuk menghasilkan
energi listrik dengan bahan bakar gas. TPST Bantargebang memiliki 12 buah gas
engine dengan dua merk yang berbeda, yaitu merk Jenbacher dan MWM. Satu unit
engine dapat menghasilkan listrik ± 1 MW. Saat ini gas engine yang beroperasi hanya
2 unit, sedangkan 10 unit gas engine dalam kondisi rusak. Gas engine yang digunakan
berasal dari Austria dan Jerman.
(a) (b)
Gambar 2.24Gas Engine (a) Jenbacher; (b) MWM
(Sumber: Dokumentasi Survey tanggal 16 November 2017)
Gas engine dioperasikan secara komputerisasi, didalam control panel status gas yang terserap
dapat terlihat. Selain itu control panel berfungsi untuk menaikan kapasitas engine untuk
pengambilan metan. Status yang dapat dibaca berupa kadar CH4, CO dan pressure.
Setelah gas metan masuk kedalam engine, kemudian engine akan memutar generator dengan
bahan bakar gas metan. Seperti pada generator secara umumnya, energi mekanik yang
dihasilkan gas engineakan diubah menjadi energi listrik.
Gambar 2.26Generator
(Sumber: Dokumentasi Survey tanggal 16 November 2017)
3. Kantor
TPST Bantargebang memiliki kantor yang berada di dekat pintu masuk dengan luas ± 350
m2. Kantor tersebut ditempati oleh pengelola TPST Bantargebang yaitu Unit Pengelola
Sampah Terpadu, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.
operasional eksisting, daya penggunaan sumber energi listrik yang dipenuhi oleh PLN
memiliki daya sebesar 500 kVa, sedangkan dalam pemanfaatan genset digunakan 2 unit
genset dengan kapasitas sebesar 250 kVa dan 75 kVa untuk kegiatan kantor dan fasilitas
penunjang kegiatan operasional di Bantargebang. Berikut adalah foto genset di TPST
Bantargebang ;
Penggunaan genset sebagai sumber energi cadangan bagi kegiatan operasional TPST
Bantargebang belum dilengkapi izin dari DPM-PTSP Provinsi Jawa Barat, sehingga
disarankan agar mengurus izin tersebut ke instansi terkait agar dalam proses penggunaannya
dapat terpantau dan dampak yang mungkin timbul seperti kebisingan dan gas buang emisi
genset dapat dikelola dengan baik karena telah dilakukannya perawatan genset sesuai SOP
yang tertuang dalam perizinan.
Grey Water
Saluran Drainase
Karyawan
Roof Tank
84,84 m3/hari Disedot oleh Pihak
Septic Tank
Black Water ketiga secara berkala
Cuci Truk
Saluran Drainase
252 m3/hari
0,123 m3/hari
Kebersihan Menguap
Air
Bengkel
Tanah 0,3 m3/hari
0,423 m3/hari Saluran Drainase
0,1m3/hari
Kebersihan Menguap
Kantor
0,25 m3/hari
0,35 m3/hari Saluran Drainase
6. Pengelolaan Sampah
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan operasional TPST Bantargebang seperti kegiatan
kantor serta pekarangan (daun, plastik, dll). Sampah domestik yang dihasilkan di TPST
Bantargebang berkisar ± 2,4 m3/hari, dimana 1 orang pekerja diasumsikan menghasilkan
sampah 3,4 liter/hari. Sampah yang dihasilkan ditampung dalam bak sampah dan akan
diangkut oleh petugas kebersihan di TPST Bantargebang ke sanitary landfill setiap hari. Bak
ADDENDUM ANDAL RKL-RPL
PENGEMBANGAN TPST BANTARGEBANG (PEMBANGUNAN PILOT PROJECT PLTSa)
II-32
Uraian Kegiatan 2017
sampah di TPST Bantargebang terdapat di setiap bangunan yang masih beroperasi, dimana
bak sampah ini terdiri terdiri dari 3 jenis (limbah B3, sampah organik dan sampah anorganik)
dengan kapasitas masing-masing bak sampah di setiap bangunan yang beroperasi adalah 0,1
m3 (1 m x 0,5 m x 0,2 m). Pemilahan ini dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan
sampah di TPST Bantargebang.
7. Pengelolaan Limbah B3
Limbah B3 yang dihasilkan berupa oli bekas genset, alat berat, operasional power house dan
lain-lain. TPST Bantargebang belum memliki tempat khusus untuk penyimpanan limbah B3
dan belum memiliki izin TPS B3. Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan TPST
Bantargebang ditampung di drum tertutup dengan kapasitas adalah 200 liter/drum (ɸ 0,58 m
; t=0,8 m). Limbah B3 yang dihasilkan di TPST Bantargebang berkisar ± 150 liter/bulan.
Pengangkutan limbah B3 dilakukan dua bulan sekali oleh pihak ketiga yang memiliki izin
pengangkutan Limbah B3 dari KLHK RI yaitu PT. Bekasi Environmental Service.
Sedangkan untuk limbah B3 e-waste yang dihasilkan berupa bohlam, cartridge printer,
baterai, ditampung dalam bak khusus limbah B3 e-waste dengan kapasitas masing-masing
0,01 m3 (0,5 m x 0,1 m x 0,2 m) di setiap bangunan yang masih beroperasi. Limbah B3 e-
waste yang dihasilkan berkisar ± 0,5 m3/bulan.
12. Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Telah Dilakukan DLH Provinsi DKI Jakarta di TPST Bantargebang
Berikut merupakan pengelolaan yang telah dilakukan di TPST Bantargebang
Tabel 2. 9 Pengelolaan yang Telah Dilakukan
Jenis Dampak Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Evaluasi Pengelolaan yang Akan Dilakukan
Kualitas Udara Ambien Proses pengolahan sampah dengan metoda Proses pengolahan sampah dengan metoda Melaksanakan dan mengoptimalkan
Galfad Galfad belum dilakukan kegiatan pengelolaan yang telah
Menggunakan kendaraan operasional (truk Telah menggunakan kendaraan operasional dilaksanakan.
pengangkut sampah) yang memiliki bak (truk pengangkut sampah) yang memiliki bak Mengooptimalkan pembangunan buffer
tertutup tertutup zone di area TPST Bantargebang
Air limbah yang dihasilkan dari pencucian
mobil akan dialirkan ke IPAL
Jenis Dampak Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Evaluasi Pengelolaan yang Akan Dilakukan
Melakukan penyiraman secara rutin jalur Telah melakukan penyiraman secara rutin jalur
sirkulasi kendaraan dan halaman parkir sirkulasi kendaraan dan halaman parkir
bangunan bangunan
Kendaraan operasional yang keluar masuk Kendaraan operasional yang keluar masuk
TPST Bantargebang harus layak operasi TPST Bantargebang telah layak operasi
Menyediakan fasilitas cuci kendaraan (car Telah menyediakan fasilitas cuci kendaraan
wash) untuk mencuci bak dan roda kendaraan (car wash) untuk mencuci bak dan roda
pengangkut sampah yang akan keluar dari kendaraan pengangkut sampah yang akan
lokasi TPST. Seluruh air limbah maupun excess keluar dari lokasi TPST. Namun air limbah
water dari kegiatan produksi dihubungkan ke yang dihaslkan belum terhubung ke WWTP
WWTP Biofilter Aerob Anaerob Biofilter Aerob anaerob
Jenis Dampak Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Evaluasi Pengelolaan yang Akan Dilakukan
- Menampung sisa oli genset pada drum tertutup - Telah menampung sisa oli genset pada drum
tertutup
- Menyediakan liquid storage dan ruangan - Telah menyediakan liquid storage dan ruangan
khusus untuk penampungan bahan kimia khusus untuk penampungan bahan kimia
maupun produk pupuk organik cair yang maupun produk pupuk organik cair yang belum
belum dikemas dikemas
- Membuat sumur pantau di TPST - Telah terdapat 1 unit sumur pantau di TPST
Bantargebang. Bantargebang, sumur pantau ini terletak di
IPAS 3
Jenis Dampak Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Evaluasi Pengelolaan yang Akan Dilakukan
Limbah B3 Limbah B3 berupa sisa larutan kimia dari Limbah B3 berupa sisa larutan kimia dari Akan membuat TPS limbah B3
proses produksi dan sisa oli genset ditampung proses produksi dan sisa oli genset telah Melaksanakan dan mengoptimalkan
dalam jerigen tertutup dan diserahkan kepada ditampung dalam jerigen tertutup dan kegiatan pengelolaan yang telah
pihak pengelola yang telah mendapatkan izin diserahkan kepada pihak pengelola yang telah dilaksanakan
operasi dari KLH mendapatkan izin operasi dari KLH
Limbah B3 dikumpulkan dalam ruang khusus Limbah B3 belum dikumpulkan dalam ruang
dan pengelolaannya dikerjasamakan dengan khusus
PPLI
Sampah Domestik Menerapkan teknologi Galfad untuk mengolah Belum menerapkan teknologi Galfad untuk Akan menerapkan teknologi Galfad
sampah organik menjadi produk pupuk baik mengolah sampah organik menjadi produk Akan mengoperasikan kembali kegiatan
dalam bentuk padat maupun cair pupuk baik dalam bentuk padat maupun cair daur ulang
Menyediakan tempat penampungan sementara Telah menyediakan tempat penampungan Melaksanakan dan mengoptimalkan
(TPS) untuk sampah non organik yang dapat sementara (TPS) untuk sampah non organik kegiatan pengelolaan yang telah
didaur ulang. yang dapat didaur ulang. Namun saat ini daur dilaksanakan
ulang sedang tidak beroperasi
Melaksanakan pengangkutan residu ke TPST Melaksanakan pengangkutan residu ke TPST
Kesempatan Kerja dan Peluang Berusaha Pekerjaan penyortiran sampah melibatkan para Pekerjaan penyortiran sampah telah melibatkan Akan menyediakan lokasi untuk golongan
pemulung yang memang menggantungkan para pemulung yang memang menggantungkan usaha skala kecil di lingkungan TPST
nafkahnya dari bahan-bahan non organik dan nafkahnya dari bahan-bahan non organik dan Bantargebang
usaha daur ulang sampah. Para pemulung usaha daur ulang sampah. Para pemulung Melaksanakan dan mengoptimalkan
dipekerjakan sebagai pemilah pada proses dipekerjakan sebagai pemilah pada proses kegiatan pengelolaan yang telah
pemisahan tahap 1 dan tahap 2. pemisahan tahap 1 dan tahap 2. dilaksanakan
Mengutamakan penerimaan tenaga kerja sekitar Telah engutamakan penerimaan tenaga kerja
Menyediakan lokasi untuk Golongan Usaha sekitar
Skala Kecil (GUSK) di lingkungan TPST Belum menyediakan lokasi untuk Golongan
Usaha Skala Kecil (GUSK) di lingkungan
TPST
Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Melaksanakan pengelolaan terhadap Telah melaksanakan pengelolaan terhadap Melaksanakan dan mengoptimalkan
pencemaran udara, kebisingan dan pencemaran pencemaran udara, kebisingan dan pencemaran kegiatan pengelolaan yang telah
air air dilaksanakan
Melibatkan masyarakat setempat dalam Telah melibatkan masyarakat setempat dalam
Jenis Dampak Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Evaluasi Pengelolaan yang Akan Dilakukan
aktifitas ekonomi yang disebabkan operasional aktifitas ekonomi yang disebabkan operasional
TPST Bantargebang TPST Bantargebang
Memprioritaskan kesempatan kerja bagi warga Telah memprioritaskan kesempatan kerja bagi
dan pemulung setempat warga dan pemulung setempat
Menyediakan apparat satuan pengaman di Telah menyediakan aparat satuan pengaman di
dalam lingkungan TPST dan menerapkan dalam lingkungan TPST dan menerapkan
system patroli petugas satuan pengaman system patroli petugas satuan pengaman selama
selama 24 jam 24 jam
Gangguan Estetika dan Sanitasi Lingkungan Mengatur tata letak bangunan, parkir kendaraan Telah mengatur tata letak bangunan, parkir Melaksanakan dan mengoptimalkan
dan bongkar muat sampah kendaraan dan bongkar muat sampah kegiatan pengelolaan yang telah
Melaksanakan pengontrolan pemeliharaan, Telah melaksanakan pengontrolan dilaksanakan
perbaikan serta pengawasan terhadap utilitas pemeliharaan, perbaikan serta pengawasan
maupun fasilitas penunjang TPST terhadap utilitas maupun fasilitas penunjang
Merawat dan memelihara ruang terbuka hijau TPST
Menghindari terjadinya penumpukan timbulan Telah merawat dan memelihara ruang terbuka
sampah di dalam lokasi kegiatan hijau
Telah menghindari terjadinya penumpukan
timbulan sampah di dalam lokasi kegiatan
Gangguan Kesehatan Masyarakat Menggunakan teknologi biofertilizer atau Telah menggunakan teknologi biofertilizer atau Melaksanakan dan mengoptimalkan
teknologi pengolahan sampah secara aerobik teknologi pengolahan sampah secara aerobik kegiatan pengelolaan yang telah
Menggunakan kendaraan operasional (truk Telah menggunakan kendaraan operasional dilaksanakan
pengangkut sampah) yang memiliki bak (truk pengangkut sampah) yang memiliki bak
tertutup dan dilengkapi bak penampungan lindi tertutup dan dilengkapi bak penampungan lindi
Menggunakan kendaraan operasional keluar Telah menggunakan kendaraan operasional
masuk TPST Bantargebang yang layak operasi keluar masuk TPST Bantargebang yang layak
Melakukan pemagaran yang cukup serta operasi
penempatan Green Boundary dan Buffer Zone Telah melakukan pemagaran yang cukup serta
di sekeliling lokasi TPST yang dilengkapi penempatan Green Boundary dan Buffer Zone
dengan tanaman yang berfungsi ekologis di sekeliling lokasi TPST yang dilengkapi
menyerap gas buangan, bau dan bising. dengan tanaman yang berfungsi ekologis
Pengaturan penempatan seluruh service dan menyerap gas buangan, bau dan bising.
Jenis Dampak Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Evaluasi Pengelolaan yang Akan Dilakukan
sistem yang berhubungan dengan instalasi Telah melakukan pengaturan penempatan
generator set serta cerobong udara di dalam seluruh service dan sistem yang berhubungan
ruang kedap suara (double wall) yang telah dengan instalasi generator set serta cerobong
diberi lapisan isolasi dalam serta dilengkapi udara di dalam ruang kedap suara (double wall)
dengan peredam getaran pada dudukannya dan yang telah diberi lapisan isolasi dalam serta
peredam kebisingan pada semua dindingnya dilengkapi dengan peredam getaran pada
dudukannya dan peredam kebisingan pada
semua dindingnya
Gangguan Lalu Lintas Mengatur akses keluar dan masuk kawasan Telah mengatur akses keluar dan masuk Melaksanakan dan mengoptimalkan
TPST Bantargebang kawasan TPST Bantargebang kegiatan pengelolaan yang telah
Mengatur rute pengangkutan sampah menuju Telah mengatur rute pengangkutan sampah dilaksanakan
TPST menuju TPST
Menyediakan ruang parkir yang cukup di dalam Telah menyediakan ruang parkir yang cukup di
lokasi kegiatan dalam lokasi kegiatan
Mengatur jadwal masuknya truk sampah, Telah mengatur jadwal masuknya truk sampah,
jadwal pengangkutan residu ke TPA dan jadwal pengangkutan residu ke TPA dan
produk hasil pengolahan sampah organik. produk hasil pengolahan sampah organik.
Mengatur parkir dan sirkulasi kendaraan di Telah mengatur parkir dan sirkulasi kendaraan
dalam lingkungan TPST di dalam lingkungan TPST
Rincian luas untuk rencana Pembangunan Pilot Project PLTSa dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.11 Rincian Luas Pilot Project PLTSa
Uraian Luas (m2)
Luas Daerah Perencanaan 13.713
Weiging Bridge Office and Security Office 77
Main office, Warehouse/ Workshop (2 lantai) 360
Control Room & Power House (2 lantai) 150
Waste Bunker 420
Waste Dumping Area House 450
Incinerator & Heat Recovery Boiler House
495
(termasuk lorong untuk plant tour)
Mushola 56,25
Jalan 6.915
Parkir 872
Taman dan Penghijauan 1.286
Sumber: BPPT, 2017
Rincian penggunaan lahan untuk pembangunan Mesjid dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.12 Rencana Batasan Pembangunan Mesjid
Uraian Rencana Batasan
Luas Lahan 1.000 m2 1.000 m2
Luas Lantai Dasar 397 m2 500 m2
Luas Seluruh Lantai Bangunan 397 m2 1.500 m2
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 39,7% 50%
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) 0,39 1,5
Koefisien Dasar Hijau (KDH) 43,1% 30%
Kapasitas Parkir 7 Mobil 16 Mobil
Sumber: DLH Prov.DKI Jakarta, 2017
Rincian penggunaan lahan untuk pembangunan Kantor dan Carwash dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.13 Rencana Batasan Pembangunan Mesjid
Uraian Rencana Batasan
Luas Lahan 1.000 m2 1.000 m2
Luas Lantai Dasar 489 m2 500 m2
Luas Seluruh Lantai Bangunan 489 m2 1.500 m2
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 48,9% 50%
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) 0,48 1,5
Koefisien Dasar Hijau (KDH) 35,9% 30%
Kapasitas Parkir 5 Mobil 16 Mobil
Sumber: DLH Prov.DKI Jakarta, 2017
Jadwal pembangunan Pilot Project PLTSa dapat dilihat pada tabel berikut :
Lokasi Pengembangan
TPST Bantargebang
(Pembangunan Pilot Project PLTSa)
6º21’4.31”LS 106º59’50.18”BT
Pelaksanaan Pembangunan Pilot Project PLTSa terdiri dari tiga tahap kegiatan yaitu pra
konstruksi, konstruksi, dan operasi. Rincian masing-masing kegiatan pada tahap tersebut
adalah sebagai berikut :
A. TAHAP PRA-KONSTRUKSI
1. Perizinan
Kegiatan yang dilakukan adalah pengurusan perijinan yang terkait dengan rencana
Pengembangan TPST Bantargebang (Pembangunan Pilot Project PLTSa)antara lain
adalahKetetapan Rencana Kota dan Gambar Perencanaan Arsitek dan perizinan terkait
lainnya, berikut adalah rincian daftar perizinan yang telah dimiliki:
Tabel 2. 15. Perizinan Yang Sudah Diperoleh
No Perizinan Nomor/ Tahun Pemberi Izin
1 Kelayakan Lingkungan 660.1/206.BPLH.AMDAL/III/2010 BPLHD Kota
Bekasi
Sumber: Dokumen ANDAL RKL RPL TPST Bantargebang, 2009
2. Koordinasi
Koordinasi dilakukan sebagai upaya persiapan agar kegiatan ini dapat berjalan dengan baik,
dimana koodinasi dilakukan kepada:
Pemerintah Kota Bekasi selaku pemerintah administrasi di lokasi TPST Bantargebang
Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi selaku Komisi Penilai Amdal.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Cq: Direktur
Pengelolaan Sampah, Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Cq: Asdep Telematika dan Utilitas,
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Cq: Asdep Pelestarian Lingungan Hidup
B. TAHAP KONSTRUKSI
1. Mobilisasi dan Demobilisasi Tenaga Kerja Konstruksi
Sebelum dilakukan konstruksi Pembangunan Pilot Project PLTSa, maka dilakukan
penunjukkan kontraktor pelaksana melalui sistem lelang, kontraktor pelaksana akan
melakukan penerimaan tenaga kerja lokal, khususnya dari wilayah pemukiman yaitu
Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi yang memenuhi persyaratan, berupa kesesuaian
kebutuhan pekerja, keterampilan, pendidikan, dan kesehatan. Untuk menjamin
terlaksananya penerimaan tenaga kerja lokal, maka hal ini dituangkan dalam klausul
kontrak antara DLH Provinsi DKI Jakarta dengan kontraktor pelaksana.
Sistem pelaksanaan kerja untuk tenaga kerja konstruksi diatur sesuai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku (antara lain: Kepres No.4 Tahun 1980 tentang Wajib
Lapor Lowongan Kerja dan Kesepakatan kerja dengan waktu tertentu sesuai dengan
Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003) dan perencanaan kerja proyek,
sehingga keselamatan tenaga kerja akan terjamin dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan akan
tercapai. Sebagai antisipasti dan mitigasi potensi gangguan kesehatan dan keselamatan
kerja (K3), maka kontraktor pelaksana diwajibkan menerapkan SOP tentang K3 dan juga
mendaftarkan para pekerja dalam program Jamsostek dengan tujuan “zero accident”.
Di samping itu, dalam proses penerimaan tenaga kerja konstruksi akan dilibatkan pihak
kecamatan, kelurahan, serta tokoh masyarakat atau tokoh adat dalam hal ini adalah
Wilayah Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. Untuk tenaga kerja antar daerah yang
berasal dari kota/kabupaten atau provinsi lain, dapat direkrut berdasarkan persyaratan-
persyaratan khusus/tertentu dengan mengutamakan tenaga kerja yang memiliki
Kriteria tenaga ahli adalah personal yang berpengalaman dibidangnya dengan minimal
pendidikan S1, tenaga terampil adalah personal yang berpengalaman dibidangnya dengan
minimal pendidikan adalah SLTA/sederajat, dan kriteria tenaga kasar adalah personal
yang mampu untuk bekerja sesuai dengan pekerjaan yang dimaksud dengan minimal
pendidikan SD/sederajat. Jumlah tenaga kerja yang akan diserap sebanyak 150 orang dan
berlangsung selama konstruksi (sesuai progress pekerjaan), sehingga kebutuhan air bersih
dan timbulan sampah mengacu pada jumlah tersebut.
Untuk tempat tinggal para pekerjaakan menyewa rumah–rumah penduduk sekitar,
sehingga akan membuka peluang bagi warga sekitar untuk membuka usaha untuk
memenuhi kebutuhan para pekerja, baik kontrakan, makanan-minuman, dan lain-lain. Di
samping itu juga terdapat bedeng untuk pekerja.Perjanjian/kontrak kerja dilakukan secara
transparan dengan memperhatikan hak dan kewajiban kerja secara proporsional. Pada saat
pekerjaan telah selesai, maka para pekerja akan diinformasikan dan akan menerima
haknya sesuai kesepakatan dengan memperhatikan UMR Kota Bekasi. Untuk mendukung
kegiatan ini maka akan dilakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat setempat baik
formal maupun informal, aparat kelurahan dan kepolisian.
ADDENDUM ANDAL RKL-RPL
PENGEMBANGAN TPST BANTARGEBANG (PEMBANGUNAN PILOT PROJECT PLTSa)
II-49
Uraian Kegiatan 2017
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kebutuhan air bersih maksimal adalah ±15.000
liter/hari atau ± 20 m³/hari.
5,00 m³ /hr
Konstruksi Hilang/Meresap/
(5 m³ /hr) Menguap
Siram Jalan
Meresap/Menguap
0,2 m3/hari
Sedimen Trap
6. Pengolahan Limbah Domestik; air limbah domestik yang dihasilkan, terdiri dari “black
water” dari kegiatan toilet dan kakus dan “grey water” dari kegiatan mandi dan cuci.
Penanganan air limbah domestik black water mengunakan septik tank sementara,
sedangkan untuk air limbah domestik grey water, cuci kendaraan akan menggunakan
sedimen trap (1 m x 1 m x 1 m) terlebih dahulu, kemudian langsung di alirkan ke drainase
eksisting dan menuju Kali Ciasem. Untuk air hujan yang bercampur dengan tanah yang
menyebabkan konsentrasi TSS (Total Suspended Solids) tinggi akan dialirkan ke sediment
trap dahulu sebelum menuju drainase.
7. Pengolahan Sampah; diperkirakan sampah domestik yang dihasilkan konstruksi
Pembangunan Pilot Project PLTSa pada tahap konstruksi yaitu ± 0,4 m3/hari. Timbulan
sampah domestik ini akan dikumpulkan di TPS plat baja berkapasitas 2 m³ (2 m x 1 m x 1
m) dan selanjutnya dibawa oleh petugas TPST Bantargebang setiap hari.
Sampah konstruksi yang dihasilkan pada tahap konstruksi adalah 0,5 m3/hari, sampah yang
dihasilkan ini akan ditampung di TPS plat baja dengan kapasitas 1 m3 (1 m x 1 m x 1 m)
dan selanjutnya akan diserahkan pada pihak ketiga dan diangkut satu kali dalam dua hari.
Berikut adalah perhitungan volume sampah dan bagan pengelolaan sampah pada tahap
konstruksi.
Sampah
Sisa Konstruksi Yang Masih Sisa Konstruksi Yang Tidak Sampah Domestik
Dapat Dimanfaatkan Dapat Dimanfaatkan Pekerja
8. Pengelolaan Limbah B3; dalam mengelola limbah B3 dari kegiatan konstruksi berupa
bekas kaleng cat, bekas kaleng thiner, kain majun, sisa oli genset, dan sebagainya,
kontraktor pelaksana akan menyediakan TPS LB3 sementara yang kedap air (plat baja)
dan mengatur letak penempatannya sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar dengan
kapasitas 2 m3 (2 m x 1 m x 1 m). Untuk membersihkan ceceran limbah B3 akan
menggunakan absorbant dan limbahnya juga akan ditampung di TPS LB3 sementara.
Selanjutnya limbah B3 akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga (pengangkut/
sebelum/sesudah digunakan, selalu menjaga kebersihan alat dan kendaraan serta melakukan
perawatan secara berkalaa/service. Jika ada kerusakan maka akan dilakukan korektif
maintenance. Berikut adalah peralatan yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan
konstruksi.
Asal
No Jenis alat Kapasitas Satuan Jumlah bentuk Fungsi Alat
peralatan
21. Cutter Circle Makita dia 4” unit 6 - Japan Struktur (up
& sub)
22. Bor Beton Hilti dia 16 mm unit 3 - German Struktur (up
structure)
23. Bor Baja Hilti dia 19 mm unit 3 - German Struktur (up
structure)
24. Jack Drill Hilti : 8.7 Amp unit 2 - German Struktur (up
Hammer 1100 Watt structure)
25. Shaft 2850 U/min, 3.8 unit 2 - China Struktur (up
converter Kva structure)
Sumber: BPPT, 2017
Tabel 2. 22. Material yang Digunakan
Sistem
No Material Kapasitas Unit Bentuk Asal Bahan
Pengangkutan
1. Beton Readymix K350 1119,4 m3 Padat Olahan Kendaraan
2. Beton Readymix B 0 639,43 m3 Padat Olahan Kendaraan
3. Besi Beton 219853,75 Kg Padat Olahan Kendaraan
4. Semen PC 12312 Zak Padat Olahan Kendaraan
5. Pasir Pasang 856 m3 Padat Alam Kendaraan
6. Split 1331 m3 Padat Alam Kendaraan
7. Pasir Urug 856 m3 Padat Besi Kendaraan
8. Wiremesh M8-150 4030 m2 Padat Besi Kendaraan
9. WF,CNP,Plat 81840 kg Padat Besi Kendaraan
10. Anchor Ø 19 mm 44 bh Padat Besi Kendaraan
11. Mur Baut 40920 bh Padat Besi Kendaraan
12. Kawat Bendart 3166 kg Padat Besi Kendaraan
13. Balok Kayu 563 m3 Padat Kayu Kendaraan
14. Pipa besi 4” 16368 btg Padat Besi Kendaraan
15. Pipa besi 2” 8184 btg Padat Besi Kendaraan
16. Bata ringan t = 10 cm 336 m3 Padat Olahan Kendaraan
17. Plester, Aci, dll 784 zak Padat Olahan Kendaraan
18. Keramik 600 m2 Padat Olahan Kendaraan
Sumber: BPPT, 2017
Tabel 2. 23 Ritase Kendaraan Pengangkut Material Bangunan
No Barang Satuan Total Mobil per hari
1 Tanah M3 1209 3
2 Batu kali M3 180 1
3 Pasir M3 856 2
4 Split M3 1331 3
5 Bata Merah Buah 8960 1
6 Semen Sak 13096 1
7 Keramik M2 600 1
8 Tripleks Lembar 4925 1
9 Kayu M3 563 1
10 Genteng Buah 15000 2
11 Cat Kg 2240 1
12 Besi Batang 11608 2
TOTAL 19 Mobil
Sumber: BPPT, 2017
ADDENDUM ANDAL RKL-RPL
PENGEMBANGAN TPST BANTARGEBANG (PEMBANGUNAN PILOT PROJECT PLTSa)
II-55
Uraian Kegiatan 2017
3. Penyiapan Lahan
Sebelum dilakukan penyiapan lahan, terlebih dahulu dilakukan pemasangan
pagar/pembatas setinggi 2 meter di sekeliling rencana lokasi. Kondisi awal lahan yang
akan digunakan umumnya masih tertutup vegetasi dan semak belukar. Untuk itu akan ada
kegiatan penyiapan lahan, yang meliputi pekerjaan pembersihan lahan dari vegetasi
penutup, termasuk pemindahan dan penebangan pohon, semak belukar, dan tanah yang
tidak terpakai. Pemindahan batang-batang dari hasil pemotongan/pembersihan tanaman
dilakukan dengan menimbun dan memotong menjadi potongan-potongan kecil.
Pemrakarsa melalui kontraktor pelaksana menentukan metode pengelolaan lingkungan
yang baik dan ekonomis yang akan digunakan untuk menangani hasil pemotongan
tanaman.
Setelah itu akan dilakukan kegiatan perataan tanah (grading) dimaksudkan untuk
memperoleh level yang diinginkan. Selain dari penyiapan dan perataan lahan juga
dilakukan pula pembuatan jaringan infrastruktur, seperti drainase dan instalasi lainnya.
a. Waste Bunker
Waste Bunker merupakan suatu ruangan dengan ukuran panjang 30 meter, lebar 10 meter,
dan kedalaman 8 meter, dimana 5 meter kedalaman ada didalam tanah. Bunker berfungsi
sebagai tempat penyimpanan bahan baku sementara yang didesain tertutup dan kedap
udara. Kapasitas waste bunker yang akan dibangun adalah 500 ton sampah. Volume tanah
galian wate bunker adalah 1.500 m3. Tanah galian yang dihasilkan dari proses penggalian
saat membuat waste bunker akan digunakan untuk penutupan sanitary landfill.
b. Crane
Crane yang akan digunakan merupakan overhead crane dengan lebar 10 meter, panjang
lintasan 15 meter, dan tinggi 20 meter dari dasar bunker. Kapasitas angkat crane adalah
2,5 ton. Crane dilengkapi dengan tambahan magnet yang bertujuan untuk menangkap
logam yang berada di dalam sampah. Crane ini terletak di dekat waste bunker, karena
crane berfungsi untuk memindahkan sampah dari waste bunker ke hopper. Adapun
spesifikasi dari crane yang akan digunakan sebagai berikut:
Tabel 2. 24 Spesifikasi Crane
No Uraian Keterangan
1 Jenis Crane Overhead Crane with Grapple
2 Kapasitas 2,5 ton
3 Dimensi
Panjang 15 m
Lebar 10 m
Tinggi 20 m
Sumber: BPPT, 2017
c. Drain Pit
Drain Pit merupakan tempat penampungan air limbah yang terletak di bawah waste
bunker. Drain pit yang akan dibangun memiliki luas 2 x 10 meter. Air limbah yang
dihasilkan akan dialirkan menggunakan sarana perpipaan dan dipompa menuju WWTP
ADDENDUM ANDAL RKL-RPL
PENGEMBANGAN TPST BANTARGEBANG (PEMBANGUNAN PILOT PROJECT PLTSa)
II-57
Uraian Kegiatan 2017
d. Metal Silo
Sebuah wadah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan material logam yang sudah
dipisahkan oleh magnet pada crane. Pemisahan material logam merupakan hal penting,
karena pembakaran logam dapat memicu terbentuknya oksida logam di dalam gas buang.
Oksida tersebut, meskipun dalam jumlah yang sedikit, sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia. Metal silo ini memiliki Panjang 2,2 meter, lebar 1,8 meter dan tinggi 6 meter.
e. Incinerator
Incinerator adalah dimana terjadinya proses pembakaran bahan baku menjadi energi
thermal. Incinerator yang akan digunakan berjenis grate incinerator dengan kapasitas 50
ton sampah perhari dengan dimensi grate panjang 7,5 meter, lebar 2 meter, dan sudut
kemiringan 14 derajat. Jenis material grate adalah ZG35Cr24Ni4SiN yang mampu
menahan panas hingga suhu 1200 oC, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan suhu pada
saat proses pembakaran yaitu 800 – 1100 oC.
Tabel 2. 25 Spesifikasi Incinerator
No Uraian Keterangan
1 Kapasitas incinerator 50 ton sampah per hari
2 Jenis insinerator Reciprocating Grate incinerator
3 Suhu primary chamber 900 oC
4 Suhu secondary chamber 700 oC
5 Volume primary chamber 24 m3
6 Volume secondary chamber 76 m3
7 Tinggi cerobong (dari permukaan tanah) 30 meter
8 Dimensi incinerator 7,5 x 2 meter
9 Bahan bakar Sampah
10 Sistem umpan Pusher
Sumber: BPPT, 2017
f. Boiler
Boiler merupakan sebuah tangki bertekanan yang berfungsi sebagai wadah untuk
memanaskan air sehingga menjadi uap/steam yang akan digunakan untuk menggerakkan
turbin. Boiler yang digunakan berjenis boiler vertical, karena selain tidak membutuhkan
tempat yang luas, investasi yang dibutuhkan relatif lebih kecil dibandingkan boiler tipe
horizontal. Struktur penyangga boiler akan dibangun dari baja dan dilengkapi dengan
peralatan pengangkat.
g. Turbine Generator
Turbine Generator adalah alat yang digunakan untuk mengkonversi energi thermal
menjadi energi listrik. Turbin yang digunakan berjenis multistage yang sebagian besar
digunakan untuk pembangkitan energi listrik Turbin yang akan dipasang memiliki
kapasitas 1 MW. Ruangan penempatan (dudukan) turbin akan dibangun dengan kombinasi
struktur beton bertulang dan struktur baja yang tertutup rapat dilengkapi dengan sistem
ventilasi. Pondasi beton bertulang turbin dirancang untuk menahan beban statis dan
dinamis yang disebabkan oleh muatan mesin saat bekerja. Turbine generator yang
digunakan merupakan multistage dengan gross output 1 MW.
h. Deaerator
Komponen yang digunakan untuk menghilangkan gas – gas yang terlarut dalam air. Gas
seperti oksigen, karbon dioksida dan hidrogen dapat terlarut dalam air, sehingga jika gas
tersebut terkandung dalam air yang digunakan pada boiler akan bersifat korosif. Deaerator
didukung oleh struktur baja sebagai pondasi.
m3/jam. Struktur cooling tower yang akan digunakan adalah FRP (Fibre Reinforced
Polymer).
k. Silo
Abu terbang (fly ash) hasil pembakaran pada incinerator di transportasikan menggunakan
conveyor lalu di tampung pada silo yang mempunyai kapasitas 10 m3, struktur yang akan
digunakan adalah baja. Sedangkan bottom ash yang dihasilkan akan ditampung di bottom
ash pond dengan kapasitas 60 m3. Bottom ash yang dihasilkan akan diangkut dengan truk
untuk ditimbun di TPA.
m. Control Room
Control Room berfungsi sebagai pusat kendali dari peralatan proses pada Pilot Project
PLTSa. Control Room beroperasi selama 24 jam dengan jumlah operator 3 orang per shift,
yang akan dilengkapi dengan radio frekwensi untuk mempermudah komunikasi.
7. Commisioning Test
Sebelum Pilot Project PLTSa TPST Bantargebang beroperasi secara penuh, terlebih
dahulu melakukan uji coba / commissioning dengan memperhatikan beberapa kepentingan
yang ada terhadap aspek lingkungan dan hasilnya akan diumumkan ke instansi yang
terkait. Commisioning test dan start up untuk semua proses Pilot Project PLTSa akan
dilakukan selama ± 1 bulan.
= Tapak Proyek
= TPS Konstruksi
= TPS Limbah B3
= MCK Portable
Non Skala
Pemrakarsa:
DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROV. DKI
JAKARTA
C. TAHAP OPERASI
1. Penerimaan Tenaga Kerja Operasional Pilot Project PLTSa
Tenaga kerja operasional yang akan diserap saat pengeoperasian PLTSa adalah
sebagaiberikut :
Tabel 2. 27. Daftar Penerimaan Tenaga Kerja Operasional
Jenjang Pendidikan Jumlah (orang)
SMP 6
SMA 4
D1 8
D3 26
S1 9
Jumlah 53
Sumber: BPPT, 2017
Tenaga kerja yang akan bekerja pada operasional Pilot Project PLTSa, diperkirakan
sebanyak ± 53 orang. Operator, security, workshop & warehouse bekerja dengan 3 shift
(@8 jam), office boy bekerja dengan 2 shift (@12 jam), untuk karyawan laboratorium,
back office, supervisor dan manager bekerja pada jam kerja normal. Sehingga total tenaga
kerja di TPST Bantargebang setelah tahap pengembangan adalah 760 orang.
Berikut merupakan struktur organisasi tahap operasional Pilot Project PLTSa
Dari tabel diatas, diperoleh berat kering sampah sebesar 598% dan nilai kalor sebesar
1.500 kcal/kg.
b. Pengoperasian PLTSa
1. Waste Material Handling
- Waste Dumping
Sampah yang dikumpulkan dari pemukiman warga atau perkantoran dibawa ke kompleks
Pilot Plant PLTSa dengan menggunakan truk sampah yang umum digunakan di perkotaan.
Jumlah minimal sampah yang dibawa ke komplek Pilot Plant PLTSa adalah 50 ton sampah
per hari. Di dalam kompleks Pilot Plant PLTSa, sampah akan dimasukkan terlebih dahulu ke
dalam bunker untuk proses penyimpanan.
Truk yang bermuatan sampah yang masuk ke Pilot Plant PLTSa akan ditimbang dengan
menggunakan jembatan timbang yang memiliki desain maksimal 30 ton. Jembatan timbang
merupakan peralatan yang digunakan untuk mengukur berat truk pengangkut sampah dan
muatannya. Peralatan ini bekerja secara otomatis. Data penimbangan akan diolah di
pemrosesan data untuk dijadikan sebagai informasi jumlah sampah yang masuk ke fasilitas
insinerator baik harian, bulanan, maupun tahunan. Apabila terjadi kerusakan, data dapat pula
diinput secara manual.
Jembatan timbang terletak di dekat pintu gerbang Pilot Plant PLTSa. Di dalam jembatan
timbang terdapat tombol penimbangan dan kartu hasil timbangan yang ditujukan untuk truk
yang masuk ke Pilot Plant PLTSa. Dalam unit jembatan timbang juga dipasang UPS
(uniterruptible power supply) untuk mengantisipasi kalau listrik mati.
Truk bermuatan sampah yang telah ditimbang kemudian akan naik ke platform untuk proses
pembuangan sampah ke bunker. Platform didesain memiliki elevasi 4 meter dari tanah.
Platform memiliki dua jenis pintu utama, satu pintu yang menghubungkan antara platform
dengan lingkungan luar, serta satu pintu yang menghubungkan platform dengan bunker
sampah. Pintu harus dapat berfungsi pada bangunan tinggi kedap udara dan memiliki
ketahanan terhadap kelembapan, korosi, dan awet, serta memiliki sistem buka tutup yang
baik.
Pintu yang menghubungkan antara bunker dengan platform sampah dilengkapi dengan air
curtain untuk mencegah bau tidak sedap keluar dari bunker sampah. Kedua jenis pintu
platform tersebut bersistem kupu-kupu.
Selama operasi insinerator, induce draft fan digunakan untuk meniup udara dari bunker ke
dalam ruang pembakaran. Dengan demikian kondisi bunker dalam keadaan negative pressure
sehingga mencegah bau keluar dari dalam bunker. Ketika pintu dalam keadaan tertutup, air
intake shutter dipasang di dalam platform secara paralel dengan maksud untuk mencegah
negative pressure yang berlebihan di dalam bunker.
Warning signal lamp berwarna merah/biru dipasang di atas pintu dumping untuk
menunjukkan apakah pintu akan dibuka atau tidak. Selain itu, dipasang juga sistem safety
interlock untuk mencegah truk jatuh ke dalam bunker.
Waste Bunker
Waste bunker merupakan tempat penampungan sementara sampah sebelum dimasukan ke
dalam tungku pembakaran. Waste bunker memiliki peran penting dalam homogenisasi
sampah, sehingga memudahkan operasi insinerator. Perhitungan kapasitas bunker ditentukan
oleh densitas sampah, jumlah sampah yang akan diolah, dan waktu tinggal sampah dalam
bunker. Waste bunker dirancang dapat mencegah bau keluar dari bunker.
Waste bunker dilengkapi dengan overhead crane untuk memindahkan sampah dari bunker ke
hopper. Ada dua jenis susunan tata letak hopper dan bunker. Susunan yang pertama adalah
bunker diletakkan di samping hopper dengan posisi ruang operator di samping bunker.
Susunan ini mempunyai ciri crane span yang pendek, tetapi jarak pandang operator ke
hopper menjadi jauh. Susunan yang kedua adalah meletakkan bunker, hopper dan ruang
operator dalam satu garis, sehingga tetaletak ini memiliki crane span yang lebih besar, tetapi
pandangan operator lebih baik. Tata letak bunker yang umum digunakan adalah susunan tata
letak bunker yang kedua.
Biasanya dasar bunker berada di bawah permukaan tanah sehingga harus diperhitungkan
tekanan air dan tanah. Struktur bunker menggunakan reinforced concrete untuk menangani
berat tumpukan sampah dan berat crane. Penambahan jumlah concrete facing di dalam
bunker dan ketebalan reinforced bar diperlukan untuk melindungi dinding bunker dari sifat
lindi dan beratnya crane. Dasar bunker dibuat miring, hal ini diperlukan untuk mengalirkan
air lindi yg terakumulasi di bunker. Lindi ditampung dalam pit yang terletak di bawah
bunker.
2. Waste handling
Sampah di dalam bunker perlu penanganan khusus yang melibatkan crane. Crane memiliki
beberapa fungsi dalam bunker sampah. Selain untuk mencampur dan mengumpankan sampah
pada insinerator, terdapat beberapa fungsi lain dari crane. Crane berfungsi untuk
memindahkan sampah dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan mengumpulkan sampah
berdasarkan hari sampah tersebut masuk, karena sampah membutuhkan waktu 10 hari di
dalam bunker sebelum sampah tersebut diumpankan ke dalam insinerator. Fungsi lain dari
crane adalah untuk mengambil sampah dan menjatuhkannya dengan tujuan mengurangi
kandungan air dari dalam sampah dengan bantuan udara yang terdapat di dalam bunker.
Sampah yang relatif kering akan lebih mudah diproses dan dibakar di dalam insinerator.
Crane didesain berjenis grapple crane dengan tambahan magnet di tengah grapple crane.
Tujuan dari penambahan magnet adalah untuk menangkap logam yang berada di dalam
sampah. Pemisahan logam merupakan hal yang penting, karena pembakaran logam dapat
memicu terbentuknya oksida logam di dalam gas buang, selain itu lelehan logam dapat
menyumbat sela-sela grate yang ada di dalam tungku bakar. Penyumbatan tersebut akan
menimbulkan potensi kerusakan terhadap grate.
3. Waste Feeding
Crane secara berkala mengumpankan sampah masuk ke dalam hopper insinerator. Selain itu,
crane juga berfungsi untuk memindahkan sampah logam yang telah tertangkap oleh magnet
ke dalam tempat penyimpanan logam yang letaknya di dalam lokasi bunker tetapi dipisahkan
oleh tembok.
Di bawah bunker sampah, terdapat tempat penampungan lain yang berfungsi sebagai drain
bunker untuk air lindi yang berada di bunker sampah. Air lindi yang turun ke drain bunker
akan diolah terlebih dahulu di instalasi pengolahan air limbah sebelum dibuang ke sungai.
4. Waste Incineration
Setelah bahan bakar sampah diumpankan ke dalam hopper insinerator, sampah kemudian
memasuki tahap ke dua, yaitu insinerasi. Sampah yang masuk ke dalam hopper akan
didorong ke dalam ruang bakar secara perlahan dan terus-menerus oleh feeder. Sampah di
atas grate bergerak melalui zona suhu yang berbeda di dalam ruang bakar, dan proses
pembakaran sampah terjadi pada beberapa sub-proses, yaitu: pengeringan, pembakaran, dan
pembakaran residu. Untuk mengakomodasi sub-proses tersebut, maka kecepatan stroke untuk
masing-masing proses dirancang dengan kecepatan yang berbeda.
Grate yang berada di dalam insinerator berfungsi untuk mengalirkan sampah di sepanjang
tungku pembakaran. Grate terbuat dari logam yang mempunyai sifat tahan panas dan tahan
goresan. Pada area pengeringan, terjadi proses penguapan air yang terkandung di dalam
sampah sehingga dapat menghasilkan sampah dengan nilai kalor yang lebih tinggi. Dengan
mekanisme pergerakan grate, sampah tersebut kemudian menuju ke area pembakaran yang
merupakan area yang mempunyai suhu tinggi. Sampah selanjutnya dialirkan ke area paska
pembakaran yang berfungsi untuk membakar sampah yang belum sempat terbakar.
Saat awal, temperatur dinaikkan dengan kecepatan sekitar 50oC per jam dan dijaga konstan
pada temperatur 300oC selama waktu tertentu. Kemudian temperatur kembali dinaikkan pada
kecepatan 100oC per jam selama 16 hingga 24 jam.
Proses pembakaran sampah di dalam ruang bakar dapat dijelaskan sebagai berikut. Sampah
yang masuk ke dalam insinerator akan membentuk lapisan (bed) di atas grate, dan udara
pembakaran primer dihembuskan melalui lubang-lubang kecil yang ada di bawah grate oleh
primary air fan. Udara primer yang dihembuskan harus mencukupi untuk kebutuhan
pendinginan grate dan proses pembakaran. Udara primer pada umumnya diambil dari bunker
dengan tujuan menurunkan tekanan udara bunker dan menghilangkan bau tidak sedap yang
ditimbulkan oleh sampah di dalam bunker.
Sebelum dihembuskan ke bawah grate, udara primer sebelumnya telah dipanaskan di dalam
air pre-heater dengan bantuan steam yang bertekanan 10 bar. Penggunaan udara primer yang
telah dipanaskan dapat membantu mempercepat pengeringan sampah di atas grate, terutama
untuk sampah dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Pada titik ini, sampah dibakar dalam
keadaan sub-stoikiometri, di mana oksigen yang disuplai sekitar 30% hingga 80% dari
jumlah yang dibutuhkan untuk proses pembakaran sempurna.
Gas hasil pembakaran dengan udara primer tersebut kemudian bercampur dengan udara
sekunder yang dimasukkan ke dalam ruang bakar melalui nozzle tekanan tinggi yang
dipasang pada dinding ruang bakar. Aliran udara sekunder mempermudah terjadinya
pembakaran sempurna dengan cara memberikan turbulensi pada gas untuk proses
pencampuran yang lebih baik dan memastikan jumlah oksigen yang dibutuhkan berlebih.
Laju pengumpanan bahan bakar sampah dan udara secara langsung akan mempengaruhi
temperatur di dalam ruang bakar. Jika udara yang disuplai sangat berlebih, maka akan
berakibat turunnya suhu ruang bakar yang menyebabkan timbulnya emisi karbon monoksida
(CO).
Desain ruang bakar yang digunakan berjenis centre flow, karena jenis ini mudah
menyesuaikan terhadap perbedaan pelepasan distribusi panas di atas grate. Selain itu desain
centre flow juga dapat digunakan untuk bahan bakar dengan nilai kalor rendah hingga tinggi,
sesuai dengan bahan bakar sampah yang memiliki fluktuasi nilai kalor cukup tinggi. Skema
umum dari desain dan beberapa bagian yang ada di ruang bakar dapat dilihat pada Gambar
berikut.
Ruang bakar didesain untuk tahan pada suhu ideal pembakaran, yaitu sekitar 800 OC hingga
1100OC. Selain itu, desain ruang bakar juga harus mengakomodasi waktu tinggal yang dibutuhkan
oleh gas hasil pembakaran. Waktu tinggal tidak boleh kurang dari 2 detik, dihitung dari titik di
mana sebagian besar pembakaran telah sempurna dan suhu pembakaran telah mencapai titik
maksimum. Pengaturan suhu dan waktu tinggal di dalam ruang bakar tersebut bertujuan agar
seluruh senyawa organik berbahaya yang terdapat di dalam sampah maupun gas hasil
pembakaran dapat hancur dengan sempurna.
5. Steam Generation
- Steam Generation System
Gas hasil dari pembakaran sampah harus didinginkan menggunakan peralatan pendingin.
Terdapat 2 macam peralatan yang digunakan untuk proses pendinginan, yaitu proses
pendinginan dengan memakai panas gas sebagai pembangkit uap pada boiler dan proses
pendinginan dengan menggunakan sistem injeksi menggunakan pendingin air. Yang paling
populer adalah pemanfaatan panas yang digunakan untuk pembangkit uap dengan memasang
boiler. Panas hasil proses pembakaran akan mengalami penurunan, sehingga dapat
mengurangi proses pembentukan kembali senyawa dioxin dan potensi terjadinya karat pada
peralatan yang digunakan.
ADDENDUM ANDAL RKL-RPL
PENGEMBANGAN TPST BANTARGEBANG (PEMBANGUNAN PILOT PROJECT PLTSa)
II-71
Uraian Kegiatan 2017
Boiler dirancang untuk memanfaatkan panas dari hasil proses pembakaran dan sekaligus
sebagai alat untuk mengolah flue gas, sehingga suhunya dapat diturunkan. Akumulasi fly ash
mempunyai potensi terhadap penumpukan dioxin. Untuk mencegah hal itu, struktur pipa
penyusun boiler dirancang sedemikian rupa sehingga penumpukan fly ash dapat dihindarkan.
Jenis Boiler
Pada tungku bakar skala kecil dan menengah, pengolahan gas hasil pembakaran biasanya
dikombinasikan dengan injeksi menggunakan air, sehingga jumlah uap yang dihasilkan oleh
boiler menjadi kecil. Namun untuk boiler skala besar, dimungkinkan untuk dilengkapi
dengan ekonomiser, sehingga diperoleh efisiensi panas yang tinggi.
Penempatan Boiler
Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi mengenai jenis boiler dan penempatan
pemipaannya. Untuk mencegah penempelan fly ash, pengkaratan dan kerusakan pipa boiler,
maka boiler dirancang dengan menambah area pendinginan dan mengurangi kecepatan alir
gas
Unit boiler terdiri dari penukar panas, kondenser uap, peralatan pencatu air boiler dan lain-
lain. Boiler dan superheater menghasilkan uap dengan temperatur dan tekanan tinggi yang
kemudian dikonversi menjadi tenaga listrik oleh turbin uap yang dihubungkan dengan
generator. Kemudian uap sisa yang keluar dari turbin dikondensasikan kembali menjadi air.
Kondisi Uap
Tekanan uap yang dihasilkan dari boiler tergantung pada tujuan penggunaannya dan
kapasitas dari peralatan yang menggunakan uap tersebut. Untuk uap superheater, kondisi
proses boiler adalah pada tekanan 4 MPa dengan suhu 400oC
Bermacam perangkat tambahan yang dipasang pada unit boiler mempunyai tujuan untuk
memudahkan oprasional dari boiler tersebut. Sebagai contoh keran pengaman (safety valve)
yang berfungsi untuk mengurangi tekanan internal boiler yang berlebihan; pengukur level
permukaan air di dalam boiler; peniup jelaga (soot blower) untuk membersihkan permukaan
pipa boiler; pompa dosing yang digunakan untuk memompa bahan kimia yang digunakan
untuk mengkondisikan air umpan boiler; dan tempat pengambilan sampel untuk mengetahui
kondisi air di dalam boiler. Gambar berikut adalah peralatan penunjang boiler.
Boiler dilengkapi dengan dua atau lebih keran pengaman. Keran pengaman ini sangat
dibutuhkan untuk mengontrol tekanan uap di dalam boiler. Salah satu contoh keran
pengaman adalah pressure relief valve (PRV), yang merupakan alat otomatis untuk
melepaskan uap bertekanan yang melebihi setting yang telah ditentukan dari boiler, bejana
tekan, ataupun sistem lainnya.
Selain keran pengaman boiler dilengkapi dengan pengukur air, attemperator, Soot Blower.
Pengukur ini ada pada steam drum untuk melihat secara visual tekanan boiler. Attemperator,
merupakan peralatan untuk mengontrol temperatur uap. Attemperator didapati ada pada
boiler di bagian yang mempunyai temperatur tinggi. Peralatan ini juga ditemukan di zona
superheater untuk mengontrol temperatur uap keluar. Soot Blower merupakan peralatan yang
berfungsi untuk menghilangkan jelaga yang menempel pada permukaan pipa boiler selama
proses pembakaran.
Gas hasil pembakaran kemudian mengalir menuju boiler untuk proses pembuatan uap. Boiler
yang digunakan berjenis boiler vertikal. Pada umumnya boiler untuk pembangkit listrik
tenaga sampah memiliki empat pass, tiga pass merupakan radiasi vertikal pass, dan satu pass
merupakan konfektif pass. Radiasi pass yang pertama umumnya diintegrasikan ke dalam
ruang bakar sebagai ruangan pasca pembakaran. Konfektif pass merupakan tempat di mana
evaporator, super heater, dan economizer berada.
Economizer merupakan tempat di mana air umpan boiler dipanaskan oleh gas hasil pembakaran
hingga mencapai suhu mendekati titik didih air umpan. Pada evaporator, air umpan yang keluar dari
economizer dipanaskan lebih lanjut hingga air umpan mencapai suhu uap jenuh. Di dalam super
heater, uap jenuh yang keluar dari evaporator dipanaskan lebih lanjut hingga suhu maksimum dan
uap jenuh berubah menjadi uap superheated. Di dalam super heater dipasang semprotan pendingin
dan pendingin permukaan untuk menjaga suhu uap yang diinginkan. Fluktuasi pada suhu uap dapat
terjadi karena fluktuasi beban, perubahan pada kualitas sampah, dan berlebihnya udara pembakaran.
Boiler didesain untuk menghasilkan 8 ton/jam steam dengan kondisi suhu 390OC dan tekanan 40 bar.
Sistem filtrasi Multi Grade Filter (MGF) dan Activated Carbon Filter (ACF)
Air baku diumpankan ke dalam MGF dan ACF menggunakan pompa untuk menghilangkan
kotoran yang tersuspensi, warna, dan bau. Filter-filter tersebut terdiri dari bejana logam
bertekanan yang berisi butiran karbon aktif sebagai media penyaring. Karbon aktif
merupakan material yang memiliki kapasitas adsorpsi yang sangat baik. Hal ini disebabkan
karena karbon aktif memiliki struktur berpori dan luas permukaan spesifik yang besar.
Operasional ACF dilakukan secara manual berdasarkan kebutuhan dari proses. Pompa
backwash disediakan untuk membersihkan filter setiap hari dengan air yang telah disaring.
otomatis pompa umpan RO. Pompa umpan RO digunakan untuk mengalirkan air ke cartridge
filter yang berfungsi untuk menyaring padatan halus hingga ukuran 10 μm. Aliran air dapat
melalui bagian dalam atau luar filter, tergantung dari penggunaan filter. Partikel kotoran
umumnya ditangkap pada permukaan dalam dari bag filter.
Air yang telah diproses kemudian dicampur dengan larutan asam dan basa untuk pengaturan
pH dan dengan larutan anti-scale dan sodium metabisulfite (SMBS). Air kemudian dipompa
dengan pompa tekanan tinggi ke membran RO, di mana konsentrasi ion akan diturunkan
sebelum diproses lebih jauh. Tujuan dari proses dengan RO adalah pengurangan 99% garam
terlarut dan penghilangan bakteri dari air proses. Sistem RO yang digunakan adalah proses
bertahap, di mana pada tahap pertama sistem RO memberikan 65-70% recovery dan 50%
recovery pada tahap kedua. Proses RO didasarkan pada karakteristik membran semi-
permeabel, di mana air atau pelarut lain akan melewati membran, sementara molekul dan ion
padatan terlarut akan tertahan pada membran.
Proses pemisahan didapatkan dengan cara pemompaan tekanan tinggi dari padatan terlarut
yang akan diproses. Dari peralatan bertipe membran yang disebut modul, didapatkan dua
aliran berbeda yang terjadi karena pengaruh tekanan. Aliran pertama (aliran ortogonal)
mengalir melalui membran dan pada saluran keluar terjadi pengurangan garam dan
komponen organik terlarut secara signifikan. Aliran kedua (aliran tangensial) mengalir
melewati lapisan permukaan sebelum membran. Dua hasil akhir akan didapatkan dari
pengumpanan air ke sistem, yaitu air produk dan konsentrat.
Gas buang yang dihasilkan oleh pembakaran sampah memiliki komposisi yang bervariasi,
bergantung pada desain dari insinerator, kondisi operasi, dan komposisi sampah yang
dibakar. Beberapa komponen gas buang yang menjadi perhatian dalam pembangkit listrik
tenaga sampah adalah sebagai berikut:
Partikulat
Pembentukan partikulat pada pembakaran sampah bergantung pada beberapa faktor yaitu:
karakteristik limbah, metode pengumpanan sampah, kecepatan aliran udara primer, suhu,
pencampuran dan waktu tinggal gas buang, desain dan operasi insinerator, dan kecepatan gas
buang. Semakin tinggi suhu pembakaran dan semakin lama waktu tinggal akan menyebabkan
pembakaran partikel organik menjadi lebih sempurna, sehingga memperkecil ukuran
partikulat. Rendahnya kecepatan gas buang akan menyebabkan partikulat yang lebih besar
dan berat jatuh ketika gas melewati boiler. Pada dasarnya, partikulat berasal dari tiga sumber
utama, yaitu bahan anorganik, organo-metalik, dan sampah yang tidak terbakar. Sebagian
besar bahan anorganik keluar dari sistem melalui tempat pembuangan abu, dengan sebagian
kecil terikut di dalam gas buang. Bahan organo-metalik teroksidasi pada suhu tinggi dan
timbul sebagai oksida anorganik di dalam gas buang. Sampah yang tidak terbakar terikut di
dalam gas buang sebagai konsekuensi dari pembakaran yang tidak sempurna di dalam ruang
bakar. Pada suhu yang lebih tinggi, dengan jumlah oksigen yang tepat, pembakaran sampah
akan lebih sempurna dan menyebabkan turunnya jumlah partikulat.
Logam berat
Beberapa logam secara umum terdapat di sampah perkotaan. Logam-logam tersebut
dikeluarkan dari ruang bakar bersamaan dengan partikulat, umumnya sebagai oksida metal
dan klorida, serta metal merkuri (Hg) yang keluar sebagai uap. Cadmium (Cd) di dalam
sampah umumnya timbul dari baterai dan alat-alat elektronik yang dibuang. Merkuri di dalam
sampah dapat muncul dari berbagai sumber, seperti alat – alat elektronik dan termometer.
Merkuri sejauh ini merupakan logam berat yang paling mudah berpindah secara termal,
sangat beracun, dan dalam suhu 375oC akan menguap ke dalam gas buang. Cara terbaik
untuk menghindarkan uap merkuri dari gas buang adalah melakukan pemilahan terhadap
sampah sebelum diumpankan ke ruang bakar.
Gas asam
HCl dan SO2 merupakan gas asam utama yang timbul pada saat pembakaran sampah. HF,
HBr, dan SO3 pada umumnya juga timbul pada gas buang, namun dalam jumlah yang jauh
lebih rendah. Kandungan gas HCl dan SO2 di dalam gas buang secara langsung berkaitan
dengan kandungan klorin dan sulfur yang ada di dalam bahan bakar sampah. Pada proses
pembakaran sampah yang umum, oksigen berlebih akan menyebabkan terbentuknya gas SO2
dan SO3, sedangkan kurangnya oksigen akan menyebabkan terbentuknya hidrogen sulfida
(H2S) dan karbonil sulfida (COS). Sumber utama klorin pada sampah berasal dari kertas,
plastik, PVC, dan klorida organik yang lain. Sumber utama dari sulfur di dalam sampah
berasal dari papan gypsum dan roda kendaraan. Kandungan klorin dan sulfur pada sampah
sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, dan musim pembuangan sampah. SO2 di dalam
lingkungan dapat bereaksi dengan uap air dan membentuk asam sulfat (H2SO4) yang lebih
jauh dapat membentuk garam sulfat. Sedangkan klorin yang keluar ke lingkungan dan
bereaksi dengan uap air akan membentuk hidrogen klorida. Keberadaan gas - gas asam
tersebut di dalam atmosfer mengakibatkan rendahnya jarak penglihatan, korosi material,
iritasi pada organ manusia dan hewan, dan timbulnya hujan atau kabut asam.
Gas CO dan NOx
Emisi gas karbon monoksida (CO) merupakan hasil ketika karbon di dalam bahan bakar
sampah tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida. Konsentrasi oksigen, perbandingan aliran
udara primer/sekunder, suhu ruang bakar, dan waktu tinggal merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan CO. Ketika sampah dibakar, maka sampah akan mengeluarkan
gas CO, hidrogen, dan hidrokarbon yang tidak terbakar. Tambahan udara (oksigen) akan
bereaksi dengan gas-gas tersebut dan mengubah CO menjadi CO2 dan H2 menjadi H2O. Jika
udara yang ditambahkan terlalu banyak akan menurunkan suhu pembakaran yang berdampak
pada melambatnya reaksi oksidasi. Jika udara yang ditambahkan terlalu sedikit, pencampuran
menjadi tidak sempurna, dan menyebabkan sejumlah hidrokarbon yang tidak terbakar lolos
dari ruang bakar. Kedua kondisi tersebut akan meningkatkan konsentrasi emisi CO.
Konsentrasi gas CO di dalam gas buang menjadi indikator yang baik untuk melihat efisiensi
pembakaran, dan merupakan kriteria penting untuk melihat ketidakstabilan dan
ketidakseragaman di dalam proses pembakaran. Kandungan CO yang tinggi umumnya sesuai
dengan proses pembakaran yang buruk dan berkorelasi dengan tingginya emisi dioxin dan
furan di dalam gas buang. Oksida nitrogen, NOx, timbul ketika bahan bakar sampah yang
mengandung nitrogen dan senyawanya dibakar, di mana nitrogen dioksidasi di dalam proses
tersebut. Oksida nitrat (NO) merupakan komponen utama dari NOx. Seperti pada
pembentukan CO, pembentukan NOx sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen di dalam
udara, suhu ruang bakar, dan waktu tinggal. Pembentukan NOx menjadi sangat signifikan
ketika suhu pembakaran di atas 1300oC.
Dioxin dan furan
Beberapa macam senyawa organik, termasuk dioxin dan furan, terdapat secara alami di
sampah atau dapat terbentuk saat dan setelah proses pembakaran. Senyawa organik tersebut
sangat beracun dan tidak mudah terurai di lingkungan. Senyawa organik di dalam gas buang
dapat berupa fase uap atau terkondensasi pada partikulat halus. Pembentukan dioxin dan
furan terjadi pada banyak proses, termasuk proses pembakaran sampah. Konsentrasi dioxin
dan furan dalam jumlah yang sangat kecil merupakan hal yang umum pada proses
pembakaran sampah. Dengan banyaknya potensi emisi yang timbul dan bahaya yang dapat
ditimbulkan pada kesehatan, maka pengolahan gas buang menjadi sangat vital pada
pembangkit listrik tenaga sampah. Terdapat beberapa teknologi yang telah banyak digunakan
dan terbukti dapat mengurangi kandungan polutan berbahaya pada emisi gas buang
pembakaran sampah. Salah satu teknologi yang paling sering digunakan adalah kombinasi
antara Spray Drying Absorption (SDA) dan fabric filter. SDA berfungsi untuk mengurangi
kadar gas asam, logam, serta komponen organik berbahaya. Sedangkan fabric filter berfungsi
untuk menyaring partikulat yang terbawa oleh gas buang sebelum dibuang ke lingkungan
melalui cerobong asap
- Quenching Process
Gas buang yang keluar dari boiler akan masuk ke tahap terakhir sebelum dilepaskan ke
atmosfer, yaitu pembersihan gas buang. Salah satu teknologi yang banyak digunakan dan
telah terbukti efektif untuk mengurangi emisi gas berbahaya adalah perpaduan antara
quencher dan bag filter.
Quencher berfungsi untuk menurunkan suhu gas buang dari yang sebelumnya sekitar 200oC
hasil keluaran dari economizer menjadi 180oC. Penurunan suhu tiba-tiba yang terjadi di
dalam quencher berfungsi untuk menekan laju pembentukan kembali dioksin dan furan
setelah proses pembakaran. Penurunan suhu dijaga maksimum hingga 180oC, karena apabila
suhu gas buang turun terlalu jauh, dikhawatirkan akan terjadi masalah korosi karena terlalu
dekat dengan dew point gas sulfur.
Cara kerja quencher pada umumnya cukup sederhana, gas buang masuk melalui bagian atas
dari quencher dan akan berkontak dengan partikel air yang disemprotkan menggunakan
atomizer. Kontak antara gas buang dan air akan menurunkan suhu gas buang secara tiba-tiba,
sedangkan partikel air yang berkontak dengan gas buang dengan suhu yang jauh lebih tinggi
daripada titik didih air akan menguap dan ikut dalam aliran gas buang.
- Spray Drying Absorption (SDA)
Gas buang yang keluar dari quencher dengan suhu sekitar 180oC kemudian dialirkan ke bag
filter untuk proses lebih lanjut. Sebelum gas buang masuk ke dalam bag filter, terlebih dahulu
gas buang diinjeksi dengan karbon aktif dan slaked lime. Disinilah terjadi proses spray drying
absortion. Proses ini berfungsi untuk mengurangi kadar gas asam, logam, serta komponen
organik berbahaya. Gas buang dimasukkan ke dalam kolom SDA, di mana gas buang akan
berkontak dengan slaked lime dan karbon aktif. Injeksi yang dilakukan didesain sedemikian
rupa, sehingga pada titik injeksi terdapat cukup turbulensi untuk mencampur dengan
sempurna gas buang dengan karbon aktif dan slaked lime. Seluruh komponen asam di dalam
gas buang akan bereaksi dan diabsorb oleh serbuk slaked lime dan karbon aktif. Penambahan
karbon aktif di dalam proses SDA dapat digunakan untuk proses penghilangan merkuri,
dioxin dan furan. SDA merupakan suatu sistem yang dapat beradaptasi terhadap perubahan
laju alir, suhu, dan komposisi gas buang, dan juga dapat diaplikasikan untuk semua jenis dan
ukuran insinerator. Sebagai tambahan, proses SDA dapat diintegrasikan dengan teknologi
pembersihan gas buang yang lain. Pada kasus ini, SDA diintegrasikan dengan bag filter.
- Filtration Process
Gas buang kemudian masuk ke dalam bag filter untuk proses selanjutnya. Terdapat dua
proses utama yang terjadi pada bag filter. Proses pertama adalah pemisahan gas buang
dengan partikulat yang terikut, sedangkan proses kedua adalah menambah kontak antara gas
buang dengan karbon aktif dan slaked lime.
Bag filter terdiri dari kantong filter dengan jumlah yang sangat banyak. Ketika gas buang
mengalir melalui kantong filter, partikulat dengan ukuran lebih besar daripada 1 μm akan
tertahan pada filter, sedangkan gas buang yang telah bersih dari partikulat akan mengalir
terus dan keluar melalui bagian atas filter. Partikel yang tertangkap akan tetap di filter hingga
udara bertekanan ditiupkan dengan arah yang berlawanan, dengan tujuan untuk
membersihkan filter dan menyebabkan partikel jatuh ke tempat pengumpulan.
Keunggulan utama dari penggunaan bag filter adalah efisiensi pemisahan partikulat yang
tinggi, dan performa yang lebih baik untuk menghilangkan partikulat dengan ukuran lebih
kecil dari 1 μm. Selain itu, bag filter juga memberikan permukaan tambahan untuk reaksi
netralisasi gas asam jika dibutuhkan.
ADDENDUM ANDAL RKL-RPL
PENGEMBANGAN TPST BANTARGEBANG (PEMBANGUNAN PILOT PROJECT PLTSa)
II-81
Uraian Kegiatan 2017
- Chimmey (Cerobong)
Gas buang yang melalui chimney (cerobong) dijaga maksimum pada kecepatan 15 m/detik.
Cerobong dapat dibuat dalam bentuk silinder atau kotak. Namun pada insinerator kapasitas besar,
cerobong dibuat dalam bentuk silinder. Karena gas buang mengandung asam, yang merupakan
material korosif, seperti HCl dan SOx, maka diperlukan pemilihan material yang tahan karat.
Perancangan cerobong juga harus mempertimbangkan masalah ekspansi termal dan vibrasi yang
terjadi. Reheater dalam beberapa kasus perlu dipasang pada cerobong untuk memanaskan gas
buang, sehingga mampu mencegah asap putih yang keluar dari cerobong.
Tabel 2. 30 Baku Mutu Emisi Gas Buang
Parameter Kadar Paling Tinggi Nilai Satuan
Total partikulat 120 mg/Nm3
Sulfur dioksida (SO2) 210 mg/Nm3
Oksida nitrogen 470 mg/Nm3
(NOx)
Hidrogen klorida 10 mg/Nm3
(HCl)
Merkuri (Hg) 3 mg/Nm3
Karbon monoksida 625 mg/Nm3
(CO)
Hidrogen flourida 2 mg/Nm3
(HF)
Dioksin dan Furan 0,1 ng/Nm3
- Cooling Tower
Pendinginan basah memberikan hasil yang sangat baik dengan mengambil keuntungan penuh
dari kelembaban udara lingkungan. Pendinginan basah, atau yang juga disebut pendinginan
evaporatif, dapat menghasilkan suhu air paling tidak 20 oC lebih rendah apabila
dibandingkan dengan penggunaan radiator. Karena keluaran turbin dan pembangkit listrik
meningkat 0,3 hingga 1% per derajat pendinginan yang lebih baik, pendinginan basah adalah
teknologi yang dapat menghasilkan penghematan bahan bakar dan pengurangan emisi karbon
dioksida.
Hanya 1 hingga 2% air yang menguap dengan menggunakan proses pendinginan basah.
Karena alasan tersebut, suatu rangkaian tertutup dengan menara pendingin membutuhkan
make-up air dari sumber eksternal (sungai, danau, atau laut). Aliran make-up air bergantung
pada hardness air dan pada sebagian besar aplikasi dibatasi maksimum 500 mg/L CaCO3.
Air yang tidak menguap akan dikembalikan ke sumber eksternal. Selama di dalam sistem
pendinginan, air tidak pernah berkontak dengan cairan apa pun yang ada pada pembangkit
listrik, sehingga air yang digunakan tidak akan terpolusi oleh proses pembangkitan listrik
Fuel Consumption
Entalphi in : 440.18 kj/kg
Entalphi out : 3189.9 kj/kg
Entalphi difference : 2749.72 kj/kg
ASR Actual Steam Rate
Operational Boiler :
Pin = 38 BarA
Pout = 0.10 BarA (Turbine Specification)
Tin = 380 oC
Q turbine = Turbine Specification
Operation Turbin :
Properties data at = 38 BarA and 380 oC
Enthalpy of Superheated Steam (h1) = 3169.1 Kj/kg
Entropy of Superheated Steam (S1) = 6.7325 Kj/kg.K
Exhaust enthalpy (h2) = from vendor (Kj/kg)
Properties data at Condensing = 0.1 BarA
Qturbine = Mass flow of steam x Enthalpy
= -m x (h2-h1)
Efficiency = W/Q x 100%
Req Cooling temp = 45 oC
Enthalpy of water = 188.3 kJ/kg
Condensor heat Load = mcw X {h2 - h3}
Temperatur air Masuk = 32 oC
Temperatur air keluar = 40 oC
Temp. lingkungan = 30 oC
Temperatur Wet bulb = 28 oC
Density air = 994 Kg/m3
Flow rate air pendingin, Q = mw X Cpw X (t2-t1)
dimana :
h2 = Enthalpy of water at the required temp. [kJ/kg]
m = Maximum boiler output at the initial feedwater temp. [kg/hr]
at condition P = 10 bar , saturated steam
ms = mass of steam to be injected [kg/hr]
h1 = Enthalpy of feed water at the initial temp. [kJ/kg]
Kualitas Udara,
Kesempatan Kerja
Kebisingan, Lalu
dan Berusaha
Lintas
Kebisingan
Kualitas Air
- Ca(OH)2 Reactor Permukaan
- Karbon Aktif SDA
Air Tanah
Air Limbah
Drain Pit
Bottom Ash
Bag Filter Kualitas Udara
Stacks Atmosfir
Ash Silo
Tempat
Truk Pengangkut
Penimbunan
Kualitas Udara,
Kesempatan Kerja
Fly Ash
Kebisingan, Lalu
dan Berusaha
Lintas
Truk Pengangkut
(Kapsul) Pemanfaat (contoh :
Pabrik Semen, Batching
Plant, Asphalt Plant)
Keterangan :
: Kegiatan
: Dampak
Gambar 2.49 Bagan Alir Kegiatan dan Dampak Operasi Pilot Project PLTSa
Dari tabel diatas diketahui bahwa air bersih untuk operasional kegiatan pengembangan
TPST Bantargebang adalah 317,7 m3/hari. Air di diambil dari tanah menggunakan pompa
yang kemudian di simpan pada tangki penyimpanan. Air yang dibutuhkan untuk
kebutuhan domestik Pilot Project PLTSa ditampung di tandon atas dengan kapasitas
masing-masing 2000 liter, sedangkan untuk mesjid dan carwash digunakan tandon atas
dengan kapasitas 1000 liter.
Grey Water
Karyawan 4,45 m3/hari
6,36 m3/hari
Bioseptik Tank
Black Water
1,9 m3/hari
Kebersihan
Gedung Kantor Bak Kontrol
0,1 m3/hari 4 m3 (2 m x 2 m x 1 m)
Saluran Drainase
Siram Tanaman Menyerap ke dalam
0,2 m3/hari tanah
Hydrant
20%
Gambar 2.50 Bagan Alir Air untuk Kebutuhan Domestik, Mesjid dan Carwash
Namun air yang digunakan untuk make up boiler dan cooling tower diproses terlebih
dahulu di Water Treatment Plant (WTP), selama proses pemindahan air di injeksi dengan
desinfektan dan larutan basa untuk menetralkan kadar pH air. Kemudian air di transfer
menuju filter karbon dan pasir, dimana filter pasir berfungsi untuk membuang padatan
yang tersuspensi pada air dan filter karbon menghilangkan bau, rasa, dan warna pada air.
Air yang telah melewati proses filtrasi kemudian dikembalikan ke tangki penyimpanan
untuk di treatment kembali secara reverse osmosis (RO), yang berfungsi menghilangkan
kontaminasi TDS (Total Dissolved Solid). Pada sistem ini air di pompa ke unit RO yang
memiliki membrane filter 1/1000 micron. Dengan demikian air hasil keluaran dari unit RO
hanya memiliki kandungan TDS maksimum 1 NTU.
Proses RO hanya menghilangkan sekitar 95-98% dari TDS, untuk itu dilakukan proses
selanjutnya yaitu pada mixed bed unit. Proses pemurnian air pada unit mixed bed memiliki
prinsip pertukaran ion. Air di alirkan ke mixed bed yang memiliki lapisan resin kation dan
anion yang akan menangkap TDS dan menggantinya dengan ion H+ dan OH- yang
terdapat pada lapisan resin. Air yang telah dimurnikan tersebut siap untuk di umpankan ke
dalam boiler.
Gambar 2.51 Bagan Alir Air untuk Make Up Water Boiler dan Cooling Tower
Penanganan limbah terbagi menjadi limbah: Cair, Padat, Gas, dan B3. berikut adalah masing–
masing penanganan limbah;
a. Air Limbah
Air limbah yang dihasilkan adalah limbah domestik dan produksi. Limbah domestik berasal
dari kegiatan personal berupa MCK. Limbah produksi berasal dari proses produksi PLTSa
(air bahang).
- Limbah Domestik
Untuk limbah domestik, akan dialirkan ke IPAL dengan sistem biofilter dengan kapasitas 25
m3. Dari proses ini akan dihasilkan lumpur yang akan digunakan kembali (reuse) bagi bakteri
dalam proses aerob. Selain itu IPAL Biofilter juga perlu perawatan (maintenance) dengan
ADDENDUM ANDAL RKL-RPL
PENGEMBANGAN TPST BANTARGEBANG (PEMBANGUNAN PILOT PROJECT PLTSa)
II-91
Uraian Kegiatan 2017
melakukan pengurasan IPAL Biofilter setiap 5 tahun sekali di mana sludge yang masih
tertampung akan disalurkan ke pihak ketiga dan/atau UPTD PAL. Proses pengolahan air
limbah domestik di IPAL dengan sistem Biofilter merupakan proses biologi dimana bahan
pencemar dalam air limbah diuraikan oleh mikroorganisme yang menempel pada suatu media
(Attached Growth Process). Mikroorganisme pengolah air limbah tumbuh secara menempel
dan membentuk biofilm pada permukaan media dan secara aktif menguraikan bahan
pencemar yang ada.
a. Air limbah dari kegiatan domestik dialirkan melewati Basket Screen (SCRN) untuk
menyaring air limbah dan memisahkannya dari pengotor padat (sampah, serat, dll) agar
tidak mengganggu dalam proses berikutnya.
b. Air limbah yang telah mengalami penyaringan dimasukkan pada Anaerobic Settling
Section yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur dan menguraikan bahan organik
seperti minyak dan lemak secara anaeronik (tanpa udara).
c. Selanjutnya air limbah mengalir ke reaktor biofilter yang di dalamnya terdapat media
sebagai tempat menempelnya mikroorganisme. Di dalam reaktor ini air limbah akan
mengalami penguraian secara aerobik dengan bantuan udara.
d. Setelah mengalami proses penguraian secara biologis maka air limbah mengalir menuju
Secondari Clarifier untuk memisahkan air dengan lumpur mikroorganisme (lumpur aktif).
Lumpur yang mengendap dipompa oleh Airlift Pump kembali menuju reaktor, kelebihan
lumpur dapat dibuang secara berkala dengan menggunakan mobil Dinas Pekerjaan Umum
setempat
- Limbah Produksi
Untuk limbah produksi akan dialirkan ke IPAL Biofilter setelah melewati beberapa
treatment. Sebelum limbah produksi dialirkan ke IPAL Biofilter, limbah produksi akan
diolah secara kimia terlebih dahulu, yaitu dengan melakukan penambahan flokulan dan
koagulan. Flokulan dan koagulan yang digunakan ± 1 kg/hari. Setelah penambahan flokulan
dan koagulan, air limbah produksi akan melewati proses sedimentasi, yang digunakan untuk
memisahkan padatan dan cairan. Cairan hasil sedimentasi akan dialirkan ke IPAL Biofilter.
Untuk limbah air blow down akan ditampung di bak penampungan. Air blow down dari bak
penampungan akan masuk ke bak netralisasi. Pada bak netralilasi akan ditambahkan larutan
kimia.
b. Sampah
Sampah domestik bersumber dari setiap kegiatan domestik dengan volume ± 0,18 m3/hari.
Sesuai dengan UU No.18/2008, sampah domestik yang dihasilkan harus dipilah berdasarkan
organik dan anorganik, kemudian dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) bekerja sama dengan Instansi Kebersihan Kota Bekasi.
Dari sistem insinerasi sampah dihasilkan dua jenis abu yaitu bottom ash dan fly ash. Sistem
penanganan bottom ash dilakukan dengan cara mendinginkannya langsung dalam air (di
dalam bottom ash extractor) dan kemudian bottom ash yang telah dingin tersebut diangkut
dengan bottom ash conveyor ke ash pond dengan kapasitas 60 m3. Bottom ash akan
terkumpul di dalam ash pond. Dari ash pond, bottom ash diangkut dengan truk untuk
ditimbun di TPA. Namun apabila dibutuhkan, bottom ash dapat pula didaur ulang sebagai
bahan di pabrik semen atau untuk bahan bangunan. Selain itu, bottom ash dapat pula diolah
lebih lanjut menjadi slag melalui proses ash melting. Untuk jangka pendek akan ditimbun di
TPA Bantargebang, sedangkan jangka menengah akan dilakukan penelitian bagi pemanfaatan
sebagai bahan bangunan.
Penanganan fly ash dilakukan dengan cara terlebih dahulu mendinginkannya langsung dari
hopper masing-masing unit penghasil fly ash ke dalam air (dalam fly ash extractor) dan
kemudian fly ash tersebut diangkut atau didorong dengan screw conveyor menuju silo dengan
kapasitas 10 m3. Dari silo, fly ash kemudian diolah dengan cara disolidifikasi dengan semen.
Solidifikasi tersebut mencegah elusi logam berat dan fly ash tersebar ke lingkungan. Proses
solidifikasi meliputi pencampuran fly ash dengan air, semen dan senyawa kimia tertentu. Fly
ash yang telah diolah tersebut kemudian dimasukan ke dalam hopper. Di bawah hopper
ditempatkan kontainer penampung fly ash. Kontainer yang telah terisi penuh dengan fly ash
kemudian diangkut dengan truk untuk ditimbun di TPA. Fly ash dapat pula diolah lebih
lanjut menjadi slag melalui proses ash melting. Fly ash tidak boleh digunakan sebagai bahan
daur ulang. Selain itu, fly ash dapat pula diolah dengan cara acid extraction, dibakar di
cement kiln, atau diolah secara kimiawi. Dalam jangka pendek akan dilakukan stabilisasi
untuk selanjutnya ditimbun di TPA Bantargebang.
Untuk lebih jelas lagi, volume dan penangan sampah dapat dilihat pada tabel berikut;
c. Limbah B3
Limbah B3 terdiri dari Limbah cair B3 seperti oli bekas dan padat B3 yang terutama
bersumber dari kegiatan pengemasan berupa drum atau tong sisa tempat penampungan oli
bekas dan kemasan kimia/laboratorium. Dalam pengelolaan LB3 tersebut mengacu pada
peraturan pengelolaan limbah B3, seperti menyiapkan tempat-tempat sampah khusus limbah
B3 dan bahan terkontaminasi limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan akan dikumpulkan di
TPS LB3 dengan dimensi 6m x 4m. Untuk lebih jelas lagi, volume dan penanganan Sampah
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 34 Volume Limbah B3
No Jenis Limbah Volume per waktu Penanganan Alat Angkut
1 Oli Bekas 150 liter/bulan Diletakan pada drum tertutup Lori dan Truck
diangkut oleh pihak ketiga yang Sampah
mempunyai izin
2 Kemasan Oli 1 drum/bulan Diletakan pada dum tertutup Lori dan Truck
diangkut oleh pihak ketiga yang Sampah
mempunyai Izin
3 Sisa analisa laboratorium +5 liter/bulan Sesuai dengan prinsip ISO 17025 Lori dan Truck
dan diletakan pada lokasi khusus Sampah
diangkut oleh pihak ketiga yang
mempunyai Izin
4 Kemasan bahan kimia +1 drum kaleng Diletakan pada lokasi khusus Lori dan Truck
laboratorium dan IPAL kapasitas 100 liter/tahun diangkut oleh pihak ketiga yang
mempunyai Izin
Sumber : BPPT, 2017
3. Perawatan Peralatan
Perawatan peralatan ditujukan untuk menjaga alat produksi agar tetap dalam kemampuan
terbaiknya, sehingga dapat mendukung kelanjutan produksi. Untuk merawat alat produksi
agar tidak cepat rusak, maka setiap 2.000 jam kerja disarankan untuk melakukan
penggantian oli. Penggantian oli ini akan menghasilkan limbah B3 Flameable (mudah
terbakar) yang diprakirakan sebesar 150 liter/bulan atau 1 drum kapasitas 200 liter. Oli
bekas tersebut ditampung pada lokasi yang memenuhi syarat sesuai dengan Kep-
01/Bapedal/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan teknis Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan diserahkan pada pihak ketiga
yang memiliki izin Pengumpulan dan Transporter dari Dinas Pekerjaan Umum dan
Kementerian Perhubungan RI.
16/11/2017 16/11/2017
Berikut merupakan perhitungan debit banjir periode ulang 5 tahun, dimana luas lahan
TPST Bantargebang adalah 1.030.000 m2, dengan intensitas hujan maksimum adalah
0,00062 m/jam.
Pengembangan Hujan
C K Q
NO Jenis Bangunan 2017 Maksimum
(Koefisien) (Konstanta) (m3/jam)
(m2) (m/Jam)
15 Power House 2.629,89 m2 0,00062 0,8 0,0278 0,036
16 Pengomposan 7.766,54 m2 0,00062 0,8 0,0278 0,107
17 Daur Ulang Plastik (Sudah 2.160 m2 0,00062 0,8 0,0278 0,030
Tidak Operasional)
18 Instalasi Penerangan Jalan 1.050 m2 0,00062 0,8 0,0278 0,014
19 Buffer Zone 10.050 m2 0,00062 0,2 0,0278 0,035
20 Enclave 23.000 m2 0,00062 0,2 0,0278 0,079
21 PLTSa 13.713 m2 0,00062 0,8 0,0278 0,189
22 Mesjid 418,18 m2 0,00062 0,8 0,0278 0,006
23 Carwash 496,86 m2 0,00062 0,8 0,0278 0,007
Lahan Kosong (RTH) 136.100 m2 0,00062 0,2 0,0278 0,469
Luas Lahan 110,3 Ha 10,616
Sumber: Perhitungan Konsultan, 2017
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa prakiraan debit banjir pada kondisi eksisting di
TPST Bantargebang adalah 10,459 m3/jam, sedangkan setelah tahap pengembangan dengan
pembangunan PLTSa diperkirakan debit banjir menjad 10,616 m3/jam. Debit banjir sebelum
ada proyek dan sesudah ada proyek terjadi peningkatan sebesar 0,2 m3/jam. Peningkatan
debit air larian yang cukup rendah tersebut tergolong kecil dalam memberikan dampak
terhadap air larian.
b. Air limbah yang telah mengalami penyaringan dimasukkan pada Anaerobic Settling
Section yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur dan menguraikan bahan organik
seperti minyak dan lemak secara anaeronik (tanpa udara).
c. Selanjutnya air limbah mengalir ke reaktor biofilter yang di dalamnya terdapat media
sebagai tempat menempelnya mikroorganisme. Di dalam reaktor ini air limbah akan
mengalami penguraian secara aerobik dengan bantuan udara.
d. Setelah mengalami proses penguraian secara biologis maka air limbah mengalir menuju
Secondari Clarifier untuk memisahkan air dengan lumpur mikroorganisme (lumpur aktif).
Lumpur yang mengendap dipompa oleh Airlift Pump kembali menuju reaktor, kelebihan
lumpur dapat dibuang secara berkala dengan menggunakan mobil Dinas Pekerjaan Umum
setempat
Untuk limbah produksi akan dialirkan ke IPAL Biofilter setelah melewati beberapa
treatment. Sebelum limbah produksi dialirkan ke IPAL Biofilter, limbah produksi akan
diolah secara kimia terlebih dahulu, yaitu dengan melakukan penambahan flokulan dan
koagulan. Setelah penambahan flokulan dan koagulan, air limbah produksi akan melewati
proses sedimentasi, yang digunakan untuk memisahkan padatan dan cairan. Cairan hasil
sedimentasi akan dialirkan ke IPAL Biofilter.
Untuk limbah air blow down akan ditampung di bak penampungan. Air blow down dari bak
penampungan akan masuk ke bak netralisasi. Pada bak netralilasi akan ditambahkan larutan
kimia.
Keterangan:
= Sirkulasi Lalin
= Ruang Genset
= TPS
= TPS LB3
= Penghijauan
Non Skala
Kali Ciasem
Pemrakarsa:
DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROV. DKI
JAKARTA
Legenda:
: Carwash
: IPAL 65 m3
: IPAL 3 m3
: TPS B3
: Mesjid
Gambar 2.10 Trend TPST Bantargebang Berdasarkan Rata-Rata Kendaraan Masuk Per Hari
(Rit/Hari) .................................................................................................................................. 14
Gambar 2.11 Zona I dan Zona II .............................................................................................. 15
Gambar 2.12 Zona III ............................................................................................................... 16
Gambar 2.13 Zona IV dan Zona V............................................................................................ 16
Gambar 2.14 Monitoring Jembatan Timbang ........................................................................ 17
Gambar 2.15. Sistem Pengolahan Sampah di TPST Bantargebang ........................................ 18
Gambar 2.16 Diagram Proses IPAS di TPST Bantargebang ...................................................... 19
Kesempatan Kerja
dan Berusaha