Anda di halaman 1dari 17

Materi EP-2

ANALISIS BUTIR SOAL EVALUASI HASIL BELAJAR

Analisis soal seperti telah disinggung di muka dapat dilakukan dengan dua cara,
yakni analisis kualitatif atau teoritik dan analisis kuantitatif atau empiris. Analisis
kualitatif dilakukan sebelum tes digunakan yaitu mencermati berbagai aspek menurut
kesesuaian kompetensi dasar, indikator dan pemenuhan aspek domain materi, konstruksi
dan bahasa.
Analisis kuantitatif lazimnya menggunakan pendekatan (1) klasik/tradisional dan,
(2) modern yakni mendasarkan pada item response theory (IRT). Analisis klasik
dibedakan menjadi 2 (dua) menurut tujuannya. Jika untuk acuan mutlak, maka butir soal
harus memenuhi standar butir soal acuan mutlak (criterion reference test); dan jika untuk
acuan norma maka butir soal yang digunakan harus memenuhi standar butir soal acuan
norma (norm referenced test).

1) Analisis Soal Acuan Mutlak


Tujuan penilaian acuan mutlak adalah ingin mengetahui kemampuan individu
menurut tolok ukur/kriteria tertentu. Jika saat formatif maka bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan yang menjadi target dapat dikuasai pebelajar. Jadi soal harus
menunjukkan indikator kemampuan yang ditargetkan, yakni kemampuan yang belum
dikuasai pebelajar sebelum mengikuti proses pembelajaran. Pada dasarnya ada dua
macam karakteristik soal yang ditinjau dalam analisis empirik yakni tingkat
penguasaan/kesukaran dan daya pembeda soal, sedangkan untuk soal pilihan ganda perlu
dilihat pula penyebaran jawaban atau fungsi pengecoh (distractor).
a) Tingkat Penguasaan atau tingkat kesukaran soal.
Tingkat penguasaan merupakan jumlah jawaban benar terhadap indikator
kompetensi dasar, yaitu perbandingan antara jumlah peserta tes yang menjawab benar
dengan jumlah tesstee seluruhnya atau disebut dengan indeks kesukaran soal.

B
P = -----
T

36
P = tingkat pencapaian/indeks kesukaran soal
B = jumlah tesstee yang menjawab benar
T = jumlah tesstee seluruhnya

Jika tes yang diselenggarakan berbentuk uraian maka formula untuk menentukan tingkat
kesukaran soal adalah sebagai berikut:
S
P = -----
MT

P = tingkat pencapaian/indeks kesukaran soal


S = jumlah skor yang diperoleh seluruh testee untuk butir yang bersangkutan
M = maksimum skor butir tes
T = jumlah tesstee seluruhnya

Jika seluruh testee menguasai suatu indikator kompetensi dasar maka P = 1, dan butir
soal itu dinyatakan mudah bagi testee; jika P = 0 maka semua testee berarti gagal. Jika
hasil empiris P = 0, namun telaah teoritis sudah dinyatakan memenuhi persyaratan, maka
tafsirannya adalah bahwa testee belum menguasai kompetensi dasar atau proses
pembelajaran yang dilaksanakan belum berhasil mencapai tujuan.
b) Indeks sensitivitas soal
Karakteristik utama butir soal acuan mutlak terletak pada indeks sensitivitas yang
menunjukkan efefktivitas pembelajaran. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan
antara pretest dengan posttest.
Indeks sensitivitas bergerak antara -1 sampai dengan 1. Formulanya adalah:

RA – RB
Ps = -----------------
T

Ps = indeks sensitivitas butir soal


RA = banyaknya testee yang berhasil mengerjakan suatu butir soal sesudah proses
pembelajaran

37
RB = banyaknya testee yang berhasil mengerjakan suatu butir soal sebelum proses
pembelajaran
T = banyaknya testee yang mengikuti ujian
Jika pretest tak dilakukan, maka dapat dilihat dari tingkat pencapaian pada
posttest. Jika banyak butir soal yang tingkat pencapaiannya kecil, berarti proses
pembelajaran tidak efektif. Tetapi perlu konfirmasi ulang dengan kualitas kualitatif dari
butir soal dimaksud. Jika memang telah memenuhi syarat maka dapat disimpulkan bahwa
memang proses pembelajaran telah berlangsung tidak efektif.
c) Indeks daya pembeda soal
Penggunaan indeks daya pembeda butir untuk butir soal acuan mutlak tidak
seperti untuk butir pada soal acuan norma. Indeks daya beda pada dasarnya adalah
perbandingan antara banyaknya anggota kelompok yang berhasil (kelompok atas) dan
banyaknya anggota kelompok yang gagal (kelompok bawah). Formulanya adalah:

2(Ka – Kb)
D = -----------------
T

D = daya pembeda soal


Ka = jumlah jawaban benar dari testee kelompok atas

Kb = jumlah jawaban benar dari testee kelompok bawah


T = jumlah testee yang hasil pekerjaannya dianalisis

Jika tes yang diselenggarakan berbentuk uraian maka formula untuk menentukan daya
beda soal adalah sebagai berikut:

2(Ka – Kb)
D = -----------------
M
D = daya pembeda soal
Ka = jumlah jawaban benar dari testee kelompok atas

Kb = jumlah jawaban benar dari testee kelompok bawah

38
M = jumlah maksimum skor seluruh butir soal
Daya beda dinyatakan baik untuk butir soal acuan norma, jika minimum besarnya
0,30. Pada butir soal acuan mutlak, jika seluruh testee sudah berhasil menguasai indikator
dari kompetensi dasar, maka indeks daya beda akan sebesar 0. Namun butir ini tetap
dinyatakan baik dan tetap dapat dipakai untuk menunjukkan efektifitas proses
pembelajaran ketika seluruh testee sebelum mengalami proses pembelajaran tidak dapat
mengerjakan butir soal yang bersangkutan. Dengan kata lain jika sebelum pembelajaran
pebelajar belum menguasai indikator kompetensi dasar yang dimaksud, dan setelah
pembelajaran seluruh pebelajar berhasil mengerjakan butir soal yang dijadikan indikator
kompetensi dasar tersebut, maka butir soalnya tetap dinyatakan baik atau tetap dapat
dipakai untuk mengukur keberhasilan belajar.
d) Penyebaran (distribusi) jawaban atau fungsi pengecoh (distractor)
Distribusi jawaban digunakan untuk menganalisis berfungsi tidaknya jawaban
yang tersedia pada soal jenis pilihan ganda. Suatu pilihan jawaban (pengecoh) dapat
dikatakan befungsi apabila: (1) paling tidak dipilih oleh 2,5% testee; dan (2) pengecoh
lebih banyak dipilih oleh testee kelompok bawah. Jika mencari indeks fungsi pengecoh
menggunakan formula:

DP = (Jml.Kb – Jml. Ka) / N(Smaks – Smin)

DP = efektivitas pengecoh (daya pengecoh)


Jml. Kb = Jumlah jawaban benar testee kelompok bawah
Jml. Ka = Jumlah jawaban benar testee kelompok atas
Smaks = sekor maksimum yang mungkin didapat jika menjawab soal dengan benar
Smin = sekor minimum yang mungkin didapat jika menjawab salah

1) Analisis Soal Acuan Norma


Esensi dari penilaian acuan norma adalah untuk mengetahui kedudukan individu
pebelajar dalam kelompoknya (kelas/rombongan belajar). Oleh sebab itu butir-butir soal
yang dipakai dalam ujian tidak boleh terlalu sukar atau terlalu mudah, kisaran indeks
kesukaran soal berada pada antara 0,30 sampai 0,70 dan harus dapat membedakan mana

39
pebelajar yang pandai dan yang tidak pandai dalam satu kelompok yang tercermin dari
besarnya harga indeks daya beda minimal 0,30. Sesuai dengan arah kurikulum tingkat
satuan pendidikan yang esensi penilaiannya cenderung berbasis kompetensi dasar maka
acuan dalam pengembangan, analisis dan penafsiran hasil tes adalah menggunakan
kriteria.
Langkah-langkah analisis kuantitatif secara manual:
a. Lakukan penyekoran terhadap hasil pekerjaan testee.
b. Buat daftar urutan sekor testee dari yang tertinggi hingga terendah.
c. Kelompokan sekor testee menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas (sekor tinggi)
dan kelompok bawah (sekor rendah). Untuk sampel kecil (< 40) pembagian kelompok
terdiri dari 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Untuk sampel besar (> 40)
pembagian kelompok dapat diambil hanya 25% atau 27% kelompok atas dan 25%
atau 27% kelompok bawah, sedangkan sisanya yang berada di tengah tidak dianalisis.
d. Hitung tingkat kesukaran untuk masing-masing butir soal dengan menggunakan
formula tingkat kesukaran soal.
e. Hitung daya pembeda untuk masing-masing butir soal dengan menggunakan formula
daya pembeda soal.
f. Identifikasi penyebaran jawaban untuk masing-masing butir soal dengan cara:
 meneliti apakah masing-masing pengecoh telah dipilih oleh > 2,5% testee.
 meneliti apakah masing-masing pengecoh lebih banyak dipilih oleh testee
kelompok bawah.
Kriteria untuk menganalisis soal menggunakan pedoman berikut:

40
Tabel 1
KRITERIA SOAL
Aspek Indeks Kategori Keputusan
Tingkat TK<0,10 Sangat Sukar Tolak
Pencapaian/Kesukaran 0,10≤TK<0,30 Sukar Revisi
(TK) 0,30≤TK≤0,70 Sedang Terima
0,70<TK≤0,90 Mudah Revisi
TK>0,90 Sangat Mudah Tolak
Daya Pembeda (DP) DP≥0,40 Baik sekali Terima
0,30≤DP<0,40 Baik Terima
0,20≤DP<0,30 Kurang baik Revisi
DP<0,20 Jelek Tolak
Efektivitas Pengecoh TK≤0,010 Tidak efektif Tolak
(khusus untuk Pilihan 0,01≤TK<0,05 Kurang efektif Revisi
Ganda) TK≥0,05 Efektif Terima
DP Positif Berfungsi Terima
DP Negatif Menyesatkan Tolak
DP = 0 Tidak punya karakter Dipertimbangkan

2) Analisis Soal Menurut Teori Respons Butir


Analisis kuantitatif sebagaimana dikupas di atas merupakan analisis butir yang klasik,
berangkat dari asumsi:
(1) tidak ada korelasi antara skor yang sebenarnya dan skor kesalahan
(2) selama tidak terjadi kesalahan sistematik, maka tidak ada korelasi antara
kesalahan acak pada suatu pengukuran dengan kesalahan acak pada ulangan
pengukuran, dan
(3) besarnya rerata kesalahan acak sama dengan nol.
Analisis butir menurut teori klasik memiliki kelemahan:
a. harga statistik tingkat kesukaran dan daya beda butir soal sangat tergantung pada
karakteristik pebelajar. Jika kemampuan pebelajar rendah, maka tingkat kesukaran
akan tinggi (indeks kesukaran kecil). Indeks daya beda yang dinyatakan sebagai
koefisien korelasi point biserial sangat tergantung kepada homogenitas kelompok
testee.
b. Estimasi kemampuan peserta tergantung kepada butir soal yang diujikan. Bila indeks
kesukaran kecil, estimasi kemampuan seseorang akan tinggi, demikian pula

41
sebaliknya. Tingkat kemampuan seseorang tergantung pada kondisi dan situasi yang
digunakan dalam suatu tes.
c. Estimasi skor kesalahan berlaku untuk semua testee. Kesalahan untuk tiap testee
besarnya sama, yang dinyatakan dalam bentuk kesalahan baku pengukuran.
d. Tidak ada informasi tentang respons setiap testee terhadap tiap butir soal.
e. Estimasi keterandalan alat tes dengan teknik belah dua, teknik belah tiga, Cronbach
Alpha, dan sebagainya menggunakan asumsi paralel yang sulit dipenuhi.
Berlatar kelemahan itu, maka ada alternatif lain yakni analisis menurut teori
respons butir. Landasannya menyatakan bahwa perilaku seseorang dapat dijelaskan oleh
karakteristik orang yang bersangkutan sampai pada batas-batas tertentu. Karakteristik itu
misalnya kemampuan verbal, kemampuan psikomotor, kemampuan kognitif dan lainnya
dan semua itu disebut dengan trait seseorang. Tiap individu dimungkinkan memiliki
lebih dari satu trait. Tiap trait merupakan unjuk kerja dan dimensi kemampuan seseorang.
Oleh sebab itu dibutuhkan asumsi bahwa kemampuan yang diukur harus unidimensional
(sama dengan asumsi teori klasik). Unjuk kerja seseorang terhadap butir soal tertentu
tidak akan mempengaruhi unjuk kerja pada butir soal yang lain; sehingga respons
seseorang terhadap masing-masing butir bersifat independent. Jadi butir soal yang tepat
jika mampu mengukur satu trait saja agar unidimensi.
Hubungan antara tiap butir soal akan mempunyai kurva karakteristik butir yang
merupakan kurva regresi non-linier skor butir terhadap trait atau kemampuan. Fungsi ini
menggambarkan hubungan peluang sukses menjawab suatu butir soal dengan
kemampuan yang diukur oleh butir soal itu. Kurva karakteristik butir dinyatakan dengan
fungsi matematik yang menghasilkan model logistik satu parameter, dua parameter dan
tiga parameter. Dalam model logistik satu parameter, parameter suatu butir merupakan
tingkat kesukaran butir, sedangkan daya pembeda dianggap sama dan pseudoguessing
(coba terka) sama dengan nol. Tingkat kemampuan butir merupakan fungsi kemampuan
seseorang. Pada model logistik dua parameter, kemampuan seseorang dicerminkan oleh
tingkat kesukaran butir, dan daya pembeda, sedangkan peluang coba terka sama dengan
nol. Jadi seseorang yang berkemampuan rendah besarnya peluang menjawab benar juga
sama dengan nol. Pada model logistik tiga parameter, kemampuan seseorang tercermin
dari tingkat kesukaran butir, daya pembeda dan coba terka, karena pada dasarnya orang

42
menjawab soal tidak asal tebak melainkan akan dibaca dahulu, dipikir-pikir baru
menentukan pilihan tebakannya. Atas dasar ketiga model ini dikembangkanlah sarana
analisis butir dengan media komputer (item analysis).
Dari segi pertimbangan teknis, tes untuk cakupan kelas sesuai kondisinya
menggunakan teori klasik, sedangkan untuk tes yang cakupannya lebih luas misalnya
tingkat regional atau nasional menggunakan teori respons butir.

3) Kodifikasi dan Inventarisasi


Langkah lanjut setelah analisis butir soal dari aspek domain materi, konstruksi dan
bahasa, dilakukan pengelompokan butir. Pertama, kelompok butir soal yang dianggap
baik/diterima. Kedua, kelompok butir soal yang tidak baik/ditolak, dan ketiga, butir-butir
tes yang kurang baik, diperbaiki. Butir-butir soal yang diterima diinventarisasi dan
kemudian dikodifikasikan menjadi himpunan tes. Tindakan ini disebut merakit tes.
Dalam merakit tes butir-butir soal dikodifikasi menurut urutan kompetensi dasar, taraf
kesukaran, dan bentuk/format soal. Pengurutan dilakukan dengan ketentuan: pada tiap
kompetensi dasar diurut menurut tingkat kesulitan, dari yang mudah ke yang sulit;
sedangkan dari segi format diawali dari bentuk isian singkat, kemudian pilihan ganda dan
terakhir uraian.

4) Analisis Hasil Evaluasi Hasil Belajar dan Tindak Lanjut


Penyelenggaraan tes memberi implikasi kegunaan bagi pebelajar sebagai testee, LPTK
sebagai lembaga, dan guru sebagai pihak yang mengelola pembelajaran. Kegunaan itu
antara lain:
a. dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pebelajar terhadap apa yang sudah
disajikan oleh guru.
b. dapat diketahui bagian-bagian materi yang belum dikuasi oleh pebelajar dan
dimungkinkan adanya tindakan perlakuan remedi.
c. dapat menjadi pendorong motivasi belajar pebelajar yang memperoleh skor tinggi.
d. dapat menjadi sarana diagnosis bagi pebelajar.

43
Untuk dapat memanfaatkan hasil penyelenggaraan tes tersebut dengan baik, perlu
tindakan analisis terhadap hasil tes. Cara yang ditempuh dengan membuat tabel
spesifikasi yang berisi informasi tentang konsep/subkonsep atau tema/subtema
kompetensi dasar yang belum dikuasi pebelajar berdasarkan klasifikasi butir soal yang
diterima, perlu perbaikan dan yang ditolak sebagaimana dikupas di muka.

5) Analisis Data Secara manual


(a) Data rekaman hasil ujian dengan soal bentuk pilihan ganda dengan 4 option
tampak sebagai berikut:
Tabel 2
DATA JAWABAN TESTEE
(Jawaban benar diberi kode 1; jawaban salah, direkam alternatif pilihannya)

44
Tabel 3
RANKING DATA JAWABAN TESTEE
(Ranking berdasarkan Total Sekor Tabel )

Dari data jawaban testee yang sudah dirangking di atas kemudian ditentukan 25%
testee kelompok atas (KA) dan 25% testee kelompok bawah (KB). Karena jumlah testee
sebanyak 40 orang maka jumlah testee kelompok atas dan kelompok bawah masing-
masing adalah 10 orang, yakni testee kelompok atas (KA) terdiri dari testee ranking
nomor 1 sampai dengan 10; dan testee kelompok bawah (KB) terdiri dari testee ranking
nomor 31 sampai dengan 40.

45
Cara analisis:
1) Untuk soal nomor 1 (dengan kunci jawaban = B)
Jawaban
A B*) C D N
Kelompok
KA 1 6 1 2 10
KB 4 0 4 2 10
*)kunci jawaban
(1) Untuk menentukan tingkat kesukaran (TK) gunakan data total jawaban benar pada
tabel untuk data jawaban testee untuk kolom butir 1. Sedangkan untuk menghitung daya
pembeda (DP) gunakan data pada informasi jawaban kelompok atas dan kelompok
bawah pada kolom kunci jawaban yakni B*). Hasil perhitungan adalah:
TK = 6 : 40 = 0,15
DP = 2(6-0) : 20 = 0,60

(2) Untuk mengetahui keefektifan pengecoh (alternatif jawaban A, C, dan D) gunakan


data distribusi jawaban testee menurut pengecoh. Perhitungannya berturut-turut sebagai
berikut.
a. Untuk fungsi pengecoh A (lihat kolom A):
TK = 5/20 = 0,25 (efektif)
DP = 3/10 = 0,30 (berfungsi)
b. Untuk fungsi pengecoh C (lihat kolom C):
TK = 5/20 = 0,25 (efektif)
DP = 3/10 = 0,30 (berfungsi)
c. Untuk fungsi pengecoh D (lihat kolom D):
TK = 4/20 = 0,20 (efektif)
DP = 0/10 = 0 (tidak berfungsi)
Kesimpulan: bahwa soal nomor 1 TK = 0,15 (sukar) dengan DP = 0,60 (baik sekali).
Berdasarkan analisis TK dan DP, maka soal nomor 1 adalah soal yang baik; namun masih
ada mengandung cacat yakni pengecoh D tidak berfungsi (DP = 0). Meskipun demikian,
karena pengecoh D masih dipilih oleh testee, maka cacat pengecoh D dapat diabaikan

46
(kecuali jika pengecoh D tidak ada yang memilih atau DP-nya negatif maka harus
direvisi).
Demikianlah cara kerja analisis soal dari butir demi butir dilakukan prosedur yang
sama dan setelah semua butir dapat diketahui kualitasnya, maka dilakukan pemilihan dan
inventarisasi soal. Inventarisasi soal adalah merekam kembali soal-soal yang baik
berdasarkan hasil analisis (kualitatif maupun kuantitatif). Setiap soal direkam ulang
lengkap dengan data statistik hasil ujicobanya (TK , DP) dan karakteristik lainnya
sebagaimana yang tertulis dalam kisi-kisi. Perekaman ini dilakukan dalam bentuk Kartu
soal.
b) Data rekaman hasil ujian dengan soal bentuk uraian tampak sebagai berikut:
Tabel 4
DATA JAWABAN TESTEE UNTUK SOAL URAIAN
Soal Nomor Jumlah
No. Nama Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Skor
1 Arni 18 10 13 16 5 12 10 20 14 118
2 Bernadeta 20 10 16 20 5 16 10 20 14 131
3 Cesilia 8 6 9 14 5 8 8 8 0 66
4 Diana 18 10 9 18 5 8 10 17 13 108
5 Evi 18 8 10 20 5 14 10 20 14 119
6 Firna 18 10 13 19 5 14 10 19 14 122
7 Galih 17 9 10 18 4 14 10 20 13 115
8 Hasni 20 10 14 20 5 16 8 20 14 127
9 Intan 20 9 12 20 5 16 8 20 14 124
10 Jonatan 17 10 10 18 4 16 6 20 13 114
11 Kirman 12 4 10 18 4 4 6 6 12 76
12 Lilasari 20 10 12 20 5 15 8 20 15 125
13 Musa 19 9 11 20 4 16 8 20 15 122
14 Nina 7 7 13 20 4 8 10 18 13 100
15 Obama 20 10 18 18 5 16 10 19 14 130
16 Petrus 16 10 11 16 5 16 8 20 13 115
17 Qomar 20 9 15 20 5 16 10 20 13 128
18 Reni 20 10 20 20 5 16 10 20 15 136
19 Situa 18 10 9 20 5 16 10 20 15 123
20 Tasnim 20 10 11 18 5 16 8 20 15 123
21 Usama 20 10 11 20 5 16 8 20 15 125
Total skor (S) 366 191 257 393 100 289 186 387 278
Maksimum skor (M) 20 10 20 20 5 20 10 20 15
Total testee (T) 21 21 21 21 21 21 21 21 21
Tingkat kesukaran (P) 0.87 0.91 0.61 0.94 0.95 0.69 0.89 0.92 0.88

47
Cara menghitung tingkat kesukaran untuk butir soal nomor 1 adalah: 366/(20x21) = 0,87;
begitu seterusnya untuk butir nomor 2, 3 dan lainnya.
Berikutnya untuk analisis daya beda soal berbentuk uraian tidak ada perbedaan
prosedurnya dibandingkan dengan prosedur pada analisis soal yang berbentuk objektif.
Formula yang digunakan sama. Berikut ini hasil analisis daya beda soal uraian di atas.
Tabel 5
RANKING DATA JAWABAN TESTEE UNTUK SOAL URAIAN
Soal Nomor Jml
No. Nama Siswa Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Reni* 20 10 20 20 5 16 10 20 15 136
2 Bernadeta* 20 10 16 20 5 16 10 20 14 131
3 Obama* 20 10 18 18 5 16 10 19 14 130
4 Qomar* 20 9 15 20 5 16 10 20 13 128
5 Hasni* 20 10 14 20 5 16 8 20 14 127
6 Lilasari 20 10 12 20 5 15 8 20 15 125
7 Usama 20 10 11 20 5 16 8 20 15 125
8 Intan 20 9 12 20 5 16 8 20 14 124
9 Situa 18 10 9 20 5 16 10 20 15 123
10 Tasnim 20 10 11 18 5 16 8 20 15 123
11 Firna 18 10 13 19 5 14 10 19 14 122
12 Musa 19 9 11 20 4 16 8 20 15 122
13 Evi 18 8 10 20 5 14 10 20 14 119
14 Arni 18 10 13 16 5 12 10 20 14 118
15 Galih 17 9 10 18 4 14 10 20 13 115
16 Petrus 16 10 11 16 5 16 8 20 13 115
17 Jonatan* 17 10 10 18 4 16 6 20 13 114
18 Diana* 18 10 9 18 5 8 10 17 13 108
19 Nina* 7 7 13 20 4 8 10 18 13 100
20 Kirman* 12 4 10 18 4 4 6 6 12 76
21 Cesilia* 8 6 9 14 5 8 8 8 0 66
Kel. Atas (KA) 5 org 100 49 83 98 25 80 48 99 70
Kel. Bawah (KB) 5 org 62 37 51 88 22 44 40 69 51
Maksimum Skor (M) 20 10 20 20 5 20 10 20 15 140
Daya beda (P) 0.54 0.17 0.46 0.14 0.04 0.51 0.11 0.43 0.27
Keterangan: *)kelompok atas/bawah.
G. Analisis Skor Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi belajar sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar mempunyai fungsi
antara lain: (1) untuk mengetahui kekuatan/kelemahan belajar pebelajar; (2) untuk
mengetahui tingkat keberhasilan belajar pebelajar; dan (3) untuk mengetahui
kekuatan/kelemahan proses belajar mengajar yang dilakukan guru.

48
Sehubungan dengan itu maka hasil evaluasi belajar yang dilakukan dalam
kegiatan belajar mengajar baik ujian bagian, ujian tengah semester maupun ujian akhir
semester perlu dianalisis.
1. Analisis Hasil Ujian Bagian
Ujian bagian termasuk dalam evaluasi formatif yaitu dilakukan setelah beberapa
satuan acara perkuliahan (SAP) selesai dipelajari. Hasil ujian bagian disamping dipakai
untuk penentuan nilai akhir semester, dapat dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat
ketuntasan belajar pebelajar baik perorangan maupun kelompok.
a) Ketuntasan belajar perorangan dapat ditentukan dengan formula:

Taraf serap = (Nilai yang diperoleh mahasiswa / nilai maksimum) x 100%

Contoh: jika pada suatu ujian bagian, guru akan memberi nilai 10 bila pebelajar dapat
menjawab dengan benar semua soal yang disajikan. Dalam ujian bagian itu, si Amad
memperoleh nilai 6,5 dan Badu memperoleh nilai 8,2; maka :
Taraf serap Amad adalah = (6,5/10) x 100% = 65%.
Taraf serap Badu adalah = (8,2/10) x 100% = 82%.
Pebelajar dinyatakan mencapai tuntas belajar untuk satu atau beberapa SAP mencapai
taraf serap 65% atau lebih. Jika kurang dari 65% maka pebelajar tersebut harus mengikuti
kegiatan remedi atau perbaikan. Dalam contoh di atas baik Amad maupun Badu tidak
perlu mengikuti remedi atau perbaikan karena sudah tuntas, sehingga boleh mengikuti
kuliah untuk materi SAP berikutnya.
b) Ketuntasan belajar kelompok
Ketuntasan belajar kelompok dapat ditentukan dengan formula:

Daya serap = (Jumlah mahasiswa yang tuntas belajar / Jumlah peserta kuliah) x 100%

Contoh:
Dari peserta kuliah praktikum Kimia yang jumlahnya 40 orang, 35 orang diantaranya
telah mencapai ketuntasan belajar (yakni memiliki taraf serap ≥ 65%), maka daya serap
kelas kuliah praktikum Kimia tersebut adalah : (35/40) x 100% = 87,5%. Berdasarkan
usansi kurikulum daya serap kelas minimal 85%, oleh karena itu kuliah praktikum Kimia
dapat melanjutkan ke materi selanjutnya atau materi yang baru, karena telah memenuhi

49
daya serap kelompok. Apa yang terjadi jika daya serap kelompok tidak memenuhi 85%?
Jika hal ini terjadi maka praktikum diulang lagi oleh guru dan dipelajari kembali secara
klasikal. Implikasi dari tindakan ini akan mengganggu perencanaan perkuliahan dan akan
berpengaruh pada pencapaian target kurikulum. Oleh sebab itu persoalan taraf serap dan
daya serap harus menjadi perhatian para guru, dan karena itu guru harus memiliki
ketrampilan dalam pengelolaan kuliah secara komprehensif sehingga proses belajar
mengajar akan efektif dan efisien.
Bagaimana kiat menyiapkan soal yang baik, agar dapat mendukung keefektifan proses
belajar mengajar dan hasil belajar pebelajar? Untuk ini disarankan agar dalam
menyelenggarakan ujian dilakukan hal-hal berikut: (1) disiapkan kisi-kisi sebelum
menulis soal; (2) utamakan soal untuk materi yang esensial; (3) soal untuk mengukur
kemampuan aplikasi hendaknya disusun secara baik dan sederhana sesuai daya nalar
pebelajar; (4) soal yang baik adalah yang memiliki tingkat kesukaran sedang; (5) hindari
sifat ‘ambisius’ dalam membuat soal; dan (6) kumpulkan soal yang telah digunakan dan
dianalisis; perbaiki yang kurang baik, rakit kembali, kemudian ujikan kembali pada
kesempatan di luar jam kuliah.
2. Analisis Ujian Akhir Semester
Untuk ujian akhir semester yang perlu dianalisis adalah daya serap dan target
kurikulum.
a) Daya seraf dihitung dengan formula:

Daya serap = ( Jumlah nilai seluruh pebelajar) x 100%


(Jumlah peserta x Nilai maksimum)

b) Target kurikulum.
Target kurikulum dikatakan baik jika berkisar antara 95%-100%; dihitung dengan
formula:

Target Kurikulum = ( Jumlah jam dalam RPP yang telah diajarkan ) x 100%
(Jumlah alokasi waktu dalam GBPP)

50
3. Analisis Kinerja Guru
Kinerja guru dapat dianalisis dengan maksud untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dalam proses belajar mengajar, dengan menggunakan ukuran parameter
daya seraf tertimbang (DST) yang dapat dihitung dengan formula:

DST = Daya seraf x Target kurikulum x 100

Indeks DST semakin tinggi menunjukkan kinerja guru yang bersangkutan semakin bagus.

51
Referensi
Asmawi Zainul & Noehi Nasution (2001). Penilaian hasil belajar. Jakarta: PPUT, Dirjen
Dikti, Depdiknas.
Astin, W. Alexander (1993). Assessment for exellence. Phonix: The Oryx Press.
Depdiknas Dirjen Dikdasmen (2004) Pedoman umum pengembangan penilaian:
Kurikulum berbasis kompetensi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Dikmenum.
Depdiknas Dirjen Dikdasmen (1999) Pengelolaan pengujian bagi Guru mata pelajaran.
Jakarta: Dikmenum.
Djemari Mardapi (2008) Teknik penyusunan instrumen tes dan nontes. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Press.
Ebel, R.L. (1979). Essential of educational measurement. New Jerseey: Printice-Hall,
Inc.
Miller, P.W. (2008). Measurement and teaching. Munster: Patrick W. Miller &
Associates.
Nitko, A.J. (1996) Curriculum Based Assessment. JSEP ADB Loan No. 1194-INO
Subino (1987) Konsruksi dan analisis tes: Suatu pengantar kepada teori tes dan
pengukuran. Depdikbud. Dirjen Dikti. Jakarta: PPLPTK.
Supriyono (1998). Teknik evaluasi: Petunjuk praktis bagi guru. Palangkaraya: Kanwil
Depdikbud.

52

Anda mungkin juga menyukai